BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an adalah kitab suci yang diturunkan oleh Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw. sejak lebih dari 1400 tahun yang lalu. Kitab ini memiliki kekuatan luar biasa yang berada di luar kemampuan apapun dan siapapun.1 Al-Qur’an adalah sumber hukum, norma dan nilai dalam kehidupan umat Islam sepanjang masa.
Menurut az-Zarqani – sebagaimana dikutip oleh Rachmat Syafi’i- dalam buku
“Pengantar Ilmu Tafsir” bahwa “al-Qur’an adalah penutup semua kitab yang diturunkan Allah dan diturunkan kepada penutup semua nabi; Ia menjadi kitab suci yang bersifat abadi; Ia juga merupakan akhlak untuk kemaslahatan makhluk, menjadi petunjuk bagi penghuni langit dan bumi”.2 Di samping itu, al-Qur’an juga memperkenalkan dirinya dengan berbagai ciri dan sifat, maka al-Qur’an juga merupakan kitab yang keotentikannya dijamin oleh Allah Swt., dan ia adalah kitab yang selalu dipelihara.3 Berdasarkan firman Allah dalam surat al-Hijr ayat 9
Artinya: “Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan al-Quran, dan sesungguhnya Kami pula yang benar-benar memeliharanya”.
1 Didin Saefuddin Bukhori, Pedoman Memahami Kandungan Al-Quran, Granada Sarana Putaka, Bandung, 2005, hlm.17
2 Rachmat Syafi’i, Pengantar Ilmu Tafsir, Pustaka Setia, Bandung, 2006, hlm. 23
3 M.Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an: Fungsi dan Peran Wahyu Dalam Kehidupan Masyarakat, Mizan Pustaka, Bandung, 2007, hlm. 17
Al-Qur’an diturunkan sekaligus pada malam al-Qadr ke Bait al‘Izzah sebagaimana dimaksud dalam pandangan di atas antara lain didasarkan atas firman Allah Swt. dalam Qs. al-Qadr ayat 1 sebagai berikut :
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (al-Quran) pada malam kemuliaan”.
Imam as-Suyuti dalam buku “Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an” yang tulis oleh Manna’ Al-Qatthan4 menerangkan bahwa di antara rahasia diturunkannya al-Qur’an secara sekaligus ke langit dunia adalah untuk memuliakannya dan memuliakan orang yang kepadanya diturunkan al-Qur’an, memberitahukan kepada penghuni tujuh langit bahwa al-Qur’an adalah kitab terakhir yang diturunkan kepada Rasul terakhir demi kemuliaan umat manusia.
Sementara itu, dasar pemikiran tentang diturunkannya al-Qur’an secara berangsur-angsur selama proses perjalanan sejarah kenabian Muhammad Saw adalah firman Allah Swt dalam Qs. asy-Syu’ara’ ayat 192-195 berikut ini :
Artinya: Dan Sesungguhnya al-Quran ini benar-benar diturunkan oleh Tuhan semesta alam. Dia dibawa turun oleh ar-Ruh al-Amin (Jibril). Ke dalam hatimu (Muhammad) agar kamu menjadi salah seorang di antara orang- orang yang memberi peringatan. Dengan bahasa Arab yang jelas.
Ayat-ayat di atas menjelaskan bahwa al-Qur’an itu adalah Kalam Allah Swt.
yang lafazh-nya berbahasa Arab. Jibril as. atas perintah Allah Swt. telah
4 Manna’ Al-Qatthan, Mabahits fi Ulum al-Qur’an, Pengantar Studi Ilmu Al-Qur’an, Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 2005, hlm.129
menurunkannya ke dalam hati Rasulullah Saw. Adapun yang dimaksud dengan
“turun” di sini bukanlah turunnya yang pertama kali ke langit dunia, tetapi diturunkannya al-Qur’an secara bertahap atau berangsung-angsur (tadrijiyyan).
Karena itu diungkapkan dengan kata-kata tanzil dalam ayat-ayat di atas bukan inzal.
Ini menunjukkan bahwa turunnya al-Qur’an itu secara bertahap dan berangsur- angsur. Ulama bahasa membedakan antara inzal dan tanzil. Tanzil berarti turun secara berangsur-angsur sedangkan inzal menunjukkan makna turun secara umum.5
Pembicaraan tentang “inzal” dan “tanzil” dalam kajian ilmu-ilmu al-Qur’an sebenarnya adalah tema klasik yang sudah lama dibicarakan oleh para ulama’, khususnya oleh mereka yang memiliki perhatian secara intens terhadap pertumbuhan dan perkembangan tafsir al-Qur’an. Tema ini kembali mengemuka dan hangat dibicarakan ketika muncul ide Muhammad Shahrur dengan karya kontroversialnya
“Al-Kitab wa Al-Qur’an” yang di antara pemikirannya bahwa terdapat perbedaan mendasar antara proses “inzal” dan “tanzil”. Shahrur membahas tema ini dengan menghubungkannya pada pemahaman tentang makna penurunan air dari langit, malaikat, manna dan salwa, hidangan dari langit dan lain sebagainya yang dalam teks ayat al-Qur’an juga menggunakan istilah yang sama, yakni “inzal” dan “tanzil”.
Menurut Shahrur, konsep inzal dan tanzil pertama-tama harus dipahami sebagai “pemindahan objek”.6 Perbedaannya, konsep tanzil merujuk pada proses pemindahan obyek yang terjadi secara obyektif di luar wilayah pengetahuan manusia.
5 Manna’ Al-Qaththan, Mabahits Fi Ulum al-Qur’an ..., hlm. 131
6 Muhammad Shahrur, Al-Kitab wa al-Qur’an, Prinsip dan Dasar Hermeneutika Al-Qur’an Kontemporer, Penerjemah Sahiron Samsuddin, CV Sukses Offset, jogyakarta, Cet 3, 2007, hlm 195
Sementara inzal dipahami oleh Shahrur sebagai proses pemindahan obyek dengan cara yang bisa dimengerti oleh manusia. Dengan kata lain, di dalam wilayah pengetahuan manusia.7
Shahrur memberikan ilustrasi sederhana mengenai perbedaan antara proses inzal dan tanzil dalam proses pemindahan obyek gunung kepada manusia melalui gambar sketsa. Proses inzal terjadi saat obyek material berupa gunung dipindah menjadi sebuah sketsa topografi. Seorang mahasiswa di Kairo dengan segera akan memahami bagaimana proses tersebut berlangsung, bahwa gunung itu diukur dan kemudian digambar oleh seseorang dengan teknik dan simbol-simbol tertentu. Yang tidak dimengerti oleh mahasiswa itu adalah bagaimana tiba-tiba sketsa tersebut bisa sampai di pintu rumahnya? Apakah seorang kurir mengantarnya dengan menggunakan pesawat, ataukah mobil? Pemindahan sketsa topografi gunung dari tempatnya digambar menuju rumah mahasiswa, yang tidak dimengerti caranya oleh si mahasiswa, inilah yang disebut dengan tanzil.8
Dua proses pemindahan obyek inilah, yakni inzal dan tanzil, yang juga berlaku dalam proses penurunan atau “pemindahan obyek” al-Qur’an. Salah satu kontroversi yang muncul dari pendapat Shahrur ini adalah bahwa ia menolak konsep asbabun nuzul dalam penurunan al-Qur’an. Ini karena baginya, al-Qur’an sudah selesai penurunannya dalam proses inzal, sebelum kemudian ia diturunkan kepada Nabi dalam proses tanzil selama 23 tahun.9
7 Shahrur, Al-Kitab wa al-Qur’an ..., hlm 195 8 Shahrur, Al-Kitab wa al-Qur’an ..., hlm 196-197 9 Shahrur, Al-Kitab wa al-Qur’an ..., hlm 201
Sementara itu, beberapa ulama berbeda pendapat mengenai makna inzal dan tanzil. Sayyid Quthb menuliskan dalam kitab Tafsirnya “Fi Zhilal al-Qur’an” yang menukil pendapat Raghib al-Asfahani bahwa makna “tanzil” digunakan khusus untuk menunjukkan proses penurunan al-Qur’an pada tahap kedua, yaitu dari Bait al‘Izzah kepada nabi Muhammad Saw yang berlangsung secara berangsur-angsur selama 23 tahun. Sedangkan kata “inzal” digunakan untuk menunjukkan kedua tahap penurunan al-Qur’an yaitu penurunan dari Lauh Mahfuzh ke Bait al’Izzah dan dari Bait al’Izzah ke nabi Muhammad Saw. Artinya kata inzal memiliki makna lebih luas dari pada tanzil.10
Senada dengan pandangan di atas, al-Maraghi menyatakan dalam kitab tafsirnya “Tafsir Al-Maraghi” tentang kata inzal dan tanzil. Al-Maraghi mengartikan inzal dengan penurunan wahyu. Pengertian inzal (penurunan ini) dipakai mengingat keluhuran yang Maha Pencipta terhadap makhluk-Nya. Atau bisa juga karena malaikat Jibril turun kepada nabi Muhammad Saw. agar nabi menyampaikannya kepada seluruh umat manusia.11
Sedangkan makna “tanzil” menurut al-Maraghi artinya turunnya ayat secara terpisah-pisah. Maksudnya al-Qur’an diturunkan secara terpisah-pisah, berangsur- angsur dengan dimulai penurunannya pada malam lailat al-qadr di bulan Ramadhan.
10 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil al-Qur’an, Penerjemah As’ad Yasin, Gema Insani, Jakarta, 2004, Jilid 5, hlm 213
11 Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi, Penerjemah Bahrun Abu Bakar dkk, Jilid I, PT Karya Toha Putra, Sesmarang,1992, hlm 66
Kemudian diturunkan berangsur-angsur dalam masa 23 tahun, sesuai dengan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan turunnya masing-masing ayat.12
Uraian yang telah dipaparkan di atas menggambarkan bahwa pembicaraan tentang “inzal” dan “tanzil” melahirkan beragam pandangan di kalangan ulama’. Hal ini menjadi sangat menarik ketika istilah “inzal” dan “tanzil” yang difokuskan pada proses penurunan al-Qur’an (nuzul al-Qur’an) juga dikaitkan dengan istilah “inzal”
dan “tanzil’ yang berkenaan dengan proses penurunan benda-benda pysik, seperti air, hidangan (ma’idah), manna dan salwa dan lain-lain. Hal inilah yang menggugah Shahrur melahirkan pemahaman baru seperti yang telah dikemukakan di atas, meskipun kemudian pandangan-pandangan tersebut banyak menuai kritik dari para tokoh kontemporer.
Demikian juga M.Quraish Shihab berpendapat dalam kitab tafsirnya bahwa inzal dan tanzil berarti menurunkan. Kata turun dapat berkaitan dengan hal yang bersifat material, dan ketika itu ia bermakna pemindahan dari tempat yang tinggi ke tempat yang rendah dan juga menyangkut immaterial ketika itu bermakna dari sumber yang tinggi ke arah bawahnya.13
Al-Qur’an diturunkan dari langit atau dari Allah Swt kepada manusia, penurunan tersebut adalah penampakannya dari alam ghaib atau dari alam ruhani ke alam nyata (duniawi yang bersifat material). Dan proses penurunan al-Qur’an dari Allah kepada Nabi Muhammad disebut inzal, yaitu proses perwujudan al-Qur’an
12 Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi ..., hlm 212
13 M.Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Lentera Hati, Jakarta, 2005, Vol 9, hlm 339
(izhar al-Qur’an); dengan cara Allah mengajarkan kepada malaikat Jibril, kemudian Jibril menyampaikannya kepada Nabi Muhammad.14
Inzal dan tanzil merupakan dua bentuk kata yang pada dasarnya sama walaupun dengan aksentuasi yang berbeda. Kata inzal biasa digunakan dalam arti turun sekaligus atau lebih umum sedangkan tanzil biasa digunakan dalam arti turun sedikit demi sedikit atau tahap demi tahap.15
Pembahasan tentang “inzal” dan “tanzil” tidak dapat diungkap maknanya secara komprehensif hanya dengan menyandarkan kajiannya pada satu aspek keilmuan saja, namun harus dilihat dari berbagai tinjauan keilmuan, khususnya ilmu-ilmu yang menjadi alat utama penafsiran al-Qur’an. Dalam hal ini melihat sudut pandang M.
Quraish Shihab dalam kitab tafsir beliau “Tafsir Al-Mishbah” diharapkan dapat memberikan jawaban atas perbedaan pandangan ulama’ tentang makna “inzal” dan
“tanzil” dimaksud. Sehubungan dengan hal di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dalam bentuk skripsi yang berjudul : “Memahami Makna Inzal dan Tanzil dalam Al-Qur’an (Studi atas Pemikiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah)”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan dalam latar belakang masalah di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan ini sebagai berikut :
14 M Quraish Shihab dkk, Sejarah Ulumul Al-Qur’an, Pustaka Firdaus, Jakarta,2008, hlm 18 15 M.Quraish Shihab, Ensiklopedia Al-Qur’an Kajian Kosa Kata, Lentera Hati, Jakarta, 2007, hlm 722-723
1. Bagaimana pandangan M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah tentang proses
“inzal” dan “tanzil” terhadap selain al-Qur’an ?
2. Bagaimana pandangan M. Quraish Shihab tentang proses “inzal” dan “tanzil”
terhadap al-Qur’an ? C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan yang telah dirumuskan di atas, maka penelitian ini bertujuan sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui bagaimana pandangan M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah tentang proses “inzal” dan “tanzil” terhadap selain al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui bagaiamana pandangan M.Quraish Shihab tentang proses
“inzal” dan “tanzil” terhadap al-Qur’an . D. Kegunaan Penelitian
Adapun kegunaan penelitian ini antara lain adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi bagi kalangan intelektual Islam, pengkaji dan pembaca yang haus akan pemahaman tafsir mengenai “inzal”
dan “tanzil” menurut M.Quraish Shihab.
2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi bagian dari sumbangan intelektual dalam kekayaan khazanah ilmu pengetahuan keislaman.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian tentang memahami makna inzal dan tanzil (Studi atas pemikiran M. Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah), diawali dengan penelusuran pemikiran beberapa ulama mengenai inzal dan tanzil. Dalam buku Al-Kitab Wa Al-
Qur’an yang diterjemahkan menjadi Prinsip dan Dasar Hermeunetika Al-Qur’an Kontemporer karangan Muhammad Shahrur dibahas sekelumit mengenai makna inzal dan tanzil. Menurut Shahrur bahwa pertama-tama konsep inzal dan tanzil dipahami sebagai “pemindahan objek”.16 Maka seperti lazimnya pemindahan barang, ada beberapa unsur yang secara garis besar perlu dipenuhi. Pertama, objek yang dipindahkan. Kedua, proses atau cara pemindahan. Dalam konteks al-Qur’an, objek yang dipindahkan adalah al-Qur’an itu sendiri (dipindahkan dari sisi Allah di
“langit”, menuju Muhammad Saw di bumi). Dan proses atau cara perpindahannya terjadi dalam dua tahap, yakni inzal dan tanzil.
Dalam buku ini juga dibahas makna inzal dan tanzil, Pengertian Inzal, menurut Shahrur adalah “proses pemindahan objek yang berada di luar kesadaran manusia (penerima), dari wilayah yang tidak dapat diketahui menuju wilayah yang dapat diketahui”.17 Setelah itu barulah terjadi proses tanzil, yaitu pemindahan objek yang berada dalam pemahaman (kesadaran) manusia penerima, dan berada di wilayah yang diketahuinya.
Kemudian dalam Tafsir Fi Zhilalil Qur’an karangan Sayyid Quthb dibahas mengenai makna inzal dan tanzil, Sayyid Quthb menyatakan dalam kitab Tafsirnya yang dinukil dari pendapat Raghib al-Asfahani, makna tanzil digunakan khusus untuk menunjukkan proses penurunan al-Qur’an pada tahap kedua, yaitu dari Bait al-Izzah kepada nabi Muhammad yang berlangsung secara berangsur-angsur selama 23 tahun.
16 Syahrur, Al-Qur’an wa Al-Kitabah ..., hlm 195 17 Shahrur, Al-Qur’an wa Al-Kitabah ..., Hlm 195
Sedangkan kata inzal digunakan untuk menunjukkan kedua tahap penurunan al- Qur’an yaitu penurunan dari Lauh Mahfuzh ke Bait al-Izzah dan dari Bait al-Izzah ke nabi Muhammad. Artinya kata inzal memiliki makna lebih luas dari pada tanzil.18
Kemudian dalam kitab Tafsir Al-Maraghi karangan Al-Maraghi dibahas tentang kata inzal dan tanzil. Al-Maraghi mengartikan inzal dengan penurunan wahyu. Pengertian inzal (penurunan ini) dipakai mengingat keluhuran yang Maha Pencipta terhadap makhluk-Nya. Atau bisa juga karena malaikat Jibril turun kepada nabi Muhammad Saw. agar nabi menyampaikannya kepada seluruh umat manusia.19
Sedangkan makna “tanzil” menurut Al-Maraghi artinya turunnya ayat secara terpisah-pisah. Maksudnya al-Qur’an diturunkan secara terpisah-pisah, berangsur- angsur dengan dimulai penurunannya pada malam lailat al-qadr di bulan Ramadhan.
Kemudian diturunkan berangsur-angsur dalam masa 23 tahun, sesuai dengan kejadian-kejadian yang berkaitan dengan turunnya masing-masing ayat.20
Oleh karena sumber-sumber yang membahas ataupun yang mengupas masalah inzal dan tanzil masih bersifat umum, sedangkan menurut M.Quraish shihab makna inzal dan tanzil dikaitkan dengan hal yang bersifat materil dan immaterial, maka hal inilah yang membedakan antara sumber-sumber mengenai inzal dan tanzil dengan penelitian ini. Dalam penelitian ini, penulis mencoba mendeskripsikan hal yang perlu untuk melengkapi penulisan tentang memahami makna inzal dan tanzil (Studi atas pemikiran M.Quraish Shihab dalam Tafsir Al-Mishbah).
18 Sayyid Quthb, Tafsir Fi Zhilalil al-Qur’an ..., hlm 213 19 Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi ..., hlm 66
20 Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi ..., hlm 212
F. Metode Penelitian 1. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan (library reseach), yaitu telaah yang dilaksanakan untuk memecahkan suatu masalah yang pada dasarnya berdasar dan bertumpu pada penelahaan kritis dan mendalam terhadap bahan-bahan pustaka yang relevan.21 Data tersebut akan diperoleh dari sumber-sumber data yaitu kitab tafsir dan bahan tertulis ataupun buku literatur yang berhasil dikumpulkan sebagai data tambahan.
2. Jenis dan Sumber Data 1. Jenis Data
Data yang diperlukan untuk penulisan skripsi ini adalah data kualitatif, berupa ayat-ayat al-Qur’an yang berkaitan dengan inzal dan tanzil dalam pandangan M.Quraish Shihab dan tafsiran atas ayat-ayat yang berhubungan dengan proses inzal dan tanzil.
2. Sumber Data a. Data Primer
Dalam penelitian ini, sumber data primer adalah kitab Tafsir Al-Mishbah Volume I, 2, 3, 4, 6, 9, 13, dan 15.
21Pedoman Penulisan Makalah dan Skripsi, Fakultas Ushuluddin, IAIN Raden Fatah, Palembang, 2010, hlm 6
b. Data Sekunder
Data sekunder dalam penelitian ini adalah kitab-kitab tafsir, kitab-kitab hadits, serta buku-buku yang ditulis M.Quraish Shihab, dan segala referensi yang mendukung pembahasan tersebut.
3. Teknik Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah riset kepustakaan (library reseach) dengan mengumpulkan data sebanyak mungkin, membaca, mencatat, dan mengkaji ayat-ayat. al-Qur’an dan karya M.Quraish Shihab yaitu Tafsir Al-Mishbah. Kemudian data tersebut diklasifikasikan sesuai dengan bab-bab, sub-sub bab pada pembahasan. Berhubung penelitian ini berkaitan dengan salah satu tema dalam al-Qur’an, maka metode yang dipakai adalah metode Maudhu’i. Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh dalam menerapkan metode ini adalah sebagai berikut:
1) Menetapkan masalah yang akan dibahas
2) Menghimpun dan menetapkan ayat-ayat yang menyangkut masalah tersebut
3) Memisahkan antara periode Mekkah (Makiyyat) dan periode Madinah (Madaniyyat)
4) Menyusun ayat-ayat yang akan di bahas serta sebab-sebab turunnya ayat
5) Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits bahkan juga penemuan-penemuan ilmiah menyangkut masalah yang akan dibahas
6) Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna
7) Analisa dari pembahasan yang telah di teliti. 22 4. Teknik Analisa Data
Setelah data terkumpul dari berbagai sumber, baik data primer maupun data sekunder yaitu buku-buku tafsir dan buku-buku penunjang lainnya, baru dianalisis secara deskriptif kualitatif, kemudian disimpulkan secara deduktif. Maksudnya adalah menganalisis data yang telah ada dan menyimpulkan secara khusus analisa data yang masih bersifat umum tersebut, sehingga dapat dengan mudah dipahami dan dimengerti.23
F. Sistematika Pembahasan
Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini, agar tidak terjadinya tumpang tindih dan untuk memudahkan penulisan skripsi serta rangkaian urutan pemikiran, maka akan dibagi menjadi lima bab dan tiap-tiap bab terdiri dari dari sub-sub bab yang dibuat secara sistematis sebagai berikut:
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang menjadi dasar dalam penelitian selanjutnya, terdiri dari tujuh sub bab, yaitu latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
22 Syahrin Harahap, Metodelogi Studi dan Penelitian Ilmu-Ilmu Ushuluddin, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2000, Cet 1, hlm 19-20
23 Sutrisno Hadi, Metodelogi Reseach, Andi Offset, Yogyakarta, 1991, hlm 42
Bab kedua, Tinjauan umum tentang nuzul al-Qur’an, pada bab ini menjelaskan pengertian nuzul al-Qur’an, Inventarisasi ayat tentang inzal dan tanzil, sejarah dan proses nuzul al-Qur’an
Bab ketiga, Mengenal Sosok M.Quraish Shihab, pada bab ini menjelaskan biografi M.Quraish Shihab, karya M.Quraish Shihab, sejarah penulisan kitab “Tafsir Al-Mishbah” dan karakteristik kitab “Tafsir Al-Mishbah”.
Bab keempat, Makna inzal dan tanzil dalam pandangan M.Quraish Shihab, pada bab ini menjelaskan pengertian dan perbedaan inzal dan tanzil, proses inzal dan tanzil pada al-Qur’an, dan proses inzal dan tanzil pada malaikat, manna dan salwa, air, hidangan dari langit.
Bab kelima, Kesimpulan, Pada bab ini menjelaskan tentang kesimpulan dan saran.