P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
58
Upaya meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika Pada materi operasi hitung pecahan melalui penerapan model
pembelajaran Kooperatif tipe Two stay Two Stray Siswa Kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya
Erliana1*
Diterima: 07 Februari 2020 Disetujui: 20 Februari 2020 Abstract
The purpose of this study was to improve mathematics learning activities and outcomes in fraction count- ing operations material through a two stay two stray cooperative learning model for students in class V MIN 8 Aceh Barat Daya Academic Year 2019/2020. The model used in this study is the two stay two stray cooperative learning model. The subjects of this study were fifth grade students MIN 8 Southwest Aceh. The number of students is 35 students with a total of 14 male students and 21 female students. This research was conducted in the 2018/2019 school year within a period of 3 months, from September to November 2018 in odd semester. The methodology of this research is Classroom Action Research (CAR) consists of two cycles and each cycle consists of two meetings. Each cycle consists of planning, imple- menting, observing and reflecting. The research procedure consisted of pre-research, planning cycle one, implementing cycle one, observing cycle one, reflection cycle one, planning cycle two, implementing cycle action two, observing cycle two and reflection cycle two. Data collection technique is to collect the value of the test carried out at the end of each learning in each cycle using the question instrument (writ- ten test). Observation data is done by looking at student activities in the learning process. Data were ana- lyzed by means of percentage statistics. The results showed that there was an increase in student learning activities in both cycles, from the category of being good enough and the good category increasing to very good. Completeness of student learning outcomes has increased from 39.13% in pre-study increased to 65.21% in the first cycle and increased to 86.95% in the second cycle. The application of the two stay two stray type of cooperative learning model can improve the activities and learning outcomes of students in mathematics in the calculation operations of fractions of students in grade V MIN 8 Aceh Barat Daya Academic Year 2019/2020.
Keywords: Learning Outcomes, Type Two Stay Two Stray Cooperative Learning Model, Mathematics, Fraction Count Operations.
Abstrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika pada materi operasi hitung pecahan melalui model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray siswa kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya Tahun Pelajaran 2019/2020. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray. Subyek penelitian ini adalah siswa kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya. Jumlah siswa adalah 35 siswa dengan jumlah siswa laki-laki sebanyak 14 orang dan perempuan 21 orang. Penelitian ini dilaksanakan pada tahun pelajaran 2018/2019 dalam kurun waktu 3 bulan yaitu dari bulan September s/d November 2018 pada semester ganjil. Metodologi penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK) terdiri dari dua siklus dan setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Pada setiap siklus terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, pengamatan dan refleksi. Prosedur penelitian terdiri dari pra penelitian, perencanaan siklus satu, pelaksanaan tindakan siklus satu, pengamatan siklus satu, refleksi siklus satu, perencanaan siklus dua, pelaksanaan tindakan siklus dua, pengamatan siklus dua dan refleksi siklus dua. Teknik pengumpulan data yaitu mengumpulkan nilai tes yang dilaksanakan pada setiap akhir pembelajaran pada setiap siklus dengan menggunakan instrument soal (tes tertulis). Data observasi dilakukan dengan melihat aktivitas siswa dalam proses pembelajaran.
Data dianalisis dengan cara statistik persentase. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
59 aktivitas belajar siswa pada kedua siklus tersebut, dari kategori cukup menjadi baik dan kategori baik meningkat menjadi sangat baik. Ketuntasan hasil belajar siswa mengalami peningkatan dari 39.13 % pada pra penelitian meningkat menjadi 65.21 % pada siklus I dan meningkat menjadi 86.95 % pada siklus II.
Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe two stay two stray dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar siswa matematika pada materi operasi hitung pecahan siswa kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya Tahun Pelajaran 2019/2020.
Kata Kunci: Hasil belajar, Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray, Matematika, Operasi Hitung Pecahan.
1. Pendahuluan 1.1. Latar Belakang
Pendidikan merupakan hal yang penting untuk kelangsungan hidup suatu negara. Pendidikan ber- tujuan untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi manusia agar menjadi manusia dewasa, be- radab dan normal. Melalui pendidikan diharapkan mampu membentuk individu menjadi generasi penerus bangsa yang berkompeten di bidangnya sesuai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kuriku- lum merupakan salah satu komponen penting dari sistem pendidikan. Kurikulum 2013 merupakan upaya menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena guru banyak dilibatkan dan diharap- kan memiliki tanggung jawab yang memadai. Guru adalah seorang pendidik, pembimbing, pelatih, dan pengembang kurikulum yang dapat menciptakan kondisi dan suasana belajar yang kondusif, yaitu suasana belajar menyenangkan, menarik, memberi rasa aman, memberikan ruang pada siswa untuk berpikir aktif, kreatif, dan inovatif dalam mengeksplorasikan dan mengelaborasi kemampuannya (Rusman, 2011).
Guru sebagai tenaga pendidik harus mampu mengelola pembelajaran yang dapat mendorong siswa untuk aktif dan kreatif. Guru harus mampu memilih model, pendekatan, strategi, metode dan teknik pem- belajaran yang bervariasi sesuai dengan tujuan pembelajaran, agar proses pembelajaran menjadi me- nyenangkan dan dapat menumbuhkan minat siswa sehigga siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan baik. Salah satu mata pelajaran yang tidak diminati oleh siswa di sekolah dasar adalah Matematika. Ber- dasarkan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 tahun 2006 tentang Standar Isi, mata pelaja- ran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan kemampuan bekerjasama. Pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Matematika merupakan suatu mata pelajaran yang memuat konsep, kaidah, prinsip, serta teori yang banyak manfaatnya dalam menyelesaikan permasalahan pada hampir semua mata pelajaran yang diajarkan di sekolah. Menurut Dreeben (dalam Hamzah) matematika diajarkan di sekolah dalam rangka memenuhi kebutuhan jangka panjang (long-term functional needs) bagi siswa dan masyarakat. Sedangkan menurut Stanic (dalam Hamzah) tujuan pembelajaran matematika di sekolah adalah untuk meningkatkan kemampuan berfikir siswa, peningkatan sifat kreativitas dan kritis. Berdasarkan beberapa pendapat di atas dapat dikatakan bahwa pembelajaran matematika di sekolah merupakan hal yang penting untuk meningkatkan kemampu- an berfikir, sifat kreatif dan kritis bagi siswa.
Belajar mengajar merupakan interaksi antara siswa dengan guru. Seorang guru berusaha sebaik- baiknya agar siswa dapat memahami konsep dengan baik sehingga berakibat pada prestasi belajar. Kon- sep atau pengetahuan yang berhasil dipahami siswa dengan jalan mengkontruksi sendiri konsep atau pengetahuan tersebut maka pembelajaran lebih bermakna dan akan selalu diingat siswa. Jika siswa sekedar tahu rumus, artinya pemahaman siswa itu instrumental, tetapi apabila siswa memahami hubungan suatu konsep dengan konsep yang lain artinya pemahaman siswa relasional (Ella, 2010). Kegiatan mengkontruksi pengetahuan juga dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Namun ken- yataannya, berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya, menunjukkan bahwa rendahnya hasil belajar dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain proses pembelajarannya tidak berjalan dengan baik dikarenakan kurangnya media yang digunakan dalam pembelajaran. Selain itu, da- lam proses pembelajarannya guru belum menggunakan model dalam menjelaskan setiap pokok pembaha- san, siswa juga diminta untuk mendengarkan dan menghafal materi yang sudah ada sehingga siswa ku- rang tertarik terhadap pelajaran matematika.
Salah satu pokok pembahasan yang diberikan di kelas V adalah Operasi Hitung Pecahan. Siswa hanya mendengarkan penjelasan guru tentang materi yang dipaparkan kemudian diberi soal, padahal ban- yak dari mereka yang belum memahami konsep dari operasi hitung pecahan tersebut. Siswa yang dijelasi
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
60 informasi seperti gelas kosong yang diisi terus menerus. Hal ini menyebabkan tujuan pembelajaran yang sebenarnya tidak tercapai dan hasil belajar siswa sebagian besar masih dibawah Kriteria Ketuntasan Min- imal (KKM). Berdasarkan permasalahan yang terjadi tersebut, peneliti tertarik untuk mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperbaiki mutu praktik pembelajaran Matematika di kelas. PTK berfokus pada kelas atau pada proses belajar-mengajar yang ter- jadi di kelas. Selain itu, dengan PTK diharapkan nantinya akan dapat mengetahui penyebab munculnya berbagai masalah. Dengan mengetahui penyebab-penyebab tersebut, guru akan dapat menentukan strategi yang tepat dalam pembelajaran Matematika agar para siswa tidak mengalami berbagai macam keluhan seperti yang telah dikemukakan. Dengan strategi yang tepat, proses pembelajaran dapat berlangsung secara efektif sehingga keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika akan meningkat pula. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, peneliti mencoba menerapkan model pembelajaran Two Stay Two Stray. Model ini merupakan salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang memberikan kesem- patan kepada kelompok membagikan hasil dan informasi kepada kelompok lain. Pembelajaran Two Stay Two Stray memungkinkan siswa untuk saling berbagi informasi dengan kelompok-kelompok lain.
Menurut Anitah (2010) bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ada enam langkah yaitu: (a) persiapan, (b) pembentukan kelompok, (c) diskusi masalah, (d) bertamu kekelompok lain, (e) berbagi informasi dengan kelompok lain, (f) kembali ke kelompok asal dan menco- cokkan hasil kerja. Kelebihan dalam model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray adalah siswa cenderung akan aktif dalam pembelajaran karena siswa mendapatkan peranan dalam pembelajaran, pemahaman siswa akan senantiasa bertambah karena adanya pertukaran informasi dalam satu kelompok ke kelompok lain, pembelajaran yang dilakukan di kelas cenderung mengasyikkan. Selain meningkatnya keaktifan siswa, dari penelitian ini diharapkan akan dapat meningkatkan pula kinerja guru, khususnya kompetensi guru dalam mengelola proses pembelajaran matematika dengan menerapkan model pembela- jaran Kooperatif Tipe Two Stay Two Stray. Dengan kemampuan menerapkan model ini secara baik, maka akan bermanfaat bagi guru sendiri pada gilirannya nanti untuk mengelola proses pembelajaran pada materi-materi lain yang relevan.
1.2. Tujuan Penelitian a. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah meningkatkan hasil belajar matematika siswa kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya Tahun Pelajaran 2019/2020.
b. Tujuan khusus
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk meningkatkan aktivitas dan hasil belajar matematika pada materi operasi hitung pecahan siswa kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya Tahun Pelajaran 2019/2020.
2. Metode Penelitian
2.1 Hakikat Pembelajaran
Pembelajaran adalah membelajarkan siswa menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar yang merupakan penentu utama keberhasilan pendidikan (Sagala, 2009). Menurut Dimyati dan Mudjiono (1999), “Pembelajaran adalah Kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar. Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran dapat didefinisikan sebagai upaya proses membangun pemahaman siswa. Pembelajaran disini lebih menekankan pada bagaimana upaya guru untuk mendorong atau memfasilitasi siswa dalam belajar. Aktivitas belajar peserta didik adalah aktivitas yang bersifat fisik ataupun mental (Sardiman, 2005). Aktivitas belajar adalah serangkaian kegiatan fisik atau jasmani maupun mental atau rohani yang saling berkaitan sehingga tercipta belajar yang optimal. Dalam aktivitas belajar ini peserta didik haruslah aktif mendominasi dalam mengikuti proses belajar mengajar sehingga mengembangkan potensi yang ada pada dirinya. Dengan kata lain dalam beraktivitas peserta didik tidak hanya mendengarkan dan mencatat seperti yang dijumpai di sekolah-sekolah yang melakukan pembelajaran secara konvensional.
Proses pembelajaran dikatakan efektif bila peserta didik secara aktif ikut terlibat langsung dalam pengorganisasian dan penemuan informasi (pengetahuan), sehingga mereka tidak hanya menerima secara pasif pengetahuan yang diberikan oleh guru. Dalam proses belajar mengajar tugas guru adalah mengembangkan dan menyediakan kondisi agar peserta didik dapat mengembangkan bakat dan potensinya. Menurut Nasution (2000), aktivitas belajar adalah aktivitas yang bersifat jasmani ataupun
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
61 rohani. Dalam proses pembelajaran, kedua aktivitas tersebut harus selalu terkait. Seorang peserta didik akan berpikir selama ia berbuat, tanpa perbuatan maka peserta didik tidak berfikir. Oleh karena itu agar peserta didik aktif berfikir maka peserta didik harus diberi kesempatan untuk berbuat atau beraktivitas.
Djamarah (2000) mengemukakan bahwa belajar sambil melakukan aktivitas lebih banyak mendatangkan hasil bagi peserta didik, sebab kesan yang didapatkan oleh anak didik lebih tahan lama tersimpan didalam benak anak didik. Dengan demikian dalam pelaksanaan kegiatan pembelajaran sangat diperlukan adanya aktivitas siswa agar materi yang diberikan akan lebih lama tersimpan di dalam benak siswa. Aktivitas belajar siswa tidak hanya mendengar atau mencatat saja. Banyak jenis aktivitas yang dapat dilakukan oleh siswa di sekolah. oleh karena itu dalam belajar sangat dituntut keaktifan siswa. Siswa yang lebih banyak melakukan kegiatan, sedangkan guru lebih banyak membimbing dan mengarahkan. Setelah menyimak pendapat di atas dapat disimpulkan aktivitas yaitu segala kegiatan yang dilakukan dalam proses interaksi (guru dan siswa) dalam rangka mencapai tujuan belajar.
2.2 Hakikat Pembelajaran
Belajar adalah suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia dan perubahan tersebut yang ditampakkan dalam bentuk kualitas dan kuantitas tingkah laku seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan, pemahaman keterampilan, daya pikir, dan lain-lain (Thursan Hakim, 2000). Menurut Slameto (2003), definisi belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Kesimpulan yang bisa diambil dari pengertian di atas, bahwa pada prinsipnya, belajar adalah perubahan diri seseorang. Belajar diharapkan dapat mempengaruhi daya pikir seseorang yang bertujuan pada perubahan tingkah laku, untuk menetapkan penguasaan konsep sesuatu materi perlu alat atau sarana belajar yang memadai, diantaranya adalah buku penunjang yang relevan, baik dari buku paket maupun buku penunjang lain. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2002), belajar merupakan proses perubahan tingkah laku pada diri sendiri berkat pengalaman dan latihan. Pengalaman dan latihan terjadi melalui interaksi antar individu dan lingkungannya, baik lingkungan alamiah maupun lingkungan sosialnya.
Berdasarkan defenisi diatas tampak bahwa peningkatan kualitas dan kuantitas tingkah laku seseorang diperlihatkan dalam bentuk bertambahnya kualitas dan kuantitas kemampuan seseorang dalam berbagai bidang. Dalam proses belajar, apabila seseorang tidak mendapatkan suatu peningkatan kualitas dan kuantitas kemampuan, maka orang tesebut sebenarnya belum mengalami proses belajar atau dengan kata lain ia mengalami kegagalan dalam proses belajar. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian belajar adalah suatu proses memahami segala bentuk pembelajaran dalam rangka untuk perubahan tingkah laku yang baru sebagai hasil dari pengalamannya sendiri sebagai interaksi dengan lingkungannya. Menurut Sudjana (2009) “hasil belajar siswa pada hakikatnya adalah perubahan tingkah laku sebagai hasil belajar dalam pengertian yang lebih luas mencakup bidang kognitif, afektif dan psikomotor”. Sedangkan menurut Nawawi (dalam Slameto, 2003) yang menyatakan bahwa hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah yang dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi pelajaran tertentu. Berdasarkan pengertian hasil belajar di atas, dapat penulis simpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu hasil yang diperoleh siswa setelah siswa tersebut melakukan kegiatan belajar dan pembelajaran serta bukti keberhasilan yang telah dicapai oleh seseorang dengan melibatkan aspek kognitif, afektif maupun psikomotor, yang dinyatakan dalam symbol, huruf maupun kalimat.
2.3 Pembelajaran Matematika
Suatu kegiatan antraksi antara guru dan murid dimana akan diakhiri dengan proses evaluasi hasil belajar (Dimyati dan Mudjiono, 2006). Proses pembelajaran juga diartikan sebagai suatu proses terjadinya intraksi antara pelajar, pengajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran, yang berlangsung dalam suatu lokasi tertentu dalam jangka satuan waktu tertentu pula (Hamalik, 2006). Berdasarkan pendapat kedua ahli tersebut di atas maka dapat disimpulkan bahwa proses pembelajaran sebagai suatu proses antraksi antara guru dan murid dimana akan dikhiri dengan proses evaluasi hasil belajar dalam upaya mencapai tujuan pembelajaran yang berlangsung dalam suatu lokasi dan jangka waktu tertentu.
2.4 Hakikat Pembelajaran Matematika
Matematika (dalam bahasa inggris mathematics) berasal dari perkataan latin mathematica, yang mulanya diambil dari perkataan Yunani, matematike, yang berarti ”relating to learning”. Perkataan ini
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
62 mempunyai akar kata mathema yang berarti knowledge,science (pengetahuan, ilmu). Herman Hudojo (2003: 36) mengemukakan bahwa matematika itu berkenaan dengan gagasan berstruktur yang hubungan- hubungannya diatur secara logis. Ini berarti matematika bersifat sangat abstrak. Yaitu brrkenaan dengan konsep-konsep abstrak dan penalaran deduktif. Matematika menurut Ruseffendi yang dikutip oleh Erman Suherman (2003) terbentuk sebagai hasil pemikiran manusia berhubungan dengan ide, proses dan penalaran. Pada tahap awal matematika terbentuk dari pengalaman manusia dalam dunianya secara empiris, karena matematika sebagai aktivitas manusia kemudian pengalaman itu diproses dalam dunia rasio, diolah secara analisis dan sintesis dengan penalaran di dalam struktur kognitif sehingga sampailah pada suatu kesimpulan berupa konsep-konsep matematika. Menurut James dan James yang dikutip oleh Erman Suherman (2003), matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang lain dengan jumlah yang banyak yang terbagi ke dalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Agar konsep-konsep matematika yang telah terbentuk itu dapat dipahami dan dapat dengan mudah dimanipulasi secara tepat, maka digunakan notasi dan istilah yang disepakati bersama secara global (universal) yang dikenal dengan istilah matematika.
Matematika terorganisasikan dari unsur-unsur yang tidak didefenisikan, defenisi-defenisi,aksioma- aksioma dan dalil-dalil dimana dalil-dalil setelah dibuktikan kebenarannya berlaku secara umum karena itulah matematika disebut ilmu deduktif (ruseffendi, 1988). Hakikat matematika yaitu memiliki objek tujuan yang abstrak, bertumpu pada kesepakatan, dan pola pikir yang deduktif (Soedjadi, 2000).
2.5 Karakteristik Pembelajaran Matematika
Matematika sebagai salah satu ilmu dasar, dewasa ini telah berkembang pesat baik meteri maupun kegunaannya. Mata pelajaran matematika berfungsi melambangan kemampuan komunikasi dengan menggambarkan bilangan-bilangan dan simbol-simbol serta ketajaman penalaran yang dapat memberi kejelasan dan menyelesaikan permasalahan dalam kehidupan sehari-hari.
Adapun tujuan dari pengajaran matematika adalah:
1. Mempersiapkan siswa agar sanggup menghadapi perubahan keadaan dan pola pikir dalam kehidupan dan dunia selalu berkembang.
2. Mempersiapkan siswa meggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari dan dalam mepelajari berbagai ilmu pengetahuan (Soedjadi, 2000).
3. Metodologi Pembelajaran
3.1 Pengertian Model Pembelajaran
Menurut Suprijono (2010), model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang melukiskan prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan belajar tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para pengajar dalam merencanakan aktivitas belajar mengajar. Selanjutnya definisi model pembelajaran menurut Trianto (2007) yang mengartikan bahwa model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau pola yang digunakan sebagai pedoman dalam me- rencanakan pembelajaran di kelas. Dari beberapa pengertian tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang digunakan sebagai pedoman dalam pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu.
Rangke L Tobing, dkk dalam Indrawati dan Wanwan Setiawan (2009) mengidentifikasi lima karak¬teristik model pembelajaran yang baik, yang meliputi berukut ini:
1. Prosedur ilmiah. Suatu model pembelajaran harus memiliki suatu prosedur yang sistematik untuk mengubah tingkah laku peserta didik atau memiliki sintaks yang merupakan urutan langkah- langkah pembelajaran yang dilakukan guru-peserta didik.
2. Spesifikasi hasil belajar yang direncanakan. Suatu model pembelajaran menyebutkan hasil-hasil belajar secara rinci mengenai penampilan peserta didik.
3. Spesefikasi lingkungan belajar. Suatu model pembelajaran menyebutkan secara tegas kondisi ling- kungan di mana respon peserta didik diobservasi.
4. Kriteria penampilan. Suatu model pembelajaran merujuk pada kriteria penerimaan penampilan yang diharapkan dari para peserta didik. Model pembelajaran merencanakan tingkah laku yang di- harapkan dari peserta didik yang dapat didemonstrasikannya setelah langkah-langkah mengajar ter- tentu.
5. Cara-cara pelaksanaannya. Semua model pembelajaran menyebutkan mekanisme yang menunjuk- kan reaksi peserta didik dan interaksinya dengan lingkungan.
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
63 Seorang guru sebagai perancang pembelajaran harus mampu merancang seperti apa pembelajaran yang akan dilaksanakan. Model pembelajaran merupakan desain pembelajaran yang akan dilaksanakan guru di dalam kelas. Dengan melihat beberapa ciri khusus dan karakteristik model pembelajaran tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa sebelum mengajar, guru harus menentukan model pembelajaran yang akan digunakan. Jadi intinya menentukan model pembelajaran yang tepat merupakan salah satu modal untuk sukses dalam pembelajaran. Dengan model pembelajaran, guru dapat melaksanakan proses pem- belajaran sesuai dengan pola, tujuan, tingkah laku, lingkungan dan hasil belajar yang direncanakan.
Dengan demikian proses pembelajaran akan berjalan dengan baik dan tepat sesuai dengan mata pelaja- rannya.
3.2 Pengertian Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
Menurut Isjoni dalam Fathurrohman (2015) model pembelajaran tipe TSTS kali pertama dikem- bangkan oleh Spencer Kagan pada 1992. TSTS berasal dari bahasa inggris yang berarti dua tinggal dua tamu. Teknik ini memberi kesempatan kepada siswa untuk membagikan hasil informasi dengan kelompok lain. Sejalan dengan pendapat tersebut, Suyatno mengatakan model pembelajaran kooperatif tipe TSTS adalah dengan cara siswa berbagi pengetahuan dan pengalaman dengan kelompok lain. Sintaknya adalah kerja kelompok, dua siswa bertamu ke kelompok lain dan dua siswa lainnya tetap dikelompokknya untuk menerima dua orang dari kelompok lain, kerja kelompok, kembali ke kelompok asal, kerja kelompok dan laporan kelompok. Sementara itu Anam (2016) mengatakan pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray merupakan sistem pembelajaran kelompok dengan tujuan agar siswa dapat saling bekerja sama, ber- tanggung jawab, saling membantu memecahkan masalah, dan saling mendorong satu sama lain untuk berprestasi. Berdasarkan pendapat diatas, dapat disimpulkan model pembelajaran Two Stay Two Stray adalah teknik pembelajaran dua tinggal dua tamu dimana siswa mendapatkan informasi dan berbagi in- formasi kepada kelompok sendiri dan kelompok lainnya. Model pembelajaran Two Stay Two Stray ini dapat meningkatkan keaktifan siswa dalam proses pembelajaran dengan saling bertukar fikiran antar ke- lompok.
3.3 Langkah-langkah Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
Menurut Fathurrohman (2015) langkah-langkah model pembelajaran Two Stay Two Stray dapat dilihat pada rincian tahap-tahap berikut ini :
a. Guru menyampaikan materi pelajaran atau permasalahan kepada siswa sesuai dengan kompetensi dasar yang akan dicapai
b. Guru membentuk beberapa kelompok. Setiap kelompok terdiri dari 4-5 orang siswa secara hetero- gen dengan kemapuan berbeda-beda baik tingkat kemampuan (tinggi, sedang dan rendah) maupun jenis kelamin.
c. Guru memberikan Lembar Kerja Siswa (LKS) atau tugas untuk dibahas dalam kelompok
d. Siswa 2-3 orang dari tiap kelompok berkunjung ke kelompok lain untuk mencatat hasil pembaha- san LKS atau tugas dari kelompok lain, dan sisa kelompok tetap dikelompoknya untuk menerima siswa yang bertamu ke kelompoknya.
e. Siswa yang bertamu kembali ke kelompoknya masing-masing dan menyampaikan hasil kunjun- gannya kepada teman yang tetap berada dalam kelompok. Hasil kunjungan dibahas bersama dan dicatat
f. Hasil diskusi kelompok dikumpulkan dan salah satu kelompok mempresentasikan jawaban mereka, kelompok lain memberikan tanggapan.
g. Guru memberikan klasifikasi terhadap jawaban yang benar h. Guru membimbing siswa merangkum pelajaran
i. Guru memberikan penghargaan secara kelompok
3.4 Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran Two Stay Two Stray (TSTS)
Selain itu menurut Wijana (2014), adapun kelebihan dari model Two Stay Two Stray adalah se- bagai berikut :
a. Dapat diterapkan pada semua kelas/tingkatan
b. Kecenderungan belajar siswa menjadi lebih bermakna c. Lebih berorientasi pada keaktifan
d. Membantu meningkatkan minat dan prestasi belajar.
Sedangkan menurut Fathurrohman (2015) kekurangan dari metode pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray ini adalah :
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
64 a. Jumlah siswa dalam satu kelas tidak boleh ganjil harus berkelipatan empat
b. Kunjungan dari 2 orang anggota kelompok yang satu ke kelompok lain membutuhkan perhatian khusus dalam pengelolaan kelas.
3.5 Kerangka Berfikir
Kerangka berpikir dalam penelitian ini dapat dilihat pada gambar 2.1.
Berdasarkan gambar 2.1, menggambarkan bahwa proses pembelajaran yang berlangsung secara konvensional pada kondisi awal memperlihatkan aktivitas dan hasil belajar siswa rendah pada materi pecahan. Setelah melakukan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada siklus I dan siklus II, maka aktivitas dan hasil belajar siswa menjadi meningkat.
4. Hipotesis Tindakan
Hipotesis tindakan dalam penelitian tindakan kelas ini adalah Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dapat meningkatkan aktivitas dan hasil belajar Matematika pada materi operasi hitung pecahan siswa kelas V MIN 8 Kabupaten Aceh Barat Daya Tahun Pelajaran 2019/2020.
5. Hasil dan Pembahasan 5.1 Deskripsi Per Siklus
Dari hasil wawancara terhadap 7 orang guru, peneliti memperoleh informasi bahwa semua guru belum memahami betul bahkan tidak menggunakan RPP dalam proses belajar mengajar, sehingga hasil yang didapatnya pun jauh dari yang diharapkan. Karena siswa kurang mengerti penjelasan guru dan cara guru mengajar dengan tidak semestinya. Umumnya guru hanya menggunakan metode ceramah dalam pembelajaran, sehingga membuat suasana belajar mengajar menjadi monoton dan sangat membosankan.
Guru hanya berpikir bahwa ia sudah masuk kelas dan mengajar, dan urusan siswa bisa paham atau tidak ia tidak peduli. Dan mereka mengakui bahwa cara mengajar mereka salah dan mau mencoba untuk memperbaiki demi mencapai hasil belajar yang memuaskan dan tercapainya tujuan pendidikan sebagaimana telah direncanakan. Berdasarkan hasil observasi peneliti terhadap sebelas orang guru (khusus pada Siklus I), diperoleh informasi/data bahwa masih ada guru yang tidak menggunakan RPP ketika mengajar, bahkan menghadapi siswa-siswa di kelas saja masih merasa gugup apa lagi jika ada siswa yang sedikit bandel.
5.1 Deskripsi Siklus 1
Untuk melihat deskripsi siklus dapat kita lihat beberapa tahapan sebagai berikut : 1. Tahap Perencanaan
a. Menyusun rencana perbaikan proses pengajaran.
Aktivitas dan hasil belajar siswa masih rendah pada materi operasi hitung pecahan.
PBM menggunakan metode konvensional
Kondisi Awal
PBM menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray.
Siklus I PBM dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray.
Tindakan
Aktivitas dan hasil belajar siswa dapat meningkat
dengan menerapkan model pem- belajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray.
Siklus II PBM dengan menerap- kan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray
Kondisi Akhir
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
65 b. Mempersiapkan lembar observasi.
c. Mempersiapkan lembar kerja.
d. Mempersiapkan materi.
e. Mempersiapkan lembar evaluasi untuk akhir Siklus I 2. Tahap Tindakan
a. Guru mengapersepsi pembelajaran.
b. Guru menjelaskan KBM secara umum.
c. Kepala sekolah mengadakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran oleh guru.
3. Tahap Observasi
a. Mengamati aktivitas guru dalam pembelajaran
b. Mengamati aktivitas siswa dalam pembelajaran yang dilakukan oleh observer 4. Tahap Refleksi
a. Mengevaluasi hasil observasi guru dalam pengelolaan proses pembelajaran.
b. Mengevaluasi hasil observasi kemampuan kinerja guru selama proses pembelajaran.
c. Menganalisa hasil observasi aktifitas siswa dan guru.
d. Memperbaiki Siklus I untuk pelaksanaan Siklus selanjutnya.
5.2 Deskripsi Siklus 2 1. Tahap Perencanaan
a. Sosialisasi pelaksanaan Siklus II.
b. Menyusun jadwal pelaksanaan pembelajaran matematika dan supervisi kepala sekolah.
c. Memadukan hasil refleksi Siklus I agar pelaksanaan pada Siklus II lebih efektif.
d. Membuat lembar observasi atau instrumen penelitian untuk memantau proses pembelajaran.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Guru mengapersepsi pembelajaran.
b. Guru menjelaskan KBM dan memberi informasi pada Siklus II.
c. Kepala sekolah mengadakan observasi terhadap pelaksanaan pembelajaran oleh guru.
3. Tahap Observasi
a. Mengamati aktivitas guru dalam proses pembelajaran yang dilakukan oleh observer.
b. Mengamati aktifitas siswa dalam pembelajaran oleh observer.
4. Tahap Refleksi
a. Mencatat hasil evaluasi b. Mengevaluasi hasil evaluasi c. Menganalisa hasil pembelajaran d. Menyusun laporan
5.3 Hasil Siklus 1
Pada Siklus I, hasil bimbingan yang telah dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kemampuan kinerja guru dalam proses belajar mengajar dapat lihat pada Tabel 4.1. Tabel 4.1. Hasil Bimbingan Guru pada Siklus
No Komponen yang diamati Skor
1 2 3 4 5
1. Membuat RPP √
2. Menjelaskan materi √
3. Mengamati/mengawasi kegiatan peserta didik √
4. Memberikan latihan terbimbing pada peserta didik √ 5. Memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik √
6. Menyampaikan pengetahuan secara deklaratif √
7. Menyampaikan pengetahuan secara prosedural √
8. Menyimpulkan Pembelajaran √
Jumlah perolehan skor 26 = 65.00 %
Keterangan:
1. Tidak sama sekali 2. Kurang
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
66 3. Sedang
4. Baik 5. Sangat baik
Berdasarkan pada Tabel 4.1. Pada Siklus I, pada komponen pengamatan membuat RPP, mengamati/mengawasi kegiatan peserta didik, memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik, menyampaikan pengetahuan secara deklaratif, menyampaikan pengetahuan secara prosedural dan menyimpulkan pembelajaran berada pada kategori sedang. Pada komponen menjelaskan materi dan memberikan latihan terbimbing pada peserta didik berada pada kategori baik. Berdasarkan hasil pengamatan pada Siklus I, telah terlihat adanya peningkatan kemampuan kinerja guru jika dibandingkan kemampuan kinerja guru sebelum diterapkannya bimbingan dan supervisi dari kepala sekolah.
Pengamatan terhadap kinerja guru pada Siklus I setelah diterapkannya bimbingan dan supervisi dari kepala sekolah dapat dilihat pada Tabel 4.2. Tabel 4.2 Pengamatan Terhadap Kinerja Guru pada Siklus I
No Komponen yang diamati Skor
1 2 3 4 5
1. Disiplin √
2. Kesiapan guru dalam mengajar √
3. Rasa memiliki terhadap lingkungan sekolah √
4. Sayang kepada anak √
5. Memeriksa kesiapan peserta didik √
6. Tanggap terhadap lingkungan √
7. Memiliki Ide yang sifatnya membangun √
8. Tanggung Jawab √
Jumlah perolehan skor 29 = 72.50 %
Keterangan:
1. Tidak sama sekali 2. Kurang
3. Sedang 4. Baik 5. Sangat baik
Pada Siklus I, peneliti melihat adanya peningkatan kinerja guru dalam proses belajar mengajar dan kemampuan terhadap beberapa komponen yang menjadi acuan peneliti untuk menentukan keberhasilan dari bimbingan dan supervisi kepala sekolah dalam mendukung peningkatan kinerja guru. Akan tetapi, pada Siklus I tidak semua guru mengalami penigkatan kinerja, hal ini dikarenakan oleh masih terdapatnya beberapa guru yang masih kurang memiliki kesadaran mengenai pentingnya cara mengajar yang tepat yang harus ia terapkan terhadap siswa-siswa di kelasnya. Untuk itu, pada Siklus II, peneliti akan lebih mengarahkan kepada para guru mengenai betapa pentingnya manajemen yang kondusif dalam lingkungan sekolah dalam mendukung peningkatan kinerja guru sebagai tenaga pendidik dalam lingkungan sekolah demi menghasilkan siswa yang cerdas dan berkualitas.
5.4 Hasil Siklus 2
Berdasarkan pada Tabel 4.2, pada Siklus II, hasil pemberdayan yang telah dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan kinerja guru dalam proses pembelajaran dapat lihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3. Hasil Bimbingan Guru pada Siklus II
No Komponen yang diamati Skor
1 2 3 4 5
1. Membuat RPP √
2. Menjelaskan materi √
3. Mengamati/mengawasi kegiatan peserta didik √
4. Memberikan latihan terbimbing pada peserta didik √
5. Memeriksa pemahaman dan memberikan unpan balik √
6. Menyampaikan pengetahuan secara deklaratif √
7. Menyampaikan pengetahuan secara prosedural √
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
67
8. Menyimpulkan Pembelajaran √
Jumlah perolehan skor 36 = 90.00 %
Keterangan:
1. Tidak sama sekali 2. Kurang
3. Sedang 4. Baik 5. Sangat baik
Pada Siklus II, hasil kemampuan kinerja guru dalam proses belajar mengajar telah mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan Siklus I. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan yang ada pada setiap komponen pengamatan yang ada. Pada komponen membuat RPP, mengamati/mengawasi kegiatan peserta didik, memeriksa pemahaman dan memberikan umpan balik, menyampaikan pengetahuan secara deklaratif, menyampaikan pengetahuan secara prosedural dan menyimpulkan pembelajaran mengalami peningkatan dari kategori sedang pada Siklus I menjadi kategori baik pada Siklus II. Pada komponen menjelaskan materi dan memberikan latihan terbimbing pada peserta didibaik pada Siklus I, meningkat menjadi sangat baik pada Siklus II. Pengamatan terhadap kinerja guru pada Siklus II setelah diterapkannya bimbingan dan supervisi kepala sekolah juga mengalami peningkatan yang lebih baik jika dibandingkan dengan Siklus I. Pengamatan terhadap kinerja guru pada Siklus II dapat dilihat pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Pengamatan Terhadap Kinerja Guru pada Siklus II.
No Komponen yang diamati Skor
1 2 3 4 5
1. Disiplin √
2. Kesiapan guru dalam mengajar √
3. Rasa memiliki terhadap lingkungan sekolah √
4. Sayang kepada anak √
5. Memeriksa kesiapan peserta didik √
6. Tanggap terhadap lingkungan √
7. Memiliki Ide yang sifatnya membangun √
8. Tanggung Jawab √
Jumlah perolehan skor 35 = 87.50 %
Keterangan:
1. Tidak sama sekali 2. Kurang
3. Sedang 4. Baik 5. Sangat baik
Pada Siklus II, pengamatan terhadap kinerja guru menggalami peningkatan jika dibandingkan dengan Siklus I. Pada Siklus II, pada komponen pengamatan disiplin, Rasa memiliki terhadap lingkungan sekolah, sayang kepada anak, memeriksa kesiapan peserta didik, memiliki Ide yang sifatnya membangun dan tanggung jawab berada pada kategori baik. Pada komponen kesiapan guru dalam mengajar dan tanggap terhadap lingkungan berada pada kategori sangat baik. Berdasarkan hasil pengamatan terhadap kinerja guru pada Siklus II, hasil pengamatan telah mencapai indikator Siklus II yang ingin dicapai oleh peneliti. Penerapan bimbingan dan supervisi kepala sekolah sangat membantu guru dalam meningkatkan kinerja guru demi terwujudnya pendidikan yang lebih berkualitas.
6. Pembahasan
6.1 Deskripsi Kondisi Awal
Penerapan metode secara konvensional selama ini hanya sedikit membantu pemahaman siswa pada materi operasi hitung pecahan. Hal ini membuat siswa menjadi tidak begitu aktif dalam pembelajaran dan cenderung bersifat pasif. Selama ini penulis melihat kendala yang dihadapi oleh siswa dalam pembelajaran yaitu banyak siswa yang masih kurang memiliki pemahaman terhadap materi operasi hitung pecahan. Sebagian dari siswa merasa bahwa materi ini sangatlah sulit dan sebagian lagi ada yang merasa tidak tertarik. Hal inilah yang membuat siswa menjadi kurang aktif dalam pembelajaran dan mereka juga
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
68 memperoleh hasil belajar yang rendah. Sebelum melakukan penelitian, guru memberikan pretest kepada siswa. Pretest ini dilakukan untuk mengetahui hasil belajar siswa sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam pembelajaran. Hasil pretest siswa sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam pembelajaran dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil pretest siswa sebelum penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray dalam pembelajaran.
No Nama L/P KKM Nilai Ketuntasan
1 Afifah Zahirah P 70 40 Belum tuntas
2 Afzalul Khiran L 70 70 Tuntas
3 Akram Aldiano L 70 50 Belum tuntas
4 Angga Putrasyah. A L 70 50 Belum tuntas
5 Aulia Siamurramadhan L 70 40 Belum tuntas
6 Cut Fhara Archa Putri P 70 80 Tuntas
7 Faris Mirza Ukail L 70 60 Belum tuntas
8 Hafidh Zurrahmat L 70 50 Belum Tuntas
9 Irsyad Mahfudh Candra L 70 70 Tuntas
10 Jelsa Nadhiratul Onika P 70 60 Belum tuntas
11 Kaifiyyatul Karimah P 70 60 Belum tuntas
12 M. Naufal Alfarizi L 70 40 Belum tuntas
13 M. Hafizul Ahsan L 70 70 Tuntas
14 Mirfaqa Azka Yadi L 70 60 Belum tuntas
15 Muhammad Al-Ghazali L 70 50 Belum tuntas
16 Muhammad Rajab L 70 80 Tuntas
17 Muhammad Tegar ‘Afif L 70 80 Tuntas
18 Mutia Fajarda P 70 70 Tuntas
19 Naurah Izzatul Jannah P 70 50 Belum tuntas
20 Nauratul Filzati P 70 60 Belum tuntas
21 Shalel Juliansyah L 70 80 Tuntas
22 T. Muhammad Rizky L 70 70 Tuntas
23 Zakiya Al Zahira P 70 60 Belum tuntas
Jumlah 1400
Jumlah Rata-rata 60.86
Persentase (%) 39.13 %
Berdasarkan Tabel 4.1, hasil pretest siswa yang dilakukan pada saat pra penelitian memperoleh persentase ketuntasan belajar sebesar 39.13 %. Nilai terendah pada pretest adalah 40 dan nilai tertinggi adalah 80.
Nilai rata-rata pada pretest adalah 60.86. Setelah melakukan pretest, maka peneliti akan melanjutkan penelitian pada siklus I.
6.2 Hasil Penelitian Siklus I 1. Perencanaan
Kegiataan perencanaan yang dilakukan pada siklus I adalah mempersiapkan beberapa hal yang diperlukan dalam pelaksanaan penelitian yaitu: merancang silabus, merancang RPP, menyusun instrument tes, mendesain bahan ajar sesuai dengan materi, mendesain model pembelajaran yaitu model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray.
2. Pelaksanaan
Penelitian siklus I yang telah di jelaskan pada Bab III di laksanakan sesuai perencanaan dengan melakukan tes pada tanggal 16 September 2019 yaitu pada pertemuan kedua. Setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada siklus I, siswa telah mengalami peningkatan pemahaman terhadap materi operasi hitung pecahan, hal ini terlihat dari hasil tes belajar yang diperoleh oleh siswa. Hasil belajar siswa yang diperoleh setelah penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two Stay Two Stray pada siklus I dapat dilihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2. Hasil belajar siswa pada siklus I
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
69
No Nama L/P KKM Nilai Ketuntasan
1 Afifah Zahirah P 70 50 Belum tuntas
2 Afzalul Khiran L 70 80 Tuntas
3 Akram Aldiano L 70 60 Belum tuntas
4 Angga Putrasyah. A L 70 60 Belum tuntas
5 Aulia Siamurramadhan L 70 50 Belum tuntas
6 Cut Fhara Archa Putri P 70 90 Tuntas
7 Faris Mirza Ukail L 70 70 Tuntas
8 Hafidh Zurrahmat L 70 60 Belum Tuntas
9 Irsyad Mahfudh Candra L 70 80 Tuntas
10 Jelsa Nadhiratul Onika P 70 70 Tuntas
11 Kaifiyyatul Karimah P 70 70 Tuntas
12 M. Naufal Alfarizi L 70 50 Belum tuntas
13 M. Hafizul Ahsan L 70 80 Tuntas
14 Mirfaqa Azka Yadi L 70 70 Tuntas
15 Muhammad Al-Ghazali L 70 60 Belum tuntas
16 Muhammad Rajab L 70 90 Tuntas
17 Muhammad Tegar ‘Afif L 70 90 Tuntas
18 Mutia Fajarda P 70 80 Tuntas
19 Naurah Izzatul Jannah P 70 60 Belum tuntas
20 Nauratul Filzati P 70 70 Tuntas
21 Shalel Juliansyah L 70 90 Tuntas
22 T. Muhammad Rizky L 70 80 Tuntas
23 Zakiya Al Zahira P 70 70 Tuntas
Jumlah 1630
Jumlah Rata-rata 70.86
Persentase (%) 65.21
7.1 Kesimpulan dan Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:
1. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two stay Two Stray dapat meningkatkan aktivitas belajar matematika pada materi operasi hitung pecahan siswa kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya Ta- hun Pelajaran 2019/2020.
2. Penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Two stay Two Stray dapat meningkatkan hasil bela- jar matematika pada materi operasi hitung pecahan siswa kelas V MIN 8 Aceh Barat Daya Tahun Pelajaran 2019/2020.
8. Daftar Pustaka
[1] Aisyah, Nyimas. 2007. Pengembangan Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas.
[2] Ariyadi Wijaya. 2012. Pendidikan Matematika Realistik, Suatu Alternatif Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.
[3] Ella Nurlaelah. 2010. Penerapan Model Pembelajaran M-APOS untuk Meningkatkan Pemahaman Relasional Matematis Siswa. Bandung.
[4] Erman Suherman. 2003. Strategi Pengajaran Matematika Kontemporer. Bandung: JICA [5] Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-model Pembelajaran Inovatif. Yogyakarta: Ar-ruzz
Media.
[6] Hakim, Thursan. 2000. Belajar Secara efektif. Jakarta: Pupsa Swara.
[7] Hamalik, Oemar. 2004. Proses Belajar Mengajar. Jakarta : Bumi Aksara.
P-ISSN : 2720-9210
Copyright © Jurnal Pendidikan dan Pengabdian Vokasi (JP2V)
70 [8] Hamzah, Pembelajaran Matematika Menurut Teori Pembelajaran Konstruktivisme, (online),
WWW.DEPDIKNAS.GO.ID, diakses 11 Januari 2018.
[9] Herman Hudojo. 2003. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang:
Universitas Negeri Malang
[10] Indrawati dan Wanwan Setiawan. 2009. Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan untuk Guru SD. Jakarta: PPPPTK IPA.
[11] Isjoni. 2011. Cooperative Learning Efektifitas Pembelajaran Antar Kelompok. Bandung:
Alfabeta.
[12] Muhsetyo, Gatot dkk. 2007. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka.
[13] Muhsetyo, Gatot. 2008. Pembelajaran Matematika SD. Universitas Terbuka. Jakarta.
[14] Nana Sudjana. 2009. Penilaian Hasil Proses Belajar Mengajar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[15] Ruseffendi, E.T. 1988. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika Untuk Meningkatkan CBSA, Bandung : Tarsito.
[16] Rusman. 2011. Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme Guru. Jakarta:
PT. Rajagrafindo Persada.
[17] Slameto. 2003. Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: Rineka Cipta.
[18] Soedjadi, R. 2000. Kiat Pendidikan Matematika di Indonesia. Jakarta Departemen Pendidikan Nasional.
[19] Sumantri, Mohamad Syarif. 2015. Strategi Pembelajaran: Teori dan Praktik di Tingkat Pendidikan Dasar. Rajawali Pers. Jakarta.
[20] Suprijono, Agus. 2010. Cooperative Learning Teori dan Aplikasi PAIKEM. Yokyakarta:
Pustaka Belajar.
[21]Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Kencana. Jakarta.
[22] Tarigan, Daitin. 2006. Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
[23] Trianto. 2007. Model-model Pembelajaran Inovatif berorientasi kontruktivistik. Prestasi Pustaka: Jakarta [24] Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar. Kencana. Jakarta.
[24]Wijana, Komang dkk. 2014. Pengaruh Model Pembelajaran TSTS Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V SD Di Desa Kaliasem Kecamatan Banjar Kabupaten Buleleng. Singaraja:
Universitas Pendidikan Ganesha.
[25] Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik. Graha Ilmu. Yogyakarta.