• Tidak ada hasil yang ditemukan

COVER LAPORAN KERJA PRAKTEK

N/A
N/A
Istiqamah Harnama

Academic year: 2023

Membagikan "COVER LAPORAN KERJA PRAKTEK"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

LAPORAN KERJA PRAKTEK

PT PERTAMINA (PERSERO) RU VI

BALONGAN – INDRAMAYU – JAWA BARAT 1 Juni – 30 Juni 2016

EVALUASI KINERJA FURNACE (15-F-102) PADA UNIT 15 : RESIDUE CATALYTIC CRACKING UNIT

Disusun Oleh :

Mukhamad Afif Deny Reza 2315105029

Fidianto Suryana 2315105032

JURUSAN TEKNIK KIMIA

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA

2016

(2)

DAFTAR ISI

LAPORAN KERJA PRAKTEK ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

I.1 Latar Belakang ... 1

I.2 Perumusan Masalah ... 2

I.3 Tujuan Penulisan ... 2

I.4 Manfaat Penulisan ... 2

I.5 Ruang Lingkup ... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 3

II.1 Pengertian Furnace ... 3

II.2 Klasifikasi Furnace ... 4

II.3 Prinsip Kerja Furnace ... 11

II.4 Komponen pada Furnace ... 11

II.5 Efisiensi Furnace ... 13

BAB III METODOLOGI ... 16

III.1 Pengumpulan Data ... 16

III.2 Pengolahan Data ... 16

BAB IV PEMBAHASAN ... 22

IV.1 Efisiensi Furnace 15-F-102 Pada tanggal 1 Mei – 14 Mei 2016 ... 22

IV.2 Perbandingan Efisiensi Furnace terhadap Oxygen Excess dan Efisiensi Design ... 22

IV.3 Perbandingan antara Efisiensi Aktual dengan Efisiensi Design ... 24

BAB V PENUTUP ... 26

V.1 Kesimpulan ... 26

V.2 Saran... 26

DAFTAR PUSTAKA ... v

LAMPIRAN ... vi

(3)

DAFTAR GAMBAR

Gambar II.2.1 furnace tipe box ... 6 Gambar.II.2.2 furnace tipe silindris ... 8 Gambar.II.2.3 furnace tipe cabin ... 9 Gambar IV.1 Hubungan Efisiensi Furnace 15-F-102 terhadap Oxygen Excess pada

tanggal 1-14 Mei 2016 ... 23 Gambar IV.3 Perbandingan anatara Net-Efisiensi Thermal vs Efisiensi Design pada tanggal 1-14 Mei 2016 ... 24

(4)

DAFTAR TABEL

Tabel.3.1 Combustion Work Sheet ... 18 Tabel 3.2 Heat Loss Stack ... 21

(5)

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Untuk mengubah suatu minyak mentah menjadi bahan jadi, seperti bahan bakar maupun produk lainnya, dilakukan proses fraksinasi di dalam kilang. Minyak merupakan senyawa hidrokarbon yang rantainya sangat bervariasi. Umumnya, senyawa ini memiliki titik didih yang sangat tinggi sehingga untuk memisahkannya diperlukan pemanasan.

Pemanasan ini bisa dilakukan dengan alat penukar kalor maupun dengan memanfaatkan panas pembakaran bahan bakar kilang (refinery fuel) secara langsung.

Pada unit residue catalytic cracking complex (RCC) dirancang untuk mengolah treated atmospheric residue yang berasal dari atmospheric residue hydrodemetallization unit (AHU) dengan desain 29.500 BPSD (35,5% vol) dan untreated atmospheric residue yang berasal dari crude distillation unit (CDU) dengan desain 53.500 BPSD (64,5 % vol).

Kapasitas total yang ada adalah 83.000 BPSD.

Furnace 15-F-102 di unit RCC berfungsi untuk memanaskan steam hingga suhu ± 380°C untuk menghasilkan High Pressure (HP) steam. HP steam ini kemudian dipergunakan untuk menggerakkan turbin pada Main Air Blower (MAB) dimana fungsi MAB adalah mengalirkan udara ke regenerator untuk proses pembakaran katalis yang telah tertutupi coke agar katalis dapat aktif kembali. Dilihat dari dasar kerjanya, maka alat ini dapat digolongkan pada golongan alat penukar panas (heat transfer equipment). Panas hasil pembakaran berpindah pada fluida di dalam tube secara konveksi maupun radiasi. Proses pembakaran yang terjadi merupakan reaksi antara oksigen dengan bahan bakar disertai timbulnya panas.

Untuk memastikan terjadinya pembakaran, unsur yang dibutuhkan antara lain bahan bakar, api dan udara yang diambil dari udara bebas.

Peningkatan efisiensi pemakaian bahan bakar ini sangat diperlukan perhitungan efisiensi furnace 15-F-102 untuk mengetahui seberapa baik kinerja furnace untuk menunjang kinerja residue catalytic cracking complex (RCC) unit. Pengoperasian furnace diusahakan agar dapat memberikan panas yang maksimal,menekan panas yang hilang sekecil mungkin dan konsumsi bahan bakar yang minimal.

(6)

I.2 Perumusan Masalah

Furnace harus bekerja secara optimum agar dapat menjaga suhu pembakaran dengan baik.. Untuk itu perlu dibuat sebuah perhitungan untuk melihat angka efisiensi furnace 15- F-102 di Residue Catalytic Cracking Unit (RCC) pada kondisi aktual.

I.3 Tujuan Penulisan

Tugas khusus ini bertujuan untuk mengetahui kinerja furnace 15-F-102 pada Residue Catalytic Cracking Unit (RCC) di Pertamina RU-VI Balongan dengan cara menghitung efisiensi furnace aktual.

I.4 Manfaat Penulisan

Manfaat dari tugas khusus perhitungan evaluasi kinerja furnace 15-F-102 yaitu untuk mengetahui kinerja furnace di Unit 15 dan dapat dijadikan pertimbangan dalam mengoprasikan atau menjaga pengoprasian furnace secara efisien.

I.5 Ruang Lingkup

Ruang lingkup tugas khusus ini adalah evaluasi kinerja furnace 15-F-102 pada Residue Catalytic Cracking Unit (RCC) di Pertamina RU-VI Balongan dari data yang didapat pada tanggal 1 – 13 Mei 2016

(7)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Pengertian Furnace

Furnace adalah alat yang digunakan yang digunakan untuk menaikkan temperatur fluida dengan menggunakan panas dari hasil pembakaran dari bahan bakar. Bahan bakar yang digunakan ialah bahan bakar cair dan bahan bakar gas yang menyala di dalam burner. Proses pemanasan dilakukan dengan mengalirkan fluida kedalam tube yang tersusun sedemikian rupa di dalam furnace, perpindahan panas terjadi dengan tiga cara yaitu konveksi, konduksi dan radiasi. Furnace terdiri dari struktur bangunan yang berdinding plat baja yang di bagian dalamnya di lapisi oleh material tahan api. Panas yang di gunakan dalam furnace berasal dari panas pembakaran secara langsung dan juga radiasi-radiasi panas yang di pantulkan kembali ke tube-tube yang ada di dalam furnace, sehingga akan mengurangi kehilangan panas.

Furnace di desain untuk dapat menggunakan fuel oil atau fuel gas maupun keduanya.

Furnace umumnya terdiri dari dua bagian utama (section) yaitu bagian yang menerima panas dengan cara konveksi yang di sebut convection section dan bagian yang menerima panas langsung dengan cara radiasi yang di sebut Radiation section atau sering juga di sebut Combustion Chamber. Fluida yang akan di panaskan terlebih dahulu masuk melalui Convection section dengan tujuan untuk mendapatkan panas secara bertahap agar terhindar dari proses thermally shock, kemudian masuk ke dalam Radiation section hingga mencapai temperatur yang diinginkan.

Agar dapat memberikan panas sebanyak-banyaknya kepada fluida yang mengalir dalam tube, maka perlu diusahakan agar pembakaran yang terjadi bisa berlangsung sempurna dan mereduksi atau menekan panas yang hilang melalui stack dan dinding furnace seminimal mungkin. Kunci dari operasi furnace yang efisiean terletak pada pembakaran bahan bakar yang sempurna dengan udara berlebih yang seminim mungkin.

Suatu furnace dapat berfungsi dengan baik apabila : 1. Reaksi pembakaran sempurna

2. Pemanasan dalam periode waktu yang lama 3. Panas hasil pembakaran di dalam furnace merata 4. Tidak terdapat scale pada permukaan tube

(8)

5. Kebocoran atau kehilangan panas minimal

Secara umum furnace digunakan untuk memanaskan fluida proses dengan tujuan sebagai berikut :

1. Menaikkan temperature minyak sampai temperature tertentu, selanjutnya dipisahkan di dalam distillation coloumn atau fractionator coloumn. Sebagai contoh adalah furnace yang ada di unit NHT Kilang RU-VI Balongan.

2. Menaikkan temperature minyak hingga mencapai temperature tertentu untuk mencapai thermal reaction. Sebagai contoh furnace yang ada di unit Hydrotreating seperti ARDHM, GO-HTU, Kero-HTU Kilang RU-VI Balongan.

3. Menaikkan temperature minyak sampai temperature tertentu yang di butuhkan catalytic reaction. Sebagai contoh furnace yang ada di Unit Platforming PLBB Kilang RU-VI Balongan.

4. Furnace sebagi dapur reaksi, dimana di dalam tube-tube diisi katalis dan di aliri fluida yang di panaskan pada temperature reaksi seperti pada Hydrogen Plant.

5. Furnace sebagai pemanas minyak yang di jadikan media pembawa kalor (Hot Oil), di mana fluida pembawa panas di panaskan di dalam furnace, kemudian di alirkan melalui pipa dan dipakai sebagai media pemanas. Sebagai contoh furnace yang memanaskan Hot Oil biasanya di Kilang Petrokimia atau Light End Unit seperti Unit TA-PTA Kilang RU-III Plaju.

II.2 Klasifikasi Furnace

Berdasarkan Kontruksi dan Susunan Tube Oil

Di dalam kilang pengolahan minyak bumi terdapat berbagai tipe furnace yang digunakan dan dapat di klasifikasikan baik menurut bentuk kontruksinya maupun susunan tube di dalam furnace serta fungsinya. Adapun faktor utama yang sangat berpengaruh dalam menentukan ukuran dan bentuk furnace adalah kapasitas pembakaran (firing rate). Terdapat berbagai tipe furnace yang di gunakan dalam industri minyak bumi berdasarkan bentuk konstruksi dan susunan tube oil sebagai berikut :

1. Furnace Tipe Box

Furnace tipe box mempunyai bagian radian (radiant section) bagian konveksi (convection section) yang di pisahkan oleh dinding batu tahap api yang di sebut brigde wall. Di mana burner

(9)

di pasang pada ujung furnace dan api diarahkan tegak lurus dengan pipa pembuluh (tube coil) ataupun dinding samping furnace. Aplikasi furnace tipe box :

 Digunakan pada instalasi-instalasi lama dan juga di pakai pada instalasi baru

 Beban kalor berkisar antara 15-20 MMKcal/jam bahkan bisa lebih, tergantung kebutuhan.

 Di pakai untuk proses dengan kapasitas besar.

 Umumnya menggunakan bahan bakar fuel oil dan gas Keuntungan menggunakan furnace tipe box adalah :

 Dapat di kembangkan sehingga bersel tiga atau empat

 Distribusi panas (fluks kalor) merata di sekeliling pipa

 Ekonomis untuk digunakan pada beban kalor di atas 20 MMKcal/jam Kerugian menggunakan furnace tipe box adalah:

 Apabila salah stu aliran fluida dihentikan, maka selurh operasi furnace harus dihentikan juga, hal ini dilakukan untuk mencegah pecahnya pipa.

 Tidak dapat digunakan untuk memanaskan fluida pada suhu relative tinggi dan aliran fluida singkat.

 Harga relative mahal tersusun mendatar

 Membuthhkan area relative lebih luas

 Pemeliharaan lebih sulit karena tube tersusun mendatar

(10)

Gambar II.2.1 furnace tipe box

(11)

2. Furnace Tipe Silindris Tegak (Vertical cylindrical)

Furnace tipe silindris tegak mempunyai bentuk kontruksi silindris dengan bentuk lantai (alas) bulat, tube coil dipasang vertikal. Burner di pasang pada lantai sehingga arah pancaran apinya vertikal, sedangkan dapur tipe ini dirancang tanpa ruang konveksi (convection section).

Bagian bawah (bottom) di buat jarak kurang lebih 7ft dari dasar lantai atau di sesuakian untuk memberikan keleluasaan bagi operator pada saat pengoperasian furnace.

Aplikasi furnace tipe slinder tegak :

 Dipergunakan untuk pemanasan fluida yang mempunyai perbedaan suhu antara sisi masuk (inlet) dan sisi keluar (outlet) tidak terlalu besar (90C)

 Beban kalor antara 2,5 s/d 20 MMKcal/jam

Keuntungan menggunakan furnace silinder tegak adalah :

 Konstruksi sederhana sehingga harga relative lebih murah

 Area yang digunakan lebih kecil

 Luas permukaan pipa tersusun lebih besar sehingga effisiensi thermalnya lebih tinggi

Ekonomis untuk beban pemanasan antara 15-20 MMKcal/jam Kerugian menggunakan furnace silinder :

 Kapasitas feed relatif kecil

 Plot area minimaldan perlu pengoprasian lebih hati-hati

Pada kasus dimana kapasitas furnace kecil, kuarng effisien.

(12)

Gambar.II.2.2 furnace tipe silindris

3. Furnace Tipe Cabin

Furnace tipe cabin mempunyai bagian radiasi (radiant section) pada section pada sisi-sisi samping dan sisi kerucut furnace, sedangkan bagian konveksi (convection section) ada dibagian atas furnace, pipa konveksi pada baris pertama dan kedua disebut shield section (pelindung).

Burner dipasang pada lantai furnace dan menghadap ke atas, sehingga arah pancaran api maupun flue gas tegak lurus dengan susunan pipa, namun burner dapat juga dipasang horizontal.

Keuntungan menggunakan furnace tipe cabin :

 Bentuk kontruksi kompak dan mempunyai effisiensi thermal tinggi.

(13)

 Beban panas antara 5-75 MMKcal/jam.

 Pada furnace tipe cabin multicel, memungkinkan pengendalian operasi terpisah (fleksibel).

Gambar.II.2.3 furnace tipe cabin

(14)

Berdasarkan Pasokan Udara Pembakaran (Draft)

Klasifikasi furnace dapat dibagi menurut cara pemasokan udara dan pembuangan gas hasil pembakaran (flue gas), sebagai berikut :

1. Furnace Dengan Draft Alami (Natural Draft)

Perbedaan tekanan inlet dan outlet air register yang disebabkan oleh perbedaan berat antar bagian flue gas yang panas di dalam stack dan udara di luar stack. Natural draft ini akan menghisap udara pembakaran masuk ke ruang dan membawa gas hasil pembakaran keluar.

Kebocoran pada stack akan mengurangi draft tersebut. Natural draft biasanya di pakai pada furnace yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai resisntance yang kecil terhadap aliran flue gas.

b. Tanpa air preheater.

c. Mempunyai stack yang cukup tinggi.

2. Furnace Dengan Draft Induksi (Induction Draft)

Gas hasil pembakaran keluar melalui stack dengan tarikan blower. Tarikan blower ini menyebabkan tekanan di dalam dapur lebih rendah dari tekanan atmosfer sehingga udara luar masuk ke dalam dapur.

3. Furnace Dengan Draft Paksa

Tekana inlet pada suplai udara melalui air register diperbesar dengan bantuan blower sehingga draft menjadi lebih besar. Forced draft biasanya di pakai untuk furnace yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :

- Resistance nya kecil terhadap aliran flue gas - Mempunyai stack rendah

4. Furnace Dengan Draft Berimbang (Balance Draft System)

Merupakan kombinasi dari forced draft dan induce draft. Balance draft ini memperbesar tekanan dengan air register dan mengurangi tekanan outlet. Penambahan dan pengurangan tekanan tersebut masing-masing dilakukan dengan bantuan sebuah blower. Balance draft ini di pakai heater yang mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

- resistance terhadap aliran flue gas besar - Memakai air preheater

- mempunyai stack yang rendah

(15)

II.3 Prinsip Kerja Furnace

Pada dasarnya proses perpindahan panas yang terjadi lebih banyak menggunakan panas radiasi menuju feed yang mengalir di dalam tube. Ruang utama yang terbuka didalam heater adalah radiant fire box (ruang bakar), dimana di adalam ruangan ini terjadi pembakaran fuel.

Bahan bakar cair atau gas atau kombinasi anatara keduanya di masukkan ke dalam furnace setelah di campur dengan udara pembakaran di dalam burner kemudian dinyalakan.

Feed yang dipanaskan dialirkan melalui bagaian dalam tube yang tersusun pada bentangan horizontal atau vertikal di sepanjang lantai, di dinding samping, atau di atas dari ruang pembakaran, tergantung pada konfigurasi perencanaan letak yang memungkinkan perencanaan secara langsung panas radiasi dan nyala api pembakaran serta pemantulan kembali panas dari permukaan dinding ke permukaan tube.

Fluida yang di panaskan umumnya dialirkan terlebih dahulu melalui seksi konveksi yang terletak di ruang bakar dan cerobong, agar dapat memanfaatkan panas yang terdapat di dalam gas hasil pembakaran selanjutnya melalui pipa cross over, fluida dialirkan ke dalam radiant fire box.

Berdasarkan ukuran, kapasitas dan temperature yang di perlukan terdapat berbagai variasi desain furnace dan jenis material kontruksi yang digunakan. Namun pada dasarnya, furnace dioperasikan berdasarfkan prinsip-prinsip yang sama.

Besarnya beban panas yang harus diberikan oleh furnace kepada fluida yang dipanaskan tergantung pada jumlah umpan dan perbedaan suhu inlet dan outlet umpan yang ingin dicapai.

Semakin besar perbedaan suhu dan semakin banyak jumlah umpan,maka beban furnace akan semakin tinggi.

Pengoperasian Furnace

Pengoperasian furnace salah satunya adalah pengaturan udara excess. Alat di gunakan untuk mengetahui O2 excess adalah Oxygen Analyzer yang terpasang pada furnace. Oxygen Analyzer dapat mengetahuikandungan O2 di flue gas dan dijadikan sebagai parameter udara excess pada proses pembakaran.

II.4 Komponen pada Furnace

Furnace terdiri dari beberapa komponen utama dan accesoris yang meliputi :

1. Burner

Burner adalah peralatan untuk memasukkan bahan bakar (fuel) dan udara pembakaran (air combustion) ke dalam ruang pembakaran dengan kecepatan

(16)

(velocity), pengadukan (turbulance) serta pengaturan ratio bahan bakar/udara yang sesuai untuk menjaga stabilitas pembakaran.

2. Dinding Dapur

Pada umumnya dinding dapur terdiri dari beberapa lapisan tergantung keperluannya. Lapisan sebelah luar, berupa dinding baja yang berfungsi sebagai penahan struktur dapur. Lapisan sebelah dalam, terdiri dari satu atau dua lapisan.

Lapisan yang langsung terkena api adalah fire brick atau batu tahan api, sedangkan lapisan yang tidak langsung terkena api di pasang insulation brick atau batu insolasi untuk menahaan adanya kehilangan panas melalui dinding tersebut. Lapisan sebelah dalam dapur modern, umumnya terdiri dari satu lapis yang berfungsi sekaligus sebagai fire brick dan insulation brick.

3. Pipa-pipa Pembuluh (Tube Coil)

Coil merupakan bagian terpenting dari furnace. Tube-tube tersebut terpasang secara pararel (pass) di convection maupun di radiation section. Fluida yang dipanaskan dialirkan di dalam tube-tube di mana mula-mula masuk di convection section, kemudian ke radiation section dengan tujuan agar di peroleh proses perpindahan panas secara bertahap.

4. Combustion Air Preheater (APH)

Peralatan ini berfungsi untuk memanfaatkan sisa panas dari flue gas setelah melewati pipa-pipa di dalam convection section, kemudian di manfaatkan untuk memanasi udara pembakaran yang akan masuk ke masing-maasing burner dan selanjutnya ke ruang pembakaran. Dengan demikian panas yang seharusnya dibuang lewat stack atau cerobong dapur dapat dipindahkan ke udara pembakar sehingga efisiensi dapur menjadi lebih baik.

5. Soot Blower

Hasil pembakaran di flue gas akan menempel pada dinding luar tube di daerah convection section, sehingga proses perpindahan panas daerah tersebut akan terganggu dan menyebabkan penurunan efisiensi. Untuk membersihkan pengotor tersebeut digunakan soot blower, yaitu peralatan yang digunakan untuk membersihkan endapan kotoran di daerah konveksi agar tidak menghalangi transfer

(17)

panas. Alat ini dilengkapi dengan nozzle untuk spary dari steam/air yang ditembakkan ke pipa konveksi.

6. Cerobong (Stack)

Stack adalah cerobong vertical yang berfungsi untuk melepas gas hasil pembakaran (flue gas) ke udara.

7. Stack Damper

stack damper adalah plat logam untuk mengatur tekanan di excess udara (excess air).

8. Lubang Pengintip (Peep Hole)

Merupakan lubang kecil yang terbuat dari kaca untuk mengamati keaadan di dalam ruang pembakaran seperti nyala api, warna api dan batu tahan api.

9. Batu Tahan Api (Refractory)

Refractory di pasang pada bagian dalam dinding furnace dan bolier. Fungsi dari alat aini adalah untuk menahan panas agar tidak keluar dari furnace sehingga heat loss dapat diminimaze, selain itu juga berfungsi sebagai pelindung material penahan bagaian luar (plat logam dinding furnace atau boiler).

10. Kelengkapan Furnace

a. Platform adalah tempat laluan operator sekeliling dapur dalam pemeriksaan kondisi dapur.

b. Acces door (man way), berukuran cukup besar, digunakan pada saat pemeriksaan atau perbaikan dapur.

c. Exploition door, di pada bagian ats radian section sebagai pengaman terhadap kemungkinan ekses tekanan di dalam ruang pembakaran.

d. Wind box, terpasang pada dudukan burner assy, selain untuk mengatur udara pembakaran, juga untuk mengurangi kebisingan operasi furnace.

e. Snuffing steam conection, terpasang pada daerah convection radiant, untuk injeksi steam guna mengatur gas liar pada start up maupun shut down.

II.5 Efisiensi Furnace

Parameter yang di jadikan patokan dalam kinerja suatu furnace adalah thermal eficiency nya. Thermal efisensi merupakan suatu gambaran pemanfaatan panas yang di

(18)

hasilkan dari pembakaran bahan bakar (fuel) untuk memanaskan fluida proses. Berikut ini merupakan faktor-faktor yang dapat mempengaruhi efisensi furnace.

1. Udara Excess

Untuk mencegah terjadinya pmbakaran yang tidak sempurna dalam proses pembakaran pada furnace, diinjeksikan udara berlebih dari kebutuhan udara teoritis.

Udara excessyang rendah akan mengakibatkan pembakaran yang tidak sempurna (menghasilkan CO) sehingga menurunkan efisiensi.

Namun excess udara yang berlebihan juga tidak efisien karena akan menghasilkan volume flue gas yang besar, serta pembakaran akan diserap untuk menaikkan temperatue udara.

2. Panas hilang

Panas yang hilang akan menyebabkan nilai efisiensi turun. Berikut ini merupakan hal-hal yang dapat menyebabkan panas yang hilang:

- Panas hilang melalui casing furnace.

- Pembakaran tidak sempurna dari fuel gas yang mengakibatkan komponen yang tidak terbakar atau terbakar tidak sempurna terbawa flue gas.

- Temperature flue gas yang tinggi sehingga menyebabkan panas yang terbuang melalui flue gas.

3. Peralatan furnace

Efisiensi pada furnace juga dipengaruhi oleh pengoperasian alat-alat bantu pada furnace.

Selain ketiga faktor diatas, performa furnace juga dipengaruhi oleh kondisi operasional di lapangan. Beberapa permasalahan yang sering timbul dalam opersional di lapangan anatar lain:

- Burner mati

- Gas buang (flue gas) berasap - Temperature stack tinggi

- Nyala api flash back (membalik) - Nyala api pendek

(19)

- Panas tidak tercapai - Suhu permukaan tube naik - Nyala api miring

- Nyala api bergelombang - Lidah api menyentuh tube

Beberapa permasalahan di atas dapat di ketahui secara visual maupun dengan alat ukur (indicator) yang tersedia dan harus selalu di lakukan pengecekan dan memperhatikan kondisi operasional di lapangan sehingga apabila ditemukan adanya ketidak sesuaian akan cepat diketahui dan segera di tangani.

(20)

BAB III METODOLOGI

III.1 Pengumpulan Data

Langkah awal dalam mencapai tujuan perhitungan efisiensi furnace 15-F-102 di RCU pada RU VI Balongan adalah pengumpulan data primer maupun sekunder.

a. Pengumpulan Data Primer

Pengumpulan data primer digunakan untuk dijadikan bahan perhitungan efisiensi furnace 15-F-102. Data diperoleh dari data-data actual pada tanggal 1-14 Mei 2016 b. Pengumpulan Data Sekunder

Pengumpulan data sekunder diperoleh dari data sheet furnace 15-F-102 pada Pertamina RU VI Balongan, literatur serta analisa laboratorium untuk komposisi fuel gas di unit RCC.

III.2 Pengolahan Data

Data-data primer dan sekunder yang telah dikumpulkan, diolah datanya untuk mengetahui performance furnace dari nilai efisiensinya. Nilai efisiensi dapat dilihat secara teoritis maupun secara aktual. Nilai efisiensi design diolah dengan menggunakan metode “API Standart 560”

dimana kalor yang dihasilkan dilihat dari heating value fuel gas maupun oil berdasarkan komposisi fuel gas pada data sheet dari perusahaan, sedangkan untuk aktual data diperoleh dari lapangan.

Efisiensi

1. Efisiensi Perpindahan Panas Desain

Nilai efisiensi dapat dihitung dengan menggunakan data dari data sheet dimana : Effisiensi = Q absorb

Q fuel total X 100%

Q absorb = heat absorbsion (radiant section + convection section) Q fuel total = diambil dari data normal operasi

(21)

2. Efisiensi Perpindahan Panas Aktual Cara mengolah data :

a. Menghitung berat total (total weight) fuel gas Total weight = Fraksi Mol x BM

b. Menghitung nilai panas (heating value) fuel gas Heating value = NHV x total weight

c. Menentukan jumlah udara yang dibutuhkan (air required) oleh fuel gas Air required = Air required per pound fuel x total weight

d. Menentukan CO2 yang terbentuk (CO2 formed) pada fuel gas CO2 formed = CO2 formed per pound fuel x total weight e. Menentukan H2O terbentuk (H2O formed) pada fuel gas

H2O formed = H2O formed per pound fuel x total weight f. Menentukan N2 terbentuk (N2 formed) pada fuel gas

N2 formed = N2 formed per pound fuel x total weight

(22)

Tabel.3.1 Combustion Work Sheet

Fuel

Component

Percent mol

Fraction mol

Moleculer weight

Total weight (1x2)

Net Heating Value (Btu/lb)

Heating value (3x4)

Air required (lb/lbfuel)

1 2 3 4 5 6

Hydrogen

Nitrogen

Methane

Carbon

Monoxide

Carbon

Dioxide

Ethylene

Ethane

Propane

Propylene

i-Butane

n-Butane

1+ i Butene

Trans-2-

Butene

Cis-2-Butene

i-Pentane

n-Pentane

Hexane

Hydrogen

Sulfide

Total

Total/lbs of

fuel

(23)

Air required (lbs) (3x6)

CO2 formed

(lb/lb fuel)

CO2 formed (3x8)

H2O formed

(lb/lb fuel)

H2O formed (3x10)

N2 formed

(lb/lb fuel)

N2 formed

7 8 9 10 11 12 13

3. Menghitung ekses udara (air excess)

a. Menentukan Kelembaban dalam Udara (Moisture in Air) Moisture in air = p vapor

14,696 x relative humidity

100 x 18

28,85

b. Menentukan Massa Udara Basah / Massa Fuel yang dibutuhkan (Pound of Wet Air per Pound of Fuel Required)

Pound of wet air per pound of fuel required= Pound of H2O 1-moisture in air

c. Menentukan massa Embun / Massa Fuel yang dibutuhkan (Pound of Moisture per Pound of Fuel)

Pound of moisture

Pound of fuel =(pound of wet air per pound of fuel required - air required)

(24)

d. Menentukan Massa H2O / Massa Fuel yang dibutuhkan (Power of H2O per Pound of Fuel) Pound of wet air per pound of fuel required = Pound of H2O

𝑃𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝐹𝑢𝑒𝑙

e. Menentukan Koreksi Udara Ekses (Pound of Excess Air per Pound of Fuel) 𝑃𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝑓𝑢𝑒𝑙 =

28.85 𝑥 (%𝑂2))(𝑁2𝑓𝑜𝑟𝑚𝑒𝑑

28 +𝐶𝑂2𝑓𝑜𝑟𝑚𝑒𝑑

44 +𝐻2𝑂 𝑓𝑜𝑟𝑚𝑒𝑑

18 )

20.95 − %𝑂2((1.6028 𝑥 𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝐻2𝑂

𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑) + 1)

f. Menentukan Percent Excess Air

𝑃𝑒𝑟𝑐𝑒𝑛𝑡 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 = 𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟 𝑝𝑒𝑟 𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝑓𝑢𝑒𝑙

𝑎𝑖𝑟 𝑟𝑒𝑞𝑢𝑖𝑟𝑒𝑑 𝑥100%

g. Menentukan massa H2O / Massa Fuel (Corrected for Excess Air) Total Pound of H2O per Pound of Fuel (Corrected for Excess Air) = [𝑝𝑒𝑟𝑐𝑒𝑛𝑡 𝑒𝑥𝑐𝑒𝑠𝑠 𝑎𝑖𝑟

100 𝑥 𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝑚𝑜𝑖𝑠𝑡𝑢𝑟𝑒 𝑝𝑒𝑟 𝑝𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝑓𝑢𝑒𝑙] 𝑃𝑜𝑢𝑛𝑑 𝑜𝑓 𝐻2𝑂

4. Menghitung Heat Loss.(Q loss)

a. Heat loss pada stack dapat dihitung dengan :

 Dari enthalpy yang dihitung dari temperature stack dan dapat diketahui melalui grafik

 Menentukan jumlah komponen yang terbentuk dari Combustion work sheet

 Menentukan panas yang hilang komponen (CO2,water vapor,air ,dan nitrogen) Heat loss stack (Qs) = pound of component formed x enthalphy

T flue gas keluar stack = °F

(25)

Tabel 3.2 Heat Loss Stack

b.Menentukan panas yang hilang akibat radiasi

Heat loss radiation (Qr) = 2,5% x total heating value c. Menghitung total panas yang hilang (total heat loss)

Total heat loss = heat loss stack + heat loss radiation

5. Perhitungan Koreksi Pada Panas Sensibel Udara (Ha)

Ha = Cp udara x (T ambient – T datum) x (pound of air per pound fuel) 6. Menghitung Koreksi Panas Sensibel dari Fuel

Hf = Cp fuel x (T fuel – T datum) 7. Menghitung Efisiensi Furnace

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑎𝑏𝑠𝑜𝑟𝑏𝑒𝑑

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑥 100 % 𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = 𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 − 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑙𝑜𝑠𝑠

𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 ℎ𝑒𝑎𝑡 𝑖𝑛𝑝𝑢𝑡 𝑥 100%

𝐸𝑓𝑖𝑠𝑖𝑒𝑛𝑠𝑖 = (𝐿𝐻𝑉 + 𝐻𝑎 + 𝐻𝑓) − (𝑄𝑟 + 𝑄𝑠)

(𝐿𝐻𝑉 + 𝐻𝑎 + 𝐻𝑓) 𝑥 100 Komponen lb component formed

Enthalpy

(Btu/lbfuel) Heat loss

CO2 Nitrogen Water vapor Air

Total

(26)

BAB IV PEMBAHASAN

IV.1 Efisiensi Furnace 15-F-102 Pada tanggal 1 Mei – 14 Mei 2016

Dari Hasil perhitungan pada furnace 15-F-102 di unit Residue Catalytic Cracker diperoleh data sebagai berikut :

Tanggal Net-Efisiensi Thermal (%) Efisiensi Design (%) O2 Excess (%)

1 Mei 2016 83,9792 84,8 4,01

2 Mei 2016 84,3059 84,8 3,94

3 Mei 2016 84,0165 84,8 4,25

4 Mei 2016 84,4163 84,8 3,65

5 Mei 2016 84,3655 84,8 3,74

6 Mei 2016 84,1486 84,8 4,11

7 Mei 2016 84,4731 84,8 3,83

8 Mei 2016 84,6857 84,8 3,64

9 Mei 2016 84,3214 84,8 3,90

10 Mei 2016 84,0991 84,8 3,98

11 Mei 2016 84,3387 84,8 3,90

12 Mei 2016 84,3453 84,8 4,06

13 Mei 2016 84,3501 84,8 4,24

14 Mei 2016 83,8299 84,8 4,24

Rata-rata 84,2625 84,8 3,98

IV.2 Perbandingan Efisiensi Furnace terhadap Oxygen Excess dan Efisiensi Design Dari hasil perhitungan di buat grafik efisiensi pada furnace 15-F-102 di ambil pada tanggal 1 Mei sampai 14 Mei 2016 sebagai berikut :

(27)

Gambar IV.1 Hubungan Efisiensi Furnace 15-F-102 terhadap Oxygen Excess pada tanggal 1- 14 Mei 2016

Grafik di atas mrupakan grafik hubungan antara oksigen excess yang masuk ke furnace dengan efisiensi furnace selama tanggal 1 – 14 Mei 2016.

Pada grafik, dapat di lihat oksigen excess berbanding terbalik dengan efisiensi. Ketika oksigen excess naik maka efisiensi akan turun, begitu pula ketika oksigen excess turun, maka efisiensi akan naik. Hal ini dikarenakan panas yang dihasilkan dari fuel kan terserap oleh oksigen (oksigen akan menyerap panas dari fuel untuk mencapai temperatur reaksi), dan oksigen itu akan keluar dari furnace tanpa mempengaruhi reaksi sehingga fuel akan terbuang banyak untuk oksigen excess sehingga jumlah oksigen excess yang masuk ke furnace mempengaruhi efisiensi. Keadaan ini sesuai dengan literature API mengenai furnace.

3 3.3 3.6 3.9 4.2 4.5 4.8

83.4 83.6 83.8 84 84.2 84.4 84.6 84.8

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

% O2 Excess

Efisiensi

Tanggal

Grafik Hubungan Net-Efisiensi thermal vs Ekses Oksigen

Net-Efisiensi Thermal O2 excess

(28)

IV.3 Perbandingan antara Efisiensi Aktual dengan Efisiensi Design

Gambar IV.3 Perbandingan anatara Net-Efisiensi Thermal vs Efisiensi Design pada tanggal 1-14 Mei 2016

Grafik diatas merupakan grafik hubungan anatar net-efisiensi thermal furnace dengan efisiensi design furnace selama tanggal 1 – 14 Mei 2016. Pada grafik, mengalami kenaikan dan penurunan efisiensi. Hal ini disebabkan oleh kinerja furnace, mulai dari laju alir dan kualitas fuel gas berubah sehingga memengaruhi kualitas pembakaran, kondisi operasi furnace yang berubah, terdapat impuritass, dll. Sehingga perlu diadakan maintenance terhadap furnace secara berkala untuk menjaga performa furnace tetap optimal.

Perhitungan dengan menggunakan metode American Petroleum Institute (API) Method, menekankan panas yang hilang, dimana besarnya panas tersebut merupakan selisih antara panas yang masuk ke dalam furnace dari hasil pembakaran bahan bakar diurangi panas yang hilang melalui stack (Qs) dan juga panas yang hilang akibat radiasi melalui dinding furnace (Qr). Qs dan Qr merupakan faktor yang dapat mempengaruhi efisiensi furnace. Nilai Qs dipengaruhi oleh suhu sack (Ts). Semakin tinggi suhu stack (Ts) maka nilai Qs semakin besar. Begitu pula juga dengan nilai Qr yang dipengaruhi oleh panas yang hilang akibat radiasi yang diserap fluida.

Berdasarkan dari data dan perhitungan mengenai kinerja furnace 15-F-102 selama 14 hari, yaitu pada tanggal 1 – 14 Mei 2016 didapat rata-rata hasil Net-Efisiensi Thermal sebesar 84,2625 %. Hal ini membuktikan bahwa kinerja furnace 15-F-102 sudah cukup optimum dan

83.6 83.8 84 84.2 84.4 84.6 84.8 85

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Efisiensi

Tanggal

Grafik Hubungan Net-Efisiensi Thermal vs Efisiensi Design

Net-Efisiensi Thermal Efisiensi Design

(29)

masih sangat layak dipakai, karena jika dibandingkan dengan efisiensi design yang diberikan vendor, yaitu 84,8 %.

(30)

BAB V PENUTUP

V.1 Kesimpulan

Perhitungan efsiensi furnace 15-F-102 pada Residue Catalytic Cracker Unit dilakukan berdasarkan data operasional pada tanggal 1 Mei sampai 14 Mei 2016. Dari hasil perhitungan dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai berikut :

 Efisiensi rata-rata furnace 15-F-102 adalah 84,2625 %.

 Oksigen excess masuk furnace 15-F-102 rata-rata adalah 3,98 %.

 Jumlah oksigen excess yang masuk ke furnace sangat mempengaruhi efisiensi, apabila oksigen excess yang masuk tinggi maka efisiensi akan turun begitupun sebaliknya.

V.2 Saran

Untuk menjaga efisiensi furnace 15-F-102 pada Residue Catalytic Cracker Unit maka sebaiknya perlu dilakukan tindakan sebagai berikut :

 Mengecek refraktori furnace/ bata tahan api di furnace agar tidak banyak panas yang hilang dan menyebabkan efisiensi panas furnace turun.

 Membersihkan tube di furnace dengan steam secara berkala agar jelaga di dalam tube hilang dan mengurangi terjadinya isolasi panas dari fuel oleh jelaga.

 Menaikkan kevacuuman furnace agar oksigen excess yang masuk furnace tidak terlalu tinggi yang menyebabkan efisiensi furnace menjadi turun.

 Melakukan maintenance terhadap furnace secara berkala supaya performa furnace tetap optimal.

(31)

DAFTAR PUSTAKA

API Standart 560, “Fired Heaters for General Refinery Services”, American Petrolium Institute, Washington DC :1995.

PERTAMINA, “Furnace and Combustion”, Pertamina RU-VI Balongan, Indramayu:2006.

PERTAMINA, “Boilers and Furnaces Optimization”, Pertamina RU-VI Balongan, Indramayu:2010.

PETAMINA EXOR – 1, Pedoman Operasi Kilang Unit 15 Residue Catalytic Cracking Unit, Balongan:1992.

Smith, J.M. and H.C. Van Ness, “Introduction to Chemical Engineering Thermodynamics”, 4thed., Mc Graw Hill Book Co., New York:1987.

(32)

LAMPIRAN

Gambar

Gambar II.2.1 furnace tipe box
Tabel 3.2 Heat Loss Stack
Gambar IV.1 Hubungan Efisiensi Furnace 15-F-102 terhadap Oxygen Excess pada tanggal 1- 1-14 Mei 2016
Gambar IV.3 Perbandingan anatara Net-Efisiensi Thermal vs Efisiensi Design pada tanggal  1-14 Mei 2016

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Unit Furnace adalah suatu peralatan perpindahan panas yang sumber panasnya dihasilkan dari reaksi pembakaran bahan bakar oleh Burner di dalam fire box, baik itu

( ANALISA TERMAL PADA FURNACE WATER TUBE BOILER DITINJAU DARI PERPINDAHAN PANAS KONDUKSI DAN KONVEKSI.. MENGGUNAKAN BAHAN BAKAR

Di dalam blast furnace, fuel (bahan bakar), bijih besi (iron ore), dan batu kapur (limestone) secara terus menerus disuplai melalui bagian atas tungku, sementara ledakan panas

Furnace yang penulis gunakan merupakan furnace yang terbuat dari bahan semen anti panas dan dapat digunakan menggunakan dua bahan bakar yaitu briket dan gas atau dapat

PLTD merupakan pembangkit listrik konvensional yang menggunakan bahan bakar utama adalah solar atau High Speed Diesel(HSD) dan minyak residu(MFO)

Pemakaian beton prategang (prestressed concrete) memungkinkan girder dibuat dengan dimensi yang lebih kecil dibanding beton biasa. Dimensi Box Girder yang digunakan

Filter Udara Filter udara adalah suatu komponen mesin diesel yang berfungsi pada setiap mesin diesel baik itu yang menggunakan bahan bakar bensin ataupun solar semua pasti terdapat