• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab ini akan dibahas mengenai tinjauan pustaka yang berkaitan dengan penelitian, antara lain bencana alam tanah longsor, kerentanan sosial, dan strategi adaptasi, penelitian terdahulu, serta sintesa teori.

2.1 Bencana

Menurut Tambunan (2016), bencana diartikan sebagai suatu peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan manusia yang disebabkan karena faktor alam, faktor non alam, dan faktor manusia. Sementara Rijanta dkk (2018) menyebutkan bahwa bencana merupakan suatu peristiwa yang sulit diprediksi waktu kejadiannya, peristiwa yang merugikan, peristiwa yang telah menyebabkan kehilangan, peristiwa yang telah merusak, dan peristiwa yang membutuhkan penanganan khusus. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Tamitiadini dkk (2019) yang menyatakan bencana sebagai gangguan serius terhadap berfungsinya suatu komunitas atau masyarakat yang mengakibatkan kerugian, dampak kemanusiaan, material, ekonomi atau lingkungan yang meluas, yang melebihi kemampuan masyarakat yang terkena dampak. Sehingga, dapat diketahui bahwa bencana merupakan suatu peristiwa yang dapat disebabkan oleh faktor alam, non alam, ataupun manusia itu sendiri sehingga mengancam kehidupan masyarakat dengan waktu yang sulit diprediksi dan memberikan dampak berupa kerugian terhadap materi, ekonomi, dan lingkungan.

Adiyoso (2018) berpendapat bahwa bencana terjadi karena adanya interaksi antara 3 (tiga) komponen, yaitu ancaman, kerentanan dan kapasitas. Adapun dalam penilaian masing-masing komponen perlu mempertimbangkan beberapa faktor seperti:

1. Penilaian ancaman dipengaruhi oleh jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan luas wilayah yang terkena bencana, serta dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

(2)

2. Penilaian kerentanan dipengaruhi oleh kondisi sosial, ekonomi, fisik, dan lingkungan yang terpapar oleh bencana.

3. Penilaian kapasitas dipengaruhi oleh kondisi fisik, ekonomi, sosial dan kelembagaan.

Sementara dalam bukunya, Hariyanti dkk (2020) menyebutkan bahwa bencana terbentuk dari beberapa komponen yaitu kemungkinan bahaya yang akan mengancam, kerentanan terhadap bencana, dan kapasitas dalam menghadapi bencana.

1. Ancaman bencana dapat diketahui berdasarkan kemungkinan terjadinya bahaya yang mengancam dan besarnya dampak yang tercatat.

2. Kerentanan bencana dapat diketahui berdasarkan kondisi fisik, sosial, ekonomi, dan lingkungan.

3. Kapasitas bencana dapat diketahui berdasarkan aturan dan kelembagaan penanggulangan bencana, peringatan dini dan kajian risiko bencana, pendidikan kebencanaan, pengurangan faktor risiko dasar, serta pembangunan kesiapsiagaan pada seluruh lini.

Tabel II.1 Sintesa Teori Bencana

No. Sumber Indikator Variabel

1. Adiyoso (2018) Faktor pembentuk bencana

1. Ancaman a. Korban jiwa

b. Kerugian harta benda c. Kerusakan sarana

prasarana d. Luas wilayah

terdampak

e. Dampak sosial ekonomi 2. Kerentanan

a. Kondisi sosial b. Kondisi fisik c. Kondisi ekonomi d. Kondisi lingkungan 3. Kapasitas

a. Kondisi fisik b. Kondisi ekonomi c. Kondisi sosial

d. Kondisi kelembagaan 2. Hariyanti dkk (2020) Faktor

pembentuk bencana

1. Bahaya/ancaman

a. Kemungkinan bencana terjadi

(3)

15

No. Sumber Indikator Variabel

b. Besarnya dampak 2. Kerentanan

a. Kondisi sosial b. Kondisi fisik c. Kondisi ekonomi d. Kondisi lingkungan 3. Kapasitas

a. Kelembagaan b. Peringatan dini c. Pendidikan

d. Pengurangan risiko e. Kesiapsiagaan

*) Penulis, 2020

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa bencana dapat terjadi karena adanya risiko, dimana risiko tersebut dipengaruhi oleh komponen pembentuk yaitu, ancaman yang dapat diketahui berdasarkan kemungkinan terjadinya bencana dan dampak (korban, kerugian, kerusakan); kerentanan yang dapat diketahui berdasarkan kondisi sosial, fisik, ekonomi, dan lingkungan; serta kapasitas yang dapat diketahui berdasarkan ketahanan kondisi fisik, ekonomi, sosial, dan kelembagaan.

2.1.1 Bencana Alam

Tambunan (2016) menyebutkan bahwa bencana alam merupakan bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, seperti gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana alam akan mengganggu kehidupan masyarakat, menghancurkan harapan masyarakat, menyebabkan kerugian bagi masyarakat sehingga terjadi perubahan dalam kehidupan sosial serta kehilangan mata pencaharian (Sukandarrumidi, 2010). Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa bencana alam merupakan suatu peristiwa yang dapat disebabkan oleh fenomena alam, antara lain gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, atau tanah longsor, dimana fenomena tersebut dapat berakibat pada terganggunnya kehidupan masyarakat, kerugian, perubahan sosial, dan hilangnya mata pencaharian.

(4)

2.1.2 Bencana Non Alam

Bencana non alam merupakan bencana yang dipengaruhi oleh faktor non alam, antara lain kegagalan teknologi dan pandemi (Butt dkk, 2014). Sementara menurut Tambunan, (2016), bencana non alam diartikan sebagai bencana yang disebabkan oleh adanya peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam, seperti gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa bencana non alam merupakan suatu peristiwa yang dapat disebabkan oleh fenomena non alam, meliputi kegagalan teknologi dan wabah.

2.1.3 Tanah Longsor

Tanah longsor merupakan peristiwa dimana tanah, batu atau campuran material lainnya bergerak meluncur ke bawah secara berlebihan (Hardiyatmo, 2012). Pendapat lainnya dikemukakan oleh Sukandarrumidi (2010) yang menyebutkan perbedaan kondisi topografi menyebabkan tanah menjadi lapuk dan labil sehingga mudah bergeser dan dikenal dengan sebutan gerakan tanah atau tanah longsor. Sementara itu, Adiyoso (2018) menambahkan bahwa terjadinya tanah longsor dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Hujan

Hujan menyebabkan munculnya rongga tanah hingga permukaan tanah merekah dan retak. Ketika hujan lebat terjadi, air akan masuk ke bagian yang retak dan terakumulusi di dasar lereng hingga menimbulkan pergerakan tanah.

2. Lereng terjal

Kondisi lereng yang terjal dapat memperbesar gaya pendorong. Pada umumnya, lereng yang menyebabkan longsor memiliki sudut kemiringan hingga 180° dengan bidang longsoran yang mendatar.

3. Tanah yang kurang padat dan tebal

Tanah yang berpotensi terjadi tanah longsor adalah tanah lempung atau tanah liat dengan ketebalan lebih dari 2,5 m. Jika terkena air, jenis tanah ini akan menjadi lembek, sebaliknya akan retak atau pecah jika suhu tinggi sehingga sangat rentan terhadap pergerakan tanah.

(5)

17 4. Jenis tata lahan

Tanah longsor biasanya terjadi di daerah dengan penggunaan lahan berupa persawahan, perladangan, dan genangan air di lereng yang terjal.

5. Getaran

Getaran dapat ditimbulkan oleh gempa bumi, ledakan, getaran mesin, dan getaran lalu lintas kendaraan, sehingga tanah, badan jalan, lantai, serta dinding rumah mengalami keretakan.

6. Pengikisan/erosi

Pengikisan tanah biasanya terjadi di tebing sekitar aliran sungai.

7. Penggundulan hutan

Pada umumnya, tanah longsor juga terjadi di daerah hutan gundul karena kurangnya air tanah yang terikat.

Tabel II.2 Sintesa Teori Tanah Longsor

No. Sumber Indikator Variabel

1. Hardiyatmo (2012) Penyebab tanah longsor

1. Gerakan meluncur yang berlebihan

2. Sukandarrumidi (2010) 1. Kondisi topografi

3. Adiyoso (2018) 1. Hujan

2. Lereng terjal 3. Tanah kurang padat 4. Jenis tata lahan 5. Getaran

6. Pengikisan

7. Penggundulan hutan

*) Penulis, 2020

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa tanah longsor merupakan suatu peristiwa berupa gerakan tanah menurun yang dipengaruhi oleh kondisi topografi, iklim dan cuaca, serta penggunaan lahan disekitarnya.

2.2 Kerentanan

Kerentanan merupakan suatu karakteristik dan situasi masyarakat, sistem, atau aset yang menjadikannya mudah terkena dampak merugikan dari sebuah bahaya atau dampak perubahan iklim (Oxfam, 2012). Sejalan dengan itu, Rohmat (2019) berpendapat bahwa kerentanan adalah suatu kondisi masyarakat yang dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana. Sementara

(6)

pendapat lainnya dikemukakan oleh Usman (2020), dimana disebutkan bahwa kerentanan merupakan suatu keadaan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia (hasil dari proses fisik, sosial, lingkungan, dan ekonomi) sehingga kerawanan masyarakat terhadap bahaya mengalami peningkatan. Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa kerentanan merupakan suatu karakteristik dan kondisi dari adanya kegiatan masyarakat yang menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi bahaya.

2.2.1 Jenis Kerentanan

Kerentanan bersifat dinamis dan akan berubah sesuai dengan kondisi manusia dan sekitarnya, dimana dapat dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu kerentanan fisik berdasarkan potensi kerusakan bangunan, jembatan, jalan, atau infrastruktur lainnya; kerentanan sosial berdasarkan potensi kehilangan pada individu, komunitas, masyaraka; dan kerentanan lingkungan berdasarkan potensi kerusakan ekosistem dan satuan unit lahan (Mardiatno dalam Rijanta dkk, 2018). Sejalan dengan itu, Rachmawati dkk (2018) berpendapat bahwa tingkat kerentanan terhadap bencana dapat dihitung dengan menggunakan beberapa variabel, yaitu kerentanan fisik yang dapat dianalisis berdasarkan luas kawasan terbangun dan luas kepadatan bangunan, kerentanan ekonomi yang dapat dianalisis berdasarkan persentase jumlah rumah tangga miskin, serta kerentanan sosial yang dapat dianalisis berdasarkan kepadatan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk.

Sementara Rohmat (2019) menyebutkan bahwa kerentanan sebagai suatu kondisi masyarakat yang dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bencana, dimana hal ini dapat ditinjau dari berbagai aspek, antara lain:

1. Kerentanan fisik (infrastruktur) yang dipengaruhi oleh persentase kawasan terbangun, kepadatan bangunan, persentase bangunan konstruksi darurat, jaringan listrik, jaringan telekomunikasi, jaringan PDAM, rasio panjang jalan, dan jalan kereta api.

2. Kerentanan sosial yang dipengaruhi oleh tingkat kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, dan persentase penduduk usia balita dan usia tua.

(7)

19 3. Kerentanan ekonomi yang dipengaruhi oleh persentase rumah tangga yang bekerja di sektor rawan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan persentase rumah tangga miskin.

4. Kerentanan lingkungan yang dipengaruhi oleh persentase tutupan lahan atau vegetasi, seperti hutan lindung, hutan alam, hutan bakau, semak belukar, dan rawa.

Selain itu, dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, juga diatur terkait jenis kerentanan yang dibagi menjadi 4 (empat) yaitu:

1. Kerentanan sosial, yang meliputi kepadatan penduduk dan kepekaan sosial.

2. Kerentanan ekonomi, yang meliputi PDRB per sektor dan penggunaan lahan (kawasan budidaya).

3. Kerentanan fisik, yang meliputi kerentanan bangunan dan prasarana.

4. Kerentanan ekologi, yang meliputi penggunaan lahan (kawasan lindung).

Tabel II.3 Sintesa Teori Jenis Kerentanan

No. Sumber Indikator Variabel

1. Mardiatno dalam Rijanta dkk (2018)

Kerentanan fisik 1. Bangunan 2. Jembatan 3. Jalan

4. Infrastruktur lainnya Kerentanan sosial 1. Individu

2. Komunitas 3. Masyarakat Kerentanan lingkungan 1. Ekosistem

2. Satuan unit lahan 2. Rachmawati dkk

(2018)

Kerentanan fisik 1. Kawasan terbangun 2. Kepadatan bangunan Kerentanan ekonomi 1. Rumah tangga miskin Kerentanan sosial 1. Kepadatan penduduk

2. Laju pertambahan penduduk

3. Rohmat (2019) Kerentanan fisik 1. Kawasan terbangun 2. Kepadatan bangunan 3. Bangunan konstruksi

darurat

4. Jaringan listrik

5. Jaringan telekomunikasi

(8)

No. Sumber Indikator Variabel 6. Jaringan PDAM 7. Panjang jalan 8. Jalan kereta api Kerentanan sosial 1. Kepadatan penduduk

2. Pertumbuhan penduduk 3. Penduduk usia balita dan

usia tua

Kerentanan ekonomi 1. Rumah tangga rawan PHK

2. Rumah tangga miskin Kerentanan lingkungan 1. Vegetasi

4. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 Tentang

Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana

Kerentanan sosial 1. Kepadatan penduduk 2. Kepekaan sosial Kerentanan ekonomi 1. PDRB

2. Penggunaan lahan budidaya

Kerentanan fisik 1. Bangunan 2. Prasarana

Kerentanan ekologi 1. Penggunaan lahan lindung

*) Penulis, 2020

Dari kedua tabel di atas, dapat diketahui bahwa kerentanan memiliki beberapa jenis antara lain kerentanan fisik, kerentanan lingkungan, kerentanan ekonomi, serta kerentanan sosial. Secara umum, kerentanan fisik dipengaruhi oleh kondisi infrastruktur wilayah, kerentanan lingkungan dipengaruhi oleh kondisi alam dan lingkungan hidup, kerentanan ekonomi dipengaruhi oleh kondisi finansial, sementara kerentanan sosial dipengaruhi oleh kondisi masyarakat.

2.2.2 Kerentanan Sosial

Kerentanan sosial dapat menunjukkan kerapuhan sosial akibat pengaruh dari adanya bahaya, ancaman dan bencana yang berpotensi untuk merusak, mengganggu hingga merugikan (Rahmaningtyas dan Setyono, 2015). Hizbaron (2010) menyebutkan bahwa kerentanan sosial dapat menunjukkan besarnya potensi kehilangan yang berkaitan dengan keadaan manusia, berdasarkan usia, jenis kelamin, latar belakang pendidikan, latar belakang ekonomi atau faktor lain yang dapat mendorong pada kondisi rentan. Sementara menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2012), kerentanan sosial didefinisikan sebagai kondisi

(9)

21 masyarakat yang mampu meningkatkan ancaman terhadap bahaya yang dihadapi, seperti kependudukan, pendidikan, dan kesehatan.

Dalam Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 02 Tahun 2012 Tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana, juga disebutkan klasifikasi indeks kerentanan sosial terhadap tanah longsor sebagai berikut.

Tabel II.4 Indeks Kerentanan Sosial

No. Parameter Kelas Indeks Bobot

Total Rendah Sedang Tinggi

1. Kepadatan penduduk < 500 jiwa/km2

500 – 1000 jiwa/km2

> 1000

jiwa/km2 60%

2. Rasio jenis kelamin

< 20% 20 – 40% > 40%

10%

3. Rasio kemiskinan 10%

4. Rasio orang cacat 10%

5. Rasio kelompok umur 10%

*) Perka BNPB, 2012

Adapun menurut Rachmawati dkk (2018), kerentanan sosial dapat dianalisis berdasarkan kepadatan penduduk dan laju pertumbuhan penduduk. Rohmat (2019), menambahkan bahwa kerentanan sosial dapat dipengaruhi oleh tingkat kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, dan persentase penduduk usia balita dan usia tua. Sementara pendapat lainnya dikemukakan oleh Adiyoso (2018), yang menyatakan kerentanan sosial berkaitan dengan kondisi, struktur masyarakat, dan interaksi tatanan masyarakat yang dapat dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, tingkat kesehatan, serta pandangan dan pemahaman masyarakat.

Tabel II.5 Sintesa Teori Kerentanan Sosial

No. Faktor yang Mempengaruhi Kerentanan Sosial

Hizbaron (2010) BNPB (2012) Rachmawati dkk (2018) Rohmat (2019) Adiyoso (2018)

1. Kependudukan Usia penduduk √ √ - √ -

Kepadatan

penduduk - √ √ √ -

Pertumbuhan

penduduk - - √ √ -

Jenis kelamin √ √ - - -

(10)

No. Faktor yang Mempengaruhi Kerentanan Sosial

Hizbaron (2010) BNPB (2012) Rachmawati dkk (2018) Rohmat (2019) Adiyoso (2018)

Penduduk

miskin - √ - - -

2. Tingkat pendidikan

Pendidikan

terakhir √ - - - √

3. Tingkat ekonomi

Pendapatan

√ - - - -

4. Tingkat kesehatan

Penyandang

cacat/disabilitas √ √ - - -

5. Pandangan dan pemahaman

masyarakat - - - - √

*) Penulis, 2020

Berdasarkan penjelasan para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa kerentanan sosial merupakan suatu kondisi masyarakat yang rapuh terhadap bahaya, ancaman, dan bencana, dimana kondisi tersebut lebih sering dilatar belakangi oleh faktor usia, kepadatan penduduk, pertumbuhan penduduk, jenis kelamin, pendidikan terakhir, pendapatan, penyandang cacat, serta pandangan dan pemahaman masyarakat terhadap bencana.

2.3 Strategi

Strategi adalah proses perencanaan, pengarahan, pengorganisasian dan pengendalian berbagai keputusan dan tindakan strategi perusahaan dengan tujuan untuk mencapai keunggulan kompetitif (Solihin, 2012). Sementara menurut Jauch dan Gleuck dalam Amirullah (2015), strategi diartikan sebagai rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan antara keungggulan strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan yang dirancang untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan. Dari uraian para ahli tersebut, dapat diketahui bahwa strategi merupakan suatu proses yang direncanakan untuk mengarahkan, mengorganisir, dan mengendalikan suatu kegiatan pelaksanaan agar mencapai tujuan yang tepat dan unggul.

(11)

23

2.3.1 Adaptasi dan Mitigasi

Mukono (2018) menjelaskan bahwa perubahan iklim dapat dilakukan dengan 2 (dua) pendekatan, yaitu mitigasi dan adaptasi. Mitigasi diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh manusia untuk memperlambat terjadinya perubahan iklim, sementara adaptasi diartikan sebagai tindakan yang dilakukan oleh manusia untuk menyesuaikan diri dengan kondisi perubahan iklim yang telah terjadi (Mukono, 2018). Sejalan dengan itu, Pramova dkk (2013) menyebutkan bahwa mitigasi memiliki manfaat global dalam jangka panjang sementara adaptasi memiliki manfaat pada skala lokal. Menurut pendapat para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa mitigasi merupakan bentuk strategi yang dilakukan manusia untuk memperlambat proses terjadinya perubahan iklim yang dapat dijangkau pada skala global, sementara adaptasi merupakan bentuk strategi yang dilakukan manusia untuk menyesuaikan diri dengan dampak perubahan iklim yang telah terjadi, khususnya pada skala lokal.

2.3.2 Adaptasi terhadap Bencana

Dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 2009 Tentang Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, adaptasi diartikan sebagai suatu proses untuk memperkuat dan membangun strategi antisipasi dampak perubahan iklim serta melaksanakannya agar mampu mengurangi dampak negatif dan mengambil manfaat positif. Sementara Sunil (2011), menyebutkan bahwa adaptasi merupakan penanganan terhadap dampak yang tidak dapat dihindari dalam perubahan lingkungan. Berdasarkan uraian tersebut, dapat diketahui definisi adaptasi adalah proses memperkuat strategi untuk mengantisipasi dampak yang terjadi akibat perubahan iklim. Salim dalam Widayati (2011) menyebutkan adaptasi dapat ditinjau secara aktif dan pasif. Adaptasi aktif merupakan usaha penyesuaian diri dengan memasukkan unsur dari luar dalam suatu sistem kerja yang dibentuk, sementara adaptasi pasif merupakan usaha penyesuaian diri terhadap kondisi lingkungan dan sosial (Salim dalam Widayati, 2011). Sejalan dengan itu, Gerungan dalam Habiba dkk (2017) juga menyampaikan pendapatnya, bahwa adaptasi aktif adalah proses modifikasi terhadap lingkungan untuk memberi keuntungan bagi kesatuan masyarakat, sedangkan adaptasi pasif adalah proses modifikasi yang

(12)

dilakukan oleh masyarakat dan/atau institusi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Dari pendapat para ahli tersebut dan dihubungkan dengan definisi adaptasi, maka dapat diketahui bahwa dalam lingkup kebencanaan, adaptasi dapat dilakukan secara aktif dimana masyarakat melakukan usaha untuk mengubah lingkungannya agar dapat meminimalisir dampak negatif dari bencana yang terjadi.

Adaptasi juga dapat dilakukan secara pasif dimana masyarakat melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungan sekitarnya agar dapat memanfaatkan dampak positif dari bencana yang terjadi.

Menurut Pine (2009), masyarakat/komunitas adalah komponen utama yang berperan dalam adaptasi terhadap bencana, dimana sikap masyarakat memiliki hubungan dengan persepsi masyarakat terhadap bencana yang terjadi. Untuk melakukan kajian mengenai sikap dan persepsi masyarakat, dapat dilakukan identifikasi terhadap beberapa hal sebagai berikut (Johnson dkk dalam Marfai, 2014).

1. Persepsi masyarakat terhadap bencana dan risiko.

2. Nilai-nilai yang mempengaruhi persepsi terhadap risiko bencana dan sikap masyarakat.

3. Alasan masyarakat untuk tetap tinggal di kawasan rawan bencana.

4. Sikap masyarakat terhadap alam.

5. Persepsi dan sikap yang mendorong adanya adaptasi

Sementara pendapat lainnya mengemukakan bahwa kemampuan adaptasi dapat dipengaruhi oleh beberapa hal seperti karakteristik masyarakat, adanya ancaman bencana, dan tersedianya sumber daya lokal (Luers dkk dalam Marfai, 2019).

Hardoyo dkk (2011) menambahkan bahwa perlakuan pemerintah juga dapat mempengaruhi bentuk adaptasi masyarakat di suatu wilayah.

(13)

25 Tabel II.6 Sintesa Teori Adaptasi

No. Faktor yang Mempengaruhi Adaptasi

Pine (2009) Hardoyo dkk (2011) Johnson dkk dalam Marfai (2014)) Luers dkk dalam Marfai (2019)

1. Secara aktif

Sikap masyarakat √ - √ -

Sikap pemerintah - √ - -

2. Secara pasif

Pemahaman masyarakat √ - √ -

Nilai yang mempengaruhi

persepsi masyarakat - - √ -

Karakteristik masyarakat - - - √

Alasan masyarakat tinggal - - √ -

Adanya ancaman - - - √

Adanya sumber daya lokal - - - √

*) Penulis, 2020

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa adaptasi dapat dipengaruhi berbagai faktor antara lain, sikap masyarakat dan pemahaman masyarakat.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian terkait adaptasi bencana tanah longsor berdasarkan kerentanan banyak ditemukan di Indonesia. Berikut ini adalah uraian mengenai penelitian- penelitian terdahulu.

1. Penelitian pertama ialah yang dilakukan oleh Devie Anika Banu Armaya dan Dyah Rahmawati Hizbaron, pada tahun 2015 berjudul “Penaksiran Tingkat Kerentanan Sosial terhadap Bahaya Banjir Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi (Studi Kasus Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, dan Kecamatan Kalasan, Kabupaten Slamen, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)”, dengan tujuan untuk mengetahui persebaran tingkat kerentanan sosial banjir lahar di Kecamatan Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, dan Kecamatan Kalasan, Kabupaten Slamen, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta secara spasial serta mengkaji faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerentanan sosial pada setiap wilayah administrasi. Variabel yang digunakan dalam penelitian

(14)

tersebut adalah rasio jenis kelamin, rasio ketergantungan, kepadatan penduduk, jumlah penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan, dan rasio penyandang cacat.

2. Penelitian kedua dilakukan oleh Arsiadi Wisnu Hapsoro dan Imam Buchori pada tahun 2015 dengan judul “Kajian Kerentanan Sosial dan Ekonomi terhadap Bencana Banjir (Studi Kasus: Wilayah Pesisir Kota Pekalongan)”, dengan tujuan untuk mengkaji kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat melalui pemodelan untuk mengetahui tingkat kerentanan sosialdan ekonomi masyarakat melalui pemodelan untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat dengan bantuan alat Sistem Informasi Geografis. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek sosial yang terdiri dari kepadatan penduduk, penduduk usia tua dan balita, penduduk wanita, dan pemahaman masyarakat terhadap bencana, serta aspek ekonomi yang diukur berdasarkan persentase tingkat kemiskinan.

3. Penelitian selanjurnya dilakukan oleh Annisaa Hamidah Imaduddina dan Widiyanto Hari Subagyo Widodo, pada tahun 2019 yang berjudul

Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor di Kota Malang”, dengan tujuan untuk mengidentifikasi zonakerentanan bencana longsor di Kota Malang. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini meliputi aspek lingkungan, aspek fisik, aspek sosial, dan aspek ekonomi.

4. Penelitian keempat ialah yang dilakukan oleh Teti Deliany Putri, Sunarsih, dan Fuad Muhammad pada tahun 2019 dengan judul “Analisis Kerentanan Sosial Masyarakat dan Adaptasi Perubahan Iklim di Kampung Gemblakan Atas, Kota Yogyakarta”, dengan tujuan untuk menentukan kerentanan sosial dan adaptasi terhadap perubahan iklim. Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah kepadatan penduduk, rasio ketergantungan lansia dan balita dengan usia produktif, rasio jenis kelamin dan penyandang disabilitas.

5. Penelitian kelima dilakukan oleh Vindi Rayinda Ayudya dan AbdurRofi pada tahun 2017 dengan judul “Strategi Adaptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor di Desa Sampang Kecamatan

(15)

27 Karangkobar Kabupaten Banjarnegara”, dengan tujuan untuk mengetahui strategi adaptasi masyarakat dalam menghadapi tanah longsor dan faktor apa sajakah yang mempengaruhi strategi adaptasi tersebut.

Variabel yang digunakan dalam penelitian tersebut adalah konsep adaptasi menurut Berry John yaitu adaptation by reaction, adaptation by adjustment, dan adaptation by withdrawal.

6. Penelitian berikutnya ialah yang dilakukan oleh Imam Arifa’illah Syaiful Huda, pada tahun 2016 berjudul “Bentuk-bentuk Adaptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus di Desa Pelangwot Kecamatan Laren Lamongan)”, dengan tujuan untuk menjelaskan bentuk-bentuk adaptasi masyarakat. Variabel yang digunakan ialah berbagai bentuk adaptasi masyarakat, yaitu adaptasi aktif dan pasif, adaptasi sosial, adaptasi ekonomi, dan adaptasi budaya.

7. Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Annisa’ Kurnia Shalihat pada tahun 2015 dengan judul “Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap Banjir Di Perumahan Genuk Indah Kota Semarang”. Penelitian ini memiliki tujuan untuk mengidentifikasi karakteristik masyarakat yang terkena dampak banjir, mengetahui pola adaptasi masyarakat di daerah bencana banjir, mengetahui nilai kerugian yang dialami masyarakat akibat banjir dan keinginan masyarakat untuk berpindah. Variabel yang digunakan adalah karakter sosial, nilai kerugian banjir, pola adaptasi masyarakat.

8. Penelitian lain dilakukan oleh Ade Yulianto pada tahun 2015 dengan judul

Strategi Adaptasi Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pasca Bencana (Studi Kasus Masyarakat Kampung Trangkil Baru Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Pasca Bencana Alam Tanah Longsor Tahun 2014)” yang bertujuan untuk mengetahui perubahan sosial dan ekonomi pada masyarakat Kampung Trangkil pasca bencana alam tanah longsor; dan untuk mengetahui strategi adaptasi masyarakat Kampung Trangkil terhadap perubahan yang terjadi pasca bencana alam tanah longsor. Variabel yang digunakan adalah kondisi sosial budaya dan kondisi ekonomi masyarakat Kampung Trangkil.

(16)

9. Penelitian berikutnya berjudul “Strategi Adaptasi Masyarakat terhadap Bencana Tanah Longsor di Desa Lumajang Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo” yang dilakukan oleh Resty Ra’uf Firhani pada tahun 2017. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui strategi adapatasi pada aspek ekonomi, aspek sosial, aspek struktural dan aspek kultural yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor di Desa Lumajang Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo.

(17)

29 Tabel II.7 Penelitian Terdahulu

No. Judul Penelitian

Nama Peneliti (Tahun)

Tujuan Penelitian Variabel Penelitian Metode

Analisis Hasil Penelitian Adaptasi/Manfaat 1. Penaksiran Tingkat

Kerentanan Sosial terhadap Bahaya Banjir Lahar Pasca Erupsi Gunungapi Merapi (Studi Kasus Kecamatan

Cangkringan, Kecamatan Ngemplak, dan Kecamatan Kalasan, Kabupaten Slamen, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta)

Devie Anika Banu Armaya dan Dyah Rahmawati Hizbaron (2015)

Mengetahui persebaran tingkat kerentanan sosial banjir lahar secara spasial dan mengkaji faktor yang paling berpengaruh terhadap tingkat kerentanan sosial pada setiap wilayah administrasi.

1) Rasio jenis kelamin 2) Rasio ketergantungan 3) Kepadatan penduduk 4) Jumlah penduduk

menurut pendidikan yang ditamatkan 5) Rasio penyandang

cacat

Spatial Multi Criteria Evaluation (SMCE)

1) Klasifikasi wilayah administrasi sesuai nilai kerentanan sosial.

2) Faktor yang menentukan kerentanan sosial yaitu rasio jenis kelamin, rasio ketergantungan, kepadatan penduduk, jumlah penduduk menurut pendidikan yang ditamatkan, dan rasio penyandang cacat.

Mengadaptasi variabel penelitian untuk digunakan dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan sosial (sasaran pertama).

2. Kajian Kerentanan Sosial dan Ekonomi terhadap Bencana Banjir (Studi Kasus:

Wilayah Pesisir Kota Pekalongan)

Arsiadi Wisnu Hapsoro dan Imam Buchori (2015)

Mengkaji kerentanan sosial dan ekonomi masyarakat melalui pemodelan untuk mengetahui tingkat kerentanan sosialdan ekonomi masyarakat melalui pemodelan untuk mengetahui tingkat kerentanan masyarakat dengan bantuan alat Sistem Informasi Geografis.

1) Kepadatan penduduk 2) Penduduk usia tua

dan balita 3) Penduduk wanita 4) Pemahaman

masyarakat terhadap bencana

5) Persentase tingkat kemiskinan

1) Analisis skor 2) Analisis

spasial

1) Terdapat 3 klasifikasi kerentanan sosial dan ekonomi di 6 kelurahan.

2) Semua variabel penelitian mempengaruhi kerentanan.

3) Validasi model output sesuai dengan asumsi peneliti sebesar 83,34%.

4) Alasan kuat masyarakat untuk memilih hidup berdampingan dengan risiko bencana banjir.

Mengadaptasi variabel penelitian untuk digunakan dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan sosial (sasaran pertama)

3. Identifikasi Kawasan Rawan Bencana Longsor di Kota Malang

Annisaa Hamidah Imaduddina dan Widiyanto

Mengidentifikasi zona kerentanan bencana longsor di Kota Malang

1) Lingkungan 2) Fisik 3) Sosial 4) Ekonomi

1) Analisis deskriptif 2) Analisis

delphi 3) AHP

1) Distribusi spasial berdasarkan tingkat kerentanan di Kota Malang.

Mengadaptasi metode analisis yaitu analisis delphi dan AHP untuk digunakan dalam penentuan faktor-faktor

(18)

No. Judul Penelitian

Nama Peneliti (Tahun)

Tujuan Penelitian Variabel Penelitian Metode

Analisis Hasil Penelitian Adaptasi/Manfaat Hari Subagyo

Widodo (2019)

4) Analisis spasial

yang mempengaruhi kerentanan sosial (sasaran pertama).

4. Analisis Kerentanan Sosial Masyarakat dan Adaptasi Perubahan Iklim di Kampung Gemblakan Atas, Kota Yogyakarta

Teti Deliany Putri, Sunarsih, dan Fuad Muhammad (2019)

Menentukan kerentanan sosial dan adaptasi terhadap perubahan iklim

1) Kepadatan penduduk 2) Rasio

3) ketergantungan lansia dan balita dengan usia produktif 4) Rasio jenis kelamin 5) Penyandang

disabilitas

1) Analisis spasial 2) Pendekatan

kualitatif (adaptasi)

1) Klasifikasi wilayah administrasi sesuai indeks kerentanan sosial.

2) Bentuk kegiatan adaptasi di wilayah paling rentan.

Mengadaptasi variabel penelitian untuk digunakan dalam penentuan faktor-faktor yang mempengaruhi kerentanan sosial (sasaran pertama) serta metode analisis yaitu analisis spasial untukdigunakan dalam penentuan zona rentan (sasaran kedua) dan pendekatan kualitatif dalam perumusan strategi adaptasi masyarakat (sasaran ketiga).

5. Strategi Adaptasi Masyarakat dalam Menghadapi Bencana Tanah Longsor di Desa Sampang Kecamatan Karangkobar Kabupaten Banjarnegara

Vindi Rayinda Ayudya dan Abdur Rofi (2017)

Mengetahui strategi adaptasi masyarakat dalam menghadapi tanah longsor dan faktor apa sajakah yang mempengaruhi strategi adaptasi tersebut.

1) Adaptation by reaction 2) Adaptation by

adjustment 3) Adaptation by

withdrawal.

Analisis triangulasi

1) Strategi adaptasi yang digunakan masyarakat Desa Sampang adalah adaptation by withdrawal dengan berpindah ke tempat baru yang lebih aman.

2) Faktor-faktor yang

menentukan strategi adaptasi masyarakat adalah kondisi lingkungan, pemahaman masyarakat terhadap bencana dan bantuan- bantuan yang diberikan dari berbagai pihak.

Mengadaptasi hasil penelitian untuk digunakan sebagai pustaka terkait faktor- faktor yang

mempengaruhi strategi adaptasi masyarakat (sasaran ketiga).

(19)

31

No. Judul Penelitian

Nama Peneliti (Tahun)

Tujuan Penelitian Variabel Penelitian Metode

Analisis Hasil Penelitian Adaptasi/Manfaat Adaptasi Masyarakat

dalam Menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus di Desa Pelangwot

Kecamatan Laren Lamongan)

Arifa’illah Syaiful Huda (2016)

bentuk adaptasi masyarakat..

pasif

2) Adaptasi sosial 3) Adaptasi ekonomi 4) Adaptasi budaya

dalam menghadapi bencana banjir meliputi adaptasi aktif, adaptasi pasif, adaptasi sosial, adaptasi ekonomi dan adaptasi budaya (adat- istiadat).

penelitian untuk digunakan dalam perumusan strategi adaptasi masyarakat secara aktif dan pasif (sasaran ketiga).

7. Pola Adaptasi Masyarakat Terhadap Banjir Di Perumahan Genuk Indah Kota Semarang

Annisa’

Kurnia Shalihat (2015)

1) Mengidentifikasi karakteristik masyarakat yang terkena dampak banjir.

2) Mengetahui pola adaptasi masyarakat di daerah bencana banjir.

3) Mengetahui nilai kerugian yang dialami masyarakat akibat banjir dan keinginan masyarakat untuk berpindah.

1) Karakteristik sosial 2) Nilai kerugian banjir 3) Pola adaptasi

masyarakat

1) Analisis deskriptif 2) Analisis

spasial

1) Tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi memberikan pengetahuan yang luas dalam memahami fenomena banjir dan pola adaptasi

2) Jenis adaptasi yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi banjir adalah adaptasi struktural dan non- struktural.

Mengadaptasi hasil penelitian untuk digunakan sebagai pustaka terkait faktor- faktor yang

mempengaruhi strategi adaptasi masyarakat yaitu tingkat pendidikan dapat mmempengaruhi pola adaptasi) (sasaran ketiga).

8. Strategi adaptasi sosial dan ekonomi masyarakat pasca bencana (Studi Kasus Masyarakat Kampung Trangkil Baru Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang Pasca Bencana Alam Tanah Longsor

Ade Yuliyanto (2015)

1) Mengetahui perubahan sosial dan ekonomi pada masyarakat Kampung Trangkil pasca bencana alam tanah longsor 2) Mengetahui strategi

adaptasi masyarakat Kampung Trangkil terhadap perubahan yang terjadi pasca

1) Kondisi sosial budaya

2) Kondisi ekonomi

Kualitatif 1) Pada dasarnya wilayah Kampung Trangkil merupakan daerah rawan bencana alam tanah longsor 2) Strategi adaptasi yang

dilakukan oleh masyarakat Kampung Trangkil diantaranya perbaikan tempat tinggal, pembenahan keadaan psikologis anak, pembuatan saluran drainase, penghijauan lahan kosong,

Mengadaptasi hasil penelitian untuk digunakan sebagai acuan dalam perumusan strategi adaptasi masyarakat yaitu perbaikan tempat tinggal dan pendirian koperasi (sasaran ketiga).

(20)

No. Judul Penelitian

Nama Peneliti (Tahun)

Tujuan Penelitian Variabel Penelitian Metode

Analisis Hasil Penelitian Adaptasi/Manfaat

Tahun 2014) bencana alam tanah

longsor.

dan mendirikan koperasi desa di Kampung Trangkil.

9. Strategi Adaptasi Masyarakat terhadap Bencana Tanah Longsor di Desa Lumajang Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo

Resty Ra’uf Firhan (2017)

Mengetahui strategi adapatasi pada aspek ekonomi, aspek sosial, aspek struktural dan aspek kultural yang dilakukan masyarakat dalam menghadapi bencana tanah longsor di Desa Lumajang Kecamatan Watumalang

Kabupaten Wonosobo.

1) Aspek ekonomi 2) Aspek sosial 3) Aspek struktural 4) Aspek kultural

Kualitatif 1) Strategi aspek ekonomi meliputi membentuk arisan, melakukan pekerjaan sampingan dan iuran untuk kepentingan umum.

2) Strategi aspek sosial meliputi gotong royong, ronda malam, musyawarah desa dan penyuluhan trekait antisipasi bencana.

3) Strategi aspek sktukural meliputi pembuatan terasering, pemasangan bronjong kawat, pembuatan konstruksi jalan, dan memperbaiki fasilitas umum.

4) Strategi aspek kultural yang telah di lakukan adalah upacara Merdi Desa

Mengadaptasi hasil penelitian untuk digunakan sebagai acuan dalam perumusan strategi adaptasi masyarakat yaitu gotong royong dan ronda malam (sasaran ketiga).

*) Armaya dan Hizbaron (2015), Ayudya dan Rofi (2017), Firhan (2017), Hapsoro dan Buchori (2015), Huda (2016), Imaduddina dan Widodo (2019), Shalihat (2015), Putri dkk (2019), Yuliyanto (2015)

(21)

33

2.5 Sintesa Teori

Berdasarkan tinjauan teori dan penelitian terdahulu yang telah dijabarkan, maka disusun sintesa teori yang dapat digunakan dalam penelitian ini. Adapun hasil sintesa teori ditunjukkan pada Tabel 2.8.

Tabel II.8 Sintesa Teori

No. Sasaran Indikator Variabel

1. Menganalisis faktor-faktor yang

mempengaruhi tingkat

kerentanan sosial terhadap bencana tanah longsor di Kecamatan Balikpapan Tengah

Kependudukan 1) Kepadatan penduduk 2) Pertumbuhan penduduk 3) Jenis kelamin penduduk 4) Usia penduduk

Pendidikan 1) Pendidikan terakhir penduduk Ekonomi 1) Besar pendapatan penduduk Kesehatan 1) Penduduk penyandang disabilitas Pemahaman

masyarakat terhadap bencana

1) Pemahaman tentang bahaya bencana

2) Pemahaman tentang peringatan dini bencana

3) Pemahaman tentang risiko bencana

4) Pemahaman tentang cara mengurangi risiko bencana 5) Pemahaman tentang jalur

evakuasi

6) Pemahaman tentang peta rawan bencana

2. Merumuskan strategi adaptasi masyarakat terhadap tanah longsor

berdasarkan kerentanan sosial di Kecamatan Balikpapan Tengah

Pemahaman masyarakat

1) Pemahaman tentang fenomena akan terjadinya bencana 2) Pemahaman untuk

mengurangi/menekan pengeluaran

Sikap masyarakat

1) Perbaikan tempat tinggal 2) Kegiatan gotong royong 3) Kegiatan ronda malam

4) Keikutsertaan dalam kelompok masyarakat

5) Pembentukan koperasi

*) Penulis, 2020

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan

Masih dalam kerangka adaptasi terhadap kondisi ekologis, cara-cara yang lebih efektif dalam mengeksploitasi sumberdaya dilakukan dengan menggunakan teknologi baru

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan

Penelitian terdahulu yang kelima dengan judul “Peran Pemerintah Kota Malang Dalam Meningkatkan Kesiapsiagaan Masyarakat Menghadapi Bencana (Studi Manajemen

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui strategi Adaptasi Masyarakat dalam mengahadapi bencana banjir pada masyarakat di Daerah Aliran Sungai (DAS) Deli Kota Medan Kelurahan

Yang membedakan dengan penelitian saat ini adalah mempromosikan salah satu potensi wisata Blitar yang ada di Kelurahan Karangsari Kota Blitar agar dikenal sebagai Kampung

Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, yang menggambarkan kondisi pola permukiman Kelurahan Kampung yang terbentuk akibat pengaruh keberadaan Sungai Siak

002/ RW 004 Kelurahan Sukorejo Kecamatan Gunungpati Kota Semarang, Semarang, Jawa Tengah, 50221 Kewarganegaraan : Indonesia Jenis Ciptaan : Program Komputer Judul Ciptaan : Sistem