• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL IBU DENGAN KEJADIAN BALITA STUNTING DI KECAMATAN KROMENGAN

N/A
N/A
Daksa Wiladipta

Academic year: 2023

Membagikan "HUBUNGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL IBU DENGAN KEJADIAN BALITA STUNTING DI KECAMATAN KROMENGAN"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN GANGGUAN MENTAL EMOSIONAL IBU DENGAN KEJADIAN BALITA STUNTING DI

KECAMATAN KROMENGAN

Oleh :

Daksa Wiladipta 22104101001

Lutfiyanto Nurhidayat 22104101002 Ariya Indra Krisna 22104101003 Rizky Fajar Imam A. 22104101004

Pembimbing:

dr. Dewi Matha Indria, M.Kes.,IBCLC

Dosen Lapangan:

drg. Dewi Aminah Yuni R.

KEPANITERAAN KLINIK MADYA

LABORATORIUM ILMU KESEHATAN MASYARAKAT PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM MALANG PUSAT KESEHATAN MASYARAKAT KROMENGAN

2023

(2)

PENDAHULUAN

01

(3)

PENDAHULUAN

World Health Organization (WHO)

• Stunting : kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur.

• Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022 angka angka STUNTING 21,6% & target prevalensi stunting di tahun 2024 sebesar 14% dan standard WHO di bawah 20%

• Jawa timur terdapat 23,5% balita dengan stunting pada tahun 2021

• Tahun 2023 Sebanyak 100 anak dari 2896 balita usia <5 tahun di Kecamatan Kromengan menderita stunting, dengan jumlah terbanyak di desa Slorok sebanyak 32 anak dan mencakup 9.1%

• Selain itu masalah kejiwaan di kecamatan kromengan belum mendapatkan perhatian khusus meskipun data skrining cakupan kunjungan pelayanan gangguan jiwa sudah mencapai angka target yaitu sebesar 131%.

(4)

PENDAHULUAN

• stunting tidak masuk kedalam 10 penyakit terbanyak namun stunting tetap menjadi masalah yang belum terselesaikan di wilayah kerja puskemas kromengan dan menjadi salah satu program prioritas puskemas kromengan.

• Salah satu faktor penyebab terjadinya stunting adalah faktor kesehatan mental ibu. (Istiqomah, Laely, 2021)

• Berbagai masalah psikologis, fisik, dan sosial, penurunan motivasi perawatan kesehatan, dapat berpengaruh buruk terhadap penurunan kualitas hidup ibu sehingga berpengaruh pula terhadap kondisi anak-anak

• Berdasarkan data lapangan dan laporan kader di wilayah kerja ditemukan salah satunya terdapat kondisi dimana terdapat salah satu ibu dengan anak stunting mengalami masalah perubahann psikologis ketika orang tua dari ibu dengan anak stunting ini meninggal akibat peristiwa ini ibu merasa penuh tekanan dan hal ini mempengaruhi ke pola asuh & pola anak tersebut.

• Maka peneliti ingin melihat hubungan gangguan mental emosional ibu dengan kejadian balita STUNTING di Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang.

(5)

RUMUSAN MASALAH

Adakah hubungan gangguan mental dan emosional ibu dengan kejadian anak stunting?

01

TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui hubungan gangguan mental dan emosional ibu dengan kejadian anak stunting.

02

MANFAAT TEORITIS

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi informasi hubungan gangguan mental dan emosional ibu dengan kejadian anak stunting di Kecamatan Kromengan, Kabupaten Malang.

03

MANFAAT PRAKTIS

Hasil penelitian ini diharapkan sebagai data dasar dan penentuan kebijakan terkait penanganan kejadian anak stunting dengan ibu yang mengalami gangguan mental dan emosional.

04

(6)

Tinjauan Pustaka

02

(7)

Stunting

Stunting adalah keadaan gagal tumbuh yang dialami anak balita disebabkan kekurangan gizi kronis sehingga tinggi atau panjang badan anak menjadi lebih pendek untuk usianya.

Definisi

Menurut WHO, stunting merupakan hasil dari standar pertumbuhan tidak mencapai -2 standar deviasi yang di nilai dari Z-score panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) Z-score : <-2 SD sampai dengan -3 SD (pendek/ stunted) dan <-3 SD (sangat pendek/ severely stunted)

(8)

Ciri- ciri Anak Mengalami Stunting

Berdasarkan Kemendesa PDTT RI (2017), adapun ciri-ciri stunting pada anak :

1. Tanda pubertas terlambat 2. Performa buruk pada tes

perhatian dan memori belajar 3. Pertumbuhan gigi terlambat 4. Usia 8 – 10 tahun anak

menjadi lebih pendiam, tidak banyak melakukan tata mata 5. Pertumbuhan melambat

Menurut dr. Endy Paryanto Prawirohartono, Sp.A(K) dan Rofi Nur Hanifah P., S.Gz dari RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta

1. Anak berbadan lebih pendek untuk anak seusianya

2. Proporsi tubuh cenderung normal tetapi anak tampak lebih mudah/

kecil untuk usianya

3. Berat badan rendah untuk anak seusianya

4. pertumbuhan tulang tertunda.

(9)

WHO

Faktor Keluarga dan Rumah

Tangga

Faktor Makanan Tambahan yang

Tidak Adekuat

Faktor Kesalahan Dalam

Pemberian ASI (Air Susu Ibu)

Faktor infeksi

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA

STUNTING

(10)

FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA STUNTING

Kemenkes RI

Kemenkes RI

Faktor Ibu Faktor Ibu

Faktor Maternal

Faktor Maternal

Faktor Bayi

& Balita Faktor Bayi

& Balita Faktor Sosial

& ekonomi Faktor Sosial

& ekonomi Faktor Lingkungan

Faktor

Lingkungan Genetik Genetik

(11)

PENGUKURAN STATUS STUNTING DENGAN ANTROPOMETRI

Panjang badan menurut umur (PB/U) atau tinggi badan menurut umur (TB/U) merupakan pengukuran antropometri untuk status stunting.

Pengukuran panjang/tinggi badan harus disertai pencatatan usia dan diukur dengan menggunakan alat ukur tinggi stadiometer holtain/mikrotoice (bagi yang bisa berdiri) atau baby length board (bagi balita yang belum bisa berdiri). Stadiometer holtain/mikrotoice terpasang di dinding dengan petunjuk kepala yang dapat digerakkan dalam posisi horizontal.

Kategori dan ambang batas status stunting balita berdasarkan PB/U atau TB/U pada baku rujukan antropometri menurut WHO 2007 yakni pengukuran didapatkan hasil:

• Z-Score <-3 SD kategori sangat pendek/ severely stunted

• Z- Score <-2 SD hingga -3 SD kategori pendek/ stunted

• Z-Score ≥ -2 SD kategori normal

stadiometer holtain/mikrotoice baby length board

(12)

Dampak Stunting

jangka Pendek Dampak Stunting

jangka Pendek

pertambahan kejadian kesakitan dan

kematian pertambahan

kejadian kesakitan dan

kematian

kenaikan biaya kesehatan kenaikan biaya

kesehatan

terjadi tidak maksimalnya perkembangan

kognitif terjadi tidak maksimalnya perkembangan

kognitif motorik

motorik verbal pada

anak verbal pada

anak

(13)

Dampak Stunting

jangka Panjang

Dampak Stunting

jangka Panjang

Postur tubuh yang tidak

maksimal Postur tubuh

yang tidak maksimal

Peningkatan risiko obesitas

dan penyakit lainnya Peningkatan risiko obesitas

dan penyakit lainnya

penurunan kesehatan reproduksi penurunan kesehatan reproduksi Kemampuan

belajar dan prestasi yang

kurang maksimal saat

masa sekolah Kemampuan

belajar dan prestasi yang

kurang maksimal saat

masa sekolah Kemampuan

serta daya cipta kerja yang tidak

maksimal Kemampuan serta daya cipta kerja yang tidak

maksimal

(14)

Gangguan Mental Emosional

Gangguan kesehatan mental merupakan kondisi dimana seorang individu mengalami kesulitan dalam menyesuaikan dirinya dengan kondisi di sekitarnya, serta ketidakmampuan dalam memecahkan sebuah masalah sehingga menimbulkan stres yang berlebih.

Definisi

(15)

GEJALA

Reaksi psikis ditandai oleh unsur kecemasan yang tidak sadar diekspresikan dengan menggunakan mekanisme pertahanan diri( (Defence of mechanism)

01

Relasinya dengan dunia luar sedikit sekali

02

Relasinya dengan dunia luar

sedikit sekali

03

Timbul perasaan cemas yang tidak bisa dibendung, misalnya: takut mati, takut kalau jadi gila, dan ketakutan ketakutan lain yang tdak rasional

04

Penderita selali diganggu oleh perasaan sakit dan nyeri yang berpindah pindah pada setiap

bagian badanya

05

Nafsu makan menurun bahkan sampai kehilangan nafsu makan, Cenderung egois dan introvert

06

(16)

Hubungan gangguan mental emosional ibu terhadap stunting

Terdapat hubungan antara faktor-faktor otonomi ibu dengan stunted. Faktor faktor tersebut antara lain self-efficacy dan self-esteem sebagai aspek psikologi. Decisionmaking power sebagai aspek interpersonal, freedom of mobility sebagai aspek sosiokultural, dan control of money sebagai aspek ekonomi. Ibu dengan anak stunted memiliki self-efficacy dan self-esteem rendah dibandingkan ibu tanpa anak stunted.

(17)

Pengukuran Gangguan Mental Emosional

Self Reporting Questioner

Self-Reporting Questionnaire (SRQ) ialah kuesioner dan dikembangkan World Health Organization (WHO) dengan tujuan menilai butir-butir pertanyaan yang terbanyak dialami individu yang mengalami gangguan mental emosional, menilai butir-butir pertanyaan SRQ pada kelompok yang mengalami gangguan mental emosional, mengidentifikasi kelompok yang mengalami gejala gangguan kognitif, cemas-depresi, somatik dan penurunan energi.

(18)

KERANGKA TEORI

&

KERANGKA KONSEP

03

(19)

KERANGKA

TEORI

(20)

KERANGKA

KONSEP

(21)

HIPOTESIS PENELITIAN

H1

Tidak ada hubungan gangguan mental dan emosional ibu dengan kejadian anak stunting.

Terdapat hubungan gangguan mental dan emosional ibu dengan kejadian anak stunting.

H0

(22)

VARIABEL PENELITIAN

Gangguan

mental dan emosional ibu.

Kejadian anak stunting

Variabel Bebas Variabel Terikat

(23)

DEFINISI OPERASIONAL

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur

Gangguan mental emosional

Ketidakseimbangan jiwa yang mengakibatakan terjadainya ketidaknormalan sikap dan tingkah laku yang dapat menghambat proses penyesuaian diri

Self reporting Questionnaire (SRQ) dengan pilihan jawaban ya : 1 tidak : 0

1-6 : Normal atau tidak ada indikasi gangguan emosional 7-20 :Terindikasi gangguan emosional.

Ukur Ordinal

Kelamin Keadaan kelamin atau gender responden yang terdiri dari laki- laki dan wanita

1=laki-laki 2=perempuan

Kuesioner demografi

(24)

Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Usia Satuan waktu yang mengukur

waktu tentang kehidupan yang telah dijalani seseorang

Dalam tahun Kuesioner

Demografi

Rasio

Stunting Stunting adalah balita yang memiliki nilai Z-score TB/U kurang dari -2 SD (standar deviasi) (Kemenkes RI, 2010).

Data sekunder mengenai survei gizi dan kesehatan pada balita, ibu hamil dan lansia di wilayah kerja puskesmas kromengan

1 = Tidak Stunting bila TB/U ≥-2SD 2 = Stunting bila TB/U ≤- 2SD

Nominal

(25)

METODE PENELITIAN

04

(26)

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan survey menggunakan kuesioner dengan pendekatan observasional pada ibu dengan balita stunting di Kecamatan Kromengan, analisa hasil menggunakan analisa data deskriptif analitik dengan pengambilan data secara cross sectional. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode cross sectional, yang merupakan jenis penelitian yang terdiri dari variabel terikat dan variabel bebas yang dilakukan pada suatu waktu.

Pendekatan ini digunakan untuk melihat hubungan antara variabel satu dengan variabel lainnya.

(27)

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Kromengan Kabupaten Malang, pada bulan Mei-Juni 2023.

Sampel

Kriteria Inklusi

 Bersedia menjadi responden

 Ibu usia 18-50 tahun dengan anak stunting.

 Ibu dengan anak stunting < 5 tahun.

Kriteria Eksklusi

• Ibu hamil.

• Ibu yang tidak memiliki balita.

• Ibu dengan anak usia > 5 tahun

• Ibu dan ayah secara genetic pendek

• Penyakit Penyerta pada anak yang mengakibat anak stunting

(28)

Perhitungan Jumlah Sampel

Keterangan :

n = ukuran sampel/jumlah responden

N = ukuran populasi  ibu dengan anak stunting di kecamatan kromengan

e = persentase kelonggaran ketelitian kesalahan pengambilan sampel yang masih bisa ditolerir

Jadi rentang sampel yang dapat diambil dari teknik slovin adalah antara 10 – 20 % dari populasi.

Sampel dihitung dengan menggunakan teknik Slovin. umus Slovin digunakan untuk menentukan ukural sampel dari populasi yang telah diketahui jumlahnya sebanyak 100 orang. Untuk tingkat presisi yang ditetapkan dalam penentuan sampel adalah 10%.

(29)

TEKNIK SAMPLING

Purposive sampling, dimana peneliti menentukan pengambilan sampel dengan cara menetapkan karakterisitik khusus yang sesuai dengan tujuan penelitian. Jumlah sampel yang diambil berasal dari ibu dengan anak stunting di Kecamatan Kromengan.

inform Consent Data

Demografi

Kuisioner

SRQ

(30)

Tahapan Pelaksanaan Penelitian

Identifikasi masalah

membuat daftar masalah yang dikelompokkan menurut jenis upaya, target, pencapaian, dan masalah yang ditemukan

Analisa Prioritas Pemecahan masalah

Dilakukan dengan kesepakatan diantara anggota tim dengan didahului brainstorming (curah pendapat). Setelah didapatkan beberapa gagasan, dilakukan analisis prioritas pemecahan masalah menggunakan metode Multi Criteria Utility Assesment (MCUA)

Indetifikasi Penyebab masalah

menggunakan metode Urgency, Seriousness, Growth (USG) dengan menentukan skala nilai 1-5. Isu yang memiliki total skor tertinggi merupakan isu prioritas

(31)

Analisis Data

Menggunakan analisis kuantitatif, yang mana menggunakan alat berupa kuesioner dengan hasil dalam bentuk angka yang dapat diinterpretasikan dalam uraian. Data mentah dimasukkan kedalam tabulasi data SPSS kemudian dilakukan analisis.

Jenis uji statistik yang digunakan adalah Chi Square yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

(32)

HASIL PENELITIAN & PEMBAHASAN

Prioritas masalah

l C = Capability yaitu ketersediaan sumber daya (dana, sarana dan peralatan)

l A = Accessibility yaitu kemudahan, masalah yang ada mudah diatasi atau tidak. Kemudahaan dapat didasarkan pada ketersediaan metode /cara / teknologi serta penunjang pelaksanaan seperti peraturan atau juklak

l R = Readiness yaitu kesiapan dari tenaga pelaksana maupun kesiapan sasaran, seperti keahlian atau kemampuan dan motivasi l L =Leverage yaitu seberapa besar pengaruh

kriteria yang satu dengan yang lain dalam pemecahan masalah yang dibahas.

(33)

Identifikasi penyebab masalah

(34)

Pemecahan masalah menggunakan metode Multiple Criteria Utility Assessment (MCUA)

B:

pembobotan kriteria untuk penilaian inovasi rencana program menggunakan skala likert 1-5, dengan keterangan nilai 1= sangat kurang;

2=kurang, 3=sedang, 4=baik, dan 5=sangat baik.

S :

pemberian skor untuk menilai masalah juga menggunakan skala 1-5, dengan keterangan nilai 1=sangat sulit, 2=sulit, 3=sedang, 4= mudah, 5=

sangat mudah

(35)

Intervensi yang dipakai adalah CURHATIN (Curahan Hati Ibu Anak Stunting), karena mendapat jumlah nilai yang tertinggi berdasarkan tabel MCU dengan penjelasan sebagai berikut :

1. Bobot CURHATIN diberi nilai 4 karena: pengetahuan pasien bahwa kesehatan mental ibu berpengeruh dalam pola asuh anak stunting. Dengan adanya ide pemecahan CURHATIN dapat dijadikan dasar untuk intervensi target populasi pada variabel penelitian. Sehingga diharapkan mampu mengetahui kondisi kesehatan mental ibu dengan anak stunting.

2. Skor pentingnya masalah diberi nilai 4 karena: Dengan metode pemecahan masalah dengan pemberian CURHATIN secara langsung dapat diharapkan dapat membantu target responden dalam mengetahui pentingnya kesehatan jiwa dalam mengasuh anak stunting.

3. Dana yang tersedia diberi nilai 5 karena: Dalam pelaksanaan CURHATIN tidak membutuhkan dana untuk membuat media edukasi, dikarenakan media edukasi berbentuk lisan.

4. SDM yang tersedia diberi nilai 3 karena: Dalam pelaksanaan CURHATIN membutuhkan keterlibatan petugas puskesmas dan kader desa untuk kelancaran pelaksanaan acara dan dokter muda yang berjumlah 4 orang sebagai fasilitaror, serta perlunya ahli di bidang keijawaan seperti psikolog yang dimana hal ini masih belum ada puskemas.

5. Perhatian sasaran diberi nilai 4 karena: Setelah dokter muda menjadi fasilitator kesehatan jiwa ibu dengan anak stunting diperlukaan ahli bidang kesehatan jiwa untuk memberi edukasi lebih lanjut

Mudahnya pelaksanaan diberi nilai 4 karena: Dalam pelaksanaan CURHATIIN garis besarnya hanya memberi fasilitas ibu dengan anak stunting untuk bercerita tentang segala masalah hati dan dijiwanya, akan tetapi hal ini terkadang sulit digali karena hal ini bersifat privasi.

(36)

Rencana Pemecahan Masalah

(37)
(38)

Karakteristik

Responden

(39)

Hasil Uji antar Variabel

Berdasarkan tabel hasil di atas terlihat tabel tabulasi silang yang memuat informasi

hubungan antara variabel kejadian GME dengan kejadian Stunting pada anak. Berdasarkan

pada baris 1 kolom 1 pada tabel count terdapat sebanyak 29 angka. Angka ini menunjukkan

bahwa terdapat sebanyak 29 kasus anak kejadian stunting dari kasus orang tua yang terkena

gangguan mental emosional. Sementara itu pada baris 1 kolom 2 menunjukkan angka 21

dimana hal ini berarti bahwa terdapat sebanyak 21 kasus anak stunting dari kasus orang tua

tidak terkena gangguan mental emosional

(40)

Menurut Santoso (2014), pedoman dari pengambilan keputusan uji chi square adalah dengan membandingkan nilai asymp. Sig (2 saided) dengan taraf koefisien yang digunakan yaitu 0,05.

Apabila nilai asymp. Sig (2 saided) < 0,05 maka artinya terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Sementara apabila nilai asymp. Sig (2 saided) > 0,05 maka tidak terdapat hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat. Berdasarkan hasil output chi square test tabel di atas, menunjukkan bahwa nilai asumsi asymp. Sig (2-saided) yang ditampilkan bernilai 0,00. Hal ini berarti bahwa hipotesis kejadian orang tua yang mengalami gangguan mental emosional terhadap kejadian stunting pada anak diterima dan terdapat hubungan yang signifikan.

Hubungan Ibu GME dengan kejadian angka stunting

(41)

Pembahasan

Ibu dengan gangguan mental emosional memiliki hubungan dengan kejadian balita stunting. Adanya gangguan tersebut dapat menyebabkan ketidakmampuan dalam melaksanakan aktivitas secara optimal dan memecahkan masalah. Ketidakmampuan dalam memecahkan sebuah masalah dapat menimbulkan stres yang berlebih menjadikan kesehatan mental individu tersebut menjadi lebih rentan dan akhirnya dinyatakan terkena sebuah gangguan kesehatan mental (Putri et al, 2015).

Selain itu, gangguan mental emosional juga disebut dengan istilah distres psikologik atau distres

emosional (Idaiani, Suhardi, & Kristanto, 2009). Dampak yang terjadi dengan adanya gangguan

tersebut dapat mempengaruhi pola asuh anak, sehingga anak kurang mendapatkan perhatian dari sisi

pemberian nutrisi dan perilaku tumbuh kembangnya

(42)

Faktor lain yang mempengaruhi pola asuh ibu terhadap anak stunting

Hasil temuan di lapangan membuktikan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi pola asuh anak.

Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti kepada kader desa, faktor lain yang mempengaruhi adalah pola asuh yang tidak didampingi langsung oleh ibu kandung. Beberapa balita stunting di asuh oleh neneknya, sehingga kurangnya pengetahuan akan nutrisi dan menyebabkan pemberian makanan yang tidak adekuat.

Bukti lain yang ditemukan di lapangan

oleh peneliti berupa diskusi dengan

bidan desa setempat. Beberapa temuan

yang disampaikan berupa tingkat

pendidikan yang rendah, sehingga ibu

dengan pendidikan yang rendah akan

sulit menerima informasi yang

disampaikan oleh pihak puskesmas.

(43)

Faktor lain yang mempengaruhi pola asuh ibu terhadap anak stunting

Hasil temuan di lapangan membuktikan adanya faktor lain yang dapat mempengaruhi pola asuh anak. Terjadi Perubahan emosi negatif ketika terjadi suatu hal dalam kehidapun si ibu salah satunya kehilangan seseorang yang berharga, pada partisipan ketika ibu dari ibu anak stuting meninggal dunia ibu mengungkapkan kesedihan dan perasaan marah akan muncul saat menghadapi peristiwa yang penuh tekanan.

Ibu juga menggungkapan hal ini sempat mempengaruhi kemampuannya dalam merawat anaknya. Kehilangan seseorang dapat menimbulkan masalah baik secara psikologis, fisik, dan sosial yang berkelanjutan, sehingga berdampak terhadap kondisi anak salah satunya di bagian pola asuh dan pola makan.

Bukti lain yang ditemukan di lapangan oleh peneliti beberapa dari partispan adalah perasaan khawatir Merasa khawatir & secara tersirat perasan malu Ketika anaknya mengalami stunting, Kekhawatiran ibu akan pertumbuhan anak yang sering mengalami sakit akan terus dirasakan partisipan atau stunting tersebut di akibatkan oleh penyakit.

Kemudian juga terdapat Khawatir ibu terhadap kesehatan mental anak dan perkembangan psikososial anak seperti anak minder karena stunting. Selain itu, stunted dapat menimbulkan stigma masyarakat terhadap keluarga yang merawat anak stunted. Sehingga ibu sebagai keluarga terdekat dengan anak akan mengalami berbagai respon terhadap stigma yang dialami. Respon yang beragam tersebut akan menjadi beban mental bagi ibu

(44)

Kesimpulan & Saran

Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dari penelitian ini disimpulkan bahwa :

• Ibu dengan gangguan mental dan emosional memiliki hubungan dengan kejadian balita stunting di Kecamatan Kromengan

Saran

Untuk mendukung hasil penelitian ini perlu penelitian lebih lanjut tentang :

• Faktor lain yang berperan terhadap kejadian balita stunting di Kecamatan Kromengan.

Perlu intervensi lebih lanjut tentang peran Puskesmas terhadap kesehatan jiwa di Kecamatan Kromengan dengan diadakannya konseling terhadap penderita yang mengalami gangguan kejiwaan.

(45)

Lampiran

(46)

Lampiran

(47)

Lampiran

(48)

Lampiran

(49)

Lampiran

(50)

Lampiran

(51)
(52)

Daftar Pustaka

Alfarisi, R., Nurmalasari, Y., & Nabilla, S. (2019). Status Gizi Ibu Hamil dapat Menyebabkan Kejadian Stunting pada Balita. Jurnal Kebidanan Malahayati, 5 (3), 271-278.

Beal, T., Tumilowicz, A., Sutrisna, A., Izwardy, D., & Neufeld, L. M. (2018). A review of child stunting determinants in Indonesia. Maternal & child nutrition, 14(4), e12617.

Budiastutik, I., & Nugraheni, S. A. (2018). Determinants of stunting in Indonesia: A review article. International Journal of Healtcare Research, 1(2), 43-49.

Candra, A. (2020). Epidemiologi Stunting. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Chifdillah, N. A., Utami, K. D., & Ratnawati, R. (2019). Tinggi Ibu Sebagai Determinan Stunting Pada Balita Di Kalimantan Timur. MMJ (Mahakam Midwifery Journal), 4(1), 337-347.

Dewi, I.A., dan Kadek Tresna A. (2016). Pengaruh Konsumsi Protein dan Seng serta Riwayat Penyakit Infeksi terhadap Kejadian Stunting pada Anak Balita Umur 24-59 Bulan Di Puskesmas Nusa Penida III. Jurnal Gizi dan Pangan Vol.3 No.1, Juni 2016: 36-46.

Faradilah, A., Jalaluddin, S., & Larasati, I. (2018). Tatalaksana Multidisiplin pada Kasus Obesitas Anak Remaja. Alami Journal, 2(1), 15-19.

Febriani, C. A., Perdana, A. A., & Humairoh, H. (2018). Faktor kejadian stunting balita berusia 6-23 bulan di Provinsi Lampung. Jurnal Dunia Kesmas, 7(3).

Fitrianingtyas, I., Pertiwi, F. D., & Rachmania, W. (2018). Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kejadian kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Jambu Kota Bogor. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 6(2).

Gaspersz, E., Picauly, I., & Sinaga, M. (2020). Hubungan Faktor Pola Konsumsi Dengan Status Gizi Ibu Hamil. Jurnal Pangan Gizi Dan Kesehatan, 9(2).

Harikedua, V. T., Walalangi, R. G. M., Kawulusan, M., & Paulus, L. (2020). Tingkat Pendidikan Ibu dan Penyakit Diare Terhadap Kejadian Stunting pada Anak 3-5 Tahun Di Puskesmas Tungoi. Jurnal GIZIDO, 12(2), 99-104.

Helmyati, S. (2019). Stunting Permasalahan dan Penanganannya. Yogyakarta: UGM Press.

Hidayah, N. (2021). Jarak Kelahiran Terhadap Status Gizi Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Muara Fajar Tahun 2016. Jurnal Endurance: Kajian Ilmiah Problema kesehatan, 6 (1), 11-15.

Imani, N. (2020). Stunting pada Anak. Yogyakarta: Hikam Media Utama.

Jalaluddin, S., & Faradilah, A. (2019). Laporan Kasus: Dilemma Tumbuh Kejar Nutrisi Anak dengan Penyakit Jantung Bawaan. Alami Journal, 3(2), 1-5.

Journal, 1(3), 78-87.

Kamiya, Y., Nomura, M., Ogino, H., Yoshikawa, K., & Siengsounthone, L. (2018). Mothers’ autonomy and childhood stunting : evidence from semi-urban communities in Lao PDR. 1–9.

Kemenkes, R. I. (2018). Situasi Balita Pendek (Stunting) di Indonesia. . Jakarta: Pusat Data dan Informasi, Kementerian, Kesehatan RI.

Lelemboto, V. S., Malonda, N. S. H., & Punuh, M. I. (2018). Hubungan Antara Tinggi Badan Orangtua Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Kecamatan Ratahan Timur. Kesmas, 7(4).

Mokodompit, E. P., Kapantow, N. H., & Mayulu, N. (2019). Hubungan Antara Tinggi Badan Orang Tua Dengan Kejadian Stunting Pada Anak Usia 24-59 Bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Pusomaen Kabupaten Minahasa Tenggara. KESMAS, 7(5).

Pahmi, K., Sidrotullah, M., & Ruhardi, A. (2021). Epistemologi Sains Modern Dalam Al-Qur‟an, 9. Nusa Tenggara Barat: Natshir Al-Kutub Indonesia. Hal 13-14.

Putri, A., Wibhawa, B., Gutama A., (2015). Kesehatan Mental Masyarakat Indonesia (Pengetahuan Dan Keterbukaan Masyarakat Terhadap Gangguan Mental) Vol:2 No:2 ISSN 2442-4480

Rahayu, A., KM, S., Yulidasari, F., Putri, A. O., Anggraini, L., & KM, S. (2018). Stunting dan Upaya Pencegahannya. Yogyakarta: CV Mine.

Rahayu, A., Yulidasari, F., Putri, A. O., & Rahman, F. (2015). Riwayat berat badan lahir dengan kejadian stunting pada anak usia bawah dua tahun. Kesmas: Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional, 10(2), 67-73.

Rahmadhita, K. (2020). Permasalahan Stunting dan Pencegahannya. Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada , 11 (1), 225-229 .

Ramadhan, M. H., Salawati, L., & Yusuf, S.(2020). Hubungan Tinggi Badan Ibu, Sosial Ekonomi dan Asupan Sumber Zinc dengan Kejadian Stunting pada Anak Usia 3-5 Tahun di Puskesmas Kopelma Darussalam. AVERROUS: Jurnal Kedokteran dan Kesehatan Malikussaleh , 6 (1), 55-65.

Ratu, N. C., Punuh, M. I., & Malonda, N. S. (2018). Hubungan tinggi badan orangtua dengan kejadian stunting pada anak usia 24-59 bulan di kecamatan Ratahan kabupaten Minahasa Tenggara. KESMAS, 7(4).

Rianti, E. (2017). Risiko Stunting pada Pasien Diabetes Mellitus. Jurnal Kesehatan, 8(3), 455-459.

Romadhon, A., & Purnomo, A. S. (2016). Sistem Pendukung Keputusan untuk Menentukan Status Gizi Balita Menggunakan Metode Fuzzy Inferensi Sugeno (Berdasarkan Metode Antropometri). INFORMAL: Informatics

Rosselo, J., Kandarina, I., & Kumorowulan, S. (2019). Faktor Risiko Stunting Di Daerah Endemik Gaki Kabupaten Timor Tengah Utara. Media Gizi Mikro Indonesia, 10(2), 125-136.

Sa’adah, E. H. (2018). Tanggung Jawab Orang Tua dalam Mendidik Anak Menurut Alquran (Analisis terhadap Tafsir Al-Maraghi). Jurnal Penelitian Pendidikan Islam , 6 (2), 187-196.

Sakinah, A. I. (2018). Hubungan Tingkat Pendidikan dengan Keikutsertaan Ibu Hamil dalam Asuhan Antenatal (ANC) di Puskesmas Somba Opu Kabupaten Gowa Tahun 2016. Alami Journal, 2(1), 20-27.

Sani, M., Solehati, T., & Hendarwati, S.(2019). Hubungan Usia Ibu saat Hamil dengan Stunted pada Balita 24-59 Bulan. Holistik Jurnal Kesehatan, 13 (4), 284-291.

Setiawan, E., Machmud, R., & Masrul, M. (2018). Faktor yang Berhubungan dengan Stunting pada Anak Usia 24-59 Bulan di Puskesmas Andalas Kecamatan Padang Timur. Jurnal Kesehatan Andalas, 7 (2), 275-284.

Siswati, T. (2018). Stunting. Yogyakarta: Husada Mandiri.

Soetjiningsih & Ranuh, I. G., 2014. Tumbuh Kembang Anak. Jakarta: EGC.

Sucahyono, A. (2011). Merencanakan Jenis Kelamin Anak. Jakarta: Elex Media Komputindo. Hal 2.

Suhartin, P. (2020). Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Stunting Di Kabupaten Konawe Selatan. Jurnal Ilmiah Kebidanan (Scientific Journal of Midwifery) , 6 (2), 95-104.

Sulistyowati, S., Respati, S. H., & Cahyadi, B. T. (2018). The Difference Human Leukocyte Antigen-E (Hla-E) Expression And Natural Killer Cells (Nk Cells) In Trophoblast Between Intrauterine Growth Restriction (Iugr) And Normal Pregnancy. Nusantara Medical Science Journal, 3 (1), 15-19.

Sumartini, E., Gurnida, D. A., Fadlyana, E., Susiarno, H., Rusmil, K., & Effendi, J. S. (2019). Stunting determinant on toddler age of 12–24 months in Singaparna public health center Tasikmalaya Regency. Global Medical and Health Communication, 7(3), 224-231.

Sutarto, S. T. T., Mayasari, D., & Indriyani, R. (2018). Stunting, Faktor Resiko dan Pencegahannya. Journal Agromedicine , 5 (1), 540.

Warastuti, Y., & Nengsih, D. (2020). Faktor Risiko Kejadian Stunting Pada Bayi Dan Balita Di Desa Ciambar Kecamatan Ciambar Kabupaten Sukabumi. Jurnal Kesehatan Dan Kebidanan (Journal Of Health And Midwifery) , 9 (1), 1-11.

WHO. Global Mental Health 2015. Geneva: World Health Organization. 2015.

WHO. International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems, 10th Revision, edition 2010. Geneva: World Health Organization. 2010.

WHO. The ICD-10 Classification of Mental and Behavioural Disorders: clinical descriptions and diagnostic guidelines. Geneva: World Health Organization. 1992

Wulandari, R. P., & Perwitasari (2021). Hubungan Usia Ibu dan Paritas dengan Gejala Depresi pada Kehamilan. Journal of Midwifery and Reproduction , 4 (2), 81-85.

Yadika, A. D. N., Berawi, K. N., & Nasution, S. H.(2019). Pengaruh Stunting terhadap Perkembangan Kognitif dan Prestasi Belajar. Jurnal Majority , 8 (2), 273-282.

Yosephin, B., & Darwis, E. (2019). Buku Pengangan Petugas KUA: Sebagai Konselor 1000 HPK dalam Mengedukasi Calon Pengantin Menuju Bengkulu Bebas Stunting. Yogyakarta: Deepublish.

Santoso, singgih. 2014. Statistik Parametrik Edisi Revisi. Jakarta : Elex Media Komputindo

Referensi

Dokumen terkait

Judul Penelitian : Hubungan Tingkat Pendidikan Ibu dan Pemberian ASI Eksklusif dengan Kejadian Stunting pada Balita di Desa Sidowarno Kecamatan Wonosari Kabupaten

Responden yang menderita hanya satu penyakit kronis mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar untuk menderita gangguan mental emosional, responden yang menderita

Gangguan tidur pada anak dideteksi dengan menggunakan Skala Gangguan Tidur untuk Anak atau Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC), sementara status mental emosional pada anak

Gangguan tidur pada anak dideteksi dengan menggunakan Skala Gangguan Tidur untuk Anak atau Sleep Disturbance Scale for Children (SDSC) , sementara status mental emosional

Kesimpulan penelitian ini ada hubungan tingkat pendidikan ibu dengan kejadian ISPA.Penelitian ini dilaksanakan di Poli Manajemen Terpadu Balita Sakit (MTBS)

Penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan secara studi literatur untuk mengetahui hubungan tingkat pengetahuan ibu dan asupan gizi terhadap kejadian stunting pada

Orang yang memiliki obesitas atau gangguan mental emosional cenderung. memiliki pengalaman masa kecil yang tidak menyenangkan, sehingga

KESIMPULAN Berdasarkan analisis hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada hubungan antara pengetahuan ibu dan kejadian stunting pada balita usia 24-60 bulan di wilayah