TUGAS AKHIR
PEMANFAATAN BATU SUNGAI MAPPAK KABUPATEN TANA TORAJA DALAM CAMPURAN LASTON LAPISAN ANTARA
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Strata Satu (S1)
Disusun oleh : REMSI BARRUNG
4519041144
PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS BOSOWA MAKASSAR 2023
iv
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada TUHAN YANG MAHA KUASA atas penyertaan tangan, berkat, hikmat, dan Karunia kasih-Nya kepada kita semua sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan judul
“PEMANFAATAN BATU SUNGAI MAPPAK KABUPATEN TANA TORAJA DALAM CAMPURAN LASTON LAPISAN ANTARA”. Tugas Akhir ini disusun berdasarkan hasil penelitian dan pengujian yang dilakukan di Laboratorium Teknik Sipil Universitas Bosowa Makassar.
Tugas akhir ini merupakan suatu syarat akademik yang harus ditempu guna kelulusan studi Sarjana Strata Satu di Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam tugas akhir ini banyak kendala yang dihadapi serta memerlukan proses yang tidak singkat. Perjalanan yang dilalui penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini tidak lepas dari tangan-tangan berbagai pihak yang senantiasa memberikan bantuan, baik berupa materi maupun dorongan moril. Oleh karena itu, dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, ucapan terimakasih. Penghormatan serta penghargaan yang setinggi-tingginya penulis ucapkan kepada semua pihak yang telah membantu, yaitu kepada:
v
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberi petunjuk dan pertolongan 2. Kedua orang tua Penulis, Bapak Alexander Aman dan Ibu Yosepina
yang telah memberikan dukungan moral dan materi serta pengorbanan dan doa yang selalu mengiringi tiap langkah penulis hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini
3. Bapak Rektor Universitas Bosowa Prof. Dr. Ir. Batara Surya, ST.M.Si,.beserta para jajaran Rektorat dan seluruh karyawan / staf pegawai Unibos atas bantuan yang diberikan selama penulis mengikuti studi.
4. Bapak Dr. Ir. H. Nasrullah, ST. MT. selaku Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa.
5. Bapak Dr. Ir. A. Rumpang Yususf, MT. selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil Jurusan Sipil, Fakultas Teknik Universitas Bosowa.
6. Bapak Ir. H. ABD. Rahim Nurdin, MT. Selaku pembimbing I yang sudah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelasaikan penyusunan Tugas Akhir ini 7. Bapak Ir. Tamrin Mallawangeng, ST. MT. Selaku pembimbing II yang
sudah meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis sehingga dapat menyelasaikan penyusunan Tugas Akhir 8. Bapak Ir. Burhanuddin Badrun, M.Sp selaku Penasehat Akademik,
yang telah membimbingku serta memberiku motivasi dan nasehat untuk menjadi anak yang berguna bagi bangsa dan negara dari Maba hingga saat ini.
vi
9. Seluruh Dosen, Asisten Lab serta staf Jurusan Sipil Fakultas Teknik Universitas Bosowa atas segala arahan dan bantuannya.
10. Megananda David Prasetya, Maraya Danusaputra ST, Alfaolan Kala’tanga serta seluruh saudara-saudariku angkatan angkatan 2017 yang telah menjadi keluarga baru bagi penulis yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
Penulis menyadari bahwa setiap karya buatan manusia tidak pernah luput dari kesalahan dan kekurangan, oleh karena itu penulis mengharapkan kepada pembaca kiranya dapat memberi sumbangan pemikiran demi kesempurnaan dan pembaharuan tugas akhir ini.
semoga Tuhan Yesus kristus selalu memberkati kita dan semoga tugas akhir ini dapat memberikan manfaat, khususnya dalam bidang keteknik sipilan.
Makassar, Februari 2023
Remsi Barrung
vii
PEMANFAATAN BATU SUNGAI MAPPAK KABUPATEN TANA TORAJA DALAM CAMPURAN LASTON LAPISAN ANTARA Oleh: Remsi Barrung1, Abdul Rahim Nurdin2, Tamrin Mallawangeng3
Jurusan Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Bosowa Makassar Email : [email protected]
ABSTRAK
Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana karakteristik agregat Sungai Mappak Kabupaten Tana Toraja dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan pada campuran aspal. Metode yang digunakan ialah metode marshall konvensional untuk mendapatkan sifat -sifat campuran dan marshall immersion untuk mendapatkan stabilitas marshall Sisa dari campuran kadar aspal optimum. Hasil penelitian, menunjukkan bahwa karakteristik agregat batu Sungai Mappak Kabupaten Tana Toraja dengan nilai keausan agregat 21,6% memenuhi spesifikasi sebagai bahan lapisan perkerasan jalan untuk Campuran Laston Lapis Antara dengan Kadar Aspal Optimum 6,20%, dengan sifat campuran Laston Lapis Antara yaitu Kepadatan, Stabilitas, flow, VIM, VMA,VFB dan Marshall Quentient telah memenuhi Spesifikasi Bina Marga 2018. Melalui pengujian Marshall Immersion campuran Laston lapisan antara dengan Kadar Aspal Optimum 6,20% diperoleh Stabilitas Marshall Sisa sebesar 95,07 % yang berarti telah memenuhi Spesifikasi Bina Marga 2018 yaitu minimal 90%.
Kata Kunci :Karakteristik Agregat, Laston Lapis Antara, Marshall test
viii
UTILIZATION OF MAPPAK RIVER STONE, TANA TORAJA DISTRICT IN A MIXTURE OF LASTON INTERMEDIATE LAYERS
By: Remsi Barrung1, Abdul Rahim Nurdin2, Tamrin Mallawangeng3 Departement of civil Enggineering, Faculty Of Enggineering, Makassar
Bosowa University
Email : [email protected] ABSTRACT
This research aims to find out how the aggregate characteristics of the Mappak River in Tana Toraja Regency can be used as a pavement material for asphalt mixtures. The method used is the conventional marshall method to obtain the properties of the mixture and marshall immersion to obtain residual marshall stability from the optimum asphalt content mixture. The results of the study indicated that the aggregate characteristics of the Mappak River stone in Tana Toraja Regency with an aggregate wear value of 21.6% met the specifications as a road pavement layer material for Mixed Laston Intermediate Layers with Optimum Asphalt Content of 6.20%, with the mixed properties of Laston Intermediate Layers, namely Density, Stability, flow, VIM, VMA, VFB and Marshall Quentient have met the Specifications of Bina Marga 2018. Through Marshall Immersion testing the Laston Intermediate Layers mixture with Optimum Asphalt Content of 6.20% obtained Remaining Marshall Stability of 95.07%, which means that it meets the Specifications Bina Marga 2018, namely at least 90%.
Keywords: Aggregate Characteristics, Laston Intermediate Layer, Marshall test
ix DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGAJUAN ... i
LEMBAR PENGESAHAN ... ii
PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI... iii
KATA PENGANTAR ... iv
ABSTRAK ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xv
DAFTAR NOTASI ... xvii BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ... I-1 1.2. Rumusan Masalah ... I-3 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... I-3 1.3.1. Tujuan Penelitian ... I-3 1.3.2. Manfaat Penelitian ... I-3 1.4. Pokok Bahan dan Batasan Masalah ... I-4 1.4.1. Pokok Bahan ... I-4 1.4.2. Batasan Masalah ... I-4 1.5. Sistematika Penulisan ... I-4 BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Jalan ... II-1
x
2.1.1. Kewenangan Jalan ... II-2 2.1.2. Kelas Jalan ... II-3 2.2. Struktur jalan ... II-5 2.2.1. Lapisan permukaan (Surface course) ... II-5 2.2.2. Lapisan Pondasi Atas (Base course)... II-6 2.2.3. Lapisan Pondasi Bawah (Subbase course) ... II-7 2.2.4. Tanah Dasar (Subgrade) ... II-8 2.3. Perkerasan jalan ... II-9 2.4. Aspal Beton ...II-15 2.4.1. Pengertian Aspal Beton ...II-15 2.4.2. Material Penyusun Aspal Beton ...II-15 2.4.3. Spesifikasi Agregat untuk Aspal Beton ...II-22 2.4.4. Lapisan Perkerasan Aspal Beton ...II-23 2.4.5. Spesifikasi Aspal Beton ...II-25 2.4.6. Persyaratan Bahan Pembentuk Aspal Beton ...II-29 2.4.7. Benda Uji Aspal Beton ...II-30 2.5. Karakteristik Marshall Campuran Beraspal ...II-36 2.6. Standar Rujukan/Acuan...II-39 2.7. Batu Sungai Mappak ...II-42 2.8. Peneliti Terdahulu ...II-43 BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Tahapan Penelitian ...III-1 3.2. Pengambilan dan Persiapan Material ...III-2
xi
3.2.1. Pengambilan Material...III-2 3.2.2. Persiapan Material ...III-2 3.2.3. Gambaran umum Lokasi ...III-3 3.3. Pemeriksaan Karakteristik Agregat dan Aspal ...III-4 3.4. Komposisi Campuran untuk AC-BC...III-6 3.5. Pembuatan Benda Uji untuk Campuran AC-BC ...III-8 3.6. Pengujian Marshall konvesional Campuran AC-BC ...III-9 3.7. Penentuan Kadar Aspal Optimum Campuran AC-BC ...III-10 3.8. Pembuatan Benda Uji Campuran Kadar Aspal Optimum...III-10 3.9. Pengujian Marshall Immersion ...III-11 3.10. Analisis dan Pembahasan ...III-11 BAB IV ANALISIS PEMBAHASAN
4.1. Analisis Karakteristik Bahan ... IV-1 4.1.1. Analisis Agregat ... IV-1 4.1.2. Analisis Karakteristik Aspal ... IV-4 4.2. Analisis Campuran Laston Lapis Antara (AC-BC) ... IV-4 4.2.1. Komposisi Campuran Laston Lapis Antara (AC-BC) ... VI-4 4.2.2. Pembuatan Benda Uji untuk Penentuan Kadar Aspal Optimum.VI-6 4.2.3. Penentuan Berat Agregat dan Aspal dalam Campuran ... IV-7 4.2.4. Perhitungan Berat Jenis dan Penyerapan Campuran ... IV-8 4.3. Karakteristik Campuran Laston Lapis Antara ... IV-9 4.4. Penentuan Kadar Aspal Optimum ... IV-20 4.4.1. Pembuatan Benda Uji untuk Kadar Aspal Optimum ... IV-21
xii
4.4.2. Stabilitas Marshall Sisa ... IV-22 BAB V KESIMPULAN DAN SARANA
5.1. Kesimpulan ... V-1 5.2. Saran ... V-2 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
1. Data Hasil Pengujian Laboratorium 2. Foto Dokumentasi Penelitian
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1. Perbedaan perkerasan lentur dan perkerasan kaku ...II-13 Tabel 2.2. Kelebihan dan Kekurangan lentur dan Kaku ...II-14 Tabel 2.3. Ketentuan Agregat Kasar ...II-22 Tabel 2.4. Ketentuan Agregat Halus ...II-23 Tabel 2.5. Gradasi Agregat untuk Campuran Laston ...II-27 Tabel 2.6. Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70 ...II-28 Tabel 2.7. Toleransi Komposisi Campuran ...II-29 Tabel 2.8. Metode Pengujian Agregat ...II-30 Tabel 2.9. Metode Pengujian Filler ...II-30 Tabel 2.10. Ketentuan Sifat-sifat Campuran Beton Aspal ...II-31 Tabel 3.1. Rancangan Komposisi Campuran yang direncanakan ...III-7 Tabel 3.2. Komposisi Aspal dalam Campuran Laston Lapis Antara ...III-8 Tabel 3.3. Jumlah Benda Uji Campuran ...III-9 Tabel 4.1. Hasil Pengujian Agregat ... IV-1 Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Aspal Penetrasi 60/70 ... IV-4 Tabel 4.3. Rancangan Campuran Aspal Panas AC-BC ... IV-6 Tabel 4.4. Berat Aspal dan Agregat pada Campuran AC-BC ... IV-8 Tabel 4.5. Hasil Pemeriksaan Berat Jenis dan Penyerapan Agregat .... IV-8 Tabel 4.6. Hasil Pengujian Marshall Karakteristik Campuran AC-BC .... IV-9 Tabel 4.7. Nilai Kepadatan dari Pengujian Campuran AC-BC ... IV-10 Tabel 4.8. Nilai Stabilitas dari Pengujian Campuran AC-BC ... IV-11 Tabel 4.9. Nilai Flow dari Pengujian Campuran AC-BC ... IV-13
xiv
Tabel 4.10. Nilai VIM dari Pengujian Campuran AC-BC ... IV-14 Tabel 4.11. Nilai Marshall Quetient dari Pengujian Campuran AC-BC. IV-15 Tabel 4.12. Nilai VMA dari Pengujian Campuran AC-BC ... IV-17 Tabel 4.13. Nilai VFB dari Pengujian Campuran AC-BC ... IV-18 Tabel 4.14. Komposisi Campuran untuk Kadar Aspal Optimum ... IV-22 Tabel 4.15. Indeks Perendaman Untuk Campuran AC-BC ... IV-23
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Struktur Jalan ... II-8 Gambar 2.2. Lapisan Perkerasan Lentur ...II-12 Gambar 2.3. Lapisan Perkerasan Kaku ...II-12 Gambar 2.4. Lapisan Pererasan Komposit ...II-13 Gambar 2.5. Sungai Mappak ...II-42 Gambar 3.1. Bagan Aliran Penelitian ...III-1 Gambar 3.2. Peta Lokasi Pengambilan Material ...III-3 Gambar 3.3. Gambar Lokasi Pengambilan Material...III-3 Gambar 4.1. Grafik Gradasi Penggabungan Agregat AC-BC ... IV-6 Gambar 4.2. Grafik Kadar Aspal dengan Kepadatan Campuran AC-BC ... IV-10 Gambar 4.3. Grafik Kadar Aspal dengan Stabilitas Campuran AC-BC.IV-11 Gambar 4.4. Grafik Kadar Aspal dengan Flow Campuran AC-BC ... IV-13 Gambar 4.5. Grafik Kadar Aspal dengan VIM Campuran AC-BC... IV-14 Gambar 4.6. Grafik Kadar Aspal dengan MQ Campuran AC-BC ... IV-16 Gambar 4.7. Grafik Kadar Aspal dengan VMA Campuran AC-BC ... IV-17 Gambar 4.8. Grafik Kadar Aspal dengan VFB Campuran AC-BC ... IV-19 Gambar 4.9. Diagram Penentuan Kadar Aspal Optimum ... IV-20 Gambar 4.10. Grafik Kepadatan Hasil Uji Marshall Kadar Aspal Optimum ... VI-23 Gambar 4.11. Grafik Stabilitas Hasil Uji Marshall Kadar Aspal Optimum ... IV-24
xvi
Gambar 4.12. Grafik Flow Hasil Uji Marshall Kadar Aspal Optimum ... IV-24 Gambar 4.13. Grafik VIM Hasil Uji Marshall Kadar Aspal Optimum .... IV-24 Gambar 4.14. Grafik VMA Hasil Uji Marshall Kadar Aspal Optimum ... IV-25 Gambar 4.15. Grafik VFB Hasil Uji Marshall Kadar Aspal Optimum .... IV-25 Gambar 4.12. Grafik MQ Hasil Uji Marshall Kadar Aspal Optimum ... IV-25
xvii
DAFTAR NOTASI
A : Berat total benda uji sebelum di tes (gram) AC : Asphalt Concrete
AC-WC : Asphalt Concrete Wearing Course AC-BC : Asphalt Concrete Binder Course
AIV : Perbandingan antara agregat yang hancur dengan jumlah sampel yang ada
B : Berat benda uji yang tertahan pada saringan no.12 sesudah dites (gram)
D : Berat jenis efektif total agregat (gram/cm2) Flow : Pelelehan
Gmb : Berat volume kering campuran (gram/cm3) Gsb : Berat jenis kering total Agregat
IKS : Indeks Kekuatan Sisa JMF : Job Mix Formula
MQ : Nilai pendekatan yan hampir menunjukkan nilai kekakuan suatu campuran beraspal dalam menerima beban
oC : Derajat Celcius
P : volume rongga udara campuran (%) Pb : Perkiraan Kadar aspal Optimum (%) SGmix : Berat jenis maksimum campuran
SSD : Saturated Surface Dry (berat jenis kering permukaan jenuh)
xviii VFB : Rongga terisi aspal
VIM : Pori-pori dalam campuran yang telah dipadatkan.
VMA : Ruang diantara partikel agregat pada suatu perkerasan jalan termasuk rongga udara dan volume aspal efektif.
W1 : Berat kering benda uji + wadah (gram) W2 : Berat wadah (gram)
W3 : Berat kering benda uji awal (gram)
W4 : Berat kering benda uji sesudah pencucian + wadah (gram) W5 : Berat kering benda uji sesudah pencucian (gram)
W6 : Bahan lolos saringan No.200 (%)
I-1 BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Meningkatnya penduduk pada suatu wilayah sangat berpengaruh pada perkembangan yang ikut meningkat khususnya pada jasa transportasi. Di bidang transportasi perkembangan pembangunan jalan dan perbaikan juga semakin bertambah demi menunjang kesejahteraan masyarakat dalam melakukan kegiatannya. Hal tersebut tentunya tidak terlepas dari sumber material demi memenuhi kebutuhan tersebut, maka diperlukan sumber daya alam yang harus dimanfaatkan semaksimal mungkin.
Pemanfaatan sumber daya alam yang tersedia sangat di anjurkan sehingga pemerintah menyarankan untuk menggunakan material sekitar lokasi pembangunan jalan karena penggunaan material di sekitar lokasi pembangunan jalan dinilai lebih efisien baik dari segi biaya maupun waktu. Mengingat selama ini material yang digunakan berasal dari luar daerah yang membutuhkan biaya yang lebih banyak dari pada material lokal.
Campuran aspal yang terdiri dari agregat dan aspal dimana agregat sebagai komponen utama dalam campuran untuk menentukan kekuatan perkerasan sedangkan aspal sebagai bahan pengikat dalam campuran.
Oleh karena itu sifat-sifat fisik dan mekanik agregat dalam campuran
I-2
dengan pengujian karakteristik sangat perlu diperhatikan agar mendapatkan campuran yang kuat dan tahan lama.
Selain karakteristik bahan perkerasan, komposisinya dalam campuran beraspal juga akan sangat berpengaruh pada kualitas campuran yang dihasilkan. Untuk menghasilkan campuran beraspal yang memenuhi spesifikasinya sesuai dengan fungsinya, maka proporsi penggunaan bahan perkerasan beraspal harus direncanakan dengan baik. Jika karakteristik dan komposisi bahan perkerasan sudah sesuai dengan spesifikasi yang dipersyaratkan, maka dilakukan pengujian untuk mengetahui kualitas dari campuran beraspal itu.
Dalam penelitian ini, agregat yang digunakan adalah agregat yang berasal dari Sungai Mappak Kecamatan Mappak Kabupaten Tana Toraja.
Sungai Mappak adalah Sungai yang memiliki panjang ± 26 Km terletak di Kecamatan Mappak Kabupaten Tana Toraja, yang memiliki sumber material yang berupa batu sungai Namun penggunaan Batu sungai sejauh ini hanya sebatas bahan bangunan, belum dimanfaatkan sebagai bahan dasar campuran laston Lapis Antara.
Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian pengujian karakteristik material dan Test Marshall melalui laboratorium dan untuk memahami apakah batu Sungai Mappak memenuhi syarat untuk di teliti lebih lanjut.
Dengan didasari latar belakang diatas, maka penulis mengangkat topik dalam satu tugas akhir dengan judul :
I-3
“PEMANFAATAN BATU SUNGAI MAPPAK KABUPATEN TANA TORAJA DALAM CAMPURAN LASTON LAPIS ANTARA”.
1.2. Rumusan Masalah
Masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah Batu Sungai Mappak dapat digunakan sebagai bahan pekerasan jalan pada campuran aspal sesuai dengan spesifikasi umum bina marga 2018 ?
2) Bagaimana sifat campuran Laston Lapis Antara (AC-BC) dengan Menggunakan material agregat sungai Mappak?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian
Penelitian ini mempunyai tujuan yaitu sebagai berikut :
1. Untuk mengengetahui Karakteristik Batu Sungai Mappak dapat digunakan sebagai bahan pekerasan jalan pada campuran aspal.
2. Untuk mengetahui sifat campuran Laston Lapis Antara (AC-BC) dengan Menggunakan material agregat sungai Mappak.
1.3.2. Manfaat Penelitian
1. Memberikan alternatif material yang dapat digunakan sebagai bahan perkerasan jalan pada campuran aspal.
2. Diharapkan bisa bermanfaat terhadap ilmu dunia konstruksi.
3. Dapat meningkatkan pendapatan bagi daerah.
I-4
1.4. Pokok Pembahasan dan Batasan Masalah 1.4.1. Pokok Pembahasan
Pokok Pembahasan dalam Penelitian ini adalah :
1. penggunaan batu sungai Mappak sebagai bahan perkerasan jalan pada campuran laston lapisan Anatara (AC-BC)
1.4.2. Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Agregat yang digunakan berupa agregat kasar dan agregat halus yang diambil dari Sungai Mappak Kabupaten Tana Toraja.
2. Aspal yang digunakan Aspal Penetrasi 60/70.
3. Campuran yang dipakai adalah campuran Laston Lapis Antara (AC- BC).
4. Standar yang digunakan yaitu Standar Nasional Indonesia (SNI).
5. Penelitian dilakukan di Laboratorium Bahan dan jalan, Universitas Bosowa.
6. Spesifikasi yang digunakan adalah Spesifikasi Umum Bina Marga 2018.
1.5. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dalam Proposal ini disajikan dalam 3 (tiga) bab berurutan yaitu sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Adalah bab yang mengkaji tentang latar belakang dilakukannya penelitian, maksud dan tujuan dari penelitian yang dilakukan,
I-5
rumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian baik sekarang maupun yang akan datang, serta sistematika penulisan yang berisi tata cara pembuatan hasil penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Merupakan bab uraian tentang dasar dan teori yang berhubungan dengan penelitian serta informasi-informasi yang diperoleh penulis dari literatur mengenai bahan perkerasan jalan serta metode pembuatan campuran AC-BC.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Adalah bab yang berisi tentang tahapan, proses pelaksanaan penelitian dan pengujian mulai dari pengambilam penyiapan material, pengujian material, perencanaan campuran, serta uraian mengenai penelitian yang dilakukan di Laboratorium.
BAB IV : ANALISIS PEMBAHASAN
Merupakan bab analisis pembahasan dari data–data dan informasi- informasi yang diperoleh serta menyajikan hasil penelitian yang dilakukan dilaboratorium.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Merupakan tahapan akhir dari penulisan tugas akhir yang membuat kesimpulan dari hasil analisa bab sebelumnya serta saran-saran yang diperlukan untuk melengkapi karya tulis ini.
II-1 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Jalan
Menurut UU No.34 Tahun 2006 tentang Jalan, Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk di dalamnya bangunan perlengkap dan perlengkapan-nya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lor, dan jalan kabel.
Jalan adalah jalur-jalur yang diatas permukaan bumi dengan sengaja dibuat oleh manusia dengan berbagai bentuk ukuran-ukuran dan konstruksinya untuk dapat digunakan untuk menyalurkan lalu lintas orang, hewan dan kendaraan yang mengangkut barang-barang dari tempat yang satu ke tempat lainnya dengan cepat dan mudah (Silvia Sukirman, 1994).
1. Jalan Umum
Jalan umum adalah jalan yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum.
Jalan umum menurut fungsinya dikelompokkan kedalam jalan arteri, jalan kolektor, jalan lokal, dan jalan lingkungan.
a. Jalan arteri merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata-rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdaya guna
II-2
b. Jalan kolektor merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi dengan ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata-rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi.
c. Jalan lokal merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata-rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi.
d. Jalan lingkungan merupakan jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata-rata rendah.
2. Jalan Khusus
Menurut Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 Jalan Khusus adalah jalan yang dibangun instansi, badan usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri.
3. Jalan Tol
Jalan Tol adalah suatu jalan yang dikhususkan untuk kendaraan bersumbu dua atau lebih dan bertujuan untuk mempersingkat jarak dan waktu tempuh dari satu tempat ke tempat lain.
2.1.1. Kewenangan Jalan 1. Jalan Nasional
Kewenangan pengelolaan jalan nasional berapa pada Pemerintah Pusat yang dilaksanakan oleh Menteri (dalam hal ini Menteri Pekerjaan Umum). Sebagian wewenang Pemerintah dalam pembangunan jalan nasional yang meliputi perencanaan teknis, pelaksanaan konstruksi, serta
II-3
pengoperasian dan pemeliharaan dapat dilaksanakan oleh pemerintah provinsi.
2. Jalan Provinsi
Kewenangan pengelolaan jalan provinsi berapa pada Pemerintah Daerah Provinsi (Pemprov) yang dilaksanakan oleh Gubernur atau pejabat yang ditunjuk.
3. Jalan Kabupaten
Kewenangan Pengelolaan jalan kabupaten berapa pada Pemerintaha Daerah Kabupaten ( Pemkab).
4. Jalan Kota
Jalan Kota adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder didalam kota, merupakan kewenangan Pemerintah Kota. Ruas-ruas jalan kota ditetapkan oleh Walikuta dengan Surat Keputusan (SK) Walikota.
5. Jalan Desa
Jalan Desa adalah jalan lingkungan primer dan jalan local primer yang tidak termasuk jalan kabupaten di dalam Kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan Kawasan dan/atau antar permukiman di dalam desa.
2.1.2. Kelas Jalan
Kelas jalan diatur dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu lintas dan Angkutan Jalan. Pengelompokkan jalan menurut Kelas Jalan terdiri dari :
II-4 1. Jalan Kelas I
Jalan Kelas I adalah jalan arteri dan kolektor yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 18.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat 10 ton.
2. Jalan Kelas II
Jalan Kelas II adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 12.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 ton.
3. Jalan Kelas III
Jalan Kelas III adalah jalan arteri, kolektor, lokal, dan lingkungan yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 meter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, ukuran paling tinggi 3.500 milimeter, dan muatan sumbu terberat 8 ton. Dalam keadaan tertentu daya dukung Jalan Kelas III dapat ditetapkan muatan sumbu terberat kurang dari 8 ton.
4. Jalan Kelas Khusus
Jalan Kelas Khusus adalah jalan arteri yang dapat dilalui Kendaraan Bermotor dengan ukuran lebar melebihi 2.500 milimeter, ukuran panjang melebihi 18.000 milimeter, ukuran paling tinggi 4.200 milimeter, dan muatan sumbu terberat lebih dari 10 ton.
II-5 2.2. Struktur jalan
Pada umumnya, perkerasan jalan terdiri dari beberapa jenis lapisan perkerasan yang tersusun dari bawah ke atas, sebagai berikut :
1. Lapisan permukaan (surface course) 2. Lapisan pondasi atas (base course) 3. Lapisan pondasi bawah (subbase course) 4. Lapisan tanah dasar (subgrade)
Karena sifat penyebaran gaya maka muatan yang diterima oleh masing-masing lapisan berbeda dan semakin kebawah semakin kecil.
Lapisan permukaan harus mampu menerima seluruh jenis gaya yang bekerja. Lapis pondasi atas menerima gaya vertikal dan getaran, sedangkan tanah dasar dianggap hanya menerima gaya vertikal saja.
Oleh karena itu terdapat perbedaan syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh masing-masing lapisan.
2.2.1. Lapis permukaan (Surface course)
Berupa lapisan aus dan lapisan antara dari campuran beraspal a. Lapis aus permukaan (wearing course) berfungsi :
1) Menyelimuti perkerasan dari pengaruh air 2) Menyediakan permukaan yang halus
3) Menyediakan permukaaan yang mempunyai karakteristik yang kesat, rata sehingga aman dan nyaman untuk dilalui pengguna.
4) Menyebarkan beban ke lapisan dibawahnya
II-6
b. Lapis permukaan antara (binder course) berfungsi :
1) Mengurangi tegangan/regangan akibat beban lalu lintas dan meneruskannya ke lapis di bawahnya, harus mempunyai ketebalan dan kekakuan cukup.
2) Mempunyai kekuatan yang tinggi pada bagian perkerasan untuk menahan beban paling tinggi akibat beban lalu lintas
2.2.2. Lapis pondasi atas (Base course)
Lapis Pondasi Atas (LPA) adalah suatu lapisan perkerasan jalan yang terletak antara lapis permukaan dan lapis pondasi bawah (sub base), yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang mendukung lapis permukaan dan beban-beban roda yang bekerja diatasnya dan menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis pondasi bawah, kemudian ke lapis tanah dasar.
Lapis pondasi atas dibuat diatas lapis pondasi bawah yang berfungsi diantaranya:
a) Sebagai bagian perkerasan yang menahan beban roda.
b) Sebagai perletakan terhadap lapis permukaan.
c) Meneruskan limpahan gaya lalu lintas ke lapis pondasi bawah.
Bermacam-macam bahan alam/bahan setempat (CBR > 50%, PI <4
%) dapat digunakan sebagai bahan lapis pondasi atas, antara lain:
batu pecah, kerikil pecah, dan/atau stabilisasi tanah dengan semen atau kapur. Secara umum dapat berupa:
a) Pondasi atas yang menggunakan material agregat.
II-7
b) Pondasi atas yang menggunakan stabilisasi agregat dengan semen.
2.2.3. Lapis pondasi bawah (Subbase course)
Lapis pondasi bawah (sub-base) adalah suatu lapisan yang terletak antara lapis tanah dasar dan lapis pondasi atas (base), yang berfungsi sebagai bagian perkerasan yang meneruskan beban diatasnya, dan selanjutnya menyebarkan tegangan yang terjadi ke lapis tanah dasar.
Lapis pondasi bawah dapat berupa granular agregat dan berpengikat baik aspal maupun semen, mempunyai fungsi :
a) Sebagai lantai kerja untuk pelaksanaan lapisan pondasi b) Menyebarkan beban diatasnya
c) Sebagai lapisan perata
d) Untuk mencegah tanah dasar masuk kedalam lapis pondasi e) Mengalihkan infiltrasi air (drainase) dari lapisan pondasi
Bermacam-macam material setempat (CBR > 20 %, PI < 10 %) yang relative lebih baik dari tanah dasar dapat digunakan sebagai bahan pondasi bawah. Ada berbagai jenis lapis pondasi bawah yang sering dilaksanakan, yaitu:
a) Pondasi bawah yang menggunakan batu pecah, dengan alas pasir.
b) Pondasi bawah yang menggunakan sirtu yang mengandung sedikit tanah.
c) Pondasi bawah yang menggunakan tanah pasir.
d) Pondasi bawah yang menggunakan agregat.
II-8
e) Pondasi bawah yang menggunakan material ATSB (Asphalt Treated Sub-Base) atau disebut Lapis Aspal Beton Pondasi Bawah
f) Pondasi bawah yang menggunakan stabilisasi tanah.
2.2.4. Tanah dasar (Subgrade)
Kekuatan dan keawetan konstruksi perkerasan jalan sangat tergantung dari sifat-sifat dan daya dukung tanah dasar. Tidak semua jenis tanah dapat digunakan sebagai tanah dasar pendukung badan jalan secara baik, karena harus dipertimbangkan beberapa sifat yang penting untuk kepentingan struktur jalan, seperti :
a) Komposisi dan gradasi butiran tanah
b) Daya dukung dan kestabilan tanah yang cukup c) Sifat kembang susut (swelling) tanah
d) Kemudahan untuk dipadatkan
Pemilihan jenis tanah yang dapat dijadikan tanah dasar melalui penyelidikan tanah menjadi penting karena tanah dasar akan sangat menentukan tebal lapis perkerasan diatasnya, sifat fisik perkerasan di kemudian hari dan kelakuan perkerasan seperti deformasi permukaan dan lain sebagainya.
Gambar 2.1 Struktur Jalan (Sumber:http//google.gambar.perkerasan jalan.co.id)
II-9 2.3. Perkerasan jalan
Perkerasan jalan adalah lapisan permukaan jalan yang terdiri dari campuran agregat yang bisa berupa batu pecah, batu kali dan berfungsi untuk menahan beban kendaraan yang melewati jalan tersebut. Lapis pekerasan tersebut harus mampu dilewati kendaraan-kendaraan yang akan melintas diatas jalan tersebut dengan tingkat kenyamanan tertentu dan harus anti selip.
Menurut Sukirman (2003), perkerasan jalan adalah lapisan perkerasan yang terletak di antara lapisan tanah dasar dan roda kendaraan, yang berfungsi memberikan pelayanan kepada transportasi, dan selama masa pelayanannya diharapkan tidak terjadi kerusakan yang berarti.
Fungsi utama dari perkerasan sendiri adalah untuk menyebarkan atau mendistrubusikan beban roda ke area permukaan tanah dasar (subgrade) yang lebih luas dibandingkan luas kontak roda dengan perkerasan sehingga mereduksi tegangan maksimum yang terjadi pada tanah dasar. Perkerasan harus memiliki kekuatan dalam menopang beban lalu lintas.
Agar dapat memberikan rasa aman dan nyaman kepada pemakai jalan,dimana hal ini dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni:
1. Daya dukung tanah dasar, 2. Beban lalu lintas,
3. Keadaan lingkungan,
II-10 4. Masa pelayanan atau umur rencana
5. Karakteristik material pembentuk perkerasan jalan disekitar lokasi, 6. Pengawasan pelaksanaan pekerjaan sesuai prosedur pengawasan
yang ada,
7. Pemeliharaan jalan selama masa pelayanan perlu dilakukan secara periodik sehingga umur rencana dapat tercapai.
Maka konstruksi perkerasan jalan haruslah memnuhi syarat-syarat tertentu yang secara umum dapat dikelompokkan menjadi menjadi 2 yaitu:
1. Syarat Berlalu Lintas
Dipandang dari keamanan dan kenyamanan berlalu lintas, maka konstruksi perkerasan lentur harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a. Permukaan yang rata, tidak bergelombang, tidak melendut dan tidak berlubang.
b. Permukaan cukup kaku, sehingga tidak mudah berubah bentuk akibat beban yang bekerja di atasnya.
c. Permukaan cukup kesat, memberikan gesekan yang baik antara ban dan permukaan jalan sehingga kendaraan tidak mudah selip.
d. Permukaan tidak mengkilap, tidak silau jika terkena sinar matahari.
2. Syarat-Syarat Kekuatan/Struktural
Dipandang dari segi kemampuan memikul dan menyebarkan beban, maka konstruksi perkerasan jalan lentur harus memenuhi syarat sebagai berikut:
II-11
a. Ketebalan yang cukup sehingga mampu menyebarkan beban atau muatan lalu lintas ke tanah dasar.
b. Kedap terhadap air, sehingga air tidak mudah meresap ke lapisan di bawahnya.
c. Permukaan mudah mengalirkan air, sehingga air hujan yang jatuh di atasnya dapat cepat dialirkan
d. Kekakuan untuk memikul beban yang bekerja tanpa menimbulkan deformasi yang berarti.
Ditinjau dari bahan pengikatnya, maka perkerasan jalan dibedakan atas:
1. Perkerasan Lentur (Flexible Pavement)
Perkerasan yang menggunakan aspal sebagai bahan pengikat.
Lapisan-lapisan perkerasannya bersifat memikul dan menyebarkan beban lalu lintas ke tanah dasar. Struktur perkerasan jalan lentur dibuat secara berlapis dan terdiri atas lapisan permukaan (surface course) yaitu lapisan aus dan lapisan antara. Lapisan dibawahnya ialah lapisan pondasi yang terdiri dari lapisan pondasi atas (base course) dan pondasi bawah (subbase course). Lapisan ini diletakkan di atas tanah dasar yang dipadatkan (subgrade). Masing-masing elemen lapisan di atas termasuk tanah dasar secara bersama-sama memikul beban lalu lintas.
Tebal struktur perkerasan dibuat sedemikian rupa sampai batas kemampuan tanah dasar memikul beban lalu lintas, atau dapat dikatakan
II-12
tebal struktur perkerasan sangat tergantung pada kondisi atau daya dukung tanah dasar.
Gambar 2.2 Lapisan Perkerasan Lentur (Sumber:http//google.gambar.perkerasan jalan.co.id) 2. Perkerasan Kaku (Rigid Pavement)
merupakan suatu perkerasan jalan yang memiliki sifat kaku sehingga bentuk dari konstruksinya lebih sulit mengikuti bentuk tanah dasar saat menerima beban sehingga daya dukung tanah dasar harus lebih diperhatikan. Bahan pengikat dari perkerasan kaku adalah semen sehingga jika dibandingkan dengan perkerasan lentur perkerasan kaku dianggap lebih ekonomis. Beban yang diterima oleh perkerasan kaku sebagian besar dipikul oleh pelat beton, sehingga untuk daerah tertentu perkerasan kaku lebih cocok digunakan.
Gambar.2.3 Lapisan Perkerasan Kaku (Sumber:http//google.gambar.perkerasan jalan.co.id)
II-13
3. Perkerasan komposit (Composite Pavement)
yaitu suatu perkerasan jalan yang mengkombinasikan dua perkerasan yaitu perkerasan kaku dan lentur, dimana kedua jenis perkerasan ini bekerja sama dalam memikul beban lalu lintas sehingga ketebalan perkerasan harus sesuai dengan spesifikasi.
Gambar 2.4 Lapisan Perkerasan Komposit (Sumber:http//google.gambar.perkerasan jalan.co.id)
Berikut ini merupakan perbedaan utama antara perkerasan kaku dan perkerasan lentur yang dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :
Tabel 2.1 Perbedaan perkerasan lentur dan perkerasan kaku
No Perkerasan Lentur Perkerasan Kaku
1. Bahan Pengikat Aspal Semen
2. Repetisi Beban Timbul rutting (lendutan pada jalur roda)
Timbul retak-retak pada permukaan 3. Penurunan tanah
dasar
Jalan bergelombang (mengikuti tanah dasar)
Bersifat sebagai balok diatas perletakan
4. Perubahan temperature
Modulus kekakuan berubah. Timbul tegangan dalam kecil.
Modulus kekakuan tidak berubah timbul tegangan dalam yang besar.
Sumber : Sukirman, S., (1992)
II-14
Tabel 2.2 Kelebihan dan kekurangan perkerasan lentur dan kaku
No Perkerasan kaku Perkerasan Lentur
1.
Kebanyakan digunakan hanya pada jalan kelas tinggi, serta pada perkerasan lapangan terbang. ( - )
Dapat digunakan untuk semua tingkat volume lalu lintas. ( + )
2.
Job mix lebih mudah dikendalikan kualitasnya. Modulus Elastisitas antara lapis permukaan dan pondasi sangat berbeda. ( + )
Kendali kualitas untuk job mix lebih rumit. ( - )
3.
Dapat lebih bertahan terhadap kondisi drainase yang lebih buruk.
( +)
Sulit bertahan terhadap kondisi drainase yang buruk. ( - ) 4. Umur rencana dapat mencapai 20
tahun.(+)
Umur rencana relative pendek 5 – 10 tahun. ( - )
5.
Jika terjadi kerusakan maka kerusakan tersebut cepat dan dalam waktu singkat. (-)
Kerusakan tidak merambat ke bagian konstruksi yang lain, kecuali jika perkerasan terendam air. ( + )
6.
Indeks pelayanan tetap baik hampir selama umur rencana, terutama jika transverse joint dikerjakan dan dipelihara dengan baik. ( + )
Indeks pelayanan yang terbaik hanya pada saat selesai pelaksanaan konstruksi,. ( - )
7.
Pada umumnya biaya awal konstruksi tinggi. Tetapi biaya awal hampir sama untuk jenis konstruksi jalan berkualitas tinggi h. ( - )
Pada umumnya biaya awal konstruksi rendah, terutama untuk jalan lokal dengan volume lalu lintas rendah. ( + )
8.
Biaya pemeliharaan relatif tidak ada.
( + )
Biaya pemeliharaan yang dikeluarkan, mencapai lebih kurang dua kali lebih besar dari pada perkerasan kaku. ( - )
9.
Agak sulit untuk menetapkan saat yang tepat untuk melakukan pelapisan ulang. (-)
Pelapisan ulang dapat dilaksanakan pada semua tingkat ketebalan perkerasan yang diperlukan, dan lebih mudah menentukan perkiraan pelapisan ulang. (+)
10.
Kekuatan konstruksi perkerasan kaku lebih ditentukan oleh kekuatan pelat beton sendiri (tanah dasar tidak begitu menentukan) . ( + )
Kekuatan konstruksi perkerasan lentur ditentukan oleh tebal setiap lapisan dan daya dukung tanah dasar. ( - )
II-15
No Perkerasan kaku Perkerasan Lentur
11.
Tebal konstruksi perkerasan kaku adalah tebal pelat beton tidak termasuk pondasi. (- )
Tebal konstruksi perkerasan lentur adalah tebal seluruh lapisan yang ada diatas tanah dasar. ( + ) 12. Bila dibebani praktis tdk melentur
(kecil) .( - )
Bila dibebani melentur. Beban hilang, lenturan kembali. ( + ) (Sumber: dikutip dari http://bebas-unik.blogspot.com/2014/11/perkerasan- jalan.html#)
2.4. Aspal Beton
2.4.1. Pengertian Aspal Beton
Aspal Beton adalah suatu lapis pada konstruksi jalan raya yang terdiri dari campuran aspal keras dan agregat yang bergradasi menerus, dicampur, dihampar dan dipadatkan dalam keadaan panas pada suhu tertentu (Silvia Sukirman, 1999).
Campuran aspal panas adalah suatu campuran perkerasan jalan lentur yang terdiri dari agregat kasar, filler, dan bahan pengikat aspal dengan perbandingan-perbandingan tertentu dan dicampurkan dalam kondisi panas. Aspal yang akan digunakan disesuaikan dengan kondisi lingkungan atau iklim, jenis konstruksi dan lalu lintas.
Agar memudahkan dalam pelaksanaannya dan mendapatkan campuran yang baik, maka campuran aspal harus dipanaskan untuk memperoleh tingkat kecairan (viskositas) yang tinggi.
2.4.2. Material Penyusun Aspal Beton
Campuran Aspal Beton adalah kombinasi material bitumen dengan agregat yang merupakan permukaan perkerasan yang biasa digunakan akhir-akhir ini. Adapun material penyusun aspal beton diantaranya :
II-16 1. Aspal
Aspal merupakan senyawa hidrokarbon berwarna coklat gelap atau hitam pekat yang dibentuk dari unsur-unsur asphathenes, resins, dan oils.
Aspal pada lapis perkerasan berfungsi sebagai bahan pengikat antara agregat untuk membentuk suatu campuran yang kompak, sehingga akan memberikan kekuatan masing-masing agregat.
Berdasarkan tempat diperolehnya, aspal dibedakan atas aspal alam dan aspal minyak. Aspal alam yaitu aspal yang didapat di suatu tempat di alam, dan dapat digunakan sebagaimana diperolehnya atau dengan sedikit pengolahan. Aspal minyak adalah aspal yang merupakan residu pengilangan minyak bumi.
2. Agregat
Agregat adalah sekumpulan batu-batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lainnya baik berupa hasil alam maupun hasil buatan. Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkersan jalan yaitu mengandung 90-95 % agregat. Agregat mempunyai peranan yang sangat penting dalam prasarana transportasi, khususnya pada konstruksi perkerasan jalan. Daya dukung perkerasan jalan ditentukan sebagian besar olek karakteristik agregat yang digunakan. Dengan pemilihan agregat yang tepat dapat memenuhi syarat, akan sangat menentukan keberhasian pembangunan jalan.
Menurut Silvia Sukirman (2003), agregat merupakan butir-butir batu pecah, kerikil, pasir atau mineral lain, baik yang berasal dari alam maupun
II-17
buatan yang berbentuk mineral padat berupa ukuran besar maupun kecil atau fragmen-fragmen.
Agregat merupakan komponen utama penyusun struktur perkerasan jalan. Kualitas dari suatu perkerasan jalan juga sangat dipengaruhi oleh kualitas agregat dan campuran dengan material yang lain. Pemilihan agregat yang tepat dan memenuhi persyaratan akan sangat menentukan dalam keberhasilan pembangunan atau pemeliharaan jalan. (Manual Pekerjaan Campuran Beraspal Panas, Buku 1 : Petunjuk Umum)
Agregat yang umum dipakai pada campuran aspal panas secara umum berasal dari batuan. Berdasarkan proses terjadinya batuan ini dibedakan atas batuan beku (igneous rock), batuan sedimen / endapan (sedimentary rock) dan batuan matamorf / malihan (metamorphic rock).
a. Batuan beku adalah batuan yang terjadi dari pembekuan magma yang berasal dari bawah permukaan bumi dan membeku di permukaan atau dekat permukaan bumi, contohnya : granit, basalt, gabro dan lain-lain. Sifat-sifat teknis batuan beku pada umumnya, adalah :
Mempunyai karakteristik material yang baik, keras, padat dan berkualitas baik, bila digunakan sebagai material bangunan.
Kapasitas dukung tinggi sehingga sangat baik untuk mendukung fondasi bangunan.
b. Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk karena proses pengendapan, proses kimia dan proses biologi. Umumnya terbentuk dari pecahan-pecahan batuan yang lebih tua, fragmen-fragmen
II-18
dipisahkan oleh air atau angin, contohnya : serpih, batupasir, batugamping dan lain-lain. Sifat-sifat teknis batuan sedimen pada umumnya, adalah :
Serpih sering menjadi lunak bila terendam air dalam beberapa hari.
Jarak kekar umumnya agak besar untuk batu pasir.
Kekuatan batugamping bervariasi dari lunak sampai keras.
c. Batuan metamorf adalah batuan yang terbentuk dari batuan yang sudah ada sebelumnya. Batuan metamorf terbentuk akibat metamorfosa dari batuan beku dan sedimen. Perubahan ini terjadi akibat proses panas dan tekanan tinggi yang terjadi di kerak bumi.
Batuan metamorf mempunyai banyak variasi diantaranya schist, gneiss, slate, phyllite dan marble. Sifat-sifat teknis batuan metamorf pada umumnya, adalah :
Mempunyai karakteristik material yang keras dan kuat dan hamper tidak terpengaruh oleh perubahan cuaca.
Kuat geser tergantung dari sambungan-sambungan, lapisan- lapisan dan patahan dalam batuannya.
Mengandung lapisan-lapisan lemah di antara lapisan-lapisan yang keras.
Berdasarkan ukuran butiran untuk perkerasan jalan, agregat dikelompokkan menjadi 3 yaitu :
II-19 a. Agregat Kasar
Agregat kasar adalah agregat yang tertahan di atas saringan 2,36 mm (No.8), menurut saringan ASTM.agregat kasar untuk keperluan pengujian harus terdiri atas batu pecah atau kerikil pecah dan harus disediakan dalam ukuran-ukuran normal. Agregat kasar yang mempunyai bentuk butiran (particle shape) yang bulat memudahkan proses pemadatan, tetapi rendah stabilitasnya, sedangkan yang berbentuk menyudut (angular) sulit dipadatkan tetapi mempunyai stabilitas yang tinggi. Agregat kasar harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:
1) Kekuatan dan Kekerasan
Agregat harus memiliki kekuatan dan kekerasan, untuk menghindari terjadinya kekurasakan akibat lalu lintas dan kehilangan kestabilan.
2) Bentuk butir
Bentuk butir yang menyudut akan saling mengunci sehingga menambah suatu kestabilan suatu campuran untuk menghasilkan Stabilitas yang tinggi, maka persentase agregat sedikitnya memiliki satu bidang pecah. Indeks kepipihan agregat harus dapat dipenuhi.
3) Porositas
Porositas suatu agregat sangat mempengaruhi nilai ekonomis suatu campuran, karena makin tinggi porositas, makin banyak aspal yang terserap sehingga `meningkatkan pemakaian aspal.
II-20 4) Susunan (Tekstur) Permukaan
Tekstur permukaan juga penting untuk pengikatan antar agregat dengan aspal. Permukaan agregat yang halus memungkinkan dilumuri aspal, tetapi tidak dapat mempertahankan aspal untuk dapat tetap melekat dengan baik.
5) Selaput Permukaan
Bahan-bahan yang melekat pada selaput permukaan terutama adalah lempung, lanau, dan kotoran lain akan mengganggu peletakan sehingga harus dibersihkan dengan pencucian kalau kadarnya terlalu banyak.
6) Berat Jenis
Berat jenis dari agregat sangat penting guna pori suatu campuran.
Adapun fungsi agregat kasar adalah sebagai berikut:
a) Memberikan Stabilitas campuran dari kondsi saling mengunci dari masing-masing agregat kasar dan dari tahanan gesek terhadap suatu aksi pindahan;
b) Stabilitas ditentukan oleh bentuk dan tekstur permukaan agregat kasar (kubus dan kasar).
b. Agregat Halus
Agregat halus adalah material yang pada prinsipnya lewat saringan 2.36 mm (No.8) dan tertahan pada saringan No.200. Agregat halus terdiri dari pasir alam, pasir buatan, pasir terak atau gabungan dari semuanya.
Agregat halus harus mempunyai syarat-syarat lain, yaitu harus memiliki permukaan yang kasar, tajam, bersih dan bebas dari lempung dan
II-21
material yang tidak diinginkan. Fungsi agregat halus adalah sebagai berikut :
1. Menambah Stabilitas campuran dengan memperkokoh sifat saling mengunci dari agregat kasar dan juga untuk mengurangi rongga udara agregat kasar;
2. Semakin kasar tekstur permukaan agregat halus akan menambah Stabilitas campuran dan menambah kekasaran permukaan.
c. Bahan Pengisi (Filler)
Bahan pengisi atau Filler adalah bahan yang berfungsi mengurangi rongga, mengurangi permeabilitas dan menambah kekuatan tarik pada campuran aspal beton Bahan filler dapat berupa soil cement, debu batu, kapur, portland cement, atau bahan lain (Spesifikasi Umum 2018).
Bahan pengisi (Filler) harus kering dan bebas dari gumpalan- gumpalan dan mempunyai sifat-sifat yaitu non plastis, lolos saringan No.200, dan berupa bahan non-organik. Fungsi filler dalam campuran adalah :
1. Untuk memodifikasi agregat halus sehingga berat jenis campuran meningkat dan jumlah aspal yang diperlukan untuk mengisi rongga akan berkurang.
2. Filler dan aspal secara bersamaan akan membentuk suatu pasta yang akan membalut dan mengikat agregat halus untuk membentuk mortar.
II-22
3. Mengisi ruang antara agregat halus dan agregat kasar serta meningkatkan kepadatan dan kestabilan.
2.4.3. Spesifikasi Agregat Untuk Aspal Beton 1. Agregat kasar (Coarse Aggregate)
Syarat yang harus dipenuhi agregat kasar untuk campuran beton adalah sebagai berikut (Departemen Pekerjaan Umum,2018) :
1) Material lolos ayakan No.200 maks 1% (SNI ASTM C117 2012);
2) Kelekatan dengan aspal minimum 95 %;
3) Keausan yang diperiksa dengan Mesin Los Angeles pada putaran 500 maksimum 40 %;
4) Indeks kepipihan butiran tertahan 1/2” dan 3/8” maksimum 10 %.
Tabel 2.3 Ketentuan Agregat Kasar
Pengujian Standar Nilai
Kekekalan bentuk agregat terhadap larutan
Natrium
sulfat SNI 3407:2008 Maks. 12%
Magnesium
Sulfat Maks. 18%
Abrasi dengan mesin Los Angeles
Campuran AC Modifikasi
100 putaran
SNI 2417:2008
Maks. 6%
500 putaran Maks. 30%
Semua jenis campuran aspal
bergradasi lainnya
100 putaran Maks. 8%
500
putaran Maks. 40%
Kelekatan agregat terhadap aspal SNI 2439:2011 Min. 95%
Butir Pecah pada Agregat Kasar SMA SNI 7619:2012 100/90
Lainnya 95/90
Partikel Pipih dan Lonjong
SMA ASTM D4791-10 Perbandingan
1 : 5
Maks. 5%
Lainnya Maks. 10%
Material lolos Ayakan No.200 SNI ASTM C 117:2002
Maks 1%
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018
II-23 2. Agregat Halus (Fine Aggregate)
Agregat halus harus mempunyai syarat-syarat lain, yaitu harus memiliki permukaan yang kasar, tajam, bersih, dan bebas dari lempung dan material yang tidak diinginkan.
1) Nilai setara pasir min 50% ( SNI 03-4428-1997);
2) Angularitas dengan uji kadar rongga min 45% ( SNI 03-6877-2002);
3) Gumpalan lempung dan butir-butir mudah pecah dalam agregat maks 1% SNI 03-4141-1996
4) Agregat lolos ayakan No.200 maks 10% (SNI ASTM C117:2012) Berikut ini adalah Tabel 2.4 yang berisi tentang ketentuan untuk agregat halus:
Tabel 2.4 Ketentuan Agregat Halus
Pengujian Standar Nilai
Nilai setara pasir SNI 03-4428-1997 Min 50%
Angularitas dengan Uji Kadar Rongga SNI 03-6877-2002 Min 45%
Gumpalan Lempung dan Butir-butir Mudah Pecah dalam Agregat
SNI 03-4141-1996 Maks 1%
Agregat Lolos Ayakan No.200 SNI ASTM 117: 2012 Maks 10%
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,2018 2.4.4. Lapis Perkerasan Aspal Beton
Campuran beraspal panas adalah campuran yang terdiri atas kombinasi agregat yang dicampur aspal sedemikian rupa sehingga permukaan agregat terselimuti aspal dengan seragam. Dalam mencampur dan mengerjakannya, keduanya dipanaskan pada temperatur tertentu.
II-24
Campuran (AC) adalah campuran perkerasan yang terdiri dari agregat kasar, agregat halus, filler dan aspal dengan proporsi tertentu.
Lapisan ini harus bersifat kedap air, memiliki nilai struktural dan awet.
Laston dapat dibagi dalam 3 macam campuran sesuai dengan fungsinya, yaitu :
a. Laston Lapis Aus (Asphalt Concrete-Wearing Course, AC-WC) b. Laston Lapis Permukaan Antara (Asphalt Concrete-Binder Course,
AC-BC)
c. Laston Lapis Pondasi (Asphalt Concrete-Base, AC-Base)
Laston sebagai lapis aus (AC-WC) merupakan lapis yang mengalami kontak langsung dengan beban dan lalu-lintas, maka diperlukan perencanaan dari beton aspal AC-WC yang sesuai dengan spesifikasi sehingga lapis ini bersifat kedap air, tahan terhadap cuaca, dan mempunyai Stabilitas yang tinggi.
Laston sebagai lapis permukaan antara (AC-BC) adalah:
1) Beton aspal sebagai lapis pondasi dan pengikat (binder);
2) Lapis ini lebih kaya aspal (sekitar 5-6%) dibanding dengan lapis dibawahnya;
3) Berfungsi secara struktural sebagai bagian dari lapis perkerasan jalan;
4) Umumnya bersifat tahan beban;
5) Mampu menyebarkan beban roda kendaran ke lapisan dibawahnya;
II-25
6) Diusahan agar kedap air untuk mempersulit air permukaan yang tembus lewat retak-retak atau lubang-lubang permukaan yang diperbaiki, hingga Air mencapai tanah dasar.
Laston sebagai lapis pondasi (AC-Base) adalah beton aspal yang berfungsi sebagai pondasi atas (base course). Aspal disini sebagai pelicin pada waktu pemadatan (biasanya sekitar 4-5%), sehingga pemadatan mudah tercapai. Lapisan ini tidak perlu terlalu kedap air. Fungsi lapis pondasi adalah untuk menahan gaya lintang akibat beban roda kendaraan.
2.4.5. Spesifikasi Aspal Beton 1. Agregat Campuran
a. Ukuran Agregat
Ukuran agregat dalam suatu campuran beraspal terdistribusi dari yang berukuran besar sampai ke yang kecil. Semakin besar ukuran maksimum agregat yang dipakai semakin banyak variasi ukurannya dalam campuran tersebut.
b. Gradasi Agregat
Gradasi agregat adalah distribusi dari ukuran partikelnya dan dinyatakan dalam persentase terhadap total beratnya. Gradasi ditentukan dengan melewatkan sejumlah material melalui serangkaian saringan dari ukuran besar ke ukuran kecil dan menimbang berat material yang tertahan pada masing-masing saringan. Kombinasi gradasi agregat campuran dinyatakan dalam persen berat agregat.
II-26
Menurut Ditjen Prasarana Wilayah (2004) gradasi agregat dibedakan atas:
1) Gradasi seragam (uniform graded)
Adalah gradasi agregat yang memiliki ukuran hampir sama.
Gradasi seragam juga dapat disebut ebagai gradasi terbuka karena mengandung sedikit agregat halus sehingga memiliki banyak rongga.
Umumnya campuran dengan gradasi ini bersifat porus, stabilitas rendah dan memiliki berat isi yang kecil.
2) Gradasi rapat (dense graded)
Adalah gradasi agregat dimana terdapat butiran dari agregat kasar sampai halus, sehingga juga sering disebut sebagai gradasi menerus.
Sifat campuran ini memiliki stabilitas yang tinggi, agak kedap air dan memiliki berat isi besar.
Umumnya suatu campuran dikatakan bergradasi sangat rapat bila persentase lolos dari masing – masing saringan memenuhi persamaan berikut:
Dimana:
P = 100 ( )n
d = ukuran saringan yang ditinjau
D = Ukuran agregat maksimum dari gradasi tersebut n = 0,35 – 0,45
II-27 3) Gradasi senjang (gap graded)
Adalah gradasi agregat dimana ukuran agregat yang ada tidak lengkap atau ada fraksi agregat yang tidak ada atau jumlahnya sangat sedikit, oleh sebab itu gradasi ini disebut juga gradasi senjang.
Agregat campuran harus mempunyai gradasi yang menerus dari butiran kasar sampai yang halus, dan bila di periksa dangan SNI harus memenuhi gradasi yang tercantum dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.5 Gradasi Agregat Untuk Campuran Laston
Ukuran Ayakan (mm)
% Berat Yang Lolos terhadap Total Agregat Dalam Campuran
Laston (AC)
ASTM Mm WC BC Base
1 1/2” 37,5 100
1” 25 100 90-100
3/4” 19 100 90-100 76-90
1/2” 12,5 90-100 75-90 60-78
3/8” 9,5 77-90 66-82 52-71
No.4 4,75 53-69 46-64 35-54
No.8 2,36 33-53 30-49 23-41
No.16 1,18 21-40 18-38 13-30
No.30 0,600 14-30 12-28 10-22
No.50 0,300 9-22 7-20 6-15
No.100 0,150 6-15 5-13 4-10
No.200 0,075 4-9 4-8 3-7
Sumber:Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,2018.
2. Bahan Pengikat (Aspal Minyak)
Aspal minyak untuk lapis beton aspal terdiri dari salah satu aspal keras penetrasi 60/70 atau 80/100 yang seragam,tidak mengandung air, jika dipanaskan sampai dengan 175 oC tidak berbusa dan memenuhi persyaratan sebagaimana tercantum dalam tabel :
II-28
Tabel 2.6 Persyaratan Aspal Keras Penetrasi 60/70
Jenis Pengujian Metode Pengujian
Tipe I Aspal Pen.60/70
Tipe II Aspal yang Modifikasi
Elastomer Sintetis PG70 PG76 Penetrasi pada 25°C SNI 06-2456-2011 60-70 Dilaporkan (1) Temperatur yang menghasilkan
Geser Dinamis (G*sinD) pada osilasi 10 rad/detik ≥ 1,0 kPa,
(°C)
SNI 06-6443-2000 - 70 76
SViskositas Kinematis 135°C (cSt) (3)
ASTM D 2170-10 ≥ 300 ≤ 3000 Titik Lembek (°C) SNI 2434-2011 ≥ 48 Dilaporkan (2) Daktalitas pada 25°C (cm) SNI 2432-2011 ≥ 100 -
Titik Nyala (°C) SNI 2433-2011 ≥ 232 ≥ 230 Kelarutan dalam
Trichloroethylene (%)
AASHTO T44-14 ≥ 99 ≥ 99
Berat Jenis SNI 2441-2011 ≥ 1,0 -
Stabilitas Penyimpanan:
Perbedaan Titik Lembek (°C)
ASTM D 5976 - 00 Part 6.1 dan SNI
2434:2011
- ≤ 2,2
Kadar Parafin Lilin (%) SNI 03-3639-2002 ≥ 2
Pengujian Residu TFOT (SNI 06-2440-1991) atau RTFOT (SNI 03-6835-2002) Berat yang Hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≥ 0,8 ≤ 0,8 Temperatur yang menghasilkan
Geser Dinamis (G*sinS) pada osilasi 10
rad/detik ≥ 2,2 kPa, (°C)
SNI 06-6442-2000 - 70 76
Penetrasi pada 25°C (%
semula) SNI 2456:2011 ≥ 54 ≥ 54 ≥ 54
Daktalitas pada 25°C (cm) SNI 2432-2011 ≥ 50 ≥ 50 ≥ 25 Residu aspal segar setelah PAV (SNI 03-6837-2002) pada temperatur pada 100
(°C) dan tekanan 2,1 Mpa Temperatur yang menghasilkan
Geser Dinamis (G*sinD) pada osilasi 10
rad/detik ≤ 5000 kPa, (°C)
SNI 06-6442-2000 - 31 34
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,2018
II-29 3. Komposisi Umum Campuran
Campuran untuk lapis aspal beton pada dasarnya terdiri dari agregat kasar, agregat halus dan aspal. Masing-masing fraksi agregat terlebih dahulu harus diperiksa gradasinya dan selanjutnya digabungkan menurut perbandingan yang akan menghasilkan agregat campuran yang memenuhi spesifikasi gradasi.
Tabel 2.7 Toleransi Komposisi Campuran
Agregat Gabungan Toleransi Komposisi Campuran
≥2,36 mm ± 5 % berat total agregat Lolos Ayakan 2,36 mm sampai
No. 50 ± 3 % berat total agregat Lolos Ayakan No. 100 dan
Tertahan No. 200 ± 2 % berat total agregat Lolos Ayakan No. 200 ± 1 % berat total agregat
Kadar Aspal Toleransi
Kadar Aspal ± 0,3 % berat total campuran
Temperatur Campuran Toleransi
Bahan meninggalkan AMP dan dikirim ke tempat penghamparan
100C dari temperatur campuran beraspal di truk saat keluar dari
AMP
Sumber:Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, 2018
2.4.6. Persyaratan Bahan Pembentuk Aspal Beton
Dalam pengolahan aspal beton ada beberapa metode yang digunakan, yaitu:
1. Agregat
Dalam pemeriksaan karakteristik pengolahan agregat, metode yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.8
II-30
Tabel 2.8 Metode Pengujian Agregat
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,2018 2. Aspal
Metode yang digunakan pada pemeriksaan aspal dapat dilihat pada tabel 2.6 Metode Pengujiam Aspal.
3. Bahan Pengisi (Filler)
Metode pengujian yang dilakukan terhadap pengujian filler dapat dilihat pada tabel 2.9 di bawah ini.
Tabel 2.9 Metode Pengujian Filler
Jenis Pemeriksaan Metode Pemeriksaan
Berat Jenis SNI ASTM C117:2012
Sumber: Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat,2018 2.4.7. Benda Uji Aspal Beton
Dalam pembuatan benda uji bahan yang akan digunakan dalam campuran beton aspal harus melalui pengujian dan memenuhi spesifikasi, kemudian menetukan komposisi campuran menggunakan metode gradasi ideal, berat agregat dan aspal serta filler sebesar 1200 gram.
Jenis Pengujan Metode Pengujian Agregat Kasar (Batu Pecah)
Analisa Saringan SNI ASTM C136:2012 Berat Jenis Curah (Bulk) SNI 1969-2008
(AIV) SNI 03-4426-1997
Penyerapan air SNI 1969-2008
Keausan Agregat (Abration) SNI 2417:2008 Agregat Halus (Pasir)
Analisa Saringan SNI ASTM C136:2012 Berat Jenis Curah (Bulk) SNI 1970-2008
Penyerapan Air SNI 1970-2008
Kadar Lumpur SNI 03-4428-1997