DINAMIKA FEAR OF MISSING OUT (FOMO) PADA INTERAKSI SOSIAL I-GENERATION DALAM ADIKSI BERMEDIA SOSIAL DI
JORONG SAWAH PARIK KECAMATAN TANJUNG BARU KABUPATEN TANAH DATAR
Delia Faramita, Siti Fadila
Komunikasi dan Penyiaran Islam, UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Sumatera Barat, Indonesia e-mail: [email protected], [email protected]
Copyright © 2023
Abstract: This research examines the phenomenon of fear of missing out (fomo) in i-generation social interactions in social media addiction in Jorong Sawah Parik. The trigger is because of the intense interest between the i-generation and social media. The aim of this research is to describe the dynamics of FoMo, and the impact of FoMo on i-generation social interactions in social media addiction. This research uses field research with a qualitative descriptive approach. The data collection techniques used are through observation, interviews and documentation.
Data analysis uses the Miles & Huberman analysis model, namely by collecting data, reducing data, presenting data, and concluding with effective sentences. From the field research conducted, it was found that the FoMo dynamics of the i- generation's addiction to social media in Jorong Sawah Parik occurred due to several things, namely: from the use of social media, cellular accessibility, and the intensity of social media use which caused the i-generation to experience feelings of left behind both information and other new things. Meanwhile, the impact of FoMo on i-generation varies for each informant. Judging from its positive impact, FoMo provides motivation to try new productive things, increases productivity, and makes it easier to communicate and obtain information. If viewed from the negative impact, FoMo can cause social pressure, dependence and addiction, neglect of time, decreased self-confidence, and decreased quality of direct interactions.
Keywords: Fear of Missing out (FoMo), I-generation, Social Media
PENDAHULUAN
eterbukaan abad ke-21 atau abad globalisasi dengan ditandai era revolusi industri 4.0, membuat kehidupan manusia mengalami perubahan signifikan dibandingkan abad sebelumnya (Fonna,
2019:119). Kondisi ini menjadi salah satu pendorong dalam peningkatan layanan internet, diantaranya media sosial sebagai sistem informasi digital. Media sosial membawa banyak perubahan, membuat tingkatan atau level dalam berkomunikasi
K
tergabung dalam satu wadah yakni jejaring sosial atau social media. Hal ini membuat dampak yang berkemungkinan timbul patut untuk diwaspadai, karena media sosial semakin menawarkan kesempatan kepada setiap orang yang terlibat untuk mengekspresikan pendapat mereka secara bebas (Watie, 2016: 70).
Menurut data Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII), pengguna internet tertinggi adalah pada usia 13-18 tahun dengan persentase (99,16%), dan usia 19-34 tahun dengan persentase (98,64%). Sementara untuk pemuncak konten internet yang sering di akses adalah media sosial dengan persentase (89,15%) (APJII, 2022). Kedua kelompok usia pengakses internet tertinggi ini masuk pada rentang umur i-generation, atau disebut juga gen z, mereka adalah generasi yang lahir di tahun 1995 hingga 2010. (Alfaruqy, 2022: 85) menyebutkan bahwa generasi ini sedang berada di fase perkembangan remaja dan dewasa awal, yang saat ini berada pada rentang usia 13- 28 tahun. Menurut Linnes & Metcalf, gen z atau i-generation merupakan generasi pertama yang benar-benar tumbuh berdampingan dengan teknologi, dan juga bergantung pada IT (2017: 15). Artinya, teknologi sudah menjadi bagian dari mereka semenjak lahir, sehingga tidak heran jika generasi ini mahir memanfaatkan teknologi sejak dini.
Melihat data pengguna internet dari (APJII) kita dapat mengetahui betapa tingginya angka pengakses internet di Indonesia, dan i-generation adalah sebagai
penyumbang tertinggi. Hal ini disebabkan internet sudah menjadi sebuah kebutuhan bagi setiap individu dalam kehidupan sehari-hari. Pemakaian internet secara massive hingga terus-menerus tentu dapat memberikan dampak positif dan negatif bagi pengguna, maupun lingkungan sekitar tergantung bagaimana internet itu dimanfaatkan.
Akhir-akhir ini, fenomena fear of missing out (FoMo) menjadi perbincangan hangat dikalangan masyarakat, sebab fenomena ini dikaitkan dengan penggunaan media sosial yang berlebih.
Seperti yang didefinisikan oleh Przybylski, bahwasanya FoMo mengacu pada rasa kekhawatiran yang meluas jika orang lain mendapatkan pengalaman berharga, ditandai oleh keinginan untuk selalu terhubung dengan apa saja yang dilakukan orang lain di media sosial (Song et al., 2017: 733). Kondisi ketika seorang individu terlalu intensif dalam menggunakan internet hingga tidak bisa mengontrol dirinya sendiri menurut (Gunawan et al., 2020: 2) secara umum dapat dikatakan sebagai kecanduan atau adiksi terhadap internet.
Dalam media sosial, kecanduan dapat membawa seseorang pada keinginan untuk terus bermedia sosial di setiap kegiatan, yang mana kondisi ini bisa membawa pada fenomena fear of missing out (FoMo). FoMo adalah perasaan takut tertinggal dikarenakan tidak mengikuti atau melewatkan kegiatan tertentu.
Kecemasan dan ketakutan timbul jika individu merasa tertinggal informasi, baik
itu berita, tren, dan hal lainnya yang mengacu terhadap persepsi, jika orang lain memperoleh kesenangan dan mengalami hal yang lebih baik dalam hidupnya (Anggraeni, 2021). Salah satu faktor pemicu munculnya FoMo ialah penggunaan media sosial secara intensif.
Membuat seorang individu memiliki perasaan takut terhadap aktivitas yang tidak diketahui dan diikutinya.
Melihat kemudahan dalam layanan teknologi digital saat ini, membuat FoMo berkemungkinan untuk terjadi di daerah manapun. Fenomena FoMo bisa terjadi pada setiap kalangan baik itu remaja maupun dewasa. Karena secara umum media sosial telah digunakan oleh setiap orang disegala kalangan dengan intensitas pemakaian yang berbeda. Kebanyakan dari mereka tidak menyadari telah mengalami fenomena FoMo. Jorong Sawah Parik salah satunya, berdasarkan observasi awal, peneliti menemui fenomena FoMo terjadi di daerah ini karena intensitas penggunaan media sosial masyarakatnya yang tinggi.
Lebih jauh peneliti melihat di Jorong Sawah Parik, i-generation lebih dominan untuk mengalami FoMo, dikarenakan mereka lebih mahir dalam pemanfaatan teknologi dibanding dengan generasi sebelumnya.
Berdasarkan data sensus penduduk Jorong Sawah Parik di tahun 2022, total masyarakatnya terdata sebanyak 801 orang. Sementara dalam rentang usia i- generation berdasarkan data yang peneliti kumpulkan di lapangan tahun 2023, terdata sebanyak 351 orang yang 246 orang
diantaranya memiliki sosial media aktif, baik itu facebook, whatsapp, instagram, tiktok, telegram, youtube, dan lainnya.
Tidak hanya i-generation, namun sebagian besar masyarakat di Jorong Sawah Parik sudah merasakan manfaat dari sosial media. Mulai dari masyarakat dewasa yang menggunakan media sosial untuk berjualan, bekerja, ataupun hanya sebatas pengisi waktu luang, hingga anak-anak yang sudah kenal dengan media seperti youtube, tiktok, dan sejenisnya untuk hiburan.
FoMo disetiap generasinya bisa berbeda-beda. Pada generasi yang lebih tua, mereka cenderung lebih khawatir kehilangan peluang bisnis atau sosial, sementara generasi yang lebih muda, mereka cenderung lebih khawatir kehilangan pengalaman, melewatkan sesuatu yang mereka senangi. Namun pada fenomena fear of missing out (FoMo) peneliti lebih tertarik mengkaji dari sudut pandang i-generation. Sebab dibanding masyarakat dewasa dan anak-anak, i- generation (masyarakat dalam rentang usia remaja awal hingga dewasa awal, atau yang berusia 13-28 tahun) lebih menarik untuk diteliti sebab mereka lebih mahir dan dominan menggunakan media sosial dalam kehidupan sehari-hari.
Peneliti mengamati i-generation di Jorong Sawah Parik ini dalam menggunakan media sosial lebih tertarik mengikuti hal-hal terbaru yang viral di internet, seperti trend, fashion, life style kekinian, dan hal lainnya agar mengikuti perkembangan zaman dan terus terhubung
dengan banyak orang di media sosial, serta tidak ketinggalan informasi terkini. Seperti halnya saling berlomba memiliki banyak followers di akun media sosial sebagai bentuk popularitas, mengunjungi tempat- tempat yang sedang booming untuk di upload di media sosial, mengikuti gaya busana terkini yang sedang ramai diperbincangkan, bahkan dalam hal kecil seperti model gaya hijab terbaru tidak luput dari perhatian mereka.
Dalam menentukan keputusan, FoMo juga berpengaruh terhadap i- generation dalam menentukan konsumsi terhadap sesuatu. Mereka bisa membeli suatu barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan, hal ini dapat dimaknai pada dua hal, pertama karena mereka takut tidak berkesempatan untuk memilikinya, dan kedua, hanya untuk ikut-ikutan atau takut ketinggalan. Sementara dalam hal berinteraksi, lebih dalam peneliti mengamati i-generation ini cenderung senang berinteraksi pada media sosial.
Membangun personal branding pada media sosial agar orang lain memiliki kesenangan untuk bergaul dengan mereka.
Berambisi untuk terlibat dalam setiap kegiatan yang dianggap penting. Namun dengan lingkungan sekitar mereka terlihat lebih acuh tak acuh, senang menghabiskan waktu ber jam-jam berselancar di media sosial. Saat berbicara dengan orang lain lebih cenderung melihat layar smartphone dari pada lawan bicaranya. Perilaku seperti ini peneliti temui hampir di seluruh wilayah Jorong Sawah Parik.
Pada beberapa momen yang peneliti
temui dilapangan, i-generation ini takut dikatakan tidak gaul jika tidak mengetahui dan mengikuti hal terbaru yang sedang booming dibicarakan. Perilaku seperti ini secara tidak langsung menuntut i- generation untuk massive dalam menggunakan media sosial sebagai suatu kebutuhan dalam berkomunikasi, dan interaksi lainnya. Inilah yang membawa mereka pada fenomena fear of missing out (FoMo) atau takut merasa tertinggal. Pada saat observasi di lapangan peneliti sempat melakukan wawancara dengan beberapa narasumber. Menurut penuturan AR, 18 tahun, “media sosial sekarang ini sudah menjadi suatu kebutuhan, sehari saja tanpa bermedia sosial maka akan terlewat beberapa momen, dan akan tertinggal informasi terbaru.” Hal yang sama juga disampaikan oleh NZP, 19 tahun, bahwasanya “Smartphone sudah menjadi hal pertama yang dilihat saat bangun pagi dan juga menjadi hal terakhir yang dilihat sebelum tidur. Jadi tanpa smartphone, internet dan media sosial akan timbul rasa bosan dan menjadi kurang update.”
Sementara itu menurut VA, 21 tahun,
“Apapun kegiatan yang dilakukan saat ini perlu media sosial, untuk berkomunikasi, mencari informasi dan relasi. Sebab saat ini banyak hal yang bisa kita peroleh hanya lewat internet” (Wawancara 6 Maret 2023 di Jorong Sawah Parik).
Berdasarkan observasi lapangan dan penuturan dari beberapa narasumber dapat dilihat sejauh mana ketertarikan dan ketergantungan mereka terhadap internet dan media sosial. Dalam hal ini dapat
dilihat ketertarikan antara i-generation dengan media sosial menjadi isu menarik untuk dikaji. Sebab media sosial banyak memberikan pengaruh dalam hidup seseorang. Maka dari itu, hal inilah yang menarik perhatian peneliti untuk mengkaji lebih dalam fenomena yang sedang terjadi di masyarakat mengenai “Dinamika Fear of Missing out (FoMo) Pada Interaksi Sosial I-generation dalam Adiksi Bermedia Sosial di Jorong Sawah Parik Kecamatan Tanjung Baru Kabupaten Tanah Datar.”
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian lapangan (field research) dengan pendekatan deskriptif kualitatif.
Penelitian kualitatif, seperti yang dijelaskan oleh (Sugiyono, 2018: 9) merupakan metode penelitian yang digunakan ketika mengkaji objek yang memiliki sifat alamiah. Dalam metode ini, peneliti menjadi instrumen kunci, menggunakan triangulasi sebagai teknik pengumpulan data, menganalisis data secara induktif, dan penekanan pada makna hasil penelitian daripada generalisasi.
Penelitian lapangan ini menggunakan metode deskriptif bertujuan untuk menggambarkan fenomena yang terjadi di lapangan sesuai dengan realitas yang ada. Sebagaimana yang dijelaskan dalam (Ibrahim, 2018: 59) bahwa metode deskriptif dalam konteks penelitian bermaksud untuk mendeskripsikan, menggambarkan, keadaan subjek sesuai dengan keadaan dan kondisi pada saat penelitian dilakukan. Berdasarkan
penjelasan diatas, maka dalam melakukan penelitian lapangan di Jorong Sawah Parik, Kecamatan Tanjung Baru, Kabupaten Tanah Datar penulis menggunakan metode kualitatif deskriptif dalam menggambarkan dinamika dan dampak yang ditimbulkan dari fenomena fear of missing out (FoMo) dari adiksi bermedia sosial pada i- generation di Jorong Sawah Parik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dijelaskan dalam sub bab sebelumnya, maka dalam bab ini peneliti akan menjabarkan pembahasan secara rinci untuk dapat menjawab tujuan dalam penelitian ini.
Dinamika fear of missing out (fomo) dari adiksi i-generation dalam bermedia sosial di Jorong Sawah Parik.
FoMo menjadi faktor yang menggerakkan dan membentuk perilaku intensif penggunaan media sosial pada i- generation. Dalam konteks ini merujuk pada bagaimana FoMo berinteraksi dengan adiksi terhadap media sosial dan bagaimana perasaan tidak ingin ketinggalan tersebut memengaruhi perilaku penggunaan media sosial.
Akibatnya, hubungan kompleks antara FoMo dan adiksi media sosial menjadi semakin jelas, terkait bagaimana perilaku online mereka sangat dipengaruhi oleh kekhawatiran akan ketinggalan informasi atau pengalaman. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan kepada i- generation di Jorong Sawah Parik, melalui teknik observasi dan wawancara, diperoleh
data bahwasanya dinamika FoMo yang terjadi di Jorong Sawah Parik mencakup sebagai berikut:
a. Penggunaan Media Sosial
Dalam penggunaan media sosial, keseluruhan informan mengungkapkan bahwa mereka merasa perlu untuk selalu terlibat dalam platform media sosial agar tidak ketinggalan informasi atau melewatkan hal penting. Mereka menggunakan media sosial berdasarkan kebutuhan untuk tetap terhubung dengan tren, berita, interaksi sosial, dan informasi lainnya yang disajikan melalui platform tersebut.
Ketika menggunakan media sosial, mereka cenderung untuk memperhatikan hal-hal yang dapat memberikan pengaruh pada diri mereka. Baik hal tersebut berpengaruh baik atau buruk, mereka tetap memperhatikannya.
b. Aksesibilitas Seluler
Aksesibilitas seluler merupakan faktor penting yang mempengaruhi FoMo pada i-generation di Jorong Sawah Parik. Hal tersebut diungkap oleh seluruh informan penelitian, bahwa mereka saat ini mudah untuk terhubung dengan media sosial kapan dan dimanapun mereka berada. Dari perolehan hasil observasi dan wawancara, seluruh informan sering merasa terdorong untuk memeriksa media sosial agar tidak melewatkan informasi dan peristiwa terbaru yang sedang terjadi. Informan mengungkapkan bahwa dorongan tersebut muncul karena adanya fitur notifikasi dan pembaruan real-time yang disediakan oleh media sosial.
Sehingga mereka terdorong untuk segera merespons atau mengikuti apa yang sedang terjadi agar tidak melewatkan sesuatu yang penting dan menarik.
c. Intensitas Penggunaan Media Sosial.
Intensitas penggunaan media sosial i-generation di Jorong Sawah Parik bervariasi setiap individunya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 8 orang informan penelitian, semuanya mengungkap bahwa, dalam menggunakan media sosial mereka menghabiskan banyak waktu pada media sosial. Berikut data intensitas penggunaan media sosial informan penelitian:
No Informan Durasi
1 KMT 7 jam/hari
2 SW 18 jam/hari
3 AR 6 jam/hari
4 RRA 13 jam/hari
5 NZP 15 jam/hari
6 VN 7 jam/hari
7 SYA 8 jam/hari
8 KM 15 jam/hari
Tabel di atas menunjukan durasi akses informan dalam bermedia sosial dalam sehari. Dari 8 orang informan penelitian, 7 orang menyatakan menggunakan media sosial di atas 7 jam dalam sehari, sementara 1 orang informan menyatakan menggunakan media sosial dibawah 7 jam. Mengenai durasi akses seorang FoMo yang dijelaskan oleh (Mertkan Gezgin, Burcin Hamutoglu, dkk., 2017) dalam penelitiannya, bahwa individu yang mengalami FoMo mempunyai durasi 5 - 7 jam lebih untuk mengakses media
sosial.
Dari hasil penelitian di Jorong Sawah Parik, ditemukan bahwa seluruh i-generation menghabiskan waktu di atas 6 jam untuk akses ke media sosial dalam sehari. Maka dari yang disampaikan Mertkan dkk tersebut memang sesuai dengan yang dijumpai di Jorong Sawah Parik, bahwasanya durasi penggunaan media sosial oleh seorang FoMo dapat diperkirakan di atas 5 jam perharinya.
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan seluruh informan penelitian, durasi mereka dalam menggunakan media sosial didasarkan pada kebutuhan mereka. Salah seorang informan penelitian mengungkapkan karena dirinya berjualan melalui media sosial, maka kebutuhan untuk bermedia sosialnya menjadi tinggi. Sementara untuk 7 informan lainnya melalui wawancara mengungkapkan jika lamanya durasi mereka bermedia sosial itu relatif dengan apa yang mereka butuhkan. Setiap informan memiliki tujuan berbeda dalam memanfaatkan media sosial, datanya adalah sebagai berikut:
Data yang disajikan melalui grafik di atas diperoleh dari observasi dan wawancara dengan seluruh informan.
Mereka mengungkap bahwa dalam bermedia sosial tujuan mereka
cenderung berubah-ubah setiap harinya, disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Jika dilihat pada bagan, maka tujuannya adalah untuk berkomunikasi, kemudian untuk menikmati hiburan, melihat trend, memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, informasi terkait liburan, dan terakhir untuk berjualan.
Setiap informan mempunyai tujuan berbeda dalam mengakses media sosial. Sesuai hasil wawancara, salah seorang informan mengakses media sosial selain untuk berkomunikasi dan mencari hiburan dirinya juga menggunakan media sosial untuk berjualan.
Dalam kesimpulannya, intensitas penggunaan media sosial oleh seluruh i- generation di Jorong Sawah Parik bervariasi setiap individu. Mayoritas i- generation menggunakan media sosial selama lebih dari 7 jam per hari.
Penggunaan media sosial ini dipengaruhi oleh tujuan-tujuan seperti untuk berkomunikasi, menikmati hiburan, melihat trend, memperoleh informasi, ilmu pengetahuan, informasi terkait liburan, dan terakhir untuk berjualan. Selain itu faktor seperti ketergantungan pada media sosial juga mempengaruhi intensitas penggunaan media sosial informan yang dapat memperkuat perasaan FoMo.
Dampak fear of missing out (fomo) terhadap interaksi sosial i-generation dalam adiksi bermedia sosial di Jorong Sawah Parik.
FoMo terhadap media sosial memiliki beragam dampak yang dapat dirasakan oleh individu terhadap interaksi
0 2 4 6 8 10 12
mereka. Dampak tersebut muncul tergantung bagaimana mereka mengkonsumsi hal yang diperoleh dari media sosial. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara dengan seluruh informan, ditemukan bahwa FoMo berdampak terhadap interaksi sosial mereka dalam bermedia sosial. Dampak tersebut mencakup dampak positif dan negatif, adapun dampak tersebut sebagai berikut:
a. Dampak Positif
1) Motivasi Mencoba Hal Baru Untuk Lebih Produktif
Dampak positif pertama yang dirasakan oleh informan penelitian adalah mereka termotivasi untuk mencoba hal baru yang produktif.
FoMo mendorong mereka untuk menjelajahi hal-hal baru yang mereka lihat di media sosial. Saat melihat media sosial teman atau rekan mereka terlibat dalam aktivitas menarik, informan merasa terdorong untuk mengikuti jejak mereka dan mencari pengalaman serupa. Informan ingin merasakan hal yang sama dan tidak ingin merasa tertinggal dari pengalaman positif yang dilakukan orang lain.
Dari delapan orang informan, seluruhnya menyatakan bahwa dengan melihat hal produktif yang ditampilkan orang di media sosial, dapat memberi inspirasi atau dorongan kepada mereka untuk melakukan hal serupa. Dalam hal ini, dapat penulis simpulkan bahwa FoMo menjadi pendorong bagi informan dalam mengambil inisiatif untuk merasakan pengalaman baru dalam hidup mereka.
2) Peningkatan Produktivitas.
Berdasarkan pemaparan dari informan penelitian, terdapat satu orang informan penelitian yang merasakan produktivitasnya meningkat dalam menggunakan media sosial, yakninya informan KM. Dikarenakan dirinya menggunakan media sosial untuk berjualan. Dengan memanfaatkan media sosial ia dapat menjangkau customer dalam area luas, dan ia juga dapat mengelola dan mengontrol bisnisnya kapan dan dimanapun ia berada. Berdasarkan observasi dan wawancara dengan seluruh informan, maka bisa penulis simpulkan bahwa i-generation yang berada pada usia dewasa awal lebih produktif dalam memanfaatkan media sosial dibandingkan dengan i- generation yang berada pada usia remaja.
3) Kemudahan dalam Berkomunikasi dan Memperoleh Informasi.
Kemudahan yang ditawarkan media sosial seperti dalam berkomunikasi dan memperoleh informasi tentu menggiurkan bagi setiap orang. Seluruh informan penelitian juga menyatakan demikian, dengan menggunakan media sosial mereka dengan mudah melakukan interaksi dengan siapa saja, tanpa memikirkan jarak.
Begitupun dalam memperoleh informasi, dengan kemudahan dan kecepatan penyebaran arus informasi saat ini mereka mudah mendapatkan informasi apa saja dimedia sosial. Seperti yang
diungkap informan SYA, melalui media sosial dirinya bisa menjelajahi dunia, mengenal banyak orang, dan mencari informasi apapun yang dirinya inginkan di media sosial. Dapat penulis simpulkan, bahwa dalam menggunakan media sosial, informan penelitian mendapatkan kemudahan dalam berkomunikasi, dan memperoleh informasi tanpa adanya batasan jarak dan waktu.
Informan dapat menjelajahi dunia secara global hanya cukup dengan akses ke media sosial.
b. Dampak Negatif
Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan, berikut dampak negatif yang dialami oleh i-generation di Jorong Sawah Parik terhadap interaksi mereka dalam adiksi bermedia sosial:
1) Tekanan Sosial
FoMo yang dialami oleh seseorang sering berkaitan dengan tekanan sosial yang mereka rasakan. Di era media sosial yang serba terhubung, pengguna media sering merasa perlu untuk terus terlihat up-to-date, mengikuti tren, norma, atau kegiatan yang sedang populer di lingkungan mereka. Tekanan sosial ini muncul karena mereka khawatir jika mereka melewatkan sesuatu yang sedang terjadi, mereka akan dianggap ketinggalan.
2) Ketergantungan dan Kecanduan Melalui penuturan informan pada saat wawancara, ketergantungan mereka pada media sosial menyebabkan terganggunya kesehatan fisik dan mental mereka. Seperti yang
diungkap oleh informan VA, kesehatan fisik dan mental dapat terganggu, karena dalam bermedia sosial sering berujung pada pembandingan diri dengan orang lain. Informan lain juga menyatakan bahwa media sosial kerap membuat mereka lupa waktu, dan membuat orang tidak bersosialisasi dengan lingkungannya. Dapat penulis simpulkan, karena dalam keseharian informan membutuhkan media sosial, maka hal ini yang menyebabkan mereka mengalami ketergantungan pada platform tersebut. Ketergantungan ini mengarahkan mereka pada kebiasaan untuk menghabiskan waktu yang berlebihan pada platform media sosial. Sehingga memicu terganggunya kesehatan fisik dan emosional mereka, bahkan pengabaian pada interaksi sosial mereka di dunia nyata.
3) Lalai Terhadap Waktu
Berdasarkan hasil penelitian, informan cenderung mengesampingkan atau mengorbankan waktu berharga mereka karena terlalu terpaku pada media sosial atau pengalaman yang sedang mereka rasakan saat menggunakan platform media sosial.
Seperti yang diutarakan oleh informan KMT, dirinya kerap lupa waktu dalam menggunakan media sosial, ketika hendak tidur tetapi disempatkan membukak media sosial yang akhirnya berujung pada tidur larut, dan ketika menggunakan smartphone untuk mencari materi pelajaran tapi akhirnya malah membukak media sosial.
Informan lain juga menyatakan karena terlalu fokus pada media sosial menyebabkan mereka kerap lalai dalam
mengatur waktu. Mereka menghabiskan waktu berjam-jam di platform media sosial tanpa menyadari berapa banyak waktu yang telah terbuang. Akibatnya, tanggung jawab sehari-hari, seperti pekerjaan, studi, atau tugas rumah, menjadi diabaikan atau ditunda.
4) Menurutnnya Rasa Percaya Diri Berdasarkan observasi, wawancara dan olah data yang penulis lalukan kepada seluruh informan penelitian, ditemui bahwa 5 orang informan kerap merasa tidak percaya diri dikarenakan melihat unggahan seseorang yang mereka ikuti dimedia sosial menampilkan sesuatu yang lebih baik dari pada mereka, yang menjadikan mereka memiliki rasa iri.
Sementara 3 orang informan lainnya merasa biasa saja. Kelebihan yang ditampilkan seseorang di media sosial mereka jadikan sebagai motivasi untuk dirinya agar bisa seperti orang tersebut.
Dapat penulis simpulkan bahwa rasa percaya diri informan dalam menggunakan media sosial kerap dipengaruhi oleh unggahan yang ditampilkan oleh orang lain. Dari 8 orang informan, 5 orang mengalami penurunan rasa percaya diri, dan 3 orang merasakan biasa saja.
5) Menurunnya Kualitas Interaksi Sosial Yang Terjadi Secara Langsung
Penurunan kualitas interaksi yang dialami oleh informan penelitian bergantung kepada kondisi yang mereka alami. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, seluruh informan mengungkapan bahwa saat
ini dalam berinteraksi langsung secara tatap muka, kerap dirasa kurang nyaman karena ketika berkumpul orang-orang selalu memainkan smartphone mereka. Salah satunya seperti yang diungkap informan KMT, kualitas interaksi sosial menjadi tidak nyaman karena lingkungan yang selalu melibatkan media sosial disetiap kegiatan. Sehingga susah mencari momen untuk berinteraksi secara nyaman.
Dapat penulis simpulkan, kurangnya interaksi sosial yang dialami oleh informan penelitian dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Karena dilingkungan mereka orang-orang lebih menikmati pengalaman online dibanding dengan interaksi secara langsung. Kondisi ini sejalan dengan yang disampaikan oleh (Pahlevi, 2021: 6-10) bahwa dampak negatif dari media sosial bisa menjadikan pengguna media malas untuk berkomunikasi pada dunia nyata, terlebih pada anak-anak dan remaja. Sehingga dapat mengancam hubungan sosial dalam masyarakat.
PENUTUP
1. Dinamika fear of missing out (fomo) dari adiksi i-generation dalam bermedia sosial di Jorong Sawah Parik meliputi beberapa hal, yakninya: pertama, dari penggunaan media sosial, informan merasa perlu untuk selalu terlibat dalam platform media sosial agar tidak ketinggalan informasi atau melewatkan hal penting. Kedua, aksesibilitas seluler, mendorong informan untuk memantau media sosial dikarenakan kemudahan
akses saat ini yang memungkinkan mereka untuk dapat terhubung dengan media sosial kapanpun dan dimanapun.
Ketiga, intensitas penggunaan media sosial, informan mempunyai perasaan ketergantungan terhadap platform media sosial yang menyebabkan mereka menghabiskan banyak waktu pada platform tersebut.
2. Dampak fear of missing out (fomo) terhadap interaksi sosial i-generation dalam adiksi bermedia sosial di Jorong Sawah Parik meliputi dampak positif dan negatif. Dampak positifnya mencakup motivasi untuk mencoba hal baru yang produktif (keseluruhan informan, yakninya 8 orang), peningkatan produktivitas (1 orang informan), dan kemudahan dalam berkomunikasi serta memperoleh informasi (8 orang informan). Namun, dampak negatifnya juga signifikan.
FoMo dapat menciptakan tekanan sosial di mana individu merasa perlu untuk terus mengikuti tren dan norma di media sosial (7 orang informan).
Mengakibatkan perasaan tidak puas terhadap diri mereka sendiri, serta memicu ketergantungan dan kecanduan pada media sosial (8 orang informan).
Akibatnya, kesehatan fisik dan mental, serta interaksi dalam kehidupan sehari- hari mereka jadi terganggu. Mereka juga menjadi lalai terhadap waktu, yang berujung pada pengabaian tanggung jawab (8 orang informan). Merasakan penurunan rasa percaya diri (5 orang informan). Secara keseluruhan, untuk dampak FoMo yang dirasakan oleh i- generation di Jorong Sawah Parik pada
media sosial, lebih dominan kepada dampak negatif.
KEPUSTAKAAN ACUAN
Fonna, N. (2019). Pengembangan Revolusi Industri 4.0 dalam Berbagai Bidang.
Bogor: Guepedia Publisher.
Watie, E. D. S. (2016). Komunikasi dan Media Sosial (Communications and Social Media). Jurnal The
Messenger, 3(2), 69.
https://doi.org/10.26623/themesseng er.v3i2.270
APPJI. (2022). Indonesian Internet Profile 2022. https://www.apjii.or.id/
Alfaruqy, M. Z. (2022). Generasi z dan Nilai-nilai yang Dipersepsikan Dari Orangtuanya Generasi z and the Perceived Values from the Parents.
Jurnal Psikologi Universitas Muhammadiyah Lampung, 4(1), 2686–0430.
http://journal.uml.ac.id/TIT
Linnes, C., & Metcalf, B. (2017).
iGeneration And Their Acceptance of Technology. International Journal of Management & Information Systems (IJMIS), 21(2), 11–26.
https://doi.org/10.19030/ijmis.v21i2.
10073
Przybylski, A. K., Murayama, K., DeHaan, C. R., & Gladwell, V. (2013).
Motivational, emotional, and behavioral correlates of fear of missing out. Computers in Human Behavior, 29(4), 1841–1848.
https://doi.org/10.1016/j.chb.2013.0 2.014
Song, X., Zhang, X., Zhao, Y., & Song, S.
(2017). Fearing of missing out (FoMO) in mobile social media environment: Conceptual development and measurement scale.
Prosiding iConference 2017.
Gunawan, R., Aulia, S., Supeno, H., Wijanarko, A., Uwiringiyimana, J.
P., Mahayana, D., & Teknik, S.
(2020). Adiksi Media Sosial dan Gadget Bagi Pengguna Internet di Indonesia. Jurnal Techno-Socio Ekonomika, 14(1).
Anggraeni, E. K. (2021, Juni 8). Fear Of Missing Out (FOMO), Ketakutan
Kehilangan Momen.
https://www.djkn.kemenkeu.go.id/ar tikel.
Sugiyono. (2018b). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D.
Alfabeta.
Ibrahim. (2018). Metode Penelitian
Kualitatif, Panduan Penelitian beserta Contoh Proposal Penelitian (M. E. Kurnanto, Ed.). Alfabeta.
Mertkan Gezgin, D., Burcin Hamutoglu, N., Gemikonakli, O., & Raman, I.
(2017). Social Networks Users: Fear of Missing Out in Preservice Teachers Üniversite Öğrencilerinde Çevrimiçi Kumar Oynama Davranışları, Nedenleri ve Olumsuz Etkileri View project Turkish Psycholinguistic Norms View project.
https://www.researchgate.net/public ation/318108160
Pahlevi, N. A. (2021). Pengaruh Media Sosial dan Gerakan Massa Terhadap Hakim. Cipta Media Nusantara.