• Tidak ada hasil yang ditemukan

Final Modul 1 - Pemeriksaan dan Evaluasi Keamanan Bendungan

N/A
N/A
popapay anyway

Academic year: 2024

Membagikan "Final Modul 1 - Pemeriksaan dan Evaluasi Keamanan Bendungan"

Copied!
101
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN PEKERJAAN UMUM DAN PERUMAHAN RAKYAT

D I R E KT O R A T JE N D E R AL S UM B E R D A Y A A I R

SATUAN KERJA BALAI TEKNIK BENDUNGAN Gedung Balai Bendungan, Jl. Sapta Taruna Raya Komplek PU Pasar Jumat Jakarta Selatan 12310

BIMBINGAN TEKNIS PEMERIKSAAN BESAR

MODUL 1

PEMERIKSAAN DAN EVALUASI KEAMANAN BENDUNGAN

JAKARTA, MARET 2022

(2)

i KATA PENGANTAR

Ungkapan puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga Balai Teknik Bendungan telah dapat menyelesaikan penyusunan modul ini dengan baik. Modul ini menjelaskan mengenai jenis- jenis pemeriksaan bendungan dan evaluasi keamanan bendungan yang dilaksanakan pada saat pemeriksaan besar.

Salah satu kegiatan yang sangat penting untuk menjaga kelestarian fungsi dan keamanan bendungan adalah dengan melakukan pemeriksaan bendungan. Pemilik/pengelola bendungan berkewajiban melakukan pemeriksaan bendungan secara rutin, berkala biasa, berkala besar atau pemeriksaan besar dan juga pemeriksaan luar biasa pada saat terjadi kondisi luar biasa, serta pemeriksaan khusus. Dengan melaksanakan pemeriksaan bendungan secara rutin dan berkala, Pemilik/Pengelola bendungan akan mampu mengetahui sedini mungkin tanda-tanda adanya kelainan pada bendungannya, sehingga Pemilik/Pengelola bendungan dapat segera melakukan tindakan perbaikan atau tindakan pencegahan secara cepat.

Pembuatan Modul ini adalah salah satu upaya untuk meningkatkan pengetahuan, keahlian, keterampilan bagi Tenaga Ahli OP bendungan dari kantor Pengelola bendungan dan para konsultan yang melakasanakan pemeriksaan besar agar memiliki kompetensi dalam memahami dan melaksanakan pemeriksaan besar bendungan.

Kami menyadari bahwa modul ini masih masih banyak kekurangan dan kelemahannya, baik pada isi, bahasa, maupun penyajiannya. Kami sangat mengharapkan adanya tanggapan berupa kritik dan saran guna penyempurnaan modul ini. Semoga modul ini bermanfaat khususnya bagi para penggunanya.

Jakarta, Maret 2022 Kepala Balai Teknik Bendungan Direktorat Jenderal Sumber Daya Air

Duki Malindo.S.T.,MCM

(3)

ii DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar belakang ... 1

1.2 Deskripsi singkat ... 1

1.3 Tujuan pembelajaran ... 1

1.4 Materi Pokok ... 2

1.5 Petunjuk Belajar ... 2

1.6 Pengertian ... 2

BAB II JENIS PEMERIKSAAN DAN INSPEKSI ... 3

2.1 Umum ... 3

2.2 Berdasarkan Metode Pemeriksaan ... 4

2.2.1 Pemeriksaan visual ... 4

2.2.2 Pemeriksaan bawah air ... 4

2.3 Pemeriksaan yang harus dilakukan Pemilik/Pengelola Bendungan ... 4

2.3.1 Pemeriksaan rutin ... 4

2.3.2 Pemeriksaan berkala biasa ... 5

2.3.3 Pemeriksaan besar ... 6

2.3.4 Pemeriksaan luar biasa ... 7

2.3.5 Pemeriksaan khusus ... 8

2.4 Inspeksi yang dilakukan Komisi dan Balai Teknik Bendungan ... 8

BAB III TUJUAN DAN TAHAP EVALUASI KEAMANAN BENDUNGAN ...……….. ... 10

3.1 Umum ... 10

3.2 Konsepsi Keamanan Bendungan ... …………. 10

3.2.1 Pilar pertama: Keamanan struktur ... .. 10

3.2.2 Pilar kedua: Operasi pemeliharaan dan pemantauan ... …… 11

3.2.3 Pilar ketiga: Kesiapsiagaan tindak darurat……… .. 12

3.3 Identifikasi masalah ... 13

3.3.1 Pengumpulan dan telaah laporan desain konstruksi dan Riwayat OP.. 14

3.3.2 Evaluasi data topografi ... 14

3.3.3 Evaluasi kondisi geologi ... 16

3.3.4 Pemeriksaan lapangan, uji operasi dan evaluasi instrumentasi………. 16

3.3.5 Masalah dan potensi masalah yang perlu diidentifikasi………... 17

3.3.6 Catatan pemeriksaan lapangan ... 18

3.4 Evaluasi keamanan struktur bendungan ... 19

3.5 Evaluasi sistem OP ... 20

3.6 Evaluasi kesiapsiagaan tindak darurat ……… 21

3.7 Evaluasi system dokumentasi bendungan ... 21

3.8 Kesimpulan dan saran ... 21

3.9 Inspeksi besar BTB dan KKB ... 22

3.10 Pembahasan laporan dengan BTB dan KKB ...….. 22

(4)

iii

BAB IV TIM PEMERIKSA DAN PENGATURAN PELAKSANAAN PEMERIKSAAN ... 23

4.1 Kwalifikasi Tim Pemeriksa ... 23

4.2 Pengaturan Pelaksanaan Pemeriksaan ……….. 23

4.2.1 Penjadwan pelaksanaan pemeriksaan ... 23

4.2.2 Undangan inspeksi besar kepada BTB dan KKB ……… 24

4.2.3 Komponen yang diperiksa …….. ... 24

4.2.4 Kajian data ………. 24

4.2.5 Daftar simak pemeriksaan ……….. 24

4.3 Peralatan dan perlengkapan ... 25

4.4 Dokumentasi foto dan video ... 26

BAB V RAGAM KEGAGALAN BENDUNGAN DAN PENYEBABNYA ... 27

5.1 Pengenalan ragam dan penyebab kegagalan ... 27

5.2 Contoh ragam dan penyebab kegagalan bendungan ... 27

5.2.1 Kerusakan fondasi ... 38

5.2.2 Kerusakan Bangunan Pelimpah dan Bangunan Pengeluaran ... 30

5.2.3 Pengendalian Rembesan Tidak Memadai ... 31

5.2.4 Material Cacat dan Mutu Rendah ... 33

5.2.5 Kemerosotan Mutu Beton dan Kostruksi Baja ... 34

5.2.6 Pengendalian Erosi Yang Buruk ... 35

5.2.7 Kerusakan Tepian Waduk ... 35

5.2.8 Desain Atau Pelaksanaan Konstruksi Yang Buruk ... 36

BAB VI PEMERIKSAAN LAPANGAN ... 38

6.1 Tubuh bendungan urugan ... 38

6.1.1 Umum ... 38

6.1.2 Tatacara pemeriksaan ... 40

6.1.3 Problem rembesan ... 42

6.1.4 Lereng hulu ... 44

6.1.5 Puncak bendungan ... 45

6.1.6 Lereng hilir ………... 47

6.2 Bendungan beton ……….. 48

6.3 Bukit tumpuan dan fondasi ……….. . 49

6.4 Waduk ………. 49

6.5 Tanah longsor ……… 50

6.6 Bangunan pelengkap ……… 51

6.7 Catatan pemeriksaan lapangan ……….. 55

6.8 Diskusi lapangan ……… 55

6.8.1 Diskusi dengan petugas OP ... 55

6.8.2 Diskusi dengan petugas diluar instansi pengelola ... 55

BAB VII ANALISIS TEKNIK ... 56

7.1 Umum ... 56

7.2 Evaluasi aspek hidrologi dan hidrolika ... 57

7.3 Evaluasi kondisi Geologi ... 57

7.4 Evaluasi geoteknik. ……… 58

7.5 Stabilitas Terhadap Gempa ... 59

7.6 Investigasi material dan geologi fondasi ... 60

BAB VIII LAPORAN PEMERIKSAAN BESAR ... 61

8.1 Umum ... : ... 61

8.2 Isi Laporan ... 61

8.3 Riwayat pembangunan dan pengelolaan bendungan ……….. 62

8.4 Kesimpulan dan Saran ... 62

8.5 Lampiran ……….. 65

(5)

iv

8.6 Hal-hal Yang Dipertimbangkan Masuk Laporan ... 65

8.7 Laporan Ringkas ... 67

8.8 Tanda tangan ... 67

8.9 Distribusi laporan ... 67

IX BAB IX RANGKUMAN ……… ... 68

DAFTAR ISTILAH ... 71

DAFTAR ACUAN ... 73

LAMPIRAN 1 ………. . 74

LAMPIRAN 2 ………. . 78

LAMPIRAN 3 ………. . 89

(6)

v DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 : Bagan Konsepsi keamanan bendungan………..……… 13 Gambar 3.2 : Bagan kegiatan pemantauan bendungan ………. 13 Gambar 5.1 : Pelarutan/leaching pada beton gallery (atas) dan pada batuan adit

pada tumpuan (bawah) ………,……… 29 Gambar 5.2 : Reaksi alkali pada beton,mengakibatkan beton mengembang

dan akhirnya retak-retak ……… 34 Gambar 5.3 : Foto permukaan beton kolam olak yang mengalamia abrasi (kiri) dan

permukaan beton yang mengalami kavitasi (kanan) ……… 35 Gambar 5.4 : Lobang drainasi yang dilengkapi dengan manometer (Bourdon gauge)

pengukur up lift dan kran/katup penutup pada gallery bendungan beton

gaya berat Sipan Sihaporas ………. 37 Gambar 6.1 : Contoh problem yang sering dijumpai pada bendungan urugan (TADS)….… 38 Gambar 6.2 : Jangkauan pandang dan lintasan pemeriksaan lereng hilir tubuh bendungan secara zig-zag untuk lereng yang landai dan sejajar puncak

lewat berm untuk lereng yang terjal ……… .. 41 Gambar 6.3 : Cara pemeriksaan kelurusan puncak bendungan……….. . .. 43 Gambar 6.4 : Pengendalian rembesan dengan system drainasi pada bendungan urugan

Homogen ……… ……… 43 Gambar 6.5 : Rembesan yang muncul pada lereng hilir tubuh bendungan yang tidak

dilengkapi dengan system drainasi………..……… 43 Gambar 6.6 : Didih pasir (sand boil) dan aliran buluh (piping)……… 43 Gambar 6.7 : Sumur pelepas tekanan (relief wells) untuk mencegah terjadinya didih pasir 43 Gambar 6.8 : Aliran buluh (piping) dan lobang benam (sinkhole)……….. 44 Gambar 6.9 : Perbedaan bentuk antara depresi dengan lobang benam (sinkhole) …….… 44 Gambar 6.10 : Aliran buluh ke fondasi/erosi internal dan sinkhole ……… 44 Gambar 6.11 : Rembesan lewat retak melintang yang dapat muncul dalam bentuk

rembesan terpusat, rembesan lewat samping conduit, rembesan lewat

pertemuan fondasi dengan timbunan……… 44 Gambar 6.12 : Bentuk penurunan yang lazim terjadi pada tubuh bendungan yang

mengakibatkan penurunan puncak bendungan ……… .. … 45 Gambar 6.13 : Contoh perkembangan retak memanjang pada puncak bendungan…………. 46 Gambar 6.14 : Salah satu penyebab retakan memanjang pada puncak bendungan………… 46 Gambar 6.15 : Perkembangan retak melintang pada puncak bendungan……….. 46 Gambar 6.16 : Beberapa penyebab terjadinya retakan melintang……… 47 Gambar 6.17 : Longsoran dangkal………. 47 Gambar 6.18 : Longsoran dalam, perlu penurunan muka air waduk untuk mencegah

keruntuhan bendungan………. 47 Gambar 6.19 : Foto pohon yang tumbuh dilereng hilir tubuh bendungan……… 47

(7)

vi DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 : Frkuensi pemeriksaan ………... 5 Tabel 2.2 : Magnitudo dan jarak pusat gempa untuk pemeriksaan luar biasa bendungan 7 Tabel 8.1 : Status/tingkat keamanan bendungan….. ... … 63 Tabel 8.2 : Persyaratan Faktor keamanan minimum stabilitas tubuh bendungan urugan.. 64

(8)

1 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pemeriksaan bendungan adalah merupakan salah satu kegiatan yang sangat penting untuk menjaga kelestarian fungsi dan keamanan bendungan. Pemeriksaan bendungan secara visual tidak memerlukan yang biaya besar, tetapi manfaatnya sangat besar. Dengan melaksanakan pemeriksaan bendungan secara rutin dan berkala, Pemilik/Pengelola bendungan akan mampu mengetahui sedini mungkin tanda-tanda adanya kelainan pada bendungannya, sehingga Pemilik/Pengelola bendungan dapat segera melakukan tindakan perbaikan atau tindakan pencegahan secara cepat. Banyak peristiwa keruntuhan bendungan di dunia, yang gejala awalnya terdeteksi dari pemeriksaan visual, sehingga Pemilik/Pengelola bendungan dapat melakukan tindakan pencegahan terlebih dahulu untuk mengurangi jatuhnya korban jiwa yang lebih besar. Hal ini membuktikan betapa pentingnya pemeriksaan di dalam upaya menjaga keamanan bendungan.

Pemeriksaan bendungan harus dilakukan secara rutin, berkala biasa, berkala besar atau pemeriksaan besar dan juga pemeriksaan luar biasa pada saat terjadi kondisi luar biasa seperti hujan badai, gempa bumi sabotase, serta pemeriksaan khusus saat terjadi kondisi khusus yang mengancam keamanan bendungan.

Sekurang-kurangnya sekali dalam 5 tahun, pemilik atau pengelola bendungan harus melakukan pemeriksaan besar dalam rangka evaluasi keamanan bendungan secara menyeluruh terhadap aspek teknis dan non teknis.

Modul ini membahas mengenai jenis-jenis pemeriksaan bendungan dan pemeriksaan besar bendungan dalam rangka evaluasi keamanan bendungan.

1.2. Deskripsi Singkat

Mata ajar ini membekali peserta dengan pengetahuan mengenai ragam pemeriksaan bendungan dan evaluasi keamanan bendungan yang disajikan dengan cara ceramah dan tanya jawab.

1.3. Tujuan Pembelajaran

a. Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)

Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diharapkan mampu memahami jenis-jenis pemeriksaan bendungan dan prinsip pemeriksaan besar bendungan.

b. Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)

Setelah pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:

1) Menjelaskan jenis-jenis pemeriksaan dan inspeksi bendungan;

2) Menjelaskan tujuan dan tahapan evaluasi keamanan bendungan;

3) Menjelaskan kwalifikasi tim pemeriksa dan pengaturan pelaksanaan pemeriksaan;

4) Menjelaskan ragam kegagalan bendungan dan penyebabnya;

5) Menjelaskan pemeriksaan lapangan;

6) Menjelaskan analisis teknik

7) Menjelaskan laporan pemeriksaan besar

(9)

2 1.4. Materi Pokok

1) Jenis pemeriksaan dan inspeksi bendungan;

2) Tujuan dan tahap evaluasi keamanan bendungan;

3) Kwalifikasi Tim pemeriksa dan pengaturan pelaksanaan pemeriksaan;

4) Ragam kegagalan bendungan dan penyebabnya;

5) Pemeriksaan lapangan;

6) Analisis teknik ;

7) Laporan pemeriksaan besar.

1.5. Petunjuk Belajar

Agar peserta diklat dapat memahami desain bendungan secara lebih mendalam dan komprehensif, sebaiknya peserta juga mempelajari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan pedoman-pedoman yang terkait dengan desain, pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemeriksaan besar dan lain-lain.

1.6. Pengertian

Dalam modul ini yang dimaksud dengan:

(1) KKB atau Komisi adalah Komisi Keamanan Bendungan (2) BTB adalah Balai Teknik Bendungan

(3) Evaluasi Keamanan Bendungan adalah evaluasi yang dilakukan terhadap aspek teknis dan non teknis yang berpengaruh langsung maupun tidak langsung kepada keamanan bendungan. Evaluasi terhadap aspek teknis dilakukan untuk mengetahui keamanan struktur bendungan yang berupa kemanan terhadap kegagalan struktural, keamanan terhadap kegagalan hidraulis dan keamanan terhadap kegagalan rembesan. Evaluasi terhadap aspek non teknis mencakup evaluasi terhadap sistem operasi dan pemeliharaan bendungan serta kesiapsiagaan tindak darurat.

(4) NSPM adalah kepanjangan dari Norma, Standar (SNI), Pedoman dan Manual.

Yang dimaksud dengan norma adalah peraturan perundang-undangan, dan yang dimaksud dengan Standar adalah Standar Nasional Indonesia (SNI).

(5) Supervisor adalah ahli bendungan dari kantor pengelola bendungan yang tugasnya antara lain: memberikan pengarahan teknis kepada petugas OP dilapangan, melakukan pemeriksaan berkala, pemeriksaan luar biasa, pemeriksaan khusus, pemeriksaan besar (bersama konsultan), melakukan evaluasi data pemantauan, menyiapkan laporan operasi, pemeliharaan dan pemantauan, dll.

(10)

3 BAB II

JENIS PEMERIKSAAN DAN INSPEKSI

2.1 Umum

Keamanan bendungan menjadi tanggung jawab pemilik bendungan. Dalam rangka menjaga keamanan bendungan pemilik/pengelola bendungan berkewajiban melakukan pemantauan bendungan. Lingkup pemantauan bendungan meliputi:

 pembacaan instrumentasi bendungan dan evaluasi datanya,

 pemeriksaan bendungan, serta

 uji operasi terhadap semua peralatan yang terkait dengan keamanan bendungan.

Pemeriksaan bendungan dilakukan secara rutin, berkala biasa, berkala besar atau pemeriksaan besar, pemeriksaan luar biasa dan pemeriksaan khusus.

Untuk memantau penerapan kaidah-kaidah keamanan bendungan dalam pembangunan dan pengelolaan bendungan KKB dan BTB melakuan inspeksi lapangan. Inspeksi lapangan juga dilakukan untuk mengumpulkan data untuk kajian keamanan bendungan.

Didalam peraturan keamanan bendungan, istilah “inspeksi” digunakan untuk KKB dan BTB, dan istilah “pemeriksaan” digunakan untuk pemilik atau pengelola bendungan.

Dalam bab in ikan dibahas macam-macam pemeriksaan bendungan yang harus dilakukan oleh pemilik/pengelola bendungam dan macam-macam inspeksi bendungan yang dilakukan oleh KKB dan BTB. Khusus untuk pemeriksaan besar akan dibahas lebih rinci pada bab III sampai dengan bab terakhir.

2.2 Berdasarkan Metode Pemeriksaan

Dilihat dari metodenya, pemeriksaan bendungan dibedakan menjadi:

- pemeriksaan visual, dan - pemeriksaan bawah air.

2.2.1 Pemeriksaan Visual, yaitu pemeriksaan yang dilakukan secara visual pada obyek pemeriksaan yang berada di permukaan tanah dan air, seperti puncak dan lereng bendungan, bangunan pelengkap, tumpuan, waduk dan daerah sekelilingnya (rim), peralatan hidromekanikal, instrumentasi dan lain sebagainya. Pemeriksaan waduk dan daerah sekelilingnya dapat menggunakan drone. Apabila dari pemeriksaan ini ditemukan adanya indikasi masalah, baru kemudian dilakukan pemeriksaan rinci secara langsung.

(1) Bendungan Urugan, harus diperiksa terhadap kemungkinan adanya: retakan, bocoran, basahan, mata air, lubang benam, erosi buluh, , gerusan, abrasi, tumbuhnya tanaman yang berlebihan, kelurusan puncak, tonjolan, lendutan atau amblesan lereng dan berem, liang binatang, kemerosotan mutu riprap maupun bahan pelindung lereng lainnya, vortex pada permukaan air waduk dan lain sebagainya.

(2) Bendungan beton dan bangunan pelengkap, harus diperiksa terhadap kemungkinan adanya: retakan, remukan, pelarutan, bocoran, indikasi kemerosotan mutu atau reaksi kimia, kerusakan akibat erosi, kavitasi serta gerusan pondasi.

Sambungan kontraksi harus diperiksa kekedapan airnya, serta adanya gejala ekspansi atau konstraksi yang besar, dan perbedaan deformasi dari blok-blok beton yang berdekatan, demikian pula sambungan pelaksanaan konstruksi baik sambungan vertikal atau horisontal harus diperiksa kekedapan airnya. Kelurusan puncak bendungan, kantilever, dinding topang, kolom, atau dinding lainnya diperiksa

(11)

4 dengan menggunakan hasil bacaan terdahulu sebagai patokan untuk mengetahui alihan/deformasi bangunan.

Lubang aerasi pada saluran luncur pelimpah atau pada pintu harus bebas dari lumpur dan endapan lain. Bila mungkin, kolam peredam energi, kolam olak, kolam loncat air, dan peredam energi lainnya, serta saluran hilir dikeringkan secara berkala agar dapat dilakukan pemeriksaan secara teliti. Pemeriksaan ini ditekankan untuk mengetahui kemungkinan adanya gerusan atau abrasi. Disamping itu juga perlu diperiksa kemungkinan adanya bocoran, retakan atau kerusakan beton yang lain.

Bilamana pengosongan air waduk secara ekonomis dan teknis memungkinkan, setiap 10 tahun sekali perlu dilakukan pengosongan air waduk untuk keperluan inspeksi visual

2.2.2 Pemeriksaan Bawah Air, yaitu pemeriksaan terhadap obyek yang berada dibawah air, yang dapat dilakukan dengan cara pemeruman, penyelaman, dan atau dengan kamera televisi bawah air. Obyek yang diperiksa antara lain:

1) Permukaan lereng hulu bendungan, untuk mengetahui kemungkinan adanya:

lubang benam, longsoran, kemerosotan mutu lapis lindung lereng dan lain sebagainya.

2) Kolam peredam energi dan kolam loncat air, untuk mengetahui kemungkinan adanya erosi, gerusan, retakan, kerusakan pada beton, dll.

3) Muka hulu bendungan beton, untuk mengetahui kemungkinan adanya:

retakan, kemerosotan mutu bahan, atau bukaan sambungan yang berakibat pada peningkatan rembesan dan bocoran.

Apabila dari pemeriksaan nampak terjadi kemerosotan mutu material yang intensif, atau timbul kekhawatiran pada perilaku struktural, atau kesangsian terhadap keamanan struktur bendungan, harus segera dilakukan penyelidikan lanjutan yang lebih mendalam.

2.3 Pemeriksaan yang harus dilakukan Pemilik/Pengelola Bendungan:

2.3.1 Pemeriksaan rutin, yaitu pemeriksaan yang dilakukan dengan selang waktu pendek seperti harian, mingguan, dan bulanan.

Periode dan frekuensi pemeriksaan ditetapkan oleh ahli perekayasa bendungan berdasar pertimbanagn umur/tahap operasi, karakteristik, kondisi dan perilaku bendungan beserta bangunan pelengkapnya. Pada tahap pengisian awal sampai beberapa tahun kemudian adalah merupakan masa kritis bagi bendungan, oleh karenanya diperlukan pemeriksaan yang lebih intensif. Pada tabel 2.1, disajikan patokan frekuensi pemeriksaan bendungan dalam kondisi normal.

Tujuan pemeriksaan rutin: untuk mengetahui kemungkinan adanya :

- indikasi/tanda-tanda perilaku bendungan, terkait deformasi, hidraulis, rembesan, - perubahan kondisi bendungan dan komponen-komponennya,

- serta hal lain yang dampaknya berpotensi mengganggu fungsi dan keamanan bendungan, yang nampak dari pemeriksaan visual.

Gejala perilaku bendungan sebagaimana dimaksud diatas meliputi:

- aspek deformasi seperti: pergeseran, penurunan, sembulan, retakan, dll;

- aspek hidrolis seperti: erosi permukaan, erosi/gerusan pada: kaki bendungan, bangunan pengeluaran, fondasi, tumpuan, dll.

- aspek rembesan seperti: debit dan warna rembesan, munculnya daerah basah, bocoran, aliran buluh, didih pasir, lobang benam (sink hole), pelarutan material bendungan atau fondasi, dll.

Pelaksana pemeriksaan rutin, pada kondisi normal dilakukan oleh petugas OP dan coordinator (juru dan pengamat).

(12)

5 Tanda-tanda perilaku, perubahan kondisi, dan hal-hal lain yang berpotensi mengganggu keamanan dan fungsi bendungan yang dapat dideteksi melalui:

 pemeriksaan visual terhadap bendungan dan bangunan pelengkapnya, waduk dan tebing sekelilingnya, peralatan hidromekanik dan listrik, daerah sekitar bendungan, dan

 pembacaan/pengukuran instrumen pemantau perilaku bendungan yang meliputi:

deformasi, tekanan pori, up lift, rembesan.

Pembacaan instrumen juga dilakukan terhadap instrumen pemantau beban yang bekerja pada bendungan, antara lain: curah hujan, air waduk, sedimentasi, gempa bumi, suhu untuk mendukung evaluasi keamanan bendungan.

 Pembacaan curah hujan harian pada pos penakar hujan biasa maupun otomatik.

 Pembacaan papan duga muka air (peil schaal) sehari tiga kali (pagi, siang, sore). Apabila kenaikan muka air waduk meningkat secara ekstrim pembacaan ditingkatkan menjadi setiap jam. Demikian pula untuk pembacaan peil schaal di saluran hilir intake maupun bottom outlet.

2.3.2. Pemeriksaan berkala biasa, yaitu pemeriksaan yang dilakukan 2 sampai 4 kali dalam satu tahun, dengan sekurang-kurangnya 2 kali dalam 1 (satu) tahun tergantung karakteristik bendungan, kelas bahaya bendungan, dan kondisi bendungan. Untuk bendungan tinggi atau klas bahaya tinggi, atau perilakunya abnormal sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkala 4 kali dalam satu tahun.

Saat yang tepat melakukan pemeriksaan berkala yaitu, pada musim kemarau saat muka air waduk mencapai elevasi terendah sehingga dapat dilakukan pemeriksaan seluas mungkin pada lereng hulu, dan pada musim hujan saat muka air waduk penuh sehingga dapat diketahui perilaku bendungan saat menerima beban penuh khususnya pada lereng hilir bendungan. Jadwal pemeriksaan berkala biasa dibuat sesuai dengan kebutuhan dan kelancaran operasi waduk.

Tabel 2.1 : Frekuensi pemeriksaan rutin dan berkala

Katagori pemeriksa- an

Frekuensi Pemeriksaan

Masa Pengisian Setelah masa pengisian

Tahun ke 1 Tahun ke 2 Tahun ke 3,4,5 A B A B A B A Rutin

Maksimum 2/hari 2/hari 1/2hari 1/2hari 1/minggu 1/minggu 1/minggu Rata-rata 1/hari 1/hari 1/minggu 1/minggu 1/2minggu 1/2minggu 1/2minggu Minimum 1/minggu 1/hari 2/bulan - 1/bulan - 1/2bulan Berkala 1/minggu - 1/bulan - 4/tahun - 2~4/tahun A : pemeriksaan dengan berjalan kaki B : pemeriksaan dengan kendaraan

Sumber: Bulletin 62 – 1988, ICOLD

Tujuan pemeriksaan berkala, untuk mengetahui a.l. : - gejala perilaku bendungan,

- perubahan kondisi bendungan dan komponen-komponennya, - kerusakan yang terjadi,

- kondisi instrument dan peralatan hidromekanik, - penurunan mutu, dan

- hal-hal lain yang dampaknya berpotensi mengganggu fungsi dan keamanan bendungan.

Pelaksana pemeriksaan berkala biasa: supervisor/tenaga ahli bendungan bersama Koordinator OP dan petugas lapangan (juru dan pengamat)

(13)

6 Pemeriksaan berkala biasa dilakukan dengan menggunakan daftar simak yang baku.

Hasil pemeriksaan berkala biasa beserta hasil pemantauan instrumentasi (lazim disebut laporan pemantauan) disampakan ke Balai Teknik Bendungan dan Pemilik bendungan/Direktorat Pembina.

Pada setiap akhir tahun laporan-laporan pemantauan bendungan dievaluasi dan dirangkum kemudian digabung dengan Laporan Operasi dan Laporan Pemeliharaan menjadi Laporan Tahunan Operasi Pemeliharaan dan Pemantauan (OPP). Laporan tahunan OPP dibuat oleh Supervisor/Tenaga Ahli Bendungan. Pengelola bendungan menyampaikan Laporan OPP ke Balai Teknik Bendungan dan Pemilik bendungan/Direktorat OP.

Isi laporan tahunan OPP, paling sedikit memuat hal-hal sbb:

1) Hasil pemeriksaan lapangan;

2) Hasil pemantauan perilaku bendungan, yang meliputi aspek: deformasi, rembesan, tekanan pori dan tekanan angkat (uplift);

3) Interpretasi data instrumentasi: bandingkan hasil data pemantauan dengan asumsi desain, dan untuk bendungan lama bandingkan pula dengan trend data pemantauan instrumentasi;

4) Kondisi peralatan instrumentasi;

5) Hasil uji operasi peralatan yang terkait dengan keamanan bendungan;

6) Pelaksanaan operasi (normal, banjir, darurat);

7) Pelaksanaan pekerjaan pemeliharaan dan perbaikan (lingkup pekerjaan pelihraan, peralatan, bahan, dll);

8) Kejadian khusus/musibah dan peristiwa (accident and incident);

9) Kegiatan pemeriksaan/inspeksi dan studi yang dilakukan pada tahun yang bersangkutan;

10) Evaluasi penyelenggaraan kegiatan OP;

11) Kesimpulan dan saran/usulan.

2.3.3 Pemeriksaan besar,

Sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 tahun, pemilik/pengelola bendungan berkewajiban melakukan pemeriksaan besar dalam rangka evaluasi keamanan bendungan secara menyeluruh terhadap aspek teknik dan non teknik.

Tujuan evaluasi keamanan bendungan adalah untuk:

1) mengidentifikasi masalah dan potensi masalah yang ada;

2) mengetahui status keamanan bendungan;

3) membuat usulan atau saran untuk peningkatan keamanan bendungan.

Evaluasi keamanan bendungan dilaksanakan berdasar pada konsepsi keamanan bendungan dan kaidah-kaidah keamanan bendungan yang tertuang dalam berbagai NSPM.

Pelaksana pemeriksaan besar, adalah konsultan independent yang ditugasi oleh pemilik/pengelola bendungan. Tim konsultan dipimpin oleh seorang Ahli Bendungan Generalist (ahli bendungan yang juga memahami prinsip disiplin ilmu geologi, geoteknik, hidrologi sehingga dapat menyatukan pendapat dari para Ahli yang dipimpinnya) dibantu Ahli Hidrologi, Ahli Geologi, Ahli geoteknik/instrumentasi bendungan, Ahli Hidromekanikal, Ahli OP, dll.

Laporan pemeriksaan besar disampaikan ke Balai Teknik Bendungan (BTB) untuk dibahas di dalam sidang Komisi Keamanan Bendungan (KKB). Uraian rinci mengenai pemeriksaan besar dibahas pada Bab III sampai dengan Bab VIII.

(14)

7 2.3.4 Pemeriksaan luar biasa, yaitu pemeriksaan yang dilakukan setelah terjadinya peristiwa luar biasa seperti gempa bumi, hujan badai, banjir besar, sabotase dan lain sebagainya.

Ada dua tahap pemeriksaan yang perlu dilakukan, yaitu:

1) Pemeriksaan segera, yang dilakukan oleh petugas dari pengelola bendungan.

2) Pemeriksaan lanjutan oleh Tenaga Ahli dan atau BTB dan KKB.

BTB dan KKB akan melakukan inspeksi apabila dari hasil evaluasi kejadian luar biasa tersebut dinilai berpotensi membahayakan keamanan bendungan.

Gempa bumi : bila goncangan gempa terasa di lokasi bendungan, bendungan harus segera diinspeksi, dengan frekwensi sekurang-kurangnya sekali dalam seminggu - selama periode empat sampai enam minggu. Perubahan perilaku bendungan, biasanya baru terlihat beberapa minggu setelah terjadinya gempa.

Sebagai referensi, berikut disajikan tabel Magnitudo gempa dan jarak pusat gempa terhadap bendungan, yang apabila hal tersebut terjadi pada suatu bendungan, perlu segera dilakukan inspeksi luar biasa pada bendungan tersebut.

Tabel 2.2 : Magnitudo dan jarak pusat gempa untuk pemeriksaan luar biasa bendungan

MAGNITUDO Jarak Pusat Gempa

Dari Bendungan > 4 < 25 km > 5 < 50 km > 6 < 80 km > 7 < 125 km > 8 < 200 km

Sumber: Inspection of Dams Following Earthquake Guidelines, bulletin 166, 2016 ICOLD Tabel diatas hendaknya tidak digunakan secara kaku, karena pengaruh getaran

gempa pada suatu bendungan tidak selalu sama untuk setiap bendungan, tetapi sangat dipengaruhi oleh sifat gelogi fondasi, tipe bendungan dan ukuran bendungan.

Pendesain harus menetapkan Magnitudo yang akan digunakan sebagai petunjuk kapan pemeriksaan luar biasa harus dilakukan.

Banjir besar : bila diperkirakan akan terjadi banjir besar yang disebabkan oleh hujan badai yang sangat lebat, pelimpah bendungan (termasuk pelimpah tambahan) harus segera diperiksa untuk mengetahui lokasi-lokasi yang perlu perlindungan khusus terhadap banjir. Selama dan setelah terjadinya banjir, bendungan harus segera diperiksa untuk mengetahui kemungkinan adanya kerusakan-kerusakan yang perlu diperbaiki.

Badai : dapat menimbulkan gelombang yang tinggi yang dapat merusak lereng hulu bendungan. Selama terjadinya badai, lereng hulu harus dipantau untuk berjaga-jaga terhadap kemungkinan terjadinya kerusakan yang memerlukan tindakan perbaikan secepatnya. Setelah badai reda, perlu dilakukan pemeriksaan yang lebih rinci untuk mengetahui tindakan-tindakan pemeliharaan dan perbaikan lebih lanjut yang diperlukan.

Sabotase: Apabila terjadi sabotase, segera lakukan pemeriksaan untuk mengetahui kerusakan yang terjadi dan segera laporkan ke Polisi.

2.3.5 Pemeriksaan khusus yaitu pemeriksaan yang dilakukan oleh Pemilik/Pengelola bendungan segera setelah terjadi suatu masalah yang berpotensi membahayakan bendungan, seperti retakan, longsoran, amblesan, bocoran, didih pasir, dan lain-lain yang bersekala besar dan dapat membahayakan bendungan.

(15)

8 Laporan pemeriksaan berkala biasa, pemeriksaan besar, pemeriksaan luarbiasa dan pemeriksaan khusus disampaikan Pemilik/Pengelola bendungan kepada Balai Teknik Bendungan. KKB dan BTB akan melakukan inspeksi apabila dari hasil evaluasi kerusakan yang terjadi dinilai berpotensi membahayakan keamanan bendungan.

2.4 Inspeksi yang dilakukan BTB dan KKB

a. Inspeksi Awal: dilakukan dalam jangka waktu dua (2) tahun sesudah diterbitkannya izin operasi bendungan. Pada dasarnya inspeksi ini masih merupakan kelanjutan dari kegiatan pemantauan pelaksanaan pengisian awal, yang bertujuan untuk mengkaji unjuk kerja dan perilaku bendungan dan membandingkannya dengan asumsi desain.

b. Inspeksi Besar: dilakukan untuk pengumpulan data lapangan dan melakukan verifikasi atas laporan pemeriksaan besar dari Pengelola bendungan guna mendukung kajian terhadap laporan pemeriksaan besar.

c. Inspeksi Luar Biasa: dilakukan sesudah BTB menerima laporan dari Pengelola bendungan atas terjadinya peristiwa luar biasa yang dinilai berpotensi mengganggu keamanan bendungan. Inspeksi ini merupakan kelanjutan dan pendalaman dari pemeriksaaan luar biasa yang dilakukan oleh Pemilik/Pengelola bendungan.

d. Inspeksi Khusus: Inspeksi ini dilakukan sesudah BTB/KKB menerima laporan dari Pemilik/Pengelola bendungan atas terjadinya suatu masalah/kondisi khusus yang dinilai berpotensi mengganggu keamanan bendungan. Inspeksi ini merupakan kelanjutan dan pendalaman dari pemeriksaaan khusus yang dilakukan oleh Pemilik/Pengelola bendungan. Inspeksi dilakukan dengan fokus terhadap masalah yang timbul seperti: adanya longsoran besar, bocoran, penurunan yang berlebihan, retakan-retakan besar dan lain sebagainya.

e. Inspeksi untuk mendukung kajian keamanan bendungan

(1). Inspeksi dalam rangka kajian desain: Inspeksi yang dilakukan pada saat kajian desain, dengan tujuan untuk mengumpulkan data lapangan dan melakukan verifikasi atas data desain. Sasaran inspeksi calon lokasi tubuh bendungan, bangunan pelimpah, tumpuan, kolam waduk dan sekelilingnya, sumber material timbunan dan agregat beton, dan lain sebagainya.

(2). Inspeksi dalam rangka kajian pelaksanaan konstruksi dan monitoring pelaksanaan konstruksi: Inspeksi ini dilakukan pada saat pelaksanaan konstruksi dengan tujuan untuk memantau pelaksanaan konstruksi dari aspek keamanan bendungan sekaligus mengumpulkan data lapangan untuk keperluan kajian pelaksanaan konstruksi.

(3). Inspeksi dalam rangka kajian pelaksanaan pengisian awal waduk atau Inspeksi Pemantauan Pelaksanaan Pengisian awal waduk : Inspeksi ini dilakukan pada saat pelaksanaan pengisian awal waduk setelah selesainya pelaksanaan konstruksi bendungan baru, rehabilitasi, perluasan atau perubahan. Inspeksi bertujuan untuk memantau pelaksanaan pengisian dan mengumpulkan data kajian pelaksanaan pengisian.

Inspeksi tersebut diatas dapat dilakukan oleh tim inspeksi dari BTB, atau tim inspeksi dari anggota KKB dan BTB. Inspeksi oleh anggota KKB akan selalu didampingi oleh tim inspeksi dari BTB. Kepala BTB akan mengeluarkan surat pemberitahuan kepada Pemrakarsa pembangunan bendungan/Pengelola/Pemilik mengenai rencana inspeksi dari anggota KKB dan atau BTB.

Setelah melakukan inspeksi, Tim inspeksi membuat laporan inspeksi kepada Kepala BTB. Kepala BTB akan menyampaikan laporan inspeksi secara resmi kepada Pemrakarsa pembangunan bendungan/Pengelola/Pemilik. Saran dari Tim inspeksi yang

(16)

9 berpengaruh terhadap struktur mendasar bendungan atau memerlukan tambahan biaya yang besar harus dibahas didalam diskusi atau sidang KKB.

Tim inspkesi memberikan saran berdasar pada hasil pengamatan sesaat dan data yang disampaikan oleh proyek/pengelola bendungan atau konsultan. Sebelum proyek/pengelola bendungan atau konsultan melaksanakan saran dari Tim inspeksi, lebih dulu perlu mengkaji kesesuaian saran tersebut dengan data yang lebih lengkap dan kondisi lapangan terakhir. Proyek atau pengelola bendungan menyampaikan laporan tindak lanjut atas saran Tim inspeksi ke BTB.

(17)

10 BAB III

TUJUAN DAN TAHAP EVALUASI KEAMANAN BENDUNGAN

3.1 Umum

Bendungan dianggap aman apabila pembangunan dan pengelolaan bendungan telah dilaksnakan berdasar konsepsi keamanan bendungan dan kaidah-kaidah keamanan bendungan yang tertuang dalam berbagai norma, standar, pedoman dan manual. Menurut Pasal 2 Permen PUPR no 27/PRT/M/2015 tentang Bendungan, pembangunan dan pengelolaan bendungan dilaksanakan berdasar konsepsi keamanan bendungan dan kaidah-kaidah keamanan bendungan yang tertuang dalam berbagai norma, standar, pedoman dan manual (NSPM).

Sekurang-kurangnya satu kali dalam 5 tahun, pemilik/pengelola bendungan berkewajiban melakukan pemeriksaan besar dalam rangka evaluasi keamanan bendungan secara menyeluruh terhadap aspek teknik dan non teknik.

Sebelum pengelola bendungan menunjuk konsultan pemeriksaan besar, lebih dulu perlu melakukan inventarisasi dan mempelajari dokumen bendungan, antara lain:

laporan desain termasuk investigasi fondasi dan material, laporan akhir pelaksanaan konstruksi, gambar purna bangun (as built drawing), dan lain lain, untuk mengetahui kecukupan data yang dibutuhkan untuk evaluasi keamanan bendungan. Untuk melakukan evaluasi keamanan bendungan diperlukan data: topografi bendungan beserta waduknya, kondisi geologi fondasi, parameter material tubuh bendungan dan lain lain. Apabila data tersebut tidak ada atau tidak lengkap, di dalam kerangka acuan kerja pemeriksaan besar perlu dimasukkan kegiatan pengadaan data tersebut melalui pengukuran topgrafi, investigasi material timbunan, investigsi geologi fondasi, dan lain lain. Investigasi material timbunan dan investigsi geologi fondasi, dapat dilakukan dengan bor tangan, bor mesin atau cara lain tergantung pada kedalaman serta jenis dan karakteritik material timbunan dan fondasi.

a. Tujuan evaluasi keamanan bendungan adalah untuk:

1) mengidentifikasi masalah dan potensi masalah yang ada;

2) mengetahui status keamanan bendungan;

3) membuat usulan atau saran untuk peningkatan keamanan bendungan.

Evaluasi keamanan bendungan dilaksanakan berdasar pada konsepsi keamanan bendungan dan kaidah-kaidah keamanan bendungan yang tertuang dalam berbagai NSPM.

b. Tahapan dalam evaluasi keamanan bendungan meliputi:

1) Identifikasi masalah dan potensi masalah;

2) Analisis teknik untuk mengetahui keamanan struktur bendungan;

3) Evaluasi system OP;

4) Evaluasi terhadap kesiapsiagaan tindak darurat;

5) Perumusan kesimpulan dan saran;

6) Pemutakhiran data teknis bendungan;

7) Penyusunan laporan;

8) Pembahasan laporan dengan BTB dan KKB.

3.2 Konsepsi Keamanan Bendungan

Konsepsi keamanan bendunga memiliki 3 pilar:

1) Keamanan struktur;

2) Operasi Pemeliharaan dan Pemantauan;

3) Kesiapsiagaan tindak darurat.

(18)

11 3.2.1. Pilar pertama: Keamanan struktur

Agar keamanan struktur dapat dicapai, bendungan harus didesain seuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta memenuhi kriteria pokok desain bendungan yang meliputi:

1) aman terhadap kegagalan struktural, 2) aman terhadap kegagalan hidraulis, dan 3) aman terhadap kegagalan rembesan.

a. Aman dari kegagalan struktural:

Bendungan harus aman terhadap semua beban yang bekerja, yang meliputi:

beban normal (a.l. berat sendiri, air waduk) dan beban ekstrim (banjir, gempa bumi), pada semua kondisi operasi, yaitu: operasi normal, operasi banjir dan operasi darurat.

b. Aman terhadap kegagalan hidraulis

Bendungan harus aman terhadap aliran banjir yang masuk ke waduk dan juga aliran air permukaan/hujan. Untuk itu bendungan:

1) perlu dilengkapi dengan bangunan pelimpah yang mampu mengalirkan banjir desain dengan aman (kapasitasnya cukup, tidak menimbulakn kavitasi, erosi dan gerusan yang dapat membahayakan bangunan pelimpah dan tubuh bendungan;

2) memiliki sarana pengeluaran air darurat yang mampu menurunkan muka air waduk dengan cepat;

3) memiliki tinggi jagaan yang cukup;

4) dilindungi dari erosi yang ditimbulkan oleh aliran air permukaan dan hujan.

c. Aman terhadap kegagalan rembesan

Bendungan harus aman terhadap aliran rembesan yang mengalir lewat tubuh bendungan, fondasi termasuk tumpuan. Rembesan harus dikendalikan sehingga bendungan aman terhadap rembesan dan akibat yang ditimbulkannya seperti:

1) aliran buluh (piping), 2) erosi internal,

3) tekanan angkat (up lift), 4) sembulan pasir (sand boil), 5) rekah hidraulik

6) pelarutan material tubuh bendungan atau fondasi, dll.

3.2.2. Pilar kedua: Operasi, Pemeliharaan, dan Pemantauan:

Pemilik bendungan berkewajiban melakukan pengelolaan bendungan yang dilikinya dengan melakukan operasi, pemeliharaan dan pemantauan bendungan secara baik untuk menjaga keamanan bendungan dan kelestarian fungsi bendungan.

a. Operasi bendungan (Permen PUPR 27/2015 Pasal 86)

Operasi bendungan dilakukan untuk pemenuhan air dihilir, pengendalian banjir dan pengamanan bendungan.

Operasi bendungan dilaksanakan berdasar pola operasi waduk yang telah ditetapkan dengan memperhatikan: keamanan bendungan, keamanan daerah hulu dan keamanan daerah hilir bendungan.

Pada keadaan darurat, operasi bendungan diutamakan pada pengamanan bendungan.

b. Pemeliharaan: (Permen PUPR 27/2015 Pasal 87)

Pemeliharaan bendungan meliputi: pemeliharaan pencegahan, dan pemeliharaan luar biasa.

1) Pemeliharaan pencegahan dilakukan untuk mencegah terjadinya kerusakan, kemunduran mutu dan memperpanjang umur manfaat bendungan.

Pemeliharaan pencegahan dilakukan secara rutin dan berkala atau terjadwal.

(19)

12 2) Pemeliharaan luar biasa dilakukan berdasar kebutuhan diluar jadwal yang

telah ditetapkan, ditujukan untuk perbaikan kerusakan.

Pemeliharaan luar biasa meliputi: perbaikan (remedial work), perkuatan, rehabilitasi.

c. Pemantauan (Permen PUPR 27/2015 Pasal 89)

Pemantauan bendungan dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui gejala permasalahan pada bendungan secara dini, guna pengambilan tindakan oleh pengelola bendungan secara cepat dan tepat.

Lingkup kegiatan pemantauan bendungan meliputi:

1) Pembacaan instrumen beserta evaluasi datanya, yang meliputi instrumen pemantau perilaku bendungan dan instrumen pemantau beban yang bekerja pada bendungan.

 Pembacaan instrumen pemantau perilaku bendungan dilakukan untuk mengetahui perilaku bendungan yang meliputi:

- deformasi,

- tekanan pori, tekanan angkat (uplift) dan - rembesan.

 Pembacaan instrumen pemantau beban yang bekerja pada bendungan dilakukan untuk mengetahui besarnya beban:

- air waduk, dengan pembacaan elevasi muka air waduk, - curah hujan, dengan pembacaan penakar hujan, - sedimentasi waduk,

- suhu: suhu beton, suhu air waduk (khususnya untuk daerah yang memiliki 4 musim),

- gempa bumi.

2) Pemeriksaan bendungan meliputi:

- pemeriksaan rutin, dilakukan dengan selang waktu yang pendek seperti:

harian, mingguan, bulanan;

- berkala biasa, dilakukan 2~4 kali dalam satu tahun, tergantung pada karakteristik bendungan (tinggi, volume tampungan waduk, jenis material timbunan misal tanah dispersive, dll), klas bahaya/risiko, kondisi bendungan;

- pemeriksaan besar, dilakukan sekurang-kurangnya 1 kali dalam 5 tahun;

- pemeriksaan luar biasa, setelah terjadi kejadian luar biasa seperti: gempa bumi, hujan badai, sabotase;

- pemeriksaan khusus, setelah terjadi keadaan yang mengancam keamanan bendungan, seperti: longsoran besar, bocoran besar, retakan besar, dll.

3) Uji operasi

Uji operasi dilakukan terhadap semua peralatan yang terkait dengan keamanan bendungan, seperti: pintu pelimpah, pintu intake, pintu darurat, system

peringatan dini banjir, telemetri, dll.

3.2.3 Pilar ketiga: Kesiapsiagaan Tindak Darurat (Permen PUPR 27/2015 Pasal 53) Pengelola bendungan harus memiliki kesiapsiagaan tindak darurat untuk menghadapi kondisi terburuk dari bendungan yang dikelolanya.

Penanganan pada kondisi darurat tidak dibenarkan dilakukan dengan cara

”improvisasi” / coba-coba tetapi harus berdasarkan RENCANA TINDAK DARURAT (RTD) yang telah disiapkan secara matang.

Untuk memenuhi kesiapsiagaan tindak darurat pengelola bendungan melakukan:

1) penyusunan rencana tindak darurat;

2) penyiapan peralatan dan material untuk tindak darurat;

3) pemutakhiran rencana tindak darurat sesuai kondisi terkini;

4) penyiapan personil untuk pelaksanaan tindak darurat;

(20)

13 5) sosialisasi terhadap unsur masarakatmasyarakat yang terpengaruh potensi

kegagalan bendungan; dan

6) sosialisasi terhadap pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang wilayahnya terpengaruh potensi kegagalan bendungan

Gambar 3.1: Bagan Konsepsi keamanan bendungan

Gambar 3.2 : Bagan Kegiatan Pemantauan Bendungan PEMANTAUAN

BENDUNGAN

PEMBACAAAN INSTRUMEN &

EVALUASI DATANYA

PEMERIKSAAN BENDUNGAN

UJI OPERASI PERA- LATAN PENDUKUNG KEAMANAN

BENDUNGAN

- DEFORMASI - TEKANAN PORI/

UPLIFT - REMBESAN

- RUTIN: HARIAN, MINGGUAN, BULANAN - BERKALA BIASA: 2~4X/TAHUN

- PEMERIKSAAN BESAR: MIN 1X/5TAHUN - PEMERIKSAAN LUAR BIASA: SETELAH

GEMPA, HUJAN BADAI, SABOTASE - PEMERIKSAAN KHUSUS: SETELAH

TERJADI KEADAAN YANG DAPAT MENGANCAM KEAMANAN BENDUNGAN

- PINTU PELIMPAH - PINTU INTAKE - PINTU DARURAT - GAWAR BANJIR - TELEMETRI

(21)

14 3.3. Identifikasi masalah

Identifikasi masalah dan potensi masalah, dilakukan melalui kegiatan:

a. pengumpulan dan telaah terhadap dokumen bendungan yang meliputi: laporan desain, laporan pelaksanaan konstruksi dan laporan/riwayat OP termasuk pemantauan bendungan;

b. pemeriksaan lapangan yang meliputi pemeriksaan visual dan pemeriksaan bawah air;

c. uji operasi terhadap semua peralatan pendukung keamanan bendungan, d. evaluasi terhadap rekaman data instrumentasi bendungan.

3.3.1. Pengumpulan dan telaah laporan desain, konstruksi dan riwayat OP.

Semua dokumen bendungan yang meliputi: laporan desain termasuk investigasi geologi dan material, pelaksanaan konstruksi dan riwayat OP harus dikumpulkan dan ditelaah/dikaji secara cermat oleh konsultan.

Telaah dokumen dilakukan dengan tujuan:

- Untuk mengidentifikasi defisiensi atau masalah dan potensi masalah yang ada;

- Agar team konsultan pemeriksaan besar mengenal dan memahami benar bendungan yang diperiksa dan dievaluasi.

Desain bendungan dan bangunan pelengkapnya termasuk beban kerja, parameter desain, kriteria, standar, pedoman dan metode yang digunakan harus ditelaah/dikaji untuk:

- Mengetahui standar, pedoman, kriteria desain dan metode yang digunakan, masih validkah saat ini;

- Mengetahui sudahkah semua kondisi dan kombinasi pembebanan yang dipersyaratkan dalam standar (yang berlaku saat ini) diterapkan (misal beban gempa vertikal)

- Mengetahui adanya perubahan parameter desain seperti: banjir, besaran gempa, perubahan sifat material timbunan atau bangunan akibat kemerosotan mutu (deterioration), dan mengetahui bagaimana pengaruhnya terhadap keamanan bendungan.

- Menilai kinerja bendungan dengan membandingkan kinerja yang direncanakan;

Laporan investigasi geologi termasuk Peta geologi, Penampang Geologi dan Penampang Permeability lapisan batuan pondasi, perlu dipelajari untuk memperoleh informasi mengenai struktur batuan (struktur primer juga struktur sekunder), misalnya arah / kemiringan lapisan atau arah / kemiringan bidang discontinuity, hubungan antara lapis batuan, density kekar, zona atau bidang sesar, liniasi / gawir2 struktur geologi / gawir longsoran atau lapisan-lapisan tipis, material fondasi yang mudah likufaksi, material yang mudah larut, rongga (cavities), adanya offset pada sesar di fondasi dan di bukit tumpuan, pergerakan massa fondasi, dll. Disamping itu untuk mengetahui kemungkinan adanya potensi: ketidakstabilan tumpuan bendungan, longsoran pada lereng galian yang tinggi, longsoran pada lereng bukit tepian waduk, longsoran pada tebing sungai dihilir tumpuan tubuh bendungan, potensi air tertekan ( artesis ), muka air tanah, mata air dan rembesan air, ketebalan pelaukan / residual soil, tingkat kekerasan batuan pondasi dll.

Laporan dan data pelaksanaan konstruksi perlu dipelajari untuk mengetahui:

- Apakah bangunan-bangunan tersebut telah dibuat sesuai desain, atau

- Adakah modifikasi desain karena ditemukannya kondisi-kondisi yang tidak diantisipasi/diperkirakan saat peniapan desain.

Kondisi yang dijumpai pada saat pelaksanaan konstruksi dan tidak diantisipasi saat penyiapan desain, dapat berpengaruh besar pada keamanan bendungan. Kondisi tersebut seperti adanya: rembesan atau mata air pada fondasi, adanya zona lemah (weak zone), lensa pasir atau batuan porous, penyerapan material grouting (grout take) yang besar, indikasi adanya distress, potensi gelincir atau terjadinya

(22)

15 pergerakan/deformasi pada saat pelaksanaan konstruksi, merupakan potensi yang dapat berkembang menjadi kondisi yang tidak aman.

Demikian pula metode pelaksanaan konstruksi yang buruk juga dapat menyebabkan kondisi ‘latent’ tidak aman. Lemahnya kendali mutu dan tidak mencukupinya jenis dan frekuensi uji material, dapat menyebabkan material yang bermutu rendah dipakai untuk timbunan/konstruksi demikian juga pelaksanaan konstruksi menggunakan metode yang tidak tepat. Hal tersebut akan menyebabkan timbulnya bidang lemah pada bendungan/bangunan yang pada akhirnya akan berakibat buruk pada keamanan bendungan.

Dokumen OP dan semua laporan pemeriksaan, laporan inspeksi, laporan kajian, laporan studi selama bendungan beroperasi perlu dipelajari. Demikian pula catatan operasi, kinerja bendungan dan bangunan pelengkap, hasil pengamatan dan interpretasi data instrumen, dokumen-dokumen perubahan pada kriteria/rencana operasi, kriteria operasi dari pendesain, laporan pemeliharaan, dan catatan ‘historis’

lainnya yang ada harus dikaji untuk mengetahui apakah semuanya sudah.

Hasil pengumpulan dan telaah terhadap laporan desain, pelaksanaan konstruksi dan riwayat/laporan OP hendaknya dimasukkan dalam laporan pemeriksaan besar.

Uraian rinci mengenai telaah dokumen desain, pelaksanaan konstruksi dan OP disajikan pada Lampian I.

3.3.2. Evaluasi data topografi

Evaluasi dilakukan untuk mengetahui kecukupan dan validitas data topografi (pengukuran dan pemetaan) yang diperlukan untuk mendukung evaluasi keamanan bendungan. Terkait dengan validitas, peta dan hasil pengukuran topografi yang ada perlu diperiksa: referensi koordinat yang digunakan (harus menggunakan system koordinat nasional), ketelitiannya dan kesesuaiannya dengan kondisi lapangan terkini.

Apabila data tersebut sudah ada dan masih valid, pada pemeriksaan besar tidak perlu dilakukan pengukuran topografi kembali, kecuali pengukuran kapasitas waduk yang perlu dilakukan setiap lima tahun.

Untuk mengetahui deformasi yang sudah terjadi pada tubuh bendungan, dapat dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengukuran geometri tubuh bendungan saat pemeriksaan besar dengan gambar hasil pengukuran purna bangun (asbuilt drawing).

Pengukuran topografi dilakukan untuk mengetahui:

- kapasitas tampungan waduk;

- luas genangan waduk;

- batas garis sempadan waduk, yaitu 50 m diluar muka air banjir maksimum diukur pada jarak datar;

- tataletak bendungan;

- geometri tubuh bendungan dan bangunan pelengkap, termasuk profil melintang dan memanjang;

- pengukuran sungai (potongan memanjang dan melintang), untuk menghitung kapasitas palung sungai guna evaluasi operasi waduk (khususnya bendungan dengan pelimpah berpintu), pengendalian banjir hilir, studi keruntuhan bendungan dan penyiapan/pemutakhiran RTD. Persyaratan pengukuran sungai mengacu pada PT-02 Pengukuran Topografi Standar Perencanaan Irigasi Bagian VI.

- pemetaan daerah genangan banjir untuk mendukung studi keruntuhan bendungan dan penyiapan/pemutakhiran RTD.

(23)

16 Apabila data diatas sudah ada dan masih valid, pada pemeriksaan besar tidak perlu dilakukan pengukuran kembali, kecuali pengukuran kapasitas waduk.

Pengukuran/pemetaan daerah genangan waduk, dapat dilakukan dengan bathimetri dan pengukuran teristris hingga diluar garis sempadan waduk. Apabila setiap tahun waduk mengalami periode kering, pengukuran daerah genangan waduk lebih baik dilakukan denga cara teristris karena hasilnya lebih akurat. Selama pengukuran waduk, sekaligus perlu dipasang BM dan patok tetap atau CP disekeliling waduk untuk dijadikan pedoman jalur pengukuran bathimetri.

Pengukuran bendungan dan bangunan pelengkapnya, dilakukan dengan pemetaan situasi detil, pengukuran potongan memanjang dan pengukuran potongan melintang.

Sekala pengukuran mengikuti standar pengukuran untuk desain.

Pengukuran harus dilakukan berdasar pada system koordinat (X,Y,Z) nasional.

Penggambaran tubuh bendungan mengikuti kaidah penggambaran pada SDA dimana tumpuan kiri bendungan berada dibagian kiri gambar dan tumpuan kanan berada dibagian kanan gambar. Gambar potongan melintang tubuh bendungan, posisi waduk diletakkan disebelah kiri. Gambar potongan memanjang sungai, bagian hulu diletakkan pada sisi kiri gambar, air mengalir dari kiri kekanan.

3.3.3. Evaluasi kondisi geologi

Perhatian utama dalam evaluasi geologi adalah pada:

- stabilitas fondasi, - stabilitas bukit tumpuan, - stabilitas tebing tepian waduk;

- longsoran yang dapat mengganggu keamanan dan fungsi bendungan serta mengganggu kegiatan OP bendungan (lereng galian disamping jalan akses);

- rembesan dan aspek geologi lain yang dapat membahayakan bendungan.

Untuk mengetahui adanya potensi bahaya dari aspek geologi sering lebih dulu harus memahami struktur rinci geologi fondasi, kegempaan, dampak terjadinya gempa serta sifat fisik dan sifat teknik material timbunan dan fondasi. Untuk itu tim pemeriksaan besar perlu mempelajari semua informasi, laporan studi dan investigasi geologi yang ada. Penjelasan rinci mengenai hal ini dapat dilihat pada Bab VII Analisis Teknik.

3.3.4. Pemeriksaan lapangan, uji operasi dan evaluasi instrumentasi bendungan Pemeriksaan lapangan, uji operasi dan kajian atas data instrument perlu dilakukan untuk menilai kinerja sebenarnya dari bendungan.

a. Pemeriksaan lapangan dilakukan secara visual dan bawah air, antara lain terhadap tubuh bendungan, bangunan pelengkap, peralatan hidromelknik elektrik, instrumentasi, waduk dan lereng tepian waduk.

Pemeriksaan lapangan dilakukan oleh konsultan pemeriksaan besar bersama petugas OP dan tenaga ahli bendungan (supervisor) dari pengelola bendungan.

Selama pemeriksaan besar perlu dilakukan diskusi bersama membahas masalah dan potensi masalah yang ditemukan. Seringkali petugas OP dapat menunjukkan masalah dan potensi masalah yang timbul pada bendungan khususnya pada peralatan hidromekanik elektrik saat dioperasikan.

Kondisi sesaat bendungan, dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan lapangan. Bendungan, bangunan pelengkap, dan peralatan hidromekanik harus diperiksa dengan disertai uji operasi apakah mereka mampu bekerja sebagaimana yang direncanakan.

Bagian-bagian yang rusak, pergerakan/pergeseran yang tidak diharapkan, rembesan atau bocoran yang tidak biasa, peralatan elektrik dan mekanik yang tidak berfungsi

(24)

17 dengan benar, dan semua observasi yang berkaitan dengan keamanan bendungan harus diidentifikasikan dan dicatat.

b. Uji operasi, harus dilakukan terhadap semua peralatan yang mendukung keamanan bendungan seperti pintu, katup, system telemetri, sistem gawar banjir. Uji operasi dilakukan dengan menggunakan daftar simak, setelah itu dibuat berita acara uji operasi. Uji operasi harus dilakukan oleh tenaga ahli terkait dari konsultan pemeriksaan besar bersama petugas OP.

c. Evaluasi instrumentasi bendungan, dilakukan untuk memastikan intrumen dapat berfungsi dengan baik dan untuk mengetahui perilaku bendungan.

Untuk memastikan instrumen dapat berfungsi dengan baik, dapat dilakukan dengan cara:

- melakukan evaluasi terhadap kewajaran data instrument, dan

- melakukan pembacaan instrument secara langsung di lapangan. Sebelum dilakukan pembacaan perlu dilakukan flushing terhadap instrumen OW dan pisometer pipa tegak serta kalibrasi terhadap instrumen yang lain.

Terhadap instrumen yang berfungsi baik, kemudian dilakukan evaluasi rekaman datanya untuk mengetahui perilaku bendungan dengan cara:

- membandingkan terhadap batas bacaan sesuai asumsi desain (batas aman, batas bahaya);

- membandingkan dengan trend data historisnya, - membandingakan dengan data instrumen yang lain.

Hasil pembacaan instrumen dan analisis data instrumen dapat mengungkap atau memprediksi masalah atau potensi masalah yang mungkin akan terjadi pada bendungan.

Penjelasan rinci mengenai pemeriksaan lapangan disajikan pada bab V, uji operasi peralatan hidromekanikal dijelaskan pada Modul Peralatan Hidromekanikal dan evaluasi instrumentasi dijelaskan pada Modul Evaluasi Instrumentasi.

3.3.5. Masalah dan potensi masalah yang perlu di-identifikasi

Masalah, potensi masalah dan kelemahan (weaknesses) dapat diidentifikasi dengan melakukan pemeriksaan lapangan dan mengkaji semua laporan desain, pelaksanaan konstruksi, riwayat OP, serta data dan informasi yang terkait dengan keamanan bendungan. Semua laporan, data, informasi, dan catatan yang ada perlu dikumpulkan dan ditelaah/dipelajari untuk mengidentifikasi potensi masalah yang ada.

Masalah dan potensi masalah yang perlu di identifikasi antara lain sebagai berikut:

(1) kinerjanya yang tidak sesuai dengan prediksi desain;

(2) terjadinya kerusakan konstruksi;

(3) penyimpangan perilaku bendungan (rembesan, deformasi, tekanan pori);

(4) timbulnya bahaya dari aspek geologi;

(5) tidak berfungsinya peralatan hidro-mekanik dan hidro-elektrik;

(6) indikasi terjadinya kemorosotan mutu atau melemahnya bangunan dan fondasi, dll.

Seringkali kelemahan atau kerusakan dapat diketahui dari perubahan perilaku bangunan, fondasi, tebing tumpuan, atau rembesan. Pengetahuan tentang perilaku bendungan merupakan hal yang penting dalam evaluasi. Bila hasil survai atau bacaan instrumen tidak tersedia dilapangan, harus diminta kepada pengelola bendungan atau dicari. Sebelum melakukan pembacaan instrumen, hasil pembacaan instrumen terakhir harus diperiksa lebih dulu. Grafik seri data perilaku

(25)

18 bendungan (deformasi, tekanan pori, rembesan) harus tersedia pada saat pemeriksaan lapangan untuk dapat segera dievaluasi dan diperbandingkan, bila dicurigai adanya masalah.

Apabila dalam pemeriksaan lapangan dijumpai adanya defisiensi (masalah, potensi masalah, kelemahan) lakukan tindakan yang terangkum dalam akronim SIMPLE, yang merupakan kepanjangan dari kata sbb:

Sketch: buat gambar sket apabila dari hasil foto kurang memberi memberikan gambaran yang jelas mengenai masalah/potensi masalah yang ada;

Investigate: lakukan investigasi seberapa parah masalah/potensi masalahnya;

Measure: Ukur dan catat dimensi masalah/potensi masalahnya;

Photograph: lakukan pemotretan dan buat catatan gambaran karakteristik masalah/potensi masalahnya;

Locate: tandai catatat lokasi masalah/potensi masalah dan kaitkan dengan patok referensi permanen

Engage/ikutsertakan ahli terkait untuk mendikusikannya.

3.3.6. Catatan pemeriksaan lapangan

Semua temuan masalah dan potensi masalah yang ditemukan selama pemeriksaan lapangan dan kajian terhadap data, informasi dan laporan yang ada, harus dicatat.

tanpa harus diingat-ingat. Untuk masalah/potensi masalah yang ditemukan saat pemeriksaan lapangan, harus dilengkapi dengan penjelasan mengenai:

1) Apa masalah/potensi masalahnya (What);

2) Dimana lokasinya (Where); misal: pada lereng hilir bendungan, Sta. 100,0m;

elev. +175,0 m, berjarak sekitar 60,0m dari puncak bendungan;

3) Kapan mulai terjadinya (When);

4) Kenapa terjadi/apa penyebabnya (Why);

5) Seberapa parah potensi masalahnya (What Extent);

Untuk dapat menjawab pertanyaan nomor 4) dan 5) lebih dulu perlu dilakukan observasi yang mendalam terhadap masalah/potensi masalah yang ditemui, kemudian dilakukan evaluasi untuk mengetahui penyebab dan dampaknya terhadap keamanan bendungan. Dalam hal masalahnya berupa longsoran, perlu dikaji mekanisme terjadinya longsor, bentuk dan posisi bidang gelincirnya.

Evaluasi dilakukan secara bersama-sama oleh seluruh ahli yang terkait.

6) Ukuran potensi masalah/kerusakan yang ditemui. Misal untuk retakan: pola retakan, panjang, lebar, kedalaman, off set (perbedaan tinggi antar sisi kiri dan kanan retakan. Untuk bocoran: debit dalam l/dt, warna, kandungan material, dll;

7) Diskripsi lain yang dianggap penting, seperti tingkat kekeruhan aliran rembesan /kandungan sedimen, pola retakan, laju kemerosotan mutu yang terlalu cepat, perubahan kondisi, kecukupan lapis lindung, sistem drainasi permukaan, dll;

8) Dan dilengkapi dengan dengan foto dan video dokumentasi, dan apabila foto tidak mampu gambaran secara jelas, lengkapi dengan gambar sket. Foto dan video, diberi keterangan waktu pengambilan foto dan video.

Salah satu metoda yang baik dalam mengkaji kondisi bendungan adalah dengan mempelajari foto-foto dokumentasi sebelumnya, yang merupakan catatan permanen kondisi bendungan, kemudian dibandingkan dengan kondisi saat ini, hal ini penting dalam pembuatan laporan pemeriksaan atau inspeksi.

Pemeriksaan lapangan harus menggunakan daftar simak yang telah disiapkan lebih dulu untuk bendungan yang bersangkutan dan bangunan pelengkapnya. Penggunaan

(26)

19 daftar simak saat pemeriksaaan akan banyak membantu, namun harus diingat bahwa lingkup pemeriksaan tidak terbatas hanya pada daftar simak tersebut.

Setiap penyimpangan perilaku bendungan walaupun kecil atau nampak tidak berarti, harus diidentifikasi dan dicatat karena kondisi yang tidak biasa dapat menjadi peringatan dini akan terjadinya kondisi bendungan yang tidak aman.

3.4. Evaluasi keamanan struktur bendungan

Evaluasi keamanan struktur dilakukan dengan melakukan analisis teknik untuk mengetahui status/tingkat keamanan struktur bendungan, ditinjau terhadap kriteria pokok desain bendungan sebagai berikut:

1) Aman terhadap kegagalan struktural

- Lakukan analisis stabilitas tubuh bendungan pada potongan tertinggi dan potongan lain yang bermasalah (tekanan pori terlalu tinggi, lerengnya basah, bentuk lereng telah berubah, dll), periksa faktor keamanannya.

- Analisis dilakukan terhadap penurunan (settlement), pergeseran (diplacement) dan longsoran (dibahas secara rinci dalam modul tersendiri).

- Periksa stabilitas lereng alam/galian disekitar bendungan yang berpotensi longsor dan mengganggu keamanan bendungan seperti lereng galian pelimpah.

- Lakukan analisis stabilitas bangunan pelengkap apabila ada keraguan terhadap stabilitas bangunan pelengkap.

2) Aman terhadap kegagalan hidraulik

- Lakukan analisis debit banjir berdasar data hidrologi terkini dan kapasitas tampungan waduk berdasar hasil pengukuran terakhir, kemudian periksa kembali kapasitas pelimpah dan kecukupan tinggi jagaan.

- Pastikan bangunan pelimpah mampu mengalirkan banjir desain dengan aman: kapasitasnya cukup, alirannya tidak menimbulkan kavitasi, erosi dan gerusan yang membahyakan bendungan dan bangunan pelimpah sendiri.

- Pastikan bendungan dan daerah sekitarnya aman terhadap erosi permukaan berdasar evaluasi terhadap hasil pemeriksaan lapangan.

3) Aman terhadap kegagalan rembesan

- Pastikan bendungan dan bangunan pelengkap aman terhadap piping, erosi internal, sembulan pasir, pelarutan material, rekah hidrolik, berdasar hasil evaluasi data instrumentasi, hasil pemeriksaan lapangan dan perlu dengan didukung analisis rembesan.

Analisis teknik dilakukan setelah selesai melakukan pemeriksaan lapangan, uji operasi dan evaluasi instrumentasi bendungan. Analisis dilakukan berdasar pada kondisi riil dilapangan antara lain: hasil analisis hidrologi dan kapasitas tampungan waduk terkini, geometri bendungan, parameter material timbunan terpasang, kondisi geologi fondasi, data instrumentasi, perubahan beban yang mungkin terjadi dengan mengacu pada NSPM yang berlaku.

Dalam hal tidak terdapat data parameter meterial timbunan dan atau data geologi fondasi bendungan, perlu dilakukan investigasi material timbunan tubuh bendungan dan investigasi geologi fondasi. Demikian pula apabila tidak terdapat data hasil pengukuran topografi bendungan, bangunan pelengkap dan waduk, dalam pemeriksaan besar perlu dilakukan pengukuran topografi tersebut.

(27)

20 Hasil analisis teknik kemudian dirumuskan untuk menetapkan status keamanan struktur bendungan, membuat kesimpulan dan saran. Penjelasan rinci mengenai analisis teknik disajikan pada bab VII.

3.5. Evaluasi system OP

Evaluasi sistem OP, meliputi antara lain:

a. Kecukupan organisasi OP/UPB ditinjau dari:

- Lingkup, tugas dan fungsinya,

- Kecukupan jumlah dan kompetensi SDM OP.

b. Kecukupan Pedoman/panduan OP, ditinjau dari: usia pedoman, lingkup/muatan pedoman, kesesuaian dengan kondisi terakhir bendungan, kemudahan untuk dipahami dan dilaksanakan.

c. Penerapan Panduan OP.

- Periksa apakah operasi, pemeliharaan dan pemantauan telah dilaksanakan sesuai dengan Panduan/ Pedoman OP yang ada. Apabila belum dilaksanakan, kaji apa sebabnya.

- Periksa adakah kegiatan pemeliharaan pencegahan (preventive maintenance) yang belum dilaksanakan dilapangan. Apabila belum dilaksanakan, kaji apa sebabnya.

- Periksa apakah siklus menejemen OP yang meliputi: Planning, Implementasi, dan Evaluasi, diterapkan dalam penyelenggaraan OP. Apabila belum dilaksanakan, kaji apa sebabnya.

-

d. Laporan OP

Pengelola bendungan berkewajiban menyampaikan laporan OP ke ke Balai Teknik Bendungan dan pemilik bendungan/Direktorat OP, yang meliputi:

- laporan pemantauan berkala (triwulan/catur wulan/ tengah tahunan), - laporan tahunan operasi pemeliharaan dan pemantauan,

- laporan pemeriksaan besar

- laporan pemeriksaan luar biasa dan - laporan pemeriksaan khsusus.

Periksa apakah kewajiban tersebut telah dilaksanakan. Apabila belum, kaji apa sebabnya.

e. Kecukupan dana OP

Periksa kecukupan dana yang tersedia untuk memenuhi seluruh kebutuhan kegiatan OP. Kumpulkan kebutuhan biaya OP (yang diusulkan) dan realisasinya (dana yang disetujui) selama lima tahun terakhir.

f. Evaluasi penyelenggaraan OP

Lakukan evaluasi penyelenggaraan OP untuk mengetahui: efisiensi dan efektifitas penyelenggaraan OP serta mengetahui kemungkinan adanya problem yang sedang berkembang. Evaluasi dilakukan terhadap: pelaksanaan kegiatan OP termasuk biaya yang dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh.

g. Saran tindak lanjut pemecahan masalah

Semua masalah dan potensi masalah yang ada pada system OP, perlu dilengkapi dengan saran tindak lanjut pemecahan masalahnya secara spesifik.

3.6. Evaluasi kesiapsiagaan tindak darurat

a. Periksa sudahkah pengelola bendungan memiliki kesiapsiagaan tindak darurat sebagaiman dimaksud pada Pasal 53 Permen PUPR No.27/PRT/M/2015, dengan melakukan :

- penyusunan rencana tindak darurat;

- penyiapan peralatan dan material untuk tindak darurat;

(28)

21 - pemutakhiran rencana tindak darurat sesuai kondisi terkini;

- penyiapan personil untuk pelaksanaan tindak darurat, termasuk pelatihan;

- sosialisasi terhadap unsur masarakat yang terpengaruh potensi kegagalan bendungan; dan

- sosialisasi terhadap pemerintah daerah provinsi dan pemerintah daerah kabupaten/kota yang wilayahnya terpengaruh potensi kegagalan bendungan.

b. Periksa kecukupan dokumen RTD, meliputi antara lain:

- Usia RTD, kesesuaian dengan kondisi terakhir di lapangan, lingkup isi, kemudahan untuk dipahami dan dilaksanakan.

- Kewajaran skenario analisis keruntuhan bendungan, serta peta daerah genangan banjir akibat potensi keruntuhan bendungan dan peta rencana evakuasi akibat banjir potensi keruntuhan bendungan.

c. Periksa sudahkah dilakukan pelatihan terhadap para petugas pelaksana RTD dan sudahkan para petugas pelaksana memahami RTD tersebut.

3.7. Evaluasi sistem dokumentasi bendungan

Dokumen bendungan yang meliputi dokumen desain, pelaksanaan konstruksi, dan OP harus disimpan di:

- Lokasi bendungan/Kantor UPB;

- Kantor Pengelola Bendungan;

- Kantor Pemilik Bendungan;

- Sekretariat KKB/Balai Teknik Bendungan.

b. Periksa kelengkapan dokumen bendungan (dokumen desain, pelaksanaan konstruksi termasuk gambar purna bangun, dokumen OP) di lokasi bendungan/kantor UPB dan kantor pengelola bendungan.

c. Periksa kerapihan sistem pengarsipan dan kemudahan dalam mengakses dokumen tersebut.

d. Periksa apakah pengelola/pemilik bendungan telah mendistribusikan dokumen bendungan ke masing-masing lokasi penyimpanan tersebut.

3.8. Kesimpulan dan saran

Kesimpulan dan saran pemeriksaan besar memuat:

- Daftar masalah (teknis dan non teknis) dan saran tindak lanjut yang spesifik untuk masing-masing maslah dan potensi masalah;

- Status/tingkat keamanan bendungan;

- Saran tindak lanjut terkait dengan status keamanan bendungan.

Kesimpulan dan saran dibuat berdasar hasil evaluasi terhadap aspek teknis dan non teknis.

a. Evaluasi teknis dilakukan untuk mengetahui status keamanan struktur

bendungan. Status keamanan struktur bendungan baru dapat ditetapkan setelah melakukan analisis teknik. Status keamanan struktur bendungan digolongkan menjadi empat tingkat, seperti tabel 8.1.

b. Saran dibuat sesuai dengan kesimpulan status keamanan yang dapat berupa saran: studi dan investigasi lanjutan, perbaikan, rehabilitasi, pembatasan operasi atau perubahan pola operasi, dll.

c. Evaluasi non teknis dilakukan terhadap system OP dan kesiapsiagaan tindak darurat, dan hal-hal lain yang dianggap perlu oleh pengelola/pemilik bendungan seperti efisiensi pemanfaatan air waduk. Evaluasi dilengkapi dengan saran 3.9. Inspeksi besar BTB dan KKB

Pada pertengahan kegiatan pemeriksaan besar (setelah melakukan pengumpulan dan telaah dokumen bendungan, pemeriksaan lapangan dan identifikasi masalah

Gambar

Tabel 2.2 : Magnitudo dan jarak pusat gempa untuk pemeriksaan luar biasa bendungan
Gambar 3.2 : Bagan Kegiatan Pemantauan Bendungan PEMANTAUAN
Gambar 3.1: Bagan Konsepsi keamanan bendungan
Gambar 5.2:  R eaksi alkali pada beton,mengakibatkan beton mengembang   dan akhirnya retak-retak
+7

Referensi

Dokumen terkait

- Identifikasi dan menilai karakteristik medan untuk permukiman - Evaluasi kesesuaian medan untuk lokasi permukiman Kemiringan, jumlah dari kedalaman saluran, kondisi

“Persepsi setiap individu mengenai suatu objek atau peristiwa sangat tergantung pada kerangka ruang dan waktu yang berbeda.” Perbedaan tersebut disebabkan oleh dua faktor, yaitu

Pada analisis kestabilan lereng yang dilakukan pada tubuh Tanggul Sidoarjo dengan beberapa kondisi tanggul yang berbeda memiliki kondisi nilai faktor keamanan (FK)

Tujuan dari analisa instrumentasi geoteknik pada bendungan urugan tanah di Lodan yaitu untuk mengetahui respon instrument piezometer, untuk mengetahui garis freatik memotong

Evaluasi tekanan negatif dilakukan untuk mengetahui kondisi tekanan udara didalam ruangan selama satu tahun.. Pengukuran tekanan udara ruangan dilakukan dengan

Berikut ini beberapa permasalahan dalam mengembangkan usaha: 1. Faktor kurangnya modal. Modal merupakan salah satu faktor utama yang diperlukan untuk mengembangkan suatu

Dayadukung tanah lempung de- ngan Faktor Keamanan = 2 untuk fondasi dangkal dengan kedalaman 1 M pada kondisi local shear, dapat mengalami peningkatan kekuatan

Hasil dari analisis yang telah dilakukan adalah debit rembesan di dalam tubuh bendungan untuk kondisi musim hujan (muka air maksimum) dihitung dengan SEEP/W sebesar 4,3777 × 10 -6