• Tidak ada hasil yang ditemukan

Geomorfologi dan Lereng

N/A
N/A
Samuel Sitompul

Academic year: 2025

Membagikan "Geomorfologi dan Lereng"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Nama : Samuel Sitompul NIM : 03071282328029 Asisten : Suci Febria Lestari

ASPEK GEOMORFOLOGI DAN SLOPE

A. Pengenalan Geomorfologi

Geomorfologi bisa didefinisikan sebagai ilmu tentang muka bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya. Geomorfologi berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas tiga kata yaitu Geos yang berarti bumi, morphos yang berarti bentuk, dan logos yang berarti ilmu pengetahuan. Jadi dapat disimpulkan bahwa geomorfologi adalah sebuah ilmu yang mempelajari suatu bentuk lahan yang membentuk permukaan bumi baik di atas maupun dibawah permukaan laut dan menekankan pada proses terjadinya serta proses perkembangannya dalam konteks keruangannya.Bentuklahan memiliki kesan topografis dan ekspresi topografik. Kesan topografis adalah konfigurasi permukaan bersifat pemerian atau deskriptif suatu bentuklahan. Ekspresi topografik diperlihatkan oleh aspek kuantitatif dari suatu bentuklahan. Apabila kesan dan ekspresi topografi tersebut diamati, maka akan memberikan penjelasan tentang sifat dan watak suatu bentuklahan. Penentuan kesamaan sifat dan perwatakan bentuklahan berdasarkan kesan topografis dan ekspresi topografik akan membantu di dalam penentuan klasifikasi suatu bentuklahan berbasis morfologi.Aspek-aspek Geomorfologi Menurut Verstappen (1985) ada empat aspek utama dalam analisa pemetaan geomorfologi yaitu Morfologi, Morfogenesa, Morfokronologi, dan Morfoasosiasi.

B. Morfologi

Morfologi dalam geologi merujuk pada bentuk fisik dan struktur permukaan bumi serta bagaimana bentuk-bentuk tersebut terbentuk. Ini melibatkan studi tentang relief, lembah, gunung, dan fitur-fitur lainnya yang terbentuk oleh proses geologis seperti erosi, sedimentasi, vulkanisme, dan tektonik lempeng. Dalam hal ini, morfologi mencakup analisis bentuk-bentuk daratan, dasar laut, dan permukaan lainnya untuk memahami sejarah geologis, dinamika bumi, dan peran proses-proses geologi dalam membentuk struktur bumi saat ini. Secara etimologis, istilah morfologi sebenarnya berasal dari bahasa Yunani yang merupakan gabungan dari morphe yang berarti bentuk dan logos yang berarti 'pengetahuan' (Ralibi, 1982:363). Morfologi merupakan susunan dari obyek alami yang ada dipermukaan bumi, sesuai dengan proses pembentukannya. Morfologi adalah kenampakan roman permukaan bumi ditunjukkan dengan pola kontur tertentu di suatu daerah. Aspek morfologi ini terbagi menjadi 2, yaitu: morfometri yang merupakan aspek kuantitatif yang didasarkan pada perbedaan ketinggian daerah dengan daerah lain serta lereng kemiringan daerah, hubungannya dengan proses geologi yang mempengaruhinya dengan baik proses eksogen dan proses endogen juga perbedaan litologi dan tingkat ketahanan batuan pembuat daerah. Begitu juga dengan morfografi yaitu gambaran morfologi suatu daerah seperti pegunungan, perbukitan, dataran, dan lain-lain. Bentuk lanskap di suatu daerah dapat dilihat berdasarkan jenis batuannya. Di mana jenis batuan yang berbeda di suatu daerah menyebabkan perbedaan bentuk morfologi suatu daerah morfologi atau bentang alam suatu kawasan dalam aspek geomorfologi dapat dilihat secara visual secara kuantitatif yaitu dengan kemiringan lereng dan secara kualitatif yaitu deskripsi morfologi suatu daerah seperti pegunungan, perbukitan dan dataran. Perbedaan jenis batuan di suatu daerah menyebabkan perbedaan morfologi karena batuan jenis ini memiliki batas atau kekuatan batuan tertentu sehingga terbentuk morfologi yang berbeda. Sebuah

(2)

morfologi daerah dapat diketahui melalui litologi atau batuan yang membentuk suatu daerah dengan cara menentukan jenis litologi suatu daerah. Ada Ilmu yang mempelajari pembentukan bumi dikenal dengan istilah geomorfologi.

Dalam Geomorfologi ada beberapa aspek penting yang menjadi dasar pembelajaran yaitu morfografi dan morfometri. Morfografi merupakan aspek geomorfologi yang bersifat deskriptif pada suatu daerah dataran, perbukitan, pegunungan dan dataran tinggi. Morfografi juga merupakan susunan benda-benda alam yang ada di permukaan bumi, yang menggambarkan suatu bentuk daratan. Pencarian karakteristik morfometri sangat erat kaitannya dengan orde sungai, panjang sungai, keliling sungai dan luas sungai. Berdasarkan urutan aliran, kita dapat menentukan nilai indeks cabang. Dari data panjang ruas sungai dan luas sungai tersebut dapat ditentukan kerapatan alirannya. Morfometri juga merupakan aspek geologi yang menggambarkan bentukan lahan secara kualitatif. Morfometrik dalam geologi adalah studi tentang pengukuran kuantitatif dan analisis bentuk dan ukuran berbagai kenampakan geologis, seperti gunung, lembah, dan sungai. Ini melibatkan penggunaan metode matematika dan statistik untuk mengukur, membandingkan, dan mengklasifikasikan bentuk permukaan bumi dan memahami hubungan antara morfologi dan proses geologis yang terlibat dalam pembentukannya.

Morfometri membantu ahli geologi mengidentifikasi pola yang relevan dengan proses geologi, evolusi permukaan bumi, dan faktor lingkungan yang mempengaruhi bentuk geologi. Ada beberapa jenis morfologi dalam geologi yang meliputi berbagai bentuk dan ciri permukaan bumi, yaitu morfologi gunung, lembah, pesisir, karst, dasar laut, vulkanik, gletser, gurun, fluvial, dan laut.

Gambar 1 Morfologi Dasar Laut

Sumber : https://hotelier.id/studi/morfologi-dasar-laut/

1) Morfologi Gunung: mencakup puncak gunung, lereng dan lembah yang terbentuk oleh gerakan tektonik, erosi dan aktivitas vulkanik. Morfologi gunung meliputi ciri-ciri fisik dan strukturyang terdapat di daerah pegunungan. Morfologi pegunungan mencerminkan kompleksitas proses geologis yang terlibat dalam pembentukan pegunungan. Perbedaan jenis batuan, aktivitas tektonik, erosi, dan proses lainnya dapat menghasilkan berbagai kenampakan yang menarik di dalam suatu pegunungan.

2) Morfologi Lembah: morfologi lembah merujuk pada karakteristik fisik dan bentuk lembah yang dapat ditemukan di berbagai jenis lingkungan. Lembah adalah area rendah yang dikelilingi oleh lereng atau pegunungan, dan bentuknya dapat sangat bervariasi tergantung pada proses geologis dan lingkungan di mana lembah tersebut terbentuk. Termasuk lembah sungai, lembah glasial, dan lembah yang terbentuk oleh erosi air, es, dan proses lainnya.

3) Morfologi Pesisir: morfologi pesisir mengacu pada ciri fisik dan bentuk daerah peralihan antara darat dan laut, yaitu daerah pesisir. Morfologi pesisir sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh berbagai proses geologi, oscanografi, dan cuaca. Menyangkut pantai berpasir, tebing pantai, terumbu karang, dan kenampakan lain di dekat air yang dibentuk oleh erosi pantai, arus laut, dan aktivitas geologis.

4) Morfologi karst: morfologi karst mengacu pada fitur dan bentuk topografi yang berkembang di

(3)

daerah-daerah batuan kapur atau batuan berlapis yang terlarut oleh air asam, menghasilkan berbagai fitur geologi yang khas. Karst adalah suatu lanskap yang terbentuk melalui proses pelarutan kimia batuan kapur atau batuan berlapis lainnya. Mengacu pada ciri-ciri seperti gua, stalaktit, stalagmit, dan depresi yang terbentuk oleh pelarutan batuan karst (seperti batu kapur) oleh air.

5) Morfologi Dasar Laut: morfologi dasar laut merujuk pada karakteristik fisik dan bentuk permukaan dasar laut di seluruh dunia. Ini mencakup fitur-fitur geologi dan bentang alam di dasar laut, yang terbentuk oleh berbagai proses geologis dan oseanografi. Mencakup pegunungan di tengah samudra, parit samudra, dan cekungan dasar laut yang dibentuk oleh pergerakan lempeng tektonik dan aktivitas vulkanik di dasar laut.

6) Morfologi Vulkanik: morfologi vulkanik merujuk pada bentuk dan struktur fisik yang terbentuk akibat aktivitas vulkanik. Proses vulkanik melibatkan keluarnya material magma, lava, gas, dan puing- puing dari dalam bumi ke permukaan, yang membentuk berbagai fitur geologi yang khas. Mencakup gunung berapi, kaldera, dan medan lava yang terbentuk oleh letusan gunung berapi dan aliran lava.

7) Morfologi Gletser: morfologi gletser mencakup karakteristik fisik dan bentuk topografi yang berkembang di daerah-daerah yang terpengaruh oleh pergerakan dan aktivitas es, seperti gletser.

Gletser adalah massa besar es yang bergerak secara lambat di lereng pegunungan atau lembah glasial.

Melibatkan penelitian tentang fitur-fitur seperti gletser, lembah glasial, dan danau glasial yang dibentuk oleh pergerakan es dan erosi glasial.

8) Morfologi Gurun: morfologi gurun mengacu pada bentuk fisik dan fitur-fitur yang khas dari daerah- daerah gurun, yaitu lingkungan yang kering dan memiliki sedikit vegetasi. Kondisi kering ini berdampak pada pembentukan bentuk-bentuk geologis yang unik. Mengacu pada fitur bukit pasir, dataran pasir, dan oasis di lingkungan gurun yang dibentuk oleh erosi angin dan aktivitas geologis lainnya.

9) Morfologi fluvial: morfologi fluvial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fitur-fitur fisik dan bentuk yang terbentuk oleh aktivitas aliran air, seperti sungai dan sungai, serta proses erosi dan sedimentasi yang terkait dengannya. Ini mencakup berbagai aspek bentang alam yang terbentuk oleh pergerakan air di permukaan bumi. Meliputi meander sungai, delta, dan bendungan sungai yang terbentuk oleh erosi dan sedimentasi oleh air sungai.

10) Morfologi Laut : morfologi fluvial adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan fitur-fitur fisik dan bentuk yang terbentuk oleh aktivitas aliran air, seperti sungai dan sungai, serta proses erosi dan sedimentasi yang terkait dengannya. Ini mencakup berbagai aspek bentang alam yang terbentuk oleh pergerakan air di permukaan bumi. Melibatkan studi fitur laut seperti benua bawah laut, gunung bawah laut, dan parit yang dibentuk oleh proses tektonik dan aktivitas geologi lainnya di dasar laut.

C. Morfogenesa

Morfogenesa merupakan istilah yang digunakan untuk menggambarkan proses pembentukan dan pengembangan bentuk-bentuk geologi dan morfologi permukaan bumi. Morfogenesa adalah asal mula dari suatu proses yang membentuk bentang alam yang ada pada saat ini. Ini merujuk pada serangkaian peristiwa dan proses alamiah yang berperan dalam membentuk fitur-fitur seperti pegunungan, lembah, sungai, dan bentuk geologi lainnya. Proses-proses dalam morfogenesa termasuk:

1). Pergerakan tektonik: aktivitas tektonik, seperti pergeseran lempeng tektonik dan pembentukan lipatan dan sesar, dapat membentuk pegunungan, lembah, dan formasi geologi lainnya.

2). Erosi: erosi oleh angin, air, dan es dapat merubah permukaan bumi, membentuk lereng, lembah, dan cekungan. Erosi juga memahat fitur-fitur seperti sungai, lembah glasial, dan arus bawah laut.

(4)

3). Endapan: endapan material seperti lumpur, pasir, dan kerikil yang diangkut oleh air atau angin dapat terkumpul dan membentuk formasi geologi baru, seperti dataran banjir, delta sungai, atau lembah lembah.

4). Aktivitas vulkanik: letusan gunung berapi dapat membentuk gunung-gunung, kaldera, dan aliran lava yang mempengaruhi morfologi permukaan bumi.

5). Pelarutan batuan: proses kimia yang melibatkan pelarutan batuan seperti batu kapur dapat membentuk fitur-fitur karst seperti gua, stalaktit, dan sungai bawah tanah.

6). Perubahan iklim: perubahan iklim dapat mempengaruhi morfologi melalui perubahan dalam pola cuaca, laju erosi, dan distribusi air.

7). Glasiologi: pergerakan dan erosi gletser dapat membentuk lembah, sungai, dan danau yang disebut lembah glasial.

Morfogenesa adalah aspek penting dalam memahami sejarah geologi dan perubahan permukaan bumi sepanjang waktu. Proses ini dapat berlangsung dalam skala waktu yang sangat panjang dan melibatkan interaksi kompleks antara berbagai faktor geologi, lingkungan, dan dinamika alamiah.

Morfogenesa terbentuk dari beberapa proses struktur, diantaranya morfostruktur aktif, morfostruktur pasif dan morfostruktur dinamik. Setiap proses ini memberikan hasil bentukan lahan yang berbeda memiliki karakteristiknya sendiri. Hubungan antara morfologi dan morfogenesa adalah bahwa morfologi permukaan bumi merupakan hasil akhir dari proses morfogenesa yang berlangsung lama.

Ciri-ciri geologis yang dapat diamati sekarang, seperti pegunungan tinggi, lembah dalam, dan sungai yang berkelok-kelok terbentuk melalui interaksi berbagai proses morfogenetik. Proses ini membentuk dan mengubah morfologi permukaan bumi dari waktu ke waktu. Dalam hal ini, morfologi adalah apa yang kita amati secara visual di permukaan bumi, sedangkan morfogenesis adalah serangkaian proses yang berkerja sama untuk membentuk dan mengubah bentuk-bentuk tersebut.

D. Pengenalan Slope

Lereng adalah penampakan alam yang disebabkan karena adanya beda tinggi di dua tempat.

Kemiringan lereng (Slope) merupakan salah satu unsur topografi dan sebagai faktor terjadinya erosi melalui proses runoff. Semakin curam lereng semakin besar laju dan jumlah aliran permukaan, semakin besar pula erosi yang terjadi. Bentuk lereng tergantung pada proses erosi, gerakan tanah, dan pelapukan. Sedangkan, kemiringan lereng terjadi akibat perubahan bumi di berbagai tempat yang didebabkan oleh daya-daya eksogen dan gaya-gaya endogen. Hal inilah yang mengakibatkan tarjadinya perbedan elevasi titik-titik di atas permukaan bumi. Alat yang dapat digunakan untuk mengukur kemiringan lereng disebut clinometer. Alat ini juga dapat digunakan untuk mengukur ketinggian benda.

Kemiringan tanah merupakan perbedaan ketinggian tertentu pada relief yang ada dalam bentuk tanah.

Penentuan rata-rata kemiringan lahan pada masing- masing pemetaan kelompok dapat dilakukan dengan membuat hubungan antar titik. Panjang satu garis menunjukkan kemiringan yang sama.

Kemiringan tanah menunjukkan karakter area yang akan dipertimbangkan dalam arahan penggunaan lahan. Kemiringan tanah berbeda-beda pada setiap daerah, namun secara umum dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok. Kemiringan tanah terpengaruh dengan ketinggian daratan ke arah laut cenderung mendekati laut lebih merata (Sinery, Rudolf, Hermanus, Samsul, dan Devi, 2019).

Berdasarkan Gunawan (2011), kelas kemiringan lahan diklasifikasikan menjadi lima tipe yaitu mengikuti:

1. Pegunungan dengan kemiringan lebih dari 45% (lebih besar dari 24°) 2. Berbukit dengan kemiringan 25-45% atau 14°-24°

(5)

3. Bergelombang dengan kemiringan 15-25% atau 8°-14°

4. Miring dengan kemiringan 8-15% atau 5-8°

5. Datar dengan kemiringan 0-8% atau 0-5°

Beberapa faktor kemiringan lereng yang mempengaruhi terjadinya erosi, yaitu :

1. Panjang lereng dengan faktor pendukung : intensitas hujan. Jika intensitas hujan tinggi, panjang lereng meningkat dengan disertai dengan peningkatan tingkat erosi.

2. Arah lereng. Erosi lebih besar pada lereng yang menghadap ke arah Selatan karena tanahnya mudah terdispersi secara langsung terkena sinar matahari.

3. Konfigurasi lereng (cembung > erosi lembar, cekung > erosi alur dan parit).

4. Keseragaman lereng (bentuk kecuraman). Erosi akan lebih besar pada lereng yang seragam.

Derajat kemiringan lereng dan panjang lereng merupakan sifat topografi yang dapat mempengaruhi besarnya erosi tanah. Semakin curam dan semakin panjang lereng maka semakin besar pula aliran permukaan dan bahaya erosi semakin tinggi. Peta kelas lereng diperoleh melalui interpetasi peta RBI dengan metode pembuatan peta lereng yang dikemukakan oleh Wentworth dengan rumus :

𝐵 = (𝑛 − 1) × 𝐼𝐾

𝑎 × 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑠𝑘𝑎𝑙𝑎 𝑝𝑒𝑡𝑎 × 100%

Keterangan :

B = Besar sudut lereng

n = Jumlah kontur yang memotong tiap diagonal jaring IK = Interval Kontur

a = panjang diagonal jaring dengan panjang rusuk 1 cm E. Langkah-langkah Perhitungan Kemiringan Lereng

1. Membuat grid dengan ukuran 1x1 cm pada kalkir yang tersedia 2. Kemudian membuat diagonal pada tiap grid yang telah dibuat

3. Hitung garis kontur yang terpotong oleh garis diagonal, lalu ambil jumlah kontur yang paling banyak

4. Dari jumlah kontur tadi, dapat ditentukan kemiringan lerengnya dengan menggunakan rumus seperti yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya

5. Kemudian persentase tersebut dicocokkan dengan klasifikasi kemiringan lereng menurut Widiaatmanti (2016)

6. Kemudian berdasarkan dari pembagian jenis kemiringan lereng tersebut, diberikannya garis delinasi dan warna.

Tabel 1.1 Kelas lereng (Widiaatmanti,2016) KELAS KELAS RELIEF KEMIRINGAN

LERENG ( % )

KETINGGIAN (m)

WARNA

1 Lowlands 0 - 2 < 50 Hijau tua

2 Lowhills 3 - 7 50 – 200 Hijau muda

3 Hills 8 – 13 200 - 500 Kuning tua

4 High Hills 14 - 20 500 – 1000 Kuning muda

5 Mountains 21 - 55 > 1.000 Merah tua

6 56 – 140 Merah muda

7 >140 Ungu

Sumber :https://www.scribd.com/document/482851207/KEMIRINGAN-LERENG-BAB

(6)

F. Alat Ukur Kemiringan Lereng

Untuk mengetahui kemiringan lereng suatu wilayah dengan melakukan pengukuran langsung di lapangan, kita dapat menggunakan berbagai alat pengukur kemiringan lereng seperti:

1. Suunto Level/Klinometer merupakan sebuah alat sederhana yang digunakan untuk mengukur sudut elevasi yang dibentuk antara garis datar dengan sebuah garis yang menghubungkan antara sebuah titik pada garis data tersebut dengan titik lain yang berada pada puncak sebuah objek yang diukur.

2. Hagameter. Fungsi utama dari alat ini yakni untuk pengukuran tinggi sebuah pohon, namun dapat digunakan juga untuk mengukur kemiringan lereng.

3. Abney Level merupakan alat yang sering digunakan dalam beragam survey di lapangan, seperti untuk mengukur ketinggian pohon, kemiringan lereng, dan lain sebagainya. Alat ini terdiri dari tabung teropong tetap dan busur skala (dalam derajat). Kelebihan Abney Level yakni mudah digunakan, harga relatif terjangkau, serta hasil cukup akurat.

4. Theodolite merupakan salah satu alat paling canggih saat ini yang digunakan untuk keperluan survey di lapangan. Alat ini digunakan terutamanya untuk menentukan ketinggian sebuah tanah dengan sudut mendatar dan sudut tegak, dan dapat digunakan juga untuk mengetahui kemiringan lereng sebuah wilayah.

Selain pengukuran langsung di lapangan, kita juga dapat memperoleh data kemiringan lereng hasil pengolahan dari data Digital Elevation Model (DEM). Akurasi nilai kemiringan lereng yang dihasilkan sangat tergantung dengan kualitas akurasi dari DEM yang kita olah. Data DEM sendiri dapat diperoleh dari hasil perekaman satelit dengan sensor aktif, pengolahan citra satelit stereo, drone atau Unmanned Aerial Vehicle (UAV), maupun dari wahana perekaman lainnya.

Gambar 2. DEM dari Hasil Perekaman Drone atau UAV

Sumber: https://www.e-mj.com/features/drones-drills-and-determination/

a. Satelit dengan sensor aktif.

Satelit dengan sensor aktif merupakan satelit yang mempunyai sumber tenaga sendiri dalam melakukan perekaman sebuah wilayah. Sebagian besar satelit dengan sensor aktif menggunakan gelombang elektromagnetik mikro, yang dimanfaatkan pada teknologi RADAR (Radio Detection and Ranging). Saat ini hasil pengembangan teknologi RADAR di bidang pemetaan yang paling banyak digunakan yaitu Synthetic Aperture Radar (SAR) dan Interferometric Synthetic Aperture Radar (IFSAR). Kelebihan penggunaan sensor aktif dengan gelombang mikro yakni kemampuannya dalam

“menembus” awan, sehingga citra yang dihasilkan bebas awan.

b. Satelit dengan sensor pasif.

Satelit dengan sensor pasif mengandalkan sumber tenaga luar dalam pengoperasiannya.

Sumber tenaga satelit sensor pasif biasanya memanfaatkan gelombang elektromagnetik pada spektrum cahaya tampak (visible), inframerah dekat (near infrared), serta spektrum lainnya, yang berasal dari

(7)

sinar matahari. Satelit sensor pasif memanfaatkan gelombang elektromagnetik khususnya pada spektrum cahaya tampak bertujuan untuk menghasilkan tampilan citra satelit dengan kenampakan yang sesuai dengan penglihatan mata manusia “normal” seperti warna daun yang hijau, birunya laut, dan sebagainya.

c. Perekaman Drone atau UAV

Penggunaan drone untuk memperoleh kenampakan sebuah wilayah dengan resolusi spasial yang lebih tinggi lagi dibanding citra satelit, mulai marak digunakan dalam beberapa tahun belakangan ini. Harganya yang terjangkau, penggunaan yang tidak terlalu rumit, serta foto hasil perekaman mempunyai resolusi spasial sangat tinggi, membuatnya menjadi salah satu primadona saat ini dalam dunia pemetaan.

d. Perekaman Teknologi LiDAR

Teknologi lain yang saat ini digunakan untuk memperoleh data DEM di suatu wilayah yaitu teknologi Light Detection and Ranging (LiDAR).Sensor LiDAR biasanya dipasang pada sebuah wahana bergerak seperti pesawat, dan saat ini telah banyak juga disematkan pada drone ataupun mobil, serta beragam wahana lainnya, Prinsip kerja teknologi ini berupa pemancaran pulsa laser dari sensor menuju objek yang hendak direkam, dimana pantulan pulsa laser dari objek tersebut direkam oleh sensor.

(8)

DAFTAR PUSTAKA

Akmal. 2017. “Kemiringan Lereng”. (Online) https://www.scribd.com/document/338288965/

Kemiringan-Lereng

Djauhari, Noor. 2010 . “Geomorfologi” . Pakuan: Program Studi Teknik Geologi Universitas Pakuan.

Mulyaningsih, Sri. 2018 . “Pengantar Geologi Lingkungan” . Yogyakarta: Akprind Press.

Nasrudin dkk. 2020. “Buku Ajar Geomorfologi” . Banjarmasin: Program Studi Geografi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lambung Mangkurat

Harnani.,dkk. 2023. “Modul Praktikum Geomorfologi”. Palembang: Universitas Sriwijaya

Referensi

Dokumen terkait

Akan tetapi secara umum didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam, yaitu meliputi bentuk-bentuk umum roman muka bumi serta perubahanperubahan yang terjadi

Pengertian geomorfologi menurut beberapa ahli, yaitu : geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang evolusi bentuk lahan ( landform) dan bentang lahan ( landscape )

Proses Geomorfologi: Semua proses baik fisik maupun khemis yang mengakibatkan modifikasi konfigurasi/ bentuk permukaan bumi.. Tenaga Geomorfologi:

Capaian Pembelajaran (Komp Mata Kuliah) : Setelah mengikuti kuliah mahasiswa diharapkan mampu memahami tentang ruang lingkup studi geomorfologi; pembentukan permukaan

Karena perbedaan tenaga erosi yang bekerja pada permukaan bumi, maka dihasilkan urutan bentuklahan yang mempunyai karakteristik.. tertentu pada tahap dan

Geomorfologi mikro contohnya adalah kajian tentang perubahan aliran di permukaan bumi (mengarah pada fenomena yang lebih luas baik yang disebut fenomena alam

GEOMORFOLOGI GEO MORFO LOGI Ilmu tentang bentuklahan Thornbury, 1954 Studi tentang bentuklahan Lobeck, 1983 Studi yang mendeskripsi bentuklahan dan proses dalam susunan

Bentang lahan ialah sebagian ruang permukaan bumi yang terdiri atas sistem-sistem, yang dibentuk oleh interaksi dan interpen-densi antara bentuk lahan, batuan, bahan pelapukan batuan,