• Tidak ada hasil yang ditemukan

Curah Hujan dan Jenis Hujan

N/A
N/A
Irmayani NS

Academic year: 2024

Membagikan " Curah Hujan dan Jenis Hujan "

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

A. Curah Hujan dan Jenis Hujan 1. Pengertian Hujan

Hujan adalah peristiwa presipitasi (jatuhnya cairan dari atmosfer yang berwujud cair maupun beku) ke permukaan bumi. Hujan memerlukan keberadaan lapisan atmosfer tebal agar dapat menemui suhu di atas titik leleh es di dekat dan di atas permukaan bumi. Hujan adalah proses kondensasi uap air di atmosfer menjadi butiran air dan jatuh di daratan (Winarno, 2019).

Curah hujan adalah istilah yang digunakan untuk mengukur banyaknya air hujan yang turun dari langit ke permukaan bumi pada suatu wilayah tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Ini merupakan salah satu parameter penting dalam meteorologi dan sangat relevan untuk memahami iklim dan cuaca suatu daerah. Curah hujan diukur dalam satuan panjang, misalnya milimeter (mm) dan dapat dihitung dalam interval yang berbeda-beda, misalnya per jam, per hari, per bulan, atau per tahun.

2. Tipe curah hujan

Ada beberapa faktor fisis penting yang ikut berperan terhadap proses terjadinya hujan, terutama di wilayah Indonesia, di antaranya adalah posisi lintang, ketinggian tempat, pola angin (angin pasat dan monsun), sebaran bentang darat dan perairan, serta gunung-gunung yang tinggi.

Faktor-faktor tersebut, secara bersama-sama akan mempengaruhi variasi dan tipe curah hujan.

Menurut Tukidin (2010) berdasarkan proses terjadinya, curah hujan di Indonesia dapat dibedakan menjadi 3 tipe, yakni tipe ekuatorial, monsun dan lokal.

a. Tipe Ekuatorial

Proses terjadinya tipe curah hujan ekuatorial ini berhubungan dengan pergerakan zona konvergensi ke utara dan selatan, dicirikan oleh dua kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun, wilayah sebarannya adalah Sumatra dan Kalimantan.

Proses terjadinya tipe curah hujan ekuatorial berhubungan dengan pergerakan zona konvergensi ke arah utara dan selatan mengikuti pergerakan semu matahari.

Curah hujan ekuatorial dipengaruhi oleh pemanasan permukaan laut yang tinggi di wilayah ekuatorial. Panas ini menyebabkan penguapan air laut yang signifikan. Curah hujan ekuatorial cenderung merata sepanjang tahun dan biasanya tidak memiliki musim hujan dan musim kemarau yang jelas. Curah hujan tinggi dan sering disertai hujan badai, petir, dan awan tebal. Polanya relatif konstan sepanjang tahun.

b. Tipe Monsun

Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsun yang digerakan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Dalam bulan Desember Januari-Februari (DJF) di Belahan Bumi Utara terjadi musim dingin

(2)

akibatnya terjadi sel tekanan tinggi di Benua Asia, sedangkan di Belahan Bumi Selatan pada waktu yang sama terjadi musim panas, akibatnya terjadi sel tekanan rendah di benua Australia. Oleh karena terdapat perbedaan tekanan udara di kedua benua tersebut, maka pada periode DJF bertiup angin dari tekanan tinggi di Asia menuju ke tekanan rendah di Australia, angin ini disebut Monsun Barat atau Monsun Barat Laut. Sementara dalam bulan Juni-Juli- Agustus (JJA) terjadi sebaliknya, terdapat tekanan rendah di Asia dan sel tekanan tinggi di Australia, maka pada periode JJA bertiup angin dari tekanan tinggi di benua Australian menuju ke tekanan rendah di Asia, angin ini disebut Monsun Timur atau Monsun Tenggara.

Monsun Barat biasanya lebih lembab dan banyak menimbulkan hujan daripada Monsun Timur. Perbedaan banyaknya curah hujan yang disebabkan oleh perbedaan sifat kejenuhan dari kedua massa udara (angin) tersebut. Pada Monsun Timur arus udara bergerak di atas laut yang jaraknya pendek, sedangkan pada Monsun Barat arus udara bergerak di atas laut dengan jarak yang cukup jauh, sehingga massa udara Monsun Barat lebih banyak mengandung uap air dan menimbulkan banyak hujan dibanding Monsun Timur.

Adapun menurut Winarno (2019), monsun dipengaruhi oleh angin laut dalam skala yang sangat luas, tipe hujan ini dicirikan oleh adanya perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan kemarau dalam setahun, dan hanya terjadi satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun, wilayah sebarannya adalah di pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara.

Curah hujan monsun dipengaruhi oleh perubahan musiman dalam arah angin. Curah hujan monsun memiliki musim hujan yang khas dan musim kemarau yang panjang. Musim hujan cenderung lebih basah dan sering disertai hujan lebat dan banjir. Musim kemarau biasanya lebih kering dan stabil. Maksudnya yaitu tipe curah hujan monsun ini berbeda dengan tipe ekuatorial tadi. Tipe monsun lebih dipengaruhi oleh adanya tiupan angin musim (Angin Musim Barat dan Timur), dimana Monsun Barat biasanya lebih lembab dan banyak menimbulkan hujan daripada Monsun Timur.

monsun ini dipengaruhi oleh adanya tiupan angin musim (Angin Musim Barat dan Timur). Musim hujan dimulai ketika angin monsun membawa udara lembap dari lautan ke daratan, sementara musim kemarau terjadi ketika angin berubah arah dan membawa angin kering dari daratan ke lautan.

c. Tipe Lokal

Pola curah hujan tipe lokal dicirikan dengan besarnya pengaruh kondisi setempat, yakni keberadaan pegunungan, lautan dan bentang perairan lainnya, serta terjadinya pemanasan lokal yang intensif. Faktor pembentukannya adalah naiknya udara yang menuju ke dataran tinggi atau pegunungan karena pemanasan lokal yang intensif. Tipe curah hujan ini banyak

(3)

terjadi di Maluku, Papua, dan sebagian Sulawesi. Tipe curah hujan ini hanya terjadi satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam satu tahun, dan tampak adanya beberapa bulan kering yang bertepatan dengan bertiupnya angin Muson Barat.

Jumlah curah hujan juga dipengaruhi oleh arah datang angin, pada sisi pegunungan atau gunung yang menghadap arah datang angin lembab (windward side) curah hujannya akan tinggi dan pada sisi pegunungan di sebelahnya (leeward side) curah hujannya akan sangat rendah (Tukidin, 2010).

Curah hujan lokal dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti topografi, perbedaan suhu, dan konveksi lokal. Jadi tipe lokal ini lebih dipengaruhi oleh kondisi lingkungan fisik setempat, yakni adanya bentang perairan sebagai sumber penguapan atau gunung-gunung yang tinggi sebagai daerah tangkapan hujan.

Curah hujan lokal dapat terjadi sepanjang tahun dan cenderung lebih variabel dari tahun ke tahun. Curah hujan lokal dapat berkisar dari hujan ringan hingga hujan lebat dalam periode yang singkat.

(4)

3. Jenis Hujan

Menurut Salsabila (2020), jenis hujan dibedakan berdasarkan proses terjadinya, antara lain:

a. Hujan Konvektif (Zenithal)

Hujan konvektif ini biasanya terjadi pada akhir musim kemarau. Pada daerah tropis saat musim kemarau, udara yang berada di dekat permukaan tanah mengalami pemanasan yang intensif. Pemanasan tersebut menyebabkan kerapatan massa udara berkurang. Udara basah naik ke atas dan mengalami penurunan suhu (pendinginan) sehingga terjadi kondensasi dan terbentuk awan. Lalu jika telah mencapai titik jenuh, volume air di awan akan dijatuhkan ke permukaan bumi dan terjadilah hujan. Proses kondensasi membentuk awan cumulonimbus.

Hujan yang terjadi karena proses ini disebut hujan zenithal, mempunyai intensitas tinggi, durasi singkat dan cakupan wilayah yang tidak terlalu luas. Hujan jenis ini ditandai dengan adanya awan gelap, hujan lebat dan disertai dengan Guntur.

Dalam prosesnya, hujan ini melibatkan gerak panas yang merambat di udara secara vertikal, gerak semacam inilah yang disebut sebagai konveksi. Massa udara panas yang bergerak secara vertikal tersebut, lama kelamaan mengalami penurunan suhu (pendinginan) sehingga terjadi kondensasi dan membentuk awan. Jika sudah mencapai titik jenuh, awan pun akan menjatuhkan air sebagai hujan.

b. Hujan Siklonik (Frontal/Cyclonic Storms)

Hujan siklonik ini mempunyai sifat tidak terlalu lebat dan berlangsung dalam waktu lebih lama. Proses terjadinya hujan siklonik/frontal ini yaitu jika massa udara panas yang relatif ringan bertemu dengan massa udara dingin yang relatif berat, maka udara panas tersebut akan bergerak di atas udara dingin. Udara yang bergerak ke atas mengalami pendinginan dan akan terjadi kondensasi sehingga membentuk awan dan hujan.

Proses terjadinya hujan frontal ini diawali dengan adanya pertemuan dua massa udara, yaitu massa udara dingin dengan massa udara panas. Pertemuan dua massa yang memiliki perbedaan suhu ini mengakibatkan terjadinya kondensasi pada titik dimana kedua udara tersebut bertemu, atau yang lebih dikenal dengan bidang frontal. Kondensasi yang terjadi pada bidang frontal ini, mengakibatkan massa udara panas yang mengandung uap air mengalami penurunan suhu akibat pertemuannya dengan massa udara dingin sehingga uap air berubah menjadi titik-titik air dan membentuk awan sehingga terjadi hujan yang disebut hujan siklonik (frontal).

Tergantung pada tipe hujan yang dihasilkan, hujan siklonik dapat dibedakan menjadi hujan siklonik dingin dan hujan siklonik hangat. Hujan siklonik dingin biasanya mempunyai

(5)

kemiringan permukaan frontal yang besar sehingga gerakan massa udara ke tempat yang lebih tinggi menjadi cepat dan menghasilkan hujan lebat dalam waktu singkat. Sedangkan hujan siklonik hangat, kemiringan permukaan frontal tidak terlalu besar sehingga gerakan massa udara ke tempat yang lebih tinggi berangsur perlahan dan pembentukan awan lambat.

Tipe hujannya bercirikan tidak terlalu lebat dan berlangsung dalam waktu lebih lama. Hujan badai dan hujan monsoon adalah tipe hujan siklonik/frontal yang sering dijumpai.

c. Hujan Orografis

Udara lembab yang tertiup angin yang melintasi daerah pegunungan akan naik mengalami pendinginan, sehingga terbentuk awan dan hujan. Sisi gunung yang dilalui oleh udara, akan banyak mendapatkan hujan maka disebut lereng hujan. Sisi belakangnya yang dilalui udara kering disebut lereng bayangan hujan. Daerah tersebut tidak permanen, dapat berubah tergantung musim (arah angin). Hujan ini terjadi di daerah pegunungan (hulu DAS), merupakan pemasok air tanah, danau, bendungan, dan sungai. Besarnya intensitas hujan orografis cenderung lebih besar sebanding dengan ketebalan lapisan udara lembab di atmosfer yang bergerak ke tempat yang lebih tinggi.

Hujan orografis merupakan hujan yang terjadi di daerah pengunungan. Hujan ini terjadi karena adanya udara yang mengandung uap air bergerak dari lembah naik menuju puncak gunung. Dalam proses pergerakannya, udara tersebut mengalami penurunan suhu, dimana semakin tinggi lapisan atmosfer atau permukaan bumi, maka suhunya akan semakin rendah.

Penurunan suhu ini mengakibatkan uap air yang terkandung dalam udara berubah menjadi titik-titik air (terkondensasi) sehingga terbentuklah awan. Ketika jumlah titik-titk air di awan mencapai batas maksimal, maka titik-titik air tersebut akan dijatuhkan ke permukaan bumi sebagai hujan orografis.

d. Hujan Muson (Musiman)

Hujan muson yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, hujan muson terjadi di bulan Oktober sampai April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi di bulan Mei sampai Agustus. Siklus inilah yang menyebabkan adanya musim penghujan dan musim kemarau (Winarno, 2019).

Angin muson dapat menyebabkan cuaca ekstrem, terutama selama musim hujan. Ini dapat mencakup banjir, hujan deras, badai petir, dan cuaca yang tidak stabil. Selama musim kemarau, angin muson yang membawa angin kering dapat menyebabkan kekeringan.

(6)

B. Angin

Angin merupakan udara yang bergerak di atmosfer bumi. Angin adalah udara yang bergerak dari daerah yang bertekanan tinggi ke daerah yang bertekanan rendah. Perbedaan tekanan secara spasial disebabkan oleh berbagai macam faktor, namun diantara faktor-faktor tersebut, perbedaan temperatur merupakan faktor yang sangat dominan. Matahari memainkan peranan yang sangat penting dalam mendistribusikan temperatur ke seluruh permukaan bumi. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi angin sehingga angin bervariasi, diantaranya ada perbedaan musim, gaya Coriolis, dan lain-lain.

Dari pengaruh gaya-gaya tersebut sehingga terjadi beberapa formasi angin diantaranya yang relatif dominan adalah angin pasat dan angin muson. Secara umum, angin di wilayah tropis berhembus ke arah khatulistiwa kemudian di wilayah ini terjadi konveksi sehingga udara bersirkulasi ke atas karena pengaruh panas di permukaan bumi sehingga angin terjadi pemuaian, sedangkan pada wilayah sub tropis dan kutub juga mempunyai siklus sendiri. Siklus ini disebabkan oleh 2 faktor yang sangat penting, pertama adalah efek Coriolis yang terjadi karena rotasi bumi, dan pemuaian serta pemampatan udara yang disebabkan oleh perpedaan temperatur sehingga merubah densitas udara, yang ringan naik ke atas dan yang berat akan turun ke bawah.

Selain angin pasat, kita juga mengenal angin yang terjadi dalam skala lebih kecil yaitu angin muson. Angin muson terjadi di berbagai belahan dunia tetapi tidak di semua wilayah. Arah dan intensitas angin muson selalu berubah setiap enam bulan sekali mengikuti perubahan temperatur di berbagai belahan dunia akibat dari perbedaan musim (musim panas dan musim dingin). Angin muson juga terbentuk di Indonesia yang merupakan daerah tropis walaupun tidak ada perubahan musim panas dan dingin tetapi disebabkan oleh keadaan atmosfer wilayah sekitar. Ada berbagai wilayah yang sangat terkenal dengan musonnya seperti laut utara India, asia, dan lain-lain. Pada gambar 2 di dawah ini dapat dilihat dengan jelas angin muson pada dua musim yang berbeda (Wahid, 2018).

(7)

Gambar 1. Angin Muson Sumber: Wahid (2018) 1. Proses Terjadinya Angin

a. Akibat adanya perbedaan kerapatan atmosfer sehingga menimbulkan perbedaan tekanan udara secara horizontal.

b. Adanya perbedaan pemanasan dan pendinginan yang terjadi daerah sub tropis yang rendah dan tinggi. Ini merupakan sumber energi bagi angin untuk mempertahankan kecepatan terhadap rintangan yang ditimbulkan oleh gesekan dengan permukaan.

c. Adanya rotasi bumi. Dengan adanya rotasi bumi maka di belahan Utara khatulistiwa arus angin sesuai dengan jarum jam. Pada daerah di sebelah Lintang Utara arus angin berlawanan dengan jarum jam, sementara pada daerah di sebelah Lintang Selatan arus angin bergerak sesuai dengan jarum jam.

2. Dampak Akibat Angin a. Pengaruh positif

1) Menghasilkan awan.

2) Memindahkan awan/bergeraknya awan.

3) Menyebabkan presipitasi bintik-bintik air pada awan.

4) Memindahkan massa udara dingin atau panas ke arah lain.

5) Dapat dipakai sebagai sarana pembangkit listrik tennaga angin.

6) Menyebarkan bibit tanaman ke daerah lain.

7) Mempengaruhi perpindahan unggas/membantu perpindahan ungags.

8) Sarana pariwisata yaitu festival laying-layang b. Pengaruh negatif

1) Terjadi erosi tanah.

Angin kuat dan berdebu dapat menyebabkan erosi tanah dengan mengangkat dan membawa partikel-partikel tanah ke udara. Ini sering terjadi di daerah-daerah yang memiliki tanah yang tidak terlindungi oleh vegetasi atau tanaman.

2) Karakter dan struktur tumbuh-tumbuhan akan mengalami kerusakan.

Angin yang kuat dan berkecepatan tinggi dapat merusak karakter dan struktur tumbuhan karena tekanan dan gesekan yang dihasilkan oleh aliran udara yang kuat.

Misalnya ranting patah, angin juga dapat membawa debu, serbuk sari, dan mikroorganisme patogen seperti jamur dan bakteri. Ketika tumbuhan terkena debu atau serbuk sari yang terbawa angin, ini dapat menyebabkan iritasi dan infeksi pada jaringan tumbuhan.

(8)

3) Mengakibatkan gelombang pada permukaan air

4) Apabila angin bertiup sangat kencang maka mempengaruhi pengoperasian pesawat terbang, menyebarkan kotoran/polusi pabrik, menyebarkan produk inti radioaktiv, dan menyebarluaskan debu.

5) Menyebarkan penyakit pernapasan dan penyakit kulit.

6) Menyebabkan robohnya bangunan.

7) Membawa gelombang panas yang dapat mematikan umat manusia.

8) Mengganggu dalam pelayaran, penerbangan, nelayan yang sedang mencari nafkah.

3. Tenaga Angin

Angin mempunya kecepatan dan massa, dengan demikian angin mempunyai tenaga.

Energi tenaga kinetis angin =

1

2 mv

2 . Besar tenaga angin secara menyeluruh

10

14

KW

, energi kinetis angin sebesar

10

17

KWH

(1 KWH =

3,60 x 10

6 joule).

4. Macam-macam Angin

Ada berbagai macam angin lokal, antara lain:

a. Berdasarkan Pemanasan dan Pendinginan

1) Angin laut dan angin darat. Proses terjadinya angin laut dan angin darat yaitu pada pagi dan siang hari, daratan mendapatkan pemanasan lebih besar dari pada permukaan laut sehingga terjadi tiupan angin dari laut ke daratan. Pada malam hari, laut lebih panas dari daratan sehingga terjadi tiupan angin dari daratan ke laut.

2) Angin lembah dan angin gunung, sama seperti angin laut dan angin darat. Pada siang hari bertiup angin lembah yaitu angin yang menaiki lereng disebut angin lembah. Angin yang menaiki lereng terjadi akibat perbedaan suhu antara lereng yang terbuka dengan lembah pada ketinggian tertentu. Dengan adanya angin kencang naik ke atas sepanjang lereng sehingga sering menyebabkan terbentuknya awan cumulus di puncak gunung pada siang hari. Sementara pada malam hari, terjadi angin gunung. Yaitu angin yang bertiup dari lereng ke lembah dan dari puncak gunung ke lembah.

3) Angin Fohn, yaitu angin yang bertiup dari atas pegunungan.

4) Angin glasir, yaitu angin yang berhembus siang malam ke arah bawah sepanjang lereng glasir.

b. Berdasarkan Mata Angin

1) Angin Timur, yaitu angin yang bertiup dari arah timur. Angin timur ini adalah angin tetap yang hanya dijumpai di daerah kutub diantara lintang 60 terutama disekitar antartika (Wahid, 2018).

(9)

2) Angin Barat, yaitu angin yang bertiup dengan kecepatan tinggi dan tetap dari arah barat. Angin ini adalah angin tetap yang hanya dijumpai dibelahan bumi Selatan yaitu daerah abtara 40 dan 60 lintang Selatan.

3) Angin Tenggara, yaitu angin yang bertiup dari arah Tenggara. Biasanya, angin ini membawa penyakit.

Angin passat adalah angin bertiup tetap sepanjang tahun dari daerah subtropik menuju ke daerah ekuator (khatulistiwa).

4) Angin Pasat Timur Laut disebut pula angin monsun timur laut, yaitu angin yang bertiup dengan aliran tetap berasal dari garis balik utara menuju khatulistiwa dan kembali lagi ke garis balik utara.

5) Angin Pasat Barat Daya disebut pula angin monsun barat daya, yaitu angin yang bertiup dengan aliran tetap yang berasal dari garis balik selatan menuju khatulistiwa dan kembali lagi ke garis balik selatan.

c. Berdasarkan Waktu dan Musim

1) Angin parak pagi/angin mengarah pagi yaitu angin yang berhembus pada pagi hari/dini hari.

2) Angin parak siang atau angin mengarah siang yaitu angin yang berhembus pada siang hari.

3) Angin musim yaitu angin yang berhembus menurut musim pada sepanjang tahun.

4) Angin pancaroba yaitu angin yang berhembus dengan arah yang tidak menentu terjadi pada pergantian musim. Ciri-ciri musim pancaroba yaitu udara terasa panas, arah angin tidak teratur dan terjadi hujan secara tiba-tiba dalam waktu singkat dan lebat.

d. Berdasarkan Kecepatan

Berdasarkan kecepatannya, angin terbagi menjadi beberapa macam yaitu:

1) Angin sepoi-sepoi. Angin ini berhembus dengan perlahan-lahan, lambat dan sejuk dapat membuat terlena dan kadang-kadang membuat ngantuk.

2) Angin sendalu, yaitu angin yang mempunyai kecepatan sedang.

3) Angin langkisan yang disebut pula dengan angin puting beliung dan angin topan.

4) Angin ribut disebut pula dengan angin besar, yaitu angin yang berhembus dengan kecepatan antara 32-37 knot.

5) Angin siklon (angin puyuh) adalah angin yang berhembus mengelilingi suatu pusat.

Angin ini perlu diketahui dengan jelas karena angin ini sering membawa malapetaka.

Angin siklon ini bisa terjadi karena adanya perbedaan kerapatan atmosfer sehingga

(10)

terjadi perbedaan tekanan udara. Ciri-ciri angin siklon yaitu bagian angin yang berhembus dalam bentuk garis arus (streamline) dengan patron/model arah angin melengkung sehingga membentuk rotasi dengan beberapa titik tengah.

(11)

https://www.studocu.com/id/document/universitas-halu-oleo/fakultas-hukum/makalah-curah-hujan- elisabeth-ratte-f1b121016/26081514

Referensi

Dokumen terkait

Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsun yang digerakan oleh adanya sel tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian.. Dalam

Analisis pada ketiga periode kasus tersebut menunjukkan bahwa interaksi Monsun Asia, cold surge, dan MJO meningkatkan nilai RH, meningkatkan kekuatan angin Baratan

Daerah yang mengalami musim hujan sesuai arah angin monsun pada periode April- Oktober seperti gambar adalah ..... Pola aliran sungai yang ditunjukan pada gambar

Variabilitas curah hujan dan pergeseran musim diolah dari data hujan harian dari 15 lokasi pos hujan selama periode tahun 1981-2010, sedangkan suhu muka laut diolah

Secara umum klimatologi dan distribusi curah hujan memperlihatkan hasil yang konsisten dimana musim hujan terjadi pada bulan Desember-April saat bersamaan dengan monsun

• Musim Hujan : pada massa transisi sebelum monsun timur laut dan setelah monsun barat daya, terjadi bulan Mei — September.. • Hujan Sekunder : terjadi sekitar

Secara umum klimatologi dan distribusi curah hujan memperlihatkan hasil yang konsisten dimana musim hujan terjadi pada bulan Desember-April saat bersamaan dengan monsun

Variabilitas hujan pada daerah penelitian tidak berpengaruh pada fluktuasi Nilai SOI saat musim hujan kecuali Munduk, sedangkan saat musim kemarau sangat terlihat jelas