• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU AJAR Pembelajaran Berdiferensiasi

N/A
N/A
Mega Candra Dewi

Academic year: 2024

Membagikan " BUKU AJAR Pembelajaran Berdiferensiasi"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

Copyright

Cetakan 1

(2)

Cetakan 1

(3)

Pembelajaran Berdiferensiasi Mata Kuliah Pilihan Selektif

Pendidikan Profesi Guru Prajabatan Tahun 2022

Cetakan 1

Penulis:

Muhamad Nanang Suprayogi, S.Psi., M.Si., Ph.D.

Ana Ianah, S.Psi., M.Psi.

Penelaah:

Dessy Sophianty, S.S.

Maryam Mursadi, S.Sos., M.Pd.

Desain Grafis & Ilustrasi:

Tim Desain Grafis

Copyright © 2022

Direktorat Pendidikan Profesi Guru

Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengcopy sebagian atau keseluruhan isi buku ini untuk kepentingan komersial tanpa izin tertulis dari Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi

(4)
(5)

Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen (UUGD). mengamatkan bahwa Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Selanjutnya dalam Pasal 8 UUGD menyatakan bahwa guru wajib memiliki kualifikasi akademik, kompetensi, sertifikat pendidik, sehat jasmani dan rohani, serta mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional.

Sesuai dalam Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi bahwa pendidikan profesi merupakan pendidikan tinggi setelah program sarjana yang menyiapkan Mahasiswa dalam pekerjaan yang memerlukan persyaratan keahlian khusus.

Pendidikan Profesi Guru (PPG) Prajabatan merupakan program pendidikan yang menyiapkan guru sebagai sumber daya manusia berkualitas untuk memenuhi kondisi ideal guru di Indonesia yang meliputi aspek kuantitas, distribusi, kualifikasi, dan kompetensi. PPG Prajabatan bertujuan menghasilkan guru profesional pemula yang mengamalkan nilai-nilai Pancasila, semangat gotong royong, dan mampu menggunakan teknologi digital, serta melahirkan hal-hal yang inovatif dan kreatif. Selain itu, PPG Prajabatan menekankan pada konsep Merdeka Belajar, yang berpusat kepada peserta didik dan pembelajarannya, berkomitmen menjadi teladan dan pembelajar sepanjang hayat serta memiliki dasar-dasar kepemimpinan.

Untuk mencapai tujuan tersebut, PPG Prajabatan mengedepankan penguatan kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional melalui clinical practice atau program praktik lapangan yang diintegrasikan dalam perkuliahan. Sebagai calon guru pemula, mahasiswa PPG Prajabatan perlu dibekali pengalaman pembelajaran yang bermakna yang nantinya akan bermanfaat ketika mereka mengajar di kelas. Hal ini dilaksanakan dengan perkuliahan berbasis kegiatan dan refleksi yang dikombinasikan dengan

(6)

praktik lapangan, termasuk di sekolah tempat guru pemula akan ditugaskan.

Pelaksanaan PPG Prajabatan melibatkan pengajar dari unsur akademisi, praktisi pendidikan, dan Guru Penggerak. Keterlibatan pengajar dari berbagai unsur ini bertujuan untuk menjembatani teori dan praktik di lapangan.

Paket-paket modul digunakan dalam perkuliahan yang dilaksanakan selama dua semester melalui tiga kelompok mata kuliah, yaitu: Mata Kuliah Inti, Mata Kuliah Pilihan Selektif, dan Mata Kuliah Pilihan Elektif. Setiap modul perkuliahan mencakup komponen Capaian Pembelajaran Mata Kuliah (CPMK) dan asesmen, perangkat pembelajaran, dan isi modul. Asesmen ketercapaian CPMK dilaksanakan di antaranya melalui projek, studi kasus, portofolio, dan tes.

Perangkat pembelajaran meliputi Lembar Kerja (LK), media, dan sumber belajar yang dilengkapi dengan pranala ke sumber belajar lainnya sebagai pengayaan.

Isi modul disusun berdasarkan alur MERDEKA, yaitu: Mulai dari diri (M), Eksplorasi konsep (E), Ruang kolaborasi (R), Demonstrasi kontekstual (D), Elaborasi pemahaman (E), Koneksi antar materi (K), dan Aksi nyata (A). Modul dengan alur MERDEKA diharapkan dapat membantu mahasiswa mempersiapkan diri dalam mencapai tuntutan profesi sebagai agen yang mencerdaskan kehidupan bangsa dan mampu mencetak generasi yang membawa perubahan ke hal yang lebih baik.

Kami ucapkan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada tim penyusun dan berbagai pihak yang telah bekerja keras dan berkontribusi positif mewujudkan penyelesaian modul ini serta membantu terlaksananya PPG Prajabatan. Semoga Allah Yang Mahakuasa senantiasa memberkati upaya yang kita lakukan demi pendidikan Indonesia. Amin.

Jakarta, September 2022

Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan,

Dr. Iwan Syahril, Ph.D

(7)

Kata Pengantar Direktur Pendidikan Profesi Guru

Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi telah mengambil kebijakan untuk secara bertahap mengganti guru-guru yang memasuki masa pensiun/purna tugas melalui pengangkatan guru baru yang telah lulus Pendidikan Profesi Guru Prajabatan (PPG Prajabatan).

Kebijakan tersebut menuntut kesiapan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) menyelenggarakan PPG Prajabatan dengan jumlah peserta PPG Prajabatan sesuai dengan kebutuhan dan kualitas lulusan untuk menjawab tantangan kebutuhan pendidikan di sekolah.

Menanggapi tuntutan tersebut, Direktorat Pendidikan Profesi Guru (Direktorat PPG) mengkoordinasikan proses peningkatan kapasitas LPTK dalam menyelenggarakan PPG Prajabatan dalam hal jumlah dan mutu pendidikan. Untuk menanggapi tuntutan kualitas penyelenggaraan PPG Prajabatan, salah satu aktivitas yang telah dilakukan oleh Direktorat PPG, di bawah arahan Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan, telah mengembangkan Modul PPG Prajabatan. Hasil pengembangan tersebut dimuat di dalam dokumen ini.

Modul PPG Prajabatan memuat materi, alur, aktivitas, dan penugasan mahasiswa PPG Prajabatan. Kami berharap dengan adanya Modul PPG Prajabatan ini penyelenggaraan PPG Prajabatan di seluruh LPTK dapat terselenggara secara terstandar agar dihasilkan guru yang memiliki profil dan kompetensi sesuai kebutuhan perkembangan dunia pendidikan secara global.

Kami berterimakasih kepada LPTK penyelenggara PPG Prajabatan atas dukungan dan kerjasama dalam menyelenggarakan amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Jakarta, September 2022

Plt. Direktur Pendidikan Profesi Guru,

Temu Ismail, S.Pd., M.Si.

(8)

Kata Pengantar Penyusun Mata Kuliah

Salam dan Bahagia,

Mata Kuliah Filosofi Pendidikan Nasional merupakan ajakan untuk menumbuhkan imperatif edukatif-moral para guru di dalam diri sendiri, komunitas para guru dan para peserta didik. Hidup dan bertumbuh di bumi Indonesia adalah berkat dan karunia yang mewarisi kekayaan berlimpah budaya dan nilai-nilai religius-kemanusiaan yang ditanamkan dalam sanubari melalui pendidikan di dalam keluarga, masyarakat adat dan budaya setempat. Rasa syukur atas warisan nilai-nilai merupakan dorongan positif yang memuat tanggung jawab untuk mengembangkan pendidikan yang berakar pada konteks Keindonesiaan. Kita perlu menumbuhkan keyakinan bahwa menjadi guru adalah panggilan, tugas dan pilihan hidup yang bernilai. Belajar dari tokoh pendidikan nasional memiliki makna ganda, yakni menyerap pengetahuan tentang pendidikan dan mengobarkan semangat kerelaan dan kemurahan hati untuk mendampingi proses tumbuh kembang secara integral para generasi penerus bangsa. Menjadi guru adalah pewaris semangat dan jiwa gotong-royong untuk saling belajar, berkarya dan berjuang demi kemajuan bangsa lewat dunia pendidikan.

Mata kuliah ini menguatkan visi diri mahasiswa tentang ‘Pendidikan itu menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya sebagai manusia dan anggota masyarakat’. Karena pendidikan itu menuntun maka tugas utama sebagai pendidikan adalah menuntun. Dalam proses menuntun, mahasiswa perlu memahami tentang manusia Indonesia melalui pemahaman dan pemaknaan yang mendalam tentang Pancasila sebagai identitas dan entitas manusia Indonesia.

Pancasila menjadi pendoman Pendidikan Nasional maka mari kita saling belajar untuk menumbuhkan spiritualitas, intelektualitas, motivasi dan kebanggaan sebagai guru yang terus membuka diri untuk belajar sambil berkarya dan berkarya yang menumbuhkan semangat saling belajar. Belajar menjadi ruang perjumpaan untuk menguatkan panggilan diri sebagai seorang guru dan manusia untuk menuntun kekuatan kodrat murid menjadi manusia Indonesia sesuai Profil Pelajar Pancasila.

Salam

Pengembang MK Filosofi Pendidikan Nasional

(9)

Daftar Isi

Hlm.

Kata Pengantar Direktur Jenderal Guru Dan Tenaga Kependidikan ... i

Kata Pengantar Direktur Pendidikan Profesi Guru ... iii

Kata Pengantar Penyusun Mata Kuliah ... iv

Daftar Isi ... v

CPMK dan Assessment ... viii

Topik 1. Teori-teori yang mendasari Pembelajaran Berdiferensiasi ... 1

A. Mulai Dari Diri ... 1

B. Eksplorasi Konsep ... 3

1. Pembelajaran Berdiferensiasi ... 3

C. TEORI YANG MELATARBELAKANGI PERLUNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI ... 4

1. Teori Sistem Ekologi ... 5

D. Multiple Intelligences ... 8

1. Kecerdasan verbal-linguistik ... 9

2. Kecerdasan logis-matematis... 9

3. Kecerdasan spasial-visual ... 9

4. Kecerdasan kinestetik-jasmani ... 10

5. Kecerdasan musical ... 10

6. Kecerdasan intrapersonal ... 10

7. Kecerdasan interpersonal ... 10

8. Kecerdasan naturalis ... 10

E. Zone of Proximal Development (ZPD) ... 11

F. Learning Modalities ... 13

1. Visual ... 13

(10)

2. Auditori ... 13

3. Kinestetik ... 14

B. Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi Dan Cirinya ... 14

A. PEMETAAN KEBUTUHAN BELAJAR SISWA ... 19

1. Kesiapan Belajar Peserta Didik (Readiness) ... 20

2. Minat Peserta didik ... 24

3. Profil Belajar Peserta Didik ... 25

B. Kelebihan Dan Tantangan Pembelajaran Berdiferensiasi ... 28

1. Kelebihan Pembelajaran Berdiferensiasi ... 28

2. Tantangan Pembelajaran Berdiferensiasi ... 29

C. Ruang Kolaborasi ... 30

D. Demonstrasi Kontekstual ... 31

E. Elaborasi Pemahaman ... 32

F. Koneksi Antarmateri ... 33

G. Aksi Nyata ... 34

Topik 2. Aspek-Aspek Pembelajaran Berdiferensiasi ... 35

A. Mulai dari diri ... 35

B. Eksplorasi Konsep ... 36

1. Aspek-Aspek Pembelajaran Berdiferensiasi ... 36

C. Ruang Kolaborasi ... 53

D. Demonstrasi Kontekstual ... 54

E. Elaborasi Pemahaman ... 55

F. Koneksi Antarmateri ... 56

G. Aksi Nyata ... 58

Topik 3. Strategi Pembelajaran Dan Berdiferensiasi ... 59

A. Mulai Dari Diri ... 59

B. Eksplorasi Konsep ... 60

(11)

1. Strategi Pembelajaran Berdiferensiasi ... 60

C. Ruang Kolaborasi ... 66

D. Demonstrasi Kontekstual ... 67

E. Elaborasi Pemahaman ... 69

F. Koneksi Antarmateri ... 69

G. Aksi Nyata ... 70

Topik 4. Rancangan Dan Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi ... 72

A. Mulai dari diri ... 72

B. Eksplorasi Konsep ... 73

1. Rancangan Dan Implementasi Pembelajaran Berdiferensiasi... 73

C. Ruang Kolaborasi ... 88

D. Demonstrasi Kontekstual ... 91

E. Elaborasi Pemahaman ... 92

F. Koneksi Antarmateri ... 93

G. Aksi Nyata ... 94

Topik 5. Evaluasi Pada Pembelajaran Berdiferensiasi ... 95

A. Mulai dari diri ... 95

B. Eksplorasi Konsep ... 96

1. Evaluasi Pembelajaran Berdiferensiasi ... 96

C. Ruang Kolaborasi ... 98

D. Demonstrasi Kontekstual ... 99

E. Elaborasi Pemahaman ... 99

F. Koneksi Antarmateri ... 100

G. Aksi Nyata ... 101

DAFTAR PUSTAKA ... 102

LAMPIRAN ... 103

Profil Pengembang Modul ... 104

(12)

CPMK dan Assessment

1. Mahasiswa mampu mengenali keragaman dan kebutuhan belajar peserta didik 2. Mahasiswa mampu memahami empat aspek pembelajaran berdiferensiasi (konten,

proses, produk, lingkungan belajar)

3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi strategi-strategi pembelajaran berdiferensiasi 4. Mahasiswa mampu merancang dan mengimplementasikan pembelajaran

berdiferensiasi

5. Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pembelajaran berdiferensiasi

No CMPK Jenis Tugas Bobot Catatan

Formatif

1. CMPK 1

Membuat karya yang diunggah di platform media sosial/website tentang pembelajaran berdiferensiasi berisi unsur, definisi, contoh keragaman, dan teori pendukung. karya berupa video atau tulisan artikel atau infografik atau vlog (video blog), untuk diunggah di platform media sosial atau website untuk disebarluaskan.

10% Kelompok

2. CMPK 2

Mahasiswa membuat diferensiasi pada aspek konten, proses, produk, dan lingkungan belajar. Boleh memilih salah satu aspek atau menggabungkan beberapa aspek. Tugas boleh dibuat dalam bentuk video, meme, infografis, ilustrasi, kemudian diunggah di platform media sosial/website.

10% Kelompok

(13)

3. CPMK 3

Mengidentifikasikan strategi pembelajaran berdiferensiasi yang dipilih. Jelaskanlah mengapa strategi pembelajaran yang dipilih tersebut termasuk ke dalam strategi

pembelajaran berdiferensiasi, dan seperti apa teknisnya strategi pembelajaran yang dijalankan tersebut. Presentasi di depan kelas.

10% Kelompok

4. CPMK 4

Membuat rancangan pembelajaran (RPP) dan implementasi pembelajaran

berdiferensiasi di kelas (micro teaching) 15% Individu

5. CPMK 5

Membuat evaluasi pembelajaran berdiferensiasi di kelas dengan tabel checklist.

10% Individu

Sumatif

6. UTS

Menulis paper yang berisi refleksi

mahasiswa tentang keragaman siswa dan pemenuhan target kurikulum.

20% Individu

7. UAS Merancang pembelajaran berdiferensiasi

berdasarkan studi kasus 25% Individu

(14)
(15)

Topik 1. Teori-teori yang mendasari Pembelajaran Berdiferensiasi

Durasi 2 JP

Capaian Pembelajaran Setelah mempelajari topik ini, mahasiswa dapat 1. Mahasiswa mampu memahami teori tentang keragaman peserta didik 2. Mahasiswa mampu mengidentifikasi keragaman peserta didik

3. Mahasiswa mampu mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik

A. Mulai Dari Diri

Selamat datang para mahasiswa di sesi pembelajaran pertama. Pada sesi ini, kita akan mulai dengan refleksi diri terhadap apa yang pernah Anda alami ketika berinteraksi dengan orang lain.

Jangan khawatir apa yang Anda jawab adalah jawaban yang terbaik untuk Anda.

Tidak ada jawaban salah atau benar, semuanya sama saja. Pertanyaan tersebut anggaplah sebagai pengingat diri.

Silahkan jawab pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Ketiklah jawaban/respon Anda pada tautan yang tersedia tautan di bawah (jika Anda menggunakan laptop) atau tulis pada kolom yang telah disediakan (jika Anda mencetak modul ini).

Tautan pengumpulan refleksi 1

Jangan lupa selalu tepat waktu dalam mengumpulkan jawaban, sehingga Anda bisa lebih memahami materi yang akan disampaikan. Selamat berefleksi!

(16)

Pertanyaan Pemantik

Refleksi Respon

Bagaimana Anda menyadari bahwa setiap individu itu berbeda?

Apa yang Anda butuhkan untuk dapat belajar dengan baik?

Apa yang sedang teman Anda butuhkan saat ini untuk mereka belajar?

Apa yang Anda ketahui tentang latar belakang kehidupan, minat, keterampilan, dll, dari orang-orang terdekat?

Bagaimana Anda bisa menggunakan informasi tentang latar belakang, minat, keterampilan, dll, dari orang terdekat Anda untuk membantu mereka merasa nyaman dan berkembang?

Apa yang Anda harapkan setelah selesai mempelajari modul ini?

Terima kasih bagi yang sudah mengisi kolom refleksi diri di atas. Kami berharap Anda dapat mengikuti pembelajaran ini dengan baik.

Peran Dosen:

1. Memastikan semua mahasiswa menyelesaikan refleksi tersebut

2. Menganalisis jawaban-jawaban mahasiswa untuk kemudian dikaitkan dengan mata kuliah pembelajaran berdiferensiasi.

Anda akan memulai membaca dan mempelajari konsep atau materi tentang pembelajaran berdiferensiasi. Tetaplah merujuk pada pertanyaan-pertanyaan refleksi di atas, kemudian Anda pelajari materi pembelajaran berikut ini

(17)

B. Eksplorasi Konsep

1. Pembelajaran Berdiferensiasi

Gambar 1 Ilustrasi minat anak yang berbeda-beda

Sumber: Suprayogi, MN, et.al., (2022) Penerapan Differentiated Instruction dalam Pembelajaran

Bayangkan ketika Anda dulu menjadi seorang siswa (SD/SMP/SMA). Ingatlah teman Anda satu persatu! Bagaimana karakteristik masing-masing teman Anda?

Tahukah Anda apa kelebihan dari masing-masing mereka? Apakah mereka mempunyai minat yang berbeda-beda? Bagaimana gaya belajar mereka?

Siapakah diantara teman Anda yang paling pandai dalam berhitung dan selalu tercepat dalam mengumpulkan tugas? Atau siapakah yang justru sebaliknya, yaitu lama sekali dalam menangkap pelajaran? Siapakah yang level membacanya paling tinggi? Siapakah teman Anda yang perlu dibantu untuk meningkatkan keterampilan memahami bacaan mereka? Adakah teman Anda yang pandai dalam pelajaran keterampilan dan seni? Adakah teman Anda yang suka berkelompok dalam mengerjakan pelajaran ataupun dalam hal apapun? Atau adakah teman Anda yang justru sebaliknya, ia suka dengan tugas mandiri dan begitu juga dalam kesehariannya lebih suka dengan kesendirian? Siapakah yang senang berbicara didepan? Siapakah yang senang dengan menggambar?

Siapakah di antara teman Anda suka tertidur ketika pelajaran Matematika karena tidak mengerti? Dan masih banyak yang bisa Anda bayangkan dan temukan pada teman-teman Anda dulu ketika di sekolah. Seru, ya, mengingat masa-masa sekolah? Lantas jika Anda sebagai gurunya, jika Anda sebagai guru, maka usaha

(18)

apa yang harus dilakukan untuk menyesuaikan proses pembelajaran sehingga terpenuhinya kebutuhan individu setiap siswa?

Sejatinya setiap individu itu berbeda satu dengan yang lainnya. Begitu juga setiap siswa di kelas pasti berbeda antara satu dengan yang lainnya. Begitu banyak kebutuhan siswa yang harus dipenuhi. Tanpa disadari, guru setiap harinya menghadapi murid dengan berbagai keragaman yang banyak sekali macamnya.

Guru selalu dihadapkan berbagai tantangan dalam mengajar dan kerap kali harus melakukan dan memutuskan sesuatu hal dalam satu waktu. Keterampilan yang luar biasa ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu naturalnya hal ini terjadi di kelas dan guru menghadapi tantangan tersebut menjadi hal yang biasa baginya. Berbagai usaha dilakukan oleh para guru, tentunya tujuannya adalah untuk memastikan bahwa setiap peserta didik sukses dalam proses pembelajarannya.

Nah, dengan melihat banyak perbedaan antara satu peserta didik dengan peserta didik yang lainya, tentunya perlu adanya pembelajaran berdiferensiasi. Sebelum beranjak ke definisi tentang apa itu pembelajaran berdiferensiasi, silahkan simak teori-teori yang mendasari perlunya pembelajaran berdiferensiasi. Selamat menyimak!

C. TEORI YANG MELATARBELAKANGI PERLUNYA PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI

Perbedaan itu bisa Anda lihat dari sistem ekologi pada setiap individu (latar belakang keluarga, budaya, politik, ekonomi, lingkungan, dan lain sebagainya), multiple intelligences, zone of proximal development (ZPD), learning modalities atau yang kita kenal dengan gaya belajar, serta masih banyak perbedaan lainnya yang Anda mungkin dapati tentang perbedaan pada setiap individu ini. Di bawah ini Anda akan membaca tentang beberapa teori bahwa sejatinya individu itu berbeda. Disini akan dipaparkan 4 teori yang melatar belakangi perlunya pembelajaran berdiferensiasi, yaitu

1. Teori sistem ekologi 2. Teori Multiple Intelligences

3. Teori Zone of Proximal Development (ZPD) 4. Learning modalities

(19)

Mari kita mulai dari teori pertama!

1. Teori Sistem Ekologi

Urie Bronfenbrenner merupakan ahli yang mengemukakan teori sistem mengenai ekologi yang menjelaskan perkembangan individu dalam interaksinya dengan lingkungan di luar dirinya yang terus-menerus mempengaruhi segala aspek perkembangan (Hayes dkk, 2017).

Gambar 2: Ilustrasi Teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner

Sumber : https://id.scribd.com/document/508949858/TEORI-EKOLOGI-BRONFENBRENNER

Teori sistem ekologi merupakan pandangan sosiokultural Bronfenbrenner tentang perkembangan yang terdiri dari lima sistem lingkungan. Mulai dari pengaruh interaksi langsung pada individu hingga pengaruh kebudayaan yang berbasis luas.

Kelima sistem ekologi tersebut adalah mikrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem, dan kronosistem.

Berikut penjelasan mengenai urutan sistem tersebut:

1. Mikrosistem adalah kondisi yang melatarbelakangi anak hidup dan berinteraksi dengan orang lain dan institusi yang paling dekat dengan kehidupannya, seperti orang tua, teman sebaya, tetangga, dan teman sekolah;

2. Mesosistem adalah hubungan antara dalam mikrosistem. Sebagai contoh, orang tua dan guru berinteraksi dalam sistem sekolah, anggota keluarga dan

(20)

kerabat menjadi relasinya di dalam institusi keagamaan, pelayanan kesehatan berinteraksi dengan keluarga anak dan sekolahnya.

3. Ekosistem adalah sistem yang berisi sejumlah kondisi yang mempengaruhi perkembangan anak di lingkungan rumah namun anak disini tidak terlibat dalam satu peran langsung. sebagai contoh, karena adanya kondisi kemiskinan dalam keluarga, anak terpaksa harus bekerja untuk mencari uang dan tidak melanjutkan sekolah.

4. Makrosistem adalah sistem yang mengelilingi mikro, meso dan ekosistem dan merepresentasikan nilai-nilai ideologi, hukum masyarakat dan budaya politik.

Sebagai contoh anak Indonesia tidak sama-sama dengan anak Amerika 5. Kronosistem adalah dimensi waktu yang menuntun perjalanan setiap level

sistem dari mikro dan makro. Sistem ini juga mencakup berbagai peristiwa hidup yang penting pada individu dan kondisi sosio-kultural.

Pada penjelasan teori Bronfenbrenner tersebut, dijelaskan bahwa anak mempunyai lingkungan yang berbeda-beda antara satu individu dengan yang lainnya. Silahkan Anda perhatikan ilustrasi berikut dengan seksama, dan lihat perbedaannya, sehingga Anda menemukan kedua individu ini berbeda:

JORIN

(Mikrosistem). Jorin adalah seorang siswi SMP Negeri kelas 2. Ia terlahir dari keluarga berada dan berpendidikan. Ayahnya adalah keturunan Belanda sementara Ibunya adalah keturunan Indonesia asli. Ia adalah anak sulung dari 3 bersaudara.

(Mesosistem). Jika Jorin berada di rumah, Ia mempunyai tanggung jawab untuk mengasuh kedua adiknya, yaitu kelas 2 SD dan kelas 4 SD. Setiap ke sekolah Ia di antar jemput oleh ayah/ibunya atau kadang pulang sendiri dengan menggunakan kendaraan aplikasi, dan ia merasa senang akan itu. Ia terbiasa bertemu dengan banyak orang, misalnya rekan bisnis ayah/ibunya, bertemu dengan teman dan guru les musiknya, sering pulang pergi Indonesia-Belanda untuk mengunjungi keluarga dari Ayahnya, dan masih banyak lagi yang memungkinkan Jorin berinteraksi dengan banyak orang.

(Ekosistem). Walaupun berkecukupan, namun Ayah/Ibunya mengajarkan kemandirian sejak dini, sehingga ia terbiasa mandiri, misalnya saja ia terbiasa dengan pekerjaan rumah, seperti mencuci piring setelah makan, menyapu, dan mengepel kamarnya, sehingga Jorin terbiasa dengan hidup bersih dan mandiri.

(21)

(Makrosistem dan Kronositem). Sampai usia 17 tahun, Jorin memiliki dwi kewarganegaraan yaitu Indonesia dan Belanda, dan setelah itu karena Ibu Jorin keturunan Indonesia, maka Jorin harus memilih kewarganegaraan, apakah Belanda atau Indonesia. Tentunya Jorin memiliki pandangan terhadap budaya dan sosial yang berbeda, belum lagi ditambah dengan ideologi yang dianutnya dan juga hukum masyarakat, dan juga budaya politik yang berbeda pula. Itu terbentuk sejak ia lahir sampai seusianya.

JATI

(Mikrosistem). Jati adalah seorang siswa kelas 2 SMP Negeri yang sekelas dengan Jorin. Ia tergolong dari keluarga biasa saja. Ia adalah anak semata wayang. Ayah dan Ibunya keduanya berkebangsaan Indonesia bersuku madura dan jawa. Ada 2 sepupu yang ikut tinggal di rumahnya.

(Mesosistem) Sepulang sekolah Jati membantu Ayah dan Ibunya yang bekerja mengelola sebuah toko sayur di pasar tradisional. Jati banyak bertemu dengan banyak orang, seperti pembeli sayur langganannya, kuli panggul pasar, mitra ayah ibunya di pasar. Ayah dan ibu Jati sibuk sekali dengan jualannya di pasar, apalagi jika menjelang Idul Fitri dan tahun baru, mereka sesekali mengantarkan sayuran untuk bapak dan ibu guru ke sekolah.

(Ekosistem). Sepulang sekolah jati terbiasa membantu ayah dan ibunya berjualan sayur di pasar. Keberadaannya di rumah hanya ada saat malam hari, yaitu sepulang dari lapak miliknya dan itupun terkadang ayah dan ibunya masih berada di lapak, ayah ibunya pulang ke rumah saat siang hari saja. Kondisi rumah yang kadang berantakan membuat ia lelah untuk meneruskan belajar. Dan baginya berantakan atau tidak sama saja, karena ia terbiasa melihat kehidupan pasar.

(Makrosistem dan Kronosistem). Pada rentang waktu yang cukup lama, kehidupan Jati dan keluarganya, tentunya mempunyai pandangan tersendiri terhadap lingkungan, kehidupan sosial dan budaya dan sekitarnya. Sehingga membentuk pribadi diri Jati.

Nah, Anda tentu dapat membedakan bukan kedua individu itu berbeda? Sekarang, dari kedua kasus di atas, tentu Anda dapat membedakan apa itu makrosistem, mesosistem, ekosistem, makrosistem dan kronosistem. Pada kedua ilustrasi tersebut dapat kita lihat kedua individu tersebut berbeda, baik dari lingkungan keluarga, strata ekonomi, pandangan tentang makna kebersihan, lingkungan orang-orang yang biasa berinteraksi dengan individu tersebut.

(22)

Masih banyak contoh yang lain. Tentunya Anda bisa membayangkan masing- masing dari teman sekolah Anda dulu, bahwa dari latar belakang lingkungan mereka sangatlah beragam. Satu teman sekolah dengan teman sekolah yang lainnya, tentunya mempunyai kekhasan, bukan? Tidak mungkin satu dengan yang lain itu sama, namun tidak menutup kemungkinan satu sama lain mempunyai latar belakang lingkungan atau ekologi yang mirip walau tidak sama persis.

Sekarang Anda akan beralih pada teori yang berikutnya, yang melihat bahwa tiap individu itu berbeda. Anda akan membaca tentang teori multiple intelligences.

Harap dibaca dengan baik.

D. Multiple Intelligences

Teori tentang multiple intelligences atau dalam Bahasa Indonesia biasa disebut sebagai kecerdasan majemuk. Teori ini dicetuskan dan dikembangkan oleh Howard Gardner (1993), seorang psikolog perkembangan dan profesor pendidikan dari Graduate School of Education, Harvard University, Amerika Serikat. Gardner mendefinisikan intelegensi sebagai kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan produk dalam suatu setting yang bermacam-macam dan dalam situasi yang nyata. Berdasarkan pengertian ini, dapat dipahami bahwa intelegensi bukanlah kemampuan seseorang untuk menjawab soal-soal tes IQ dalam ruang yang tertutup dan hanya konsentrasi pada soal itu tanpa ada gangguan dari lingkungan luar. Akan tetapi inteligensi memuat kemampuan seseorang untuk memecahkan persoalan yang nyata dan dalam situasi yang bermacam-macam.

Dapat dikatakan juga bahwa setiap orang memiliki delapan jenis kecerdasan dalam tingkat yang berbeda-beda. Pada teori multiple intelligences ini disebutkan ada delapan bentuk kecerdasan. Delapan jenis kecerdasan itu memiliki komponen inti dan ciri-ciri yang berbeda juga. Kehadiran ciri-ciri pada individu menentukan kadar profil kecerdasannya. Dalam kehidupan nyata, kecerdasan-kecerdasan itu hadir dan muncul bersama-sama atau berurutan dalam suatu atau lebih aktivitas.

Kedelapan kecerdasan tersebut, yaitu:

(23)

Gambar 3. Ilustrasi multiple intelligences

Sumber:https://ilovemypsychologist.wixsite.com/ilmp/post/multiple-intelligence- kecerdasan-majemuk

1. Kecerdasan verbal-linguistik

Kecerdasan verbal-linguistik merupakan kemampuan berbahasa misalnya saja melalui membaca, menulis, berbicara, memahami urutan dan makna dari kata- kata, serta menggunakan bahasa dengan benar.

2. Kecerdasan logis-matematis

Ini merupakan kecerdasan dalam mengolah angka, matematika, dan logika untuk menemukan dan memahami berbagai pola, seperti pola pikir, pola visual, pola jumlah, atau pola warna.

3. Kecerdasan spasial-visual

Kecerdasan ini merupakan kemampuan pada bidang ruang dan gambar. Individu memiliki kekuatan dalam imajinasi dan senang dengan bentuk, gambar, pola, desain, serta tekstur.

(24)

4. Kecerdasan kinestetik-jasmani

Kemampuan dalam koordinasi anggota tubuh dan keseimbangan. Siswa yang memiliki kecerdasan ini senang melakukan berbagai aktivitas fisik, seperti naik sepeda, menari, atau olahraga. Ia juga mungkin merasa sulit duduk diam dalam waktu lama dan mudah bosan.

5. Kecerdasan musical

Tidak hanya dapat memainkan alat musik atau mendengarkan lagu. Mereka yang memiliki kecerdasan ini juga mampu memahami dan membuat melodi, irama, nada, vibrasi, suara, dan ketukan menjadi sebuah musik.

6. Kecerdasan intrapersonal

Ini merupakan kecerdasan introspektif di mana peserta didik mampu memahami diri sendiri, mengetahui kekuatan, kelemahan, dan motivasi diri. Jika kecerdasan ini menonjol pada diri peserta didik, biasanya dia akan bisa berbuat bijaksana dan bisa mengendalikan keinginan serta perilakunya, juga mampu membuat rencana dan keputusan. Kecerdasan ini dimiliki oleh penulis, ilmuwan, dan filsuf.

7. Kecerdasan interpersonal

Kecakapan ini merupakan kemampuan untuk bermasyarakat serta memahami dan berinteraksi dengan orang lain. Mereka yang mempunyai kecerdasan ini mampu bekerja, berinteraksi, dan berhubungan dengan orang lain, suka bekerja sebagai tim, memiliki banyak teman, menunjukkan empati kepada orang lain, sensitif terhadap perasaan dan ide-ide orang lain, memediasi konflik, dan mengemukakan kompromi.

8. Kecerdasan naturalis

Ini adalah kemampuan untuk mengenali dan mengkategorikan tanaman, hewan, dan benda-benda lain di alam, serta tertarik mempelajari spesies makhluk hidup.

Mereka yang unggul dalam kecerdasan ini biasanya suka dengan alam, misalnya saja suka dengan bercocok tanam, suka dengan hewan peliharaan, dan aktivitas sejenisnya yang berkaitan dengan alam.

Sebagai ilustrasi silahkan Anda simak cerita berikut:

(25)

Dzaki adalah seorang siswa SD kelas 6. Jika ada tugas Bahasa Indonesia diminta untuk membuat karangan, maka ia dengan semangat mengerjakannya. Ia mengikuti kegiatan ekstrakurikuler musik di sekolahnya. Jika ada temannya yang kesulitan ia sering membantu dan juga sering menjadi ketua kelompok jika ada tugas kelompok, maka tak heran jika ia mempunyai banyak teman dan sahabat. Hanya saja dia paling tidak suka dengan pelajaran berhitung, tak heran jika pelajaran matematika memiliki nilainya kurang bagus.

Sementara Lina adalah teman sekelas Dzaki. Ia senang sekali dengan pelajaran matematika, dan sering sekali memenangkan lomba olimpiade matematika tingkat nasional. Setiap olimpiade matematika ia mengikutinya, hampir tak pernah absen. Di rumahnya, ia mempunyai hewan peliharaan dan sangat sayang dengan hewan peliharaannya. Ia merawatnya dengan senang hati dengan membantu ibunya membersihkan kendang piaraannya. Selain itu dia adalah anak baik yang selalu membantu ibunya menyiram tanaman dan ikut membereskan tanaman.

Pada dua cerita di atas, Anda sudah dapat melihatnya, bukan? Bahwa antara Dzaki dan Lina, keduanya mempunyai kecerdasan yang berbeda-beda. Sekarang coba Anda ingat-ingat teman Anda di kelas dulu waktu masih bersekolah. Pasti dari masing-masing memiliki kecerdasan yang berbeda-beda dan mempunyai keunggulan masing-masing pula. Pada satu sisi tidak unggul, bisa saja disisi lain ia mempunyai kecerdasan pada bidang lain. Atau bisa jadi satu kecerdasan dengan kecerdasan yang lain saling beriringan.

Berikutnya kita lanjut ke teori Zone of Proximal Development (ZPD). Silahkan disimak baik-baik.

E. Zone of Proximal Development (ZPD)

Zone of Proximal Development (ZPD) adalah zona antara tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial. Tingkat perkembangan aktual tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas-tugas secara mandiri. Sedangkan tingkat perkembangan potensial tampak dari kemampuan anak menyelesaikan tugas atau memecahkan masalah dengan bantuan orang dewasa. Ketika masuk dalam ZPD, maka anak sebenarnya dapat melakukan aktifitas/tugas yang diberikan, akan tetapi lebih optimal jika orang dewasa atau pendamping yang lebih tahu, membantunya untuk mencapai tingkat perkembangan aktual tersebut. Hal

(26)

tersebut dapat dikatakan bahwa setiap peserta didik memiliki ZPD yang berbeda- beda, maka dari itu bimbingan dan instruksi dengan kadar yang sesuai sangat dibutuhkan untuk dapat mengembangkan potensi masing-masing siswa (Suprayogi et, al., 2022).

Pada teori ini terdapat dua level untuk ukuran kemampuan dan potensi peserta didik, yaitu tingkat perkembangan aktual dan tingkat perkembangan potensial.

Tingkat perkembangan aktual peserta didik adalah ketika dia bekerja untuk menyelesaikan tugas atau soal tanpa bantuan orang lain. Sedangkan tingkat perkembangan potensial adalah tingkat dari kompetensi peserta didik yang dapat tercapai ketika dia dibantu oleh orang lain. Perbedaan diantara kedua tingkat kemampuan tersebut termasuk dalam ZPD. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa ZPD terletak diantara hal-hal yang dapat dilakukan oleh peserta didik dan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh peserta didik tanpa pendampingan.

Ada sebuah pertanyaan, “Apakah anak harus dibantu? Tidak bisakah anak belajar sendiri?”. Kondisi terbantu (tanpa dibantu) adalah kondisi di mana anak berada pada tingkat perkembangan aktual. Kondisi ini akan dicapai dengan lebih optimal dengan bantuan, jika anak memang masih belum menguasai apa yang dipelajari.

Perhatikan contoh berikut untuk lebih memudahkan memahami teori ZPD:

Bu Muniroh mengajar di kelas 1 SD. Ia mempunyai 30 murid. Dua diantaranya jika belajar tidak mudah cepat untuk menangkap pelajaran, yaitu Siti dan Bambang. Siti lebih suka menyendiri dan tidak mudah untuk bergaul. Sementara Bambang, senang bergerak dan aktivitas fisik, sehingga terkesan mengganggu. Tibalah saatnya belajar Matematika. Pada saat belajar, Siti merasa minder karena merasa tidak bisa mengerjakan, sementara Bambang keliling kelas sehingga tidak konsentrasi ketika Bu Muniroh menjelaskan, sesekali dipanggil namanya supaya Bambang sadar bahwa ia sedang belajar di kelas, sehingga Bambang susah untuk menangkap pelajaran secara klasikal. Oleh karena itu keduanya memerlukan bimbingan tersendiri dari Bu Muniroh untuk mengerjakan soal.

Pada saat murid-murid yang lain mengerjakan tugas, Bu Muniroh berkeliling kelas untuk memantau. Kemudian Bu Muniroh akan lebih lama di dekat Siti dan Bambang untuk membimbing mereka belajar sesuai dengan kemampuan mereka berdua.

Nah, dari penjelasan di atas, Anda bisa melihat perbedaan dari dua tingkat perkembangan. Tingkat perkembangan aktual telah tercapai oleh 28 murid Bu

(27)

Muniroh, sementara dua yang lainnya, yaitu Siti dan Bambang pada tahap tingkat perkembangan potensial. Keduanya memerlukan bimbingan khusus dari Bu Muniroh untuk memaksimalkan potensi yang mereka punya. Nah, jarak antara 28 murid dengan Siti dan Bambang dinamakan ZPD.

Anda sudah mengerti sampai sini, bahwa lagi-lagi individu itu berbeda, atau peserta didik dalam kelas itu memiliki banyak perbedaan satu sama lain? Berikut satu lagi disajikan bahwa Individu itu berbeda, yaitu dari segi modalitas belajar.

Tetap semangat, ya! Mari kita lanjutkan belajar! Baca baik-baik.

F. Learning Modalities

Perbedaan peserta didik dalam pembelajaran juga dapat dilihat dari segi yang lain, yaitu learning modalities atau modalitas dalam belajar yang kerap salah diinterpretasikan sebagai gaya belajar.

Learning modalities ini biasa dikenal sebagai VAK atau Visual, Auditory, dan Kinestetik. Nah, sampai disini mungkin Anda sudah familiar bukan dengan istilah ini apa itu VAK atau learning modalities. Anda mungkin telah mengikuti tes yang mengkategorikan modalitas belajar Anda atau diberi tahu bahwa Anda adalah tipe pembelajar tertentu.

1. Visual

Modalitas belajar visual adalah menerima informasi lebih mudah melalui gambar.

Otak kita memproses informasi visual dengan sangat efisien. Jauh lebih mudah untuk mengingat gambar yang jelas seperti foto daripada mengingat apa yang dikatakan atau ditulis seseorang.

2. Auditori

Modalitas belajar auditori adalah menerima informasi lebih mudah melalui mendengar. Siswa dengan mode ini biasanya sering mengajukan pertanyaan, dan menggunakan diskusi untuk mengklarifikasi atau menyerap materi. Ketika Anda berada dalam mode auditori, Anda mungkin berbicara dan membaca lebih lambat untuk menyerap semuanya.

(28)

3. Kinestetik

Modalitas kinestetik melakukan sesuatu dengan fisik, atau paling tepat digambarkan sebagai belajar sambil melakukan (learning by doing), baik sebagai aktivitas langsung atau melalui pengalaman, atau dengan bergerak sambil berpikir atau belajar.

Ketiga modalitas belajar di atas, tidak secara baku bahwa siswa hanya menggunakan satu modalitas belajar saja. Intinya: jangan terjebak dalam stereotip tipe pelajar seperti apa peserta didik tersebut. Bisa saja peserta didik itu termasuk kedalam pembelajar multimodal, artinya peserta didik dapat menggunakan salah satu dari mode ini, tergantung pada situasinya.

Setelah Anda membaca dan memahami keempat teori dan beberapa ilustrasi di atas, Anda bisa melihat bahwa tiap peserta didik juga memiliki keistimewaan masing-masing. Nah, sekarang Anda mengerti bukan, bahwa setiap peserta didik itu berbeda-beda. Semuanya berbeda satu sama lain. Memiliki kebutuhan yang berbeda dan tidak bisa disama ratakan antara satu peserta didik dengan peserta didik yang lain. Sekarang Anda mulai diperkenalkan, apa itu pembelajaran berdiferensiasi. Semoga Anda bisa memahaminya. Simak baik-baik, ya!

B. Pengertian Pembelajaran Berdiferensiasi Dan Cirinya

Dibawah ini ada sebuah ilustrasi di dalam kelas. Mari kita bayangkan!

“Pak Darso adalah seorang guru kelas 2 SD di sebuah sekolah dengan jumlah murid sebanyak 28 orang. Adapun dari 28 orang tersebut, Pak Darso memperhatikan muridnya yang tiga orang termasuk anak yang cepat dalam mengerjakan tugas soal- soal perkalian. Pak Darso tidak ingin ketiga anak tersebut tidak ada pekerjaan, sehingga mengganggu teman-teman yang lainnya. Akhirnya Pak Darso pun berinisiatif untuk menyiapkan soal tambahan untuk ketiga anak tersebut. Murid yang lain diberinya soal sebanyak 15 soal perkalian, sementara untuk ketiga anak tersebut diberinya tambahan 10 soal, sehingga yang dikerjakan sebanyak 25 soal perkalian.”

Berdasarkan ilustrasi tersebut, jawablah pertanyaan-pertanyaan berikut!

(29)

1. Apakah strategi pembelajaran yang dilakukan oleh Pak Darso tepat?

Mengapa?

2. Apa yang Anda lakukan jika menjadi Pak Darso? Jelaskan mengapa Anda melakukan hal demikian?

Silahkan masukan respon jawaban dari ilustrasi tersebut. Setelah mengirimkan respon, silahkan lanjutkan membaca tulisan di bawah ini, dan Anda boleh menyimak video yang tersedia untuk lebih memahami konsep.

Respon pertanyaan ilustrasi.

Anda dapat melihat video berikut untuk lebih memahami apa itu pembelajaran berdiferensiasi:

Video 1 Pembelajaran berdiferensiasi:

Sumber: https://www.youtube.com/watch?v=x6X47a51PGc

Deskripsi Video:

Pada video tersebut diceritakan ada sebuah sekolah hewan yang mempunyai beragam macam murid. Pada sekolah tersebut sang jerapah sebagai kepala sekolah memutuskan untuk mengadopsi sebuah kurikulum kegiatan yang terdiri dari berlari, memanjat, berenang, dan terbang. Agar mudah dalam pengambilan kurikulumnya, maka semua harus mengikuti kegiatan kurikulum tersebut.

Ada bebek yang pandai berenang bahkan ia lebih baik dari instrukturnya, namun dalam ujian terbang nilainya hanya pas-pasan, untungnya ia tetap lulus dalam ujian terbang tersebut. Ujian lari membuat bebek sedih, karena larinya sangat lamban, dan mendapatkan nilai jelek, padahal ia sudah berusaha dengan sangat keras. Akhirnya ia harus tinggal di sekolah setelah jam sekolah usia untuk berlatih pelajaran lari, dan ia meninggalkan hobinya, yaitu berenang. Ia berlatih sangat keras hingga selaput kakinya robek. Akibat dari selaput kaki yang robek tersebut ia tidak menghasilkan nilai yang memuaskan dalam berlari bahkan dalam ujian berenang. Ia gagal dalam ujian berlari dan hanya mendapatkan nilai rata-rata. Ia sedih, namun disekolah tidak ada yang menanggapi kesedihannya.Menurut guru-gurunya nilai bebek sudah memenuhi kriteria ketuntasan minimal (KKM), jadi tidak masalah.

(30)

Sementara kelinci tadinya senang karena memiliki nilai yang bagus dalam pelajaran berlari. Namun akhir-akhir ini semangat belajarnya menurun drastis. Ia lelah, karena tiap hari harus mengikuti kelas remedial untuk berenang.

Sementara itu, tupai adalah murid yang sangat baik dalam memanjat pohon. Tapi saat pelajaran terbang ia sangat frustasi. Dan karena di forsir, akhirnya tupai pun kelelahan dan mengalami kram. Akhirnya karena kondisi kakinya yang tidak sehat, saat ujian memanjat pun ia tidak baik melakukannya dan hanya mendapatkan nilai C dan nilai D dalam berlari.

Sementara itu elang dikategorikan sebagai anak yang bermasalah dalam disiplin, sehingga sering kali dihukum. Pada kelas memanjat, ia selalu mengalahkan hewan yang lain dan selalu tiba sampai di pucuk pohon terlebih dahulu. Tetapi ia berusaha keras sampai ke pucuk pohon dengan caranya sendiri, karena menurutnya adalah yang penting tujuan akhirnya. Ia akhirnya juga tidak lulus. Walaupun gurunya sudah memintanya terbang dari bawah, namun ia tidak mengikuti perintah gurunya. Psikolog sekolah mendiagnosanya memiliki oppositional defiant disorder (ODD), yaitu

Gangguan pada anak yang ditandai dengan perilaku menentang dan tidak taat kepada figur otoritas. Rencana modifikasi perilaku yang ketat pun lalu dikembangkan untuk elang.

Pada akhir tahun, seekor ular, yang kebetulan bisa berenang sedikit, berlari sedikit, memanjat sedikit, dan terbang sedikit, memiliki nilai rata-rata tertinggi diantara para hewan. Sebagai murid yang terbaik, ia pun terpilih untuk berpidato mewakili hewan- hewan lainnya.

Sementara disisi lain, ada sekumpulan anjing-anjing laut memutuskan untuk tidak bersekolah karena tidak ada kurikulum menggali. Para orang tua anjing laut memilih mengirimkan anak-anaknya untuk magang kepada musang, sambil terus mengkritisi sekolah hewan.

Setelah Anda menyimak video di atas, mungkin Anda bisa membayangkan betapa beragamnya kebutuhan peserta didik di dalam kelas, sementara jika menerapkan satu tujuan kurikulum saja, maka kemungkinan kebutuhan anak didik yang lain masih belum bisa tertampung. Oleh karena itu, perlu adanya kurikulum yang mampu mengakomodir semua kebutuhan anak didik. Maka dari itu, pembelajaran berdiferensiasi diperlukan untuk mengakomodasi semua kebutuhan siswa. Seperti apakah itu? Mari kita lanjutkan dengan memaparkan apa itu pembelajaran diferensiasi. Simak baik-baik!

(31)

Menurut Tomlinson (2001) Pembelajaran berdiferensiasi adalah usaha untuk menyesuaikan proses pembelajaran di kelas untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik sebagai individu. Atau bisa dikatakan juga bahwa pembelajaran berdiferensiasi adalah pembelajaran yang memberi keleluasaan dan mampu mengakomodir kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik yang berbeda- beda.

Jika kita melihat kasus Pak Darso di atas, bukan berarti Pak Darso harus mengajar dengan 28 cara yang berbeda untuk mengajar 28 murid. Bukan pula Pak Darso harus memperbanyak soal untuk peserta didik yang lebih cepat mengerjakannya.

Bukan pula Pak Darso harus mengelompokan yang pintar dengan yang pintar dan yang lambat dengan yang lambat. Bukan pula memberikan tugas yang berbeda pada setiap anak. Bukan pula pembelajaran yang semrawut, dimana guru harus membuat beberapa perencanaan pembelajaran sekaligus, dimana guru harus lari kesana kemari untuk mengajari anak satu dengan yang lainnya dalam waktu yang bersamaan. Guru bukanlah makhluk ajaib yang harus kesana kemari berada dalam tempat yang berbeda dalam satu waktu untuk membantu banyak peserta didik dalam satu waktu bersamaan dan memecahkan semua permasalahan.

Lantas seperti apa sebetulnya pembelajaran berdiferensiasi itu?

Pembelajaran berdiferensiasi adalah serangkaian keputusan masuk akal (common sense) yang dibuat oleh guru yang berorientasi kepada kebutuhan peserta didik. Keputusan-keputusan yang dibuat tersebut adalah yang terkait dengan:

1. Bagaimana mereka menciptakan lingkungan belajar yang “mengundang”

peserta didik untuk belajar dan bekerja keras untuk mencapai tujuan belajar yang tinggi. Kemudian juga memastikan setiap peserta didik di kelasnya tahu bahwa akan selalu ada dukungan untuk mereka di sepanjang prosesnya.

2. Kurikulum yang memiliki tujuan pembelajaran yang didefinisikan secara jelas.

Jadi bukan hanya guru yang perlu jelas dengan tujuan pembelajaran, namun juga peserta didiknya.

3. Penilaian berkelanjutan. Bagaimana guru tersebut menggunakan informasi yang didapatkan dari proses penilaian formatif yang telah dilakukan, untuk dapat menentukan peserta didik mana yang masih ketinggalan, atau

(32)

sebaliknya, peserta didik mana yang sudah lebih dulu mencapai tujuan belajar yang ditetapkan.

4. Bagaimana guru menanggapi atau merespon kebutuhan belajar peserta didiknya. Bagaimana ia akan menyesuaikan rencana pembelajaran untuk memenuhi kebutuhan belajar peserta didik tersebut. Misalnya, apakah ia perlu menggunakan sumber yang berbeda, cara yang berbeda, dan penugasan serta penilaian yang berbeda.

5. Manajemen kelas yang efektif. Bagaimana guru menciptakan prosedur, rutinitas, metode yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Namun juga struktur yang jelas, sehingga walaupun mungkin melakukan kegiatan yang berbeda, kelas tetap dapat berjalan secara efektif.

Jika kita mengacu ke kasus Pak Darso di atas, maka keputusannya untuk memberikan soal tambahan, dengan jenis soal yang tetap sama serta tingkat kesulitan yang juga sama, kepada tiga murid yang selesai terlebih dahulu, belum dapat dikatakan sebagai diferensiasi. Apalagi, tujuan diberikannya soal tadi adalah agar tiga murid tersebut ada ‘pekerjaan’ sehingga tidak mengganggu murid yang lain. Pembelajaran berdiferensiasi haruslah berakar pada pemenuhan kebutuhan belajar murid dan bagaimana guru merespon kebutuhan belajar tersebut. Oleh karena itu, Pak Darso perlu melakukan identifikasi kebutuhan belajar dengan lebih komprehensif, agar dapat merespon dengan lebih tepat terhadap kebutuhan belajar peserta didiknya, termasuk ketiga peserta didik tersebut.

Nah, lantas apa sajakah ciri-ciri dari pembelajaran berdiferensiasi ini? Mari kita lihat!

Menurut Tomlinson (2001): pembelajaran berdiferensiasi memiliki empat ciri, yaitu:

1. Pembelajaran berfokus pada konsep dan prinsip pokok. Harus berfokus pada kompetensi dasar pembelajaran.

2. Evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar peserta didik diakomodasi ke dalam kurikulum; Di sini perlu adanya pemetaan kebutuhan peserta didik kemudian dimasukan kedalam strategi pembelajaran.

3. Pengelompokan peserta didik dilakukan secara fleksibel; misalnya, bisa secara mandiri, berkelompok berdasarkan tingkat kecerdasan, berkelompok berdasarkan modalitas belajar, dll.

(33)

4. Siswa secara aktif bereksplorasi dibawah bimbingan dan arahan guru.

Pembelajaran berdiferensiasi ini berpusat kepada siswa.

Apakah Anda sudah mengerti definisi dan ciri-ciri dari pembelajaran berdiferensiasi? Jika belum, silahkan baca ulang kembali. Jika sudah memahami, mari kita lanjutkan untuk mempelajari pemetaan kebutuhan siswa.

Untuk lebih jelasnya, perhatikan diagram pemahaman pembelajaran diferensiasi berikut:

Diagram Pemahaman Pembelajaran Diferensiasi Definisi:

Pembelajaran yang memberikan keleluasaan dan mampu

mengakomodir kebutuhan peserta didik untuk meningkatkan potensi dirinya sesuai dengan kesiapan belajar, minat, dan profil belajar peserta didik yang berbeda-beda

Ciri-ciri:

1. Berfokus pada kompetensi pembelajaran.

2. Evaluasi kesiapan dan perkembangan belajar peserta didik diakomodir ke dalam kurikulum.

3. Pengelompokan peserta didik dilakukan secara fleksibel.

4. Peserta didik menjadi pembelajar yang aktif.

Contoh:

1. Mengklasifikasi materi

2. Mendiagnosa kesiapan peserta didik

3. Mendesain pembelajaran yang bervariasi berdasarkan minat, tingkat kesiapan, dan profil belajar peserta didik

Bukan Contoh:

1. Memaksakan modalitas belajar pada peserta didik.

2. Memberikan banyak tugas pada peserta didik yang telah mampu di tingkat dasar 3. Memberikan produk yang sama kepada

semua peserta didik

Tabel:…

Diagram Pemahaman Pembelajaran Berdiferensiasi

A. PEMETAAN KEBUTUHAN BELAJAR SISWA

Sekarang, mari kita bahas bagaimana kita dapat melakukan pemetaan kebutuhan belajar peserta didik. Baca dengan seksama!

Menurut Tomlinson (2001), ada tiga cara untuk memetakan kebutuhan belajar peserta didik, yaitu:

(34)

1. Kesiapan belajar peserta didik (readiness);

2. Minat peserta didik; dan 3. Profil belajar peserta didik.

Mari kita pelajari satu-satu!

1. Kesiapan Belajar Peserta Didik (Readiness)

Apa yang Anda pikirkan ketika mendengar kata “kesiapan belajar”? Bayangkanlah situasi berikut ini:

Pada pelajaran bahasa Indonesia, Bu Tia ingin mengajarkan muridnya membuat karangan berbentuk narasi. Ia kemudian melakukan penilaian. Ia menemukan bahwa ada tiga kelompok murid di kelasnya.

1. Kelompok A adalah murid yang telah memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan memiliki kosakata yang cukup kaya. Mereka juga cukup mandiri dan percaya diri dalam bekerja.

2. Kelompok B adalah murid yang memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik, namun kosakatanya masih terbatas.

3. Kelompok C adalah murid yang belum memiliki keterampilan menulis dengan struktur yang baik dan kosakatanya pun terbatas.

Apa yang dilakukan oleh Bu Tia di atas adalah memetakan kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar. Kesiapan belajar (readiness) adalah kapasitas untuk mempelajari materi baru. Sebuah tugas yang mempertimbangkan tingkat kesiapan peserta didik akan membawa peserta didik keluar dari zona nyaman mereka, namun dengan lingkungan belajar yang tepat dan dukungan yang memadai, mereka tetap dapat menguasai materi baru tersebut.

Ada banyak cara untuk membedakan kesiapan belajar. Tomlinson (2001) mengatakan bahwa merancang pembelajaran berdiferensiasi mirip dengan menggunakan tombol equalizer pada stereo atau pemutar CD. Untuk mendapatkan kombinasi suara terbaik biasanya Anda akan menggeser-geser tombol equalizer tersebut terlebih dahulu. Saat Anda mengajar, menyesuaikan

“tombol” dengan tepat untuk berbagai kebutuhan peserta didik akan menyamakan peluang mereka untuk mendapatkan materi, jenis kegiatan dan menghasilkan produk belajar yang tepat di kelas Anda. Tombol-tombol dalam equalizer tersebut

(35)

mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan peserta didik. Pada modul ini, kita hanya akan mencoba membahas enam dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer.

Gambar:

Tombol equalizer dari Tomlinson

Sumber: https://www.sahabatsains.com/2021/02/modul-21-pembelajaran- berdiferensiasi.html

a. Bersifat mendasar - Bersifat transformatif

Saat sebagian peserta didik dihadapkan pada sebuah ide yang baru, atau jika ide itu bukan di salah satu bidang yang dikuasai oleh peserta didik, mereka sering membutuhkan informasi pendukung yang lebih jelas, sederhana, dan tidak bertele- tele untuk memahami ide tersebut. Mereka akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide secara langsung. Jika peserta didik berada dalam tingkatan ini, maka bahan-bahan materi yang mereka gunakan dan tugas-tugas yang mereka lakukan harus bersifat mendasar dan disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Di lain waktu, ketika peserta didik dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka pahami atau berada di area yang menjadi kekuatan mereka, maka dibutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.

(36)

b. Konkret - Abstrak

Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar peserta didik dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret atau sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak.

c. Sederhana - Kompleks.

Beberapa peserta didik mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu; yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi.

d. Terstruktur - Open Ended

Kadang-kadang peserta didik perlu menyelesaikan tugas yang ditata dengan cukup baik untuk mereka, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Namun, di waktu lain, peserta didik siap menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.

e. Tergantung (Dependent) - Mandiri (Independent)

Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua peserta didik kita dapat belajar, berpikir dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa peserta didik mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

f. Lambat - Cepat

Beberapa peserta didik dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, peserta didik yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

Contoh Pemetaan atau identifikasi kebutuhan belajar berdasarkan kesiapan belajar (Readiness):

(37)

Ibu Lusi akan mengajar pelajaran Matematika. Tujuan Pembelajaran yang ia tetapkan adalah: peserta didik dapat menyajikan dan menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan keliling bangun datar.Ia kemudian membuat pemetaan kebutuhan belajar dan memberikan penugasa seperti di bawah ini:

Kesiapan belajar (Readiness)

Beberapa peserta didik telah memahami konsep keliling;

dapat melakukan operasi hitung dasar.

Beberapa peserta didik telah memahami konsep keliling;

dapat melakukan operasi hitung dasar.

Beberapa peserta didik

belum memahami konsep keliling.

Tugas

Peserta didik diminta mengerjakan soal-soal tantangan yang

mengaplikasikan konsep keliling dalam kehidupan sehari-hari.

Peserta didik akan diminta untuk bekerja secara mandiri dan

saling memeriksa pekerjaan masing-masing.

Peserta didik menggunakan

bantuan benda-benda konkret untuk

menghitung keliling bangun datar (misalnya

menggunakan lidi atau sedotan). Jika mengalami kesulitan, peserta didik diminta menerapkan

strategi “3 before me” (bertanya kepada 3 teman sebelum bertanya langsung pada guru). Guru akan sesekali datang ke kelompok ini untuk memastikan tidak ada miskonsepsi.

Peserta didik akan

mendapatkan pembelajaran eksplisit tentang konsep keliling.

Guru akan memberikan scaffolding yang lebih banyak dalam proses ini.

(38)

Setelah Anda paham tentang pemetaan kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan kesiapan belajar peserta didik (readiness), berikutnya akan dibahas tentang pemetaan kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan minat.

2. Minat Peserta didik

Peserta didik juga memiliki minat sendiri. Ada peserta didik yang minatnya sangat besar dalam bidang seni, matematika, sains, drama, memasak, dsb. Minat adalah salah satu motivator penting bagi peserta didik untuk dapat ‘terlibat aktif’ dalam proses pembelajaran.

Seorang guru dalam merancang pembelajaran memiliki tujuan mempertimbangkan minat peserta didik diantaranya:

1. Membantu peserta didik menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan keinginan mereka sendiri untuk belajar;

2. Menunjukkan keterhubungan antara semua pembelajaran;

3. Menggunakan keterampilan atau ide yang familiar bagi peserta didik sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang familiar atau baru bagi mereka, dan;

4. Meningkatkan motivasi peserta didik untuk belajar.

Sepanjang tahun, peserta didik yang berbeda akan menunjukkan minat pada topik yang berbeda. Gagasan untuk membedakan melalui minat adalah untuk

"menghubungkan" peserta didik pada pelajaran untuk menjaga minat mereka.

Seorang guru menjaga minat murid tetap tinggi, diharapkan dapat meningkatkan kinerja peserta didik.

Beberapa contoh ide yang dapat dilakukan untuk meningkatkan dan mempertahankan minat diantaranya misalnya:

1. Meminta peserta didik untuk memilih apakah mereka ingin mendemonstrasikan pemahaman dengan menulis lagu, melakukan pertunjukan atau menari atau bentuk lain sesuai minat mereka.

2. Menggunakan teknik Jigsaw dan pembelajaran kooperatif.

3. Menggunakan strategi investigasi kelompok berdasarkan minat.

4. Membuat kegiatan “sehari di tempat kerja”. Peserta didik diminta mempelajari bagaimana sebuah keterampilan tertentu diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Mereka boleh memilih profesi yang sesuai minat mereka.

(39)

Contoh pemetaan atau identifikasi kebutuhan belajar berdasarkan minat.

Ibu Zaenab ingin mengajarkan murid-muridnya keterampilan membuat tulisan teks prosedur. Ia kemudian melihat pada catatan yang dimilikinya. Ia menemukan bahwa di kelasnya ada:

1. 8 orang murid yang sangat menyukai kegiatan olahraga;

2. 6 orang yang menyukai hal-hal yang berkaitan dengan sains.

3. 4 orang senang membuat prakarya dan.

4. 2 orang senang memasak.

Setelah selesai mendiskusikan tentang apa dan bagaimana membuat tulisan berbentuk prosedur, Bu Zaenab lalu meminta murid berlatih membuat sendiri tulisan berbentuk prosedur tersebut. Setiap murid diperbolehkan untuk menulis dengan topik sesuai dengan minat mereka tersebut. Ada murid yang memilih membuat tulisan prosedur memasak nasi goreng, ada murid yang memilih membuat tulisan tentang prosedur membuat bunga dari sedotan, dsb.

3. Profil Belajar Peserta Didik

Profil belajar peserta didik terkait dengan banyak faktor, seperti: bahasa, budaya, kesehatan, keadaan keluarga, dan kekhususan lainnya. Selain itu juga akan berhubungan dengan gaya belajar seseorang. Profil belajar peserta didik ini merupakan pendekatan yang disukai peserta didik untuk belajar, yang dipengaruhi oleh gaya berpikir, kecerdasan, budaya, latar belakang, jenis kelamin, dll.

Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar peserta didik berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih modalitas belajar yang sesuai dengan modalitas belajar kita sendiri. Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.

Ada banyak faktor yang dapat mempengaruhi pembelajaran seseorang. Berikut ini adalah beberapa yang harus diperhatikan (Suprayogi et. Al., 2022):

1. Bahasa

2. Ketertarikan atau minat

(40)

3. Apa yang peserta didik pelajari di rumah 4. Gaya belajar

5. Special Needs atau kebutuhan khusus tertentu, misal disleksia, ADHD, autis.

6. Preferensi Belajar, setiap peserta didik memiliki acuan pada pola mereka belajar, seperti ada peserta didik yang belajar dari buku, e-book, video Youtube, dan banyak preferensi yang lain. (Miller, 2021)

7. Latar belakang peserta didik, contohnya tentang relasi hubungan dengan orang tua dan tempat tinggal.

8. Konsentrasi.

9. Pembelajaran dinamis, setiap peserta didik punya metodenya masing- masing dalam menerima pembelajaran, ada pula mereka yang berfokus pada keterampilan, berpikir kritis, komunikasi, kolaborasi, dan kreativitas, sehingga peserta didik mengambil makna dari pembelajarannya lewat aktivitas luar (Bell, 2017)

10. Prior Knowledge; atau pengetahuan sebelumnya yang setiap peserta didik memiliki kemampuan yang berbeda dalam menangkap informasi baru, ada yang baru mengenal atau sudah lebih awal mengenal informasi yang baru (TOP HAT, n.d.)

11. Culture; latar belakang budaya yang berbeda bisa juga mempengaruhi peserta didik dalam pembelajaran.

12. Prior Experience, atau pengalaman yang dimiliki peserta didik sebelumnya.

13. Karakter. Tentunya karakter tiap peserta didik berbeda-beda.

14. Waktu dalam pengerjaan tugas. Setiap peserta didik memiliki kesempatan waktu yang berbeda-beda dalam mengerjakan dan menyelesaikan tugas.

15. Status ekonomi.

16. Terakhir adalah liking school, yaitu peserta didik menyukai aktivitas bersekolah.

Contoh pemetaan atau identifikasi kebutuhan belajar berdasarkan profil pelajar peserta didik:

Pak Herman akan mengajar pelajaran IPA, dengan tujuan pembelajaran yaitu agar murid dapat mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup.

Berdasarkan identifikasi yang ia lakukan, Pak Herman telah mengetahui bahwa

(41)

sebagian muridnya adalah pembelajar visual, sebagian lagi adalah pembelajar auditori, dan pembelajar kinestetik.

Untuk memenuhi kebutuhan belajar murid-muridnya tersebut, Pak Herman lalu memutuskan untuk melakukan beberapa hal berikut ini:

1. Saat mengajar, Pak Herman melakukan hal-hal berikut ini:

a. Ia menggunakan banyak gambar atau alat bantu visual saat menjelaskan.

b. Ia juga menyediakan video yang dilengkapi penjelasan lisan yang dapat diakses oleh peserta didik.

c. Pak Herman juga membuat beberapa sudut belajar atau display yang ditempel di tempat-tempat berbeda untuk memberikan kesempatan murid bergerak saat mengakses informasi.

2. Saat memberikan tugas, Pak Herman memperbolehkan murid-muridnya memilih cara mendemonstrasikan pemahaman mereka tentang habitat makhluk hidup.

Murid boleh menunjukkan pemahaman dalam bentuk gambar, rekaman wawancara maupun performance atau role-play.

Perlu diperhatikan bahwa mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar peserta didik, tidak selalu harus melibatkan sebuah kegiatan yang rumit. Guru yang memperhatikan dengan saksama hasil penilaian formatif, perilaku peserta didik atau terbiasa mendengarkan dengan baik peserta didiknya biasanya akan dengan mudah mengetahui kebutuhan belajar peserta didiknya.

Berdasarkan pemaparan

Gambar

Gambar 1 Ilustrasi minat anak yang  berbeda -beda
Gambar 2: Ilustrasi Teori Sistem Ekologi Bronfenbrenner
Gambar 3. Ilustrasi multiple intelligences
Diagram Pemahaman Pembelajaran Diferensiasi  Definisi:
+4

Referensi

Dokumen terkait

Daftar gambar... Latar Belakang masalah ... Rumusan Masalah dan Pertanyaan Penelitian ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Teori Ekologi ... Intervensi Dini

Sebagaimana judulnya “Pariwisata Alternatif” tulisan ini mengupas tentang Pariwisata konvensional dan Latar Belakang munculnya pariwisata Alternatif, 2 Macam-macam

Begitut juga penelitian Faiz, dkk., 2022 dimana hasil penelitian konseptual mengungkapkan bahwa terdapat tujuan pembelajaran berdiferensiasi adalah untuk mengkordinasikan pembelajaran

Kevalidan Untuk menjawab sub masalah pertama, yakni berkaitan dengan kevalidan modul ajar berbasis pembelajaran berdiferensiasi pada materi statistika dengan data yang diperoleh

Berdasarkan pengisian angket yang dilakukan oleh guru dan siswa setelah diberikan pembelajaran dengan menggunakan modul ajar berbasis pembelajaran berdiferensiasi maka di peroleh hasil

Dengan demikian langkah dalam membuat desain pembelajaran fisika berdiferensiasi dalam materi Teori Kinetik Gas yakni: 1 menganalisis strategi pembelajaran tiap gaya belajar, 2

Analisis Penerapan Pembelajaran Berdiferensiasi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan PPKn dalam Kurikulum Merdeka Sekolah Dasar.. Sekolah Dasar: Kajian Teori dan Praktik Pendidikan,

EVALUASI Uraikan strategi perubahan perilaku individu dengan menggunakan pendekatan teorimodel kepercayaan kesehatan, teori tindakan beralasan dan perilaku yang direncakanan, dan