• Tidak ada hasil yang ditemukan

BUKU AS LAKSANA bagus dan rekomended

N/A
N/A
Agung Lilik Prasetyo

Academic year: 2023

Membagikan "BUKU AS LAKSANA bagus dan rekomended"

Copied!
96
0
0

Teks penuh

(1)

1 | P a g e

BUKU 1

(2)

2 | P a g e

(3)

3 | P a g e

Arul Chandrana Community

Bekerja Sama Dengan

A.S. Laksana

Didukung oleh

Buku Untuk Semua

Mempersembahkan:

(4)

4 | P a g e

(5)

5 | P a g e

(6)

6 | P a g e

Bagaimana Menjadi Penulis Paling Cepat di Muka Bumi

Oleh : A.S. Laksana

Terbitan pertama: Juli 2011 (format Pdf) Tata letak dan isi: Arul Chandrana

Disajikan oleh : Arul Chandrana Community Bekerja sama dengan: Program Buku Untuk Semua

Anda dapat menggandakan, memperbanyak, mengedarkan, membagikan, menghadiahkan, menyebarkan, dan segala kata kerja varian dari kata-kata tersebut

di atas kepada teman, sahabat, kekasih, guru, kenalan, bekas pacar, paman, tante, tetangganya keponakannya temannya mantan dosen, atau siapa saja yang Anda

pikir perlu membaca buku ini.

Anda terbebas dari sanksi hukum apapun, bebas dari kurungan sedetik sekalipun dan bebas dari denda se-seratus rupiah pun atas segala tindakan menggandakan, memperbanyak, mengedarkan, membagikan, menghadiahkan atau menyebarkan

buku ini.

SEGALA PERTANYAAN, KOMENTAR, DUKUNGAN, KRITIK DAN SARAN BISA DIALAMATKAN KE:

Email : archandrana@gmail.com

Facebook : www.facebook.com/arul.chandrana/

Blog : http://www.arulchandrana.wordpress.com/

Alamat Kantor:

Nomor HP: 085731203###

Jika Anda menemukan cacat produksi atau apapun yang tidak mengenakkan dalam buku ini, silahkan hubungi alamat yang tertera di atas.

(7)

7 | P a g e Arul Chandrana Community (ACC) adalah sebuah komunitas pembaca dan media

berbagi segala hal yang bermanfaat bagi setiap anggotanya.

Anda atau siapa saja yang berminat atau sependapat dengan kami dapat bergabung di group facebook kami.

Buku Untuk Semua (BUS) adalah sebuah program yang digagas oleh Arul

Chandrana bertujuan untuk menyediakan bacaan gratis bagi semua orang.

Anda dapat mendapatkan semua buku „terbitan‟ BUS tanpa harus membayar dan diperkenankan untuk menyebarkannya kepada siapapun tanpa terkena sanksi

hukum apapun seringan apapun.

Dapatkan buku gratis terbaru kami dengan mengunjungi:

http://www.arulchandrana.wordpress.com/

(8)

8 | P a g e

Pintu Pembuka

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan waktu, kesempatan, kemampuan dan kekuatan untuk menyelesaikan semua yang telah direncanakan. Karena tanpa bantuan-Nya, tidak akan pernah sampai sejauh ini.

Terimakasih tak terhingga juga saya ucapkan kepada A.S. Laksana, seorang penulis, sastrawan sekaligus pengajar, yang telah bermurah hati mengijinkan karya- karyanya dalam bidang tulis menulis untuk dibukukan dan disebarkan dengan gratis.

Bagaimana Menjadi Penulis Paling Cepat di Muka Bumi adalah kumpulan artikel A.S Laksana tentang menulis (Creatif Writing) yang terposting di Blog Ruang Berbagi. Semua naskah yang ada di sini sebagian besar disusun berdasarkan tanggal terbitnya dan tidak ada sedikitpun perubahan. Sebagian artikel menyertakan komentar pembaca karena diskusinya menambah informasi yang sesuai tema yang sedang dibahas.

Buku Untuk Semua adalah sebuah program yang mengusahakan tersedianya bacaan gratis dan bermutu bagi semua orang. Program ini tidak untuk profit, penulis dan penggagas tidak mendapatkan imbalan sepeser pun atas beredarnya buku ini.

Semua orang bisa mendapatkan buku terbitan Buku Untuk Semua dan bebas mengedarkannya kepada siapa saja.

Jika Anda merasa buku ini bagus, bermanfaat, layak baca, layak edar, maka hal yang bisa Anda bagi untuk para pembaca lainnya adalah mengusahakan agar buku ini bisa sampai pada semua orang. Kami akan sangat berterimakasih jika anda turut serta dalam menyebarkan buku ini sebagai bagian dari kampanye Buku Untuk Semua. Ke depan, akan ada lebih banyak buku dan lebih beragam dalam jenisnya.

Terakhir, selamat menikmati bacaan yang hebat dan mengubah ini. Berbagilah dengan kami setelah Anda menghasilkan karya-karya luar biasa selepas mempelajari tips-tips yang tersaji di sini. Selamat berkreasi.

Penggagas

Arul Chandrana

(9)

9 | P a g e

“Bagaimana menemukan gagasan dan mengembangkannya?” Itu sering sekali ditanyakan. Seolah-olah menulis hanyalah soal GAGASAN. Mereka tidak berpikir bagaimana dengan dialog, deskripsi, plot, penokohan, metafora, membuka cerita, menutup

cerita, memfokuskan cerita, membangun konflik, point of view, setting, menyiapkan outline, menyiapkan blueprint, dan bagaimana

selalu tahu apa yang harus ditulis.

Status Facebook A.S. Laksana (07/07/2011, 09:17 pm)

(10)

10 | P a g e Aturan Pertama Menulis Buku: Tentukan Deadline!

21 December 2010

Aturan kedua juga begitu. Aturan ketiga sama saja. Beri batas waktu kapan anda akan menyelesaikan buku anda.

Satu hal yang saya benci pada kebanyakan orang, dan terutama pada diri saya sendiri, adalah kegemaran menunda segala sesuatu. Padahal urusannya jelas: Jika sesuatu berharga untuk dikerjakan, kerjakan segera. Dan beri ia deadline. Sesuatu yang berharga dan tidak anda beri deadline, itu berarti ia tidak berharga sama sekali.

Karena itu anda tidak akan kunjung mengerjakannya.

Maka, tinggalkan saja ia. Kerjakan urusan lain yang bisa anda lakukan secepatnya.

Misalnya bikin kopi, merokok, atau mengunjungi tempat-tempat ramai. Di mana pun boleh, asal ada keramaian dan nikmati saja. Pikiran anda akan lebih ringan karena tidak terbebani oleh keinginan menulis, apakah itu menulis kreatif atau menulis tidak kreatif.

Tetapi jika anda masih ngotot bahwa buku anda berharga untuk dikerjakan, mulai sekarang anda harus menentukan kapan ia akan anda rampungkan. Jika anda tidak memberinya deadline, lupakan saja—sebagus apa pun buku itu menurut anda nantinya. Mungkin lebih baik anda ikut kursus menjahit atau kursus montir.

Barangkali ada nasib baik di sana ketimbang terus-menerus ―ingin menulis‖ tetapi tidak pernah benar-benar menulis.

Saya menulis ini karena berkali-kali menjumpai teman-teman yang selalu punya hasrat berkobar-kobar untuk menulis, dan masih tetap seperti itu bertahun-tahun kemudian. Kesalahan terbesar mereka adalah tidak pernah ada batas waktu kapan sebuah buku harus diselesaikan. Dan karena itu mereka juga tidak pernah tahu kapan sebuah buku akan dimulai penulisannya.

Padahal berita-berita gosip pun ada deadline-nya. Anda boleh tanyakan hal ini kepada para wartawan gosip. Mereka bekerja diuber-uber deadline untuk sekadar menulis, misalnya, Rahma Azhari bermesraan dengan pelatih sepakbola Filipina.

Sekiranya anda baru menyelesaikan penulisan gosip semacam ini empat minggu dari sekarang, berita itu sudah tidak menarik. Rahma Azhari mungkin sudah akan bermesraan dengan orang lain lagi--mungkin seorang pawang kuda atau pelatih

01

(11)

11 | P a g e sirkus.

Jadi, aturan pertama, kedua, ketiga, dan seterusnya untuk menulis buku adalah anda harus memberi deadline jika anda benar-benar ingin menulis buku tersebut. Semakin cepat anda bekerja, semakin baik. Sebulan satu boleh. Dua bulan satu tak apa-apa.

Enam bulan satu oke saja. Saran saya tidak akan berubah: Bekerjalah cepat. Orang- orang yang produktif jelas memiliki pengalaman kerja lebih banyak dibandingkan orang-orang yang menyelesaikan satu buku dalam 20 tahun atau lebih. Karena itu, mereka lebih terampil. Saran berikutnya, sebaiknya buku anda sudah selesai sebelum cucu ketiga anda lahir.

(12)

12 | P a g e Satu Lagi tentang Deadline dan Bagaimana Merancang Penulisan Buku Anda

22 December 2010

Kita bicara tentang Parkinson's Law sekarang. Dan itu tidak berhubungan sama sekali dengan simptom buyuten yang diidap oleh petinju pujaan saya Muhammad Ali.

Anda ingat kebiasaan anda dalam urusan dengan pekerjaan apa pun? Kapan anda menyelesaikan tiap-tiap pekerjaan anda? Biasanya pada batas-batas terakhir.

Masalahnya, bagaimana jika anda tidak menentukan batas akhir? Pekerjaan anda tidak akan pernah selesai.

Itulah kecenderungan orang yang dicermati oleh Cyrill Northcote Parkinson. Dalam kolomnya di The Economist tahun 1955, penulis dan sejarawan Inggris Inggris ini menulis kalimat pembuka: "Work expands so as to fill the time available for its completion."

Kalimat itulah yang sekarang dikenal sebagai Parkinson's Law.

Ia mengingatkan bahwa setiap urusan selalu akan memakan seluruh waktu yang disediakan untuknya. Urusan menulis kreatif maupun menulis tidak kreatif saya kira tercakup juga di dalamnya, tidak peduli bahwa penulis suka berdalih aneh-aneh mulai dari tidak ada mood untuk menulis sampai terserang writer's block. Jika anda tidak memberi batas akhir, misalnya, kapan buku anda harus selesai, anda tidak akan pernah menyelesaikannya. Sebab waktunya akan terentang panjang sekali hingga tiba hari kiamat.

Karena itu deadline adalah elemen terpenting dalam penulisan. Dan yang juga penting adalah merancang bagian-bagian dari pekerjaan itu. Meskipun anda sudah menetapkan deadline bahwa buku anda sudah harus selesai tanggal 29 Desember, anda tidak mungkin mengebut penulisan novel dalam satu malam.

Untuk itu, anda hanya perlu sedikit membuat perencanaan. Bagaimanapun penulisan buku terdiri atas beberapa pekerjaan: membuat outline, melakukan riset, menulis draft, mengedit draft yang sudah selesai, dan sebagainya.

02

(13)

13 | P a g e Katakanlah anda memberi waktu penulisan buku anda dalam sebulan dari sekarang.

Yang pertama-tama perlu anda lakukan adalah:

1. Menulis outline. Tidak ada tawar-menawar tentang outline. Bikinlah outline serinci mungkin--bab demi bab, sehingga anda selalu tahu apa yang harus anda tulis.

2. Melakukan riset yang anda perlukan.

3. Menulis sehari satu bab. Ini bisa anda lakukan lebih mudah ketika anda menyiapkan outline.

4. Mengedit ketika seluruh buku anda sudah selesai.

Jadi, jangan pernah bilang bahwa buku anda sangat penting bagi anda, dan

bagaimanapun anda perlu menyelesaikannya, jika anda tidak memberikan deadline untuknya.

(14)

14 | P a g e Apakah Anda Melakukan Kesalahan dalam Penulisan?

08 December 2010

Saya juga sering melakukannya.

Banyak sekali kesalahan. Saya kadang bahkan merasa ngeri membaca cerpen- cerpen atau tulisan saya yang sudah telanjur dimuat. Selalu ada kesalahan ketika saya mencoba membaca ulang. Selalu ada ketololan yang saya lakukan pada tulisan-tulisan itu, apa pun bentuk ketololan tersebut.

Untuk itu, hiburan terbaiknya adalah, ―Tidak ada orang yang bebas dari kesalahan.

Tunjukkan satu saja di planet ini yang tidak membuat kesalahan, anda tak akan menemukannya pada mereka yang bernyawa.‖ Saya kira memang hanya orang mati yang tidak membuat kesalahan. Oh, ada satu lagi, yakni orang yang tidak

mengerjakan apa pun.

Ketika menjumpai ketidakberesan pada tulisan-tulisan yang sudah telanjur dimuat itu, sering saya berjanji untuk tidak melakukan kesalahan di kesempatan berikutnya.

Namun, itu hanya menjadi semacam janji palsu yang sering susah ditepati. Saya masih kerap melakukan kesalahan. Apa boleh buat. Saya masih hidup dan masih ingin terus menulis. Dan, anda tahu, kesalahan bisa terjadi oleh berbagai sebab:

ketidakcakapan, keteledoran, sikap abai, kelelahan, dan sebagainya.

Hiburan lain untuk kesalahan yang masih terus terjadi adalah para juara juga sering melakukan kesalahan. Mungkin penting bahwa kita bisa bersih dari kesalahan, kalau itu bisa. Tetapi yang lebih penting adalah apa yang anda lakukan setelah anda melakukan kesalahan. Saya kira begitulah kita mengembangkan diri. Begitu pula penulis mengembangkan diri: selalu menulis lebih baik pada kesempatan berikutnya dengan menyadari kekeliruan yang ia buat di waktu-waktu sebelumnya.

Hanya dengan sikap semacam itu maka Kesalahan bisa menjadi sebuah sumberdaya yang penting bagi seorang penulis. Ia akan menjadikan anda

berkembang lebih baik. Jika tidak, anda membuang kesempatan besar untuk belajar dan meningkatkan diri.

03

(15)

15 | P a g e Karena itu silakan anda melakukan kesalahan. Silakan menulis buruk. Jadikan itu alasan untuk terus menulis dan menghasilkan tulisan yang lebih baik.

(16)

16 | P a g e Kenapa Outline tidak Membantu Anda Menulis

29 December 2010

Berapa lama waktu yang anda perlukan untuk membikin outline? Bisa sehari, bisa berminggu-minggu, bisa berbulan-bulan. Karena saya menginginkan anda menulis cepat, maka, saran saya, sebaiknya anda menulis outline paling banter sehari saja.

Di kelas penulisan yang saya ajar penulisan outline memerlukan waktu seminggu. Itu karena kelas berlangsung seminggu sekali. Minggu pertama tugas diberikan,

seminggu kemudian dikumpulkan. Sebagian mengumpulkan outline pada waktunya, jelek-jelek. Sebagian tidak mengumpulkan pada waktunya dan baru mengumpulkan minggu depannya lagi atau minggu depannya lagi, juga jelek-jelek.

Hampir semuanya menulis outline seperti cara anak SMP mengerjakan PR tentang outline yang diberikan oleh guru mereka. Mungkin tugas membuat outline memang mengingatkan mereka pada pelajaran yang menjemukan di SMP. Dan mereka merespons permintaan saya seperti anak-anak sekolah merespons tugas yang diperintahkan oleh guru.

Terus terang, ketika SMP, saya sendiri tidak menyukai pelajaran menulis outline itu.

Kenapa tidak pernah diajarkan cara lain yang lebih menyenangkan dan lebih membantu penulisan? Dengan outline seperti yang anda dapatkan di sekolah itu, anda memang tidak akan bisa menghasilkan kelancaran dan kecepatan menulis.

Anda tidak akan semakin terampil menulis sebab outline itu rasa-rasanya tidak memberi kemudahan. Dan saya setuju: membuat outline semacam itu adalah kesulitan tambahan.

Mungkin anda mengalami trauma berat dengan pelajaran di sekolah ketika guru bahasa Indonesia meminta anda membuat outline. Selain membosankan prosesnya, anda tidak pernah sungguh-sungguh bisa membuat tulisan ketika anda sudah

menyelesaikan outline anda. Jadi, untuk apa sebetulnya menulis outline jika itu tidak membantu sama sekali?

Anda memerlukan outline dalam bentuk lain, yang sama sekali berbeda dan benar- benar sesuai dengan cara menulis anda. Terutama sekali, yang sesuai dengan cara bekerja pikiran anda. Sebelum anda mengenal teknik atau strategi penulisan apa

04

(17)

17 | P a g e pun, anda menulis dengan cara menulis begitu saja. Ada sesuatu yang terlintas dalam pikiran, anda menulis. Ada hal yang ingin anda tulis, anda menulis. Anda menulis catatan harian, anda menulis surat, anda menulis karangan di sekolah.

Semuanya anda tulis begitu saja tanpa outline. Itu cara yang paling awal anda kenal dalam pelajaran mengarang. Di masa-masa awal pelajaran mengarang di sekolah dasar, guru biasanya hanya menyodori anda tema, misalnya berlibur di rumah nenek. Dan apakah guru mengajari anda menulis outline? Tidak. Mereka hanya mengatakan, ―Selesai tidak selesai harus dikumpulkan!‖

Pengalaman-pengalaman pertama dalam pelajaran menulis itulah yang membangun kebiasaan anda untuk menulis tanpa outline. Karena itu bekerja dengan outline adalah hal baru dan hal asing bagi kebiasaan anda menulis. Dan, sialnya, hal baru itu justru memberi kerumitan lain ketika anda harus berkutat dengan pikiran utama, kalimat utama, inti paragraf, dan sebagainya. Anda tidak benar-benar merasakan manfaat menulis dengan outline.

Tapi saya tahu cara membuat outline yang akan menjadikan anda menulis lebih mudah dan lebih cepat.***

(18)

18 | P a g e Seperti Lagu Saykoji: “Outline! Outline!”

27 December 2010

Saya terbiasa menguber para peserta di kelas penulisan yang saya ajar untuk

menyetorkan outline novel mereka. Itu membuat saya terdengar seperti guru sekolah yang memberi tugas tidak menarik kepada para siswanya.

Tentu saja saya tidak sendirian dalam urusan outline ini. Beberapa penulis juga mengatakan bahwa ia selalu menulis dengan outline. Dan penulis yang

menggunakan outline pasti akan menganjurkan anda menyiapkan outline sebelum anda menulis. Outline akan memudahkan anda menulis. Outline akan menjadikan anda lebih fokus dalam menggerakkan tulisan anda. Outline akan membuat anda tahu apa yang harus ditulis. Outline akan membuat gagasan anda terstruktur rapi.

Ketika saya menyampaikan itu semua, para pendengar yang ada di kelas biasanya tidak antusias mendengarnya. Mungkin anda juga seperti itu. Nasihat tentang outline akan terdengar seperti saran paling mengerikan yang pernah anda dengar—ketika anda membayangkan harus menulis outline yang anda kenali selama ini.

Mungkin anda lebih terpukau pada ucapan lain: ―Saya lebih suka membebaskan diri saya dalam penulisan. Saya menghargai spontanitas yang muncul di tengah-tengah penulisan. Saya selalu menulis dan membiarkan pikiran saya mengembara ke mana pun.‖

Oke, saya tahu bahwa banyak orang, termasuk mereka yang sudah sering menulis, mengatakan outline adalah sesuatu yang membelenggu keliaran dan spontanitas.

Pernyataan seperti ini akan sering dimunculkan oleh penulis fiksi. Sebagian dari mereka menyampaikan dalih mulia bahwa setiap karakter dalam cerita mereka memiliki ―nyawa‖ dan berhak menentukan jalan hidup mereka sendiri. Mereka memiliki takdir mereka sendiri. Penulis tidak berhak campur tangan terhadap jalan hidup setiap karakter di dalam cerita mereka. Biarkan mereka memutuskan akhir perjalanan mereka sendiri.

Terdengar indah? Ya, tetapi itu gombal belaka. Itu keindahan yang hanya akan membuat anda sesat di tengah jalan.

05

(19)

19 | P a g e Ketika anda menulis buku, fiksi maupun non-fiksi, anda harus memastikan bahwa anda tahu bukan saja apa yang akan anda tulis hingga rampung, melainkan juga kapan anda bisa menuliskannya dan bagaimana cara menuliskannya. Dan anda memerlukan outline yang akan membuat anda tahu apa yang akan anda tulis setiap hari sampai buku anda selesai.

Anda bisa memiliki pendapat anda sendiri tentang outline. Itu sekadar bagaimana orang memandang sebatang tongkat golf. Anda bisa menganggap tongkat golf sebagai alat pemukul anjing dan hanya melihatnya sebagai alat untuk menyakiti binatang kesayangan. Dengan satu pandangan itu, anda tidak melihat bahwa tongkat golf bisa digunakan sebagai tongkat penyangga tenda, atau alat pemetik buah-buahan, atau tongkat pengusir burung-burung bagi petani di sawah, atau alat untuk mengukur kedalaman genangan air jika anda ragu apakah bisa menyeberangi genangan itu atau tidak. Banyak yang bisa dilakukan dengan tongkat golf.

Begitupun dengan outline. Jika anda menyingkirkan prasangka negatif tentang outline, anda akan menemukan banyak hal bermanfaat di sana. Salah satunya, outline akan memudahkan anda bekerja menepati deadline. Dan anda akan menjadi penulis yang lebih produktif ketika anda berani membuat deadline pada setiap proyek menulis yang anda kerjakan.

(20)

20 | P a g e Masih seperti Lagu Saykoji: “Outline! Outline!"

28 December 2010

Saya akhirnya tahu kenapa hampir setiap peserta kelas penulisan tidak suka pada tugas membikin outline. Sebab rata-rata mereka tidak cakap membikin outline. Dan ketika harus membikin, outline mereka kebanyakan sangat buruk. Mereka seperti orang yang hendak mengerjakan pembangunan rumah, tetapi tidak memiliki rancangan arsitekturnya, tidak tahu cara membuat fondasi, tidak bisa membikin rangka. Dan akhirnya yang mereka bangun adalah sebuah gubuk.

Karena itulah saya kira kebanyakan orang lebih senang mendengarkan suara negatif tentang outline. Yah, dalam cara pandang yang sangat negatif, anda bisa

menganggap outline sebagai borgol yang mengekang proses penulisan anda. Anda bisa menganggapnya sebagai penjara yang mengekang keliaran anda. Anda bisa menganggapnya sebagai alat yang membuat anda bekerja normatif. Ringkasnya, untuk menjadi penulis yang hebat, outline harus dihindari jauh-jauh.

Anda tahu, semua pendapat di atas tentu ada landasannya. Orang enggan terhadap outline karena ―barang itu‖ memang sejauh pengalaman anda tidak benar-benar membantu. Ia bahkan memberi anda pekerjaan tambahan. Di sekolah dulu, pelajaran menulis outline selalu datang sebagai masalah lain dalam pelajaran menulis dan bukan sebagai alat untuk memudahkan kita menulis. Ia seperti kutuk yang didatangkan untuk membuat kita tidak nyaman.

Sekarang, ingat-ingat pertama kali anda belajar menulis. Sejak anda pertama kali bisa menyusun kalimat dan membuat paragraf-paragraf pendek, anda melakukannya tanpa outline. Anda sudah terbiasa seperti itu. Lalu guru bahasa Indonesia di sekolah memperkenalkan apa yang namanya outline. Dan itu adalah pelajaran yang sungguh membosankan. Akibatnya, ia gagal membuat anda lebih cakap dalam menulis dan segera anda lupakan.

Anda menulis karena anda senang menulis dan anda ingin menulis lebih mudah, bukan mendapatkan kesulitan baru dengan menulis outline. Lagi pula apa

pentingnya outline? Maka, sembari menolak outline, muncullah dalih yang sangat mulia itu: ―Setiap karakter dalam cerita saya adalah makhluk-makhluk hidup yang memutuskan jalan hidup mereka sendiri.‖

06

(21)

21 | P a g e Oh, sialan! Pelajaran mengarang di sekolah telah membuat saya kesulitan untuk meyakinkan murid-murid saya betapa pentingnya outline.

(22)

22 | P a g e Belajar dari Hipnotis: Kenapa Deskripsi Anda Perlu Melibatkan 5 Indra

07 December 2010

Salah seorang kawan, setelah tahu bahwa saya mendalami hipnosis, menanyakan apa yang membuat saya tertarik pada dunia itu dan apakah hipnosis benar-benar bermanfaat selain untuk lucu-lucuan belaka, sebagaimana yang dipertontonkan di televisi. Jawaban saya standar, ―Tentu saja sangat berguna.‖ Maksud saya, untuk kepentingan pemberdayaan (kosakata ini terasa wagu, tetapi saya tidak menemukan penggantinya), juga untuk menemukan kemungkinan lain yang berurusan dengan penulisan kreatif.

Saya mempelajari Ericksonian Hypnosis sudah beberapa tahun belakangan dan itu sungguh menyenangkan. Milton Erickson adalah hipnotis paling menakjubkan dalam sejarah hipnotisme modern. Kata Robert Pearson, koleganya, ―Erickson adalah pendekar yang membuat revolusi dalam dunia psikiatri hanya dengan satu tangan.‖

Itu pujian yang metaforis dan harfiah sekaligus. Dan Erickson, hipnotis yang paling manjur itu, bahkan hanya menggunakan tangan kirinya, meski ia bukan seorang kidal. Anda tahu, tangan kanannya lumpuh oleh dua kali serangan polio.

Bagi Erickson, bahasa dan metafora adalah perangkat ampuh untuk menundukkan pelbagai simptom yang harus ia tangani. Ia menyodorkan komunikasi berlapis-lapis melalui cerita yang ia sampaikan kepada pasiennya. Ia menggunakan selap-selip bahasa untuk mengacaukan dan kemudian memfokuskan perhatian orang. Dan ia menggunakan bahasa, dengan cara piawai, sebagai perangkat utama untuk menjangkau bawah sadar orang. Maka, ia tidak perlu menggunakan bandul, atau bola kristal, atau cermin berputar, atau mata elang, atau mendandani dirinya sehingga tampak seperti tukang tenung.

Pelajaran pentingnya, ketika komunikasi anda menjangkau bawah sadar lawan bicara, anda akan mampu berkomunikasi dengan orang lain lebih efektif.

Dari Erickson sesungguhnya saya tidak melulu belajar bagaimana cara membuat orang tidur. Lebih dari itu, ia menyadarkan kita betapa bahasa memiliki kekuatan luar biasa untuk membentuk perilaku manusia. Bahasa adalah produk pikiran. Dan pikiran adalah produk dari pengalaman. Jadi, tampaknya memang benar bahwa bahasa menunjukkan bangsa. Setiap orang mengungkapkan dirinya melalui bahasa.

07

(23)

23 | P a g e Dari bahasanya kita akan tahu apakah ia bangsa periang, bangsa frustrasi, bangsa paranoid, bangsa yang berlidah pahit, banga yang tak bisa dipercaya, dan

sebagainya.

Sekarang, apa hubungannya hipnosis dengan penulisan?

Anda tahu, segala yang memukau kita, baik itu buku, film, pidato, iklan, penampilan seseorang—pendeknya segala produk bahasa (verbal maupun non-verbal)—selalu mengandung unsur hipnotik di sana. Mereka bisa memaksa kita untuk memusatkan perhatian sejenak atau asyik masyuk beberapa jenak menikmati apa yang memukau kita. Ada novel yang bisa membuat kita betah berjam-jam membacanya dan ingin terus menggasak halaman demi halaman sampai rampung. Sebaliknya, ada novel- novel yang langsung menyiksa kita pada separuh halaman pertama.

Secara simpel kita bisa mengatakan bahwa orang betah berjam-jam membaca novel karena novel itu memang bagus. Dan orang ingin segera membuang sebuah novel karena barang itu tidak menarik.

Tetapi apa yang membuat yang satu menarik dan yang lain tidak?

Mari kita belajar dari hipnotis. Untuk membuat orang asyik masyuk dan mengalami trance, seorang hipnotis akan menggunakan bahasa yang mengaktifkan seluruh indra subjek hipnotiknya. Dengan demikian, pengalaman yang disugestikan akan benar-benar ―dialami‖ oleh subjek itu. Misalnya, subjek disugesti untuk mengalami lagi kejadian di masa kecilnya. Hipnotis yang cakap harus bisa membuat si subjek melihat, meraba, mencecap, membaui, dan mendengar segala sesuatu pada ruang dan waktu yang disugestikan, segalanya menjadi benar-benar hadir dan dialami oleh subjek sebagai pengalaman yang ―nyata‖.

Dan itulah kuncinya: sebuah novel yang baik akan membuat kita ―trance‖. Ia

membawa kita pada sebuah pengalaman ―nyata‖ di mana kita bisa melihat, meraba, mencecap, membaui, dan mendengar segala sesuatu yang berlangsung di dunia rekaan tersebut. Tulisan yang baik membuat kita ―hadir‖ di sana dan menjadi bagian dari ruang, waktu, dan rentetan peristiwa. Kita bisa bersimpati kepada salah satu karakter dan jengkel pada karakter lain, atau kita bisa mendapati sejumlah kesamaan dengan pengalaman kita sendiri.

(24)

24 | P a g e Dan salah satu cara untuk membuat pembaca anda "trance" adalah anda harus piawai melibatkan lima indera dalam tulisan anda. Hal itu akan membuat dunia rekaan anda menjadi ―nyata‖ bagi pembaca.

(25)

25 | P a g e Sang Mentor: Si Pembimbing Karakter Utama

06 December 2010

Dalam cerita Mahabarata, anda mengenal tokoh Kresna. Ia tokoh yang menemani ksatria Pandawa. Ia menguatkan hati Arjuna ketika ksatria penengah Pandawa itu ragu-ragu menjalani perangnya dengan Kurawa, yang tidak lain adalah saudara- sudaranya sendiri. Di pihak Kurawa ada orang-orang tua dan guru yang sangat ia hormati dan ia junjung tinggi dan Arjuna tidak memiliki kesanggupan hati berperang melawan mereka. Tetapi Kresna membuat Arjuna yang sudah nglokro dan hendak menarik diri dari peperangan itu menemukan alasan yang tepat untuk menjalani peperangannya.

Kresna adalah tokoh yang sangat dihormati Pandawa. Ia penasihat yang memberi landasan kenapa perang harus terjadi dan kenapa Arjuna harus menjalani

perangnya. Tokoh utama cerita anda kadang membutuhkan orang seperti Kresna, seseorang yang memiliki perspektif berbeda dalam memandang persoalan, seseorang yang mendukung tindakan karakter utama anda, seseorang yang menopang upaya karakter utama untuk mencapai tujuannya.

Orang seperti ini dibutuhkan oleh tokoh utama anda karena ia acapkali kehilangan kejernihan dalam memandang persoalan. Acapkali ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan. Acapkali ia membutuhkan pendapat orang lain untuk meneguhkan diri. Ia membutuhkan orang lain sekadar untuk berbagi.

Namun orang ini tidak selalu hadir. Ketika tokoh utama menghadapi krisis, ia

mungkin membutuhkan orang ini tetapi orang ini tak ada, sebab pada akhirnya tokoh utama anda harus menyelesaikan segala urusannya sendiri dan ia

menyelesaikannya dengan seluruh kecakapan yang ia miliki.

Catatan lain, karakter ―mentor‖ semacam ini tidak selalu harus orang bijak seperti Kresna bagi Pandawa atau Obi Wan Kenobi bagi Luke Skywalker dalam Star Wars.

Ia bisa saja seorang kopral yang suka menghukum dalam film-film ―ABRI‖ ala Hollywood, seorang bos yang galak, dan sebagainya. Pada dasarnya, ia adalah orang yang ―membimbing‖ atau menguatkan karakter utama dan membuatnya siap menghadapi situasi tersulit nantinya.

08

(26)

26 | P a g e Bagaimana Menjadi Penulis Paling Cepat di Muka Bumi

05 December 2010

Karena mengajar penulisan, saya menjadi sangat penasaran untuk terus mencari tahu strategi menulis kreatif yang dilakukan oleh para penulis yang bisa

menghasilkan banyak buku. Dalam urusan ini, saya tidak melakukan pembedaan apakah ia penulis karya sastra atau penulis novel populer. Yang saya ingin tekankan adalah strategi apa yang ia gunakan sehingga ia bisa menulis cepat dan produktif.

Tentang kualitas tulisan, itu tentu berhubungan erat dengan seberapa luas wawasan seseorang. Dan di sinilah pengalaman membaca menjadi sangat penting--kalau bukan yang utama.

Sejauh ini, penulis paling produktif di muka bumi adalah Barbara Cartland.

Sepanjang hidupnya ia telah menulis 623 novel. Dan bagaimana ia bisa

menghasilkan novel sejumlah itu? Ia bicara. Ia mendiktekan ucapannya kepada asisten steno, kemudian asisten lain akan memindahkan tulisan steno itu menjadi draft novel yang selanjutnya akan diedit oleh Barbara Cartland. Dengan cara itu ia bisa menyelesaikan sebuah novel dalam waktu seminggu.

Jika anda mengikuti cara menulis sebagaimana yang dilakukan oleh Barbara

Cartland, niscaya anda bisa menulis dalam waktu yang sangat cepat dan tidak akan ada yang bisa menghentikan produktivitas anda menulis. Anda tidak akan

mengalami writer‟s block sebab anda bicara. Dan anda bahkan akan lebih efektif dibandingkan Barbara; anda bisa menjinjing ―asisten steno‖ anda ke mana-mana. Ia akan selalu menemani anda, ke mana pun anda pergi. Ia akan mendengar omongan anda, dan akan ―mencatat‖ seluruh ucapan anda kapan pun anda mendiktekan cerita anda kepadanya. Ia ada di saku anda. Bukankah anda bisa menggunakan

handphone anda sebagai alat perekam? Dialah ―asisten steno‖ anda.

Saya kira anda perlu melatih keterampilan menulis dengan cara bicara seperti Barbara Cartland melakukannya. Mengingatkan lagi ucapan Laurence Sterne, orang Inggris penulis novel Tristram Shandy, konon menulis akan mudah sekali jika

dilakukan seperti anda bicara. Dan pasti akan jauh lebih mudah dan lebih cepat jika anda melakukannya bukan "seperti", melainkan benar-benar bicara. Karena itu anda perlu membiasakan diri dengan perangkat yang akan sangat membantu kecepatan

09

(27)

27 | P a g e menulis anda. Dengan cara itu, anda bisa menghasilkan 200 kata hanya dalam waktu paling banter 3 menit. Dengan cara itu anda hanya membutuhkan paling lama 45 menit untuk mendapatkan 3.000 kata. Itu cukup untuk satu bab. Ketika anda bisa menyelesaikan satu bab dalam waktu 45 menit, siapa lagi yang bisa lebih cepat dari anda?

Itu berarti jika anda punya waktu dua jam saja setiap pagi hari, anda bisa

menyelesaikan paling tidak dua bab buku anda. Dengan kecepatan seperti itu, dalam empat pagi hari anda sudah akan menyelesaikan 8 bab. Yah, kecepatan anda

kurang lebih setara dengan kecepatan Edward de Bono saat ia menyelesaikan Buku Tentang Kearifan dalam waktu 4 pagi hari.

KOMENTAR UNTUK ARTIKEL INI

cicilia anggraini said...

halo mas laksana... kalau menurut saya ada hal lain yang lebih penting daripada produktivitas seorang penulis, yaitu kualitas tulisannya. untuk apa ngebut menulis, kalau ternyata tulisan yang dihasilkan biasa-biasa saja (walau menulis tentu bukan utk mengejar sesuatu yang luar biasa).

sebaliknya ada yang menggarap bukunya dengan memakan waktu lumayan lama, dan hasilnya bisa sangat memuaskan, semisal buku itu menjadi bestseller atau mendapat pujian dari para kritikus sastra.

ngomong-ngomong, saya mencari buku mas Laksana yang Bidadari Mengembara itu, tapi di mana pun di tempat saya (saya tinggal di Manado) sudah tidak menjualnya lagi. apa boleh saya pesan langsung dari anda mas?

December 07, 2010 6:58 AM

A.S. Laksana said...

Mbak Cicilia, saya sepakat mengenai kualitas, tetapi tetap penasaran tentang hal lainnya, yakni apakah benar bahwa untuk menulis buku bagus harus lama. Robert Louis Stevenson menulis bukunya yang terkenal "The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde" (lebih dikenal dengan "Dr. Jekyll and Mr.

Hyde" saja) dalam waktu hanya 72 jam. Kalau ia bekerja 3 jam sehari, novel itu selesai hanya 24 hari. Kalau ia bekerja 6 jam sehari, novel itu hanya

(28)

28 | P a g e memerlukan waktu penulisan 12 hari. Jadi, dengan penulisan yang sangat cepat, R.L. Stevenson bisa mempertahankan kualitas.

Shakespeare pastilah juga penulis cepat. Karena itu ia bisa menulis 38 naskah drama, 6 buku puisi, dan 13 buku lainnya. Total 57 biji. Orang Inggris lain, Charles Dickens, sepanjang hidupnya menulis paling sedikit 20 novel, 4 kumpulan cerpen, dan 9 buku non-fiksi, kumpulan puisi, dan naskah drama.

Total 33 buku.

Gabriel Garcia Marques, pemenang Nobel Sastra 1982 dari Kolombia, menulis 6 novel, 4 novela, 3 kumpulan cerpen, 7 buku non-fiksi. Tergolong tidak produktif dibandingkan dua orang Inggris di atas. Namun jumlah bukunya lumayan juga, 20 judul.

Edward de Bono menerbitkan buku pertamanya tahun 1967. Dan 42 tahun kemudian, di tahun 2009, ia masih juga menerbitkan buku. Itu bukunya yang ke-44. Ia produktif dan panjang nafas rupanya. Ia tidak menulis sastra, tetapi buku-bukunya tentang metode berpikir sangat dipercaya orang.

Agatha Christie tidak menulis sebanyak Barbara Cartland, tetapi jumlah bukunya lumayan, sekurangnya 122 judul. Ada 66 novel dengan nama asli, 6 novel dengan nama samaran, 22 kumpulan cerpen, 17 naskah drama, 4 sandiwara radio, 1 film tivi, 2 non-fiksi, dan 4 buku ditulis bersama penulis lain. Agatha memang tidak pernah dianggap penulis sastra, tetapi ia masuk dalam kategori kedua anda, penulis buku best-seller. Menurut Guinness Book, ia penulis best-seller sepanjang masa. Penjualan seluruh bukunya mencapai angka 4 miliar eksemplar. Hanya kalah oleh Injil.

Saya selalu penasaran, dan iri, pada orang-orang seperti itu. Mereka menulis cepat, dan mereka menulis bagus. Saya kira setiap orang yang terampil memang selalu bisa bekerja cepat. Dan karena mereka bekerja cepat, waktu mereka justru tidak habis hanya untuk menulis. Mereka justru punya banyak waktu untuk membaca dan lain-lainnya.

Itu soal pertama, Mbak.

Yang kedua, soal buku Bidadari yang Mengembara, tentulah buku itu sudah

(29)

29 | P a g e tidak ada di pasaran. Saya punya beberapa eksemplar di rumah. Bisa saya kirimkan satu ke anda kalau anda memberi saya alamat. Salam.

December 07, 2010 9:11 AM

(30)

30 | P a g e Cara yang Lebih Baik untuk Memperkenalkan Karakter Anda?

04 December 2010

Penulis-penulis zaman dulu lazim memperkenalkan tokoh utamanya dengan deskripsi langsung yang sering sangat panjang. Perempuan itu seorang yang berbakti kepada orang tuanya dan ia cantik. Dagunya seperti lebah bergantung, kumisnya melintang seperti sepasang pedang, dengan lesung pipit, dengan suara yang menggeledek seperti petir, dan sebagainya.

Sekarang cerita anda akan terasa menjemukan jika anda menggunakan cara itu untuk memperkenalkan tokoh-tokoh anda. Menulis cerita sering tak beda dengan pengalaman keseharian. Ingat-ingatlah, misalnya, perkenalan anda dengan seseorang. Anda tidak akan mengenal semua hal yang ada pada orang tersebut dalam satu kesempatan.

Sekali waktu anda merasa orang itu menunjukkan kualitas tertentu, mungkin dalam sebuah pengalaman anda dengannya di warung makan. Di waktu lain dan di tempat lain dan dalam situasi lain, orang itu menunjukkan kualitasnya yang lain. Di waktu yang lain lagi, ketika anda bertemu dengannya, ia menampakkan kualitas yang berbeda lagi.

Anda mengenal seseorang satu demi satu dalam beberapa waktu, sampai anda nanti memutuskan untuk berteman atau bermusuhan dengan orang itu, atau

meninggalkannya, atau menganggapnya tidak ada. Dengan kata lain, pengetahuan anda tentangnya tidak datang dalam satu waktu.

Demikian pula karakter anda muncul kepada pembaca. Pembaca mengenal siapa tokoh utama itu melalui setiap tindakan dan respons dia atas segala sesuatu, bukan dari penjelasan anda bahwa dia adalah orang yang seperti ini atau seperti itu. Beri kesempatan kepada pembaca untuk mengenali sendiri bagaimana karakter itu dalam sepanjang pengalamannya membaca buku.

10

(31)

31 | P a g e Kenapa Pembaca Mengingat Karakter-Karakter Anda?

02 December 2010

Setiap penggemar tinju ingat bagaimana Muhammad Ali melakukan sesuatu kepada lawan-lawannya. Setiap penggemar bola ingat apa yang dilakukan oleh Maradona: ia mencetak dua gol yang akan terus dikenang orang. Pertama, gol tangan Tuhan Kedua, gol ―giringan setan‖. Ia menggiring bola dari lapangan tengah, melewati 6 pemain Inggris, mengecoh kiper Peter Shilton, dan memasukkan bola ke gawang yang sudah tidak ada penjaganya. Begitupun setiap penggemar kungfu akan ingat bagaimana Bruce Lee melakukan apa yang membuatnya dikenang orang hingga sekarang.

Cerita anda adalah kisah tentang seseorang yang terlibat di dalam sebuah dunia spesial. Maksud saya, situasi yang berbeda dari keseharian. Ia harus menghadapi semua masalah yang dihadapinya sepanjang perjalanan. Ia harus mengatasinya. Ia harus melakukan sesuatu yang spesial untuk mengatasi situasinya.

Itu bukan situasi keseharian, dan karena itu sering tidak bisa diatasi dengan cara yang biasa-biasa saja. Tentu saja ia memiliki latar belakang yang membentuk kepribadiannya. Dan bagaimana segala kualitas pribadi yang terbentuk di dunia normal itu ketika ia dihadapkan pada dunia yang tidak biasanya? Bagaimana

seorang rakyat jelata seperti Ken Arok harus bertindak ketika ia jatuh cinta pada Ken Dedes, permaisuri Tunggul Ametung? Ia melakukan segala sesuatu yang bisa dan harus ia lakukan untuk merebut perempuan yang konon akan melahirkan raja-raja di tanah Jawa itu.

Maka, begitulah, dengan cara yang diingat orang hingga sekarang, Ken Arok merebut perempuan itu dari suaminya dan memperistrinya dan keturunannya menjadi raja-raja di tanah jawa. Saran saya, buatlah karakter anda melakukan tindakan yang akan membuat pembaca terus mengingatnya.

11

(32)

32 | P a g e Merajalelanya Sekte Pemuja Matahari

01 December 2010

Saya berjumpa dengan belasan matahari dan belasan pagi hari yang dijadikan adegan pembuka pada naskah-naskah yang diikutkan dalam lomba penulisan novel DKJ tahun ini. Secara keseluruhan, ada puluhan pembukaan yang dimulai dengan pemandangan alam, tetapi matahari dan pagi hari adalah dua pembukaan yang paling merajalela.

Jika ini keumuman dalam novel Indonesia, hindarilah. Penulis yang baik seringkali memerlukan upaya serius untuk menghindari keumuman. Dan jika anda

menganggap pembukaan adalah hal yang sangat penting bagi novel anda, bukalah novel anda dengan sesuatu yang memaksa pembaca untuk melanjutkan

pembacaannya.

Dalam buku creative writing (atau sebuah buku tentang ―bagaimana cara membuat tulisan buruk‖), saya menyampaikan salah satu strategi yang bisa digunakan untuk menghindari keumuman itu, ialah strategi 3 kata. Dengan 3 kata, anda akan terhindar dari kebiasaan yang tampaknya sudah menjadi ―otomatis‖ bagi dunia penulisan kita, yakni membuka novel dengan matahari, pagi hari (dengan variasi embun pagi atau kokoh ayam jantan atau, lagi-lagi, matahari pagi), hembusan angin, dan sebagainya.

Saya tentu tidak berhak melarang siapa pun membuka novelnya dengan matahari atau pemandangan alam. Yang saya sampaikan di sini hanyalah sebuah tawaran.

Bahkan kalaupun anda adalah anggota sekte pemuja matahari atau anggota komunitas pecinta alam, saya kira anda perlu juga mencoba cara lain untuk membuka sebuah novel.

Kecenderungan lain dalam naskah-naskah yang harus saya nilai itu, karena saya menyanggupi jadi juri, adalah gairah yang menyala-nyala untuk berfilsafat (atau membuat definisi-definisi tentang hidup, misalnya, atau kesedihan atau penderitaan dan sebagainya yang tidak tertanggungkan oleh penulisnya sendiri).dalam

pembukaan novel.

Lagi-lagi, harus saya katakana bahwa saya tidak berhak melarang kecenderungan

12

(33)

33 | P a g e berfilsafat. Dan pastilah saya akan dilaporkan ke polsek terdekat jika berani

melarang orang berfilsafat atau menyampaikan kearifan-kearifan dalam pembukaan novel. Hanya kadang-kadang itu tak tertangani dengan baik. Itu saja masalahnya.

(34)

34 | P a g e Apa Artinya Nama bagi Tokoh Fiksi Anda?

Melalui Romeo, Shakespeare mengajukan pertanyaan: Apa arti sebuah nama?

Tetapi saya kira ia sendiri menganggap penting nama dalam cerita-ceritanya.

Banyak nama dalam cerita-ceritanya tetap kita kenal hingga sekarang. Romeo, Juliet, Hamlet, Prospero, Ariel, dan sebagainya. Apa arti nama bagi cerita yang anda bikin?

Anda ingat nama-nama seperti Ali Topan, Karmila, Dr. Zhivago, dan sebagainya. Itu nama-nama karakter fiktif yang selalu bisa kita ingat. Karena nama itu bagus? Atau karena karakter mereka unik? Atau karena hal-hal tertentu dalam novel itu yang membuat kita mengingat namanya? Kita ingat nama Nyi Ontosoroh. Kita ingat nama Don Kisot, Frankenstein, Dracula, Guru Isa.

Asumsi sementara saya, setiap literatur besar selalu menggunakan nama yang

"tepat". Dan saya pernah punya teman yang pendapatnya saya ingat sampai sekarang. Kami sama-sama penggemar sepakbola, ia mengatakan bahwa pemain yang namanya susah diingat tidak mungkin menjadi bintang. Sebaliknya, "Pemain- pemain bintang pasti namanya mudah diingat," katanya. Pikiran saya melayap ke nama-nama bintang sepakbola: Pele, Maradona, Johan Cruyff, Beckenbauer, Puskas, Zidane, Messi, Kaka, Ronaldo, Romario, Pato, Zico, Socrates, Van Basten, Ruud Gullit, Cantona, Laudrup.

Itu semua memang nama-nama yang "mudah diingat". Jadi, apakah mereka bermain bagus dan orang mengingat nama mereka, atau apakah nama mereka membuat mereka bermain bagus?

Mungkin anda cenderung memilihkan nama yang unik bagi karakter-karakter dalam fiksi anda, tetapi saya kira patut dipertimbangkan juga faktor "mudah diingat" pada nama-nama itu. Siapa tahu karya anda akan dikenang sepanjang hayat.

Dan bagaimana dengan nama panggilan atau julukan?

Ini sesuatu yang penting juga anda pertimbangkan. Nama julukan seseorang biasanya mengandung riwayat tertentu, atau ia menyampaikan pesan tertentu. Apa yang anda pikir ketika teman anda memiliki nama Kliwon? Sekadar ia lahir pada pasaran Kliwon (dalam kalender Jawa ada pasaran Legi Pahing, Pon, Wage,

13

(35)

35 | P a g e Kliwon).

Atau ia bernama Karjono tetapi dipanggil Gentong? Julukan gentong itu pasti menyiratkan sesuatu. Mungkin ia berpostur gentong, atau bertabiat seperti gentong atau pernah kecebur di gentong. Yang jelas, julukan adalah sesuatu yang

dimunculkan secara spontan oleh masyarakat sekitar atau oleh teman-temannya dan itu seperti metafora untuk menyebut seseorang dengan sesuatu yang lain. Mungkin ada teman anda yang disebut kampret, cacing, dan sebagainya.

Nama-nama julukan akan memudahkan pembaca mengingat hal tertentu yang melekat pada tokoh fiksi anda.

KOMENTAR UNTUK ARTIKEL INI

Anonymous said...

melalui Juliet-lah Shakespear bertanya, what is in a name? Bukan Romeo...

hehehe...

December 04, 2010 8:01 PM

A.S. Laksana said...

Maaf, begitukah? Tapi saya kira tidak mungkin kalimat itu diucapkan oleh Juliet, sebab adegan dalam drama Shakespeare itu ringkasnya begini:

Suatu hari Juliet, putri keluarga Capulet, meratap karena cintanya kepada kepada Romeo, yang berasal dari keluarga Montague, lawan Capulet.

"O, Romeo, Romeo, mengapa demikian sulit kekasihku? Tolakkan ayahmu dan campakkan namamu! Atau, jika kau tak bisa, bersetialah untukku kekasih. Dan akulah yang akan menanggalkan Capulet-ku."

Pada saat mendengar itu, Romeo muncul dari tempat persembunyiannya dan menjawab: "Apa arti sebuah nama? Yang kita sebut mawar, disebut dengan nama lain pun akan sama harumnya."

(36)

36 | P a g e Jadi, saya pikir tidak mungkin adegan itu dibalik menjadi Romeo yang meratap di langkan jendela dan Juliet yang menyembul dari persembunyian dan menjawab: "Apa arti sebuah nama?"

Terima kasih atas diskusinya. Salam.

(37)

37 | P a g e Perihal Menulis seperti Bicara

16 September 2010

Menulis, ketika dilakukan secara benar, tak beda dengan orang bercakap-cakap.

Laurence Sterne (1713–1768), penulis Inggris kelahiran Irlandia; karyanya Tristram Shandy

Ada sebuah email dari seorang kawan yang saya terima berkaitan dengan gagasan

"menulis seperti kita bicara". Ia menulis cukup panjang yang intinya adalah pernyataan keberatannya terhadap gagasan tersebut. Menurutnya, "Bahasa tulis, bagaimanapun, berbeda dari bahasa lisan."

Untuk hal itu saya sepakat. Ketika masih menjadi wartawan, menemui narasumber dan mewawancarainya, saya selalu meyakini bahwa omongan narasumber tidak bisa dialihkan begitu saja ke bentuk tulisan. Anda harus mengeditnya sehingga kelisanan narasumber menjadi tulisan yang enak dibaca. Anda harus menata kalimat yang melompat-lompat, membuang kalimat yang tidak selesai, membereskan

pernyataan yang menggantung, dan sebagainya yang diperlukan agar "percakapan"

tersaji beres di hadapan pembaca.

Saya kira anjuran untuk menulis seperti bicara dimaksudkan agar kita bisa lebih lancar menyuarakan apa yang hendak kita tulis dan tidak bolak-balik mengkritik diri sendiri atau menimbang-nimbang kalimat hebat seperti yang harus kita tulis. Persis seperti kita bicara saja. Dalam wawancara, narasumber bisa mengeluarkan sejumlah gagasan tanpa berpikir keras bagaimana cara mengungkapkan gagasan-

gagasannya.

Atau anda lebih suka menulis seperti orang yang kesulitan menemukan kata-kata besar? Anda ingin menulis seperti orang yang kesulitan menulis?

Namun, kalaupun anda berkeberatan dengan anjuran menulislah seperti anda bicara, ada satu hal penting yang patut diperhatikan. Para penulis yang baik selalu terasa jernih. Kenapa? Karena mereka bisa menyampaikan dengan baik gagasan mereka dan mereka tahu cara terbaik menyampaikan gagasan. Kita bisa membaca buku tebal dengan antusias dan sebaliknya kita bisa tersendat-sendat dan kelelahan

14

(38)

38 | P a g e membaca sebuah artikel pendek di koran atau majalah.

Itu terjadi karena pada buku tebal tersebut kita menikmati semacam dialog menarik dengan penulisnya, sementara pada artikel pendek yang melelahkan kita disuguhi atraksi-atraksi yang membingungkan. Saya kira hal itu bukan melulu soal gaya penyampaian; itu juga soal cara pandang yang berbeda tentang apa yang disebut tulisan bagus--dan ini sangat individual sifatnya.

Anda bisa menulis "Poin krusial dalam domain politik kita hari ini adalah terbentuknya retakan-retakan di tingkat vertikal yang berimbas pada perpecahan dalam skala yang massif di level horisontal." Atau anda bisa memilih kalimat seperti ini: "Masalah utama perpolitikan kita hari ini adalah terjadinya keretakan di tingkat elite yang mengakibatkan perpecahan di kalangan masyarakat bawah."

Pada kalimat pertama, yang membuat anda mungkin merasa seperti berhadapan dengan pamain sirkus, anda akan kesulitan membayangkan seperti apa poin krusial itu. Kalimat kedua bisa anda lahap lebih mudah. Anda seperti berhadapan dengan teman sendiri, yang mengajak anda bercakap-cakap dalam tuturan yang jelas dan mudah anda cerna. Dan anda serta merta mendapatkan gambaran mengenai situasi yang dimaksudkan dalam tulisan tersebut.

Mungkin jenis kalimat kedua itu yang dimaksud dengan menulis seperti bicara. Dan saya yakin anda akan lebih lancar untuk menulis kalimat kedua ketimbang jika anda harus "membangun makna melalui kerja keras dalam skala massif" untuk

menghasilkan kalimat pertama. Berapa kali backspace kira-kira yang anda butuhkan untuk menulis kalimat seperti itu?

Sejauh ini, ketika anda menulis seperti anda menulis, anda mungkin akan sering tersendat-sendat, atau sebentar-sebentar terserang writer's block. Ketika anda menulis seperti anda menulis, menulis terasa menjadi pekerjaan yang berat.

Sekarang, bagaimana jika anda menulis seperti anda bicara? Dalam waktu tidak sampai dua jam anda akan menghasilkan tulisan paling sedikit sepuluh halaman.

Mari kita melihat cara kerja wartawan. Mereka mewawancarai narasumber, merekam wawancara tersebut, memindahkan rekaman wawancara ke bentuk tulisan.

Wawancara satu jam saja sudah akan menghasilkan tulisan mungkin lebih dari 10 halaman transkripsi. Dan itu adalah draft yang siap diedit menjadi tulisan jadi.

(39)

39 | P a g e Maksud saya, anda bisa menulis cepat dengan meniru cara kerja wartawan. Tulisan anda akan mengalir lebih lancar ketika anda menulis dengan menjawab daftar pertanyaan, sebagaimana yang dilakukan oleh wartawan ketika mewawancarai narasumbernya.***

(40)

40 | P a g e Apakah Menulis Bisa Mudah dan Cepat?

12 September 2010

Itu pertanyaan yang lama sekali mengganggu pikiran saya. Jika anda meyakini bahwa menulis adalah sebuah keterampilan, mestinya ada panduan yang benar- benar bisa memandu orang untuk menulis secara mudah dan cepat.

Ada nasihat yang sudah lama saya dengar: Menulislah sebagaimana anda bicara.

Saya kira anda bisa mendapatkan titik terang dari sana. Ketika anda bicara, anda tidak merisaukan kata-kata yang anda sampaikan. Ketika anda bicara, gagasan anda mudah ditangkap oleh lawan bicara anda. Ketika anda bicara, anda tidak terlalu berpikir apakah anda akan menggunakan kata-kata yang sanggup mengguncangkan dunia atau, setidaknya, membikin ayan pendengar anda. Anda berbicara lancar karena anda sudah menguasai kecakapan itu.

Maka, ketika anda menulis seperti anda bicara, gagasan yang anda sampaikan dalam tulisan anda pastilah bisa ditangkap dengan mudah. Dan anda akan menulis lebih cepat dan lebih lancar. Atau anda memang ingin menulis dalam cara yang tidak mudah dipahami?

Saya kira itu warisan dari pelajaran kesastraan yang kita dapatkan di SMP. Oleh buku pelajaran sastra SMP, kita diberi tahu bahwa konon bahasa kesusastraan adalah bahasa yang berbeda dari bahasa yang kita gunakan sehari-hari. Bahasa kesusastraan adalah bahasa indah, kalau bisa setiap kata harus ditumbuhi sayap yang akan terus mengepak-ngepak sampai tiba hari kiamat. Setiap kata dalam karya sastra, kalau kita menjualnya eceran, mungkin harganya Rp50 ribu, sementara bahasa sehari-hari harganya Rp1.000,- saja. Untuk membenarkan anggapan itu, kita diberi contoh-contoh puisi karya J.E. Tatengkeng, Amir Hamzah, dan sebagainya, yang memang menggunakan bahasa Melayu dengan rasa bahasa zaman itu. Tentu saja itu jauh berbeda dibandingkan bahasa keseharian kita sekarang.

Penanaman keyakinan semacam itu mengenai bahasa kesusastraan saya kira telah mewariskan ketegangan pada siapa saja yang berniat menulis. Saya sudah lama tidak membaca buku pelajaran kesusastraan SMP, sehingga tidak tahu lagi apakah pandangan tentang sastra masih seperti itu atau sudah berubah.

15

(41)

41 | P a g e Namun, terus terang, pelajaran itu sempat memberikan beban mahaberat kepada saya ketika saya mula-mula belajar menulis. Yang membuat saya bisa

menyingkirkan beban pelajaran SMP dan lebih rileks dalam urusan tulis-menulis adalah adanya orang-orang yang tidak memedulikan apakah setiap kata dalam tulisan mereka harus kata-kata besar atau kata-kata yang mungil belaka. Penulis Ernest Hemingway mengatakan, ―... ada kata-kata yang lebih lazim, lebih simpel, dan lebih baik, dan kata-kata seperti itulah yang saya gunakan.‖ Dan dengan keyakinan semacam itu, ia menjadi penulis yang produktif. Penulis fiksi ilmiah paling produktif, Isaac Asimov, menyatakan hal yang kurang lebih serupa ketika ditanya apa rahasia kreativitasnya. ―Karena saya menulis simpel dan apa adanya,‖ katanya.

Jadi apakah menulis bisa dilakukan secara mudah dan cepat?

Sekarang saya akan menjawab itu dengan sebuah pertanyaan juga: Kenapa tidak membuktikannya? Penulis kita Budi Darma membuktikan itu dengan menyelesaikan salah satu bukunya dalam waktu seminggu. Edward de Bono menulis Buku tentang Kearifan hanya dalam waktu empat pagi hari. "Karena siang hari terlalu panas, dan malamnya ada acara," katanya. Robert L. Stevenson konon menulis salah satu novelnya yang sangat terkenal The Strange Case of Dr. Jekyll and Mr. Hyde dalam waktu 72 jam. Dan dalam urusan kecepatan ini, contoh yang sangat fenomenal adalah Issac Asimov. Ia menulis ratusan novel fiksi ilmiah dan terus mampu

mempertahankan kecepatan dan kualitas penulisannya dengan cara ―simpel dan apa adanya.‖

Apa Rahasia Menulis Cepat

Rahasia menulis cepat adalah anda menulis secepat-cepatnya. Jika anda tersendat- sendat, dan sangat mencintai tombol backspace, maka saya harus mengingatkan lagi, singkirkan pikiran anda. Ia punya bagiannya nanti. Anda hanya perlu

menumpahkan apa saja secepat-cepatnya. Mungkin kalimat anda tidak runtut, tulisan anda salah-salah ketik. Tidak ada masalah dengan itu. Kalimat anda meloncat-loncat, tidak apa-apa. Yang pentinga adalah anda terus bergerak maju dengan kecepatan tinggi. Anda tidak perlu merisaukan apa pun.

Ketika anda mengerjakan sesuatu tanpa berpikir, anda bisa menyelesaikan urusan itu secara cepat. Berpikir keras biasanya hanya kita lakukan ketika kita sedang

(42)

42 | P a g e dalam tahap belajaran untuk menguasai keterampilan tertentu. Ketika kita sudah cakap, kita bisa mengerjakannya ―di luar kepala.‖ Saya kira kecakapan menulis juga tidak terlepas dari hukum itu.

Apa lagi rahasia menulis cepat? Menulislah seperti anda bicara. Tampaknya ini adalah formulasi lain untuk pernyataan Isaac Asimov tentang menulis secara simpel dan apa adanya.

Masih ada lagi? Buatlah pertanyaan. Anda akan menulis lancar dengan cara merespons pertanyaan. Dan jawaban atas sebuah pertanyaan akan menghasilkan tulisan sepanjang apa pun yang anda kehendaki. Dan anda hanya perlu menulis secepat-cepatnya ketika menjawab pertanyaan itu.***

(43)

43 | P a g e Untuk Para Pecinta Backspace

10 September 2010

Tombol backspace biasanya menjadi tombol idola bagi orang-orang yang menyatakan dirinya sedang belajar menulis. Mungkin ia dicintai juga oleh para penulis bangkotan. Anda menulis beberapa kata, mungkin beberapa kalimat, lalu...

backspace. Saya kira perancang kibord komputer tahu betul bahwa tombol itu sangat dicintai oleh para penggunanya. Saya tidak tahu seberapa besar ukuran tombol backspace itu di komputer anda. Di laptop saya, tombol itu ukurannya dua kali lebih besar dibandingkan tombol-tombol huruf A, B, C, dan sebagainya. Ia hanya lebih kecil sedikit dibandingkan tombol enter. Saya menduga bahwa tombol ini, dilihat dari ukurannya yang besar, memang sengaja dibikin agar mudah digunakan oleh para penulis yang mengidolakannya.

Sekarang, jika anda bersungguh-sungguh ingin menulis lebih cepat dan lebih cakap, anda hanya perlu melupakan tombol itu. Anggap saja tombol itu tidak pernah ada.

Atau kalau anda tak bisa melupakan keberadaannya, anda bisa mencungkilnya dan menyingkirkannya dari kibord anda. Itu mungkin akan menjadi keputusan yang tepat sebab ia memang tidak diperlukan ketika anda menulis. Anda hanya perlu terus maju dan menulis secepat-cepatnya apa saja yang bisa anda tulis.

Saya bahkan ingin menyarankan yang lebih ekstrem lagi: jangan gunakan pikiran anda ketika menulis. Ini saran yang berisiko dimaki orang, saya paham itu. Dan bukankah ia bertentangan dengan apa yang selama ini saya sering nyatakan sendiri bahwa menulis adalah latihan yang paling efektif untuk mengasah pikiran? Lalu kenapa saya menyarankan agar anda menulis tanpa menggunakan pikiran? Saya akan menjelaskan hal ini di tulisan berikutnya. Untuk sekarang, saya yakin bahwa jika anda menulis tersendat-sendat, itu pasti karena anda terlalu banyak berpikir.

Pada saat itulah anda menjadi pecinta tombol backspace.

Mungkin anda menginginkan hasil sempurna dalam sekali menulis. Mungkin anda merasa kata-kata yang anda pilih bukan kata-kata yang hebat, karena itulah harus anda sikat lagi dengan backspace. Atau anda seorang perfeksionis?

Jika anda seorang perfeksionis, saya khawatir anda tidak akan menulis apa pun.

15

(44)

44 | P a g e Karya yang sempurna mungkin cocok untuk dunia impian, tetapi dunia keseharian tidak mensyaratkan itu. Lebih dari itu, jika anda takut keliru, takut bahwa karya anda tidak sempurna, kemungkinan besar anda tidak akan melakukan apa pun. Bagi orang-orang yang takut keliru, satu-satunya cara menghindari kekeliruan memang hanyalah tidak melakukan apa-apa. Dengan demikian ia tidak melakukan

kekeliruan.***

(45)

45 | P a g e Para Pencerita yang Baik

26 July 2010

Tulisan ini merupakan tanggapan atas sejumlah surat yang saya terima setelah saya menulis kolom tentang menulis jernih dan berpikir jernih di Jawa Pos. Saya sungguh tidak menduga bahwa tanggapan yang saya terima atas tulisan tersebut akan cukup banyak. Mas Suparto Brata, penulis yang saya kenal namanya sejak saya masih belajar menulis, telah membuat saya ―mabuk-mabuk lalat‖ karena ia sangat menyepakati apa yang saya sampaikan. Sampai hari ini kepala saya masih terasa berat menanggung kegembiraan.

Sebagai penulis, mau tidak mau saya harus memercayai kekuatan cerita, dalam arti bahwa cerita yang baik bisa melekat kuat di benak orang dalam waktu lama, atau bahkan selamanya. Dengan demikian, sebagai bentuk komunikasi, sebuah cerita akan dengan enak diterima ketimbang perintah yang terasa memaksa atau nasihat yang cenderung diabaikan orang. Sekiranya otak manusia menyukai perintah atau nasihat langsung, tentu urusan kita akan menjadi sangat mudah. Anda sekadar mengatakan, ―Jangan bandel!‖ dan anak anda langsung akan menjadi penurut.

Pada kenyataannya yang berlaku tidak seperti itu. Berapa sering anda menasihati (atau bahkan menghardik) anak anda, ―Jangan nakal!‖ dan ia sepertinya tidak terpengaruh sehingga pada kesempatan lain anda harus mengulangi lagi bentakan anda? Dan apakah anda pernah merasa kehilangan kesabaran karena sudah menasihati berkali-kali tanpa hasil?

Untuk kepentingan anda di rumah, cobalah mengubah strategi pengendalian anda melalui cerita. Anak anda akan lebih nyaman. Diam-diam ia mencerna pelajaran sangat penting dari cerita itu dan pikirannya akan membuat asosiasi antara cerita dan keadaan dirinya. Anda tahu betapa kuatnya semangat perlawanan orang-orang Aceh terhadap apa yang mereka rasakan menindas. Hampir setiap orang di sana akrab dengan ―Hikayat Perang Sabil‖ dan itu cerita yang sudah mereka dengar sejak mereka mengaji di surau pada masa kanak-kanak.

Dan apakah cerita hanya efektif pada anak-anak? Saya kira ia juga efektif bagi manusia pada umur berapa pun. Karena itu setiap komunikator yang baik,

16

(46)

46 | P a g e penyampai pesan yang efektif, biasanya juga seorang pencerita yang baik. Ia memiliki kekayaan metafora, anekdot, perumpamaan, atau ilustrasi apa pun yang diambil dari kejadian sehari-hari atau dari mana saja. Bung Karno memperkenalkan konsep sosialisme Indonesia dengan mudah melalui kisah perjumpaannya dengan petani bernama Marhaen—dari situlah kita lantas dikenalkan pada marhaenisme. Si Bung tidak bicara dalam bahasa yang rumit untuk menyodorkan ideologi

marhaenismenya; ia hanya menyampaikan gagasannya melalui cerita. Dan saya kira itu sumber kekuatan komunikasinya: metafora dan perumpamaan.

Gus Dur, tokoh populis lain yang kita miliki, juga seorang pencerita yang baik. Ia mendekati dan didekati banyak orang karena ia pandai bercerita. Cara ia

menyampaikan diri dan setiap anekdotnya bisa membuat kita terpingkal-pingkal.

Setiap perjumpaan dengannya selalu menjadi momentum yang menyenangkan.

Contoh lain tentang pencerita yang baik adalah Barrack Obama. Si Hitam ini mungkin tak akan pernah menjadi presiden Amerika Serikat jika ia bukan pencerita yang baik. Dengan warna kulitnya, dengan nama tengah ―Husein‖ yang terdengar menakutkan bagi warga AS, saya kira normalnya ia akan kalah dalam pemilihan melawan kotak kosong. Namun ia membalikkan itu semua dan menjadikan dirinya bukan saja diterima, melainkan dipercaya untuk memimpin AS, negeri adidaya yang selalu menaruh curiga pada anasir-anasir keislaman. Saya kira kuncinya di sini: ia bisa menceritakan dirinya secara baik dan menyampaikan cita-citanya untuk AS secara meyakinkan dan bisa menjadikan cita-citanya itu sebagai cita-cita bersama.

Begitulah, cerita yang baik, atau metafora yang kuat, akan menjangkau banyak orang dan memperbarui maknanya dari waktu ke waktu, sejalan dengan

perkembangan pemahaman orang. Sementara nasihat cenderung mengungkung diri dan bisa menjadi usang dalam beberapa waktu berikutnya. Itulah sebabnya anda sering mendengar orang mengatakan, ―Jangan memberi nasihat usang itu lagi,‖ atau

―Saya bosan mendengar nasihatnya,‖ atau ―Nasihatnya itu-itu melulu,‖ dan sebagainya.

Dalam pengalaman saya, karena tidak ingin menjadi ayah yang usang, saya memilih mendongeng untuk anak-anak sebelum mereka tidur. Tidak setiap hari saya bisa melakukannya, karena itu saya juga merekam pembacaan cerita yang bisa diputar ketika saya tidak ada. Biasanya anak-anak saya suka mendengar dongeng apa pun yang saya tuturkan. Dan di situlah saya bisa menyampaikan, secara tidak langsung,

(47)

47 | P a g e pelbagai hal: keberanian, kerelaan berbagi, belas kasih, ketekunan, disiplin, dan sebagainya. Saya bahkan tidak pernah menyimpulkan apa pesan moral sebuah cerita dan hanya membiarkan anak-anak saya menikmati cerita tersebut tanpa niat untuk mencampuri pemahaman mereka.

Dan itu lalu menjadi pola. Setiap kali saya merasa ada masalah tertentu pada anak saya, otak saya secara spontan bekerja untuk menyusun atau mencarikan cerita apa yang bisa saya sampaikan kepadanya sebelum ia tidur. Misalnya, saya membuat cerita tentang beruang kecil ketika anak saya yang berumur enam tahun berniat belajar naik sepeda.

Saya ceritakan bahwa ―rahasia‖ naik sepeda, yang didengar oleh beruang kecil itu dari pamannya, adalah ia hanya perlu mengayuh satu putaran. ―Jadi kau bisa ingat rahasia itu, yakni hanya mengayuh satu putaran, satu putaran lagi, satu putaran lagi, dan dengan sendirinya kau bisa mengayuh lima putaran, lalu sepuluh putaran, lalu dua puluh putaran.‖

Keesokan harinya saya membawanya ke tanah lapang. Saya bermain layang-layang dengan adiknya dan ia mempraktekkan rahasia naik sepeda. Dan tak lama setelah itu saya mendengar teriakannya, ―Pak, aku bisa mengayuh lima putaran.‖

―Berarti kau bisa sepuluh putaran,‖ jawab saya, ―dan karena itu bisa dua puluh putaran.‖

Rupanya saya keliru. Ia tidak mengayuh dua puluh putaran; hari itu juga ia bisa mengayuh ratusan putaran. Sebab ia tak mau berhenti mengayuh sebelum turun senja.

Anda tahu betapa rumitnya belajar naik sepeda ketika kita pertama kali melakukannya. Anda belum tahu cara duduk di sadel, mengarahkan setang,

mengayuh pedal, mempertahankan keseimbangan, dan menekan tangkai rem untuk menghentikan laju sepeda. Bagaimana mempelajari itu semua secara bersamaan?

Dengan cerita beruang kecil itu saya memfokuskan perhatiannya hanya pada satu hal, yakni mengayuh pedal. Yang tidak ia sadari adalah bahwa dengan belajar mengayuh saja, ia sesungguhnya sedang belajar menjalankan sepedanya. Dan, sesungguhnya, anda tidak bisa menjalankan sepeda tanpa kemampuan

(48)

48 | P a g e mengendalikan setang, tanpa bisa menguasai keseimbangan, dan lain-lainnya.

Artinya, diam-diam ia juga belajar hal-hal lain sekaligus. Namun hal-hal lain itu sama sekali tidak merisaukan pikirannya, sebab yang ada di benaknya hanyalah belajar mengayuh satu putaran.

Terus terang, saya baru menyadari kekuatan cerita ketika membaca Milton Erickson, seorang terapis yang sangat inovatif semasa hidupnya dan nyaris selalu bisa

menghadirkan mukjizat bagi orang-orang yang ia tangani. Ia menggali seluruh kemungkinan untuk mengubah perilaku manusia menjadi lebih sehat melalui bahasa sebagai perangkat utamanya: ia bermain-main dengan rima dan irama, ia

menggunakan metafora, ia menggunakan anekdot, pelesetan, dan sebagainya. Dan dengan itu ia membantu orang mengoptimalkan dirinya sendiri melalui sumberdaya yang tersedia dalam diri orang itu sendiri.

Maka, jika hari ini politik membuat anda pening atau tambah sengsara, kemungkinan besar anda sekarang sedang menghadapi para pencerita yang buruk. Mereka mungkin tidak pandai menyusun cerita terbaik yang bisa anda percaya; atau mereka menyampaikan dusta belaka, dalam cara yang paling vulgar dan membikin anda tidak nyaman.***

(49)

49 | P a g e Cara Hidup Selamat Vs Ledakan Kreatif

23 July 2010

Dalam prinsip kreativitas, anda hanya perlu melakukan apa yang paling anda sukai agar suatu saat muncul sebuah ledakan besar. Ini masuk akal sebab anda akan memiliki kegembiraan besar ketika mengerjakan apa yang paling anda sukai. Dan, dengan perasaan gembira, anda niscaya akan bekerja secara khusyuk untuk mendapatkan hasil optimum.

Joanne Kathleen Rowling telah membuktikan itu. Ketika ia menjalani hari-hari muram, sebagian dengan depresi sebagian dengan kesulitan, ia mengerjakan apa yang disukainya sejak ia kecil: menulis. Kehidupannya yang pas-pasan, mula-mula sebagai sekretaris yang bekerja serabutan di Inggris dan kemudian sebagai guru bahasa Inggris di Portugal, membawanya pada situasi yang menyedihkan dan diakhiri dengan rumah tangga yang tak membahagiakan. Di Portugal ia menikah dengan seorang wartawan dan rumah tangga mereka bubar ketika bayi mereka berusia 3 bulan.

Dalam keadaan kocar-kacir ia membawa bayinya meninggalkan Portugal untuk menetap di Edinburgh, Skotlandia, berdekatan dengan rumah adiknya. Ibu tunggal ini, ditopang hidupnya oleh santunan dari Dewan Kesenian Skotlandia, kemudian rajin bertandang ke kafe setiap malam setelah menidurkan bayinya atau kadang ia menidurkan anaknya di kafe itu. Beberapa tahun ia menjalani hidupnya seperti itu, memesan segelas kopi dan menyeruputnya sedikit-sedikit untuk mempertahankan waktunya lebih lama di tempat itu. Anda tahu, di situ ia mengerjakan naskah- naskahnya dengan tulisan tangan, sebab ia bahkan tidak bisa membeli mesin ketik bekas, apalagi komputer.

Situasi yang nyaris serupa dialami oleh Sobron Aidit. Luntang-lantung di negeri orang karena tak bisa pulang ke negeri sendiri, adik D.N. Aidit ini merasa perlu melakukan sesuatu agar hidupnya menjadi lebih berarti. Ia tidak ingin sekadar menjadi tua dari hari ke hari dan memasrahkan diri sepenuhnya pada belas kasih pemerintah negara lain. Sebenarnya tunjangan sosial yang diberikan oleh

pemerintah Perancis cukup baginya untuk hidup leyeh-leyeh saja. Tetapi harus ada yang dilakukan, dan ia suka memasak.

17

(50)

50 | P a g e Maka ia bisa melakukan sesuatu dengan kesukaannya itu. Ia bisa membuka restoran Indonesia di Perancis. Ia bayangkan restoran itu nantinya tidak cuma menjadi seperti warteg di mana orang-orang yang lapar mampir makan dan kemudian pergi.

Restoran itu juga akan menjadi ruang pertemuan bagi orang-orang Indonesia yang ada di Eropa. Tetapi bagaimana seorang luntang-lantung bisa mendirikan restoran?

Ia tidak mempunyai modal untuk mewujudkan keinginannya.

O, itu bisa diatasi, kata kawannya orang Perancis. Modal bisa diupayakan dengan cara menarik di muka uang tunjangan sosial untuk sepuluh atau lima belas tahun.

Tetapi ia harus benar-benar yakin dengan usaha restorannya, sebab setelah itu ia tidak akan mendapatkan lagi tunjangan sosial setiap bulan mengingat jatahnya sudah ia tarik di muka. Tak ada masalah, kata Sobron. Yang penting urusan

permodalan bisa diatasi. Dan hidup dari hasil jerih payah sendiri tentu saja lebih baik dibandingkan menghabiskan sia usia sebagai binatang piaraan yang makanannya disokong oleh si empunya piaraan. Ia tak ingin tidur-tiduran dan mondar-mandir saja di sangkar. Lalu mati jika saatnya tiba.

Orang lain lagi yang bisa kita bicarakan di sini adalah Giles Foden, penulis novel The Last King of Scotland, sebuah fiksi berdasarkan kehidupan diktator Uganda Idi Amin Dada. Bertahun-tahun anak muda ini dikuasai obsesi untuk menulis sesuatu tentang pemimpin yang telah membantai sekitar 300.000 warganya ini. Dan tak ada hal lain yang bisa dilakukan oleh anak muda yang terobsesi kecuali mewujudkan apa yang menjadi obsesinya.

Dengan beasiswa penulisan kreatif dari Cambridge, 1990, Foden akhirnya bisa mulai menulis tentang diktator Afrika yang sekian lama memenuhi benaknya. ―Tetapi apa yang bisa ditulis oleh seseorang dengan sedikit pengalaman dan separuh imajinasi?‖

tanya Foden pada dirinya sendiri. Pertanyaan itu membawanya ke pemikiran bahwa Idi Amin tidak sekadar sosok yang berlumur tragedi; ia juga komedi. Foden

menggunakan sosok ini sebagai model bagi tokoh fiksinya dan membaurkannya dengan ketegangan yang biasa dijumpai dalam drama-drama masa Renaisans. Ia membangun plot dari hubungan aneh antara Idi Amin dengan karakter fiktif, seorang dokter Skotlandia, dan menggabungkannya dengan riwayat Idi Amin hingga tiba masa kejatuhannya. Dan ia juga membaurkan sosok Idi Amin dengan Gargantua yang sanggup makan dalam porsi yang kolosal.

Tak lama setelah novel itu terbit, seorang pengusaha yang bekerja untuk keluarga

Referensi

Dokumen terkait

Hasil belajar murid kelas IV pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial terlihat bahwa nilai rata-rata murid adalah 68 dengan 13 murid yang mendapat nilai sesuai KKM bahkan ada yang

; Setelah mengetahui siapa yang hadir, maka dengan mudah Anda akan bisa memprediksikan apa yang ingin mereka dengar dari presentasi Anda Materi yg Anda sampaikan harus sesuai