• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dasar – Dasar Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

N/A
N/A
Maba21

Academic year: 2024

Membagikan "Dasar – Dasar Pendidikan Ki Hadjar Dewantara"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Ashwan Widiartono Andrea Gusvita Bella Damayanti

Mata Kuliah : Filosofi Pendidikan Indonesia Dosen Pengampu : Dr. Anwar Mutaqin, M.Si.

Topik 2 : Dasar – Dasar Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

T2 – 4 Ruang Kolaborasi Nilai Luhur Sosio-kultural Sebagai Tuntunan

1. Apa kekuatan konteks sosio-kultural (nilai-nilai luhur budaya) di daerah Anda yang sejalan dengan pemikiran KHD?

Gagasan Ki Hajar Dewantara merupakan sebuah penekanan pada nilai-nilai seperti keadilan, persatuan, kemanusiaan, dan pendidikan yang mencerminkan nilai-nilai budaya lokal.

Mempelajari bahasa anda sendiri adalah persyaratan pertama. Karena hanya dengan cara itulah orang dapat merasakan budaya mereka sendiri. Hal ini merupakan prasyarat munculnya perasaan sayang terhadap budaya seseorang dan merupakan unsur penting dalam upaya pengembangan budaya menuju pengembangan lebih lanjut (Suhartono Wiryopranoto dkk., 2017). Adapun beberapa kekuatan konteks sosio-kultural yang terdapat di daerah kami serta sejalan dengan pemikiran Ki Hadjar Dewantara, yaitu persatuan (gotong royong), kemanusiaan (Toleransi), serta menghargai budaya lokal.

2. Bagaimana pemikiran KHD dapat dikontekstualkan sesuaikan dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya daerah asal yang relevan menjadi penguatan karakter peserta didik sebagai individu sekaligus sebagai anggota masyarakat pada konteks lokal sosio-kultural di daerah Anda?

Sosio-kultural adalah istilah yang menggambarkan hubungan antara individu, masyarakat, dan budaya. Sosio-kultural mengacu pada sistem pola terpadu yang mengatur perilaku manusia, di mana aktivitas berpikir manusia telah membentuk dan mengembangkan konteks sosio-kultural dan sifat manusiawi, dan telah menjelma menjadi budaya (Samho & Yasari, 2013). Lebih lanjut, aktivitas berpikir merupakan langkah awal manusia untuk mewujudkan potensi yang dimilikinya.

Unsur sosio-kultural diartikan sebagai gagasan, kebiasaan, keterampilan, seni, dan alat yang menjadi ciri sekelompok orang pada suatu titik waktu tertentu (Choirun & Nisak, 2016). Dari definisi sosio-kultural tersebut, masing-masing wilayah memiliki keunikan pada budayanya.

Banten pernah menjadi salah satu pusat perdagangan internasional serta menjadi sebuah kerajaan muslim terkuat di Nusantara. Oleh karena itu, masyarakat Banten dikenal memiliki nilai agama dan adat istiadat yang kuat, sehingga unsur keagamaan melekat erat dalam kehidupan

(2)

masyarakat. Ulama atau tokoh agama mempunyai peran besar sebagai aktor dalam penyampaian pesan-pesan keagamaan, dan dalam beberapa kasus, ulama mempunyai status sosial yang lebih tinggi dibandingkan kelompok lain. Beberapa kota di provinsi Banten, seperti Pandeglang, Lebak dan Tangerang juga dikenal sebagai kota pesantren karena banyaknya pesantren dan masuknya ustad-ustad kondang. Provinsi Banten memiliki ± 6.423 pesantren (www.nu.or.id) yang pada akhirnya membentuk sebuah adat-istiadat baru dalam masyarakat. Salah satunya ial mencium tangan dan bersujud di hadapan kyai atau guru besar atau ustad, hal ini dilakukan untuk menghormati orang-orang tersebut. Hal ini sejalan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara tentang

“Tata Krama”, karena mengajarkan sopan santun kepada anak dan menunjukkan perilaku yang

konsisten memiliki makna yang dalam dan luas. Menurut (Damayanti et al., 2021), budaya meski dalam skala kecil dapat menjadi sarana penanaman karakter pada diri siswa.

Kini Banten bukan lagi menjadi sebuah kerajaan muslim, tetapi merupakan salah satu daerah yang berdaulat di Indonesia. Oleh karenanya kini Banten memiliki keragaman agama dalam masyarakatnya. Sehingga setiap tahunya banyak diadakan kegiatan agama dari berbagai macam agama, seperti maulid nabi Muhammad S.A.W, Idul Adha dan idul Fitri dalam agama islam, Natal dan paskah dalam agama kristen, hari nyepi dalam agama Hindu dsb. Oleh karena itu, dalam setiap kegiatn tentu masyarakat saling bergotong royong untuk melaksanakan kegiatan- kegiatan keagamaan masing-masing. Hal ini sejalan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara tentang

“Kemanusian (toleransi)” dan “Persatuan (gotong royong)”.

Pandeglang merupakan sebuah kota yang terletak di Barat wilayah Banten. Pandeglang terkenal akan kesenian rampak bedug, kesenian ini tidak hanya terkenal di wilayah Pandeglang saja tetapi juga ke berbagai wilayah di Indonesia bahkan sampai ke macam negara. Kata “rampak”

memiliki arti serempak dan bedug merupakan alat musik tabuh seperti gendang besar. Jadi rampak bedug adalah seni bedug dengan menggunakan waditra berupa banyak beduk dan ditabuh secara serempak sehingga menghasilkan irama yang enak didengar. Rampak bedug memiliki berbagai nilai yang terkandung, diantaranya religi, rekreasi/hiburan serta ekonomis. Oleh karenanya kesenian ini terus dilestarikan sebagai salah satu kebudayaan daerah Banten. Hal ini sejalan dengan gagasan Ki Hajar Dewantara tentang “Persatuan”, karena dalam memaikannya diperlukan kekompakan antar individu.

Banten juga memiliki berbagai potensi budaya yang dapat dijadikan sumber belajar.

Pemikiran Ki Hajar Dewantara dapat dikontekstualisasikan sesuai dengan nilai-nilai luhur kearifan budaya Banten yang relevan. Hal ini akan memperkuat karakter siswa sebagai individu dan anggota masyarakat dalam lingkungan sosio-kultural setempat. Proses “menebalkan”

kekuatan alami anak yang ambigu melalui kekuatan sosiokultural. Pendidikan berperan dalam membimbing anak untuk memperkuat batasan-batasan yang tidak jelas sehingga mereka dapat

(3)

memperbaiki perilakunya dan menjadi individu yang utuh. KHD ingin mengingatkan para pendidik bahwa membesarkan anak pada hakikatnya menuntut anak untuk memanfaatkan kekuatan bawaannya sesuai dengan alam dan zaman. Karena perkembangan zaman, pendidikan saat ini mengutamakan anak-anak yang menguasai keterampilan abad 21. Namun jika melihat ke alam, konteks sosio-kultural lokal siswa Banten bisa sangat berbeda. Berikut beberapa cara untuk mencapai hal tersebut: (1) Gunakan bahasa dan budaya daerah: Ki Hadjar dan Dewantara sangat menganjurkan penggunaan bahasa dan budaya daerah dalam pendidikan. Di Pandeglang dan Banten terdapat banyak perbedaan budaya dan bahasa, maka penting untuk memperkuat dan melestarikan bahasa dan budaya daerah melalui pendidikan. Hal ini akan membantu siswa merasa lebih terhubung dengan identitas budayanya dan memahami kekayaan budaya Banten.

(2) Kearifan lokal: Kebudayaan Banten mempunyai kearifan lokal yang dapat diajarkan melalui pendidikan. Hal ini dapat mencakup pengetahuan tentang kerajinan tangan dan praktik tradisional yang mengajarkan nilai-nilai penting. Memperkenalkan rampak bedug kepada pelajar yang mempelajari budaya dan seni membantu memperkuat dan melestarikan budaya Banten. (3) Pendidikan kepribadian: Dalam konteks budaya lokal Banten, pendidikan karakter dapat ditanamkan dengan nilai-nilai seperti kejujuran, kebaikan, solidaritas dan keadilan. Pendidikan karakter dapat menggunakan cerita lokal atau tokoh sejarah Pandeglang Banten yang mewakili nilai-nilai tersebut. Menghormati guru atau kiyai/ustad merupakan salah satu bentuk pendidikan karakter di wilayah Pandeglang Banten. (4) Partisipasi masyarakat: Partisipasi masyarakat merupakan hal yang dipandang penting oleh Ki Hajar Dewantara dalam bidang pendidikan.

Warga Pandeglang Banten mempunyai kesempatan untuk berperan dalam peningkatan pendidikan, misalnya dengan menyelenggarakan acara kebudayaan, mengunjungi situs bersejarah atau mendukung program pendidikan lokal di Banten. Dalam budaya Banten, salah satunya adalah perayaan kelahiran Nabi Muhammad SAW. Setiap sekolah di Banten khususnya Pandeglang Banten mengadakan acara mulud panjang dengan harapan dapat melestarikan budaya Pandeglang. (5) Pembelajaran aktif dan kreatif: Ki Hajar Dewantara berpendapat bahwa pembelajaran aktif dan kreatif adalah prioritas utama. Pendekatan pembelajaran yang dapat mencapai hal ini adalah dengan melibatkan siswa secara langsung dalam pengalaman belajar, seperti melalui proyek berbasis kearifan lokal Banten. (6) Pendekatan kontekstual: Pendidik dapat menggunakan contoh dan analogi terkait lingkungan di Banten dalam proses pembelajaran agar bahan ajar lebih bermakna bagi siswa. Hal ini membantu siswa memahami peran nilai-nilai budaya Banten dalam membentuk karakter siswa. Dalam pembelajaran bermakna yang berkaitan dengan semua budaya, tempat dan ciri khas Banten, pembelajaran bermakna. Misalnya saja mempelajari bahasa Indonesia yang bisa menggambarkan benteng-benteng bekas Kerajaan Banten.

(4)

3. Sepakati satu kekuatan pemikiran KHD yang menebalkan laku peserta didik di kelas atau sekolah Anda sesuai dengan konteks lokal sosio-kultural di daerah Anda yang dapat diterapkan.

Kelompok kami sepakat bahwa salah satu kekuatan pemikiran KHD yang dapat memantapkan perilaku siswa di kelas atau sekolah di Pandeglang Banten adalah “Ing ngarso sung tulodho”, artinya di depan harus memberi contoh. Guru atau pendidik harus menjadi teladan yang baik dalam bersikap, berperilaku dan berbicara. Guru harus menunjukkan bahwa dirinya adalah pribadi yang berakhlak baik, yaitu jujur, disiplin, rajin dan santun. Hal ini juga dapat dilakukan melalui pendidikan karakter, seperti menggunakan cerita lokal atau tokoh sejarah dari Banten, yang mewakili nilai-nilai tersebut. Menghormati guru atau kiyai/ustad merupakan salah satu bentuk pendidikan karakter yang identik dengan wilayah Banten.

Daftar Pustaka

Choirun, & Nisak. (2016). Sosiokultular dalam implementasi pendidikan karakter di sekolah dasar.

1–11.

Damayanti, A., Japar, M., & Maiwan, M. (2021). Pemikiran Ki Hadjar Dewantara tentang budi pekerti. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 11(02), 66–75.

Samho, B., & yasunari, O. (2013). Konsep Pendidikan Ki Hadjar Dewantara dan TantanganTantangan Implementasinya Di Indonesia Dewasa ini. Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.

Suhartono Wiryopranoto, Herlina, N., Marihandono, D., Tangkilisan, Y. B., & Nasional, T. M. K.

(2017). Perjuangan Ki Hajar Dewantara: Dari Politik Ke Pendidikan

Referensi

Dokumen terkait

Melihat sosok Ki Hadjar, yang tanggal lahirnya (02 Mei) dijadikan sebagai Hari Pendidikan Nasional di Indonesia, dan beberapa konsep serta pemikiran pendidikannya banyak

Secara singkat, tujuan pendidikan karakter menurut Ki Hadjar Dewantara adalah memberikan sumbangsih besar bagi perubahan anak didik ke depan melalui pembentukan karakter anak

Dalam kerangka visi, misi, dan tujuan pendidikan yang dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi pribadi berbudi pekerti luhur atau berkarakter positif, Ki Hadjar

Berdasarkan hasil penelitian, nilai- nilai karakter yang dikembangkan di Sekolah Dasar Taman Muda Ibu Pawiyatan antara lain: a) religiusitas, ditanamkan melalui kegiatan

proses transformasi nilai (transformation of value). Dengan kata lain pendidikan adalah proses pembetukan karakter manusia agar menjadi sebenar-benar manusia. Pandangan Ki

Pembentukan karakter merupakan proses yang kompleks dan memerlukan pemikiran yang matang, oleh karena itu, penerapan konsep Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara sangatlah penting

Keywords:education; thinking; Ki Hadjar Dewantara Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi pemikiran Ki Hajar Dewantara tentang pendidikan, khususnya dalam hal pendidikan

Konsep penanaman nilai karakter Abdullah Nashih Ulwan senada dengan usaha meningkatkan nilai karakter negeri tercinta ini, dimana pemikiran utamanya dalam penanaman karakter adalah