Alwi mengartikan keterikatan kerja sebagai model loyalitas yang lebih utuh, yang tercermin dari seberapa lama karyawan menunjukkan perhatiannya terhadap perusahaan tempat mereka bekerja. Rivai mengartikan keterikatan kerja sebagai suatu keadaan dimana karyawan berpihak pada perusahaan tertentu beserta seluruh visi dan misinya, serta mempunyai tekad untuk tetap berada di perusahaan tersebut sebagai karyawan. Apabila keterlibatan kerja tidak ditumbuhkan dan dilaksanakan dalam diri individu, maka tugas dan pekerjaan yang diberikan akan sulit dilaksanakan secara maksimal.
Yusof menjelaskan, keterikatan kerja memiliki dua unsur penting, yaitu tindakan dan keinginan untuk bertindak atas suatu masalah. Keterlibatan kerja berkaitan dengan kemampuan karyawan untuk beradaptasi terhadap keadaan yang tidak terduga. Menurut Mar'at, ada berbagai faktor yang mempengaruhi keterikatan kerja karyawan, misalnya kompensasi, pelatihan, dorongan/.
Pegawai yang masih mempunyai peluang besar untuk bekerja di perusahaan lain dapat menurunkan work engagement pegawai, begitu pula sebaliknya. Lingkungan kerja dapat mempengaruhi keterikatan kerja karyawan. Salah satu kondisi lingkungan kerja yang mempunyai pengaruh baik terhadap keterikatan kerja adalah perasaan memiliki terhadap perusahaan. Hubungan positif adalah hubungan antar pegawai, baik dengan pimpinan, rekan kerja maupun bawahan, dengan saling menghormati dan menghargai sehingga dapat meningkatkan keterlibatan kerja yang tinggi.
Sumber daya manusia/manajemen dapat memberikan arahan dan pengaruh yang lebih baik untuk meningkatkan komitmen kerja karyawan dalam suatu perusahaan.
Aspek/ Dimensi Komitmen Kerja
Pernyataan tersebut sesuai dengan pernyataan yang dijelaskan oleh Srimulyani yaitu pegawai dengan komitmen afektif akan merasa lebih dekat dengan perusahaan tempat pegawai tersebut bekerja, sehingga pegawai lebih termotivasi untuk lebih semangat dan memberikan kontribusi yang maksimal bagi kemajuan perusahaan.46 . Dimensi ini erat kaitannya dengan nilai ekonomi yang diperoleh karyawan, artinya karyawan memutuskan untuk tetap bekerja di perusahaan tersebut karena memperoleh imbalan spesifik yang berbeda dibandingkan dengan karyawan yang pindah ke perusahaan lain. Pada dimensi ini salah satu alasan mengapa karyawan tetap bertahan adalah karena karyawan tersebut merasa membutuhkan imbalan dari perusahaan.
Sri Mulyani menjelaskan, karyawan yang memiliki komitmen keberlanjutan yang tinggi akan memutuskan untuk tetap tinggal dan menjaga hubungannya dengan perusahaan. Pegawai yang mempunyai tingkat komitmen kontinyu yang rendah dapat berdampak pada menurunnya kinerja pegawai, keadaan ini dapat terjadi jika pegawai merasakan hal tersebut. Dalam dimensi ini berkaitan dengan keinginan karyawan untuk tetap bekerja di perusahaan karena berbagai alasan etika dan moral.
Greenberg menjelaskan bahwa pada dimensi ini, komitmen berasal dari perasaan karyawan bahwa ia berkewajiban untuk selalu bertahan di perusahaan dibandingkan karyawan lainnya.49 Karyawan dengan jabatan pada dimensi ini akan berusaha untuk tetap bertahan di perusahaan dan akan berusaha semaksimal mungkin untuk dipromosikan. dan mencapai visi dan misi perusahaan. Dibandingkan dengan pegawai lainnya, pegawai dengan komitmen normatif akan mempunyai rasa tanggung jawab yang lebih besar dalam menjalankan pekerjaannya sehari-hari. Hal ini sejalan dengan pendapat yang dijelaskan oleh Srimulyani yang mengatakan bahwa pegawai yang memiliki komitmen normatif yang tinggi akan lebih bertanggung jawab terhadap pekerjaan yang diberikan, rekan kerja atau sistem manajemen.
Hal ini disebabkan karena karyawan mempunyai rasa kewajiban untuk membalas sesuatu yang telah diberikan perusahaan kepada karyawannya, sehingga karyawan berusaha.
Indikator Komitmen Kerja
Regulasi Diri
- Definisi Regulasi Diri
- Faktor Regulasi Diri a. Individu (diri)
- Faktor Internal
- Faktor Eksternal
- Tahapan-Tahapan Regulasi Diri
- Proses Regulasi Diri
- Aspek-aspek Regulasi Diri
- Indikator Regulasi Diri
Zimmerman menjelaskan bahwa pengaturan diri mengacu pada pikiran, perasaan, dan perilaku yang telah disusun oleh individu secara psikologis dan disesuaikan dengan upaya untuk mencapai tujuan pribadi. Pengaturan diri dalam pola mengajar menyatakan bahwa ada beberapa aspek pengajaran dengan standar pengaturan diri, namun secara garis besar asumsi tersebut didasarkan pada siswa secara aktif mengatur kognisinya, mencapai tujuan dan berusaha menunjukkan kinerja terbaik. Penjelasan teori pengaturan diri di atas menjelaskan bahwa individu tidak selalu bertindak hanya untuk memenuhi acuan orang lain.
Ketika individu mempunyai norma observasi, maka perbedaan norma dan kinerja individu yang diakibatkannya akan mengaktifkan observasi diri pada tindakan selanjutnya yang akan terjadi. Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaturan diri merupakan kemampuan mengarahkan perilaku, dan kemudi roda perilaku merupakan salah satu rencana yang mempengaruhi kinerja individu dalam mewujudkan visi dan misi. tujuan sebagai bentuk tanggung jawab karyawan terhadap perusahaan. Melalui orang tua dan pendidik, seorang anak dapat mempelajari perilaku yang baik dan buruk, baik yang diinginkan maupun yang tidak diinginkan.
Menurut Zimmerman, pengaturan diri mempunyai tiga tahap yang terus berputar, tiga tahap pengendalian diri yaitu tahap prekursor. Pada fase ini dapat mendukung seseorang dalam tanggung jawabnya dan memaksimalkan upaya untuk mewujudkan tujuan yang telah ditetapkan. Fase refleksi diri dapat diartikan sebagai fase refleksi diri yang artinya fase yang terjadi setelah kinerja seseorang sebagai respon terhadap usaha yang dilakukan.
Proses pengaturan diri mempunyai keterkaitan yang luas dengan berbagai bidang, terutama bidang pendidikan dan kesehatan, yang merupakan bidang dimana terdapat pemahaman yang lebih baik tentang bagaimana pegawai mampu mengendalikan tindakannya. 58Yuli Fajar Susetyo dan Amitya Kumara “Goal Orientation, Causal Attribution, and Self-Regulated Learning” Jurnal Psikologi, 1 (Juni 2012), 96. Metakognisi merupakan suatu kesadaran yang berkaitan dengan proses kognitif, yang merupakan metode penting karena pemahaman berkaitan dengan pemikirannya yang dapat membimbing bahkan mengendalikan dirinya ketika menghadapi masalah yang mungkin terjadi dan juga menentukan metode yang digunakan.
Metakognisi dalam diri karyawan mampu mendorong karyawan untuk mengelola dirinya sendiri, selain itu. Motivasi merupakan kebutuhan penting bagi individu untuk mengatasi dirinya sendiri, yang berkaitan dengan kemampuan individu itu sendiri. Perilaku adalah usaha seseorang mengelola dirinya untuk menciptakan lingkungan yang membantu tindakannya, dimana seseorang dapat memilih, mengatur dan menciptakan lingkungan sosial untuk mencapai hasil maksimal dari segala sesuatu yang dilakukannya.61.
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa pengaturan diri mempunyai tiga dimensi yaitu perilaku, metakognisi dan motivasi. Regulasi diri mempunyai 9 indikator yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini, indikator regulasi diri antara lain : a.
Budaya Organisasi
- Definisi Budaya Organisasi
- Jenis - jenis Budaya Organisasi
- Manfaat Budaya Organisasi
- Proses Terbentuknya Budaya Organisasi a. Teori Sociodynamic
- Indikator Budaya Organisasi
Menurut Jacques, budaya perusahaan atau budaya organisasi adalah cara berpikir dan melakukan sesuatu dalam suatu sistem, yang diikuti oleh seluruh anggota organisasi dan semua anggota baru harus memahami atau. 63Aftoni Susanto, Peran budaya organisasi dalam meningkatkan kepuasan kerja dan kinerja pegawai, KEUNTUNGAN Vol.6 No.2. menerima setidaknya sebagian atau mungkin seluruhnya untuk diterima menjadi anggota organisasi/perusahaan.24 Menurut pandangan Victor Tan, budaya organisasi merupakan salah satu norma yang terdiri dari keyakinan, sikap, nilai-nilai inti dan pola perilaku. tindakan yang mempengaruhi pola kerja.25 Budaya dapat disesuaikan dengan lingkungan karyawan. yang dapat menjelaskan target dan pedoman organisasi yang selalu memberikan lugas dan nilai-nilai serta keyakinan organisasi, mampu membantu organisasi meningkatkan penjualan, laba atas modal, keuntungan, kualitas. dan kepuasan pelanggan yang tinggi. Budaya organisasi/perusahaan mempunyai nilai-nilai utama yaitu landasan filosofis organisasi yang menjadi karakter organisasi.
Sebagai pola dan modal yang terdiri dari keyakinan dan nilai moral yang memberikan konsekuensi bagi anggota organisasi dan aturan bagi anggota untuk berperilaku dalam organisasi... jenis budaya organisasi dapat ditentukan berdasarkan proses informasi dan tujuannya, seperti yang dijelaskan di bawah ini. Berdasarkan proses informasi, Robert E. Quinn dan Michael R. McGrath membagi budaya organisasi berdasarkan proses informasi,64 sebagai berikut. Budaya organisasi digunakan untuk membangun sistem manajemen organisasi, yaitu sebagai alat untuk menciptakan komitmen bagi manajer dan karyawan untuk melaksanakan program strategis pemrograman, penganggaran, pengendalian, pemantauan, evaluasi.
Budaya organisasi membentuk sikap tenaga kerja dengan mendorong pertukaran nilai-nilai inti dan sikap yang diinginkan agar anggota organisasi bekerja lebih efisien dan efektif, meningkatkan konsistensi pegawai, menyelesaikan konflik, dan memudahkan koordinasi dan pengendalian. Budaya organisasi akan meningkatkan pengaturan diri staf dengan menciptakan perasaan saling berhubungan, loyalitas, kepercayaan dan nilai-nilai serta mendorong pemikiran positif tentang organisasi. Terkadang budaya organisasi yang stagnan menjadi tidak sejalan dengan perkembangan zaman yang dinamis dalam perubahan zaman.
Teori ini merupakan sistem penataan budaya organisasi terhadap pengaruh korelasi pemimpin dengan komponen organisasi dan pengaruh gaya kepemimpinan terhadap komposisi komponen organisasi yang sejalan dengan fokus sistem penataan budaya organisasi. Teori ini menjelaskan bahwa setiap budaya organisasi diwujudkan oleh atasan, dan salah satu kegunaan terpenting dari atasan adalah inovasi, kepemimpinan, bahkan jika diperlukan.
Dinamika Hubungan antara Regulasi Diri dan Budaya Organisasi dengan Komitmen Kerja
Terdapat dua variabel independen yang dikemukakan peneliti diantaranya adalah regulasi diri dan budaya organisasi. Zimmerman, pengaturan diri berfokus pada perasaan, pikiran, dan perilaku yang didasarkan pada kepribadian diri sendiri dan dikonseptualisasikan secara berkelanjutan, juga sejalan dengan kinerja individu yang telah ditentukan. Dapat diartikan bahwa setiap kemajuan dalam pengaturan diri pegawai dapat meningkatkan komitmen pegawai dalam melaksanakan seluruh pekerjaan.
Pengaturan diri merupakan suatu sebab yang mempengaruhi perilaku pegawai, yang dimulai dari dalam diri pegawai dalam konteks pekerjaan, yang berperan aktif dalam proses kerja. Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis pertama yang diajukan adalah terdapat pengaruh antara self-regulation dan work engagement. Menurut Robbins dijelaskan bahwa budaya organisasi yang tinggi diperlukan untuk memaksimalkan pengaturan diri karyawan dan keterikatan kerja, yang juga akan mempengaruhi keterlibatan kerja karyawan secara keseluruhan.
Berdasarkan uraian tersebut maka hipotesis kedua adalah terdapat pengaruh antara budaya organisasi terhadap keterikatan kerja karyawan. Pembahasan berikut ini mengenai dampak/pengaruh self-regulation dan budaya organisasi terhadap Employee Engagement. Regulasi diri pegawai yang sangat tinggi akan membentuk model/pola kerja yang terstruktur secara efektif dengan hasil kerja pegawai yang memuaskan.
Ditambah dengan budaya organisasi yang baik dan mendukung, hal ini akan berpengaruh positif terhadap komitmen kerja karyawan. Jika budaya organisasi tidak baik, meskipun regulasi diri pegawai tinggi, maka hasil yang dicapai adalah komitmen kerja yang kurang memuaskan. Di sini regulasi diri pegawai juga akan menurun ketika pegawai mempunyai kebiasaan bekerja dengan budaya yang beragam.
Namun jika budaya organisasi baik, jika tidak diimbangi dengan tingginya regulasi diri setiap pegawai maka work engagement disini akan kurang optimal. Berdasarkan penjelasan di atas, peneliti menuliskan hipotesis ketiga yaitu regulasi diri dan budaya organisasi berpengaruh positif terhadap work engagement karyawan. Berikut dinamika hubungan regulasi diri dengan budaya organisasi dan work engagement karyawan di PT.