• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Kehilangan Bobot dan Penambahan Bobot dalam Proses Produksi

N/A
N/A
Winda Ningrum

Academic year: 2024

Membagikan "Faktor Kehilangan Bobot dan Penambahan Bobot dalam Proses Produksi"

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

Faktor Kehilangan Bobot (Weight Loosing) dan

Penambahan Bobot (Weight Gaining) Dalam Proses Produksi

Mark as done

Dalam suatu proses produksi dari bahan baku menjadi produk atau pengemasan dan pengangkutan produk akan terjadi perubahan dalam bobot. Terdapat perubahan bobot dalam bentuk bobot yang berkurang/hilang (weight loosing) dan/atau penambahan bobot/bobot yang bertambah (weight gaining)

Berikut ini ada beberapa contoh industri mengalami pengurangan bobot (weight loosing) yang terjadi dalam proses industri :

1. Industri kayu lapis.

Industri kayu lapis merupakan industri berbahan baku kayu. Kayu diambil dari hutan atau perkebunan dalam bentuk kayu gelondongan. Didalam proses industri dari kayu gelondongan menjadi kayu lapis, terdapat bagian-bagian kayu gelondongan yang tidak terpakai, misalnya kulit kayu, bagian-bagian kayu yang membusuk, kayu yang rusak dan seterusnya. Atau dengan kata lain, tidak seluruh bobot kayu gelondongan dapat diproses menjadi kayu lapis. Bobot kayu gelondongan yang terpakai untuk diproses menjadi kayu lapis berkurang dibandingkan dengan bobot kayu yang diangkut dari hutan/kebun. Selisih bobot kayu antara belum diproses dengan sesudah diproses itulah yang disebut weight loosing.

2. Industri gula tebu

Industri gula tebu berbahan baku batang-batang pohon tebu yang diambil dari

perkebunan tebu. Didalam proses dari batang-batang tebu menjadi gula, yang diambil adalah cairan batang tebu, sedangkan ampas dari batang tebunya tidak terpakai.

Dengan kata lain, tidak seluruh bobot batang-batang tebu dapat diproses menjadi gula.

Bobot ampas batang tebu tersebut merupakan pengurangan bobot industri gula.

3. Industri kelapa sawit

Pada industri kelapa sawit berasal dari bahan tandan kelapa sawit yang diambil dari perkebunan kelapa sawit. Industri kelapa sawit pada tahap awal akan menghasilakn CPO (Crude Palm Oil), yang antara lain menjadi bahan baku mentega, margarine, minyak goreng, kosmetik, dan sebagainya. Didalam proses dari tandan kelapa sawit menjadi CPO, ampas tandan kelapa sawit tidak terpakai. Dengan kata lain, tidak seluruh bobot tandan kelapa sawit dapat diproses menjadi CPO. Bobot ampas yang tidak terpakai merupakan bentuk pengurangan bobot proses industri kelapa sawit.

Contoh-contoh Penambahan Bobot (weight gaining):

1. Industri minuman

Pada industri minuman yang menggunakan bahan baku air dan campuran lainnya, kemudian dikemas sebagai minuman botol atau kaleng. Kemasan berupa gelas, botol

(2)

atau kaleng memberikan penambahan bobot pada produk industri. Bobot produk industri merupakan bobot total, yaitu bobot air minuman ditambah bobot gelas/botol, kaleng sebagai kemasan.

2. Industri ikan kaleng

Ikan segar yang diambil dari laut perlu diangkut menggunakan sarana transportasi untuk dibawa ke pabrik ikan kaleng. Jika lokasi pabriknya terlalu jauh, dapat terjadi waktu perjalanan akan melebihi waktu daya tahan kesegaran ikan. Untuk kasus

demikian, ikan perlu dibawa dari pantai ke pabrik ikan dengan menggunakan peralatan pengawet ikan (ruang pendingin/es), yang tentunya bobot peralatan ini masuk sebagai komponen dalam perhitungan biaya transpor. Setelah diolah ikan ini juga dikemas menggunakan kaleng, sehingga terjadi lagi penambahan bobot. Dengan demikian dalam proses produksi ikan segar menjadi ikan kaleng terjadi dua kali penambahan bobot, yaitu penambahan bobot oleh es sebagai pengawet ikan dan bobot kaleng sebagai kemasan. Bahkan kalau mau diamati secara lebih detail, ada bobot tambahan berupa bumbu-bumbu olahan ikan kaleng, itu juga dapat dianggap sebagai weight gaining.

3. Produk-produk ekspor/impor

Pengiriman produk-produk ekspor/impor pada umumnya menggunakan peti kemas untuk mengangkutnya dengan menggunakan kapal laut. Bobot yang diperhitungkan tidak sebatas bobot produk saja, tetapi juga bobot peti kemasnya. Industri yang

menghasilkan produk-produk ekspor/impor, pada umumnya sangat mempertimbangkan dalam penentuan lokasi industrinya. Hal ini amat penting terkait dengan pembiayaan operasional industri. Oleh karenanya ada industri yang berorientasi pada bahan baku dan industri yang berorientasi pada pasar. Dua-duanya mempunyai kelemahan dan kelebihan masing-masing.

Industri Material Oriented dan Market Oriented

Industri material oriented adalah industri yang lokasi pabriknya cenderung mendekati lokasi tempat bahan bakunya dibandingkan ke tempat pemasarannya. Dalam konteks makro, tempat pemasaran dapat berupa kota, karena kota adalah tempat

berkonsentrasinya penduduk sebagai konsumen barang dan jasa.

Industri market oriented adalah industri yang lokasi pabriknya cenderung mendekati lokasi tempat pemasaran dibandingkan ke tempat bahan bakunya. Suatu industri termasuk kategori Material Oriented atau Market Oriented sebenarnya tergantung pada minimal biaya transpornya. Jika setelah dihitung ternyata biaya transpornya akan minimal jika lokasi pabrik mendekati tempat bahan baku, maka industri tersebut termasuk kategori Material Oriented. Sebaliknya, jika transpornya akan minimal jika lokasi pabrik mendekati tempat pemasaran, maka industri tersebut termasuk kategori Market Oriented.

Namun tanpa melakukan perhitungan terlebih dulu, suatu industri sudah dapat diperkirakan termasuk kategori Material Oriented atau Market Oriented dengan mengenali sifat-sifat dari industri tersebut.

Industri bersifat material oriented karena beberapa hal, yaitu :

1. Industri tersebut bersifat pengurangan bobot (weight loosing). Untuk mengurangi

(3)

biaya transpor, maka lokasi pabrik cenderung mendekati tempat bahan baku. Sebagai contoh, industri kayu lapis, pabriknya mendekati hutan/kebun daripada mendekati kota sebagai tempat konsumen; industri kelapa sawit, pabrik CPOnya mendekati kebun kelapa sawit, tidak berada di kota; demikian pula pabrik gula tebu, pabriknya mendekati kebun tebunya.

2. Industri yang bahan bakunya sulit atau sangat mahal untuk dipindahkan dan juga bersifat pengurangan bobot, misalnya industri pertambangan;

3. Industri yang bahan bakunya mudah dan cepat rusak, misalnya ikan kaleng, cenderung pabriknya tidak terlalu jauh dari sumber ikan (laut) karena ikan dalam waktu singkat akan segera membusuk.

Industri bersifat market oriented karena beberapa hal, yaitu antara lain :

1. Industri yang bahan bakunya relatif terdapat di berbagai tempat (obiquitous), misalnya industri makanan minuman;

2. Industri jasa, misalnya lokasi bank akan mendekati marketnya, seperti di pusat- pusat perdagangan, hiburan, dan sebagainya.

Preferensi Non Ekonomi

Preferensi non ekonomi adalah pemilihan lokasi kegiatan yang didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan non ekonomi, yaitu yang seringkali tidak bisa terukur.

Pertimbangan-pertimbangan tersebut menyangkut antara lain sosial budaya, psikologis, agama, politik, keamanan, kenyamanan dan seterusnya. Kadangkala preferensi non ekonomi ini juga memiliki pengaruh atau latar belakang ekonomi.

Beberapa contoh pemilihan lokasi yang didasarkan atas preferensi non ekonomi:

1. Di Jakarta, terdapat konsentrasi suku Padang di sekitar Tanah Abang, Arab di sekitar Pasar Minggu, Cina di sekitar kota, dan lain-lain;

2. Cenderung orang bertempat tinggal di lokasi yang jauh dari kuburan;

3. Rasa bangga seseorang apabila bertempat tinggal di perumahan elit, walaupun mungkin saja biaya hidup jauh lebih tinggi;

4. Keyakinan orang Cina untuk menentukan lokasi dan letak rumah/tempat usahanya (hong sui).

5. Lokasi industri berada di kawasan industri yang telah ditetapkan di dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).

Referensi

Dokumen terkait

Harga pokok produksi adalah semua biaya yang telah dikorbankan dalam proses produksi atau kegiatan mengubah bahan baku menjadi produk selesai yang meliputi biaya bahan baku,

Proses produksi pada usaha industri kerajinan tangan Mutiara Ratu tidak lepas dari beberapa faktor yang mempengaruhi produksi, yakni modal, tenaga kerja, bahan baku dan

Sinarmulia megah abadi, penjadwalan produksi dan tata letak (bahan baku) merupakan faktor-faktor yang sangat penting dalam mencapai kelancaran dalam proses produksi yang

Proses bisnis yang ada pada perusahaan manufaktur mulai dari pemesanan dan penerimaan bahan baku dari para supplier, kemudian proses produksi bahan baku menjadi produk yang

Untuk meningkatkan produksi kmpuk udang, hendaknya pengusaha kmpuk udang lebih memperhatikan penggunaan faktor-faktor produksi yang meliputi jumlah modal, bahan baku, bahan penolong

Faktor Penyebab Usulan perbaikan Bahan baku  Kondisi kurang baik permukaan bahan kurang halus o Melakukan pengecekan bahan baku sebelum diolah pada proses produksi o Memilih

Dokumen ini membahas tentang manajemen kualitas dalam proses

Dokumen ini menjelaskan proses produksi di ruang kelas A-D yang harus dipenuhi sebelum penimbangan bahan