• Tidak ada hasil yang ditemukan

CRITICAL BOOK REVIEW ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

N/A
N/A
elvina

Academic year: 2024

Membagikan "CRITICAL BOOK REVIEW ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN "

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

CRITICAL BOOK REVIEW ETIKA DAN HUKUM KESEHATAN

DOSEN PENGAMPU: RENI AGUSTINA HARAHAP, SST., M.Kes

DISUSUN OLEH:

ELVINA (0801212306) IKM 9/SEMESTER III

PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN

2022

(2)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat-Nya, sehingga saya dapat menyusun laporan kritik buku yang berjudul “Etika dan Hukum Kesehatan”. Tidak lupa pula saya ucapkan Terimakasih kepada Ibu Reni Agustina SST., M.Kes selaku dosen pengampu mata kuliah Etika dan Hukum Kesehatan.

Laporan kritik buku ini berisikan tentang konsep dasar etika kesehatan, kode etik profesi, hukum kesehatan, aspek hukum tenaga kesehatan, informed consent, etika penelitian kesehatan, penegakan hukum bidang pelayanan kesehatan, malpraktik tenaga kesehatan, kesalahan dan kelalaian tenaga kesehatan, aspek hukum kesehatan lingkungan, aspek hukum keselamatan dan kesehatan kerja, aspek hukum penyakit menular, dan aspek hukum pengobatan tradisional. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kritik buku ini masih memiliki kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak sangat saya harapkan untuk kesempurnaan penyusunan makalah ini.

Medan, 2 Desember 2022

Elvina

(3)

Identitas Buku

Judul Buku : Buku Etika dan Hukum Kesehatan Sampul Buku : Buku Etika dan Hukum Kesehatan Penulis : Reni Agustina Harahap, SST., M.Kes Penerbit : Merdeka Kreasi

Tahun Terbit : 2022

Cetakan : 2

Jumlah Halaman : 270

ISBN : 978-602-4252-95-3

BAB 1

KONSEP DASAR ETIKA KESEHATAN Pendahuluan:

Etika berasal dari bahasa Yunani “ethos” dalam bentuk tunggal, atau “etha” dalam bentuk jamak atau plural. Dalam kamus Bahasa Indonesia karangan Poerwadarminta, ethos diartikan adat, kebiasaan, akhlak, watak perasaan, sikap atau cara berpikir. Selanjutnya, etika sebagai kajian ilmu atau objek diartikan ilmu tentang apa yang dilakukan (pola perilaku) orang, atau ilmu tentang adat kebiasaan orang . kata etika dalam bahasa Latin sama dengan moral, yang berasal dari akar kata “mos” (tunggal) atau “mores “ (jamak), yang diartikan kebiasaan orang atau manusia dalam konteks sosialnya. Sedangkan etiket, sesuatu cara atau ketentuan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh suatu anggota masyarakat tertentu, dimana cara atau ketentuan tersebut ditentukan oleh kelompok masyarakat tertentu tersebut.

Etiket atau sopan santun hanya berlaku pada masyarakat tertentu yang menyepakati tindakan atau perilaku tersebut. Misalnya bersalaman dengan tangan kanan, bahasa verbal setuju dengan menganggukkan kepala, dan oleh kelompok masyarakat tertentu.

(4)

Dari uraian pendahuluan dapat disimpulkan bahwa moralitas atau etika hanya berlaku apabila terjadi interaksi antara manusia dengan manusia yang lain. Dengan kata lain etika adalah suatu kajian terhadap perilaku, kaitannya dengan moral.

Inti (Isi Buku)

A. Etika dan Etiket

Poerwadarminta (1953) menyimpulkan bahwa: etika adalah sama dengan akhlak, yaitu pemahaman tentang hak dan kewajiban orang. Sedangkan etiket, sesuatu cara atau ketentuan yang dilakukan atau tidak dilakukan oleh suatu anggota masyarakat tertentu, dimana cara atau ketentuan tersebut ditentukan oleh kelompok masyarakat tertentu tersebut.

B. Etika dan Hati Nurani

Hati nurani adalah penghayatan atau kesadaran tentang baik atau buruk, benar atau tidak benar berhubungan dengan tingkaah laku konkret seseorang didalam masyarakat. Hati nurani ini memerintahkan atau melarang kita untuk bertindak atau tidak bertindak, atau menanjurkan atau melarang kita untuk melakukan sesuatu terhadap situasi yang dihadapinya.

Hati nurani dibedakan menjadi dua, yakni:

1. Hati nurani retrospektif 2. Hati nurani prospektif C. Perkembangan Etika

1. Tahap praetik atau pramoral, perkembangan etika pada tahap awal yang terjadi dalam keluarga.

2. Tahap prakonvesional, perkembangan etika pada tahap ini sudah mulai didasarkan pada norma-norma yang berlaku dalam kelompok sosialnya tidak hanya terbatas dalam keluarga.

3. Tahap konvensinal, pada tahap ini pemahaman seseorang sudah meluas kekelompok yang lebih kompleks (suku bangsa, agama, negara dan sebagainya).

4. Tahap pascakonvensional (otonom), Pada tahap ini, sebagai penerimaan tanggung jawab pribadi atas dasar etik, moral atau prinsip – prinsip hati nurani yang sudah lebih otonom atau mandiri.

D. Nilai Etika

Dari berbagai studi dapat disimpulkan bahwa nilai moral mempunyai ciri-ciri yaitu:

(5)

a. Nilai berkaitan dengan subjek, kalau tidak ada subjek yang memberikan “nilai”, yang berarti tidak bernilai.

b. Nilai tampil dalam konteks praktis, dimana subjek meletakkan sesuatu dalam konteksnya, misalnya “keadilan”.

c. Nilai menyangkut hal – hal yang ditambahkan oleh subjek sesuai dengan sifat – sifat yang dimiliki objek, misalnya “perbuatan baik”, atau melakukan baik.

E. Pendekatan Etika

Dengan kata lain ada berbagai pendekatan, antara lain:

1. Etika Deskriptif Etika deskriptif 2. Etika Normatif

F. Etika, Agama, dan Hukum

memelihara hubungan yang harmonis secara bersamaan dan sekaligus, yakni:

a. Hubungan antara nuasia dengan Tuhan.

b. Hubungan antara manusia dengan manusia lain,

c. Hubungan antara manusia dengan lingkungannya (fisik).

G. Manusia Seutuhnya

Manusia adalah makhluk hidup ciptaan Tuhan yang paling sempurna. Oleh sebab itu, manusia tidak dapat disamakan dengan makhluk hidup yang lain dan mampu berkembang sebagaimana seharusnya, bukan hanya aspek fisiknya (biologi) saja diintervensi dengan memberikan makanan dan minuman seperi makhluk hidup yang lain, tetapi yang utama adalah pengembangan aspek mental dan moralnya.

H. Etika Kesehatan Masyarakat

Etika kesehatan masyarakat mampu menjelaskan:

1. Penegrtian ahli kesehatan masyarakat

2. Besaran dan moral yang berkaitan dengan kesehatan kesejahteraan masyarakat 3. Topik dan permasalahan yang selalu muncul dalam kesehatan masyarakat 4. Peran advokasi untuk mencapai populasi yang lebih sehat dan lebih aman.

(6)

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan dari bab ini, yaitu kita dapat mengetahui pengertian etika dan moral sehingga dapat membantu seseorang untuk berprilaku sebagaimana mestinya dalam kehidupan bermasyarakat.

Kekurangan:

menurut saya kekurangan dari bab ini yaitu terlalu banyak sub bab yang membuat minat pembaca berkurang karena dianggap tidak menarik.

Penutup:

Etika sebagai kajian ilmu membahas tentang moralitas atau tentang manusia terkait dengan perilakunya terhadap manusia lain dan sesama manusia. Boleh dikatakan bahwa perilaku atau perbuatan manusia dimana pun berada atau hidup selalu dikendalikan oleh kesadarannya (hati Nurani). Hati nurani adalah penghayatan batin tentang baik atau buruk, terhadap tingkah laku konkret seseorang sebagai makhluk manusia yang dibedakan menjadi dua yaitu retrospektif dan prospektif. Hakihatnya etika memiliki hubungan yang erat dengan agama maupun hukum.

(7)

BAB 2

KODE ETIK PROFESI Pendahuluan

Profesi berasal dari kata “profesi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi Pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu. Profesi memiliki pengaturan umum yang mengandung hak-hak fudemental dan mempunyai peraturan mengenai tingkah laku atau perbuatan dalam melaksanakan profesinya yang berdasarkan kode etik profesi.

Inti (Isi Buku)

A. Pengertian profesi

Profesi berasal dari kata “profesi” dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan pengertian profesi adalah bidang pekerjaan yang dilandasi Pendidikan keahlian (keterampilan, kejujuran, dan sebagainya) tertentu.

B. Arti Kode Etik Profesi

Bertens menyatakan kode etik profesi merupakan norma yang diterapkan dan diterima oleh kelompok profesi, yang mengarahkan atau memberi petunjuk kepada anggotanya bagaimana seharusnya berbuat dan menjamin mutu moral profesi.

C. Tujuan dan Fungsi Kode Etik Profesi Tujuan kode etik profesi sebagai berikut:

1. Menjunjung tinggi martabat profesi

2. Menjaga dan memelihara ksejahteraan para anggota 3. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi 4. Meningkatkan mutu profesi

5. Meningkatkan mutu organisasi profesi

6. Meningkatkan layanan diatas keuntungan pribadi

7. Mempunyai organisasi professional yang kuat dan terjalin erat 8. Menentukan buku standarnya sendiri

Fungsi kode etik profesi sebagai berikut:

(8)

2. Untuk menciptakan terbentuknta integritas moral yang kuat 3. Dapat membentuk martabat atau jati diri suatu organisasi profesi 4. Menjadi acuan agar anggota profesi tetap bermartabat.

D. Prinsip-Prinsip Etika profesi 1. Prinsip sikap baik.

2. Prinsip keadilan.

3. Prinsip hormat terhadap diri sendiri.

E. Upaya untuk Mematuhi Kode Etik Profesi

1. Klausula Penundukan pada Undang-Undang, yang mencantumkan dengan tegas sanksi bagi pelanggarnya.

2. Legalisasi Kode Etik, hal ini semacam perjanjian bersama semua anggota untuk memenuhi kode etik profesi.

F. Pelanggaran disiplin Profesi Pelanggaran dapat ditemukan dalam bentuk:

1. Medical Neligence (kelalaian medik), artinya melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan dan sebaliknya.

2. Professional misconduct (kesalahan perilaku professional) G. Kode Etik Kesehatan Masyarakat

Kode etik profesi kesehatan masyarakat mengacu pada public health leadership society version 2.2 yang terdapat 12 kode etik kesehatan masyarakat yang mengacu kepada 11 prinsip nilai-nilai dan kepercayaan yang meliputi kesehatan (health, komunitas (community), dan landasan aksi (bases action).

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan dari bab ini, kita dapat mengetahui kode etik profesi yang terdapat pada kesehatan masyarakat dan bagaimana penerapan yang benar untuk menjujung tinggi martabat suatu organisasi profesi.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan dari bab ini yaitu tidak meratanya pembahasan pada semua sub bab yang dapat mengakibatkan pembaca kurang mengerti.

(9)

Penutup:

Profesi adalah pekerjaan pelayanan yang dilandasi oleh persiapan atau Pendidikan khusus formal dan landasan kerja ideal serta didukung oleh etis masyarakat. Dengan demikian kode etik menerapkan konsep etis karena profesi bertanggung jawab pada manusia dan kepercayaan serta nilai induvidu. Tiap-tiap pelaksanaan profesi harus benar-benar memahami tujuan kode etik profesi kemudia melanjutkannya. Oleh karena itu membuat kode etik suatu profesi menetapkan hitam putih untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggap hakiki.

(10)

BAB 3

HUKUM KESEHATAN Pendahuluan

Hukum kesehatan (health law) merupakan suatu spesialisasi dari ilmu hukum yang ruang lingkupnya meliputi segala peraturan perundang-undangan di sektor pemeliharaan kesehatan. Leenen (dalam Amri Amir 1999) mengemukakan bahwa hukum kesehatan meliputi semua ketentuan umum yang langsung berhubungan dengan pemelihaaran kesehatan dan penerapan dari hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi dalam hubungan tersebut serta pedoman internasional, hukum kebiasaan dan jurisprudensi yang berkaitan dengam pemeliharaan kesehatan, hukum otonom, ilmu, dan literatur menjadi sumber hukum kesehatan.

Inti (Isi Buku)

A. Pengertian Hukum Kesehatan

Hukum kesehatan (health law) merupakan suatu spesialisasi dari ilmu hukum yang ruang lingkupnya meliputi segala peraturan perundang-undangan di sektor pemeliharaan kesehatan.

B. Sumber Hukum Kesehatan 1. Pedoman Internasional 2. Hukum kebiasaan 3. Jurisprudensi 4. Hukum Otonom 5. Ilmu

6. Literatur

C. Latar Belakang Perlunya Hukum Kesehatan

Upaya mencapai peningkatan pelayanan kesehatan bagi seluruh lapisan masyarakat Indonesia yang jumlah penduduknya besar, maka diperlukan peraturan perlindungan hukum untuk melindungi “pemberi” dan “penerima” ajsa pelayanan kesehatan. Pelaksaanan “hukum kesehatan” diberlakukan secara proporsional dan bertahap sebagai bidang hukum khusus.

D. Fungsi dan Tujuan Hukum Kesehatan

(11)

Fungsi hukum (hukum kesehatan) adalah memberikan perlindungan kepada pemberi dan penerima jasa kesehatan. Pemahaman mengenai tujuan dan fungsi tugas hukum didasarkan pada pandangan bahwa hukum adalah ciptaan manusia.

E. Hukum Kesehatan Masyarakat

Hukum kesehatan masyarakat adalah ilmu yang mempelajari tentang:

1. Kekuasaan dan fungsi-fungsi legal negara untuk memastikan kondisi yang sehat bagi penduduk melalui identifikasi, pencegahan, dan memperbaiki resiko kesehatan di masyarakat

2. Keterbatasan kekuasaan negara dalam mencegah otonomi, privasi, kebebasan, hak milik, atau upaya legal lainnya dalan melindungi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan publik.

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan dari bab ini memiliki pembahasan yang kompleks dari berbagi aspek hukum yang ada pada bidang kesehatan.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan pada bab ini yaitu kosa kata yang terlalu rumit sehingga pembaca dapat kesulitan dalam memhami.

Penutup:

Hukum kesehatan adalah Lembaga peraturan yang langsung berhubungan dengan perwataan kesehatan sekaligus penerapann hukum sipil, perdata, pidana dan hukum administrasi yang berhubungan langsung dengan bidang pemeliharaan kesehatan yakni hukum medis/kedokteran, hukum perwatan, hukum farmasi, hukum rumah sakit, hukum kesehatan lingkungan, hukum kesehatan masyarakat, dan hukum lainnya disektor kesehatan.

Dengan demikian masalah kesehatan adalah tugas dan tanggung jawab bersama dari berbagai sektor kesehatan, masyarakat dan juga pemerintah itu sendiri.

(12)

BAB 4

ASPEK HUKUM TENAGA KESEHATAN Pendahuluan

Tanggal 17 Oktober 2014 UU No. 36 tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan telah disahkan dan diundangkan. Dalam Undang – Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2014 disebutkan bahwa tenaga kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang paling utama.

Sebab dengan tenaga kesehatan ini semua sumber daya kesehatan yang lain seperti fasilitas pelayanan kesehatan, pembekalan kesehatan serta teknologi dan produk teknologi dapat dikelola secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yang diharapkan. Dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan, bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Inti (Isi Buku)

A. Jenis Tenaga Kesehatan

Dalam Undang – Undang Kesehatan No.36 Tahun 2014 tenaga dibidang kesehatan terdiri atas: (1) Tenaga Kesehatan, dan (2) Asisten Tenaga Kesehatan. Tenaga kesehatan dikelompokkan berdasarkan latar belakang maupun jenis pelayanan atau upaya kesehatan yang dilakukan jenis tenaga kesehatan berdasarkkan UU ini meliputi:

1. Tenaga Medis

2. Tenaga Psikologi Klinis 3. Tenaga Keperawatan 4. Tenaga Kebidanaan 5. Tenaga Kefarmasian

6. Tenaga Kesehatan Masyarakat 7. Tenaga Kesehatan Lingkungan 8. Tenaga Gizi

9. Tenaga Keterapian Fisik 10. Tenaga Ketenisan Medis 11. Tenaga Teknik Biomedika 12. Tenaga Kesehatan Tradisional

(13)

B. Persyaratan Tenaga Kesehatan

Dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 diatur ketentuan sebagai berikut : 1. Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan

yang dinyatakan dengan ijazah dari lembaga atau institusi pendidikan.

2. Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan memiliki izin dari menteri.

3. Selain izin dari menteri, bagi tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri harus melakukan adaptasi terlebih dahulu di fakultas atau lembaga pendidikan dokter negeri di indonesia.

C. Perencanaan dan Pengadaan Tenaga Kesehatan

Perencanaan, pengadaan dan penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan untuk memenuhi kebutuhan tenaga kesehatan yang merata dan yang tersebar diseluruh jenis fasilitas pelayanan kesehatan baik pemerintah maupun swasta. Penempatan tenaga kesehatan dilaksanakan sesuai dengan perencanaan nasional tenaga kesehatan. Dalam merencanakan tenaga kesehatan di indonesia, didasarkan pada pertimbangan – pertimbangan serta faktor – faktor sebagai berikut :

a. Jenis pelayanan kesehatan yang dibutuhkan oleh masyarakat.

b. Sarana kesehatan yang beraneka ragam yang tersebar di seluruh tanah air.

c. Jenis dan jumlah tenaga kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan pelayanan.

Ketentuan tentang pengadaan tenaga kesehatan yang diperlukan oleh berbagai sarana dan pelayanan kesehatan di indonesia, menurut ketentuan dalam PP. No. 32 Tahun 1996 ini, dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan di bidang kesehatan.

D. Standar Profesi dan Perlindungan Hukum

Ketentuan tentang standar profesi petugas kesehatan ini dalam Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1996 diatur sebagai berikut :

1. Setiap tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga kesehatan.

2. Standar profesi tenaga kesehatan ini selanjutnya ditetapkan oleh Menteri.

3. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakan tugas profesinya

(14)

E. Tenaga Kesehatan dalam UU NO. 36 Tahun 2014

Dalam Undang – Undang Kesehatan yang baru No. 36 Tahun 2014. Ketentuan tentang Tenaga Kesehatan ini lebih rinci dibandingkan dengan UU. No. 23 Tahun 1992.

ketentuan – ketentuan tentang ketenagaan sebagai berikut : 1. Perencanaan

2. Kualifikasi dan kewenangan 3. Etika dan kode etik

4. Pendidikan dan pelatihan

5. Pendayagunaan dan penempatan 6. Hak, kewajiban dan kewenangan Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini terdapat penjelasan terbaru mengenai Undang- undang yang mengatur tentang tenaga kesehatan dan hal-hal yang mencakup tenaga kesehatan sehingga memudahkan pembaca dalam memahami setiap pembahasan yang ada.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan dalam bab ini tidak menjelaskan bagaimana jika seorang tenaga kesehatan tidak mematuhi aturan yang berlaku dalam Undang-undang yang telah ditetapkan.

Penutup:

Dalam Undang – Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2014 disebutkan bahwa tenaga kesehatan merupakan sumber daya kesehatan yang paling utama. Sebab dengan tenaga kesehatan ini semua sumber daya kesehatan yang lain seperti fasilitas pelayanan kesehatan, pembekalan kesehatan serta teknologi dan produk teknologi dapat dikelola secara sinergis dalam rangka mencapai tujuan pembangunan kesehatan yang diharapkan. Pada tahun 1996, keluarlah Peraturan Pemerintah atau PP No. 32 Tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan.

Dalam peraturan pemerintah ini dijelaskan, bahwa tenaga kesehatan adalah setiap orang yang mengabadikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan atau keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

(15)

BAB 5

INFORMED CONSENT Pendahuluan

Pada awal mulanya, dikenal hak atas Persetujuan/Consent, baru kemudian dikenal hak atas informasi kemudian menjadi ‘Informed Consent”. Pada Kasus Schoendorff vs Society of the New York Hospital, 1914 “Setiap manusia dewasa dan berakal sehat, berakal sehat, berhak untuk menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya sendiri; dan seorang Dokter Ahli Bedah yang melakukan suatu operasi tanpa persetujuan pasiennya dapat dipersalahkan telah melakukan suatu pelanggaran untuk mana ia harus bertanggung jawab atas segala kerugian” (Hakim Benyamin Cardozo J).

Inti (Isi Buku) A. Pengertian

Informed Consent, yaitu suatu persetujuan yang diberikan oleh pasien dan keluarganya atas dasar informasi dan penjelasan mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Untuk itu, wajib hukumnya bagi rumah sakit ataupun dokter untuk memberikan informasi dan keterangan kepada pasien tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan penyakit pasien, tindakan yang akan dilakukan dan resiko apa yang mungkin terjadi dari suatu tindakan, sebelum tindakan itu dilakukan. Informasi dan penjelasan dianggap cukup, apabila telah mencakup beberapa hal dibawah ini, yaitu :

1. Tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medik yang akan dilakukan.

2. Tata cara tindakan medik yang akan dilakukan.

3. Resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi.

4. Alternatif tindakan medik lain yang tersedia serta resikonya masing – masing.

5. Prognosis penyakit apabila tindakan medik tersebut dilakukan.

6. Diagnosis.

B. Aspek Hukum Informed Consent

1. Aspek Hukum Pidana, Pasal 351 KUHP, mengenai penganiayaan, maka operasi oleh dokter, misalnya dengan menusukkan pisau bedah ke tubuh pasien tanpa persetujuan terlebih dulu, dapat dikenai sanksi pidana karena dikategorikan penganiayaan.

(16)

2. Aspek Hukum Perdata, Berkaitan dengan Hukum Perikatan yaitu dalam Pasal 1320 BW yang intinya harus ada kesepakatan antara kedua belah pihak yaitu dokter dan pasien.

3. Aspek Hukum Administrasi, Persetujuan Tindakan Kedokteran Permenkes 290 Tahun 2008, telah diuraikan panjang lebar tentang perlunya penjelasan atau informasi.

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini terdapat penjelasan yang disusun secara sistematik menegnai informed consent dan juga aspek hukum yang terdapat didalamnya.

Kekurangan:

Menurut saya kekuranga pada bab ini yaitu sedikitnya pendapat tentang para ahli dan penulis mengenai informed consent.

Penutup:

Informed consent dimuat dalam beberapa peraturan, meskipun demikian masih diperlukan pengaturan hukum yang lebih lengkap mengenai hal ini, karena dibutuhkan suatu pengaturan hukum yang tidak hanya melindungi pasien dari kesewenangan dokter, tetapi juga diperlukan untuk melindungi dokter dari kesewenangan pasien yang melanggar batas – batas hukum dan perundang – undangan. Pada peraturan nomor 290 Tahun 2008 ini juga dijelaskan, setiap tindakan kedokteran yang mengandung resiko tinggi harus persetujuan tertulis yang ditandatangani oleh yang berhak memberikan persetujuan.

(17)

BAB 6

ETIKA PENELITIAN KESEHATAN Pendahuluan

Penelitian adalah kegiatan untuk memperoleh informasi atau penjelasan tentang fenomena alam atau sosial, yang direncanakan secara sistematik dengan metode atau cara – cara tertentu. Dari batasan ini jelas, bahwa dalam kegiatan penelitian ada dua belah pihak yang berkepentingan. Pihak pertama adalah pihak yang ingin memperoleh informasi atau penjelasan, yakni sipeneliti dan pihak yang kedua adalah pemberi informasi atau pemberi penjelasan adalah masyarakat atau responden sebagai pihak yang diteliti.

Inti (Isi Buku)

A. Penelitian Kesehatan

Penelitian kesehatan secara garis besarnya dikelompokkan menjadi dua, sesuai degan ruang lingkup masalah kesehatan yakni masalah:

1. Pencegahan penyakit (preventif) dan peningkatan kesehatan (promotif) adalah bidang kesehatan masyarakat.

2. Penyembuhan penyakit (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif) adalah bidang kedokteran.

Etika penelitian kesehatan juga dikelompokkan menjadi dua, yakni:

a. Etika Penelitian Kesehatan Masyarakat b. Etika Penelitian Kedokteran (Biomedis) B. Etika Penelitan Kesehatan Masyarakat

Hubungan antara peneliti dengan yang diteliti adalah sebagai hubungan antara mereka yang memerlukan informasi dan mereka yang memberikan atau menghasilkan informasi.

Secara terinci hak-hak dan kewajiban-kewajiban peneliti dan yang diteliti (informan) adalah:

1. Hak dan kewajiban responden

2. Hak dan kewajiban peneliti atau pewawancara

a) Etika dan Metodologi Penelitian Kesehatan Masyarakat

Penelitian kesehatan masyarakat, dilihat dari metodenya dikelompokkan menjadi dua,

(18)

b) Etika dan Kalitas Data Peneliti

Agar peneliti atau pewawancara memahami pentingnya memperlakukan responden dalam rangka memperoleh kualitas informasi yang baik dan akurat, maka perlu menyadari bahwa dalam pengambilan data atau informasi kepada responden akan menimbulkan ketidaknyamanan responden. Ketidaknyamanan tersebut dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1) Terganggunya Privacy

2) Terganggunya Kegiatan atau Kerjaan

3) Berpikir atau Berusaha Sebaik Mungkin untuk Menjawab Pertanyaan atau Memberikan Informasi

4) Kemungkinan Munculnya “Rasa Emosional” yang Pernah Dialami pada Waktu yang Lalu

5) Pengambilan Informasi (Data) dengan Melakukan Tindakan Invasif c) Kaji Etik Penelitian Kesehatan Masyarakat

Kriteria atau hal – hal yang diperlukan dalam penilaian kaji etik penelitian, khusunya untuk penelitian bidang ilmu kesehatan masyarakat antara lain sebagai berikut:

1) Adanya lembar persetujuan dari responden atau formulir “inform concent”

2) harus ada tindakan yang sama bagi kelompok kontrol, setelah pengambilan data pasca eksperimen (setelah posttest).

3) Memberikan kompensasi kepada responden.

4) peneliti harus bertanggung jawab atau memberikan jaminan terhadap kemungkinan risiko yang terjadi.

5) Bila penelitian tersebut mengambil data sekunder, maka tidak diperlukan “inform concent” dari responden.

C. Etika Penelitian Biomedis

Penelitian biomedis pada manusia tujuan utamanya adalah untuk menyempurnakan prosedur atau tata cara diagnosis penyakit, terapi serta rehabilitasi penderita. Untuk itu, maka yang penting dalam penelitian biomedis ini bukan pada hasilnya, melainkan bagaimana hasil penelitian biomedis tersebut digunakan untuk menolong penderita, sehingga secara keseluruhan dapat mewujudkan kesejahteraan hidup dalam masyarakat

(19)

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini terdapat bagaimana etika seorang peneliti terhadap masyarakat atau responden sebagai pihak yang diteliti sehingga pembaca dapat mengetahui dan menerapkan bagaimana seharusnya saat melakukan sebuah penelitian.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan dalam bab ini yaitu terdapat banyak penjelasan yang dapat membuat pembaca bosan ataupun enggan membaca.

Penutup:

Hubungan antara peneliti dengan yang diteliti adalah sebagai hubungan antara mereka yang memerlukan informasi dan mereka yang memberikan atau menghasilkan informasi Oleh sebab itu, sesuai dengan prinsip etika maka dalam hubungan antara kedua belah pihak disebut etika penelitian, adapun status hubungan antara peneliti dengan yang diteliti dalam konteks ini adalah masing-masing pihak mempunyai hak dan kewajibannya. Hak-hak dan kewajiban- kewajiban ini harus diakui dan dihargai oleh masing – masing pihak tersebut. Apabila responden tidak bersedia diwawancarai atau memberikan informasi adalah hak mereka, dan tidak dilanjutkan pengambilan data atau wawancaranya.

(20)

BAB 7

PENEGAKAN HUKUM BIDANG PELAYANAN KESEHATAN Pendahuluan

Kepastian hukum dalam memberikan perlindungan kepada pasien, serta mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan telah ditetapkan oleh berbagai peraturan seperti Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang – Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, Undang – Undang Nomor 8 Tahun 1989 tentang Perlindungan Konsumen, serta Kitab Undang – Undang Hukum Pidana serta peraturan pelaksanaan terkait lainnya. Setiap pelanggaran (baik merupakan pelanggaran etika profesi, atau pelanggaran disiplin profesi, maupun pelanggaran hukum) dapat dilakukan penegakan hukum (law enforcement).

Inti (Isi Buku)

A. Lembaga-Lembaga Profesi

1. Majelis Kehormatan Etika Kedokteran (MKEK) 2. Majelis Disiplin Tenaga Kesehatan (MDTK) 3. Majelis Tenaga Kesehatan Indonesia (MTKI)

4. Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI) B. Lembaga-Lembaga Non Profesi

1. Non litigasi (di luar pengadilan)

a. Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).

b. Forum Mediasi Pengaduan dan Penyelesaian Masalah Pelayanan Kesehatan 2. Litigasi (di dalam pengadilan)

a. Peradilan Perdata b. Peradilan Pidana

c. Peradilan Tata Usaha Negara

C. Penjelasan Lembaga-Lembaga Profesi a. Dasar hukum

b. Susunan anggota c. Fungsi

d. Proses penanganan pengaduan

(21)

D. Penyelesaian Lembaga Non Profesi 1. Non Ligitasi

a. Dasar hukum b. Tugas

c. Keanggotaan

d. Proses penanganan kasus 2. Ligitasi

a. Melalui jalur peradilan perdata b. Melalui jalur peradilan pidana

c. Melalui jalur keadilan tata usaha negara Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini terdapat penjelasan yang sangat jelas mengenai penegakan hukum yang ada di bidang pelayanan kesehatan.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan pada bab ini ada beberapa penjelasan yang dapat menyulitkan pembaca dalam memahami setiap sub bab yang ada pada buku.

Penutup:

Setiap pelanggaran (baik merupakan pelanggaran etika profesi, atau pelanggaran disiplin profesi, maupun pelanggaran hukum) dapat dilakukan penegakan hukum (law enforcement). Namun pada praktiknya lembaga yang berwenang untuk melakukan penegakan hukum di bidang hukum kedokteran tidak berada di dalam satu lembaga, melainkan ada beberapa lembaga yang berbeda. Pembahasan pada buku ini dibatasi pada lembaga profesi dan Non Profesi. Untuk lembaga Non Profesi dibatatasi penyelesaian di luar pengadilan (Non Litigasi) dan dalam pengadilan (Litigasi).

(22)

BAB 8

MALPRAKTIK TENAGA KESEHATAN Pendahuluan

Berdasarkan Coughlin's Law Dictionary, malpraktik adalah sikaptindak profesional yang salah dari seseorang yang berprofesi, seperti dokter, perawat, ahli hukum, akuntan, dokter gigi, dokter hewan dan sebagainya. Malpraktik bisa diakibatkan karena sikap tindak yang bersifat tidak peduli, kelalaian, atau kekurang-ketrampilan atau kehati-hatian dalam pelaksanaan kewajiban profesionalnya, tindakan salah yang sengaja atau praktek yang bersifat tidak etis. Berdasarkan pengertian tersebut, malpraktik bisa terjadi pada semua profesi baik perawat, dokter, atau profesi yang lain.

Inti (Isi Buku)

A. Defenisi Malpraktik

Malpraktik terdiri dari dua suku kata mal dan praktik. Ma/ berasal dari kata Yunani yang berarti buruk. Sedangkan praktik menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti menjalankan perbuatan yang tersebut dalam teori atau menjalankan pekerjaan atau profesi.

Jadi, malpraktik berarti menjalankan pekerjaan yang buruk kualitasnya Pengertian malpraktik secara umum menyebutkan adanya kesembronoan (professional miscounduct) atau ketidakcakapan yang tidak dapat diterima (unreasonable lack of skill) yang diukur dengan ukuran yang terdapat pada tingkat keterampilan sesuai dengan derajat ilmiah yang Iazimnya dipraktikan pada setiap situasi dan kondisi di dalam komunitas anggota profesi yang mempunyai reputasi dan keahlian rata-rata.

B. Malpraktik Administrasi

Aspek hukum administrasi menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang akan melakukan praktik baik di institusi kesehatan maupun mandiri wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh pemerintah. Hal ini sesuai dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 23 ayat (3) yang berbunyi "dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan, .tenaga kesehatan wajib memiliki izin dari pemerintah". Izin menjalankan praktik memiliki dua makna, yaitu:

1. izin dalam arti pemberian kewenangan secara formil (formeele bevoegdheid) 2. izin dalam arti pemberian kewenangan secara materiil (materieele bevoegdheid).

(23)

Scnksi administrasi yang diberikan dapat berupa pencabutan izin dan denda administrasi. Seperti yang tertera dalam UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 188 ayat (1) yang menyatakan bahwa "Menteri dapat mengambil tindakan administratif terhadap tenaga kesehatan dan fasilitas pelayanan kesehatan yang melanggar ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini". Lebih lanjut pada ayat (3) "tindakan administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:

a. peringatan secara tertulis

b. pencabutan izin sementara atau izin tetap.

C. Malpraktik Perdata

Dalam Pasal 1365 BW disebutkan bahwa "tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut". Dalam hal ini apabila perbuatan tenaga kesehatan menyimpang dari standar operasional prosedur atau standar yang berlaku yang menimbulkan kerugian bagi pasien maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Dalam pasal tersebut tertulis "...karena salahnya..", hal ini mengandung arti, bahwa salah yang diperbuat bisa dalam bentuk kesengajaan atau kelalaian, aktif (berbuat sesuatu) maupun pasif (tidak berbuat sesuatu) dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap pasien.

D. Malpraktik Pidana

Perbuatan seseorang dapat dimasukkan dalam kategori criminal malpractice manakala perbuatan tersebut memenuhi rumusan delik pidana yakni: (1) perlakuan (asuhan keperawatan), (2) sikap batin, (3) mengenai hal akibat. Pada dasarnya perlakuan adalah perlakuan yang menyimpang. Mengenai sikap batin adalah kesengajaan atau culpa. Mengenai hal akibat adalah mengenai timbulnya kerugian bagi kesehatan atau nyawa pasien.

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini terdapat penjelasan yang dapat mengarahkan dan membantu pembaca dalam memahami suatu malpraktik yang ada pada sektor kesehatan dan bagaimana sanksi yang akan didapat dalam hukum perdata, pidana dan administrasi.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan dari bab ini yaitu tidak disertakan dengan contoh yang

(24)

Penutup:

Dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan malpraktik karena tindakan yang disengaja (intentonal), seperti pada kelakuan buruk (misconduct) tertentu, tindakan kelalaian (negligence) ataupun suatu ketidakmahiran atau ketidakkompetenan yang tidak beralasan. Dalam aspek hukum administrasi menyatakan bahwa tenaga kesehatan yang akan melakukan praktik baik di institusi kesehatan maupun mandiri wajib memiliki izin yang dikeluarkan oleh pemerintah. apabila perbuatan tenaga kesehatan menyimpang dari standar operasional prosedur atau standar yang berlaku yang menimbulkan kerugian bagi pasien maka dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum. Perbuatan melawan hukum merupakan suatu bentuk tindak pidana, dan apabila perbuatan melawan hukum tersebut dapat membawa kerugian baik berupa materiil maupun immaterial dapat terjerat hukum perdata.

(25)

BAB 9

KESALAHAN DAN KELALAIAN TENAGA KESEHATAN Pendahuluan

Dalam pemberian pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan juga tidak terlepas dari suatu fakta bahwa sebagai manusia mereka takkan luput berbuat kesalahan. Kesalahan terjadi pada setiap pekerjaan, tentu dengan berbagai konsekuensi. Kesalahan tersebut bisa berupa ketidakberhasilan (error) ataupun adanya suatu kelalaian (negligence). Kesalahan (error) adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai manusia, namun tidak dengan kelalaian (negligence). Hal ini dikarenakan error atau kesalahan merupakan sifat sebagai manusia. Namun, kesalahan (error) yang dilakukan secara berulang-ulang inilah yang kemudian dikategorikan sebagai kelalaian (negligence).

Inti (Isi Buku)

A. Kesalahan (Error)

Error adalah sebagai suatu ketidakberhasilan unto menyelesaikan suatu tindakan yang terencana atau penggunaan suatu rencana yang keliru untuk mencapai suatu tujuan, tetapi tidak termasuk tindakan yang dilakukan dengan sengaja atau tindakan sembarangan sehingga mencelakaan pasien. Error diklasifikasikan menjadi tiga tipe yaitu:

1. skill-based slips and lapses, terjadi karena adanya niat dalam melakukan kesalahan dalam tindakan maupun penyimpanan.

2. rule-based mistakes, mengarah pada tindakan dapat berjalan sesuai rencana, tetapi di mana rencana tersebut tidak memadai untuk mencapai hasil yang diinginkan.

3. knowledge-based mistakes.

Suatu penelitian menyatakan bahwa penyebab dari error, yaitu:

1. Kesalahan teknis (44%)

2. Keliru menegakkan diagnosa (17%) 3. Kegagalan mencegah luka (12%) B. Kelalaian (Negligence)

Negligence yaitu suatu kegagalan untuk bersikap hati-hati dan kurang waspada yang mana pada umumnya seseorang akan melakukannya dalam keadaan tersebut. Kelalaian dapat

(26)

1. Duty (kewajiban)

2. Dereliction of That Duty (penyimpangan dari kewajiban 3. Direct causation (kausa atau akibat langsung)

4. Damage (kerugian).

Kealpaan atau kelalaian hakikatnya mengandung tiga unsur yaitu pelaku berbuat (atau tidak berbuat, het doen of het niet doen), lain daripada apa yang seharusnya la perbuat (atau tidak berbuat) sehingga dengan berbuat demikian (atau tidak berbuat) telah melakukan perbuatan melawan hukum. Unsur kedua, pelaku telah berbuat lalai, lengah, atau kurang berpikir panjang. Unsur ketiga, perbuatan pelaku tersebut dapat dicela dan oleh karena itu, pelaku harus mempertanggungjawabkan akibat yang terjadi karena perbuatannya itu.

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini yaitu terdapat penjelasan yang dapat memberi pemahaman kepada pembaca bahwa seorang tenaga kesehatan dapat melakukan kesealahan dan juga kelalaian yang tidak sengaja saat bertugas.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan pada bab ini yaitu tidak diperjelas dengan sebuah contoh kesalahan dan kelalaian yang pernah terjada pada tenaga kesehatan pada masa ini.

Penutup:

Sebagai manusia, dokter dan tenaga kesehatan yang lain tidak luput dari kesalahan (To err is human, to forgive is devine). Semua tenaga kesehatan pasti pernah melakukan suatu error, Pengertian error dan negligence sendiri masih terus diperdebatkan. Sehingga, seringkali muncul kesalahpahaman dalam memahami arti dari error dan negligence. Ada bidang yang termasuk kelabu diantara kedua pengertian tersebut. Hal ini dikarenakan error atau kesalahan merupakan sifat sebagai manusia. Namun, kesalahan (error) yang dilakukan secara berulang-ulang inilah yang kemudian dikategorikan sebagai kelalaian (negligence).

Kesalahan (error) adalah sesuatu yang wajar dilakukan oleh tenaga kesehatan sebagai manusia, namun tidak dengan kelalaian (negligence). Paulo Coelho menyatakan bahwa

"everything that happens once can never happen again, but everything that happen twice will surely happen a third time". Ungkapan tersebut sangat cocok untuk menggambarkan error dan negligence.

(27)

BAB 10

ASPEK HUKUM KESEHATAN LINGKUNGAN Pendahuluan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada disekitar baik, berupa benda hidup, benda mati, benda nyata atau abstrak, termasuk manusia lainnya serta suasana yang terbentuk karena terjadinya interaksi diantara elemen-elemen yang ada di alam. WHO menjelaskan bahwa untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat diperlukan enam usaha dasar kesehatan masyarakat yang terdiri dari 1) pemeliharaan dokumen kesehatan, 2) pendidikan kesehatan, 3) kesehatan lingkungan, 4) pemberantasan penyakit menular, 5) kesehatan ibu dan anak, dan 6) pelayanan medis dan perawatan kesehatan. Merujuk hal tersebut, kesehatan lingkungan merupakan salah satu dari enam usaha dasar kesehatan masyarakat yang menekankan pencegahan secara dini kejadian suatu penyakit.

Inti (Isi Buku)

A. Definisi Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan adalah ilmu multidisiplin yang mempelajari dinamika hubungan interaktif antara sekelompok manusia atau masyarakat dengan berbagai perubahan komponen lingkungan hidup manusia yang diduga dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada masyarakt dan mempelajari upaya untuk penanggulangan dan pencegahannya. Menurut WHO, kesehatan lingkungan adalah suatu ilmu dan ketrampilan yang memusatkan perhatian pada usaha pengendalian semua faktor yang ada dilingkungan fisik manusia yang diperkirakan menimbulkan hal-hal yang merugikan perkembangan fisik, kesehatan, atau kelangsungan hidupnya.

B. Pengaruh Lingkungan Terhadap Kesehatan

Untuk mengetahui pentingnya lingkungan terhadap kesehatan, telah dibuktikan oleh WHO yang melakukan penyelidikan diseluruh dunia dan didapatkan hasil bahwa angka kematian (mortality), angka kesakitan (morbidity) yang tinggi serta seringnya terjadi epidemi, terdapat di tempat dengan lingkungan yang buruk yaitu tempat dimana terdapat banyak lalat, nyamuk, pembuangan kotoran dan sampah yang tidak teratur, air rumah tangga dan

(28)

perumahan yang buruk serta keadaan sosial ekonomi rendah, Sebaliknya, ditempat yang kondisi lingkungannya baik, angka kematian dan kesakitan juga rendah.

C. Ruang Lingkup

Ruang lingkup kesehatan Iingkungan terdiri dari 12 poin, yaitu: 1. Penyediaan air minum 2. Pengelolaan dan pembuangan Iimbah cair, gas dan padat 3. Pencegahan kebisingan 4. Mencegah kecelakaan 5. Mecegah penyebaran penyakit bawaan air, udara, makanan, dan vektor 6. Pengelolaan kualitas lingkungan, air, udara, makanan, pemukiman, dan bahan berbahaya 7. Pengelolaan keamanan dan sanitasi transportasi 8. Pengelolaan kepariwisataan 9. Pengelolaan tempat makan umum 10. Pengelolaan pelabuhan 11. Mencegah dan memberi pertolongan pada bencana 12. Pengelolaan lingkungan kerja.

D. Prinsip Pengendalian Lingkungan

Ada 4 prinsip dalam pengendalian lingkungan yaitu:

1. Isolasi

2. Mengganti (Subtitution) 3. Perlindungan (Shielding) 4. Perlakuan (Treatment)

E. Pengelolaan Kualitas Lingkungan 1. Pengelolaan pembuangan kotoran manusi

Untuk mencegah atau mengurangi kontaminasi tinjaterhadap lingkungan, maka pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan baik, Jamban yang baik dan memenuhi syarat kesehatan akan menjamin beberapa hal, yaitu :

a. Melindungi kesehatan masyarakat dari penyakit.

b. Melindungi dari gangguan estetika, bau dan penggunaan sarana yang aman.

c. Bukan tempat berkembangbiakan serangga sebagai vektor penyakit, d. Melindungi pencemaran pada penyediaan air bersih dan Iingkungan 2. Sampah dan pengelolaannya

Sampah adalah suatu bahan atau benda padat yang sudah tidak dipakai lagi oleh manusia, atau benda padat yang sudah digunakan lagi dalam suatu kegiatan manusia dan dibuang. Terdapat dua metode pembuangan sampah, yaitu:

a. Metode yang tidak memuaskan

(29)

b. Metode yang memuaskan

F. Masalah-Masalah Kesehatan Lingkungan di Indonesia

Di Indonesia permasalah-permasalahan dalam lingkup kesehatan lingkungan antara lain: Air Bersih, Kesehatan Pemukiman, Tempat Pembuangan Sampah, Serangga dan Binatang Pengganggu, Pencemaran Udara, pembuangan limbah, bencana alam, dan perencanaan tata kota dan kebijakan pemerintah.

G. Aspek Hukum Kesehatan Lingkungan

Sebelum Undang-undang Kesehatan diberlakukan, telah ada dua Undang-undang yang secara khusus mengatur tentang kesehatan lingkungan yaitu, Undang-undang Nomor 11 tahun 1962 tentang Higiene dan Usaha-usaha Bagi Umum serta Undangundang Nomor 2 Tahun 1966 tentang Higiene.

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini dapat memberikan pemahaman kepada pembaca bahwa pentingnya menjaga kesehatan lingkungan dapat mempengaruhi kesehatan pada suatu masyarakat dan bagaimana hukum yang berlaku mengenai kesehatan lingkungan.

Kekurangan:

Menurut ssaya kekuranga dari bab ini yaitu penulis tidak menjelaskan secara luas mengenai aspek hukum kesehatan lingkungan dan sedikitnya pendapat para ahli yang dicantumkan.

Penutup:

Kesehatan lingkungan termasuk dalam upaya pencegahan primer yang dimaksudkan untuk menghambat perkembangbiakan, penularan, dan kontak manusia dengan agent, vektor ataupun faktor risiko yang berhubungan dengan penyakit. Kesehatan lingkungan dideskripsikan sebagai suatu keseimbangan ekologis yang harus ada antara manusia dan lingkungannya, agar dapat menjamin keasaan sehat dari manusia dan merupakan usaha-usaha pengendalian atau pengawasan keadaan lingkungan yang dapat mempengaruhi kesehatan.

(30)

BAB 11

ASPEK HUKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Pendahuluan

Setiap tahun tercatat ribuan kecelakaan terjadi di tempat kerja. Pada tahun 2007 menurut Jamsostek tercatat 65.474 kecelakaan yang mengakibatkan 1.451 orang meninggal, 5.326 orang cacat tetap dan 58.697 orang cendera. Kondisi ini disebabkan karena masih kurangnya kesadaran dan pemahaman kalangan usaha di Indonesia akan pentingnya aspek keselamatan dan kesehatan kerja (K3) sebagai salah satu unsur untuk meningkatkan daya saing.

Inti (Isi Buku)

A. Definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)

K3 merupakan segala daya atau pemikiran yang ditujukan untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan balk jasmani maupun rohaniah tenaga kerja pada khusunya dan manusia pada umumnya, hasil karya budayanya, untuk meningkatkan kesejahteraan tenaga kerja menuju masyarakat adil dam makmur.

B. Tujuan K3

Menurut Pusat Pendidikan dan Latihan Pegawai Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, tujuan dan sasaran pelaksanaan K3 adalah:

a. mencegah, mengurangi kecelakaan, bahaya peledakan, dan kebakaran;

b. mencegah, mengurangi timbulnya penyakit akibat kerja;

c. mencegah, mengurangi kematian, cacat tetap, dan luka ringan;

d. mengamankan material bangunan, mesin, dan alat kerja lainnya;

e. meningkatkan produktivitas;

f. mencegah pemborosan tenaga kerja dan modal;

g. menjamin tempat kerja sehat dan aman; serta

h. memperlancar, meningkatkan, dan mengamankan sumber dan proses produksi.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi K3

Secara garis besar, faktor yang perlu mendapat perhatian dalam K3 yaitu 1. lingkungan kerja,

(31)

2. peralatan yang digunakan, 3. bahan yang digunakan,

4. keadaan dan kondisi tenaga kerja, dan 5. metode kerja.

D. Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. Klasifikasi kecelakaan kerja adalah:

1. Kecelakaan ringan, 2. Kecelakaan sedang 3. Kecelakaan kerja berat 4. Kecelakaan kerja fatal

Kecelakaan kerja disebabkan oleh: (1) unsafe human act berupa tindak perbuatan manusia yang tidak memenuhi keselamatan seperti tidak memakai alat pelindung diri, bekerja tidak sesuai prosedur, bekerja sambil bergurau, menaruh barang atau alat kerja tidak benar, sikap kerja yang tidak selamat, bekerja didekat alat yang bergerak atau berputar, kelelahan, kebosanan, dan sebagainya; (2) unsafe condition berupa keadaan Iingkungan yang tidak aman seperti mesin tanpa pengaman, peralatan yang sudah tidak sempurna tetapi masih dipakai, penerangan yang kurang memadai, ventilasi yang tidak baik, tata ruang yang tidak baik, Iantai yang licin, desain dan konstruksi yang berbahaya dan sebagainya.

E. Penyakit Kerja

Penyakit akibat kerja, di lain sisi, didefinisikan sebagai penyakit yang timbul dan diderita oleh tenaga kerja dalam pekerjaannya, setelah terbukti bahwa sebelum bekerja tenaga kerja tidak mengalami gangguan kesehatan atau terkena penyakit tersebut. Pada simposium Internasional ILO di Austria mengenai penyakit akibat hubungan pekerjaan dapat dibedakan atas dua penyakit, yaitu 1)penyakit akibat kerja (Occupational Disease) dan, 2)penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work related disease).

F. Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)

Menurut Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 05 Tahun 1996 Tentang Audit Sistem Manajemen Pasal 1 poin a, sistem manajemen keselamatan dan

(32)

struktur organisasi, perencanaan, tanggung jawab, pelaksanaan, prosedur proses, dan sumber daya yang dibutuhkan bagi pengembangan, penerapan, pencapaian, pengkajian, dan pemeliharaan kebijakan keselamatan dan kesehatan kerja dalam rangka pengendalian risiko yang berkaitan dengan kegiatan kerja, guna terciptanya tempat kerja yang aman, efisien, dan produktif.

G. Aspek Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja

1. Undang-Undang No, 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja 2. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang Tenaga Kerja

3. Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 Tentang Pelindungan Konsunnen

4. Undang-Undang No 3 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) 5. Undang-Undang No. 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan Khusnya Pada Pasal 23 6. Undang-Undang Higiene Perusahan No. 3 Tahun 1969 Tentang Persetujuan Konvesi

ILO No. 120

7. Undang-Undang Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor 21 Tahun 2003 8. Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung 9. Undang-Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2009

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini terdapat penjelasan mengenai K3 dan aspek hukum yang berlaku secara terperinci.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan pada bab ini terdapat beberapa penjelasan dengan bahasa yang kurang dipahami oleh pembaca.

Penutup:

Keselamatan kerja didefinisikan sebagai upaya perlindungan pekerja, orang lain di tempat kerja, dan sumber produksi agar selalu dalam keadaan selamat selama dilakukan proses kerja. Sedangkan kesehatan kerja diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalah-masalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja.

Menyeluruh dalam arti upaya-upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif, higiene, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya, serta upaya lainnya.

(33)
(34)

BAB 12

ASPEK HUKUM PENYAKIT MENULAR Pendahuluan

Menurut Notoatmojo (2010), penyakit menular (communicable disease) adalah penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit menular ini ditandai dengan adanya organ atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah.

Inti (Isi Buku)

A. Pengertian Penyakit Menular

Menurut Notoatmojo (2010), penyakit menular (communicable disease) adalah penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang yang lain, baik secara langsung maupun tidak langsung. Penyakit menular ini ditandai dengan adanya organ atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Patogen merupakan sumber atau penyebab penyakit menular. Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus atau parasit yang menimbulkan penyakit. Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu ke orang yang lain arena 3 faktor berikut yaitu: agent (penyebab penyakit), host (induk semang) dan route of transmission (jalannya penularan).

B. Cara Penularan Penyakit

Penularan penyakit merupakan mekanisme dimana penyakit infeksi ditularkan dari suatu sumber atau reservoir kepada seseorang. Cara penularan merupakan gambaran mekanisme bagaimana agen penyebab penyakit bisa menuiar kepada manusia. Mekanisme ini antara lain:

1. Penularan langsung 2. Penularan tidak langsung 3. Penularan melalui udara

C. Jenis-Jenis Penyakit Menular

Jenis-jenis penyakit menular telah diatur dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1501 Tahun 2010. tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang Dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangannya pada Pasal 4 ayat (1), yang

(35)

berbunyi "jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah adalah sebagai berikut:

a. Kolera b. Pes

c. Demam berdarah dengue d. Campak

e. Polio f. Difteri g. Pertusis h. Rabies i. Malaria

j. Avia Influenza H5N1 k. Antraks

l. Leptospirosis m. Hepatitis

n. Influenza A baru (H1N1) o. Meningitis

p. Yellow Fever q. Hikungunya

D. Wabah dan Penanggulangan Penyakit Menular

Wabah merupakan kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan yang lazim pada waktu dan daerah tertentu yang dapat menimbulkan malapetaka.

E. Penyakit Menular Seksual

PMS dikenal dengan sebutan Penyakit akibat Hubungan Seksua! (PHS) atau Sexually Transmitted Diseases (STDs) merupakan penyakit yang mengenai organ reproduksi lakilaki atau perempuan, terutama akibat hubungan seksual dengan orang yang sudah terjangkit penyakit kelamin, bisa menyebabkan penderitaan, kemandulan dan kematian. Lima cara pokok untuk mencegah penularan HIV yaitu:

1. abstinence, memilih untuk tidak melakukan hubungan seks berisiko tinggi, terutama seks pranikah,

(36)

3. condom, menggunakan kondom secara konsisten dan benar, 4. drugs, tolak penggunaan NAPZA,

5. equipment, jangan pakai jarum suntik bersama.

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini terdapat penjelasan mengenai penyakit menular dan bagaimana cara penanggulangan yang tepat serta aspek hukum yanga ada didalamnya sehingga dapat memudahkan pembaca dalam memahami setiap materi yang ada.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan pada bab ini kurangnya penjelasan mengenai undang- undang yang berlaku dalam mengatur penyakit menular.

Penutup:

Penyakit menular ini ditandai dengan adanya organ atau penyebab penyakit yang hidup dan dapat berpindah. Patogen merupakan sumber atau penyebab penyakit menular.

Patogen adalah organisme atau substansi seperti bakteri, virus atau parasit yang menimbulkan penyakit.. Suatu penyakit dapat menular dari orang yang satu ke orang yang lain arena 3 faktor berikut yaitu: agent (penyebab penyakit), host (induk semang) dan route of transmission (jalannya penularan).

(37)

BAB 13

ASPEK HUKUM PENGOBATAN TRADISIONAL Pendahuluan

Penyembuhan atau pengobatan tradisional sudah lama dikenal di kalangan masyarakat, jauh sebelum kedokteran modern masuk ke Indonesia. sistem pengobatan tradisional merupakan salah satu unsur budaya yang selama ini tumbuh dan berkembang serta terpelihara secara turun temurun di kalangan masyarakat, baik masyarakat perkotaan maupun masyarakat pedesaan sebagai warisan pusaka nusantara.

Inti (Isi Buku) A. Pengertian

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076, pengobatan tradisional adalah pengobatan dan atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat di pertanggungjawabkan dan di terapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat.

Perry dan Potter (2005), menyebutkan ada empat macam cara dalam pengobatan tradisional, antara lain:

1. Pengobatan tradisional (alternatif) keterampilan 2. Pengobatan tradisional (alternatif) ramuan

3. Pengobatan tradisional (alternatif) pendekatan agama 4. Pengobatan tradisional (alternatif) supranatural B. Klasifikasi dan Jenis Pengobatan Tradisional

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076 Tahun 2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan tradisional, klasifikasi dan jenis pengobatan tradisional yaitu:

battra ketrampilan, battra ramuan, dan battra supranatural.

C. Obat Tradisional

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan bahwa obat tradisional adalah bahan atau ramuan bahan yang berupa bahan tumbuhan, bahan hewan, bahan mineral,sediaan sarian atau campuran bahan tersebut yang secara turun temurun telah di gunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman serta dapat

(38)

di terapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Obat tradisional dapat dikelompokkan menjadi 3 (tlga) yaitu jamu,obat ekstrak alam, dan fitofarmaka

D. Aspek Hukum Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal 60 yang menyatakan bahwa "setiap orang yang melakukan pelayanan kesehatan tradisional yang menggunakan alat dan teknologi harus mendapat izin dari lembaga kesehatan yang berwenang". Selain itu perizinan pengobatan ini diatur oleh Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1706 Tahun 2003 Tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional.

Kelebihan:

Menurut saya kelebihan pada bab ini pembaca dapat memahami dan menerapkan pengobatan tradisonal dalam kehidupan sehari-hari tetapi dapat dilakukan hanya untuk diri sendiri, misalnya ketika sedang tidak enak badan maka kita dapat membuat jamu untuk membuat badan terasa lebih enak.

Kekurangan:

Menurut saya kekurangan pada bab ini pendapat menurut para ahli terlalu sedikit untuk menjalaskan aspek hukum pengobatan tradisonal yang berlaku.

Penutup:

Di era modern sekarang ini, pengobatan tradisional di Indonesia masih menjadi salah satu pilihan utama cara penyembuhan penyakit masyarakat. Biasanya pilihan pengobatan tradisional ini karena dianggap lebih murah daripada pengobatan modern.

(39)

DAFTAR PUSTAKA

Adam, Nilawati. 2018. Pelayanan Kesehatan Dari Kajian Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Jurnal Ilmu Huku 02 (02): 102-113

Harahap, Reni Agustina. 2022. Etika dan Hukum Kesehatan. Medan: CV. Merdeka Kreasi Group.

Handayani, Luh Titi. 2018. Kajian Etik Penelitian dalam Bidang Kesehatan Dengan Melibatkan Manusia Sebagai Subyek. Jurnal Of Health Science 10 (01): 47-54

Koswara, Indra Yudha. 2018. Perlindungan Tenaga Kesehatan dalam Regulasi Perspektif Bidang Kesehatan Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 36 Tentang Kesehatan dan Sistem Jaminan Sosial. Jurnal Hukum Positum 03 (01): 2-18

Ma’ruf, Arifin. 2018. Aspek Hukum Lingkungan Hidup dalam Upaya Mencegah Terjadinya Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Hidup di Indonesia. Jurnal Fakultas Hukum Universitas Slamet Riyadi 23 (01): 38-51

Mohamad, Irwansyah Reza. 2019. Perlindungan Hukum Atas Hak Mendapatkan Pelayanan Kesehatan Ditinjau dari Aspek Hak Asasi Manusia. Jurnal Ilmiah Media Publikasi Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 08 (01): 78-94

Poluan, Sharel. 2021. Pemberlakuan Tindak Pidana Bagi Tenaga Kesehatan Apabila Melakukan Kelalaian Terhadap Penerima Pelayanan Kesehatan Menurut Undnag- Undang Nomor 14 Tahun 2014 Tentang Tenaga Kesehatan. Jurnal Lex Privatum 10 (03): 38-48

Setiani, Baiq. 2018. Pertanggungjawaban Hukum Perawat Dalam Hal Pemenuhan Kewajiban dan Kode Etik Dalam Praktik Keperawatan. Jurnal Ilmiah Ilmu Keperawatan Indonesia 08 (04): 497-507.

Sholikin, M Nur. 2020. Aspek Hukum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Bagi Tenaga Medis dan Kesehatan di Masa Pandemi. Jurnal Hukum Nasional 50 (02): 164-182 Utami, Nurani Ajeng Tri. 2018. Perlindungan Hukum Terhadap Pelayanan Kesehatan

Tradisional di Indonesia. Jurnal Hukum 01 (01): 11-20

(40)

Widhiantoro, Dimas Cahyo. 2021. Aspek Hukum Malpraktik Kedokteran Dalam Perundang- undangan di Indonesia. Jurnal Lex Privatum 09 (09): 103-112

Widjaja, Hanna. 2021. Etika Dalam Kesehatan Masyarakat (Ethics In Public Health). Jurnal Of Holistic and Traditional Medicine 06 (02): 630-643.

Wijaya, Yudi Yasmin. 2021. Wabah Penyakit di Indonesia: Konsep Pidana Terhadap Carrier Penyakiyt Menular. Jurnal Hukum 33 (02): 547-570

Wirabrata, I Gede Made. 2018. Tinjauan Yuridis Informed Consent dalam Perlindungan Hukum Bagi Pasien dan Dokter. Jurnal Analisis Hukum 01 (02): 278-299

Referensi

Dokumen terkait

Penyusun merasa tertarik untuk membahas kode etik profesi jaksa dan dikaitkan dengan nilai-nilai dan tinjauan yang terkandung baik dalam hukum Islam maupun dalam

Dalam kajian hukum dan media massa, moral dan etika tersebut dikaitkan pada kewajiban para jurnalistik antara lain seperti; pelaksanaan kode etik jurnalistik dalam

beberapa teori etika profesi; Profesi-kode etik dan profesionalisme; Etika dan pemanfaatan teknologi informasi; Kompetensi Pekerjaan di bidang teknologi informasi; Spesifikasi

Pada akhirnya nilai, moral, etika, kode perilaku, dan kode etik standar profesi bertujuan memberikanjalan, pedoman, tolak ukur dan acuan untuk mengambil

tertulis Mampu menguraikan pengertian hukum dan etika, perbedaan & persamaan keduanya, serta mampu menyebutkan jenis2 pelanggaran sanksi kode etik, dan pihak2 yg

Para professional dalam melaksanakan profesi, pengetahuan atau keahlian tidak terlepas dari etika profesi yang berkaitan dengan kode etik profesi sebagai standar moral..

Berdasarkan pokok permasalahan yang telah diuraikan diatas, maka tujuan yang akan dicapai penulis adalah untuk mengetahui Bagaimanakah jenis pelanggaran kode etik profesi hukum

Cari Cari Recent Posts PENGANTAR AKUNTANSI UNTUK PERUSAHAAN JASA DAN DAGANG HERMENEUTIKA BATASAN KEBEBASAN BERAGAMA Etika Profesi Hukum Buku Ajar Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI