• Tidak ada hasil yang ditemukan

DIAGNOSIS DIFERENSIAL TROMBOSITOPENIA

N/A
N/A
21-091 Melkisedek Morsa Abadi Nababan

Academic year: 2024

Membagikan "DIAGNOSIS DIFERENSIAL TROMBOSITOPENIA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

DIAGNOSIS DIFERENSIAL TROMBOSITOPENIA

1.Pseudotrombositopenia

Pseudotrombositopenia ditemukan pada sekitar 1 dari 1.000 individu dan tidak memiliki signifi kansi klinis. Hal ini dapat terjadi karena trombosit saling menempel (platelet clumps). Pada suatu penelitian, 15,3% pasien-pasien rawat jalan dengan trombositopenia saja (isolated thrombocytopenia) merupakan pseudotrombositopenia

Trombosit yang saling menempel pada pseudotrombositopenia

2.Immune Thrombocytopenic Purpura (ITP)

ITP adalah penyakit yang relatif sering ditemukan pada usia dewasa. Penelitian di Denmark mencatat insidensnya sebesar 2,68 dari 100.000 individu. ITP adalah suatu

(2)

kondisi autoimun disebabkan oleh antibodi antitrombosit, yang menyebabkan penurunan masa hidup trombosit. Antibodi tersebut umumnya adalah IgG dan pada dasarnya ditujukan untuk menyerang antigen trombosit yaitu kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX.

Limpa merupakan lokasi utama penghancuran trombosit. Semua usia dapat mengalami ITP, lebih sering pada wanita dewasa muda.

Trombositopenia secara khas ditemukan tanpa anemia dan leukopenia. Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari penyebab sekunder ITP, termasuk infeksi HIV dan hepatitis C (dan infeksi-infeksi lain jika ada indikasi); pemeriksaan serologi untuk SLE; elektroforesis protein serum dan kadar imunoglobulin untuk mendeteksi hipogammaglobulinemia, defi siensi IgA, atau gammopati monoklonal. Anemia hemolitik autoimun (AIHA) kadang-kadang ditemukan sehubungan dengan ITP, disebut sindrom Evan. Biasanya tidak dibutuhkan pemeriksaan sumsum tulang, kecuali gambaran klinis tidak khas dan dicurigai diagnosis alternatif. Pemeriksaan antibodi antitrombosit kurang sensitif dan spesifik, umumnya secara klinis tidak bermanfaat.

3.Thrombotic Microangiopathies (TMA)

TMA merupakan sekelompok kelainan yang ditandai dengan trombositopenia, anemia hemolitik mikroangiopati yang dibuktikan dengan ditemukannya fragmen-fragmen sel darah merah dari apusan darah tepi (Gambar 1-D) dan bukti laboratorik hemolisis (anemia, peningkatan lactate dehydrogenase [LDH], peningkatan bilirubin indirek, penurunan haptoglobin, retikulositosis, dan direct Coomb’s test negatif ), serta trombosis mikrovaskuler. Yang termasuk TMA adalah thrombotic thrombocytopenic purpura (TTP) dan hemolytic uremic syndrome (HUS), sindrom-sindrom komplikasi transplantasi sumsum tulang, obat dan infeksi tertentu, kehamilan, dan vaskulitis. Walaupun TTP-HUS relatif jarang dijumpai, hal ini termasuk penyebab trombositopenia yang mengancam nyawa.

Skistosit dan penurunan jumlah trombosit pada anemia hemolitik mikroangiopatik

Hanya sekitar 25% pasien TMA yang memanifestasikan seluruh komponen yang dikenal sebagai temuan pentad (anemia hemolitik mikroangiopati, trombositopenia, demam, insufi siensi ginjal, dan abnormalitas sistem neurologis) (Tabel 5). Kebanyakan pasien HUS (terutama anak-anak) memiliki riwayat diare beberapa saat sebelumnya. Manifestasi

(3)

neurologis termasuk nyeri kepala, somnolen, delirium, kejang, paresis, dan koma adalah akibat deposisi mikrotrombus di dalam pembuluh darah serebral.

TROMBOSITOPENIA IMBAS OBAT

Trombositopenia imbas obat diduga, pada kebanyakan kasus, disebabkan oleh mekanisme imun, walaupun ada pengecualian (seperti kemoterapi yang menyebabkan supresi sumsum tulang dan menginhibisi megakariosit secara langsung). Tabel 6 menunjukkan obat-obat yang berhubungan dengan trombositopenia, meskipun secara praktis obat apapun dapat menyebabkan trombositopenia. Pada evaluasi pasien trombositopenia, riwayat pengobatan (termasuk obat yang dibeli sendiri tanpa resep dokter) harus ditanyakan secara teliti dan obat apapun yang baru dimulai harus dicurigai sebagai penyebab trombositopenia.

(4)

Gambaran khasnya adalah trombositopenia dan perdarahan mukokutan setelah 7-14 hari penggunaan obat baru, walaupun dapat sangat bervariasi. Penghentian obat yang menyebabkan trombositopenia menghasilkan resolusi trombositopenia dalam 7-10 hari pada kebanyakan kasus, tetapi pasien dengan jumlah trombosit sangat rendah membutuhkan transfusi trombosit dengan (hanya kasus-kasus imun) atau tanpa IVIG.

Pada kasus trombositopenia yang diinduksi kemoterapi, riwayat biasanya mudah didapat dan sering disertai leukopenia dan juga anemia. Pada kebanyakan obat kemoterapi, titik nadir umumnya tercapai 7-10 hari setelah kemoterapi dan pulih setelah 2-3 minggu.

Transfusi trombosit kadang-kadang dibutuhkan dan penyesuaian dosis untuk kemoterapi berikutnya mungkin dibutuhkan.

5.Heparin-Induced Thrombocytopenia (HIT)

Trombositopenia imbas heparin berbeda dengan trombositopenia imbas obat lain dalam dua hal penting. Pertama, trombositopenia yang terjadi biasanya tidak terlalu berat, dengan nadir jarang mencapai <20.000/ Kedua, trombositopenia imbas heparin (HIT) tidak berhubungan dengan manifestasi perdarahan dan, bahkan, justru meningkatkan

(5)

risiko trombosis secara bermakna antibodi terhadap kompleks protein yang spesifik terhadap trombosit, platelet factor 4 (PF4)-heparin complex. Antibodi antiheparin/ PF4 dapat mengaktifkan trombosit melalui reseptor FcγRIIa dan kadang dapat mengaktifkan sel endotelial. Banyak pasien yang terpajan heparin akan membentuk antibodi heparin/PF4 tetapi tidak ada konsekuensi apapun. Sebagian pasien yang membentuk antibodi akan mengalami trombositopenia, dan sebagian pasien ini (sampai dengan 50%) mengalami HIT dan trombosis (HITT).

Kebanyakan pasien akan mengalami HIT setelah terpajan heparin selama 5-10 hari (Gambar 5). HIT terjadi sebelum 5 hari hanya pada mereka yang pernah terpajan heparin beberapa minggu atau bulan sebelumnya (<- 100 hari ) dan telah memiliki antibodi antiheparin/PF4 dalam sirkulasinya. Trombositopenia dan trombosis jarang mulai terjadi beberapa hari setelah semua heparin telah dihentikan (disebut delayed-onset HIT).

Kriteria diagnosis HIT adalah trombositopenia, saat turunnya jumlah trombosit, trombosis, dan sekuele lainnya (seperti reaksi kulit yang terlokalisir pada vena atau arteri dan dapat ditemukan pada 50% pasien sampai dengan 30 hari setelah diagnosis), dan tidak adanya penyebab lain trombositopenia. Pasien umumnya asimtomatik dan tidak terjadi perdarahan.

6.Sepsis/Infeksi

Pasien-pasien sepsis umumnya memiliki derajat trombositopenia yang bervariasi.

Etiologi trombositopenia biasanya bersifat multifaktorial; berkaitan dengan DIC, destruksi trombosit akibat reaksi imun yang non-spesifi k, konsumsi trombosit yang berlebihan, supresi sumsum tulang, dan obat-obatan. Terapi terdiri dari koreksi penyebab sepsis, identifi kasi obat yang dapat menyebabkan trombositopenia, dan terapi suportif.

Trombositopenia juga ditemukan pada berbagai infeksi tanpa sindrom sepsis.

Infeksi tertentu dapat berkaitan dengan trombositopenia, karena dapat mempengaruhi baik produksi trombosit maupun masa hidupnya. Infeksi cytomegalovirus dan virus Epstein-Barr dapat menyebabkan trombositopenia sementara. Infeksi HIV boleh jadi merupakan infeksi penyebab trombositopenia terpenting di Amerika Utara.

(6)

Trombositopenia diduga berkaitan dengan toksisitas virus terhadap sumsum tulang secara langsung ataupun juga diperantarai mekanisme imun. Di seluruh dunia, malaria adalah penyebab trombositopenia yang umum. Ehrlichiosis, suatu infeksi yang ditularkan melalui gigitan kutu, banyak dijumpai di Amerika Serikat. Pada lokasi geografis yang sesuai, Dengue, Hantavirus, dan demam hemoragik akibat virus perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding. Beberapa virus ini juga berpotensi digunakan sebagai agen bioterorisme.

7.Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)

DIC adalah suatu proses sistemik disebabkan oleh pembentukan trombin patologis.

Secara klinis, DIC ditandai oleh trombosis maupun perdarahan. DIC dihasilkan oleh aktivasi koagulasi lokal atau sistemik yang tidak terkendali, yang menyebabkan deplesi faktor-faktor koagulasi dan fibrinogen sampai dengan trombositopenia karena trombosit diaktifkan dan dikonsumsi. DIC merupakan komplikasi suatu penyakit. Berbagai penyakit yang mendasari DIC yaitu sepsis (koagulasi diaktifkan karena adanya lipopolisakarida) begitu juga leukemia akut, kanker lainnya (terutama adenokarsinoma), trauma, luka bakar, emboli cairan ketuban, abruptio placentae, atau kematian pada kehamilan (dilepaskan faktor jaringan/tissue factor). Aneurisma aorta dan hemangioma kavernosum dapat memicu DIC melalui stasis vaskuler, dan bisa gigitan ular dapat menyebabkan DIC akibat adanya toksin eksogen.

Perdarahan pada DIC umumnya terjadi di berbagai lokasi, seperti kateter intravena atau insisi, dan dapat meluas (purpura fulminan). DIC pada kanker umumnya bermanifestasi sebagai trombosis (sindrom Trousseau).

Sering terdapat pemanjangan faal hemostasis atau trombositopenia yang akut dan progresif pada pasien yang sedang dirawat karena penyakit lain. Pada DIC awal, jumlah trombosit dan kadar fibrinogen masih dalam interval normal, meskipun turun. Terjadi trombositopenia yang progresif (jarang sampai berat), pemanjangan activated partial thromboplastin time (aPTT) dan prothrombin time (PT), dan kadar fi brinogen yang rendah. Kadar D-dimer umumnya akan meningkat akibat aktivasi koagulasi dan fi brin yang saling terhubung secara difus. Schistocytes dari apusan darah tepi akibat terpotongnya sel darah merah setelah melalui mikrovaskuler (mikroangiopati), ditemukan pada 10-20% pasien, sehingga penting mempertimbangkan TTP-HUS sebagai suatu diagnosis banding. Abnormalitas laboratoris pada sindrom HELLP (hemolysis, elevated liver enzymes, low platelets) merupakan suatu bentuk DIC yang berat dengan angka mortalitas tinggi pada wanita peripartum, termasuk peningkatan transaminase hati dan (pada banyak kasus) disfungsi renal akibat hemoglobinuria masif dan nefropati pigmen.

DIC yang dijumpai pada pasien kanker dapat menunjukkan jumlah trombosit dan faal hemostasis yang normal.

(7)

8.Hipersplenisme/Sekuestrasi Trombosit

Splenomegali akibat berbagai sebab dapat menyebabkan sekuestrasi elemen-elemen darah sampai menghasilkan sitopenia.

Ciri khas utama hipersplenisme adalah (a) splenomegali; (b) berkurangnya jumlah satu atau lebih elemen darah di sirkulasi yang berkaitan dengan peningkatan prekursornya;

dan (c) koreksi sitopenia setelah splenektomi. Splenomegali hampir selalu merupakan akibat kelainan-kelainan lain (Tabel 9), paling sering diakibatkan sirosis dengan hipertensi porta. Trombositopenia umumnya bersifat sedang dan kadarnya jarang berada di bawah 40.000/μL. Pada kebanyakan kasus, terapi spesifik untuk trombositopenia tidak diperlukan. Transfusi trombosit tidak efektif sebab trombosit yang ditransfusikan juga akan disekuestrasikan dalam limpa. Terapi ditujukan pada sebab yang mendasari splenomegali. Walaupun splenektomi dapat mengoreksi trombositopenia, manfaatnya harus diperhitungkan dan dibandingkan dengan risiko-risiko potensial splenektomi, termasuk risiko infeksi jangka panjang. Splenektomi, embolisasi splenik, atau radiasi splenik dapat dipertimbangkan pada kasus-kasus tertentu.

(8)

9.Trombositopenia Gestasional

Trombositopenia gestasional merupakan akibat ekspansi volume darah progresif yang khas terjadi selama kehamilan, sehingga menyebabkan hemodilusi. Sitopenia terjadi, meskipun produksi sel-sel darah normal atau meningkat. Jumlah trombosit

<100.000/mikro Liter ditemukan pada <10 % Wanita hamil pada trimester ketiga; jika penurunan trombosit mencapai <70.000/mikro Liter harus dipikirkan kemungkinan ITP yang berkaitan dengan kehamilan, preeklamsia, atau suatu thrombotic microangiopathy (TMA) yang berkaitan dengan kehamilan.

SIMPULAN

(9)

Secara sederhana, diagnosis penyebab trombositopenia pada dewasa dapat dibagi menjadi tiga yaitu penurunan produksi, peningkatan destruksi, dan lain-lain. Anamnesis penting, terutama riwayat penggunaan obat-obatan. Dalam evaluasi trombositopenia, langkah awal yang penting adalah melihat kembali apusan darah tepi untuk menyingkirkan pseudotrombositopenia, terutama pada pasien tanpa penyebab trombositopenia yang jelas. Apusan darah tepi merupakan pemeriksaan penunjang yang harus dikerjakan dalam menegakkan diagnosis penyebab trombositopenia. Pemberian transfusi trombosit pada keadaan trombositopenia harus dipertimbangkan dengan baik.

Sumber jurnal :

Sianipar, N. (2014). ”Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya”. DK-217/ vol. 41 no.

6, 417-421

Referensi

Dokumen terkait

Pada kasus 17 (lampiran 4) pasien diberikan antibiotik cefixime saat menjalani rawat inap selama 2 hari, dan tidak terdapat keterangan obat tersebut dibawakan

Pada penelitian ini pasien anak dengan rata-rata demam 2-7 hari, dengan jumlah trombosit rendah lebih dominan pada kelompok DBD dengan syok (DSS), walaupun pada DBD tanpa syok

Terdapat 30 (100%) orang yang bertanya tentang umur pasien; 5 (16,67%) orang yang bertanya tentang siapakah pasiennya; 6 (20%) orang bertanya tentang obat apa yang telah

Pada penelitian ini pasien anak dengan rata-rata demam 2-7 hari, dengan jumlah trombosit rendah lebih dominan pada kelompok DBD dengan syok (DSS), walaupun pada DBD tanpa syok

1) Obat pengontrol pada tahap 2 berupa ICS dosis rendah setiap hari dan dikombinasikan dengan SABA bila butuh, diperuntukkan untuk pasien yang memiliki

Melihat banyaknya kasus diabetes melitus tipe 2 dengan komplikasi dan kepatuhan pasien diabetes melitus untuk mengkonsumsi obat masih rendah, maka penelitian ini