BAB 4 INFLASI
4.1 PENGERTIAN INFLASI
Inflasi adalah ukuran aktifitas ekonomi yang juga sering digunakan untuk menggambarkan kondisi ekonomi nasional. Secara lebih jelas inflasi dapat didefinisikan sebagai suatu ukuran ekonomi yang memberikan gambaran tentang peningkatan harga rata-rata barang atau jasa yang diproduksioleh suatu system perekonomian. Sedangkan beberapa ahli mengemukakan definisi inflasi adalah sebagai berikut :
Menurut Sadono Sukirno ( 2002 : 15 ) “ inflasi didefinisikan sebagai suatu proses kenaikan harga- harga yang berlaku dalam peekonomian.” , dan diperkuat oleh pernyataan Mc Eachern ( 2000 : 133 ) “ Inflasi adalah kenaikan terus menerus dalam rata- rata tingkat harga. ”
Dari definisi inflasi di atas, maka dapat diambil suatu pandangan bahwa inflasi mengandung pengertian antara lain :
a. Adanya kecendrungan harga-harga untuk naik.
b. Kenaikan harga berlangsung secara berkelanjutan.
c. Kenaikan harga bukan pada satu barnag tetapi beberapa tingkat komoditi harga umum.
Menurut Bank Indonesia
Bank Indonesia merupakan induk bank di Negara ini. Sehingga setiap kebijakan yang diambil dijadikan jalur bagi unit-unit perekonomian lain. Begitu pun dengan teori-teori yang dikemukakan. Bank Indonesia (BI) mendefinisikan inflasi dalam Inflation Targeting Framework
“Inflasi adalah kecenderungan harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus”.
Menurut Boediono
Inflasi merupakan suatu kecenderungan mengenai harga-harga agar naik pada umumnya dan juga secara terus-menerus. Keadaan ketika harga dari satu atau beberapa barang naik, maka itu bukanlah dapat dikatakan sebagai inflasi. Namun, jika harga barang yang naik tersebut meluas dan menyebabkan naiknya sebagian besar dari barang-barang lainnya itulah yang dinamakan dengan inflasi.
Menurut Badan Pusat Statistik (BPS)
Lembaga ini mengemukakan bahwa pengertian dari inflasi adalah sebuah nilai ketika tingkat dari harga yang berlaku di dalam suatu bidang ekonomi. Sebagai salah satu dari indikator di dalam melihat kestabilitasian perekonomian satu wilayah tertentu, perkembangan harga jasa dan barang pada umumnya dapat dihitung melalui indeks harga dari para konsumen. Dengan demikian, angka inflasi amatlah mempengaruhi besar kecilnya produksi suatu barang
Menurut Samuelson
Samuelson (2001) memberikan definisi bahwa inflasi sebagai suatu keadaan dimana terjadi kenaikan tingkat harga umum, baik barang-barang, jasa-jasa maupun faktor-faktor produksi.
Dari definisi tersebut mengindikasikan keadaan melemahnya daya beli yang diikuti dengan semakin merosotnya nilai riil (intrinsik) mata uang suatu negara. Sementara definisi lain menegaskan bahwa inflasi terjadi pada saat kondisi ketidakseimbangan (disequilibrium) antara permintaan dan penawaran agregat, yaitu lebih besarnya permintaan agregat daripada penawaran agregat.
Dalam hal ini tingkat harga umum mencerminkan keterkaitan antara arus barang atau jasa dan arus uang. Bila arus barang lebih besar dari arus uang maka akan timbul deflasi, sebaliknya bila arus uang lebih besar dari arus barang maka tingkat harga akan naik dan terjadi inflasi. Secara umum pendapat ahli ekonomi menyimpulkan bahwa inflasi yang menyebabkan turunnya daya beli dari nilai uang terhadap barang-barang dan jasa, besar kecilnya ditentukan oleh elastisitas permintaan dan penawaran akan barang dan jasa.
Faktor lain yang juga turut menentukan fluktuasi tingkat harga umum diantaranya adalah kebijakan pemerintah mengenai tingkat harga, yaitu dengan mengadakan kontrol harga,
pemberian subsidi kepada konsumen dan lain sebagainya. Dari definisi yang ada tentang inflasi dapatlah ditarik tiga pokok yang terkandung di dalamnya (Gunawan, 1991), yaitu :
a. Adanya kecenderungan harga-harga untuk meningkat, yang berarti mungkin saja tingkat harga yang terjadi pada waktu tertentu turun atau naik dibandingkan dengan sebelumnya, tetapi tetap menunjukkan kecenderungan yang meningkat.
b. Peningkatan harga tersebut berlangsung terus menerus, bukan terjadi pada suatu waktu saja.
c. Mencakup tingkat harga umum (general level of prices) yang berarti tingkat harga yang meningkat itu bukan hanya pada satu atau beberapa komoditi saja.
Menurut Rahardja dan Manurung (2004) suatu perekonomian dikatakan telah mengalami inflasi jika tiga karakteristik berikut dipenuhi, yaitu : 1) terjadi kenaikan harga, 2) kenaikan harga bersifat umum, dan 3) berlangsung terus menerus.
Ada beberapa indikator yang dapat digunakan untuk mengetahui apakah suatu perekonomian sedang dilanda inflasi atau tidak. Indikator tersebut diantaranya :
a. Indeks Harga Konsumen (IHK) IHK adalah indeks harga yang paling umum dipakai sebagai indikator inflasi. IHK mempresentasikan harga barang dan jasa yang dikonsumsi oleh masyarakat dalam suatu periode tertentu.
b. Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) IHPB merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan pada tingkat produsen di suatu daerah pada suatu periode tertentu. Jika pada IHK yang diamati adalah barang-barang akhir yang dikonsumsi masyarakat, pada IHPB yang diamati adalah barang-barang mentah dan barang-barang setengah jadi yang merupakan input bagi produsen.
c. GDP Deflator. Prinsip dasar GDP deflator adalah membandingkan antara tingkat pertumbuhan ekonomi nominal dengan pertumbuhan riil.
Tentang Stagflasi
“Stagflasi yaitu menggambarkan keadaan dimana kegiatan ekonomi semakin menurun, pengangguran semakin tinggi dan pada waktu yang sama proses kenaikan harga-harga semakin bertambah cepat”.
Stagflasi berkaitan erat dengan inflasi yang diakibatkan oleh naiknya harga barang-barang impor. Terutama minyak dunia yang menjadi poros dari berbagai bidang pekerjaan manusia.
Tidak heran bahwa penggalakan pemakaian sumber daya dalam negeri dan membiasakan berdikari ekonomi yang dikumandangkan sejak era Presiden Soekarno menjadi manfaat besar bila diterapkan.
Beralih ke dalam negeri. Terdesaknya biaya ekonomi Negara pada masa Negara masih berkembang juga dapat menyebabkan inflasi. Inflasi desakan biaya terjadi dalam masa perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran adalah sangat rendah.
4.2 Teori Inflasi
Teori Kuantitas
Teori kuantitas menyoroti proses inflasi dari segi jumlah uang beredar dan psikologi atau harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang (expectation).
Menurut teori ini, inflasi hanya dapat terjadi bila ada penambahan jumlah uang beredar. Laju inflasi ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan masyarakat mengenai kenaikan harga-harga di masa mendatang. Dalam teori kuantitas dikenal dua aliran, yaitu Teori Kuantitas Tradisional dan Teori Kuantitas Modern.
Pada dasarnya Teori Kuantitas Tradisional merupakan suatu hipotesa mengenai penyebab utama nilai uang atau tingkat harga. Teori ini menghasilkan suatu kesimpulan bahwa perubahan yang terjadi dalam nilai uang atau tingkat harga merupakan akibat dari adanya perubahan jumlah uang beredar. Bertambahnya jumlah uang beredar dalam masyarakat akan mengakibatkan nilai uang menurun. Karena menurunnya nilai uang mempunyai makna yang sama dengan naiknya tingkat harga, maka kesimpulan teoritik yang dihasilkan oleh teori kuantitas tersebut di atas dapat pula dikatakan bahwa bertambahnya jumlah uang beredar
mempunyai tendensi atau kecenderungan mengakibatkan naiknya tingkat harga. Demikian pula sebaliknya, berkurangnya jumlah uang beredar cenderung mengakibatkan turunnya tingkat harga.
Dengan demikian, menurut teori kuantitas tradisional inflasi hanya dapat terjadi apabila terdapat penambahan jumlah uang beredar. Hubungan antara jumlah uang beredar dengan tingkat harga dapat dijelaskan melalui tiga pendekatan, yaitu Persamaan Pertukaran (equilibrium of exchange), Persamaan Cambridge Saldo Kas, dan Persamaan Cambridge versi Pendapatan. Persamaan Pertukaran atau equilibrium of exchange merupakan pengungkapan teori kuantitas uang hasil pemikiran seorang pemikir ekonomi Amerika yaitu Irving Fisher. Teori ini bermula dari suatu identitas yang kemudian berkembang lebih lanjut sebagai teori mengenai peranan uang dalam perekonomian. Identitas yang menjadi dasar pendekatan ini adalah bahwa jumlah uang yang dibelanjakan oleh pembeli harus sama dengan jumlah uang yang diterima oleh penjual. Hubungan ini dapat ditulis dalam bentuk persamaan sebagai berikut :
MV = PT (1)
Persamaan di atas menyatakan bahwa jumlah uang yang digunakan untuk membeli barang dan jasa, yaitu jumlah uang beredar (M) dikalikan berapa kali rata-rata uang tersebut berpindah tangan atau berputar dalam periode tersebut (V) adalah sama dengan jumlah uang beredar uang yang diterima dari penjualan barang dan jasa, yang merupakan hasil perkalian antara harga rata-rata barang tersebut (P) dengan jumlah transaksi yang terjadi (T). Nilai V ditentukan berdasarkan kepada kekerapan seunit uang yang digunakan dalam transaksi dalam suatu tahun tertentu. Dalam analisisnya nilai V dapat ditentukan dengan membagi nilai pandapatan nasional (PT) dengan penawaran uang (M). dengan demikian nilai V dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut :
V= PT/M (2)
Menurut Fisher, nilai V ditentukan oleh kebiasaan pembayaran gaji dan efisiensi operasi lembaga keuangan. Oleh karena faktor-faktor ini tidak selalu berubah, Fisher berpendapat nilai V adalah tetap. T adalah jumlah barang dan jasa yang diproduksikan dalam perekonomian dalam suatu periode tertentu yang ditentukan oleh tingkat output masyarakat (atau pendapatan nasional) dan bisa pula dianggap mempunyai nilai tertentu untuk suatu tahun. Identitas ini kemudian ditransformasikan ke dalam bentuk :
Md = 1/V PT (3)
Permintaan akan uang dari masyarakat adalah suatu proporsi tertentu 1/V dari nilai transaksi (PT). Jika persamaan (3) bersama dengan persamaan yang menunjukkan equilibrium sektor moneter maka:
Md = Ms (4)
Dimana Ms adalah jumlah uang beredar (yang dianggap ditentukan oleh pemerintah) maka akan menghasilkan:
Ms = 1/V PT (5)
Persamaan (5) menunjukkan bahwa tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh pemerintah (Budiono, 1994).
Berdasarkan asumsi bahwa V dan T adalah tetap, maka ahli-ahli ekonomi klasik berpendapat bahwa perubahan-perubahan dalam penawaran uang hanya akan mempengaruhi tingkat harga.
Artinya bahwa perubahan dalam penawaran uang akan menyebabkan perubahan yang sama proporsinya dengan perubahan tingkat harga. Oleh karena itu dalam pandangan ahli ekonomi klasik, inflasi disebabkan oleh ekspansi moneter atau akibat pertambahan penawaran uang.
Persaman Cambridge versi saldo kas (cash balance version) dan versi pendapatan (income version) pada dasarnya merupakan hasil pemikiran para ahli ekonomi perguruan tinggi Cambridge, A.C. Pigou dan A. Marshall, sehingga persamaan yang dihasilkan disebut sebagai Cambridge Equation.
Adapun bentuk persamaan kedua versi Cambridge tersebut adalah: a). cash balance version : M = kPT (6) b). income version : M = kY (7) Dimana: Y = P.y, sehingga M = kPy (8) Y = pendapatan nasional nominal y = pendapatan nasional riil k = proporsi uang tunai yang disimpan masyarakat dalam setiap volume transaksi yang dilakukannya pada suatu periode waktu tertentu Pendekatan saldo kas memandang persamaan Cambridge sebagai suatu persamaan antara penawaran (supply) uang di ruas kiri dengan permintaan (demand) di ruas kanan. Pendekatan ini lebih menekankan pada perilaku individu dalam membuat keputusan mengenai berapa jumlah uang yang diperlukan untuk melakukan transaksi. Dalam hal ini,
selain dipengaruhi oleh volume transaksi, permintaan uang tersebut juga dipengaruhi oleh besar kekayaan yang dimiliki warga masyarakat, pengorbanan atau opportunity cost dalam memegang uang (tingkat bunga) serta harapan (expectations) masyarakat mengenai masa mendatang.
Dalam perumusan model, teori Cambridge (terutama Pigou) melakukan penyederhanaan dengan mengasumsikan bahwa apabila hal-hal lain dianggap tetap, maka permintaan uang nominal akan proporsioanal terhadap tingkat volume transaksi, sehingga perumusan Pigou tersebut akhirnya tidak banyak berbeda dengan persamaan pertukaran Fisher. Salah satu perkembangan yang paling menarik dalam pemikiran teori kuantitas modern adalah teori mengenai harapan-harapan rasional. Teori ini menyatakan bahwa masyarakat umum merumuskan harapan-harapan tentang masa depan atas dasar seluruh informasi relevan yang tersedia sekarang. Sehubungan dengan hal tersebut, maka mengenai pengaruh harapan (expectation) masyarakat tentang kenaikan harga-harga pada masa mendatang dalam pembentukan inflasi dapatlah dikemukakan beberapa kemungkinan keadaan. Keadaan pertama, adalah jika masyarakat tidak mengharapkan harga-harga untuk naik pada bulan-bulan mendatang. Dalam hal ini, sebagian besar dari penambahan jumlah uang beredar akan diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya. Ini berarti bahwa sebagian besar dari jumlah uang tersebut tidak dibelanjakan untuk pembelian barang sehingga tidak ada kenaikan harga- harga barang.
Keadaan kedua, adalah keadaan dimana masyarakat (atas dasar pengalaman dari bulanbulan sebelumnya) mulai mengetahui adanya inflasi. Hal ini berarti masyarakat mulai mengharapkan kenaikan harga. Penambahan jumlah uang beredar tidak lagi diterima oleh masyarakat untuk menambah likuiditasnya, tetapi akan digunakan untuk membeli barang-barang. Hal ini dilakukan karena berusaha untuk menghindari kerugian yang timbul seandainya memegang uang tunai. Dari sisi masyarakat secara keseluruhan timbul adanya kenaikan permintaan akan barang-barang sehingga harga barang akan menjadi naik. Bila masyarakat mengharapkan harga barang naik di masa mendatang sebesar laju inflasi pada bulan-bulan lalu, maka kenaikan jumlah uang beredar akan sepenuhnya menjadi kenaikan permintaan barang-barang.
Keadaan ketiga, adalah keadaan yang terjadi pada tahap inflasi yang lebih parah yaitu tahap hiperinflasi. Dalam keadaan ini masyarakat sudah kehilangan kepercayaannya terhadap nilai mata uang. Pertambahan jumlah uang beredar akan dapat menimbulkan kenaikan harga-harga
(inflasi) dalam persentase yang lebih besar daripada persentase pertambahan jumlah uang beredar tersebut.
Teori ini merupakan pandangan dari teori klasik. Menurut teori ini sebab naiknya harga barang secara umum yang cenderung akan mengarah pada inflasi ada tiga : sirkulasi uang atau kecepatan perpindahan uang dari satu tangan ke tangan yang lain begitu cepat (masyarakat terlalu komsumtif), terlalu banyak uang yang dicetak dan diedarkan ke masyarakat, dan turunnya jumlah produksi secara nasional.
Teori Kuantitas adalah teori yang membahas mengenai inflasi, tetapi dalam perkembangannya teori ini mengalami penyempurnaan oleh para ahli ekonomi Universitas Chicago, sehingga teori ini juga dikenal sebagai model kaum moneteris. Teori kuantitas ini menekankan pada peranan jumlah uang beredar dan harapan masyarakat mengenai kenaikan harga terhadap timbulnya inflasi.
Inti dari teori kuantitas ini sebagai berikut :
a. Inflasi hanya bisa terjadi kalau ada penambahan volume uang beredar, baik uang kartal maupun uang giral.
b. Laju inflasi juga ditentukan oleh laju pertambahan jumlah uang beredar dan oleh harapan (ekspektasi) masyarakat mengenai kenaikan harga di masa mendatang.
Teori Keynes
Teori ini yang menyatakan bahwa inflasi terjadi disebabkan masyarakat hidup di luar batas kemampuan ekonominua. Inflasi terjadi karena pengeluaran agregat terlalu besar. Oleh karena itu, solusi yang harus diambil adalah dengan jalan mengurangi jumlah pengeluaran agregat itu sendiri (mengurangi pengeluaran pemerintah atau dengan meningkatkan pajak dan kebijakan uang ketat.
Dasar pemikiran model inflasi dari Keynes ini, bahwa inflasi terjadi karena masyarakat ingin hidup di luar batas kemampuan ekonomisnya, sehingga menyebabkan permintaan efektif masyarakat terhadap barang-barang (permintaan agregat) melebihi jumlah barang-barang yang tersedia (penawaran agregat), akibatnya akan terjadi inflationary gap. Keterbatan jumlah persediaan barang (penawaran agregat) ini terjadi karena dalam jangka pendek kapasitas produksi tidak dapat dikembangkan untuk mengimbangi kenaikan permintaan agregat. Karenanya teori ini dipakai untuk menerangkan fenomena inflasi dalam jangka pendek.
Teori Inflasi Moneterisme
Teori ini berpendapat bahwa inflasi timbul disebabkan oleh kebijaksanaan moneter dan fiskal yang ekspansif, sehingga jumlah uang beredar di masyarakat sangat berlebihan. Kelebihan uang beredar di masyarakat akan menyebabkan terjadinya kelebihan permintaan barang dan jasa di sektor riil. Menurut golongan moneteris, inflasi dapat diturunkan dengan cara menahan dan menghilangkan kelebihan permintaan melalui kebijakan moneter dan fiskal yang bersifat kontraktif, atau melalui kontrol terhadap peningkatan upah serta penghapusan terhadap subsidi atas nilai tukar valuta asing.
Teori Ekspektasi
Menurut Dornbush, pelaku ekonomi membentuk ekspektasi laju inflasi berdasarkan ekspektasi adaptif dan ekspektasi rasional. Ekspektasi rasional adalah ramalan optimal mengenai masa depan dengan menggunakan semua informasi yang ada. Pengertian rasional adalah suatu tidakan yang logis untuk mencapai tujuan berdasarkan informasi yang ada.
Teori Strukturalis
Teori ini menyoroti penyebab inflasi yang berasal dari kekauan struktur ekonomi, khususnya kekuatan suplay bahan makanan dan barang-barang ekspor. Karena sebab-sebab struktural pertambahan barang-barang produksi ini terlalu lambar dibanding dengan pertumbuhan ekonominya, sehingga menaikkan harga bahan makanan dan kelangkaan devisa. Akibat selanjtnya adalah kenaikan harga-harga barang lain, sehingga terjadi inflasi yang relatif berkepanjangan bila pembangunan sektor penghasil bahan pangan dan industri barang ekspor tidak dibenahi atau ditambah.
4.3 Sumber Inflasi
Asal Mula Inflasi 1.Inflasi Dalam Negeri
Inflasi dalam negeri biasa disebut domestic inflation, Menurut ahli ekonomi Indonesia, Dwi Eko Waluyo dalam sebuah bukunya yang terbit tahun 2003 menyebutkan bahwa inflasi yang terjadi karena kenaikan harga akibat adanya kondisi “shock” (kejutan) dari dalam negeri baik karena perilaku masyarakat maupun pemerintah yang mengakibatkan kenaikan harga”.
2.Inflasi Luar Negeri
Dalam bahasa internasional, inflasi jenis ini dikenal dengan imported inflation. Yaitu inflasi yang terjadi akibat naiknya harga barang-barang impor. Jika dikaitkan dengan pengertian inflasi menurut beberapa ahli, tentu saja barang-barang yang dimaksud masih tergolong barang yang dibutuhkan rakyat secara meluas. Bukan karena naiknya harga minyak wangi eure de toilette maka akan terjadi inflasi.
Sumber-Sumber Penyebab Inflasi 1.Demand Pull Inflation
Demand pull inflation adalah kenaikan harga-harga yang disebabkan oleh adanya gangguan (shock) pada sisi permintaan barang dan jasa. Kenaikan permintaan barang yang tidak seimbang dengan kenaikan penawaran akan mendorong harga naik sehingga terjadi inflasi.
Dalam demand pull inflation, kenaikan harga barang akhir (output) mendahului kenaikan harga barang input dan harga faktor produksi (misalnya tingkat upah).
Inflasi ini bermula dari adanya kenaikan permintaan total (aggregate demand), sedangkan produksi sudah berada pada keadaan kesempatan kerja penuh atau hampir mendekati keadaan kesempatan kerja penuh (full employment). Dalam keadaan hampir mendekati full employment, kenaikan permintaan total disamping menaikkan harga juga dapat menaikkan hasil produksi atau output. Akan tetapi, bila keadaan full employment telah tercapai, penambahan permintaan tidak akan menambah jumlah produksi melainkan hanya akan menaikkan harga saja sehingga sering disebut dengan inflasi murni.
2. Supply Side Inflation
Berbeda dengan demand pull inflation, cost push inflation adalah inflasi yang disebabkan oleh adanya gangguan (shock) dari sisi penawaran barang dan jasa atau yang biasa juga disebut dengan supply shock inflation, biasanya ditandai dengan kenaikan harga yang disertai oleh turunnya produksi atau output. Keadaan ini timbul biasanya dimulai dengan adanya penurunan penawaran total (aggregate supply) sebagai akibat kenaikan biaya produksi.
Faktor lain yang menyebabkan perubahan aggregate supply antara lain dapat berupa terjadinya kenaikan tingkat upah (wage cost-push inflation), harga barang di dalam negeri dan harga barang impor atau karena kekakuan struktural.
Kekakuan struktural sendiri terjadi karena anggapan bahwa sumber daya ekonomi tidak dapat dengan cepat diubah pemanfaatannya dan juga bahwa upah dan tingkat harga mudah naik tapi sukar untuk turun kembali (rigidity of price). Dengan asumsi ini, bila terjadi perubahan pola permintaan dan biaya, maka mobilitas sumber daya dari sektor yang kurang berkembang ke sektor yang berkembang akan sulit sekali, sehingga suatu sektor yang kurang berkembang akan terjadi idle capacity, sedangkan sektor yang berkembang akan kekurangan sumber daya.
Dan hal ini justru mendorong meningkatnya harga pada sektor yang berkembang. Kekakuan di sektor yang lemah dan kenaikan harga di sektor yang berkembang menyebabkan inflasi.
Demand Supply Inflation Peningkatan permintaan total (aggregate demand) menyebabkan kenaikan harga yang selanjutnya diikuti oleh penurunan penawaran total (aggregate supply) sehingga menyebabkan kenaikan harga yang lebih tinggi lagi. Interaksi antara bertambahnya permintaan total dan berkurangnya penawaran total yang mendorong kenaikan harga ini merupakan akibat adanya ekspektasi bahwa tingkat harga dan tingkat upah akan meningkat atau dapat juga karena adanya inertia dari inflasi di masa lalu.
4.4 Jenis-Jenis Inflasi
a. Inflasi ringan à <10 % / tahun. Inflasi jenis ini biasanya dapat ditoleransi.
b. Inflasi sedang à 10-30% / tahun. Inflasi ini sudah mulai mendapat perhatian para pemerhati ekonomi.
c. Inflasi berat à 30-100 % / tahun. Pada fase ke-3 ini, inflasi sudah sangat menyengsarakan rakyat.
d. Hyper Inflasi à >100 % / tahun.
4.5 Dampak Inflasi dan Cara Mengatasinya
Dampak yang ditimbulkan inflasi dapat bersifat positif dan negatif, tergantung pada tingkat keparahannya yang kita ketahui inflasi memberikan dampak bagi individu maupun pada kegiatan perekonomian secara luas
Dampak Positif
a. Peredaran atau perputaran barang menjadi lebih cepat.
b. Produksi akan barang-barang bertambah, karena keuntungan pada pengusaha juga bertambah.
c. Kesempatan kerja bertambah, ini dapat terjadi karena tambahan investasi.
d. Pendapatan nominal juga bertambah, tetapi riil berkurang, karena kenaikan pendapatan kecil.
Dampak Negatif
a. Harga barang-barang dan jasa naik.
b. Nilai dan kepercayaan akan uang mengalami penurunan atau berkurang.
c. Menimbulkan tindakan spekulasi.
d. Banyak proyek pembangunan yang akan macet atau terlantar.
e. Kesadaran akan menabung masyarakat berkurang.
f. Menimbulkan masalah dalam neraca pembayaran.
g. Menimbulkan masalah dalam keadaan di masa depan.
h. Menyebabkan tingkat bunga bertambah dan akan mengurangi investasi Cara Mengatasi Inflasi
Inflasi dapat dicegah dengan tiga kebijakan yang dilakukan pemerintah. Cara mengatasi inflasi adalah sebagai berikut.
a. Kebijakan Moneter : Dalam teori moneter klasik, inflasi dapat terjadi karena penambahan jumlah uang yang beredar. Jadi, secara teoretis relatif mudah dalam mengatasi inflasi, yaitu dengan cara mengendalikan jumlah uang beredar. Kebijakan moneter adalah tindakan yang dijalankan oleh Bank Indonesia untuk mengurangi atau menambah jumlah uang beredar. Ketika jumlah uang beredar terlalu banyak sehingga inflasi dapat meningkat tajam, Bank Indonesia akan segera melakukan dengan menerapkan berbagai kebijakan moneter untuk mengurangi banyak peredaran uang.
b. Kebijakan Fiskal : kebijakan fiskal adalah kebijakan yang berkaitan dengan penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Kebijakan fiskal dapat dilakukan pemerintah dalam mengurangi inflasi adalah dengan cara mengurangi pengeluaran pemerintah dengan menaikkan tarif pajak dan mengadakan pinjaman pemerintah.
c. Kebijakan Non-Moneter dan Non-Fiskal : pemerintah dapat melakukan kebijakan nonmoneter atau nonfiskal dengan melakukan tiga cara, yaitu menstabilkan upah (gaji), distribusi barang, dan menaikkan hasil produksi, serta pengamanan harga
.
.