Nenek Luhu adalah seorang tokoh yang dikisahkan hilang secara misterius menurut kepercayaan masyarakat Ambon, Maluku, Indonesia.[3] Konon katanya pada zaman Belanda, di Negeri Luhu, Pulau Seram, Maluku diperintah oleh seorang raja yang bernama Raja Gimelaha Luhu Tuban yang lebih dikenal dengan nama Raja Luhu.[4] Sang Raja memiliki seorang permaisuri yang bernama Puar Bulan.[2] Sang Raja dan Sang Permaisuri dikaruniai 3 orang anak.
[5] Anak sulung adalah perempuan yang bernama Ta Ina (Luhu), dan dua anak yang lain adalah laki-laki yang bernama Sabadin (Luhu) dan Kasim (Luhu).[6] Ta Ina Luhu memiliki perangai yang baik, penurut, rajin beribadah, mandiri, serta sayang kepada keluarga.[5] Suatu ketika kabar tentang kekayaan dan ketentraman Negeri Luhu didengar oleh penjajah Belanda yang berkedudukan di Ambon.[4] Belanda pun menyerang Negeri Luhu dengan persenjataan lengkap.[6]
Raja Luhu dan pasukannya berusaha melakukan perlawanan, tetapi belanda berhasilkan menjatuhkan Negeri Luhu dan menguasainya.[6] Raja Luhu dan keluarganya serta seluruh rakyatnya tewas dalam pertempuran tersebut.[2] Satu-satunya orang yang selamat pada saat itu adalah putri raja, Ta Ina Luhu.[6] Namun, ia ditangkap dan dibawa oleh penjajah Belanda ke Ambon, untuk dijadikan istri panglima perang Belanda.[5] Dengan penolakkan untuk dijadikan istri, Ta Ina Luhu diperkosa oleh Panglima Belanda.[2] Karena selalu diperlakukan tidak senonoh oleh panglima tersebut, Ta Ina Luhu berusaha melarikan diri.[2] Suatu malam, Ta Ina Luhu berhasil melarikan diri dari Kota Ambon.[4] Pada malam itu juga Ta Ina Luhu berjalan menuju ke sebuah negeri yang bernama Negeri Soya.[6] Di Negeri Soya Ta Ina Luhu disambut baik oleh Keluarga Raja Soya, bahkan dianggap sebagai keluarga istana Soya.[6] Setelah beberapa bulan tinggal di istana Soya, Ta Ina Luhu hamil dan berniat melarikan diri dari istana Soya.[6] Esoknya, saat suasana istana sedang sepi di malam hari, ia mengendap-endap menuju pintu belakang dan menaiki kuda Sang Raja.[6] Ia sengaja tak memberitahu kepergiannya kepada keluarga Raja Soya, karena pastinya keluarga Raja Soya tidak akan mengizinkannya.[2]
Sesampainya di puncak gunung, Ta Ina Luhu beristirahat di bawah pohon jambu.[4] Ketika hari menjelang siang ia mendengar suara para pasukan Raja Soya memanggilnya dari kejauhan.[5] Ia akhirnya meninggalkan tempat itu. Tak begitu lama seteleh kepergiannya, sebagian rombongan pengawal Raja Soya tiba ditempat itu dan menemukan kulit jambu bekas Ta Ina Luhu.[5] Konon, rombongan itulah yang menamakan gunung tersebut dengan nama Gunung Nona.[5] Sementara itu, Ta Ina Luhu terus memacu kudanya menuruni lereng gunung menuju pantai Amahusu dengan kencang sehingga topinya diterbangkan angin.[5] Ketika sang putri hendak mengambil topi itu, tiba-tiba topinya berubah menjadi batu.[5] Batu itu dinamakan Batu Capeu hingga sekarang.[5] Setelah itu Ta Ina Luhu melanjutkan perjalanannya. Namun, begitu ia hendak memacu kudanya, ia dihadang oleh pengawal Raja Soya.[5] Ta Ina Luhu memohon agar tidak dibawa pulang ke istana Soya, karena ia tak mau merepotkan orang lain.[5] Ketika salah seorang pengawal akan menarik tangannya, tiba-tiba Ta Ina Luhu menghilang secara gaib.[2] Para pengawal Raja Soya kaget dan terperangah menyaksikan peristiwa ajaib itu.[2] Sejak peristiwa itu, jika hujan bersamaan dengan cuaca panas, sering ada anak-anak yang hilang.[2] Menurut kepercyaan masyarakat Ambon, makhluk halus yang suka menculik anak-anak adalah jelmaan dari Ta Ina Luhu.[2] Hingga saat ini Ta Ina Luhu dikenal dengan Nenek Luhu.[2]