• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU GULA SEMUT NIRA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq.) SKRIPSI.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGARUH PENAMBAHAN GULA PASIR DAN LAMA PENGERINGAN TERHADAP MUTU GULA SEMUT NIRA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis, Jacq.) SKRIPSI."

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh:

RISKA ANDAYANI TANJUNG

130305023 / ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN

PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2018

(2)
(3)

Dengan ini saya nyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Gula Pasir dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Gula Semut Nira Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq.)”

adalah benar merupakan gagasan dan hasil penelitian saya sendiri dibawah arahan pembimbing. Semua data dan informasi yang digunakan dalm skripsi ini telah dinyatakan secara jelas dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi serta dapat diperiksa kebenarannya. Skripsi ini juga belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Studi sejenis di Perguruan Tinggi lain.

Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

Medan, Mei 2018

(Riska Andayani Tanjung)

(4)

RISKA ANDAYANI: Pengaruh Penambahan Gula Pasir dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Gula Semut Nira Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, J.) dibimbing oleh Terip Karo-Karo dan Elisa Julianti.

Penelitian ini dilakukan untuk menentukan pengaruh penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit.

Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap dengan dua faktor yaitu penambahan gula pasir (G) : (8%), (9%), (10%), (11%), (12%) dan lama pengeringan (P) : (1 jam), (2 jam), dan (3 jam).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan gula pasir memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap terhadap kadar air, kadar abu, kadar sukrosa, kadar gula pereduksi, kadar gula total, dan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap nilai indeks warna. Lama pengeringan memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar air, kadar sukrosa, kadar gula pereduksi, kadar gula total, dan nilai hedonik aroma. Interaksi kedua faktor memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kadar gula pereduksi.

Penambahan gula pasir 12% dan lama pengaringan 1 jam memberikan yang terbaik untuk mutu gula semut nira kelapa sawit.

Kata kunci: nira kelapa sawit, penambahan gula pasir, lama pengeringan, gula semut

ABSTRACT

RISKA ANDAYANI: The effect of the addition of sugar and drying time on the quality of palm oil sugar (Elaeis guneensis, Jacq.) supervisited by Terip Karo- Karo and Elisa Julianti.

The research conducted to determine the effect of the addition of sugar and dryingh time on the quality of palm oil sugar. The research had been performed using a completely randomized design with two factors, i.e. the addition of sugar (G) : (8%), (9%), (10%), (11%), (12%) and driyingh time (P) : (1 hour), (2 hour), and (3 hour).

The results showed that the addition of sugar had highly significant effect on water content, ash content, sucrose content, reducing sugar content, total sugar content, and had significant effect on value of color index. Dryingh time had highly significant effect on water content, sucrose content, reducing sugar content, total sugar content, and value of hedonic of flavor. The interaction of both factors had highly significant effect on reducing sugar content. The addition of sugar of 12% and drying time of 1 hour was the best treatment for the quality of palm oil sugar.

Keywords: palm oil nira, sugar concentration, drying time, palm oil sugar

(5)

RISKA ANDAYANI dilahirkan di Padangsidimpuan, pada tanggal 13 Agustus 1995, dari Bapak Zulkifli Sikumbang dan Ibu Zarni Tanjung. Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikan di SD Negeri 200107 Padangsidimpuan, SMP Negeri 1 Padangsidimpuan. Penulis lulus dari SMA Negeri 1 Padangsidimpuan pada tahun 2013 dan pada tahun yang sama penulis berhasil masuk ke Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Ikatan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (IMITP) USU. Penulis telah melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di PT. Superintending Company of Indonesia (Sucofindo) 18 Juli sampai 27 Agustus 2016. Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan melakukan penelitian yang berjudul

“Pengaruh Penambahan Gula Pasir dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Gula Semut Nira Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq.)”. Penelitian ini dilaksanakan bulan Januari 2018 sampai dengan bulan Maret 2018 di Laboratorium Teknologi Pangan dan Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan, Fakultas Pertanian USU

(6)

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karunia-Nya yang telah memberikan kemudahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Penambahan Gula Pasir dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Gula Semut Nira Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq.)” sebagai syarat kelulusan untuk meraih gelar sarjana. Banyak

pihak yang telah berperan membantu dalam penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih yang mendalam kepada:

1. Orang tua tercinta Papa Zulkifli Sikumbang dan Mama Zarni Tanjung yang selalu memberikan dukungan baik moril dan materil, doa yang tiada henti, serta limpahan kasih sayang yang tiada terhingga sampai detik ini.

2. Abang, kakak dan adik tersayang Anhar Tanjung, Benni Suhendra, Melda Puspita Sari serta Azmi Sri Rahayu yang selalu memberi semangat dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Ir. Terip Karo-Karo, MS dan Ibu Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah sabar memberi bimbingan, masukan, saran dan bantuan yang sangat berarti bagi penulis dari awal penelitian hingga penyelesaian skripsi ini.

4. Ibu Prof. Dr. Ir. Elisa Julianti, M.Si. dan Bapak Ridwansyah, STP. M.Si., selaku ketua dan sekretaris Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Universitas Sumatera Utara, serta kepada Bapak dan Ibu dosen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah membimbing dan memotivasi serta memberikan

(7)

5. Derza, Suci, Yogha dan Husnul terima kasih.

6. Murti, Santy, Annisa, Endah, Olivia, Egidya, Rafikah, Ajeng, Asmawati, Fadiah, Khairani, ITP 13ROTHERS (Fachri, Rifa, Putra, Idris, Carly, Azmi, Peter, Jaswan) dan teman-teman seperjuangan ITP 2013 terima kasih atas semua bantuan dan kebersamaan selama perkuliahan semoga kita kedepannya sukses selalu.

7. Nerissa, Anggi, Lisa dan Hakim terima kasih atas dukungan yang selalu diberikan kepada penulis untuk menyelesaikan penelitian dan skripsi ketika berada di luar kampus.

8. Adik-adik ITP 2014, ITP 2015, dan ITP 2016 serta semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu disini yang telah membantu dan mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga Allah swt. membalas kebaikan dengan kebaikan dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Mei 2018

Penulis

(8)

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian... 4

Hipotesis Penelitian ... 5

TINJAUAN PUSTAKA Kelapa Sawit ... 6

Nira Kelapa Sawit ... 7

Komposisi Kimia Nira ... 9

Gula Semut ... 10

Proses Pembuatan Gula Semut ... 12

Persiapan bahan baku ... 12

Pemasakan ... 12

Kristalisasi ... 13

Pengeringan dan pengayakan ... 14

Syarat Mutu Gula Semut ... 15

Bahan yang Ditambahkan ... 16

Gula pasir ... 16

Kapur sirih ... 17

Kayu nangka ... 17

Penelitian Sebelumnya... 18

BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

Bahan Penelitian ... 21

Reagensia ... 21

Alat Penelitian ... 21

(9)

Pembuatan pengawet ekstrak kayu nangka ... 23

Pembuatan pengawet larutan kapur sirih ... 24

Proses pembuatan gula semut ... 25

Pengamatan dan Metode Pengukuran Data ... 25

Penentuan pH ... 26

Penentuan total padatan terlarut ... 26

Penentuan kadar air ... 26

Penentuan kadar abu ... 27

Penentuan gula pereduksi ... 27

Penentuan sukrosa ... 28

Penentuan total gula ... 29

Penentuan indeks nilai warna dan indeks browning ... 30

Penentuan uji organoleptik ... 32

Skema Penelitian ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Bahan Baku ... 34

Pengaruh Penambahan Gula Pasir terhadap Mutu Gula Semut Nira Kelapa Sawit ... 35

Pengaruh Lama Pengeringan terhadap Mutu Gula Semut Nira Kelapa Sawit ... 35

Kadar Air ... 36

Pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar air gula semut nira kelapa sawit ... 36

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air gula semut nira kelapa sawit ... 37

Pengaruh interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar air gula semut nira kelapa sawit ... 39

Kadar Abu ... 39

Pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar abu gula semut nira kelapa sawit ... 39

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar abu gula semut nira kelapa sawit ... 41

Pengaruh interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar abu gula semut nira kelapa sawit ... 41

Kadar Sukrosa ... 41

Pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar sukrosa gula semut nira kelapa sawit ... 41

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar sukrosa gula semut nira kelapa sawit ... 43

Pengaruh interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar sukrosa gula semut nira kelapa sawit ... 44

(10)

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar gula pereduksi

gula semut nira kelapa sawit ... 46

Pengaruh interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar gula pereduksi gula semut nira kelapa sawit ... 48

Kadar Gula Total ... 50

Pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar gula total gula semut nira kelapa sawit ... 50

Pengaruh lama pengeringan terhadap kadar gula total gula semut nira kelapa sawit ... 52

Pengaruh interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar gula total gula semut nira kelapa sawit ... 53

Nilai Indeks Warna ... 53

Pengaruh penambahan gula pasir terhadap nilai indeks warna gula semut nira kelapa sawit ... 53

Pengaruh lama pengeringan terhadap nilai indeks warna gula semut nira kelapa sawit ... 55

Pengaruh interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap nilai indeks warna gula semut nira kelapa sawit ... 55

Indeks Pencoklatan ... 56

Nilai Hedonik Warna ... 56

Nilai Hedonik Aroma ... 56

Pengaruh penambahan gula pasir terhadap nilai hedonik aroma gula semut nira kelapa sawit ... 56

Pengaruh lama pengeringan terhadap nilai hedonik aroma gula semut nira kelapa sawit ... 56

Pengaruh interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap nilai hedonik aroma gula semut nira kelapa sawit ... 58

Nilai Hedonik Rasa ... 58

Nilai Hedonik Tekstur ... 58

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 59

Saran ... 60

DAFTAR PUSTAKA ... 61

LAMPIRAN ... 67

(11)

No. Hal

1. Nira kelapa sawit ... 8

2. Skema pembuatan pengawet ekstrak kayu nangka ... 24

3. Skema pembuatan pengawet larutan kapur sirih ... 24

4. Skema pembuatan gula semut ... 28

5. Hubungan penambahan gula pasir dengan kadar air gula semut nira kelapa sawit ... 37

6. Hubungan lama pengeringan dengan kadar air gula semut nira kelapa sawit ... 38

7. Hubungan penambahan gula pasir dengan kadar abu gula semut nira kelapa sawit ... 40

8. Hubungan penambahan gula pasir dengan kadar sukrosa gula semut nira kelapa sawit... 42

9. Hubungan lama pengeringan dengan kadar sukrosa gula semut nira kelapa sawit ... 44

10. Hubungan penambahan gula pasir dengan kadar gula pereduksi gula semut nira kelapa sawit ... 46

11. Hubungan lama pengeringan dengan kadar gula pereduksi gula semut nira kelapa sawit... 47

12. Hubungan interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan dengan kadar gula pereduksi gula semut nira kelapa sawit ... 49

13. Hubungan penambahan gula pasir tehadap kadar gula total gula semut nira kelapa sawit... 51

14. Hubungan lama pengeringan terhadap kadar gula total gula semut nira kelapa sawit ... 53

15. Hubungan penambahan gula pasir dengan nilai indeks warna gula semut nira kelapa sawit ... 54

16. Hubungan lama pengeringan dengan nilai hedonik aroma gula semut nira kelapa sawit... 57

(12)

No. Hal

1. Komposisi nira sawit ... 9

2. Persyaratan mutu gula semut ... 15

3. Komposisi zat gizi gula pasir per 100 g berat bahan ... 16

4. Skala hedonik uji organoleptik ... 32

5. Data análisis bahan baku nira kelapa sawit ... 34

6. Pengaruh penambahan gula pasir terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit ... 35

7. Pengaruh lama pengeringan terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit ... 35

8. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar air gula semut nira kelapa sawit ... 36

9. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar air gula semut nira kelapa sawit ... 37

10. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar abu gula semut nira kelapa sawit ... 39

11. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar sukrosa gula semut nira kelapa sawit ... 41

12. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar sukrosa gula semut nira kelapa sawit ... 43

13. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar gula pereduksi gula semut nira kelapa sawit ... 45

14. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan terhadap kadar gula pereduksi gula semut nira kelapa sawit ... 47

15. Uji LSR efek utama interaksi antara penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar gula pereduksi gula semut nira kelapa sawit ... 48

16. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan gula pasir terhadap kadar gula total gula semut nira kelapa sawit ... 50

(13)

18. Uji LSR efek utama pengaruh penambahan gula pasir

terhadap nilai indeks warna gula semut nira kelapa sawit ... 54 19. Uji LSR efek utama pengaruh lama pengeringan

terhadap nilai hedonik aroma gula semut nira kelapa sawit ... 57

(14)

No. Hal 1. Kurva standar total gula untuk analisis otal gula ... 67 2. Format uji organoleptik gula semut nira kelapa sawit ... 68 3. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar air

gula semut nira kelapa sawit ... 69 4. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar abu

gula semut nira kelapa sawit ... 70 5. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar sukrosa

gula semut nira kelapa sawit ... 71 6. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar gula

pereduksi gula semut nira kelapa sawit ... 72 7. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap kadar gula

total gula semut nira kelapa sawit ... 73 8. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap nilai indeks

warna gula semut nira kelapa sawit ... 74 9. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap indeks

pencokltan gula semut nira kelapa sawit ... 75 10. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap nilai hedonik

warna gula semut nira kelapa sawit ... 76 11. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap nilai hedonik

aroma gula semut nira kelapa sawit ... 77 12. Data pengamatan dan daftar sidik ragam pengaruh

penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap nilai hedonik

rasa gula semut nira kelapa sawit ... 78

(15)

14. Gambar produk gula semut nira kelapa sawit ... 80

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu komoditi hasil perkebunan yang paling penting di Indonesia khususnya pulau Sumatera adalah kelapa sawit. Perkebunan kelapa sawit hingga saat ini sangat berkembang pesat di Indonesia, karena dapat memberikan keuntungan yang besar bagi produsen dan negara, sehingga diperlukan perluasan areal perkebunan setiap tahunnya untuk meningkatkan produksi. Umumnya, perkebunan kelapa sawit akan melakukan replanting atau penanaman kembali untuk pohon sawit yang produksinya sudah menurun. Berdasarkan data Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Sumatera Utara luas total lahan kelapa sawit rakyat di Sumut mencapai 400.000 hektare, dan 60% di antaranya ditanami tanaman tua dan tidak produktif. Lahan tersebut berada di Labuhan Batu, Labuhan Batu Selatan, Labuhan Batu Utara, Asahan, Simalungun dan Batubara.

Apkasindo Sumut mengusulkan 10.000 hektare lahan kelapa sawit untuk diremajakan (replanting) (Industri Bisnis, 2016).

Limbah padat yang dihasilkan dari periode replantingbiasanya dicacah dan dibiarkan menyatu dengan tanah sebelum dilakukan penanaman pohon kelapa sawit yang baru. Pada umumnya masyarakat sekitar perkebunan kelapa sawit memanfaatkan batang kelapa sawit hasil replanting untuk diambil niranya. Air nira merupakan cairan manis yang diperoleh melalui penyadapan terhadap pohon kelapa sawit tumbang. Nira kelapa sawitjuga dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku dalam pembuatan gula merah, gula cair (sirup gula), permen, dan brown sugar.

(17)

Indonesia merupakan salah satu negara yang kebutuhan dan ketergantungan konsumsi terhadap gula meningkat dari tahun ke tahun. Selama ini, kebutuhan gula tidak bisa dipenuhi oleh produsen gula sehingga harus diimpor dari luar untuk memenuhi kebutuhan konsumsi gula. Di Indonesia pabrik gula jumlahnya mencapai 60-an dan mayoritas berada di pulau Jawa, hanya mampu memproduksi gula 4,4 juta ton per musim giling. Ketergantungan pemerintah, masyarakat, dan sektor industri akan hal tersebut harus segera diatasi (Pragita, 2010).

Untuk itu diperlukan suatu upaya untuk membantu memenuhi kebutuhan konsumsi dan mengurangi ketergantungan terhadap import gula. Salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah dengan memanfaatkan potensi yang ada pada kelapa sawit yang sudah tidak produktif. Kelapa sawit yang tidak menghasilkan buah lagi akan ditumbangkan dan batang kelapa sawit yang telah ditumbangkan tersebut, ternyata masih dapat menghasilkan nira. Nira kelapa sawit memiliki rasa yang manis yang dapat diolah menjadi gula merah, gula semut, sirup, maupun permen.Program diversifikasi gula berbasis tanaman kelapa (palma) sangatlah tepat untuk dikembangkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan disamping jumlah bahan baku gula yang melimpah, teknologi dan biaya yang digunakan untuk membuat gula juga cukup murah dan sederhana (low cost and low tech).

Gula semut merupakan bentuk diversifikasi produk gula merah yang berbentuk butiran kecil (granulasi) berdiameter antara 0,8-1,2 mm. Bahan utama untuk membuat gula semut adalah nira yang berasal dari pohon kelapa atau jenis tanaman palma. Gula semut disebut juga sebagai palm sugar. Keunggulannya jika dibandingkan dengan gula merah cetak yaitu lebih mudah larut, daya simpan lebih

(18)

lama, bentuknya menarik, pengemasan dan pengangkutan lebih mudah, dan dapat diperkaya dengan bahan lain seperti rempah-rempah, vitamin, dan iodium (Mustaufik dan Dwiyanti, 2007), serta harga jualnya yang lebih tinggi dari pada gula merah cetak.

Proses pengolahan gula semut hampir sama dengan pengolahan gula merah cetak. Pada pengolahan gula cetak, dilakukan pemanasan nira hingga menjadi kental. Setelah diperoleh nira kental dilakukan pencetakan sehingga diperoleh gula cetak. Pada pengolahan gula semut, nira dipanaskan hingga menjadi kental, kemudian dilanjutkan dengan pengkristalan dengan penambahan gula pasir untuk meningkatkan kandungan sukrosa dan sebagai bahan pengkristal.

Nira yang sudah mengental diaduk secara perlahan-lahan kemudian diturunkan suhunya hingga terbentuk serbuk gula (gula semut). Kristal yang dihasilkan memiliki kadar air yang cukup tinggi sehingga perlu dilakukan pengeringan.

Proses pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air sehingga bahan pangan memiliki daya simpan yang lebih lama, baik menggunakan alat pengering ataupun memanfaatkan sinar matahari. Pengeringan gula semut oleh petani saat ini masih dilakukan secara tradisional yaitu dengan menggunakan sinar matahari.

Akan tetapi pengeringan secara tradisional menghasilkan kualitas yang kurang baik karena gula semut tercemar oleh lingkungan sekitar. Selain itu,pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari membutuhkan waktu yang cukup lama karena tergantung keadaan cuaca.

Produksi gula semut saat ini masih sangat terbatas baik dalam segi kualitas maupun kuantitas. Kurangnya pengetahuan terhadap teknologi dan pemasaran menyebabkan para pengrajin lebih memilih membuat produk gula cetak.

(19)

Sementara itu, produk gula semut yang diproduksi oleh pengrajin masih memiliki keragaman dan kualitas yang masih rendah, seperti ukuran granula yang tidak seragam dan kadar air yang dihasilkan masih terlalu tinggi.

Untuk memaksimalkan kualitas gula semut yang dihasilkan, agar penyimpangan terhadap mutu gula semut tidak terjadi maka perlu dilakukan suatu upaya yang dapat mengurangi terjadinya penyimpangan. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Penambahan Gula Pasir dan Lama Pengeringan Terhadap Mutu Gula Semut Nira Kelapa Sawit (Elaeis guineensis, Jacq.)” dengan harapan diperoleh gula semut yang memiliki kualitas yang baik dan sesuai dengan standar yang ditetapkan.

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)

Kegunaan Penelitian

Penelitian ini berguna sebagai sumber informasi untuk mengetahui pengaruh penambahan gula pasir dan lama pengeringan terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit dan diharapkan dapat meningkatkan kualitas gula semut.

Penelitian ini juga berguna sebagai data dalam penyusunan skripsi di Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan, serta sebagai bahan rujukan bagi penelitian selanjutnya.

(20)

Hipotesa Penelitian

Penambahan gula pasir dan lama pengeringan, serta interaksi antara keduanya memberikan pengaruh terhadap mutu gula semut nira kelapa sawit yang dihasilkan.

(21)

TINJAUAN PUSTAKA

Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis, Jacq.) berasal dari Afrika dan mulai berkembang di Indonesia pada tahun 1848. Tanaman kelapa sawit pertama kali ditanam di kebun Raya Bogor. Dari tahun ke tahun tanaman kelapa sawit berkembang terus hingga menjadi perkebunan kelapa sawit. Pada masa Jepang (1942-1945) perkebunan kelapa sawit mengalami pernurunan yang mengakibatkan perusahaan bangkrut. Perkebunanan kelapa sawit mulai dikembangkan lagipada tahun 1966 dan kawasan perkebunan kelapa sawit terus bertambah hingga sampai saat ini (Soehardjo, dkk., 1996).

Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementrian Pertanian, luas lahan perkebunan sawit Indonesia pada tahun 2016 diperkirakan mencapai 11,67 juta Hektare (Ha). Jumlah ini terdiri dari perkebunan rakyat seluas 4,76 juta Ha, perkebunan swasta 6,15 juta Ha, dan perkebunan negara 765 ribu Ha (Ditjenbun Pertanian, 2016).

Lahan yang sesuai untuk penanaman kelapa sawit berupa hutan primer dan sekunder, semak belukar, bekas perkebunan komoditi lain, kebun sawit tua (peremajaan), dan lain-lain. Pembukaan lahan perkebunan sawit dari lahan bekas perkebunan yang masih terawat dapat langsung dilakukan penebangan tanaman utamanya. Bagian batang yang keras dapat digunakan untuk keperluan pertukangan misal kelapa dan karet, khusus untuk kayu kelapa sawit belum banyak dimanfaatkan. Bagian tanaman yang tidak digunakan ditumpuk di

(22)

gawangan dengan dipotong sependek mungkin dan dibiarkan melapuk (Allorerung, dkk., 2010).

Nira Kelapa Sawit

Nira merupakan kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yaitu ”neer”

yang artinya air. Nira merupakan cairan yang memiliki rasa manis karena nira mengandung sukrosa. Nira dapat diperoleh dari tanaman palma seperti kelapa, aren dan juga kelapa sawit. Nira juga dapat disebut baged, istilah baged ini digunakan untuk nira yang sedang dimasak namun belum menjadi gula. Cara memperoleh air nira yaitu dengan cara penyadapan (Suwandi, 1993).

Nira merupakan cairan manis yang didapatkan dari air perasan batang atau getah tandan bunga tanaman sorgum,bit, mapel, siwalan, bunga dahlia, tebu dan tanaman keluarga palma seperti aren, nipah, kurma, kelapa, sagu, dan sebagainya.

Nira merupakan salah satu sumber bahan baku yang dapat digunakan dalam pembuatan gula (Baharuddin, dkk., 2007).

Tanaman kelapa sawit tidak hanya menghasilkan minyak kelapa sawit tetapi juga dapat menghasilkan nira. Nira dapat diperoleh dari penyadapan tangkai bunga yang seludangnya belum terbuka atau menyadap batang sawit yang telah di tumbang. Nira yang dihasilkan dari penyadapan batang sawit selama sebulan sebanyak 3,4 – 146,7 liter dengan kadar gula 8-19,1% atau sekitar 11%. Nira yang telah ditampung harus segera dilakukan perlakuan awal atau langsung dipanaskan untuk menghindari terjadinya reaksi pengasaman atau fermentasi pada nira. Paling lama empat jam setelah menyadapan harus dipanaskan untuk menghindari kerusakan (Fauzi, dkk., 2002).

(23)

Nira sawit merupakan cairan atau getah yang dihasilkan dari penderesan batang kelapa sawit (Gambar 1). Jumlah nira yang dihasilkan pada saat musim hujan akan lebih banyak dibandingkan musim kemarau. Pengambilan nira dilakukan pada pohon sawit yang memiliki umur yang tua. Semakin tua pohon, maka nira yang dihasilkan juga akan semakin banyak. Nira yang dihasilkan batang sawit mengandung vitamin B kompleks (Suwandi, 1993).

Nira sawit pertama kali dikembangkan di Ghana, dan banyak dijadikan tuak kelapa sawit. Banyak masyarakat yang menyadap pohon hingga 100-200 pohon permusimnya yang kemudian dijadikan tuak. Nira yang dideres dari pohon yang sudah tumbang memiliki komposisi yang berbeda dengan pohon yang masih hidup (Ayernor dan Matthews, 1971).

Gambar 1. Nira kelapa sawit Sumber: dokumen pribadi

Menurut Udom (1987), dari percobaan yang dilakukan di Ghana pada tahun 1984-1986 pada kelapa sawit yang berusia 29 tahun, diperoleh nira sawit sebanyak 2147,0 l/Ha/tahun. Kemudian, menurut Fauzy, dkk., (2012) di Aek Pancur dilakukan penelitian pada sawit yang berusia 4 tahun yang disadap tangkai

Umbut kelapa sawit

Nira kelapa sawit

(24)

bunga jantannya menghasilkan nira sawit rata-rata 46 ml/tangkai/hari selama 32 hari.

Menurut penelitian yang dilakukan Suwandi (1993) komposisi nira sawit dengan tiga cara penyadapan dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi nira sawit Cara Penyadapan

Kadar Air (%)

Kadar Abu (%)

Total Gula (%)

Total Asam (ml NaOH 0,1M/100 ml)

Total Padatan Terlarut

(oBrix) Sadap tangkai

bunga

99,51 0,27 0,18 2,1 0,5

Sadap titik tumbung pohon tumbang yang belum dilayukan

96,71 0,35 2,52 13,0 2,7

Sadap titik tumbuh pohon yang sudah dilayukan

80,74 0,29 18,47 23,79 18,92

Sumber : Suwandi (1993)

Komposisi Kimia Nira

Komposisi nira suatu jenis tanaman dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain varietas tanaman, kesehatan tanaman, umur tanaman, keadaan tanah, iklim, pengairan, dan pemupukan. Komposisi nira umumnya terdiri dari air, sukrosa, gula reduksi, bahan organik lain, dan bahan anorganik. Sukrosa merupakan salah satu bagian zat padat terbesar dalam nira berkisar 12,30 – 17,40 pada nira batang sorgum, sedangkan gula reduksinya antara 0,50 – 1,00% dan sisanya adalah senyawa organik serta anorganik (Apriwinda, 2013).

Nira mempunyai kadar gula yang cukup tinggi, sehingga merupakan media yang baik untuk pertumbuhan mikroba. Kerusakan nira sudah dapat terjadi pada saat nira mulai disadap. Nira yang keluar dari tandan bunga mempunyai pH 7,

(25)

kemudian akan mengalami penurunan pH. Nira yang didiamkan akan berubah menjadi alkohol dan akhirnya menjadi asam asetat (Dyanti, 2002).

Nira aren memiliki kandungan sukrosa yang cukup tinggi, sehingga banyak yang mengolah nira menjadi gula aren dan gula semut. Nira memiliki komposisi kimia yang bervariasi dari waktu ke waktu untuk tiap jenis pohon bahkan antar pohon sekalipun. Faktor-faktor yang mempengaruhi komposisi kimia air nira adalah kesuburan tanah, umur pohon, keadaan cuaca, dan sebagainya (Pontoh, 2007).

Nira aren merupakan komoditi yang bersifat perishable atau mudah rusak akibat terjadinya fermentasi yang mengubah cita rasa pada nira menjadi asam.

Proses fermentasi akan mulai terjadi saat proses penyadapan dimulai. Nira aren memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi yaitu 87,66% air, 12,04% gula, 0,36%

protein, 0,36% lemak, dan 0,21% abu, dan asam-asam organik seperti asam sitrat, asam malat, asam suksinat, asam laktat, asam fumarat, asam piroglutamat dan lain-lain. Kandungan nutrisi yang cukup lengkap dari nira merupakan medium yang sangat cocok untuk pertumbuhan mikroba(Gafar dan Heryani, 2012).

Gula Semut

Gula semut merupakan gula merah berbentuk serbuk/kristal, beraroma khas dan memiliki warna kuning kecoklatan. Keunggulan gula semut jika dibandingkan dengan gula merah cetak adalah memiliki umur simpan yang lebih lama, karena kadar airnya relatif lebih rendah yaitu sekitar 2,5-3,0%. Dalam penelitian Wedowati dan Rahayuningsih (2006), kandungan air produk gula kristal siwalan adalah 2,85%. Selain itu bentuk ukuran kristal gula semut yang kecil memudahkan dalam penggunaannya sehingga lebih praktis.

(26)

Gula semut dapat dibuat dalam berbagai macam rasa yaitu jahe, temulawak, kencur, dan sebagainya yang apabila digunakan untuk membuat minuman dapat menimbulkan aroma yang khas (Soetanto, 1998). Pemanfaatan gula kristal sama dengan gula pasir (tebu) yaitu digunakan sebagai bumbu masak, pemanis minuman (seperti sirup, susu, soft drink) ataupun untuk pemanis dalam industri makanan seperti adonan kue, roti, kolak dan lain-lain (Mustaufik dan Karseno, 2004).

Gula merah memiliki rasa manis yang khas. Rasa manis pada gula merah disebabkan gula merah mengandung beberapa jenis senyawa karbohidrat seperti sukrosa, fruktosa, dan maltosa. Gula merah juga memiliki rasa sedikit asam karena adanya kandungan asam organik, serta memiliki rasa karamel karena adanya reaksi karamelisasi pada karbohidrat selama pemasakan (Sukardi, 2010).

Permintaan akan gula semut terus meningkat dari waktu ke waktu.Hal ini tidak lepas dari usaha para produsen gula semut yang terus melakukan pengembangan pasar. Terutama terhadap target pasar industri yang sangat mempertimbangkan efisiensi dan mengutamakan sisi kepraktisan dibandingkan dengan menggunakan gula merah biasa. Saat ini gula semut telah banyak dipasarkan pada beberapa supermaket, bahkan sudah diekspor ke Australia maupun Eropa, kerena digunakan sebagai pemanis minuman kesehatan yang memiliki berbagai manfaat antara lain mencegah perut kembung, masuk angin, flu, dan batuk. Selain itu gula semut dapat tahan lama tanpa penambahan bahan pengawet (Ningtyas, dkk., 2013).

Menurut Pragita (2010), gula semut memiliki peluang untuk mengisi kekurangan kebutuhan gula (bahan pemanis) yang selama ini sebagian masih

(27)

impor dan memiliki peluang untuk menembus pasar luar negeri (ekspor) seperti Singapura, Jepang, Hongkong, USA dan Jerman. Menurut Mustaufik (2010), permintaan ekspor gula semut mencapai 20 ton perbulan, sedangkan kemampuan produksi gula semut sekitar 5-10 ton perbulan.

Proses Pembuatan Gula Semut

Pembuatan gula semut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu gula semut yang dibuat dari nira dan yang dibuat dari gula merah cetak. Namun, dikarenakan banyaknya permintaan konsumen, produsen bahkan membeli gula cetak yang ada dipasaran untuk diolah menjadi gula semut karena nilai ekonominya yang tinggi.

Proses gula semut meliputi: proses pengaturan pH dan penyaringan nira, pemanasan/pemasakan nira, proses solidifikasi, proses granulasi/kristalisasi, pengeringan, pengayakan dan pengemasan (Mustaufik dan Haryanti, 2006).

Proses pembuatan gula semut meliputi persiapan bahan baku, pemasakan, pendinginan dan kristalisasi, pengeringan dan pengayakan serta pengemasan dan perlabelan.

Persiapan bahan baku

Bahan baku berupa nira dengan kualitas baik yaitu nira yang tidak berbuih tidakasam dengan pH 5,5-6. Selain menggunakan nira, pembuatan gula semut dapatmenggunakan bahan baku gula merah cetak yang dileburkan kembalidenganmenambahkan sedikitairdan pemanasan (Soetanto, 1998).

Pemasakan

Bahan baku nira atau gula merah cetak yang telah dileburkan dipanaskan.

Kemudian ditambahkan gula pasir untuk meningkatkan kandungan sukrosa yang

(28)

ada pada bahan dan juga sebagai bahan pengkristal.Pemanasan dilakukan sampai nira yang telah masakmembentuk benang-benangputihjika diteteskandan akanmengerasjika nira dimasukkanke dalam airdingin (Soetanto, 1998).

Kristalisasi

Kristalisasi merupakan proses pemisahan padatan-cair melalui alih massa dari fase cair ke fase kristal padat murni dengan cara pendinginan, penguapan, atau kombinasi keduanya. Prinsip serupa berlaku pula pada pembentukan kristal akibat penambahan substansi ketiga yang dapat bereaksi membentuk endapan kristal atau menurunkan kelarutan bahan yang diendapkan. Oleh sebab itu kelarutan bahan yang membentuk kristal merupakan faktor penting dalam proses kristalisasi (Suyitno, 1989).

Proses kristalisasi adalah suatu proses dimana dilakukan pengkristalan gula dari larutan yang mengandung gula. Dalam larutan encer, jarak antara molekul satu dengan yang lain masih cukup besar, kemudian pada proses penguapan jarak antara masing-masing molekul dalam larutan tersebut saling mendekat, apabila jaraknya sudah cukup dekat maka masing-masing molekul dapat saling tarik menarik. Apabila disekitarnya terdapat sukrosa yang menempel, keadaan ini disebut sebagai larutan jenuh. Pada tahap selanjutnya, bila kepekatan naik maka molekul-molekul dalam larutan akan dapat saling bergabung dan membentuk rantai-rantai molekul sukrosa, sedangkan pada pemekatan lebih tinggi maka rantai-rantai sukrosa tersebut akan dapat saling bergabung pula dan membentuk suatu kerangka atau pola kristal (Soetanto, 1998).

Dalam proses kristalisasi, digunakan suhu 60ºC - 70ºC pada tekanan rendah sehingga terbentuk massecuite yang terdiri dari kristal gula dengan kadar

(29)

air 8 - 10 % (Goutara dan Wijandi, 1985). Nira yang telah dipanaskan didiamkan beberapa saat sekitar 5-10 menit, kemudiandilakukan pengadukan untuk menghasilkan butiran kristal, jika butiran kristal mulai terlihat maka pengadukan dipercepat (Soetanto, 1998).

Pengeringan dan pengayakan

Proses pengeringan merupakan proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan yang dikeringkan oleh media pengering seperti udara dan panas. Pada dasarnya tujuan utama pengeringan adalah untuk pengawetan. Tujuan lebih lanjut, pengeringan dilakukan untuk mengurangi biaya pengemasan, mengurangi bobot pengangkutan, memperbaiki cita rasa bahan, dan mempertahankan kandungan nutrisi bahan (Achanta dan Okos, 2000).

Proses pengeringan dapat dilakukan dengan beberapa cara, baik secara alami maupun buatan. Secara alami, proses pengeringan dapat dilakukan dengan metode penjemuran di bawah sinar matahari, dengan metode ini biaya yang dibutuhkan sangat murah, namun proses pengeringan memerlukan waktu yang cukup lama karena bergantung pada keadaan cuaca (Adhiyaksa, 2013).

Salah satu faktor penting dalam proses pengeringan adalah waktu pengeringan, semakin lama waktu pengeringan maka kandungan air yang dikeluarkan akan semakin banyak. Lama pengeringan harus diselaraskan dengan suhu pengeringan yang digunakan. Apabila suhu yang digunakan tinggi dan waktu yang digunakan panjang, maka keadaan fisiologis dan kandungan bahan akan mengalami kerusakan. Oleh karena itu, penggunaan suhu dan waktu pengeringan yang digunakan harus selaras.

(30)

Butiran kristal dikeringkan dengan cara penjemuran matahari atau dapatmenggunakan ovenpada suhu 60ºC. Selanjutnya butiran kristal yang telah keringdiayak sesuai dengan ukuran yang diinginkan. Gula semut dikemas menggunakan pengemas seperti plastik ataupun stoples (Soetanto, 1998).

Syarat Mutu Gula Semut

Mutu gula kelapa ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya, mutu bahan baku (nira), teknik pengolahan, penggunaan bahan tambahan (food additive) dan pengalaman pengrajin (skill) gula kelapa itu sendiri. Secara kimia, mutu gula semut terutama ditentukan oleh kandungan air dan gula pereduksinya (Sardjono, dkk., 1986).Upaya pencegahan fermentasi (kerusakan) nira yang belum optimal, teknologi penyimpanan gula kelapa yang belum memadai, serta meluasnya pemakaian bahan kimiawi telah memperburuk mutu dan mengakibatkan gula kelapa kristal sebagai produk bahan pangan yang cukup rawan terhadap kesehatan (Mustaufik dan Haryanti, 2006).

Syarat mutu gula semut menurut Standar Nasional Indonesia (SII 0268-85) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Persyaratan mutu gula semut

Komponen Kadar

Gula (jumlah sukrosa dan gula reduksi) (%) Minimal 80,0

Sukrosa (%) Minimal 75,0

Gula reduksi (%) Maksimal 6,0

Air (%) Maksimal 3,0

Abu (%) Maksimal 2,0

Bagian-bagian tak larut air (%) Maksimal1,0

Zat warna Yang diizinkan

Logam-logam berbahaya (Cu,Hg,Pb, As) Negatif

Pati Negatif

Bentuk Kristal dan Serbuk

Sumber: Dewan Standar Nasional Indonesia (1995)

(31)

Bahan yang Ditambahkan Gula pasir

Gula merupakan suatu karbohidrat sederhana karena dapat larut dalam air dan langsung diserap oleh tubuh untuk diubah menjadi energi. Gula biasa digunakan sebagai pemanis di makanan maupun minuman, dalam bidang makanan, selain sebagai pemanis, gula juga digunakan sebagai stabilizer dan pengawet (Darwin, 2013). Komposisi zat gizi gula pasir per 100 g berat bahan dapat dilihat pada Tabel. 3.

Tabel 3. Komposisi zat gizi gula pasir per 100 g berat bahan

Parameter Nilai

Energi (kkal) 364

Protein (g) 0

Lemak (g) 0

Karbohidrat (g) 94,0

Kalsium (mg) 5

Fosfor (mg) 1

Sumber: Darwin (2013)

Gula pasir (sukrosa) merupakan suatu disakarida yang dibentuk dari monomer-monomernya yang berupa glukosa dan fruktosa dengan rumus molekul C12H22O11. Sukrosa diperoleh dari gula tebu atau gula bit. Struktur ini mudah dikenali karena mengandung enam cincin glukosa dan lima cincin fruktosa (Winarno, 2008). Sukrosa dalam bentuk gula kristal putih adalah hasil penguapan nira tebu,berbentuk kristal bewarna putih dan memiliki rasa yang manis (Suparmo dan Sudarmanto, 1991).

Dalam pembuatan gula semut digunakan gula pasir sebagai bahan tambahan yang bertujuan untuk meningkatkan kandungan sukrosa pada gula merah sehingga dapat mempercepat proses pembuatan gula semut. Selain itu, gula pasir juga berperan sebagai bahan pengkristal. Dalam penelitian Pragita (2010),

(32)

ditambahkan gula pasir sebanyak 5-15% dalam bentuk gula kristal putih untuk membuat gula semut dari gula merah cetak.

Kapur sirih

Kapur adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Kalsium hidroksida dapat berupakristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH). Kapur tersebut memiliki sifat basa kuat (Widowati, 2006).

Kapur berasal dari kulit kerang laut atau cangkang dari kerang yang telah dibakar. Kapur sirih biasa ditemukan berwarna putih baik dalam bentuk kering atau basah. Saat kering kapur sirih berumus molekul CaO, sedangkan saat basah/larutan berumus molekul Ca(OH)2 (Bayani, 2009). Kapur sirih (Ca(OH)2) yang dilarutkan dalam air akan terionisasi membentuk ion OH- yang bersifat basa dan dapat menetralkan suasana asam (Ismadi, 1993).

Kapur akan mempertahankan pH nira tetap tinggi, sehingga dapat menghambat terjadinya hidrolisa baik oleh jasad renik maupun pengaruh asam.

CaO atau kapur di dalam air membentuk Ca(OH)2. Selanjutnya menghasilkan ion OH- bebas yang membuat larutan alkalis. Pada prinsipnya, penambahan kapur dalam nira akan menyebabkan kenaikan pH nira akibat ion OH- (Erwinda dan Susanto, 2014).

(33)

Kayu nangka

Pohon nangka adalah tanaman multifungsi yang dapat digunakan sebagai makanan, kayu pertukangan, bahan bakar, makanan ternak, obat-obatan, dan produk industri. Produk utama nangka secara ekonomi adalah buahnya yang dapat digunakan saat matang ataupun belum matang. Selain itu, daun, kulit, biji, serta getah nangka dapat digunakan sebagai obat tradisional. Kayunya juga dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan (APAARI, 2012).

Berdasarkan penelitian Lubis, dkk. (2013), bahwa penambahan konsentrasi 8% ekstrak kayu nangka dapat mempertahankan mutu gula aren cair.

Hal ini dikarenakan fermentasi nira terhambat oleh kulit kayu nangka yang mengandung alkaloid, flavonoid, tannin, saponin sehingga dapat mengawetkan nira karena memiliki sifat antimikroba. Sesuai dengan pernyataan Ersam (2001), yang menyatakan bahwa kandungan kimia kayu nangka antara lain tannin yang mempunyai sifat atau daya bakteriostatik. Robinson (1995) menyatakan bahwa alkaloid adalah senyawa pahit yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri.

Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet alami yang ditambahkan pada nira, maka total gula semakin meningkat. Hal ini disebabkan tingginya konsentrasi pengawet alami dapat mempertahankan kadar gula dalam nira aren.

Semakin tinggi konsentrasi bahan pengawet alami, total padatan terlarut juga semakin meningkat. Hal ini disebabkan senyawa antimikroba di dalam bahan pengawet dapat mencegah hidrolisis glukosa dan degradasi sukrosa dalam nira aren menjadi senyawa sederhana, karena gula merupakan sumber energi bagi pertumbuhan mikroorganisme (Cowan, 1999 dalam Soritua, 2015).

(34)

Penelitian Sebelumnya

Hasil penelitian Naufalin, dkk. (2012), menunjukkan pemberian Ca(OH)2

(kapur) 2% diketahui dapat mempertahankan kualitas nira kelapa sampai 4 jam.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Zuliana, dkk. (2016), pembuatan gula semut dari gula kelapa cetak dengan pemasakan secara langsung memiliki kadar air berkisar antara 1,37 % - 2,43 % dan kandungan total gula pada gula semut berkisar antara 81,54 % - 87,78 %.Penambahan sukrosa pada proses pembuatan gula semut kelapa akan meningkatkan nilai total gula pada gula semut kelapa yang dihasilkan. Penambahan sukrosa 10% bertujuan untuk bibit dalam pertumbuhan kristal gula semut kelapa, selain itu dapat meningkatkan nilai sukrosa yang terhitung dalam nilai total gula pada gula semut kelapa. Adapun dalam penelitian Adhiyaksa (2013), jumlah sukrosa pada gula semut kelapa berpengaruh terhadap tekstur dan pembentukan serbuk/granula. Semakin tinggi kadar sukrosa maka serbuk gula yang terbentuk akan semakin keras.

Berdasarkan penelitian Johanes, dkk. (2015),pengeringan gula semut dengan kapasitas 8 kg setiap pan (loyang) atau berat total sebesar 96 kg, diperlukan waktu 7 jam serta konsumsi LPG sebesar 1,15 kg, menghasilkan gula semut dengan kandungan air 1,58%. Sedangkan untuk pengeringan gula semut dengan kapasitas 10 kg setiap pan atau berat total sebesar 120 kg, diperlukan waktu 8 jam serta konsumsi LPG sebesar 1,35 kg, dan menghasilkan gula semut dengan kandungan air 1,85%. Dalam penelitian Baharuddin, dkk. (2007), tingginya gula pereduksi dipengaruhi oleh adanya proses fermentasi yang terjadi pada nira dan meningkatkan kadar air. Menurut Sardjono, dkk. (1985) kenaikan kadar gula reduksi terjadi sejalan dengan kenaikan kadar air selama penyimpanan

(35)

dan proses fermentasi yang terjadi. Semakin rendah nilai gula reduksi maka semakin bagus kualitas gula tersebut.

Penelitian yang dilakukan oleh Susi (2013), kadar air yang dihasilkan dari gula semut yang melalui proses pemasakan secara langsung dengan bahan baku gula kelapa cetak yaitu sebesar 6,33%. Kadar air yang cukup tinggi berpengaruh terhadap kualitas gula semut yang dihasilkan. Pembuatan gula semut dari nira dengan pemasakan langsung pada suhu tertentu akan berpengaruh pada kadar air dan akan menghasilkan warna yang lebih gelap.

(36)

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai dengan bulan Maret 2018 di Desa Bingkat Kecamatan Pegajahan, Perbaungan dan analisa dilakukan di Laboratorium Teknologi Pangan dan Laboratorium Analisa Kimia Bahan Pangan Program Studi Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan adalah air nira hasil sadapan pohon kelapa sawit tumbang dan batang kayu nangka yang diperoleh dari Desa Bingkat Kecamatan Pegajahan, Perbaungan, gula pasir dan kapur sirihyang diperoleh dari Pasar Setiabudi, Medan.

Bahan Kimia

Bahan kimia yang digunakan adalah larutanbuffer, alkohol 80%, akuades, fenol, asam sulfat pekat, glukosa, Natrium sulfat anhidrat, pereaksi Luff Schrool, Kalium iodide, Natrium Tiosulfat, indokator pati, asam klorida, dan Natrium hidroksida.

Alat penelitian

Alat yang digunakan dalam untuk pengolahan nira dan gula semut seperti baskom, sendok kayu, wajan dan kompor. Peralatan yang digunakan untuk analisa mutu gula semut nira kelapa sawit meliputi timbangan analitik, biuret, oven

(37)

pengering, tanur listrik, pH meter, desikator, hand refractometer, spectrophotometer,pompa vakum, dan hot plate.

Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian Bangun (1991) yaitu rancangan acak lengkap (RAL) faktorial, yang terdiri dari dua faktor, yaitu:

Faktor I : Konsentrasi Gula Pasir (G) G1 = 8%

G2 = 9%

G3 = 10%

G4 = 11%

G5 = 12%

Faktor II : Lama Pengeringan (P) P1 = 1 jam P2 = 2 jam P3 = 3 jam

Banyaknya kombinasi perlakuan atau Treatment Combination (Tc) adalah 5 x 3 = 15, maka jumlah ulangan (n) minimum adalah sebagai berikut:

Tc (n-1) ≥ 15 15 (n-1) ≥ 15 15 n -15 ≥ 15 n ≥ 2

Jadi, untuk ketelitian dalam penelitian ini dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.

(38)

Model Rancangan

Penelitian yang dilakukan mengacu pada model rancangan Bangun (1991) yaitu rancangan acak lengkap (RAL) dua faktorial dengan model sebagai berikut:

Ŷijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + εijk

dimana:

Ŷijk : Hasil pengamatan dari faktor G pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

µ : Efek nilai tengah

αi : Efek faktor G pada taraf ke-i βj : Efek faktor P pada taraf ke-j

(αβ)ij : Efek interaksi faktor G pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j

εijk : Efek galat dari faktor G pada taraf ke-i dan faktor P pada taraf ke-j dalam ulangan ke-k

Apabila diperoleh hasil yang berbeda nyata dan sangat nyata maka uji dilanjutkan dengan uji beda rataan, menggunakan uji Least Significant Range (LSR).

Pelaksanaan Penelitian

Pembuatan cairan pengawet ekstrak kayu nangka

Sebanyak 50 g batang kayu nangka dimasukkan ke dalam 1 liter akuades mendidih. Kemudian didiamkan selama 1 malam dan setelah itu disaring dengan menggunakan kain saring. Diagram alir pembuatan cairan pengawet ekstrak kayu nangka dapat dilihat pada Gambar 2. Konsentrasi cairan pengawet yang digunakan pada penelitian ini adalah 8%.

(39)

Gambar 2. Skema pembuatan cairan pengawet ekstrakkayu nangka

Pembuatan pengawet larutan kapur sirih

Sebanyak 20 g kapur sirih dilarutkan dalam 1 liter akuades. Kemudian diaduk rata dan disaring dengan menggunakan kain saring. Diagram alir pembuatan pengawet larutan kapur sirih dapat dilihat pada Gambar 3. Konsentrasi larutan kapur yang digunakan pada penelitian ini adalah 2%.

Gambar 3. Skema pembuatan pengawet larutan kapur sirih 50g batang kayu nangka dipotong kecil-kecil

Dimasukkan ke dalam 1 liter akuades mendidih

Di tutup rapat dan didiamkan selama 1 malam

Disaring dengan menggunakan kain saring

Cairan pengawet ekstrak kayu nangka

Ditimbang 20g kapur sirih

Dimasukkan ke dalam 1 liter akuades mendidih

Diaduk rata

Disaring dengan menggunakan kain saring

Pengawet larutan kapur sirih

(40)

Proses pembuatan gula semut

Pembuatan gula semut dari nira kelapa sawit dimulai dari penyadapan air nira dari batang kelapa sawit tumbang. Pada saat penyadapan, nira kelapa sawitditampung dengan menggunakan ember yang di dalamnya terdapat campuran 2% larutan kapur sirih dan 8% ekstrakbatang kayu nangka.

Kemudiansebanyak masing-masing 1 L nira kelapa sawit dipanaskan sampai mendidih di dalam wajan sambil terus diaduk dandihasilkan buih serta kotoran halus yang berwarna kecoklatan. Setelah itu, ditambahkan gula pasir dengan konsentrasi 8%, 9%, 10%, 11%, dan 12% ke dalam masing-masing nira. Diaduk kembali dan diturunkan suhunya sampai terjadi proses kristalisasi yang menghasilkan gula semut. Kemudian masing-masing perlakuan gula semut dikeringkan menggunakan oven pada suhu 60 ºC selama 1 jam, 2 jam, dan 3 jam.

Kristal gula yang dihasilkan diayak menggunakan ayakan 40 mesh. Butiran gula semut yang lolos ayakandikemas ke dalam plastik yang kedap udara sebelum dianalisa. Masing-masing perlakuan dilakukan ulangan sebanyak 2 kali.Diagram alir proses pembuatan gula semut nira kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 4.

(41)

Gambar 4. Skema pembuatan gula semut nira kelapa sawit Nira Kelapa Sawit

Pada proses kristalisasi dihasilkan granula-granula halus berbentuk serbuk

padat

Dipanaskan hingga mendidih sambil diaduk.

Disaring denganmenggunakan kain saring

Diayak dengan menggunakan ayakan ukuran 40 mesh

Analisa mutu kimia:

- Kadar air - Kadar abu - Kadar sukrosa

- Kadar gula pereduksi - Kadar total gula - Nilai indeks warna - Indeks pencoklatan - Uji organoleptik

(warna, aroma, rasa, dan tekstur)

Konsentrasi gula pasir

G1 = 8%

G2 = 9%

G3 =10%

G4 = 11%

G5 = 12% Lama

pengeringan P1 = 1 jam P2 = 2 jam P3 = 3 jam Dihasilkan larutan berbentuk

buih berwarna kecoklatan

Gula Semut Gula pasir

Dilakukan pengeringan dengan menggunakan oven pada suhu 60ºC

Yang di dalamnya terdapat campuran 2% larutan kapur sirih dan 8% esktrak batang

kayu angka

(42)

Pengamatan dan Metode Pengukuran Data

Pengamatan dan pengukuran data dilakukan dengan cara analisis terhadap parameterfisik dan kimia bahan baku dan gula semut. Parameter mutu bahan baku yang diamati meliputi pH dan total padatan terlarut, total gula, gula reduksi, dan kadar sukrosa. Sedangkan pengamatan mutu gula semut meliputi kadar air, kadar abu, total gula, gula reduksi, kadar sukrosa dan organoleptik.

Penentuan pH

Penentuan derajat keasaman (pH) mengacu pada prosedur (Apriyantono, dkk., 1989). Penetapan nilai pH dilakukan dengan pH meter yang telah dikalibrasi dengan larutan buffer pada pH 4 dan 7. Suhu sampel diukur menggunakan pengatur suhu pH meter pada suhu terukur, kemudian pH meter dinyalakan dan dibiarkan sampai stabil (15-30 menit). Elektroda pada pH meter dibilas dengan akuades dan dikeringkan elektroda dengan kertas tisu. Setelah itu elektroda dicelupkan ke dalam larutan sampel dan di-set pengukur pH-nya. Elektroda dibiarkan tercelup di dalam larutan selama beberapa saat sampai diperoleh pembacaan yang stabil, kemudian nilai pH sampel dicatat.

Penentuan total padatan terlarut

Penentuan total padatan terlarut dilakukan dengan metode hand refractometer (Muchtadi, 1989). Sebanyak 5 g bahan ditimbang dan dimasukkan ke dalam beaker glass. Kemudian dilakukan pengenceran dengan akuades hingga volume menjadi 20 ml, lalu diaduk hingga merata. Diambil 1 tetes larutan dan diteteskan pada hand refractometer, kemudian nilai total padatan terlarut bahan

(43)

ditunjukkan oleh skala pada hand refractometer yang di dapat pada batas garis biru dan putih. Dihitung dengan menggunakan rumus:

Total padatan terlarut = skala pada hand refractometer x faktor pengencer (FP)

Penentuan kadar air

Pengujian kadar air mengacu pada prosedur AOAC (1995).Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan alumunium yang telah dikeringkan selama satu jam pada suhu 105 ºC dan telah diketahui beratnya. Sampel tersebut dipanaskan pada suhu 105 ºC selama tiga jam, kemudian didinginkan dalam desikator sampai dingin kemudian ditimbang. Pemanasan dan pendinginan dilakukan berulang sampai diperoleh berat sampel konstan.

Kadar air %bb =berat awal-berat akhir

berat awal x 100%

Penentuan kadar abu

Kadar abu sampel diuji berdasarkan SNI 01-3451-1994. Sampel sejumlah 5 g dimasukkan ke dalam cawan porselin kering yang telah diketahui beratnya (yang terlebih dulu dibakar dalam tanur dan didinginkan dalam desikator).

Kemudian sampel dipijarkan diatas pembakar mecker kira-kira 1 jam, mula-mula api kecil dan selanjutnya api dibesarkan secara perlahan-lahan sampai terjadi perubahan contoh menjadi arang. Arang dimasukkan ke dalam tanur dengan suhunya 580 – 620 ºC sampai terbentuk abu. Cawan yang berisi abu dipindahkan ke dalam oven pada suhu sekitar 100 ºC selama 1 jam. Setelah itu cawan yang berisi abu didinginkan dalam desikator sampai mencapai suhu kamar dan selanjutnya ditimbang beratnya. Pemijaran dan pendinginan diulangi sehingga

(44)

diperoleh perbedaan berat antara dua penimbangan berturut-turut lebih kecil dari 0.001 g. Kadar abu dihitung dengan rumus sebagai berikut.

Kadar abu =

(g) sampel bobot

(g) abu bobot

x 100%

Penentuan gula pereduksi

Penentuan gula pereduksi mengacu pada metode Luff Schoorl(Sudarmadji, dkk., 1989). Sebanyak 2-3 g sampel dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan 50 ml akuades. Kemudian ditambahkan Timbal Asetat ½ Basis tetes demi tetes hingga tidak ada endapan. Ditambahkan 6-7 tetes Na3PO4 10% agar air menjadi jernih. Ditambahkan 3-4 tetes Na2HPO4 10%. Larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan akuades sampai batas tera. Diambil filtrat 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 25 ml pereaksi Luff Schoorl. Ditambahkan beberapa butir batu didih untuk mempercepat proses pemanasan. Kemudian dipanaskan dengan menggunakan hot plate dan direfluks selama 10 menit. Ditambahkan H2SO4 26,5% sebanyak 25 ml dan dilewatkan pada dinding erlenmeyer. Ditambahkan KI 15% sebanyak 20 ml. Dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan indikator pati 1%, tetesan indikator tidak berwarna biru tua. Dicatat volume titrasi (A). kemudian dibuat blanko pengujian dengan mengganti filtrat sampel dengan akuades 25 ml dan dilakukan prosedur awal sampai titrasi, setelah itu dicatat volume titrasi blanko (B). Dihitung kadar gula pereduksi dengan menggunakan rumus:

Angka Tabel = (volume titrasi blanko – volume titrasi sampel) x N Na2S2O3

(AT x Faktor Pengencer)

% gula pereduksi = x 100%

Berat sampel (mg)

(45)

Penentuan sukrosa

- Gula sebelum inverse

Penentuan kadar sukrosa mengacu pada metode Luff Schoorl (Sudarmadji, dkk., 1989). Sebanyak 2-3 g sampel dimasukkan ke dalam beaker glass dan ditambahkan 50 ml akuades. Kemudian ditambahkan Timbal Asetat ½ Basis tetes demi tetes hingga tidak ada endapan. Ditambahkan 6-7 tetes Na3PO4 10% agar air menjadi jernih. Ditambahkan 3-4 tetes Na2HPO4 10%. Larutan disaring ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan akuades sampai batas tera. Diambil filtrat 25 ml dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer. Ditambahkan 25 ml pereaksi Luff Schoorl. Ditambahkan beberapa butir batu didih untuk mempercepat proses pemanasan. Kemudian dipanaskan dengan menggunakan hot plate dan direfluks selama 10 menit. Ditambahkan H2SO4 26,5% sebanyak 25 ml dan dilewatkan pada dinding erlenmeyer. Ditambahkan KI 15% sebanyak 20 ml. Dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan indikator pati 1%, tetesan indikator tidak berwarna biru tua. Dicatat volume titrasi (A). kemudian dibuat blanko pengujian dengan mengganti filtrat sampel dengan akuades 25 ml dan dilakukan prosedur awal sampai titrasi, setelah itu dicatat volume titrasi blanko (B). Dihitung kadar gula sebelum inverse dengan menggunakan rumus:

Angka Tabel = (volume titrasi blanko – volume titrasi sampel) x N Na2S2O3

(AT x Faktor Pengencer)

% gula sebelum inverse = x 100%

Berat sampel (mg) - Gula setelah inverse

Sebanyak 25 ml filtrat dari analisa gula pereduksi dimasukkan ke dalam beaker glass. Ditambahkan HCL 30% sebanyak 10 ml. dipanaskan di dalam

(46)

waterbath selama 10 menit. Dinetralisasi menggunakan NaOH 20% tetes demi tetes dan dicek kenetralan larutan dengan menggunakan kertas lakmus biru.

Kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan akuades sampai batas tera. Diambil 25 ml filtrat dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer 250 ml. ditambahkan 25 ml pereaksi Luff Schoorl dan ditambahakan beberapa butir batu didih. Dipanaskan dengan menggunakan hot plate selama 10 menit.

Didinginkan. Ditambahkan 25 ml H2SO4 26,5 % sebanyak 25 ml dan dilewatkan pada dinding erlenmeyer. Ditambahkan KI 15% sebanyak 20 ml. Dititrasi menggunakan Na2S2O3 0,1 N hingga saat ditetesi menggunakan indikator pati 1%

sudah tidak terjadi perubahan warna (coklat menjadi biru tua). Dicatat volume titrasi (A). Kemudian dibuat blanko pengujian dengan mengganti filtrat sampel dengan akuades 25 ml dan dilakukan prosedur awal sampai titrasi, setelah itu dicatat volume titrasi blanko (B). Dihitung kadar gula setelah inverse dengan menggunakan rumus:

Angka Tabel = (volume titrasi blanko – volume titrasi sampel) x N Na2S2O3 (AT x Faktor Pengencer)

% gula setelah inverse = x 100%

Berat sampel (mg)

Dari kedua hasil analisa tersebut, dapat dihitung kadar sukrosa dengan menggunakan rumus:

Kadar sukrosa = (% gula setelah inverse - % gula sebelum inverse) x 0,95 Penentuan total gula

Penentuan total gula dilakukan dengan metode fenol-sulfat (Apriyantono, dkk., 1989). Persiapan sampel dilakukan dengan cara bahan ditimbang sebanyak 5 g, ditambahkan 20 ml alkohol 80 % ke dalam beaker glass 300 ml. Larutan

(47)

disaring dengan kertas saring dan dicuci dengan akuades sampai volume filtrat 200 ml. Larutan dipanaskan di waterbath 85 °C hingga tidak berbau etanol lagi (volume air berkurang ±50 ml). dimasukkan ke dalam labu ukur 250 ml dan ditambahkan akuades hingga tanda tera. Dilakukan pengenceran dengan mengambil 1 ml sampel ke dalam labu tera 100 ml, ditambahkan akuades hingga tanda tera, kemudian diaduk. Dilakukan pengenceran kembali apabila diperlukan.

Setelah persiapan sampel selesai, diukur total gula dengan cara diambil 1 ml sampel, ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5 %, ditambahkan dengan cepat 2,5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. Dibiarkan selama 10 menit, dikocok. Diukur absorbansinya pada 490 nm.

Penetapan kurva standar menggunakan larutan glukosa standar dengan konsentrasi 0,01-0,03 mg/ml dilakukan dengan cara menimbang 10 mg glukosa, kemudian dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml. Ditambahkan akuades sampai tanda tera dan diaduk dengan menggunakan magnetik stirer. Selanjutnya masing- masing dipipet sebanyak 1 ml, 2 ml, 3 ml, 4 ml, dan 5 ml dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan masing-masing ditambahkan akuades 9 ml, 8 ml, 7 ml, 6 ml, dan 5 ml. Setelah itu campuran tersebut dikocok atau dihomogenkan. Masing- masing dari campuran tersebut diambil 1 ml sampel, ditambahkan 0,5 ml larutan fenol 5 %, ditambahkan dengan cepat 2,5 ml larutan asam sulfat pekat dengan cara menuangkan secara tegak lurus ke permukaan larutan. Dibiarkan selama 10 menit, dikocok. Diukur absorbansinya pada 490 nm. Kurva standar dibuat dengan memplot konsentrasi glukosa terhadap absorbansinya (Lampiran 1).

Total gula % = Konsentrasi glukosa x FP

Berat sampel g x 1000 x 100%

(48)

Penentuan indeks nilai warnadan indeks pencoklatan

Penentuanindeks nilai warna dengan metode Hunter mengacu pada prosedur Hutchings, (1999). Warna gula semut diukur dengan cara mengukur warna permukaan gula semut menggunakan kromameter Minolta (tipe CR 400, Jepang). Pengukuran menghasilkan nilai L dan notasi a, b. L menyatakan parameter kecerahan. Notasi a menunjukkan warna kromatik campuran merah;

hijau dan nilai a (+) berkisar antara 0 sampai +100 untuk warna merah dan nilai a (;) berkisar antara 0 sampai ;80 untuk warna hijau. Notasi b menunjukkan warna kromatik campuran biru; kuning dan nilai b (+) berkisar 0 sampai +70 untuk warna kuning dan nilai b (;) berkisar 0 sampai ;70 untuk warna biru. Selanjutnya dari nilai a dan b dapat dihitung oHue dengan rumus:

ºHue = tan−1 b a Jika hasil yang diperoleh:

18o – 54o maka produk berwarna red (R)

54o – 90o maka produk berwarna yellow red (YR) 90o – 126o maka produk berwarna yellow (Y)

126o – 162o maka produk berwarna yellow green (YG) 162o – 198o maka produk berwarna green (G)

198o – 234o maka produk berwarna blue green (BG) 234o – 270o maka produk berwarna blue (B)

270o – 306o maka produk berwarna blue purple (BP) 306o – 342o maka produk berwarna purple (P) 342o – 18o maka produk berwarna red purple (RP)

(49)

Nilai warna dari gula semut dengan browning index (BI) dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

BI =[100 (x – 0,31)]

0,17

Dimana x dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

x = a + 1,75L 5,645L + a – 3,01b

Penentuan uji organoleptik

Uji organoleptik ditentukan berdasarkan metode (Soekarto, 2008) dengan modifikasi terhadap warna, aroma, rasa dan tekstur. Sampel gula semut diberi kode secara acak dan diuji oleh 15 panelis. Pengujian dilakukan secara inderawi (organoleptik) yang ditentukan berdasarkan skala numerik. Untuk skala penerimaan konsumen dapat dilihat pada Tabel 4. Format uji organoleptik dapat dilihat pada Lampiran 2.

Tabel 4. Skala hedonik uji organoleptik

Skala skor Skala numerik

Sangat suka Suka Agak suka Tidak suka Sangat tidak suka

5 4 3 2 1

Gambar

Gambar 1. Nira kelapa sawit   Sumber: dokumen pribadi
Gambar 2. Skema pembuatan cairan pengawet ekstrakkayu nangka
Gambar 4. Skema pembuatan gula semut nira kelapa sawit Nira Kelapa Sawit
Gambar 5. Hubungan antara penambahan gula pasir dengan kadar air gula semut  nira kelapa sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Demikian halnya dengan nilai koefisien regresi variabel faktor produk dalam berbelanja (b 3 ) sebesar 0,437, berarti setiap peningkatan nilai faktor produk satu poin, maka

Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Progam Jalin Kesra yang meliputi Kepala Subbidang Pengembangan Lembaga

Pada aplikasi mobile, pengguna dapat mencari taksi terdekat sesuai perusahaan terdaftar yang dilacak menggunakan GPS dan melihat posisi taksi pada peta dari Google Maps

M.A selaku Sekretaris program Studi Sastra Arab Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.. Khairina

Menurut Marsun dan Martaniah dalam (Sia Tjundjing, 2001:71) prestasi belajar merupakan hasil kegiatan belajar, yaitu sejauh mana siswa menguasai bahan pelajaran yang

Lebih jauh lagi dalam memahami fana ’ , al-fana ’ sebagai lenyapnya kesadaran akan kebenaran dirinya lantaaran telah terhisap dan luluh dalam kesatuan dengan tuhannya

ibuprofen dalam darah pada berbagai perlakuan begitu bervariasi, kadar maksimum ibuprofen pada keempat kelompok perlakuan berada di luar indeks terapi ibuprofen dan bahkan

Dalam proses belajar mengajar pada proses penelitian di SMP N 2 Gunungwungkal peneliti menerapkan beberapa langkah-langkah yang dapat mengkondisikan anak untuk