• Tidak ada hasil yang ditemukan

REDESAIN SLBN 1 PALU DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU

N/A
N/A
Nurul Rahmadani Anwar

Academic year: 2023

Membagikan "REDESAIN SLBN 1 PALU DENGAN PENDEKATAN ARSITEKTUR PERILAKU"

Copied!
71
0
0

Teks penuh

Kondisi SLBN 1 Palu Kota Palu masih belum memenuhi standar kebutuhan penyandang disabilitas. Sekolah SLBN 1 Palu juga masih kurang memperhatikan desain, fasilitas, ventilasi, sirkulasi baik di dalam maupun di luar ruangan, sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas dengan standar yang ada. Redesain Sekolah SLBN 1 Palu bertujuan untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas sesuai dengan kebutuhan perilaku penyandang disabilitas.

Penelitian ini juga mencoba menyoroti bagaimana sekolah SLBN 1 Palu dapat didesain ulang sesuai standar dan juga fasilitas yang dapat memudahkan penyandang disabilitas untuk mengakses gedung tersebut.

Rumusan Masalah

Dengan mempertimbangkan perilaku penyandang disabilitas untuk menilai desain bangunan yang dibutuhkan oleh penyandang disabilitas. Sekolah di Kota Palu masih kurang memperhatikan perilaku penyandang disabilitas dan juga keterbatasan fasilitas yang tersedia. Fasilitas yang ada antara lain fasilitas ruang kelas, fasilitas penunjang, taman bermain dan kamar mandi.

Tujuan Dan Sasaran

Manfaat Penelitian

Ruang Lingkup

Diketahui sudah banyak SLB yang dibangun di Kota Palu, namun masih banyak bangunan SLB yang belum memenuhi standar fasilitas, aksesibilitas, ventilasi, penerangan, dengan memperhatikan perilaku penyandang disabilitas. Sekolah Luar Biasa Negeri (SLB) di Kota Palu masih mempunyai kekurangan dari segi fasilitas dan kondisi pembangunan. Aksesibilitas di SLB Kota Palu masih belum memenuhi standar aman bagi penyandang disabilitas.

Masih banyak fasilitas yang dibutuhkan untuk menunjang aktivitas penyandang disabilitas bagi pengguna gedung SLB di Palu.

Tabel 1.1 Data Jumlah Siswa SLB Negeri 1 Palu Tahun 2019-2022
Tabel 1.1 Data Jumlah Siswa SLB Negeri 1 Palu Tahun 2019-2022

TINJAUAN PUSTAKA

Penjelasan Redesain

Masih belum adanya perhatian terhadap penggunaan railing, ramp, guide block dan tangga yang memenuhi standar perhitungan anak penyandang disabilitas. Berdasarkan teori-teori yang telah dijelaskan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa redesain adalah perancangan dan perencanaan kembali fasilitas konstruksi berdasarkan kebutuhan seluruh bangunan dan hanya bagian-bagiannya saja yang fungsinya tidak berubah, hanya bentuk dan fasadnya saja.

Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang menyandang cacat fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau menjadi hambatan atau hambatan dalam menjalankan fungsi sebagaimana mestinya, yang terdiri atas orang-orang dengan disabilitas. ketidakmampuan fisik; penyandang disabilitas mental; Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama, yang dalam interaksinya dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan secara penuh. partisipasi. dan efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan persamaan hak. Dari beberapa penjelasan mengenai pengertian penyandang disabilitas yang diatur dalam undang-undang, dapat disimpulkan bahwa penyandang disabilitas.

Penyandang disabilitas sedikit berbeda dengan orang normal, penyandang disabilitas memiliki hambatan dalam beraktivitas seperti orang pada umumnya.

Tinjauan Terhadap Sekolah Luar Biasa .1 Pengertian Sekolah Luar Biasa (SLB)

Sekolah Luar Biasa (SLB) adalah sekolah untuk anak berkebutuhan khusus, yaitu suatu jenis sekolah yang bertanggung jawab atas pendidikan anak berkebutuhan khusus. Siswa tunarungu belajar bagaimana berkomunikasi menggunakan bahasa isyarat dan bagaimana membaca bibir lawan bicaranya. Penyandang disabilitas intelektual memiliki IQ di bawah rata-rata sehingga tingkat kecerdasannya lebih rendah dibandingkan anak lainnya.

Pendidik di SLB-E akan membimbing penyandang tunarungu agar mampu mengendalikan emosi, mematuhi norma sosial, dan berperilaku sesuai aturan.

Standar Aksesibilitas Pada Fasilitas Pendidikan Sekolah Luar Biasa .1 Pengertian Aksesibilitas

Pengguna kursi roda biasanya memiliki keterbatasan fisik dalam pergerakannya atau memiliki penyakit seperti polio, Cerebral Palsy, gangguan pergerakan karena usia, dan radang sendi. Kursi roda mempunyai lebar minimal 80 cm dengan tinggi minimal 110 cm, lebar kursi roda bila dilipat minimal 30 cm dengan jarak tengah roda dengan lantai minimal 30 cm, tinggi tempat duduk minimal berukuran 50 cm dengan pegangan minimal 75 cm. Selain untuk berbelok, pengguna kursi roda memerlukan ruang untuk melakukan berbagai manuver, pengguna kursi roda juga sering melakukan belokan yang memerlukan radius putar dengan lebar minimal 2,15 m tergantung dari besar kecilnya kursi roda.

Penyandang disabilitas pengguna kursi roda juga tetap membutuhkan kesempatan dan hak yang sama untuk melakukan berbagai aktivitas. Bagi pengguna kursi roda, ruang bebas minimal untuk merentangkan lengan minimal 1,60 m dengan lebar kursi roda minimal dari luar ke luar 80 cm dengan lebar roda minimal 15 cm. Luas ruangan elevator harus mampu menampung pengguna kursi roda, mulai dari masuk melalui pintu elevator, memutar badan, mencapai panel tombol dan keluar melalui pintu elevator.

Toilet atau toilet umum harus mempunyai ruang yang cukup bagi pengguna kursi roda untuk keluar masuk. Toilet atau toilet umum harus dilengkapi dengan pegangan tangan yang posisi dan ketinggiannya disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang disabilitas lainnya. Disarankan agar pegangannya berbentuk siku-siku mengarah ke atas untuk membantu pengguna kursi roda bergerak.

Letak tisu, air, keran air atau pancuran serta peralatan seperti dispenser sabun dan pengering tangan hendaknya dipasang sedemikian rupa sehingga mudah digunakan oleh penyandang disabilitas fisik dan dapat diakses oleh pengguna kursi roda. Sarana dan prasarana di atas dapat membantu dalam merancang sekolah bagi penyandang disabilitas dengan memperhatikan persyaratan aksesibilitas teknis pada saat merencanakan sekolah luar biasa.

Pendekatan Arsitektur Perilaku 2.3.1 Pengertian Arsitektur Perilaku

Penjelasan di atas dapat membantu merancang sekolah bagi penyandang disabilitas dengan menggunakan pendekatan arsitektur behavioral dengan memperhatikan prinsip-prinsip penerapan pendekatan arsitektur behavioral dalam perancangan sekolah. Dengan menerapkan prinsip arsitektur perilaku pada perancangan sekolah bagi penyandang disabilitas agar lebih mudah menerapkan pendekatan arsitektur perilaku. Penjelasan mengenai peraturan dan standar pembangunan sekolah luar biasa dibagi menjadi beberapa aspek, berikut adalah aspek-aspek yang menjadi acuan dalam perancangan sekolah luar biasa.

Luas tanah tersebut di atas sebenarnya merupakan tanah yang dapat digunakan untuk pembangunan gedung, taman bermain atau lapangan olah raga. Pencemaran udara, sesuai dengan keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 02/MEN KLH/1988 tentang pedoman penetapan baku mutu lingkungan hidup. Tanah tersebut mempunyai status hak atas tanah dan/atau mempunyai izin pakai dari pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan.

Gabungan bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB memenuhi persyaratan minimal luas bangunan sebagaimana tercantum pada tabel berikut. Izin mendirikan bangunan yang memuat batas bangunan dengan sumbu jalan, tepian sungai, pantai, rel kereta api dan/atau jaringan tegangan tinggi, jarak antar. Dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah dan mengatasi resiko kebakaran dan petir.

Mempunyai saluran air di dalam dan di luar bangunan yang meliputi saluran air bersih, saluran air kotor dan/atau saluran air limbah, tempat sampah, dan saluran air hujan. Penjelasan mengenai Standar Desain Sekolah Luar Biasa (SSL) di atas dapat membantu merancang sekolah bagi penyandang disabilitas yang memenuhi standar yang telah ditetapkan.

Tabel 2. 1 Luas Lahan Minimum SDLB
Tabel 2. 1 Luas Lahan Minimum SDLB

Studi Banding

Hal ini dapat membantu merancang sekolah bagi penyandang disabilitas dengan mempertimbangkan persyaratan fasilitas, persyaratan aksesibilitas, persyaratan keselamatan, persyaratan kesehatan, dan persyaratan kenyamanan. Sumber: https://www.archdaily.com/88771/ad-classics-st-coletta-school-michael-graves?ad_source=search&ad_medium=projects_tab. Coletta School didirikan pada tahun 1959 oleh pasangan yang memiliki seorang anak yang didiagnosis menderita Down Syndrome.

Dengan sejarah berjuang untuk menemukan sistem pendidikan yang sesuai untuk anak-anak mereka, mereka memutuskan untuk menjadikan sekolah tersebut sebagai sekolah pendidikan khusus yang melayani dan mendidik anak-anak penyandang disabilitas berat atau ganda. Arsitek Michael Graves sangat dihormati karena desainnya yang membawa harapan bagi keluarga anak-anak penyandang disabilitas di Washington DC dan sekitarnya. Warnanya yang cerah dan bentuknya yang sederhana membuatnya sangat cocok untuk anak-anak karena menyenangkan dan mengundang.

Di kota yang terkesan kurang peka terhadap kebutuhan anak, para orang tua sangat senang melihat kemunculan sekolah ini. Fasad bangunan ini sangat berbeda dengan bangunan di sekitarnya, dengan penggunaan batu bata palsu dan penggunaan warna-warna ceria dan menenangkan. Efek 50 lampu di atrium tengah dipadukan dengan langit-langit melengkung dan beberapa jendela atap meningkatkan pengalaman ruangan, karena ruangannya terang dan warnanya ditingkatkan oleh aliran cahaya alami.

Coletta School benar-benar dirancang sesuai tujuannya, yaitu fokus melayani siswa dan orang dewasa berkebutuhan khusus. Sumber: https://www.archdaily.com/88771/ad-classics-st-coletta-school-michael-graves?ad_source=search&ad_medium=projects_tab.

Gambar 2. 2 struktur organisasi SLB Pembina pandeglang
Gambar 2. 2 struktur organisasi SLB Pembina pandeglang

Matriks Penelitian

Untuk meminimalisir permasalahan tersebut, terdapat fasilitas terapi saraf sensorik dan motorik di SDN Khusus Penyandang Cacat Mental Kota Pekanbaru, Provinsi Riau. SLB di Jakarta Timur belum memiliki fasilitas yang memadai untuk menjadi pusat pendidikan anak. Pemberian layanan terhadap anak berkebutuhan khusus di Jakarta Timur merupakan layanan gabungan yang melayani berbagai disabilitas.

SLB Disabilitas Mental akan menjadi fasilitas pendidikan terintegrasi pertama bagi siswa SLB di Jakarta Timur jika didirikan di Jakarta Timur. Hasil perancangan diharapkan dapat mewadahi siswa untuk melatih diri dan berkembang, serta menciptakan konsep ruangan yang baik agar siswa SMP Inklusi dapat merasa bahagia di sekolah. Tak berbeda dengan orang normal, anak berkebutuhan khusus juga mempunyai kebutuhan yang sama.

Pendidikan anak berkebutuhan khusus tidak hanya terbatas pada sekolah luar biasa saja, tetapi juga pendidikan terpadu yang dimungkinkan. Sekolah inklusi merupakan layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus tanpa memandang kondisi fisik, intelektual, sosial, emosional, dan kondisi lainnya, seperti potensi kecerdasan dan bakat khusus, untuk belajar bersama dengan anak normal di sekolah reguler. Fasilitas yang ada antara lain ruang kelas, fasilitas penunjang, taman bermain dan toilet.

Pemberian detail dalam satu ruang kelas akan mendatangkan manfaat yang luar biasa bagi anak. Hal ini untuk memperoleh informasi mengenai konsep dan teori yang dapat dijadikan landasan dalam melakukan penelitian ini.

Lokasi Penelitian

Jenis dan Sumber Data

Data primer diperoleh dari sumber informan yaitu perorangan atau individu seperti hasil wawancara yang dilakukan peneliti. Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh orang yang melakukan penelitian dari sumber yang ada (Hasan, 2002:58). Data-data tersebut digunakan untuk menunjang informasi primer yang telah diperoleh yaitu dari bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku, dan lain-lain.

Metode Pengumpulan Data

Sekunder atau literatur melalui penelusuran literatur dari berbagai instansi terkait seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Tengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai standar SLB, kebijakan pemerintah daerah (RTRW), serta buku, literatur, jurnal dan artikel terkait Sekolah Perorangan penyandang Disabilitas di Kota Palu, serta terkait arsitektur perilaku. Untuk memperoleh data sekunder mengenai sekolah bagi penyandang disabilitas di Kota Palu dengan cara membandingkan beberapa sekolah untuk memperoleh data mengenai fasilitas yang ditawarkan, konsep perancangan, jenis kegiatan, luas ruangan dan data-data lain yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merancang sekolah bagi penyandang disabilitas.

Alur Pikir

Jadwal Penelitian

Gambaran Umum Perancangan Sekolah Penyandang Disabilitas Di Kota Palu Pada perancangan Sekolah Penyandang Disabilitas merupakan wadah Pendidikan

KAJIAN TESIS AKSESIBILITAS RUANG DAN FASILITAS PADA SEKOLAH KHUSUS Tesis ini diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Magister Arsitektur.

Gambar

Tabel 1.1 Data Jumlah Siswa SLB Negeri 1 Palu Tahun 2019-2022
Tabel 2. 1 Luas Lahan Minimum SDLB
Tabel 2. 2 Luas Lahan Minimum SMPLB
Tabel 2. 4 Luas Lahan Minimum SDLB, SMPLB, SMALB Yang Bergabung
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsep Penyesuaian Kebutuhan Besaran Ruang Area Garasi dan Servis dengan Eksisting ... Konsep Kebutuhan Besaran Ruang Area

Dengan meredesain GOR Bekasi yang memeperhatikan gubahan masa stadion, dan elemen ruang luar yang dapat menjadi fasilitas pendukung dari stadion, desain ini dirasa

TK SD SMP dan SMA Ruang kelas Area bermain di dalam dan di luar ruangan Perpustakaan Laboratorium Komputer Auditorium Mini theatre Unit Kesehatan Sekolah(UKS) Kebun

Perancangan Pusat Kesenian di Surabaya dengan memberikan fasilitas yang dapat mewadahi untuk pertunjukan berbagai macam cabang kesenian, serta rekreasi seni dan budaya di

Dalam mendukung konsep adanya fasilitas penunjang lingkungan outdoor yaitu taman, yang peletakannya di dalam dan di luar ruang diperbanyak. Tanaman yang dipilih untuk mengisi

Jika dibandingkan dengan ruang-ruang lain kamar mandi memiliki keistimewaan diantaranya tidak dapat digantikan dengan ruang yang lain, berfungsi utamaD. dan di

Mengingat fasilitas Science Center merupakan sebuah sarana edukasi luar sekolah yang bergerak di bidang sains dan teknologi sehingga tema perancangan yang digunakan yaitu

Gedung Olahraga Panjat Tebing di Provinsi Gorontalo dengan Pendekatan Arsitektur Metafora adalah fasilitas yang mewadahi segala bentuk aktifitas yang berkaitan dengan olahraga panjat di