PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Kota Palu sudah terdapat beberapa gedung sekolah yang menerima penyandang disabilitas atau sekolah luar biasa (SLB). Kondisi SLB di Kota Palu masih belum memenuhi standar yang mampu memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas. Sekolah di Kota Palu masih kurang memperhatikan perilaku penyandang disabilitas dan masih memiliki keterbatasan fasilitas.
Rumusan Masalah
Tujuan Dan Sasaran
- Tujuan
- Sasaran
Merancang ruang sekolah dengan konsep aman bagi penyandang disabilitas, berdasarkan pendekatan arsitektur perilaku.
Manfaat Penelitian
Lingkup
Data Awal
- Data Jumlah Siswa di Kota Palu
- Kondisi Sekolah Luar Biasa di Kota Palu
Aksesibilitas di SLB di Kota Palu masih belum memenuhi standar aman bagi penyandang disabilitas. Sarana dan prasarana di atas dapat membantu merancang sekolah bagi penyandang disabilitas dengan memperhatikan persyaratan aksesibilitas teknis pada saat merencanakan sekolah luar biasa. Penjelasan mengenai standar desain sekolah luar biasa (SLB) di atas dapat membantu untuk merancang sekolah bagi penyandang disabilitas yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum
- Pengertian Penyandang Disabilitas
- Jenis-jenis Penyandang Disabilitas
- Pengertian Sekolah Luar Biasa (SLB)
- Jenis-Jenis Sekolah Berkebutuhan Khusus
- Asas dan Hak-hak Penyandang Disabilitas
Penyandang disabilitas merupakan kelompok masyarakat yang beragam, termasuk penyandang disabilitas yang mengalami disabilitas fisik, disabilitas mental, atau gabungan dari disabilitas fisik dan mental. Kementerian Sosial menyebut penyandang disabilitas sebagai penyandang disabilitas, Kementerian Pendidikan Nasional menyebut mereka berkebutuhan khusus, sedangkan Kementerian Kesehatan menyebut mereka sebagai penyandang disabilitas. Berikut berbagai definisi penyandang disabilitas yang diatur dalam undang-undang (Astuti et al., 2015), yaitu.
Menurut Resolusi PBB No. 61/106 tanggal 13 Desember 2006, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang tidak mampu menghidupi dirinya sendiri, seluruhnya atau sebagian, dengan kebutuhan individu dan/atau kehidupan sosial yang normal, sebagai akibat dari kecacatan mereka, terlepas apakah itu bawaan. atau tidak, dari segi kemampuan fisik atau mentalnya. Menurut Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat menghalangi atau menghambat dirinya untuk berfungsi sebagaimana mestinya, yang terdiri atas: , orang dengan cacat fisik; Sakit mental; penyandang disabilitas fisik dan mental. Menurut Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, penyandang disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama dan dalam berinteraksi dengan lingkungannya dapat mengalami hambatan dan kesulitan. dalam Berpartisipasi penuh. dan secara efektif dengan warga negara lainnya, atas dasar persamaan hak.
Dari beberapa penafsiran undang-undang mengenai pengertian penyandang disabilitas, dapat disimpulkan bahwa penyandang disabilitas adalah orang yang memiliki keterbatasan fisik atau mental, baik bawaan maupun bukan. Jenis-jenis disabilitas di atas dapat membantu menentukan kebutuhan setiap penyandang disabilitas sesuai dengan tingkat disabilitas yang ada di sekolah bagi penyandang disabilitas. Keempat prinsip yang telah dijelaskan di atas dapat dijadikan acuan dalam perancangan sekolah bagi penyandang disabilitas, agar memperhatikan dan menjamin kemudahan dan keselamatan penyandang disabilitas dalam mengakses gedung secara mandiri.
Hal ini juga dapat membantu menentukan kebutuhan yang perlu dipertimbangkan ketika merancang sekolah bagi penyandang disabilitas, dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip penyandang disabilitas.
Sarana dan Prasarana Bagi penyandang Disabilitas
- Jalur Pejalan Kaki (Pedestrian)
- Pintu
- Lif
- Kamar Kecil ( Toilet )
Alat penutup pintu otomatis harus dipasang sedemikian rupa sehingga pintu dapat tertutup sepenuhnya, karena pintu yang terbuka sebagian dapat membahayakan penyandang disabilitas. Ukuran ruang elevator harus sesuai untuk pengguna kursi roda, mulai dari memasuki pintu elevator, berbelok, mencapai panel tombol dan keluar dari pintu elevator. Mekanisme buka dan tutup pintu harus sedemikian rupa sehingga memberikan waktu yang cukup bagi penyandang disabilitas, terutama untuk kemudahan masuk dan keluar.
Toilet umum atau toilet umum yang dapat diakses harus memiliki tanda 'cacat' di bagian luarnya. Toilet atau kamar kecil umum harus memiliki ruang yang cukup bagi pengguna kursi roda untuk keluar masuk. Toilet umum atau toilet harus dilengkapi dengan pegangan tangan yang posisi dan tingginya disesuaikan dengan pengguna kursi roda dan penyandang disabilitas lainnya.
Sebaiknya pegangannya berbentuk persegi panjang yang mengarah ke atas untuk membantu pergerakan pengguna kursi roda. Letak tempat tisu, air, kran atau pancuran serta peralatan seperti dispenser sabun dan pengering tangan harus dipasang agar mudah digunakan oleh penyandang keterbatasan fisik dan dapat dijangkau oleh pengguna kursi roda. Sarana dan prasarana sekolah bagi penyandang disabilitas disebut juga dengan berbagai fasilitas yang aman dan nyaman bagi kelompok penyandang disabilitas.
Dengan adanya sarana dan prasarana yang diperuntukkan bagi penyandang disabilitas, maka mereka akan lebih memperhatikan apa yang dibutuhkan penyandang disabilitas untuk mengakses bangunan.
Pendekatan Arsitektur Perilaku
- Pengertian Arsitektur Perilaku
- Prinsip-Prinsip Arsitektur Perilaku
- Proses Pendekatan Arsitektur
- Standar Perancangan Sekolah Luar Biasa (SLB)
Pada penjelasan arsitektur perilaku di atas dapat disimpulkan bahwa penerapan arsitektur perilaku adalah memperhatikan perilaku manusia di lingkungan dengan mempertimbangkan perilaku dalam desain. Dengan menerapkan pendekatan arsitektur perilaku pada sekolah bagi penyandang disabilitas, tujuannya adalah merancang sekolah yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas. Penjelasan di atas dapat membantu merancang sekolah bagi penyandang disabilitas dengan menggunakan pendekatan arsitektur behavioral dengan memperhatikan prinsip-prinsip penerapan pendekatan arsitektur behavioral dalam perancangan sekolah.
Menggunakan prinsip arsitektur perilaku dalam merancang sekolah bagi masyarakat berkebutuhan khusus untuk memudahkan penerapan pendekatan arsitektur perilaku. Tanah tersebut telah berstatus sah atas tanah dan/atau telah mempunyai izin pakai dari pemegang hak atas tanah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku untuk jangka waktu sekurang-kurangnya 20 tahun. Gabungan bangunan SDLB, SMPLB dan/atau SMALB memenuhi persyaratan minimal luas bangunan sebagaimana tercantum pada tabel berikut.
Izin Mendirikan Bangunan yang meliputi batas bangunan dengan sumbu jalan, tepian sungai, tepi pantai, jalur kereta api dan/atau jaringan tegangan tinggi, jarak antar bangunan dengan batas bidang tanah, serta jarak antara sumbu jalan dan pagar pekarangan sebagaimana ditentukan dalam peraturan daerah. Dilengkapi dengan sistem proteksi pasif dan/atau proteksi aktif untuk mencegah dan mengatasi resiko kebakaran dan petir. Memiliki fasilitas sanitasi di dalam dan di luar gedung, antara lain saluran air bersih, saluran air kotor dan/atau air limbah, tempat sampah, dan saluran air hujan.
Dapat membantu merancang sekolah bagi penyandang disabilitas dengan mempertimbangkan persyaratan fasilitas, persyaratan aksesibilitas, persyaratan keselamatan, persyaratan kesehatan, dan persyaratan kenyamanan.
Studi Banding
- SLB Pembina Banten
- St. Coletta School
SLBN Pembina Pandeglang memberikan pendidikan kepada semua jenis ABK: tunanetra, tunarungu, cacat mental ringan dan sedang, cacat jasmani, anak autis dan ABK lainnya (anak jalanan, anak dari daerah kurang mampu secara ekonomi) yang memerlukan pendidikan khusus (PK) dan pendidikan khusus/ PLK. Sumber: https://www.archdaily.com/88771/ad-classics-st-coletta-school-michael-graves?ad_source=search&ad_medium=projects_tab. Coletta School didirikan pada tahun 1959 oleh pasangan yang memiliki seorang anak yang didiagnosis menderita sindrom Down.
Memiliki sejarah perjuangan untuk menemukan sistem pendidikan yang sesuai untuk anak-anak mereka, mereka memutuskan untuk menjadikan sekolah tersebut sebagai sekolah pendidikan khusus yang melayani dan mendidik anak-anak penyandang disabilitas berat atau ganda. Arsitek Michael Graves sangat dihormati atas proyeknya yang membawa harapan bagi keluarga anak-anak penyandang disabilitas di Washington, DC dan sekitarnya. Di kota yang terkesan kurang peka terhadap kebutuhan anak, para orang tua sangat senang melihat lahirnya sekolah ini.
Fasad bangunan ini sangat berbeda dengan bangunan di sekitarnya, dengan penggunaan batu bata yang terkesan palsu dan penggunaan warna-warna yang ceria dan menenangkan. Efek 50 lampu di atrium tengah dikombinasikan dengan langit-langit melengkung dan banyak lampu atap meningkatkan pengalaman ruangan, karena ruangan terang dan warnanya ditingkatkan oleh aliran cahaya alami. Sekolah Coletta benar-benar dirancang sesuai tujuannya, yaitu fokus melayani siswa dan orang dewasa berkebutuhan khusus.
Somer: https://www.archdaily.com/88771/ad-classics-st-coletta-school-michael- graves?ad_source=search&ad_medium=projects_tab.
Matriks Penelitian
SLB di Jakarta Timur belum memiliki fasilitas yang memadai untuk menjadi pusat pendidikan anak. SLB Disabilitas Mental akan menjadi fasilitas pendidikan terintegrasi pertama bagi siswa SLB di Jakarta Timur jika didirikan di Jakarta Timur. Perancangan sekolah ini juga bertujuan untuk memenuhi kebutuhan penyandang disabilitas dengan memperhatikan standar fisik bangunan, aksesibilitas bangunan, sirkulasi bangunan, ventilasi bangunan, serta interior dan eksterior yang sesuai dengan kebutuhan penyandang disabilitas.
Pengamatan langsung terhadap kondisi lokasi perancangan Sekolah Penyandang Disabilitas Kota Palu, untuk memperoleh data primer berupa data kondisi di dalam atau sekitar lokasi perancangan. Survei Untuk memperoleh data langsung mengenai perancangan lokasi Sekolah Penyandang Cacat di Kota Palu, meliputi dimensi tapak dan tapak eksisting. Wawancara Untuk mengumpulkan data secara langsung berupa tanya jawab dari informan dan ahli yang dianggap berkepentingan seperti kepala sekolah, guru atau orang tua siswa mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Sekolah Penyandang Disabilitas di Kota Palu.
SLB, kebijakan pemerintah daerah (RTRW), serta buku, literatur, jurnal dan artikel terkait sekolah bagi penyandang disabilitas di Kota Palu, serta terkait arsitektur perilaku. Untuk memperoleh data sekunder mengenai sekolah bagi penyandang disabilitas di Kota Palu dengan cara membandingkan beberapa sekolah untuk memperoleh data mengenai fasilitas yang ditawarkan, konsep perancangan, jenis kegiatan, luas ruangan dan data-data lain yang dapat menjadi bahan pertimbangan dalam merancang sekolah bagi penyandang disabilitas. Dalam perancangan Sekolah Penyandang Disabilitas ini merupakan sebuah wadah pendidikan bagi para penyandang disabilitas yang ada di kota Palu, dengan adanya sekolah bagi penyandang disabilitas ini dapat membantu anak-anak penyandang disabilitas untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik dan juga mengasah keterampilannya. siswa dan anak perempuan mereka.
AKSESIBILITAS RUANG DAN FASILITAS DI SEKOLAH KHUSUS Tesis ini diajukan sebagai prasyarat untuk memperoleh gelar Magister Arsitektur.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian
Hal ini dimaksudkan untuk memperoleh informasi tentang konsep dan teori yang dapat dijadikan landasan dalam melaksanakan penelitian ini.
Lokasi Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan masyarakat melalui penelitian dari sumber yang ada (Hasan, 2002: 58). Data-data tersebut digunakan untuk mendukung informasi primer yang telah diperoleh dari bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku dan lain-lain.
Metode Pengumpulan Data
Dokumentasi Untuk memperoleh data visual yang dapat membuktikan kondisi SLB untuk data awal dan lokasi perancangan, meliputi kondisi eksisting, vegetasi, tampilan visual lokasi, topografi lahan, utilitas dan fasilitas yang tersedia di sekitar lokasi penelitian. Untuk memperoleh data sekunder melalui penelusuran literatur dari berbagai instansi terkait, seperti Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Sulawesi Tengah, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengenai standar.
Alur Pikir
Jadwal Penelitian