• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Sifat Fisikokimia dan Sensoris Flakes dengan Variasi Penambahan Tepung Melinjo (Gnetum gnemon Linn.) dan Lama Pengukusan Irmayanti

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Evaluasi Sifat Fisikokimia dan Sensoris Flakes dengan Variasi Penambahan Tepung Melinjo (Gnetum gnemon Linn.) dan Lama Pengukusan Irmayanti"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

1 Evaluasi Sifat Fisikokimia dan Sensoris Flakes dengan Variasi Penambahan

Tepung Melinjo (Gnetum gnemon Linn.) dan Lama Pengukusan

Irmayanti

Fakultas Teknologi Pertanian, Jurusan Teknik Industri Pertanian, Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh, 23345

*Email : [email protected]

Abstrak

Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris flakes, untuk mengetahui pengaruh lama pengukusan terhadap karakteristik fisiko-kimia dan sensoris flakes, untuk mengetahui pengaruh interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan terhadap karakteristik fisikokimia dan sensoris flakes. Faktor penelitian yaitu menggunakan model Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari 2 faktor dengan 2 kali ulangan perlakuan, sehingga diperoleh 18 satuan percobaan yaitu : Faktor I. Penambahan tepung melinjo (P) terdiri dari 3 level yaitu : P1 = 10%, P2 = 30

%, P3 = 50 % . Faktor II. Lama pengukusan (T) terdiri dari 3 level yaitu : T1 = 5 menit, T2= 10 menit, T3 = 15 menit. Parameter yang diamati adalah uji fisik (daya serap, densitas kamba, rendemen), kadar air dan uji organoleptik (warna, rasa, aroma, rasa).

Flakes terbaik diperoleh dari perlakuan penambahan tepung melinjo 50 % dan lama pengukusan 15 menit (P3T3).

Kata kunci : Flakes, Tepung melinjo, Jurnal SJAT, Lama pengukusan

PENDAHULUAN

Buah melinjo setelah dipanen biasanya tidak langsung digunakan, tetapi disimpan sebagai persediaan bahan baku. Penyimpanan yang terlalu lama akan mengakibatkan penurunan mutu buah melinjo. Oleh sebab itu diperlukan penanganan dan teknologi yang tepat agar buah tahan disimpan lebih lama tanpa mengalami penurunan mutu yang berarti. Salah satu alternatif untuk itu adalah dengan mengolah melinjo menjadi tepung melinjo yang relatif lebih tahan disimpan dan juga dapat digunakan dalam berbagai jenis makanan sebagi substitusi tepung terigu ataupun penambah cita rasa (Hasnelly, 2002).

Dengan adanya bentuk lain dari pengolahan buah melinjo, akan meningkatkan keanekaragaman jenis pengolahan serta nilai tambah pada buah melinjo. Pengolahan buah melinjo menjadi tepung, dapat meningkatkan daya simpan dan menjadi nilai tambah dengan tidak mengurangi nilai gizi pada buah melinjo. Selain itu bentuk tepung akan mempermudah dan memperluas pemanfaatan buah melinjo sebagai bahan makanan yang dapat diolah lebih lanjut lagi misalnya untuk membuat kue, roti, kerupuk, flakes dan lain sebagainya. Flakes merupakan sarapan siap saji yang berbentuk lembaran tipis, berwarna kuning kecoklatan serta biasanya dikonsumsi dengan penambahan susu sebagai menu sarapan. Produk ini dapat diolah dengan teknologi sederhana, waktu yang singkat dan cepat dalam penyajian.

(2)

2 Penelitian sebelumnya yang dilakukan Ermi (2012) tentang formulasi pembuatan flakes berbasis talas untuk makanan sarapan (Breakfast meal) energi tinggi dengan metode oven menghasilkan flakes terbaik yang dibuat dari tepung komposit 90%

dicampur dengan susu bubuk 5% dan santan dengan perbandingan antara tepung komposit : dan santan (1:1). Flakes ini mempunyai kadar air 2,34%, abu 2,36%, lemak 20,08%, protein 19,86%, kalori 479,66 kkal/100g, serat kasar 6,11%, serat pangan 8,07%, dan indeks kelarutan 0,0141 g/ml.

Prinsip pengolahan flakes dengan cara mengukus adalah menggunakan uap air dari air panas bersuhu 100oC. Perubahan yang terjadi selama proses pemanasan antara lain karbohidrat akan mengalami sedikit perubahan warna, pati akan tergelatinisasi membentuk struktur jaringan yang kokoh dan protein akan mengeras karena mengalami koagulasi, sedangkan kadar air akan mengalami perubahan yang relatif sama (Vonny, 2004).

TINJAUAN PUSTAKA Tepung Melinjo

Tepung merupakan bahan utama pada proses pembuatan mie, roti, biskuit dan berbagai macam kue. Tepung melinjo merupakan salah satu olahan dari buah melinjo disamping emping melinjo (Santoso, 2010). Sarono dkk (2001) menyatakan bahwa buah melinjo mengandung pati 80% dan memberi rasa yang khas, serta dapat diolah menjadi tepung melinjo. Saat ini tepung melinjo memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai sumber pangan baru terutama snack food sampai pengobatan alami. Oleh karena itu, pembuatan tepung melinjo dan aplikasinya dalam pembuatan jenis makanan lain akan meningkatkan penggunaan buah melinjo (Sarono dkk, 2001).

Proses pembuatan tepung melinjo pada prinsipnya mengurangi kadar air hingga 7-12% dari daging buah melinjo. Proses pembuatan tepung melinjo dilakukan dengan cara mengupas kulit luar melinjo untuk mendapatkan sake, lalu sake tersebut disangrai dengan menggunakan wajan dan pasir, lalu melinjo dikupas dengan menggunakan alat agar cepat terkelupas. Setelah didapat daging melinjo lalu dimasukkan ke dalam pengering buatan dengan lama dan suhu tertentu untuk dijadikan tepung melinjo.

Pengolahan melinjo menjadi tepung merupakan alternatif utama dengan prospek yang baik untuk dikembangkan. Hal ini karena pengolahan tepung tepung cukup sederhana, tepung lebih tahan disimpan, memberi nilai tambah yang lebih tinggi dan dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan dan dapat disubstitusi dengan tepung lain (Utami, 2010).

Flakes

Flakes merupakan bentuk pertama dari produk flakes siap santap. Secara tradisional, pembuatan produk flakes dilakukan dengan mengukus buah flakes yang sudah dihancurkan (kurang lebih sepertiga dari ukuran awal buah) pada kondisi bertekanan selama dua jam atau lebih lalu dipipihkan di antara dua rol baja. Setelah itu dikeringkan dan di panggang pada suhu tinggi. Menurut produk flakes sarapan dapat dikelompokkan berdasarkan sifat fisik alami dari produk.

Pada penelitian ini flakes yang dibuat termasuk kategori nomor 2. Hal ini dikarenakan flakes dibuat secara tradisional dan hasil nya bisa dikonsumsi hanya dengan penambahan susu dan air hangat, membutuhkan waktu ± 2 menit untuk

(3)

3 menkonsumsinya. Buah-buahan dari kelompok seralia memiliki peranan penting dalam pembuatan flakes sarapan pagi. Umumnya flakes ini terbuat dari endosperma gandum, jagung, beras dan oats. Secara sederhana, endosperma dapat dihancurkan atau dipress, dengan atau tanpa dipanggang. Salah satu contoh flakes tanpa pemasakan yaitu oatmeal. Namun flakes yang lebih popular adalah siap saji. Dalam hal ini, endosperma dihaluskan terlebih dahulu dan dibentuk menjadi lempengan (flakes) dengan menyelipkan dengan adonan yang telah tercampur ke sebuah roller. Adonan juga dapat dibentuk langsung menjadi aneka bentuk atau dapat juga dibiarkan utuh sebagai buah kemudian dibuat mengembang, misalnya pada flakes harus dikeringkan terlebih dahulu sehingga terbentuk flavour yang khas dan kerenyahan serta sifat kaku yang mudah pecah (Saleha, 2016).

Flakes mengandung lemak tumbuh-tumbuhan sehingga sebaiknya kemasan primer juga harus mempunyai permeabilitas oksigen yang rendah. Kemasan sekunder biasanya merupakan kotak karton berbahan dupleks dengan ketebalan 160 gsm (gram per square meter) - 230 gsm, tergantung dari besarnya kotak tersebut. Besarnya kotak ditentukan oleh berat isi flakes . Oleh karena itu pada umumnya ukuran kotak cukup besar sehingga tidak ada masalah dalam teknis proses cetaknya. Untuk kemasan dengan ukuran cukup besar seperti ini, para desainer grafis kemasan sangat leluasa untuk menentukan tata letak komponen-komponen desainnya (Saleha, 2016).

Pengukusan menyebabkan terjadinya pengembangan granula-granula pati yang disebut gelatinisasi. Gelatinisasi merupakan peristiwa pengembangan granula pati sehingga granula tersebut tidak dapat kembali seperti keadaan semula (Winarno, 1997).

Mekanisasi gelatinisasi, diawali oleh granula pati akan menyerap air yang memecah Kristal amilosa dan memutuskan ikatan-ikatan struktur heliks dari molekul tersebut.

Penambahan air dan pemanasan akan menyebabkan amilosa berdifusi keluar granula tersebut hanya mengandung sebagian amilopektin dan akan pecah membentuk suatu matriks dengan amilosa yang disebut gel (Winarno, 2007).

Karakteristik fisikokimia

Karakteristik merupakan fitur pembeda antara yang satu dengan yang lain (kualitas/sifat) dibedakannya dari bentuk, struktur, pola, dll atau sesuatu yang mencolok,Sedang fisikokimia melibatkan prinsip-prinsip analisis antara fisika dan kimia.

Analisis fisikokimia merupakan kajian yang tidak dapat terpisahkan dalam ilmu pangan terutama untuk pemastian mutu dari produk makanan yang dihasilkan. Pada penelitian ini analisis kimia yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, Sedangkan pada analisis fisik meliputi daya serap, densitas kamba, rendemen.

Karakteristik sensoris

Uji sensori sangat penting dalam industri pangan karena hasilnya merupakan pintu terakhir yang menentukan apakah produk tersebut dapat dijual atau tidak.

Karakteristik mutu yang diuji dengan uji sensori terutama adalah warna, flavour (kombinasi rasa dan bau), aroma, tekstur, dan konsistensi atau kekentalan produk. Mutu sensori bahan pangan adalah ciri karakteristik bahan pangan yang dimunculkan oleh satu atau kombinasi dari dua atau lebih sifat-sifat yang dapat dikenali dengan menggunakan pancaindra manusia. Uji sensori adalah suatu metode ilmiah yang

(4)

4 digunakan untuk mengukur, menganalisis, dan menginterpretasikan respon terhadap suatu produk berdasarkan yang ditangkap oleh indra manusia, seperti penglihatan, penciuman, perasa, peraba, dan pendengaran. Karakteristik yang dianalisa pada flakes adalah warna, rasa, aroma dan tekstur (Anggi dan Widya, 2016).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2018 di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian dan Analisa dilakukan di Labolatorium Analisis Hasil Pertanian dan Labolatorium Organoleptik Fakultas Teknologi Pertanian, Universitas Serambi Mekkah, Banda Aceh.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah panci, roller, timbangan, baskom plastik, sendok, alat pengering, talam, kompor, timbangan dan alat yang digunakan untuk analisis adalah timbangan analitik, desikator, cawan, oven,mistar kurva derajat putih, gelas ukur 100 ml. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah tepung terigu, susu skim, garam, vanili, gula, margarin, telur, air dan bahan yang digunakan dalam analisis adalah susu cair.

Rancangan Penelitian dan Variabel Penelitian

Penelitian ini dilakukan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial. Variabel tetap pada penelitian ini terdiri dari tepung terigu 100 gr, susu skim 10gr, garam 2 gr, telur 20 gr, vanili 5gr, air 30 gr, suhu pemanggangan 190 oC dan waktu pemanggangan 20 menit. Variabel berubah pada penelitian ini adalah penambahan tepung melinjo terdiri dari 3 (tiga) level yaitu 10, 30 dan 50% serta lama pengukusan terdiri dari 3 (tiga) level yaitu 5, 10 dan 15 menit.

Pembuatan Tepung Melinjo (Sarono, 2001)

Buah melinjo dipilih dengan warna merah yang seragam kemudian disortasi dan dikupas kulit luar yang kulit biji, kemudian dicuci dan di iris tipis – tipis ketebalan ± 2 mm. Selanjutnya dikukus selama ±15 menit dengan suhu 100 oC. Setelah itu dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 65oC selama 10 jam. Selanjutnya didinginkan selama 5 menit dan kemudian dihaluskan dengan menggunakan blender dan dilakukan pengayakan dengan ukuran 80 mesh sehingga menghasilkan tepung melinjo. Tepung dimasukkan dalam wadah tertutup sebelum dianalisa.

Pembuatan Flakes (Novia et al.,2014)

Proses pembuatan flakes mula-mula dilakukan pencampuran yaitu tepung terigu 100 %, tepung melinjo (10 %, 30 %, 50 %), susu skim 10 %, garam 2 %, telur 20 %, vanili 5 %, gula 30 %, dan diaduk hingga merata. Selanjutnya ditambahkan air 30 ml dan margarin 4 % sambil diaduk hingga kalis membentuk adonan. Kemudian adonan dicetak dan dipipihkan kemudian masukkan ke dalam talam dengan ketebalan ± 0,5- 1,0 mm dan dilakukan pemotongan 1 cm x 1 cm. Hasil cetakan disusun dalam loyang selanjutnya dikukus sesuai perlakuan (5 menit, 10 menit, 15 menit) dengan suhu 100 oC dan dioven dengan suhu 1900C selama 20 menit. Setelah dikeluarkan dari dalam oven, selanjutnya flakes dikemas.

(5)

5

Pengamatan dan pengukuran data

Analisis fisik flakes yang dihasilkan terdiri dari daya serap, densitas kamba, rendemen dan uji organoleptik (warna, rasa, aroma, rasa).

HASIL DAN PEMBAHASAN Kadar Air

Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan kadar air flakes yang dihasilkan berkisar antara 1,74% - 4,82% dengan rata-rata 3,66 %. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap kadar air flakes, sedangkan lama pengukusan (T) dan interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) memberikan pengaruh yang nyata (P≤0,05) terhadap kadar air flakes. Pengaruh interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) terhadap kadar air flakes dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan terhadap kadar air flakes (BNT0,05 = 1,43 dan KK = 17,11%).

(Nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata).

Gambar 1. menunjukkan bahwa semakin lama pengukusan dan semakin banyak penambahan tepung melinjo maka kadar air flakes yang dihasilkan cenderung semakin rendah. Hal ini dapat diakibatkan oleh kandungan pati dalam tepung melinjo yang cukup tinggi. Sarono dan Widodo (2010) mengemukakan bahwa kandungan pati tepung melinjo mencapai jumlah 80%. Proses pemanasan akan menyebabkan gelatinisasi pati yang menyebabkan granula pati akan mengalami pembengkakan karena terjadinya pengikatan terhadap air sampai batas maksimalnya. Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh Amin (2013) yang menyatakan bahwa pati tepung melinjo akan mengalami pembengkakan maksimal selama pengukusan sehingga granula pati akan mengikat air dan akan di bebaskan saat dilakukan pengeringan sehingga kadar air produk menjadi rendah.

Penambahan tepung melinjo mempengaruhi kemampuan mengikat air pada saat terjadi gelatinisasi. karena tepung melinjo mengandung pati dan sifat pati yang mengikat air mengakibatkan berkurangnya kandungan air pada bahan, kemudian air

4.47 c 4.82 d

3.61 bc 3.64 bc

1.74 a

4.81 d 3.36 b

3.12 b 3.44 b

0 1 2 3 4 5 6

P1 = 10 % P2 = 30 % P3 = 50 %

Kadar Air (%)

Penambahan tepung melinjo

T1 = 5 menit T2 = 10 menit T3 = 15 menit

Lama

(6)

6 tersebut akan hilang pada saat pemanggangan. Pendapat ini sesuai dengan pendapat Williams (2001) yang menyatakan bahwa air terikat oleh tepung ketika terjadi gelatinisasi dan akan hilang saat pemanggangan.

Gelatinisasi pati terjadi karena adanya air sehingga terjadi proses pemutusan ikatan intermolekuler antara molekul amilosa dan amilopektin pada granula dengan adanya pemanasan. Setelah pemutusan ikatan maka molekul pati akan menunjukkan peningkatan viskositas (mengembang) dan berubah menjadi gel yang kuat (retrogradasi) (United States Department of Agriculture, 2016). Pemanggangan mampu menyebabkan gelatinisasi pati dimana granula pati akan membengkak akibat adanya penyerapan air. Pembengkakan pati terbatas hingga 30% dari berat tepung, apabila pembengkakan granula pati sudah mencapai batasnya, maka granula pati akan pecah dan terjadilah penguapan air (Fatkurahman , 2012). Menurut Irmayanti et al. 2018, berkurangnya kandungan amilosa pada adonan seiring dengan penambahan bahan lainnya sehingga kadar air produk semakin menurun.

Menurut (SNI 01-4270-1996) kadar air flakes maksimal 3,0%, jika dibandingkan dengan kadar air dari flakes hasil penelitian ini nilainya belum memenuhi standar, dengan nilai rata – rata 3,66 %. Dengan demikian dapat di nyatakan bahwa kadar air flakes tepung melinjo belum memenuhi standar sebagai bahan makanan.

Kadar Abu

Abu adalah residu anorganik dari proses pembakaran atau oksidasi komponen organik bahan pangan. Kadar abu total adalah bagian dari analisis proksimat yang bertujuan untuk mengevalusi nilai gizi suatu produk/bahan pangan terutama total mineral. Kadar abu dari suatu bahan menunjukkan total mineral yang terkandung dalam bahan tersebut (Aprilianto,2004).

Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan kadar abu flakes berkisar antara 1,74%

- 4,02% dengan rata-rata 2,67%. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) serta interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P > 0,05) terhadap kadar abu flakes.

Kadar abu dipengaruhi oleh komposisi mineral pada bahan pembentuknya. Kadar abu pada bahan baku tepung melinjo mencapai jumlah 1,76%. Mineral yang terkandung dalam 100 gram tepung melinjo adalah kalsium yang mencapai jumlah 100 mg, fosfor 400 mg dan besi 5 mg (Elyanti et al., 2017).

Menurut (SNI 01-4270-1996) kadar abu flakes maksimal adalah 4,0%, jika dibandingkan dengan kadar abu dari flakes hasil penelitian ini nilainya sudah memenuhi standar, dengan nilai rata – rata 2,67%. Dengan demikian dapat di nyatakan bahwa kadar abu flakes tepung melinjo sudah memenuhi standar sebagai bahan makanan.

Ketahanan Kerenyahan dalam Susu

Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan nilai ketahanan kerenyahan flakes dalam cairan susu berkisar antara 3,0 menit sampai 6,50 menit. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) memberikan pengaruh yang sangat nyata (P≤0,01) terhadap ketahanan kerenyahan

(7)

7 flakes dalam susu, namun interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap ketahanan kerenyahan flakes. Pengaruh penambahan tepung melinjo (P) terhadap ketahanan kerenyahan flakes dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap ketahanan kerenyahan flakes (BNT0,01 = 0,78 dan KK = 0,09 %). (Nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata).

Pada Gambar 2. dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan tepung melinjo pada pembuatan flakes amaka ketahanan kerenyahan flakes juga akan semakin lama.

Hal ini dapat disebabkan oleh ukuran granula pati biji melinjo yang lebih besar. Suarni (2008) menjelaskan bahwa granula pati yang berukuran besar memiliki ketahanan yang lebih besar terhadap perlakuan panas dan air dibanding granula pati yang berukuran kecil. Hal inilah yang menyebabkan flakes yang dibuat dengan penambahan tepung biji melinjo yang lebih banyak dapat mempertahankan kerenyahan yang lebih lama dalam susu. Papunas et al., (2015) dalam penelitian tentang pembuatan flakes berbahan dasar tepung jagung menghasilkan flakes dengan ketahanan kerenyahan dalam susu yang lebih rendah dari hasil penelitian ini dikarenakan ukuran pati jagung yang lebih kecil dari pati melinjo, yaitu sekitar 1-20 µm sehingga flakes yang dihasilkan hanya mampu mempertahankan kerenyahan di dalam susu maksimal 4,47 menit. Sedangkan Mahmudah et al., (2017) yang membuat flakes berbahan dasar pisang kepok menghasilkan nilai ketahanan kerenyahan sedikit lebih tinggi, yaitu 5,88 menit.

Selain itu kandungan karbohidrat juga menentukan nilai ketahanan kerenyahan pada flakes. Pati dan serat termasuk ke dalam golongan karbohidrat yang memiliki sifat berbeda terhadap kemampuan pengikatan air. Pati lebih tahan terhadap air sehingga pati tidak larut dalam air, sedangkan serat lebih mudah menyerap air (Papunas et al., 2013).

Kandungan pati pada tepung melinjo mencapai angka 76% sedangkan kandungan seratnya lebih rendah, hanya 29,91%, (Eriska, 2009) sehingga kemampuan flakes dari tepung biji melinjo untuk mempetahankan kerenyahan dalam susu lebih tinggi.

Waktu pengukusan pada pembuatan flakes secara signifikan juga dapat meningkatkan ketahanan kerenyahan pada flakes. Semakin lama pengukusan yang dilakukan akan menyebabkan pengembangan granula pati semakin mencapai ukuran maksimalnya sehingga ketahanan pati terhadap air setelah flakes dikeringkan juga akan

a 3.50

a 4.17

b 5.83

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00 7.00

P1 = 10 % P2 = 30 % P3 = 50 %

Ketahanan kerenyahan (menit)

Penambahan tepung melinjo

(8)

8 semakin tinggi. Pengaruh lama pengukusan terhadap ketahanan kerenyahan dalam susu flakes dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Pengaruh lama pengukusan terhadap ketahanan kerenyahan flakes (BNT0,01 = 0,78 dan KK = 0,09 %). (Nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata).

Pada Gambar 3. dapat dilihat bahwa semakin lama pengukusan maka ketahanan kerenyahan flakes dalam susu juga semakin meningkat. Secara statistik, pengukusan flakes selama 15 menit (T3) mampu menghasilkan ketahanan kerenyahan flakes yang berbeda dibanding yang 5 menit dan 10 menit, yaitu mencapai 5,0 menit, sedangkan lama pengukusan 5 dan 10 menit nilai ketahanan kerenyahannya relatif sama dengan kisaran waktu 4-4,5 menit.

Densitas Kamba

Densitas kamba (Bulk density) adalah perbandingan bobot bahan dengan volume tepung melinjo, termasuk ruang kosong diantara butiran tepung. Tujuan dilakukan pengukuran densitas kamba adalah untuk pengetahui tingkat kepadatan dari flakes yang dihasilkan. Hasil analisis menunjukkan bahwa rataan densitas kamba flakes berkisar antara 0,69 g/mL - 0,75 g/mL dengan rata-rata 0,72 g/mL. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) serta interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap densitas kamba flakes yang dihasilkan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa semakin sedikit penambahan tepung melinjo dan waktu pengukusan desitas kamba semakin tinggi. Densitas kamba tepung melinjo memiliki nilai lebih rendah dikarenakan selama pengeringan terjadi degradasi molekul menjadi molekul kompleks yang lebih sederhana dengan berat molekul lebih rendah sehingga densitas kamba menurun.

Daya Serap Air

Uji daya serap air perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya kemampuan flakes untuk menyerap air dalam jumlah yang besar dengan waktu relatif singkat setelah dilakukan pemanggangan sehingga dihasilkan flakes yang bersifat instan. Hasil analisis

a 4.00

a 4.50

b 5.00

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00 6.00

T1 = 5 menit T2 = 10 menit T3 = 15 menit Ketahanan kerenyahan (menit)

Lama pengukusan

(9)

9 menunjukkan bahwa rataan daya serap air flakes berkisar antara 44,70% - 91,90%

dengan rata-rata 67,47%. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) serta interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap daya serap air flakes yang dihasilkan.

Flakes yang dihasilkan pada penelitian ini memiliki daya serap air yang lebih tinggi dibanding flakes pisang kepok hasil penelitian Mahmudah., et al., (2017), dengan nilai daya serap maksimal 133,05±4,07 %. Daya serap air pada flakes dipengaruhi oleh sifat pati yang terdapat pada tepung biji melinjo yang digunakan. Pati memiliki sifat yang tidak dapat larut dalam air, namun jika diberi air dan panas pati akan mengalami gelatinisasi sehingga granula pati akan mengikat dan memerangkap air yang menyebab terjadinya pengembangan pada pati.

Gelatinisasi adalah perubahan granula tepung melinjo akibat pemanasan yang terus-menerus dalam waktu lama sehingga granula pati melinjo membengkak luar biasa dan pecah sehingga tidak dapat kembali ke bentuk semula. Gelatinisasi diperlukan untuk membuat makanan (flakes) menjadi instan. Tepung melinjo kering yang sudah tergelatinisasi memiliki kemampuan untuk menyerap air kembali (rehidrasi) dengan mudah (Winarno, 1992). Gelatinisasi dapat terjadi jika terdapat jumlah air yang cukup sehingga terbentuk granula pati melinjo mengembang.

Uji Hedonik Warna

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai organoleptik warna flakes berkisar antara 3,03 (biasa) – 3,90 (suka), dengan rata-rata 3,39 (biasa). Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan lama pengukusan (T) serta interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik warna flakes yang dihasilkan.

Pada penambahan tepung melinjo 30% nilai organoleptik warna yang dihasilkan lebih tinggi. Flakes yang dihasilkan dari penambahan tepung biji melinjo yang lebih banyak memiliki warna yang lebih gelap, sedangkan pada penambahan tepung biji melinjo yang lebih sedikit warnanya lebih cerah. Hal ini dapat disebabkan oleh warna tepung biji melinjo yang digunakan juga bewarna putih kecoklatan sehingga penggunaan tepung dalam jumlah banyak akan menghasilkan flakes yang juga bewarna lebih gelap (kecoklatan). Selain itu, pada proses pembuatan adonan akan menyebabkan terjadinya reaksi maillard yang dapat menghasilkan warna kecoklatan pada adonan.

Reaksi ini terjadi karena adanya interaksi antara tepung melinjo yang mengandung gula pereduksi dengan gugus amino protein (Quach et al., 2017).

Aroma

Hasil uji organoleptik aroma menunjukkan bahwa rataan nilai organoleptik aroma flakes berkisar 3,13 (biasa) – 4,00 (suka), dengan rata-rata 3,47 (biasa). Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) berpengaruh nyata (P ≤ 0,05) terhadap uji organoleptik aroma flakes, sedangkan lama pengukusan (T) dan interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (PT) berpengaruh

(10)

10 yang tidak nyata (P>0,05) terhadap nilai organoleptik aroma flakes yang dihasilkan.

Pengaruh penambahan tepung melinjo (P) dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4. Pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap nilai organoleptik aroma flakes (BNT0,05 = 0,33 dan KK = 4,99 % ). (Nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata).

Pada Gambar 4. dapat dilihat bahwa semakin banyak penambahan tepung melinjo maka nilai organoleptik aroma flakes akan semakin tinggi. Flakes yang dihasilkan memiliki aroma khas seperti aroma khas tepung melinjo, yaitu langu. Aroma langu belum begitu bisa diterima oleh panelis, namun pada saat pemanggangan akan terjadi reaksi karamelisasi dari kandungan gula bahan yang akan meghasilkan flavor karamel sehingga dapat mengalahkan aroma langu yang terbentuk dan panelis agak menyukainya. Menurut Andarwulan el al., 2011 reaksi karamelisasi bertanggung jawab dalam pembentukan warna cokelat, flavour dan aroma pada pengolahan produk pangan.

Rasa

Rasa merupakan salah satu faktor akhir yang penting bagi konsumen dalam kepuasan yang dirasakan. Winarno (1992) menyatakan bahwa dalam banyak hal kelezatan makanan di tentukan oleh rasa dan aroma atau bau dari makanan tersebut.

Rasa berbeda dengan bau dan lebih banyak melibatkan panca indera lidah.

Penginderaan cecapan dapat dibagi menjadi empat cecapan utama yaitu asin, asam, manis dan pahit (Winarno, 2008). Nasution (1990) mengemukakan bahwa rasa terbentuk akibat adanya tanggapan rangsangan kimia oleh indera pencicip (lidah). Rasa juga dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu kimia, suhu, konsentrasi dengan komponen rasa yang lain.

Hasil uji organoleptik rasa flakes tepung biji melinjo menunjukkan bahwa rataan organoleptik rasa flakes berkisar 3,17 (biasa) – 3,97 (suka), dengan rata-rata 3,52 (biasa). Hasil analisa sidik ragam (Lampiran 11c) menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (P) dan interaksi antara penambahan tepung melinjo dengan lama pengukusan (PT) berpengaruh tidak nyata (P>0,05) terhadap uji organoleptik rasa flakes, sedangkan lama pengukusan (T) berpengaruh nyata (P≤0,05) terhadap uji

a 3.36

a 3.40

b 3.64

3.20 3.25 3.30 3.35 3.40 3.45 3.50 3.55 3.60 3.65 3.70

P1 = 10 % P2 = 30 % P3 = 50 %

Aroma

Penambahan tepung melinjo (%)

(11)

11 organoleptik rasa flakes yang dihasilkan. Pengaruh lama pengukusan (T) terhadap nilai organoleptik rasa flakes dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Pengaruh penambahan tepung melinjo terhadap uji organoleptik rasa flakes (BNT0,05 = 0,27 dan KK = 5,95%) (Nilai yang diikuti oleh notasi huruf yang sama menunjukkan perbedaan yang tidak nyata).

Pada Gambar 5. dapat dilihat bahwa semakin lama pengukusan maka nilai organoleptik rasa flakes akan semakin meningkat. Hal ini dapat disebabkan oleh proses pengukusan flakes lebih cepat akan menghasilkan flakes dengan rasa berpati (rasa tepung). Timbulnya rasa berpati pada flakes dapat disebabkan karena belum sempurnanya proses gelatinisasi pati dari tepung biji melinjo yang digunakan.

Penggunaan suhu yang sangat tinggi pada waktu pemanggangan yang sangat singkat akan menyebabkan air lebih cepat teruapkan sehingga akan terjadi pregelatinisasi pada pati. Pregelatinisasi menyebabkan pati mengalami hidrolisis. Menurut Deman (1999), pati dapat terhidrolisis oleh adanya asam, enzim, air dan panas menghasilkan monosakarida seperti glukosa. Semakin lama waktu pregelatinisasi menyebabkan pati yang terhidrolisis semakin besar sehingga rasa berpati semakin berkurang.

Menurut Onweluzo dan Mbaeyi (2010), perlakuan pregelatinisasi akan memberikan tingkat penerimaan tekstur dan rasa pada produk yang lebih tinggi dibandingkan produk dengan bahan tanpa pregelatinisasi. Semakin lama waktu pengukusan tepung melinjo menyebabkan lebih banyak pati yang terhidrolisis.

Tekstur

Hasil analisis menunjukkan bahwa nilai organoleptik tekstur flakes berkisar antara 3,30 (netral) – 3,73 (suka) dengan rata-rata 3,47 (netral). Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan tepung melinjo (K), suhu pengeringan (L) dan interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan (KL) memberikan pengaruh yang tidak nyata (P>0,05) terhadap organoleptik tekstur flakes.

Tekstur flakes yang dihasilkan empuk dan berserat. Serat ini merupakan bagian dari rami buah nangka muda yang dapat dipisahkan dengan tangan sehingga menghasilkan tekstur flakes yang mudah robek.

a 3.32

b 3.68

b 3.54

3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 3.6 3.7 3.8

T1 = 5 menit T2 = 10 menit T3 = 15 menit

Organoleptik Rasa

Lama pengukusan (menit)

(12)

12 Tekstur pada produk akhir dapat dipengaruhi oleh kandungan lemak dan protein yang ada pada bahan. Tekstur flakes yang empuk dapat disebabkan oleh terdapatnya lapisan lemak pada bagian serat-serat daging tersebut. Penggeringan yang dilakukan selama proses pembuatan flakes ini tidak dapat merubah struktur ikatan kolagen pada daging, yang merupakan faktor penentu utama keempukan daging (Soeparno, 2009).

Keempukan daging adalah kualitas daging setelah dimasak berdasarkan kemudahan untuk dikunyah tanpa kehilangan sifat dan jaringan yang layak. Keempukan dan tekstur daging kemungkinan besar merupakan penentu yang penting pada kualitas daging (Lawrie, 1995).

Menurut Suradi (2009), keempukan daging dapat dicapai dengan memasak daging pada kisaran suhu 57oC- 60oC, karena pada suhu tersebut tidak terjadi pengerasan protein myofibril, sedangkan pemanasan pada suhu lebih besar dari kisaran tersebut akan menyebabkan terjadinya pengerasan protein sehingga daging menjadi alot. Sedangkan menurut Toldra (2004), tekstur suatu produk yang mengandung protein tergantung pada banyaknya protein miofibrillar yang terdegradasi, tingkat pengeringan dan tingkat degadrasi jaringan penghubung dalam daging.

Kesimpulan

Penambahan tepung melinjo berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu, kerenyahan dan berpengaruh nyata terhadap organoleptik aroma, namun tidak berpengaruh terhadap densitas kamba, rendemen, daya serap air, nilai organoleptik warna, rasa, aroma dan flakes. Lama pengukusan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu, kerenyahan dan berpengaruh nyata terhadap nilai organoleptik rasa, namun berpengaruh tidak nyata terhadap densitas kamba, daya serap air, rendemen, organoleptik warna. Interaksi antara penambahan tepung melinjo dan lama pengukusan berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu dan berpengaruh nyata terhadap kadar air, namun tidak berpengaruh nyata terhadap kerenyahan, daya serap air, densitas kamba, rendemen, organoleptik warna, rasa, aroma flakes. Flakes terbaik diperoleh dari perlakuan perlakuan penambahan tepung melinjo 50 % dan lama pengukusan 15 menit (P3T3) dengan nilai kadar air 3.44 %, kadar abu 3,66 %, ketahanan/ kerenyahan dalam susu 3.44 menit, densitas kamba 0.72 menit, daya serap air 150.60 %, rendemen 17.79

%, warna 3.37 (biasa), aroma 4.00 (suka), rasa 3.57 (suka), tekstur 3,50 (suka).

DAFTAR PUSTAKA

Amin, N, A. 2013. Pengaruh Suhu Fosforilasi Terhadap Sifat Fisikokimia Pati Tapioka Termodifikasi. Skripsi. Program Studi Ilmu Dan Teknologi Pangan Jurusan Teknologi Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Hasanuddin. Makassar.

Andarwulan, N, Kusnandar, F, Herawati, D. 2011. Analisis Pangan. Dian Rakyat.

Jakarta.

Aprilianto, Anton.2004. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB : Bogor

DeMan. 1999. Principle of Food Chemistry.Connecticut: The Avi Publishing Co., Inc., Westport

Ermi Sukasih dan Setyadjit. 2012. Formulasi pembuatan flakes berbasis talas untuk makanan sarapan (Breakfast meal) energi tinggi dengan metode oven. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian . Bogor.

(13)

13 Hasnelly. 2002. Penganekaragaman Teknologi Pengolahan Melinjo. dalam

Cakrawala- Suplemen. Pikiran Rakyat Khusus IPTEK. Bandung.

Irmayanti, Sunartaty, S. Anwar C. 2019. Rich in Fiber Biscuits Formulation with Katuk Leaf Flour Fortification (Sauropus androgynus) and Roasting Time Variation.

Serambi Journal of Agricultural Technology (SJAT), Banda Aceh.

Mbaeyi, I.E. dan Onweluzo, J.C. 2010. Effect of Sprouting and Pregelatinizationon the Composition and Sensory Properties of Flaked Breakfast Cereal Produced from Sorghum-Pigeon Pea Blends. Journal of Tropical Agriculture, Food, Environment and Extension. 9 (3), 184-192.

Williams Mc. 2001. Foods: Experimental Perspectives, 4th Edition. Upper Saddle River, N.J: Prentice Hall

Nasution, A, dan Wirakusumah, E, S. 1990. Pangan dan Gizi Untuk Kelompok Khusus.

Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Novia. R., Amanto. B.S., dan Praseptiangga. D., 2014. Formulasi dan Evaluasi Sifat Sensoris dan Fisikokimia Produk Flakes komposit Berbahan Dasar Tepung Tapioka, Tepung Kacang Merah (Phaseolus vulgaris L.)dan Tepung Konjac (Amorphophallus oncophillus).Jurnal Teknologi Pangan Vol.3 No.1.Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas Sebelas Maret.

Papunas.M.E., Gregoria S. S. Djarkasi, Judith S. C, Moningka. 2015. Karakteristik Fisikokimia Dan Sensoris Flakes Berbahan Baku Tepung Jagung (Zea mays L), Tepung Pisang Goroho (Musa acuminafe,sp) dan Tepung Kacang Hijau (Phaseolus radiates). Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Unsrat.

Dosen Ilmu dan Teknologi Pangan Unsrat

Quach M. L, Melton, L. D., Harris, P. J., Burdon, J. N., dan Smith, B. G. 2017. Cell wall Compositions of Raw and Cooked Corns of Taro (Colocasia esculenta). J Sci Food Agri. 81: 311-318

Sarono, Yatim dan Muslihuddin. 2001. Tepung Melinjo.

http://www.digilib.ui.ac.id./opac/themes/libri2/detail.jsp?id=134683&lokasi=l okal (Download 22 Februari 2018)

United States Department of Agriculture (USDA). 2016. Egg, Yolk, Raw, Fresh.

https://ndb.nal.usda.gov. Tanggal akses: 7/01/2019

Vonny, 2004. Bakery, Beda Cara Beda Rasa. http://www.suaramerdeka.com. Akses Tanggal 14 November 2017.

Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta Winarno, F.G. 2008. Kimia Pangan dan Gizi: Edisi Terbaru. Jakarta. Gramedia Pustaka

Utama.

Referensi

Dokumen terkait

Penambahan tepung ceker ayam dalam pembuatan biskuit memberikan peningkatan jumlah kalsium pada biskuit Berdasarkan analisa sidik ragam, penambahan tepung ceker

Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa penambahan sawi hijau dan tepung tapioka memberikan pengaruh yang signifikan (p< 0,05) terhadap kadar protein dari

Dari hasil penelitian tepung labu kuning termodifikasi dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh interaksi konsentrasi asam asetat dan lama perendaman memberikan perbedaan

Pada daftar sidik ragam (Lampiran 5), menunjukkan bahwa interaksi antara perbandingan bekatul beras, tepung kacang hijau, dan tepung ubi jalar kuning dan jumlah

Berdasarkan daftar sidik ragam pada Lampiran 5 dapat dilihat bahwa interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda tidak

Penelitian tersebut diperoleh bahwa ekstrak melinjo 20 dan 30% dapat memperbaiki kualitas eksternal dan internal telur ayam ras, selain itu perendaman 24 jam dapat

KESIMPULAN DAN SARAN Substitusi tepung tapioka dan tepung terigu serta lama waktu pengukusan memberikan pengaruh terhadap mutu kimia, fisik dan organoleptik pada kerupuk Sape; Produk

Karakteristik Brownies Kukus Tepung Jewawut Setarica italica dan Tepung Maizena dengan Pengaruh Lama Proses Pengukusan.. Fakultas Teknologi dan Teknologi Pangan Slamet Riyadi