• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR

N/A
N/A
132 Ariel Krisar

Academic year: 2024

Membagikan "BAB I BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR "

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT KASAR

1.1. Pendahuluan

Agregat adalah hasil olahan batu alam merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan, yang memberikan sifat struktural dan memberikan kontribusi sebesar 90-95% terhadap berat atau 70-85% terhadap volume dari struktur perkerasan jalan[ CITATION Kas13 \l 1033 ]. Sedangkan penyerapan menurut SNI 03-1969-1990 adalah perbandingan berat air yang diserap quarry terhadap berat agregat kering, dinyatakan dalam persen. Pengukuran berat jenis agregat diperlukan untuk perencanaan campuran aspal dengan agregat, campuran ini berdasarkan perbandingan berat karena lebih teliti dibandingkan dengan perbandingan volume dan juga untuk menentukan banyaknya pori agregat. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat sama akan dibutuhkan aspal yang banyak dan sebaliknya.

Penentuan banyak pori ditentukan berdasarkan air yang dapat terarbsorbsi oleh agregat. Nilai penyerapan adalah perbandingan perubahan berat agregat karena penyerapan air oleh pori-pori dengan berat agregat pada kondisi kering. Angka penyerapan digunakan untuk menghitung perubahan berat dari suatu agregat akibat air yang menyerap kedalam pori diantara partikel utama dibandingkan dengan pada saat kondisi kering, ketika agregat tersebut dianggap telah cukup lama kontak dengan air sehingga air telah menyerap penuh [CITATION Sut23 \l 1033 ]

Menurut SNI 1969:2008 agregat kasar adalah agregat yang ukuran butirannya lebih besar dari 4,75 mm (saringan no.4). berat jenis dapat dinyatakan dengan berat jenis curah kering, berat jenis kondisi jenuh kering permukaan atau berat jenis semu. Berat jenis curah (jenuh kering permukaan) dan penyerapan air berdasarkan pada kondisi setelah (24 jam ± 4) jam direndam di dalam air.

1.2. Tujuan

Pengujian berat jenis dan penyerapan air agregat kasar (SNI 1969:2008). Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui berat jenis (bulk), berat kering permukaan

(2)

jenuh atau saturated surface dry (SSD) dan berat jenis semu (apparent), serta penyerapan air oleh agregat kasar.

1.3. Alat dan Bahan

Pada pengujian berat jenis dan penyerapan agregat kasar terdapat beberapa alat dan bahan pengujian yang akan dilakukan di laboratorium.

1.3.1. Alat pengujian 1. Saringan nomor 4

Gambar 1.1. Saringan Nomor 4 2. Timbangan

Gambar 1.2. Timbangan

(3)

3. Baskom air

Gambar 1.3. Baskom Air 4. Oven

Gambar 1.4. Oven 1.3.2. Bahan Pengujian

Gambar 1.5. Agregat yang tertahan nomor 4 1.4. Landasan Teori

Berdasarkan ASTM C 33/03, agregat kasar adalah batu atau kerikil yang didapat secara alami maupun berupa batu yang telah dipecahkan dari industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir sebesar 5 mm - 40 mm. Berikut syarat agregat kasar menurut ASTM C 33/03:

1) Tidak mengandung zat yang dapat merusak beton.

(4)

2) Memiliki kadar lumpur maksimal sebesar 1% dari berat kering.

3) Ukuran agregat yang pipih serta Panjang maksimal 20% dari keseluruhan agregat.

Macam – macam berat jenis agregat :

a. Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) adalah berat jenis yang diperhitungkan terhadap seluruh volume pori yang ada (volume pori yang dapat diresapi oleh aspal, volume pori yang tidak dapat diresapi oleh aspal, atau dapat dikatakan seluruh volume pori yang dapat dilewati air dan volume partikel)

Bk BjBa

b. Berat Jenis Kering-Permukaan Jenuh (SSD Specific Gravity) adalah berat jenis yang memperhitungkan volume pori yang hanya dapat diresapi oleh aspal ditambah dengan volume partikel.

Bj BjBa

c. Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) adalah berat jenis yang memperhitungkan volume partikel saja tanpa memperhitungkan volume pori yang dapat dilewati air.

Bk BkBa

d. Berat Jenis Efektif merupakan nilai tengah dari berat jenis curah dan semu, terbentuk dari campuran partikel kecuali pori-pori/rongga udara yang dapat menyerap aspal, yang selanjutnya akan terus diperhitungkan dalam perencanaan campuran agregat dengan aspal.

e. Nilai penyerapan adalah perbandingan perubahan berat agregat karena penyerapan air oleh pori-pori dengan berat agregat pada kondisi kering

BkBa

Bk ×100 %

Keterangan:

Bk = Berat sampel Kering (gram)

Bj = Berat kering sampel kering – permukaan jenuh (gram)

1.1

1.2

1.3

1.4

(5)

Ba = Berat uji kering – permukaan jenuh di dalam air (gram) 1.5. Prosedur Pengujian

berikut ini adalah tahapan pengerjaan dari pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus.

1. Menyiapkan sampel

Gambar 1.6. Menyiapkan Sampel 2. Mencuci sampel

Gambar 1.7. Mencuci Sampel 3. Mengeringkan sampel

Gambar 1.8. Mengeringkan Sampel Dalam Oven 4. Mendinginkan sampel

(6)

Gambar 1.9. Dinginkan Sampel Selama 1-3 Jam 5. Merendam sampel

Gambar 1.10. Merendam Sampel Dalam Air Selama 24 Jam

(7)

6. Mengeluarkan sampel

Gambar 1.11. Mengeluarkan Sampel, Kemudian Dilap Dengan Kain Penyerap 7. Menimbang sampel kering permukaan

Gambar 1.12. Menimbang Sampel Kering Permukaan Jenuh 8. Menimbang sampel didalam keranjang

Gambar 1.13. Menimbang Sampel Didalam Keranjang 1.6. Data Hasil Pengujian

Berikut ini adalah hasil pengujian laboratorium dengan 3 sampel percobaan dari berat jenis dan penyerapan agregat kasar.

(8)

Tabel 1.1. Data Hasil Pengujian Satua

n

No

. Pengukuran Sampel

A

Sampel B

Sampel C

Bk 1 Benda Uji Kering Oven 3227 3317 3320

Bj 2 Benda Uji Kering Permukaan Di

Udara 3317 3407 3408

Ba 3 Benda Uji dalam Air 2417 2517 2519

Sumber : Data Hasil Pengujian

1.7. Perhitungan Keterangan:

Bk = Berat sampel Kering (gram)

Bj = Berat kering sampel kering – permukaan jenuh (gram) Ba = Berat uji kering – permukaan jenuh di dalam air (gram)

Tabel 1.2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan jenis

Sampel

Berat jenis Bulk/Curah

(gram)

Berat Jenis ssd (gram)

Berat jenis

semu (gram) Penyerapan

Sampel A 3,59 3,69 3,98 0,251

Sampel B 3,73 3,83 4,15 0,241

Sampel C 3,73 3,83 4,14 0,241

Rata-rata 3,68 3,78 4,09 0,244

Sumber: Data Hasil Perhitungan

Perhitungan berat jenis bulk dengan persamaan 1.1:

a. Sampel 1 3227

3317−2417 = 3,59 b. Sampel 2

3317

3407−2517 = 3,73 c. Sampel 3

3317

3407−2517 = 3,73

Perhitungan berat jenis permukaah jenuh dengan persamaan 1.2:

a. Sampel 1

(9)

3317

3317−2417 = 3,69 b. Sampel 2

3407

3407−2517 = 3,83 c. Sampel 3

3408

3408−2519 = 3,83 d. Rata rata

3,69+3,83+3,83

3 = 3,78

Perhitungan berat jenis semu dengan persamaan 1.3:

a. Sampel 1 3327

3227−2417 = 3,98 b. Sampel 2

3317

3317−2517 = 4,15 c. Sampel 3

3320

3320−2519 = 4,14

Perhitungan penyerapan agregat dengan persamaan 1.4:

a. Sampel 1 3227−2417

3227 ×100 % = 0,251 b. Sampel 2

3317−2517

3317 ×100 % = 0,241 c. Sampel 3

3320−2519

3320 ×100 % = 0,241 1.8. Analisis

Sampel A memiliki nilai berat jenis bulk sebesar 3,59, berat jenis ssd sebesar 3,69, berat jenis semu sebesar 3,98, dan tingkat penyerapan sebesar 3,6%. Sampel B menunjukkan berat jenis bulk sebesar 3,73, berat jenis ssd sebesar 3,83, berat jenis

(10)

semu sebesar 4,15, dengan penyerapan air sebesar 3,7%. Sementara itu, Sampel C memiliki berat jenis bulk yang sama dengan Sampel B yaitu 3,73, berat jenis ssd 3,83, berat jenis semu 4,14, dan penyerapan air yang sama dengan Sampel B yaitu 3,7%. Dari data ini, dapat diamati bahwa terdapat variasi kecil antara berat jenis bulk dan berat jenis ssd dari Sampel B dan Sampel C, sementara berat jenis semu menunjukkan sedikit perbedaan antara kedua sampel tersebut. Penyerapan air memiliki nilai yang serupa di antara semua sampel, menunjukkan konsistensi dalam kemampuan agregat untuk menyerap air.

1.9. Kesimpulan

Adapun kesimpulan pada praktikum kali ini adalah sebagai berikut:

a. Hasil nilai berat jenis bulk, berat jenis SSD, berat jenis semu dan penyerapan rata-rata secara berturut-turut sebesar 3,68%

b. Penyerapan agregat memiliki nilai yang serupa di antara semua sampel, sehingga menunjukkan konsistensi yang sama dalam kemampuan agregat untuk menyerap air.

1.10. Saran

Adapun saran pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

a. Sebaiknya praktikan memahami modul terlebih dahulu sebelum melakukan praktikum.

b. Diharapkan praktikan mengikuti semua prosedur praktikum.

c. Sebaiknya praktikan berhati-hati saat menggunakan alat praktikum.

(11)

BAB II

BERAT JENIS DAN PENYERAPAN AGREGAT HALUS

2.1. Pendahuluan

Perekerasan Lentur adalah perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat. Saat ini campuran aspal merupakan salah satu campuran yang banyak dipakai di Indonesia. Di dalam campuran aspal terdiri dari dari agregat, bahan pengisi (filler) dan aspal, yang mana agregat berfungsi sebagai komponen utama yang menentukan kemampuan perkerasan sedang aspal berfungsi sebagai bahan pengikat. Campuran aspal terdiri dari 90% - 95% agregat berdasarkan berat total atau 75% - 85% berdasarkan volume.

Agregat memiliki sifat fisik yang berbeda dalam ukuran butiran dan gradasi, bentuk, porositas, tekstur permukaan, kekerasan dan kelekatan terhadap aspal.

Karena agregat kontribusinya dominan, maka sifat fisik agregat akan memberikan pengaruh terhadap mutu campuran aspal. [ CITATION Ste \l 1033 ]

2.2. Tujuan

Tujuan dari pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus adalah untuk menentukan berat jenis agregat halus pada kondisi lepas (Bulk Spesific Gravity Dry), kondisi kering - permukaan jenuh (SSD), kondisi semu (Apperant Spesific Gravity), serta penyerapan dari agregat halus.

2.3. Alat dan Bahan 2.3.1. Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Timbangan dengan ketelitian 0,1 gram

(12)

Gambar 2.1. Timbangan 2. Piknometer

Gambar 2.2. Piknometer 3. Kerucut terpancung

Gambar 2.3. Kerucut Terpancung

(13)

4. Batang penumbuk

Gambar 2.4. Batang Penumbuk 5. Saringan no. 8

Gambar 2.5. Saringan No. 8

6. Oven

Gambar 2.6. Oven

(14)

7. Tray

Gambar 2.7. Tray 2.3.2. Bahan

Adapun bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu:

1. Sampel Agregat Halus

Gambar 2.8. Agregat Halus 2. Air

Gambar 2.9. Air

(15)
(16)

2.4. Landasan Teori

Menurut SNI-03-2847-2002, agregat halus adalah pasir alam sebagai hasil disintegrasi alami batuan atau pasir yang dihasilkan oleh industri pemecah batu dan mempunyai ukuran butir terbesar 4,76 mm. Agregat halus yang akan digunakan untuk campuran perkerasan lentur tentunya harus melalui beberapa pengujian hingga akhirnya agregat halus dapat dikatakan layak untuk digunakan dalam campuran perkerasan lentur, salah satunya adalah pengujian berat jenis dan penyerapan agregat.

Pengujian berat jenis agregat diperlukan untuk perencanaan campuran agregat dengan aspal, campuran ini berdasarkan perbandingan berat karena lebih teliti dibanding dengan perbandingan volume dan juga untuk menentukan banyaknya pori agregat. Berat jenis yang kecil akan mempunyai volume yang besar sehingga dengan berat yang sama akan membutuhkan aspal yang banyak. Nilai penyerapan adalah perbandingan berat air yang dapat diserap pori terhadap berat agregat kering, biasanya dinyatakan dalam persen.

Adapun macam-macam berat jenis agregat, adalah sebagai berikut:

1. Berat Jenis Curah (Bulk Specific Gravity) adalah berat jenis yang diperhitungkan terhadap seluruh volume pori yang ada (volume pori yang dapat diresapi oleh aspal, volume pori yang tidak dapat diresapi oleh aspal, atau dapat dikatakan seluruh volume pori yang dapat dilewati air dan volume partikel).

2. Berat Jenis Kering-Permukaan Jenuh (SSD) adalah berat jenis yang memperhitungkan volume pori yang hanya dapat diresapi oleh aspal ditambah dengan volume partikel.

3. Berat Jenis Semu (Apparent Specific Gravity) adalah berat jenis yang memperhitungkan volume partikel saja tanpa memperhitungkan volume pori yang dapat dilewati air.

4. Berat Jenis Efektif merupakan nilai tengah dari berat jenis curah dan semu, terbentuk dari campuran partikel kecuali pori-pori udara yang dapat menyerap

(17)

aspal, yang selanjutnya akan terus diperhitungkan dalam perencanaan campuran agregat dengan aspal.

Dalam pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus digunakan beberapa persamaan di bawah ini;

a. Berat Jenis Kering (Bulk Spesific Gravity Dry)

(2.1) b. Berat Jenis Kondisi SSD (Buls Spesific Gravity SSD)

(2.2) c. Berat Jenis Semu (Apperant Spesific Gravity)

(2.3) d. Persentase Absorbsi

(2.4)

Keterangan:

Bk = Berat jenis uji kering oven (gram) B = Berat piknometer berisi air (gram)

Bt = Berat piknometer berisi benda uji dan air (gram) A = Berat benda uji dalam kondisi SSD (gram) 2.5. Prosedur Pengujian

Adapun prosedur kerja yang perlu dilakukan pada praktikum ini adalah sebagai berikut:

1. Siapkan benda uji secukupnya, kemudian mengayaknya dengan saringan diameter 2,36 mm dan mengambil agregat yang lolos saringan tersebut sebanyak 500 gram sebagai benda uji.

Bk

(B +A-Bt)

A

(B +A-Bt)

Bk

(B +Bk-Bt)

(A - Bk )

Bk ×100 %

(18)

Gambar 2.9. Menyiapkan Benda Uji

2. Cuci benda uji untuk menghilangkan kotoran dan bahan-bahan lain yang melekat pada permukaan, kemudian rendam bend uji selama 24 jam.

Gambar 2.10. Mencuci Benda Uji

3. Setelah 24 jam, hamparkan benda uji untuk mencapai kondisi SSD.

Gambar 2.11. Menghamparkan Benda Uji

(19)

4. Masukkan sebagian benda uji kondisi SSD ke cetakan kerucut pasir.

Padatkan benda uji dengan batang penumbuk. Lakukan pemadatan pada 3 lapisan dengan total 25 kali tumbukan dengan Tingkat jatuh batang penumbuk ± 1 cm.

Gambar 2.12. Memasukkan Benda Uji ke Dalam Kerucut Pasir 5. Kondisi SSD diperoleh jika ketika cetakan diangkat, butiran-butiran benda

uji/agregat halus akan longsor atau runtuh ± 1/3 dari tinggi kerucut.

Gambar 2.13. Benda Uji pada Kondisi SSD 6. Timbang berat piknometer, maka didapat berat A gram.

(20)

Gambar 2.14. Menimbang Piknometer

(21)

7. Timbang berat piknometer + air, didapat berat B gram.

Gambar 2.15. Menimbang Piknometer Berisi Air

8. Ambil sampel kondisi SSD sebanyak 500 gram, lalu masukkan ke dalam piknometer dan tambah air sampai batas 500 cc.

Gambar 2.16. Menimbang Benda Uji

9. Putar-putar piknometer untuk mengeluarkan udara yang ada di dalamnya.

Gambar 2.17. Mengeluarkan Gelembung Udara

(22)
(23)

10. Keluarkan benda uji dan air dari dalam piknometer, kemudian oven pada suhu 105°C - 110°C selama 24 jam.

Gambar 2.18. Memasukkan Benda Uji ke Dalam Oven

11. Catat berat benda uji setelah dioven dalam keadaan kering dengan suhu kamar 25°C, sehingga didapatkan berat Bk gram.

Gambar 2.19. Menimbang Benda Uji

2.6. Data Hasil Pengujian

Dari pengujian yang telah dilakukan, diperoleh data sebagai berikut:

Tabel 2.1. Data Hasil Pengujian Berat Jenis

No Pengukuran Sampel A Sampel B Sampel C

1 Berat Benda uji dalam kondisi SSD 517 527 525

2 Berat benda uji dalam kering 503 507 505

3 berat piknometer + Air 617 627 625

4 Berat benda uji + piknometer + Air 917 967 931

Sumber: Data Hasil Pengujian

(24)

2.7. Perhitungan

Dari data di atas, dilakukan perhitungan sebagai berikut:

1. Sampel A

a. Berat Jenis Bulk/Curah

Berat jenis bulk/curah dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1

Berat Jenis Bulk = 503

617 +517-917

= 2,318 gr b. Berat Jenis SSD

Berat jenis SSD dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 Berat Jenis SSD = 517

617 +517-917

= 2,382 gr c. Berat Jenis Semu

Berat jenis semu dihitung dengan menggunakan rumus 2.3 Berat Jenis Semu = 503

617 +503-917

= 2,478 gr d. Persentase Absorbsi

Persentase absorbs dihitung menggunakan persamaan 2.4 Persentase Absorbsi = (517-503)

503 ×100%

= 2,78 % 2. Sampel B

a. Berat Jenis Bulk/Curah

Berat jenis bulk/curah dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1

(25)

Berat Jenis Bulk = 507

627 + 527 - 967

= 2,711 gr

(26)

b. Berat Jenis SSD

Berat jenis SSD dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 Berat Jenis SSD = 527

627 + 527 - 967

= 2,818 gr c. Berat Jenis Semu

Berat jenis semu dihitung dengan menggunakan rumus 2.3 Berat Jenis Semu = 507

627 + 507 -967

= 2,036 gr d. Persentase Absorbsi

Persentase absorbs dihitung menggunakan persamaan 2.4 Persentase Absorbsi = (527-507)

507 ×100%

= 3,94 % 3. Sampel C

a. Berat Jenis Bulk/Curah

Berat jenis bulk/curah dihitung dengan menggunakan persamaan 2.1

Berat Jenis Bulk = 505

625 +525-931

= 2,306 gr b. Berat Jenis SSD

Berat jenis SSD dihitung dengan menggunakan persamaan 2.2 Berat Jenis SSD = 525

625 + 525 - 931

= 2,397 gr c. Berat Jenis Semu

Berat jenis semu dihitung dengan menggunakan rumus 2.3 Berat Jenis Semu = 505

625 +505-931

= 2,538 gr

(27)
(28)

d. Persentase Absorbsi

Persentase absorbs dihitung menggunakan persamaan 2.4 Persentase Absorbsi = (525-505)

505 ×100%

= 3,96 % Tabel 2.2. Rekapitulasi Hasil Perhitungan

No. Pengukuran Sampel A Sampel B Sampel C

1 Berat Jenis Bulk/Curah 2.318 2.711 2.306

2 Berat jenis kondisi SSD 2.382 2.818 2.397

3 berat jenis semu 2.478 3.036 2.538

4 Persentase Absorbsi 2.78% 3.94% 3.96%

Sumber: Data Hasil Perhitungan

2.8. Analisis

Dari perhitungan yang telah dilakukan pada sampel 1, 2, dan 3 didapatkan nilai berat jenis kering/Bulk secara berturut-turut adalah 2,318, 2,711, dan 2,306. Berat jenis pada kondisi SSD yaitu 2,382, 2,818, dan 2,397. Berat jenis semu sebesar 2,478, 3,036, dan 2,538. Serta persentase penyerapan yaitu 2,78%, 3,94%, dan 2,96%. Berdasarkan spesifikasi karakteristik agregat halus pada SNI 1970 – 2008, interval untuk berat jenis yaitu antara 1,6 – 3,3 untuk memenuhi syarat ketentuan.

Sedang untuk penyerapan (absorbsi) spesifikasinya yaitu maksimal 3% hingga suatu benda uji dapat dikatakan memenuhi ketentuan yang telah ditentukan.

2.9. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus adalah sebagai berikut:

1. Berat jenis kering/bulk sebesar 2,318, 2,711, dan 2,306. Berat jenis pada kondisi SSD sebesar 2,382, 2,818, dan 2,397. Dan berat jenis semu sebesar 2,478, 3,036, dan 2,538.

2. Persentase penyerapan sebesar 2,78%, 3,94%, dan 2,96%.

2.10. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan pengujian kali ini adalah:

(29)

1. Praktikan diharapkan menonton video pengujian sebelum melaksanakan praktikum serta memahami modul berat jenis dan penyerapan agregat halus.

2. Praktikan diharapkan aktif dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus.

3. Praktikan diharapkan membersihkan dan menaruh kembali peralatan praktikum yang telah digunakan.

(30)

BAB III

INDEKS KEPIPIHAN DAN KELONJONGAN (FLANKINESS AND ELONGATION INDEX)

3.1. Pendahuluan

Perancangan perkerasan jalan yang baik sangat bergantung pada pemilihan material yang tepat. Material utama dalam pembentukan lapisan perkerasan jalan adalah campuran agregat, yang karakteristik fisiknya, seperti indeks kepipihan dan kelonjongan, memiliki dampak langsung terhadap kualitas dan daya tahan perkerasan.

Indeks kepipihan dan kelonjongan memberikan gambaran tentang bentuk dan distribusi ukuran partikel agregat. British Standard Institution (BSI) membagi bentuk agregat menjadi enam kategori, yaitu bulat (rounded), tidak beraturan (irregular), bersudut (angular), pipih (flaky), lonjong (elongated), dan pipih dan lonjong (flaky and elongated)[ CITATION BSI75 \l 1033 ].

Metode penentuan indeks kepipihan didasarkan pada klasifikasi partikel agregat sebagai benda pipih (flaky) dengan ketebalan kurang dari 0,6 ukuran nominalnya.

Sedangkan metode penentuan indeks kelonjongan didasarkan pada klasifikasi partikel agregat sebagai benda lonjong (elongated).

3.2. Tujuan

Pengujian indeks kepipihan dan kelonjongan ini bertujuan untuk menilai secara kuantitatif distribusi agregat yang berbentuk pipih dan lonjong, yang dinyatakan dengan indeks kepipihan dan indeks kelonjongan.

3.3. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengujian indeks kepipihan dan kelonjongan antara lain:

(31)

3.3.1. Alat Pengujian

1. Alat Pengukur Kepipihan Dan Kelonjongan

Gambar 3.1. Alat Pengukur Kepipihan dan Kelonjongan

2. Saringan Diamter 63 mm, 50 mm, 37,5 mm, 28 mm, 20 mm, 14 mm, 10 mm, dan 6,3 mm.

Gambar 3.2. Saringan Agregat 3. Timbangan

Gambar 3.3. Timbangan 4. Wadah Agregat

(32)

Gambar 3.4. Wadah Agregat

5. Oven

Gambar 3.5. Oven 3.3.2. Bahan Pengujian

1. Agregat

Gambar 3.6. Agregat 3.4. Landasan Teori

Pada batuan alam maupun hasil crushing plant terdapat fraksi-fraksi agregat yang memiliki berbagai macam bentuk. British Standard Institution, BSI, (1975) membagi bentuk-bentuk agregat dalam 6 kategori. Bentuk – bentuk agregat (British Standard Institution, BSI 1975) :

(33)

• bulat (rounded),

• tidak beraturan (irregular),

• bersudut (angular),

• pipih (flaky),

• lonjong (elongated),

• pipih dan lonjong (flaky and elongated) Prosedur Pengujian

Kategori bulat, tidak beraturan, dan bersudut untuk keperluan tertentu dikelompokkan dalam satu kategori, yaitu berdimensi seragam (equidimensional atau cuboidal). Suatu agregat dikatakan pipih, lonjong, pipih dan lonjong, atau berdimensi seragam ditentukan berdasarkan perbandingan antara diameter terpendek, terpanjang dan rata-ratanya. Sebagai ilustrasi, untuk sebuah agregat berbentuk balok maka diameter terpendek adalah tebalnya, diameter terpanjang adalah panjangnya dan diameter rata-rata adalah lebarnya. BSI menentukan jika perbandingan antara rata-rata diamater dengan diameter terpanjang kurang dari 0,55 maka bentuk agregat tersebut adalah lonjong sedangkan jika perbandingan antara diamater terpendek dengan rata-rata diameter kurang dari 0,60 maka bentuk agregat tersebut adalah pipih. Berikut ini persamaan dari indeks kepipihan dan indeks kelonjongan.

Indeks kepipihan(%):M3E

M2 ×100 % Indeks kelonjongan(%):M3f

M2 ×100 % Keterangan :

M2 : total berat sampel yang 5%

M3F : total berat sampel yang lolos alat pengujian kepipihan M3E : total berat sampel yang tertahan alat pengujian kelonjongan 3.5. Prosedur Pengujian

Adapun prosedur yang perlu dilakukan dalam pengujian indeks kepipihan dan kelonjongan yaitu:

1. Ambil sampel agregat ±5000 gram kemudian cuci.

(34)

Gambar 3.7. Mencuci Sampel Agregat

2. Kemudian keringkan dengan oven suhu (110 ± 5)°C hingga beratnya tetap.

Gambar 3.8. Mengeringkan Sampel 3. Saring sampel dengan urutan saringan yang telah disediakan.

Gambar 3.9. Menyaring Agregat

4. Sampel yang tertahan pada setiap saringan dimasukkan ke dalam masing- masing wadah yang ditandai sesuai dengan diameter masing-masing saringan.

(35)

Gambar 3.10. Memisahkan Sampel 5. Timbang sampel yang tertahan di setiap saringan.

Gambar 3.11. Menimbang Sampel

6. Untuk pengujian kepipihan, ambil salah satu fraksi yang telah memenuhi syarat, kemudian lewatkan dengan tangan setiap butir agregat pada alat penguji kepipihan sesuai dengan ukurannya.

Gambar 3.12. Menguji Kepipihan Agregat

7. Untuk pengujian kelonjongan, ambil salah satu fraksi yang telah memenuhi syarat dan lewatkan dengan tangan setiap butir agregat pada alat penguji kelonjongan sesuai dengan ukurannya.

(36)

Gambar 3.13. Menguji Kelonjongan Agregat

8. Pisahkan butiran yang dapat lewat dan yang tidak dapat lewat dan masing- masing fraksi ditimbang.

Gambar 3.14. Menimbang Sampel 3.6. Data Hasil Pengujian

Berikut ini adalah data hasil pengujian flankiness and Elongation Indezx):

Tabel 3.1. Data Hasil Pengujian Kepipihan dan Kelonjongan

Diameter

Saringan (mm) Berat Tertahan

(gr) Persentase Tertahan (%)

Lolos Uji Kepipihan (gr)

M3

Tertahan Uji Kelonjongan (gr)

50,8 - -- -

38,1 - - -

25,4 299 6,03% 109 193

19 894 18,02% 304 665

12,7 1999 40,29% 702 1400

9,5 996 20,07% 449 542

4,75 774 15,60% 223 563

Sumber: Data Hasil Percobaan

(37)

3.7. Perhitungan

Dari data di atas, dilakukan perhitungan sebagai berikut:

1. Mencari M2

M2 = 299 + 894 + 1999 + 996 + 774

= 4962 gr 2. Mencari Nilai M3F

M3F = 109 + 304 + 702 + 449 + 223

= 1787 gr 3. Mencari Nilai M3E

M3E = 193 + 665 + 1400 + 542 + 563

= 3363 gr

4. Perhitungan Persentase Berat Tertahan

a. Persentase Berat Tertahan Saringan 25,4 mm Berat Tertahan = Berat Tertahan

Total Berat Tertahan ×100

=

229 4962 ×100

=

6,04%

b. Persentase Berat Tertahan Saringan 19 mm Berat Tertahan = Berat Tertahan

Total Berat Tertahan ×100

=

8944962 ×100

=

18,02%

c. Persentase Berat Tertahan Saringan 12,7 mm Berat Tertahan = Berat Tertahan

Total Berat Tertahan ×100

=

19994962 ×100

=

40,29%

d. Persentase Berat Tertahan Saringan 9,5 mm Berat Tertahan = Berat Tertahan

Total Berat Tertahan ×100

(38)

=

996 4962 ×100

=

20,07%

e. Persentase Berat Tertahan Saringan 4,75 mm Berat Tertahan = Berat Tertahan

Total Berat Tertahan ×100

=

774 4962 ×100

=

15,6%

5. Perhitungan Indeks Kepipihan

Indeks Kepipihan (%) = M3F M2

×100

= 1787 4962 ×100

= 36,01%

6. Perhitungan Indeks Kelonjongan Indeks Kelonjongan (%) = M3E

M2

×100

= 3363 4962 ×100

= 67,78%

Tabel 3.2. Data Hasil Perhitungan

M1 (massa total sampel) (gr) 4962

M3F (lolos uji kepipihan) (gr) 1787

M2 (massa 5% sampel yang digunakan) (gr) 4962

M3E (gr) 3363

Indeks Kepipihan 36,01%

Indeks Kelonjongan 67,78%

Sumber: Data Hasil Perhitungan

3.8. Analisis

Dalam menentukan bentuk agregat, British Standard Institution (BSI) menggunakan perbandingan antara diameter terpendek, terpanjang, dan rata-rata dari agregat. Jika perbandingan antara rata-rata diameter dengan diameter terpanjang kurang dari 0,55, maka bentuk agregat tersebut adalah lonjong.

Sedangkan jika perbandingan antara diameter terpendek dengan rata-rata diameter kurang dari 0,60, maka bentuk agregat tersebut adalah pipih. Dalam kasus Anda,

(39)

indeks kepipihan adalah 36,01%, dan indeks kelonjongan adalah 67,78%.

Mengacu pada standar BSI, nilai indeks kepipihan dan kelonjongan Anda menunjukkan bahwa agregat memiliki bentuk yang lebih lonjong daripada pipih[ CITATION BSI75 \l 1033 ].

3.9. Kesimpulan

Berdasarkan hasil percobaan dan perhitungan, didapatkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Nilai indeks kepipihan adalah 36,01%.

2. Nilai indeks kelonjongan adalah 67,78%.

3. Agregat tidak dapat digunakan sebagai bahan campuran perkerasan jalan.

4. Agregat pipih yang tidak sesuai akan mudah patah bila digunakan dalam campuran perkerasan jalan

5. Agregat dengan bentuk yang lebih kubikal atau angular dianggap ideal karena memberikan interlocking yang baik antar partikel, yang meningkatkan stabilitas struktural perkerasan[ CITATION BSI15 \l 1033 ].

3.10. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan pengujian kali ini adalah:

1. Praktikan diharapkan menonton video pengujian sebelum melaksanakan praktikum serta memahami modul berat jenis dan penyerapan agregat halus.

2. Praktikan diharapkan aktif dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus.

3. Praktikan diharapkan membersihkan dan menaruh kembali peralatan praktikum yang telah digunakan.

(40)

BAB IV

PENGUJIAN KEKUATAN AGREGAT TERHADAP TUMBUKAN (AGGREGATE IMPACT VALUE)

4.1. Pendahuluan

Perkerasan jalan merupakan komponen penting dalam infrastruktur transportasi.

Agregat, sebagai salah satu bahan utama dalam perkerasan jalan, memiliki peran penting dalam menentukan kualitas dan daya tahan jalan. Oleh karena itu, pemilihan agregat yang tepat sangat penting. Salah satu parameter penting dalam pemilihan agregat adalah kekuatan agregat terhadap tumbukan atau Aggregate Impact Value (AIV). AIV adalah ukuran relatif dari resistensi agregat terhadap tumbukan yang diterapkan secara bertahap. Nilai ini memberikan gambaran tentang kekuatan agregat dalam menghadapi beban lalu lintas pada perkerasan jalan. Menurut [ CITATION BSI901 \l 1033 ] standar BS 812-112, agregat yang memiliki nilai AIV lebih dari 30% dikatakan tidak normal dan menunjukkan bahwa jumlah agregat yang hancur cukup besar, berarti sampel tersebut relatif tidak terlalu kuat terhadap beban tekan.

4.2. Tujuan

Pengujian kekuatan agregat terhadap tumbukan memiliki tujuan utnuk mengukur kekuatan sampel agregat terhadap beban tumbukan sebagai salah satu simulasi terhadap rapid load.

4.3. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengujian kekuatan agregat terhadap tumbukan antara lain:

(41)

4.3.1. Alat Pengujian

1. Aggregate Impact Machine

Gambar 4.1. Aggregate Impact Machine 2. Cylindrial Steel Cup

Gambar 4.2. Cylindrial Steel Cup 3. Saringan diameter 14 mm, 10 mm, dan 2,36 mm

Gambar 4.3. Saringan Agregat

(42)

4. Besi Penusuk

Gambar 4.4. Besi Penusuk 5. Timbangan

Gambar 4.5. Timbangan 4.3.2. Bahan Pengujian

1. Agregat

Gambar 4.6. Agregat 4.4. Landasan Teori

Nilai dampak agregat atau disebut aggregate impact value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur ketahanan agregat terhadap ketahanan agregat terhadap pengaruh tinggi, yang mungkin berbeda dari ketahanannya terhadap

(43)

beban kompresi lambat . AIV memberikan informasi mengenai kekuatan agregat dalam menahan beban yang bergerak cepat atau beban dinamis, yang mungkin berpengaruh terhadap perkerasan jalan.

Nilai Aggregate Impact Value (AIV) adalah persentase perbandingan antara agregat yang hancur dengan jumlah sampel yang ada. Agregat yang hancur dinyatakan dengan jumlah agregat yang lolos saringan 2,36 mm. Berdasarkan British Standar maka agregat yang mempunyai nilai AIV > 30% dikatakan tidak normal dan nilai AIV yang besar ini menunjukkan jumlah agregat yang hancur cukup besar, berarti sampel tersebut relatif tidak terlalu kuat terhadap beban tekan.

Umumnya batuan beku, igneous rock, memiliki kekuatan yang cukup besar dibandingkan dengan jenis batuan lainnya. Berikut merupakan persamaan dari aggregate impact value :

AIV=B

100 % Keterangan

AIV = Aggregate Impact Value (%) A = Berat awal sampel (gr)

B = Berat sampel lolos saringan 2,36 mm (gr) 4.5. Prosedur Pengujian

Adapun prosedur yang perlu dilakukan dalam pengujian kekuatan agregat terhadap tumbukan yaitu:

1. Timbang cup (Cylindrial Steel Cup) dengan ketelitian 0,1 gram (W1).

Gambar 4.7. Menimbang Cylindrial Steel Cup

(44)

2. Isilah cup dengan sampel dalam tiga lapis, kemudian padatkan dengan 25 kali tusukan besi penusuk dengan ktinggian tidak lebih dari 5 cm dari permukaan lapisan.

Gambar 4.8. Memadatkan Sampel

3. Ratakan permukaan sampel dengan besi penusuk dan timbang (W2).

Gambar 4.9. Menimbang Sampel

4. Letakkan Impact Aggregate Machine pada lantai datar dan keras.

Gambar 4.10. Meletakkan Impact Aggregate Machine

(45)

5. Letakkan cup berisi sampel pada tempatnya dan pastikan letak cup sudah baik dan tidak akan bergeser akibat tumbukan palu.

Gambar 4.11. Meletakkan Sampel pada Impact Aggregate Machine 6. Atur ketinggian palu agar jarak antar bidang kontak palu dengan

permukaann sampel 380 ± 5 mm.

Gambar 4.12. Mengatur ketinggian palu pada Impact Aggregate Machine 7. Lepaskan pengunci palu dan biarkan palu jatuh bebas ke sampel.

Tumbukan dilakukan sebanyak 15 kali dengan tenggang waktu tumbukan tidak kurang dari satu detik.

Gambar 4.13. Menumbuk Sampel

(46)

8. Setelah selesai saring benda uji dengan saringan 2,36 mm selama satu menit.

Gambar 4.14. Menyaring Sampel 9. Timbang berat yang lolos dengan ketelitian 0,1 gram.

Gambar 4.15. Menimbang Sampel yang Lolos Saringan No. 8 4.6. Data Hasil Pengujian

Dari pengujian yang telah dilakukan, didapatkan data sebagai berikut:

Tabel 4.1. Data Hasil Pengujian

Keterangan Keterangan Sampel 1 (gr) Sampel 2

(gr) Sampel 3 (gr)

Berat Wadah Cup W1 2471 2481 2486

Berat Wadah + sampel

(setelah dipadatkan) W2 3151 3181 3178

Berat Sampel Lewat

saringan 2,36 mm B 54 65 55

Berat Sampel Tertahan

saringan 2,36 mm C 627 636 638

Sumber: Data Hasil Pengujian

(47)

4.7. Perhitungan

Adapun perhitungan dari pengujian AIV adalah sebagai berikut:

1. Sampel 1

1. Berat awal sampel A' = W2 - W1

= 3151- 2471

= 680 gr

2. Total berat sampel yang lolos dan tertahan saringan dengan diameter 2,36 mm.

A = B + C

= 54 + 627

= 681 gr

3. Selisih total dengan berat awal sampel Δ = |A - A'|

= |681 - 680|

= 1 gr

4. Aggregate Impact Value

AIV = B

A ×100

= 54

681 ×100

= 7,93%

2. Sampel 2

1. Berat awal sampel A' = W2 - W1

= 3181- 2481

= 700 gr

2. Total berat sampel yang lolos dan tertahan saringan dengan diameter 2,36 mm.

A = B + C

= 65 + 636

= 701 gr

(48)

3. Selisih total dengan berat awal sampel Δ = |A - A'|

= |701 - 700|

= 1 gr

4. Aggregate Impact Value

AIV = B

A ×100

= 65

701 ×100

= 9,27%

3. Sampel 3

1. Berat awal sampel A' = W2 - W1

= 3178- 2486

= 692 gr

2. Total berat sampel yang lolos dan tertahan saringan dengan diameter 2,36 mm.

A = B + C

= 55 + 638

= 693 gr

3. Selisih total dengan berat awal sampel Δ = |A - A'|

= |693 - 692|

= 1 gr

4. Aggregate Impact Value

AIV = B

A ×100

= 55

693 ×100

= 9,27%

(49)

Tabel 4.2. Data Hasil Perhitungan

Berat Awal Sampel A' 680 700 692

Berat Sampel yang Tertahan dan Lolos Saringan 2,36 mm

A 681 701 693

Selisih total dengan

berat awal sampel Δ 1 1 1

Aggregate Impact Value AIV 7,93% 9,27% 7,94%

Rata-rata AIV 8,38%

Sumber: Data Hasil Perhitungan

4.8. Analisis

Berdasarkan standar BS 812-112, nilai Aggregate Impact Value (AIV) yang diperoleh adalah 8,38%. Ini jauh di bawah batas maksimum 30% yang ditetapkan oleh standar tersebut. Nilai rendah dari Aggregate Impact Value (AIV) menandakan bahwa agregat memiliki resistensi yang tinggi terhadap tumbukan atau beban mendadak. Dalam konteks perkerasan jalan, hal ini menunjukkan bahwa agregat tersebut memiliki kemampuan untuk menahan beban lalu lintas dan kondisi lingkungan yang keras tanpa mengalami kerusakan yang signifikan.

Oleh karena itu, agregat dengan nilai AIV sebesar 8,38% ini sangat sesuai untuk digunakan dalam perancangan perkerasan jalan. Diharapkan bahwa agregat ini akan memberikan kinerja yang baik dalam hal daya tahan dan umur layanan perkerasan jalan. Dengan demikian, penggunaan agregat dengan nilai AIV rendah seperti ini dapat membantu meningkatkan kualitas dan ketahanan perkerasan jalan secara keseluruhan.

4.9. Kesimpulan

Kesimpulan dari pengujian kali ini adalah sebagai berikut:

1. Nilai dari pengujian Aggregate Impact Value (AIV) pada sampel adalah sebesar 8,38%.

2. Sampel memiliki kekuatan cukup besar untuk menahan beban lalu-lintas.

3. Agregat memenuhi spesifikasi British Standart.

(50)

4.10. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan pengujian kali ini adalah:

1. Praktikan diharapkan menonton video pengujian sebelum melaksanakan praktikum serta memahami modul berat jenis dan penyerapan agregat halus.

2. Praktikan diharapkan aktif dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus.

3. Praktikan diharapkan membersihkan dan menaruh kembali peralatan praktikum yang telah digunakan.

(51)

BAB V

PENGUJIAN KEKUATAN AGREGAT TERHADAP TEKANAN (AGGREGATE CRUSHING VALUE)

5.1. Pendahuluan

Perkerasan jalan adalah bagian yang sangat penting dalam infrastruktur transportasi, dimana agregat memiliki peran utama dalam menentukan kualitas dan daya tahan jalan. Oleh karena itu, pemilihan agregat yang tepat merupakan hal yang sangat krusial. Salah satu parameter penting dalam pemilihan agregat adalah nilai penghancuran agregat atau Aggregate Crushing Value (ACV). ACV adalah ukuran relatif dari resistensi agregat terhadap penghancuran di bawah beban tekan yang diterapkan secara bertahap. Nilai ACV memberikan gambaran tentang kekuatan agregat dalam menghadapi beban lalu lintas pada perkerasan jalan [ CITATION Ami08 \l 1033 ]. Menurut standar yang ada, ACV sebaiknya kurang dari 30%. Jika melebihi 30%, disarankan untuk menggunakan agregat yang lebih halus. Agregat dengan nilai ACV kurang dari 30% dapat digunakan untuk beton semen jalan. Dengan memahami nilai ACV, kita dapat membuat keputusan yang lebih tepat dalam memilih agregat yang sesuai untuk memastikan kualitas dan daya tahan perkerasan jalan yang optimal.

5.2. Tujuan

Pengujianini bertujuan untuk mengukur kekuatan relative agregat terhadap tekanan (crushing) dengan menyatakan nilai Aggregate Crushing Value (ACV) dan sebagai salah satu simulasi kemampuan agregat terhadap slow load.

5.3. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengujian kekuatan agregat terhadap tekanan yaitu:

(52)

5.3.1. Alat Pengujian

1. Aggregate Crushing Machine

Gambar 5.1. Aggregate Crushing Machine 2. Silinder Pengujian

Gambar 5.2. Silinder Pengujian 3. Saringan Diameter 14 mm, 10 mm, dan 2,36 mm

Gambar 5.3. Saringan Agregat

(53)

4. Besi Penusuk

Gambar 5.4. Besi Penusuk 5. Plunger

Gambar 5.5. Plunger 6. Timbangan

Gambar 5.6. Timbangan

(54)

5.3.2. Bahan Pengujian 1. Agregat

Gambar 5.7. Agregat 5.4. Landasan Teori

Aggregate crushing value juga merupakan simulasi pemberian beban terhadap suatu sampel agregat. Prinsip percobaan di sini adalah sampel agregat diberi kenaikan tekanan tertentu selama beberapa waktu. Agregat yang hancur kemudian ditimbang dan dibandingkan dengan berat semula sampel. Perbandingan ini merupakan nilai dari Aggregate Crushing Value (ACV). Penekanan pada ACV hanya dilakukan pada arah aksial saja, berbeda dengan proses penekanan yang dilakukan pada Aggregate Crushing Plant, di mana penekanan aksial dikombinasikan dengan penekanan arah lateral. Selain itu kadang-kadang dengan kombinasi beban tumbukan (impact). Nilai Aggregate Crushing Value (ACV) adalah persentase perbandingan antara agregat yang hancur dengan jumlah sampel yang ada. Agregat yang hancur dinyatakan dengan jumlah agregat yang lolos saringan 2,36 mm. Berdasarkan British Standar maka agregat yang mempunyai nilai ACV > 30% dikatakan tidak normal, jumlah agregat yang hancur cukup besar dan relatif tidak terlalu kuat terhadap beban tekan. Berikut persamaan dari agregat crushing value (ACV) :

A'=W2−W1 A=B+C ACV=B

A ×100%

Keterangan :

A = Berat total sampel (gr)

(55)

A’ = Berat awal sampel (gr)

B = Berat sampel lolos saringan 2,36 mm (gr) C = Berat sampel tertahan saringan 2,36 mm (gr) W1 = Berat silinder pengujian + alas (gr)

W2 = Berat silinder pengujian + alas + sampel (gr) 5.5. Prosedur Pengujian

Adapun prosedur yang perlu dilakukan pada pengujian kekuatan agregat terhadap tekanan adalah sebagai berikut:

1. Timbang silinder pengujian beserta alas dengan ketelitian 0,1 gram (W1).

Gambar 5.8. Menimbang Silinder Pengujian

2. Isilah silinder dengan sampel dalam tiga lapis sama tebal. Kemudian padatkan dengan 25 kali tusukan dengan ketinggian besi penusuk terhadap permukaan sampel tidak lebih dari 5 cm.

Gambar 5.9. Menumbuk Sampel

(56)

3. Ratakan permukaan sampel dengan besi penusuk dan timbang (W2).

Gambar 5.10. Meratakan Sampel

4. Letakkan silinder pengujian pada baseplate dan atur plunger di atasnya.

Gambar 5.11. Meletakkan Silinder Pengujian pada Baseplate 5. Kemudian sampel ditekan melalui plunger dengan mesin penekan yang

diberi gaya dengan kecepatan mencapai 400 KN salama 10 menit.

Gambar 5.12. Menekan Sampel dengan Aggregate Crushing Machine

(57)

6. Lepaskan beban dan pindahkan benda uji yang sudah ditekan pada sebuah wadah.

Gambar 5.13. Memindahkan Sampel ke Wadah 7. Saring benda uji dengan saringan 2,36 mm selama satu menit.

Gambar 5.14. Menyaring Agregat 8. Timbang berat yang lolos saringan.

Gambar 5.15. Menimbang Agregat

(58)

5.6. Data Hasil Pengujian

Berikut adalah data hasil pengujian Aggregate Crushing Value

Tabel 5.1. Data Hasil Pengujian Aggregate Crushing Value

Keterangan Keterangan Sampel 1 (gr) Sampel 2 (gr)

Sampel 3 (gr)

Berat Wadah Cup W1 2497 2517 2527

Berat Wadah + sampel (setelah dipadatkan) W2 3197 3217 3246

Berat Sampel Lewat saringan 2,36 mm B 40 56 66

Berat Sampel Tertahan saringan 2,36 mm C 654 639 649

Sumber: Data Hasil Percobaan

5.7. Perhitungan

Dari data diatas dilakukan perhitungan sebagi berikut;

1. Sampel 1

A’ = 3197 – 2497

= 700 gr

A = 40 + 654

= 694 gr

ACV = 40

694×100%

= 6%

2. Sampel 2

A’ = 3217 – 2517

= 700 gr

A = 56 + 639

= 695 gr

ACV = 56

695×100%

= 8%

3. Sampel 3

A’ = 3246 – 2527

= 719 gr

A = 66 + 649

= 715 gr

ACV = 66

715×100%

= 9%

(59)

4. Rata – rata sampel

A’ = 700+700+719 3

= 706,33

A = 694+695+715 3

= 701,33

ACV = 6%+8%+9%

3

= 8%

Tabel 5.2. Data Hasil Perhitungan Pengujian Aggregate Crushing Value Keterangan Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3 Rata- rata

A' (gr) 700 700 719 706.33

A (gr) 694 695 715 701.33

ACV (%) 6% 8% 9% 8%

Sumber: Data Hasil Perhitungan

5.8. Analisis

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan nilai berat awal (A’) untuk sampel 1,2 dan 3 masing-masing adalah sebesar 700 gr; 700 gr, dan 719 gr dengan rata-rata berat awal yaitu 706,33 gr, nilai berat total (A) untuk sampel 1,2 dan 3 masing-masing adalah sebesar 694 gr; 695 gr dan 715 gr dengan rata-rata berat total yaitu 701,33 gr, kemudian nilai Aggregate crushing value (ACV) untuk sampel 1,2 dan 3 masing-masing adalah sebesar 6 %; 8 %; dan 9 % gr dengan rata-rata yaitu 8 %. Berdasarkan British Standard: 812 part 3:1990, yang menyatakan bahwa nilai ACV tidak boleh lebih dari 30% dan agregat telah layak digunakan sebagai bahan perkerasan lentur. Maka sampel yang diuji pada percobaan ini layak digunakan untuk perkerasan jalan sebab kuat dalam menahan beban lalu-lintas.

5.9. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:

1. Nilai rata-rata berat awal (A’) sampel adalah 706,33 gr, rata-rata berat total (A) adalah 701,33 gr, dan rata-rata nilai Aggregate crushing value (ACV) sampel adalah 8 %.

(60)

2. Berdasarkan British Standard: 812 part 3:1990, yang menyatakan bahwa nilai ACV tidak boleh lebih dari 30% dikatakan tidak normal, jumlah agregat yang hancur cukup besar dan relatif tidak terlalu kuat terhadap beban tekan.

3. Dalam Pengujian yang telah dilakukan telah memenuhi persyaratan, maka sampel yang diuji pada percobaan ini layak digunakan untuk perkerasan jalan sebab kuat dalam menahan beban lalu-lintas.

5.10. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan pengujian kali ini adalah:

1. Praktikan diharapkan menonton video pengujian sebelum melaksanakan praktikum serta memahami modul berat jenis dan penyerapan agregat halus.

2. Praktikan diharapkan aktif dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus.

3. Praktikan diharapkan membersihkan dan menaruh kembali peralatan praktikum yang telah digunakan.

(61)

BAB VI

PENGUJIAN KEAUSAN AGREGAT DENGAN ALAT ABRASI LOS ANGELESS (LOS ANGELES ABRASION TEST)

6.1. Pendahuluan

Perkerasan jalan merupakan komponen penting dalam infrastruktur transportasi.

Agregat, sebagai salah satu bahan utama dalam perkerasan jalan, memiliki peran penting dalam menentukan kualitas dan daya tahan jalan. Oleh karena itu, pemilihan agregat yang tepat sangat penting. Salah satu parameter penting dalam pemilihan agregat adalah tingkat keausan agregat. Pengujian keausan agregat dengan alat Abrasi Los Angeles digunakan untuk menentukan tingkat keausan agregat. Pengujian ini mengukur keausan agregat dari gradasi standarnya akibat kombinasi abrasi atau atrisi, tekanan, dan penggilasan di dalam drum baja.

Berdasarkan standar [ CITATION AST06 \l 1033 ], nilai keausan maksimal untuk agregat kasar dengan ukuran nominal maksimal 19 mm adalah antara 10% hingga 45%. Jika lebih dari 40%, maka agregat tersebut tidak memenuhi syarat keausan dan dapat mengganggu kestabilan konstruksi perkerasan dan pelekatan aspal terhadap agregat.

6.2. Tujuan

Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui durabilitas agregat dengan cara mekanis dengan menggunakan alat Los Angeles Abrasion Test. Pemeriksaan ini adalah untuk agregat kasar yang lebih kecil dari 37,5 mm.

6.3. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengujian keausan agregat yaitu:

(62)

6.3.1. Alat Pengujian

1. Alat Abrasi Los Angeles

Gambar 6.1. Alat Abrasi Los Angeles 2. Bola-Bola Baja

Gambar 6.2. Bola-Bola Baja 3. Saringan diameter 37,5 mm sampai 2,36 mm

Gambar 6.3. Saringan Agregat

(63)

4. Timbangan

Gambar 6.4. Timbangan

5. Oven

Gambar 6.5. Timbangan 6.3.2. Bahan Pengujian

1. Agregat

Gambar 6.6. Agregat 6.4. Landasan Teori

Durabilitas atau ketahanan terhadap kerusakan sangat berpengaruh terhadap kebutuhan akan jumlah agregat. Beberapa agregat yang memiliki kekuatan standard pun akan mengalami kerusakan saat di stockpile atau saat masa layan di

(64)

jalan. Pada hakekatnya ikatan antar butir partikel bisa kuat dan lemah, namun secara berulang menjadi lemah karena sebagai akibat dari proses perendaman air seperti akibat cuaca, pembekuan dan lain-lain.

Ada dua aspek yang menguji durabilitas agregat ini, yaitu:

• Kerusakan mekanis

• Kerusakan diakibatkan reaksi physico-chemical,seperti pelapukan.

Dalam uji abrasi ini tipe tes durabilitas yang diambil adalah tipe tes kerusakan mekanis. Prinsip pengujian Los Angeles adalah pengukuran perontokan agregat dari gradasi standarnya akibat kombinasi abrasi atau atrisi, tekanan, dan penggilasan di dalam drum baja. Ketika drum berputar, bola baja yang terdapat di dalamnya, mengangkat sampel dan bola baja, membawanya berputar sampai kembali jatuh, mengakibatkan efek tumbuk tekan/impact-crushing pada sampel.

Sampel sendiri kemudian berguling dengan mengalami aksi abrasi dan penggilasan sampai bilah baja kembali menekan dan membawanya berputar.

Demikianlah siklus yang terjadi di dalam mesin Los Angeles. Berikut persamaan nilai keausan Los angeles :

Nilai Keausan Los Angeles=AB

A ×100 % Keterangan :

A = berat sampel semula (gram)

B = berat sampel yang tertahan/lebih besar dari 1,7 mm (gram) 6.5. Prosedur Pengujian

Adapun prosedur yang perlu dilakukan pada pengujian keausan agregat dengan menggunakan alat abrasi Los Angeles adalah sebagai berikut:

1. Masukkan sampel dan bola baja ke dalam mesin Los Angeles.

(65)

Gambar 6.7. Memasukkan Sampel dan Bola-Bola Baja ke Dalam Mesin 2. Putar mesin dengan kecepatan 30 sampai 33 rpm untuk 500 putaran.

Gambar 6.8. Memutar Mesin

3. Setelah putaran selesai, sampel dikeluarkan kemudian lakukan penyaringan dengan saringan berdiameter 1,7 mm.

Gambar 6.9. Menyaring Sampel

4. Cuci bersih sampel yang tertahan pada saringan berdiameter 1,7 mm.

Gambar 6.10. Mencuci Sampel

5. Kemudian keringkan di dalam oven dengan suhu (110 ± 5)°C sampai berat tetap.

(66)

Gambar 6.11. Mengeringkan Sampel 6. Terakhir timbang sampel yang telah dikeringkan.

Gambar 6.12. Menimbang Sampel 6.6. Data Hasil Pengujian

Adapun data hasil pengujian keausan agregat dengan mesin Los Angeles adalah sebagai berikut:

(67)

Tabel 6.1. Data Hasil Pengujian Los Angeles

Keterangan Keterangan Sampel 1 (gr) Sampel 2 (gr) Sampel3 (gr)

Berat Sampel Semula A 5107 5207 5307

Berat Sampel yang tertahan (Setelah menggunakan mesin

Los angles)

B 3607 3507 3407

Sumber: Data Hasil Pengujian

6.7. Perhitungan

Dari data yang telah diperoleh dilakukan perhitungan keausan agregat sebagai berikut:

1. Sampel 1

Nilai Keausan Los Angeles = 5107-3607

5107 ×100%

= 29%

2. Sampel 2

Nilai Keausan Los Angeles = 5207-3507

5207 ×100%

= 33%

3. Sampel 3

Nilai Keausan Los Angeles = 5307-3407

5307 ×100%

= 36%

4. Rata – rata sampel

Nilai Keausan Los Angeles = 29%+33%+36%

3

= 32,61%

Tabel 6.2. Data Hasil Perhitungan Pengujian Keausan Agregat

Keterangan Sampel 1 Sampel 2 Sampel 3

Persentase Keausan (%) 29% 33% 36%

Keausan Rata-Rata (%) 32.61%

Sumber: Data Hasil Perhitungan

6.8. Analisis

Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan didapatkan nilai keausan Los Angeles untuk sampel 1,2 dan 3 masing-masing adalah sebesar 29 %; 33 % dan 36

% dengan rata-rata nilai keausannya yaitu 32,61 %, Berdasarkan SNI 1970:2008 untuk nilai berat jenis minimum 2,5 gr dan untuk penyerapan air maksimum 4%.

(68)

Percobaan uji keausan mengacu pada SNI 2417-2008, dimana nilai keausan agregat yang diizinkan yaitu < 40%. Dan dari data hasil perhitungan yang telah didapatkan telah sesuai dengan standar yang digunakan, maka agregat yang digunakan pada pengujian ini telah memenuhi standar campuran perkerasan jalan.

6.9. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:

1. Nilai rata-rata keausan agregat pada pengujian ini sebesar 32,61 %.

2. Sampel agregat yang digunakan pada pengujian ini telah memenuhi standar SNI 2417-2008, dimana nilai keausan yang diperoleh < 40%.

3. Agregat yang digunakan pada percobaan ini dapat digunakan dalam campuran perkerasan jalan

6.10. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan pengujian kali ini adalah:

1. Praktikan diharapkan menonton video pengujian sebelum melaksanakan praktikum serta memahami modul berat jenis dan penyerapan agregat halus.

2. Praktikan diharapkan aktif dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus.

3. Praktikan diharapkan membersihkan dan menaruh kembali peralatan praktikum yang telah digunakan.

(69)

BAB VII

PENGUJIAN JENIS BITUMEN KERAS DAN TER

7.1. Pendahuluan

Perancangan perkerasan jalan yang baik sangat bergantung pada pemilihan material yang tepat. Material utama dalam pembentukan lapisan perkerasan jalan adalah campuran aspal. Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan antara bitumen ataru ter terhadap berat air suling dengan agreagat aspal terhadap suhu tertentu. Mencari berat jenis berdasarkan SK SNI 06 – 2441 – 1991 atau SK SNI M – 03 – 1990 – F Penetration grade bitumen dengna jenis antara 1.010 sampai dengan 1.040. Bitumen yang telah teroksidasi dengan berat jenis antara 1.015 sampai dengan 1.035. Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisaran antara 1.045 sampai dengan 1.065. Cutback grades bitumen dengan berat jenis berkisaran antara 0.992 sampai dengan 1.007.

7.2. Tujuan

Pengujian ini bertujuan untuk mengukur berat jenis aspal dengan menggunakan piknometer serta berdasarkan perbandingan berat di udara dengan berat di dalam air.

7.3. Alat dan Bahan

Adapun alat dan bahan yang digunakan pada pengujian keausan agregat yaitu:

7.3.1. Alat Pengujian

1. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram

Gambar 7.1. Timbangan

(70)

2. Termometer

Gambar 7.2. Termometer 3. Bak perendam

Gambar 7.3. Bak Perendam 4. Piknometer

Gambar 7.4. Piknometer

(71)

5. Air suling

Gambar 7.5. Air Suling 7.3.2. Bahan Pengujian

1. Aspal padat

Gambar 7.5. Aspal Padat 7.4. Landasan Teori

Berat jenis bitumen atau ter adalah perbandingan antara berat bitumen dengan volume air suling pada suhu tertentu dengan volume yang sama. Berat jenis dari bitumen sendiri tidak tetap karena berat jenis bitumen bergantung dari nilai penetrasi dan suhu bitumen sendiri.

Macam-macam Berat Jenis Bitumen dan kisaran nilainya :

- Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1.010 (untuk bitumen dengan penetrasi 300) sampai dengan 1.040 (untuk bitumen dengan penetrasi 25).

- Bitumen yang telah teroksidasi (oxidized bitumen) dengan berat jenis berkisar antara 1.015 sampai dengan 1.035.

(72)

- Hard grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 1.045 sampai dengan 1.065.

- Cutback grades bitumen dengan berat jenis berkisar antara 0.992 sampai dengan 1.007.

B- A )-(D-C)

¿

¿

Nilai Berat jenis=(C-B)

¿ Keterangan :

A = berat piknometer (dengan penutup) (gram) B = berat piknometer berisi air(gram)

C = berat piknometer berisi bitumen (gram)

D = berat piknometer berisi bitumen dengan air (gram) 7.5. Prosedur Pengujian

Adapun prosedur yang perlu dilakukan pada pengujian berat jenis bitumen keras dan ter adalah sebagai berikut:

1. Menimbang piknometer dengan ketelitian 0,01 gram.

Gambar 7.6. Menimbang Piknometer

2. Menimbang piknometer yang berisi air suling dengan ketelitian 0,001 gram.

(73)

Gambar 7.7. Menimbang Berat Piknometer Berisi Air

3. Mengoleskan gliserin ke dalam piknometer sampai benar- benar terlapisi.

Gambar 7.8. Mengoleskan Gliserin ke Piknometer

4. Mengambil aspal lalu dibuat bulatan-bulatan kecil sehingga aspal memenuhi piknometer.

Gambar 7.9. Membuat Benda Uji

5. Menimbang berat piknometer dengan penutupnya yang terisi benda uji.

(74)

Gambar 7.10. Menimbang Berat Piknometer yang Telah Terisi Benda Uji

(75)

7.6. Data Hasil Pengujian

Adapun data hasil pengujian berat jenis bitumen dan ter adalah sebagai berikut:

Tabel 7.1. Data Hasil Percobaan Berat Jenis Aspal

Keterangan Sampel 1

(gram)

Sampel 2 (gram)

Berat piknometer + penutup (A) 27,4 27,4

Berat piknometer + air (B) 51,45 48,86

Berat piknometer + aspal (C) 29,06 38,26

Berat piknometer + aspal + air (D) 51,47 50,4

Sumber: Data Hasil Percobaan

7.7. Perhitungan

Berdasarkan data hasil percobaan, maka didapatkan perhitungan sebagai berikut:

1. Sampel 1

BJ = (3 0,27-28,7)

(52,75-28,7)-(52,77-30,27) BJ = 1,012 gram/ cm3

2. Sampel 2

BJ = (39,47 -28,7 )

(5 0,07- 28,7)-(51,7 -3 9,47 ) BJ = 1,165 gram/cm3

3. Berat Jenis Rata-Rata = Sampel 1+Sampel 2 2

= 1,012+1,165 2

= 1,594813 Gram/cm3

7.8. Analisis

Berdasarkan hasil perhitungan dari data yang didapat dalam praktikum, diperoleh berat jenis rata-rata aspal sebesar 1,594813 gr/cm3. Berdasarkan persyaratan berat jenis aspal keras berdasarkan SK SNI 06 – 2441 – 1991, Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1.010 (untuk bitumen dengan penetrasi 300)

(76)

sampai dengan 1.040 (untuk bitumen dengan penetrasi 25). Sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel aspal yang telah diuji sudah tidak memenuhi persyaratan sehingga dapat digunakan sebagai bahan campuran perkerasan.

7.9. Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum kali ini adalah:

1. Berdasarkan persyaratan SK SNI 06 – 2441 – 1991 Penetration grade bitumen dengan berat jenis antara 1.010 (untuk bitumen dengan penetrasi 300) sampai dengan 1.040 (untuk bitumen dengan penetrasi 25).

2. Sampel agregat yang digunakan pada pengujian ini telah tidak memenuhi standar SK SNI 06 – 2441 – 1991, dimana nilai 1.088 gr/cm3.

3. Agregat yang digunakan pada percobaan ini tidak dapat digunakan dalam campuran perkerasan jalan.

7.10. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan berdasarkan pengujian kali ini adalah:

1. Praktikan diharapkan menonton video pengujian sebelum melaksanakan praktikum serta memahami modul berat jenis dan penyerapan agregat halus.

2. Praktikan diharapkan aktif dan bersungguh-sungguh dalam melakukan pengujian berat jenis dan penyerapan agregat halus.

3. Praktikan diharapkan membersihkan dan menaruh kembali peralatan praktikum yang telah digunakan.

(77)

BAB VIII

PENGUJIAN PENETRASI BAHAN BITUMEN

8.1 Pendahuluan

Aspal merupakan bahan pengikat agregat yang mutu dan jumlahnya sangat menentukan keberhasilan suatu campuran beraspal yang merupakan bahan jalan.

Salah satu jenis pengujian dalam menentukan persyaratan mutu aspal adalah penetrasi aspal yang merupakan sifat rheologi aspal, yaitu perkerasan aspal.

[ CITATION Nur21 \l 1033 ] Penetrasi bitumen merupakan salah satu parameter penting dalam karakterisasi bahan bitumen. Dalam penetrasi ini digunakan untuk mengukur sejauh mana jarum penetrasi dapat menembus permukaan bitumen dalam kondisi tertentu.

8.2 Tujuan

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menentukan penetrasi bahan-bahan bitumen keras atau lembek (solid atau semi solid) dengan memasukkan jarum penetrasi ukuran tertentu, beban dan waktu tertentu ke dalam bitumen pada suhu tertentu.

Cara uji penetrasi ini dapat digunakan untuk mengukur konsistensi aspal. Nilai penetrasi yang tinggi menunjukkan konsistensi aspal yang lebih lunak.

8.3 Alat dan Bahan 8.3.1. Alat Pengujian 1. Satu set alat penetrasi

Gambar 8.1. Alat Penetrasi 2. Jarum

(78)

Gambar 8.2. Jarum 3. Wadah Air

Gambar 8.3. Wadah Air 4. Termometer

Gambar 8.4. Termometer

(79)

8.3.2. Bahan Pengujian 1. Aspal

Gambar 8.5. Aspal

8.4 Landasan Teori

Bitumen atau biasa disebut dengan aspal merupakan bahan hidrokarbon yang memiliki sifat perekat, berwarna hitam dan viskoelastik. Meskipun tampak padat pada suhu ruang, bitumen ini adalah cairan yang sangat kental. British Standard (BSI) membagi nilai penetrasi tersebut menjadi 10 macam, dengan rentang nilai PEN 15 s/d 450, sedangkan AASHTO mendefinisikan nilai PEN 40-50 sebagai nilai PEN untuk material bahan bitumen terkeras dan PEN 200-300 untuk material bahan bitumen terlembek/terlunak. Nilai penetrasi ini sangat sensitif terhadap suhu, variasi suhu terhadap nilai penetrasi dapat menghasilkan grafik hubungan antara suhu dan nilai penetrasi.

8.5 Prosedur Pengujian

1. Meletakan benda uji kedalam cawan yang sudah terisi dengan air.

Gambar 8.5. Meletakan Benda Uji

(80)

2. Memasang jarum penetrasi pada pemegang jarum.

Gambar 8.6. Memasang Jarum Penetrasi 3. Mengatur waktu penetrasi selama jangka waktu 5 detik.

Gambar 8.7. Mengatur Waktu Penetrasi

(81)

4. Menurunkan jarum penetrasi perlahan hingga menyentuh benda uji.

Gambar 8.8. Menurunkan Jarum Penetrasi 5. Melepaskan pemegang jarum ke benda uji.

Gambar 8.9. Melepas Pemegang Jarum

6. Memindahkan posisi jarum ke titik baru dengan jarak minimal 1 cm dan diulang tidak kurang 3 kali.

Gambar 8.8. Memindahkan Posisi Jarum

Referensi

Dokumen terkait

a) Agregat Ringan adalah agregat yang dalam keadaan kering dan gembur mempunyai berat 1100 kg/m3 atau kurang. b) Agregat Halus adalah pasir alam sebagai hasil

1) berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25°C;. 2) berat

1) berat jenis curah ialah perbandingan antara berat agregat kering dan berat air suling yang isinya sama dengan isi agregat dalam keadaan jenuh pada suhu 25°C; 2) berat jenis

LAPORAN UJI BERAT ISI AGREGAT KASAR

Mahasiswa dapat melakukan pengujian berat isi, berat jenis dan penyerapan agregat halus sesuai dengan standar prosedur pengujian yang

Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk menentukan berat jenis ( bulk ) berat jenis kering permukaan jenuh ( Saturated Surface Dry = SSD ), berat jenis semu ( apparent )

Kesimpulan Dari percobaan dan perhitungan yang telah dilakukan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1 Didapatkan hasil perhitungan sebagai berikut a Nilai berat jenis kering =

Metode pengambilan contoh dan pengujian abu terbang atau pozolan alam sebagai mineral pencampur dalam beton semen portland.. Cara Uji Berat Jenis dan Penyerapan Air Agregat