LUBUK PAKAM
PROPOSAL
OLEH : CINDY GUSTIANI
20.71.008
PROGRAM STUDI GIZI PROGRAM SARJANA FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
INSTITUT KESEHATAN MEDISTRA LUBUK PAKAM
2024
LEMBAR PERSETUJUAN
Proposal dengan Judul :
HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN TINGGI PURIN DAN STATUS GIZI DENGAN KADAR ASAM URAT PADA PASIEN LANSIA
RAWAT INAP DI RS GRANDMED LUBUK PAKAM
Dipersiapkan dan Diseminarkan Oleh :
CINDY GUSTIANI NPM 20.71.008
Proposal Ini Telah Diperiksa Dan Disetujui Untuk Diseminarkan Dan Dipertahankan Dihadapan Komisi Penguji Proposal Program Studi Gizi Fakultas
Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam
Pembimbing
Ns.Rahmad Gurusinga, S.Kep.,M.Kep NPP.01.11.11.10.1985
HUBUNGAN POLA KONSUMSI MAKANAN TINGGI PURIN DAN STATUS GIZI DENGAN KADAR ASAM URAT PADA PASIEN LANSIA
RAWAT INAP DI RS GRANDMED LUBUK PAKAM
Oleh :
CINDY GUSTIANI NPM 20.71.008
Proposal ini Telah Diseminarkan dan Diterima Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Gizi (S.Gz).
Komisi Penguji Lubuk Pakam, Maret 2024
1.
NPP
2.
NPP
3.
NPP
Disahkan Oleh:
Dekan,
Dr.
Karnirius Harefa, S.Kp., M.Biomed NPP.01.21.03.07.1974
Ketua Program Studi,
Raini Panjaitan, S.TP., M.Si NPP.03.19.17.10.1990
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan karunia-nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan proposal penelitian ini dengan judul “Hubungan Pola Konsumsi Makanan Tinggi Purin Dan Status Gizi Dengan Kadar Asam Urat Pada Pasien Lansia Rawat Inap Di RS Grandmed Lubuk Pakam”. Adapun tujuan peneliti ini menyusun propoal ini untuk melengkapi dan memenuhi salah satu syarat dalam melanjutkan ketahap penelitian di Program Studi Sarjana Gizi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam. Dalam penulisan proposal ini penulis mendapatkan bantuan dari berbagai pihak oleh karena itu pada kesempatan inipenulis mengucapakan terimakasi yang sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. Johanes Sembiring, M.Pd., M.Kes, selaku Ketua Yayasan Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
2. Ns. Rahmad Gurusinga, S.Kep., M.Kep, selaku Rektor Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
3. Dr. Karnirius Harefa,S.Kep.,M. Biomed selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
4. Raisha Octavariny, S.KM., M.Kes selaku Wakil Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
5. Raini Panjaitan, S.TP., M.Si selaku ketua Program Studi Gizi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
6. Delita Panjaitan,SKM., MKM selaku Sekertaris Program Studi Gizi Program Sarjana Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam.
7. Ns. Rahmad Gurusinga, S.Kep., M.Kep,selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, memberikan bimbingan, perhatian serta nasehat dengan penuh kesabaran dalam penyusunan proposal ini.
8. Seluruh staff dosen dan pegawai Institut Kesehatan Medistra yang telah banyak memberikan ilmu dan masukan kepada peneliti dalam menyelesaikan proposal ini.
9. Teristimewa terimakasih kepada ayahanda Marwan dan ibunda Fitriani yang selalu mendoakan, memberi dukungan moril, material, dan motivasi serta terimakasih kepada kakak saya Apt.Finky Apriani, S.farm , dan adik-adik
i
10. Teman-teman dan sahabat seangkatan 2020 yang telah bersama-sama melewati semster-demi semester dan saling mendukung selama proses belajar mengajar.
Demikian proposal ini saya selesaikan, saya menyadari masih belum sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik demi kesempurnaan proposal ini. Namun demikian adanya, semoga proposal ini dapat dijadikan acuan tindak selanjutnya dan bermanfaat bagi kita semua terutama bagi Ilmu Gizi.
Lubuk Pakam, April 2024 Peneliti
Cindy Gustiani NPM. 20.71.008
ii
DAFTAR ISI LEMBAR PERSETUJUAN
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR...i
DAFTAR ISI...iii
DAFTAR TABEL...vi
DAFTAR GAMBAR...vii
DAFTAR LAMPIRAN...vii
BAB I PENDAHULUAN...1
1.1 Latar Belakang...1
1.2 Rumusan Masalah...5
1.3 Tujuan Penelitian...5
1.3.1 Tujuan Umum...5
1.3.2 Tujuan Khusus...5
1.4 Manfaat Penelitian...6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...7
2.1 Lanjut Usia...7
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia (Lansia)...7
2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia...8
2.1.3 Karakteristik Lansia...8
2.2 Konsep Asam Urat...10
2.2.1 Pengertian Asam Urat...10
2.2.2 Gejala Asam Urat Pada Lansia...11
2.2.3 Penyebab Asam Urat...12
2.2.4 Klasifikasi Asam Urat...13
2.2.5 Faktor Resiko Asam urat...13
2.2.6 Patofisiologi Asam Urat...16
2.2.7 Komplikasi Asam Urat...17
2.3 Pola Konsumsi...18
2.3.1 Pengertian Pola Konsumsi...18
2.3.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pola Konsumsi...19
iii
2.4 Tinggi Purin...22
2.4.1 Pengertian Purin...22
2.4.2 Pembatas Konsumsi Purin...22
2.4.3 Bahan Makanan Mengandung Purin...23
2.5 Status Gizi...24
2.5.1 Pengertian Status Gizi...24
2.5.2 Penilaian Status Gizi...26
2.5.3 Faktor yang Memperngaruhi Status Gizi...26
2.6 Karangka Teori...31
2.7 Karangka Konsep...31
2.8 Hipotesis...31
BAB III METODE PENELITIAN...33
3.1 Jenis Penelitian...33
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian...33
3.2.1 Lokasi Penelitian...33
3.2.2 Waktu Penelitian...33
3.3 Populasi dan Sampel...34
3.3.1 Populasi...34
3.3.2 Sampel...34
3.4 Metode Pengumpulan Data...35
3.4.1 Jenis Data...35
3.4.2 Cara Pengumpulan Data...35
3.4.3 Langkah-Langkah Penelitian...36
3.4.4 Alur Penelitian...37
3.4.5 Instrument dan Alat Penelitian...37
3.5. Variabel dan Defenisi Operasional...38
3.5.1 Variabel...38
3.5.2 Defenisi Operasional...38
3.6 Metode Pengolahan Data...39
iv
3.7 Metode Analisis Data...40 3.7.1 Analisis Univariat ...40 3.7.2 Analisis Bivariat...40
v
Tabel 2.2 Kadar Normal Asam Urat...11 Tabel Klasifikasi Ststus Gizi...24 Tabel 2.5 Kategori Ambang Batas IMT...26
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.2 Kristal Asam Urat...10
Gambar 2.6 Kerangka Teori...31
Gambar 2.7 Kerangka Konsep...31
Gambar 3.2 Diagram Alir...37
vii
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Responden...46 Lampiran 3 Lembar Kuesioner Data Umum...47 Lampiran 4 Kuesioner Pola Kumsumsi...48 Lampiran 5 Kuesioner Pola Kunsumsi dengan Metode Food Questionnaire
(FFQ)...49 Lampiran 6 Foto Dokumentasi ...50
viii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Asam Urat atau sering disebut gout atritis merupakan hasil metabolisme didalam tubuh yang berasal dari pemecahan protein. Pada dasarnya di dalam tubuh seseorang terdapat asam urat karena metabolisme normal menghasilkan asam urat.
Asam urat juga merupakan salah satu penyusun dari asam nukleat yang terdapat pada inti sel tubuh (Andri & Yudha, 2017).
Asam urat adalah penyakit degeneratif yang sangat berdampak pada kualitas hidup. Jumlah penderita asam urat semakin meningkat dan sebagian besar berada pada kelompok usia kerja dan kelompok usia lanjut (lansia). Produksi asam urat yang berlebihan dalam darah disebabkan oleh adanya dua sumber purin. Ini adalah purin yang diproduksi oleh tubuh dan purin yang berasal dari makanan.
Purin, yang masuk ke dalam tubuh dalam jumlah besar bersama makanan, meningkatkan jumlah asam urat. Hal ini disebabkan oleh konsumsi makanan kaya purin (Noviyanti, 2015).
Menurut WHO (2018) prevalensi asam urat di dunia sebesar 33,3%
prevalensi asam urat berdasarkan conclusion tenaga kesehatan di Indonesia yaitu sebesar 11,9% berdasarkan determination atau gejala besar 24,7% Untuk provinsi Jawa Tengah prevalensi penyakit asam urat berdasarkan determination dokter sebesar 6,78% Prevalensi asam urat menurut karakteristik kelompok usia 45 – 54 tahun sebesar 9,09% usia 55 – 64 tahun sebesar 13,69% dan usia 65 – 74 tahun sebesar 13,90%. Prevalensi asam urat di Brebes termasuk tinggi yaitu
1
sebesar (15,02%) dibandingkan dengan daerah lain yang ada di provinsi Jawa Tengah (WHO, 2018).
Menurut data Organisasi Kesehatan Dunia (2017), prevalensi global asam urat adalah 34,2%. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (2017), prevalensi global asam urat adalah 34,2%. Berdasarkan hasil survei Kesehatan dasar penyakit yang paling banyak di derita saat ini adalah penyakit tidak menular (PTM), termasuk penyakit asam urat yang menempati urutan kedua setelah hipertensi.
Sedangkan menurut data Riskesdas (2018), prevalensi penyakit asam urat sebesar 11,9% berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia. Sedangkan berdasarkan gejala atau diagnosis sebesar 24,7%. Berdasarkan karakteristik usia, 54,8% terjadi pada penduduk berusia 75 tahun ke atas.
Menurut (Fadilah, 2018). Asam urat adalah hasil dari metabolisme/pemecahan purin yang dikeluarkan dari tubuh. berpendapat bahwa asam urat adalah penyakit kelainan metabolisme dimana terjadi produksi asam urat berlebih atau penumpukan asam urat dalam tubuh secara berlebih.
Kadar asam urat tinggi atau hiperurisemia adalah suatu kondisi dimana kadar asam urat meningkat diatas normal, dimana kelarutan monosodium terlalu tinggi, dan juga merupakan suatu kondisi yang lebih banyak menyerang pria dibandingkan wanita (Andri & Yudha, 2017).
Faktor risiko terjadinya asam urat meliputi kecenderungan genetik dan riwayat keluarga, asupan senyawa purin yang berlebihan, asupan alkohol yang berlebihan, obesitas, tekanan darah tinggi, penyakit jantung, dan obat-obatan tertentu (Rosdiana dkk, 2018)
3
Menurut (Nurjaya dkk, 2018) Pola konsumsi diartikan sebagai suatu bentuk atau struktur tindakan seseorang dalam memanfaakan, mengurangi, bahkan menghabiskan nilai guna barang maupunjasa untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut (Singarimbun Lintang dkk, 2019) Pola konsumsi ialah kebutuhan manusia baik dalam bentuk benda maupun jasa yang dialokasikan selain untuk kepentingan pribadi juga keluarga yang didasarkan pada tata hubungan dan tanggung jawab yang dimiliki.
Pola konsumsi sangat menentukan kesehatan seseorang. Jika pola makan benar, kesehatan terjaga, sebaliknya apabila pola konsumsi tidak benar, besar kemungkinan kita akan terkena berbagai penyakit. Menurut penelitian Utari dan (Wijayanti, 2017). menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara pola konsumsi protein dengan penyakit asam urat. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa seringnya seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein, semakin tinggi pula kadar asam urat dalam darah yang dapat berakibat ke penyakit asam urat.
Pola makan yang tidak sehat dengan mengonsumsi makanan kaya protein, terutama protein hewani dengan kandungan purin tinggi, menyebabkan peningkatan frekuensi hiperurisemia. Mengonsumsi makanan tinggi purin menyebabkan peningkatan kadar asam urat. Jika kadar asam dalam darah meningkat maka mendorong perkembangan asam urat seperti radang sendi dan batu ginjal. Kandungan purin yang tinggi terdapat pada jeroan , kerang, kepiting, dan ikan teri. Asupan purin merupakan faktor risiko terkuat yang berhubungan dengan berkembangnya hiperurisemia (Ningsih, 2014).
Penyakit asam urat merupakan salah satu penyakit degeneratif yang memiliki prevalensi meningkat seiring dengan bertambahnya usia seseorang (Lusiana dkk., 2019). Asam urat disebut juga artritis gout termasuk suatu penyakit degeneratif yang menyerang persendian, dan withering sering dijumpai di masyarakat terutama dialami oleh lanjut usia (lansia) (Simamora & Saragih, 2019) Umumnya penyakit asam urat ini menyerang para lansia. Seseorang dikatakan lansia jika usia nya lebih dari atau sama dengan 60 tahun. Lansia secara fisiologis terjadi kemunduran fungsi-fungsi dalam tubuh yang menyebabkan lansia rentan terkena gangguan kesehatan (Kuniano, 2015).
Menurut (Raharjo & Andiana, 2022) Status gizi merupakan faktor yang dapat memengaruhi kadar asam urat dalam darah. Menurut (Raharjo & Andiana, 2022) status gizi orang obesitas memiliki potensi yang lebih besar sebagai pemicu gout artritis dibandingkan individu dengan berat badan typical. Kelebihan berat badan menyebabkan stres pada persendian sehingga asam urat sulit dikeluarkan dalam tubuh. Kondisi medis lansia merupakan faktor langsung mempengaruhi status gizi yang memiliki hubungan timbal balik. Kebutuhan gizi lansia disesuaikan dengan kondisi medis untuk tetap menjaga status gizi yang baik (Fatmah, 2017).
Status gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Adapun kategori dari status gizi dibedakan menjadi tiga yaitu gizi lebih, gizi baik, dan gizi kurang. Baik buruknya status gizi manusia dipengaruhi oleh 2 hal pokok yaitu konsumsi makanan dan keadaan kesehatan tubuh atau infeksi. Dalam ilmu gizi, status gizi lebih dan status gizi kurang disebut sebagai malnutrisi, yakni keadaan patologis akibat kekurangan atau
5
kelebihan secara relatif ataupun absolut satu atau lebih zat gizi (Mardalena, 2017a).
Oleh sebab itu peneliti bermaksud melakukan penelitian tentang “ Hubungan Pola Konsumsi Makanan Tinggi Purin Dengan Kadar Asam Urat Dan Status Gizi Pada Pasien Lansia Rawat Inap Di Kelas II RS Grandmed Lubuk Pakam”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu bagaimana Hubungan Pola Konsumsi Makanan Tinggi Purin Dan Status Gizi Dengan Kadar Asam Urat Pada Pasien Lansia Rawat Inap di RS Grandmed Lubuk Pakam.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Menjelaskan Hubungan Pola Konsumsi Makanan Tinggi Purin Dan Status Gizi Dengan Kadar Asam Urat Pada Pasien Lansia Rawat Inap di RS Grandmad Lubuk Pakam.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Untuk mengetahui karakteristik pasien, meliputi: Nama, usia dan jenis kelamin.
2. Mengidentifikasi pola konsumsi makanan tinggi purin pada pasien lansia rawat inap di RS Grandmad Lubuk Pakam.
3. Mengidentifikasi status gizi pada pasien lansia rawat inap di Rs Grandmad Lubuk Pakam.
4. Mengidentifikasi Kadar Asam Urat Pada Pasien Lansia Rawat Inap di RS Grandmad Lubuk Pakam.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Pembaca
Hasil penelitian ini dapat menjadi informasi dan penambahan ilmu tentang hubungan pola konsumsi purin dan status gizi dengan kadar asam urat.
1.4.2 Bagi Institusi
Sebagai referensi dan informasi mengenai Hubungan Pola Konsumsi Makanan TinggiPurin Dan Status Gizi Dengan Kadar Asam Urat Pada Pasien Lansia Rawat Inap di Kelas II RS Grandmad Lubuk Pakam.
1.4.3 Bagi Pasien
Untuk Pasien menjadi lebih patuh terhadap anjuran yang di berikan dalam mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Lanjut Usia
2.1.1 Pengertian Lanjut Usia (Lansia)
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO, 2018), lanjut usia adalah orang yang berusia minimal 55 tahun, dan berdasarkan Pasal 1(2) Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia, yaitu 60 tahun berarti umurku akan tahun. Penuaan bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu proses dinamis yang menyebabkan semakin meningkatnya perubahan dan menurunnya daya tahan tubuh terhadap rangsangan eksternal dan internal sehingga berujung pada kematian.
Lansia mengacu pada orang yang berusia 44 tahun ke atas. semakin tua dan telah mencapai usia 60 tahun. Oleh karena itu, lanjut usia dikatakan sebagai kelompok umur yang telah memasuki tahap akhir masa kehidupan (Irma, 2019).
Menurut Kementerian Kesehatan atau Kementerian Kesehatan (2019), Indonesia sedang memasuki masa penuaan penduduk, dimana angka harapan hidup semakin meningkat dan jumlah penduduk lanjut usia pun akan menyusul.
Di Indonesia, jumlah penduduk lanjut usia meningkat dari 18 juta orang (7,56%) pada tahun 2010 menjadi 25,9 juta orang (9,7%) pada tahun 2019 dan diperkirakan akan terus bertambah hingga mencapai 48,2 juta orang pada tahun 2035 (15,77%) (Kemenkes.RI, 2017).
Pada tahun (2020), diperkirakan ada 727 juta orang berusia 65 tahun atau lebih di seluruh dunia.Jumlah ini diproyeksikan lebih banyak dari dua kali lipat pada tahun 2050, mencapai lebih dari 1,5 miliar orang.Pada pertengahan abad,
7
satu dari enam orang di dunia akan berusia 65 tahun atau lebih tua (United Countries, 2020). Di Indonesia pada tahun 2021 jumlah lansia sebanyak 11,01%
dari total penduduk Indonesia yang bejumlah 273,88 juta jiwa merupakan lansia atau 30,16 jiwa lanisa.
2.1.2 Klasifikasi Lanjut Usia
Klasifikasi Lansia Menurut Senocak, (2019) pada table berikut adalah : Tabel 2.1 Klasifikasi Lansia
N0 Klasifikasi Usia
1. Usia Pertengahan (middle age) 45 – 59 Tahun
2. Lansia (elderly) 60 – 74 Tahun
3. Lansia Muda (young old) 75 – 90 Tahun 4. Lansia Tua (very old) > 90 Tahun Sumber : (Senocak, 2019)
Sedangkan Menurut Aspiani (2014), lansia dibagi menjadi beberapa kelompok yaitu :
1) Kelompok mendekati usia tua (45-54 tahun) disebut masa virilitas 2) Kelompok umur tua (55-64 tahun) disebut masa presennium 3) Kelompok lanjut usia (>65 tahun) disebut tahun senium 2.1.3 Karakteristik Lansia
Ciri-ciri lanjut usia menurut (Kemenkes.RI, 2017) yaitu:
a) Usia
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila telah berumur 60 tahun atau lebih.
b) Jenis kelamin
Lansia sebagian besar adalah perempuan. Jadi kita tahu bahwa harapan hidup yang paling tinggi adalah Perempuan.
9
c) Status perkawinan
Berdasarkan Badan Pusat Statistik RI SUPAS TAHUN 2015, mengenai status perkawinan, mayoritas penduduk lanjut usia sudah menikah (60%) dan bercerai mati (37%). Berdasarkan data, sekitar 56,04% lansia perempuan sudah bercerai mati, dan 82,84% lansia laki-laki sudah berstatus kawin. Hal ini disebabkan karena perempuan lanjut usia memiliki harapan hidup lebih panjang dibandingkan laki-laki, dan laki- laki lanjut usia yang bercerai mempunyai kemungkinan lebih besar untuk menikah lagi.
d) Pekerjaan
Mengacu pada konsep dynamic maturing WHO, lanjut usia sehat berkualitas adalah proses penuaan yang tetap sehat secara fisik, sosial dan mental sehingga dapat tetap sejahtera sepanjang hidup dan tetap berpartisipasi dalam rangka meningkatkan kualitas hidup sebagai anggota masyarakat. Berdasarkan information Pusat Data dan Informasi Kemenkes RI 2016 sumber dana lansia sebagian besar pekerjaan/usaha (46,7%), pensiun (8,5%) dan (3,8%) adalah tabungan, saudara atau jaminan sosial.
e) Pendidikan terakhir
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmojo menunjukkan bahwa pekerjaan lansia terbanyak sebagai tenaga terlatih dan sangat sedikit yang bekerja sebagai tenaga profesional. Dengan kemajuan pendidikan diharapkan akan menjadi lebih baik.
f) Kondisi Kesehatan
Angka kesakitan, merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk mengukur derajat kesehatan penduduk. Semakin rendah angka kesakitan menunjukkan derajat kesehatan penduduk yang semakin baik 2.2 Konsep Asam Urat
2.2.1 Pengertian Asam Urat
Asam urat merupakan kristal-kristal yang berasal dari metabolisme purin atau berbentuk turunan nukleoprotein, misalnya komponen asam nukleat yang ada dalam inti sel-sel tubuh. Salah satu protein golongan nucleoprotein ialah purin.
Purin berasal dari makanan serta sel- sel tubuh yang sudah tua serta hancur.
Tubuh bisa membuat sendiri sintesis purin yang berasal dari bahan-bahan yaitu asam folat, glutamin, asam aspartate, serta CO2. Kelebihan asam urat dibuang melalui ginjal dan usus (Wijayanti, 2017).
Sumber: Buku Saku Kader Pengontrol Asam Urat, 2020 Gambar 2.2 Kristal Asam Urat
Asam urat merupakan produk akhir dari metabolisme asam nukleat dan purin. Purin adalah bagian penting dari asam nukleat. Purin dalam tubuh
11
berlangsung secara kontinyu, purin yang tidak terpakai atau terlalu banyak maka akan diubah menjadi asam urat dalam jumlah besar. Proses perubahan purin menjadi asam urat ini melibatkan enzim yang disebut xantin oxsidase. Enzim inilah yang bertugas membuang kelebihan purin dalam bentuk asam urat. Asam urat diangkat oleh darah ke ginjal dan asam urat akan berpengaruh pada fungsi ginjal dan asam urat berpengaruh pada fungsi filtrasi renal, absorbsi dan sekresi.
Pembentukan asam urat dalam darah juga dapat meningkat yang disebabkan oleh faktor dari luar terutama makanan dan minuman yang merangsang pembentukan asam urat. Adanya gangguan dalam proses ekskresi dalam tubuh akan menyebabkan penumpukan asam urat di dalam ginjal dan persendian (Lantika, 2018).
Asam urat (gout) adalah penyakit metabolik di mana tubuh memproduksi atau menumpuk terlalu banyak asam urat.Peningkatan produksi asam urat menyebabkan peradangan sendi dan pembengkakan sendi. Asam urat merupakan zat yang dihasilkan selama metabolisme purin di dalam tubuh. Kadar asam urat dapat diukur berdasarkan hasil tes darah dan urin. Dalam kondisi normal, asam urat dikeluarkan melalui urin melalui ginjal. Namun pada kondisi tertentu, ginjal tidak mampu mengeluarkan asam urat secara seimbang sehingga mengakibatkan kelebihan asam urat dalam darah (hiperurisemia). Kelebihan asam urat ini akhirnya terakumulasi dan tertimbun dalam bentuk kristal pada persendian dan organ tubuh lainnya (Sandjaya, 2014).
Tabel 2.2 Kadar Normal Asam Urat
Jenis Kelamin Nilai
Laki-Laki 3,5 – 7mg/dl
Perempuan 2,6 – 6mg/dl
Sumber : Buku Saku Kadar Pengontrolan Asam Urat, 2020
2.2.2 Gejala Asam Urat Pada Lansia
Menurut (Price & Wilson, 2015), asam urat memiliki 4 gejala klinis:
a) Tahap pertama adalah hiperuresemia asimtomatik. Nilai normal asam urat pada pria adalah 3,5-7 mg/dl. Pada penderita asam urat, nilai ini meningkat menjadi 9-10 mg/dL. Saat ini, pasien tidak merasakan gejala apa pun selain.
peningkatan asam urat serum.
b) Tahap kedua adalah arthritis gout akut. Tahap ini biasanya diawali dengan pembengkakan mendadak dan nyeri hebat pada persendian, jempol kaki, dan persendian.
c) Tahap ketiga setelah serangan artritis gout adalah tahap interstitial. Tidak ada gejala selama periode ini, yang dapat berlangsung dari bulan hingga tahun. Jika tidak diobati, kebanyakan orang akan mengalami serangan asam urat berulang dalam waktu satu tahun.
d) Tahap keempat adalah tahap asam urat kronis, dimana simpanan asam urat terus meningkat selama beberapa tahun jika pengobatan tidak dimulai. Peradangan kronis akibat kristal asam urat menyebabkan nyeri, nyeri, dan kaku, serta pembengkakan sendi yang membesar dan meninggi.
Pada tahap ini, serangan asam urat akut dapat terjadi.
2.2.3 Penyebab Asam Urat
Menurut (Mulyanti, 2019) Peningkatan kadar asam urat dalam tubuh dapat meningkat karena dua sumber purin. Asupan purin dari makanan yang berlebihan
13
menjadi penyebab meningkatnya kadar asam urat. Kristal-kristal tersebut kemudian menjadi penyebab meningkatnya kadar asam urat. Kristal-kristal tersebut kemudian mengendap di persendian dan jadilah asam urat.
Faktor dari dalam tubuh juga berpengaruh terhadap meningkatnya kadar asam urat, yaitu adanya penyakit tertentu dan menyebabkan peningkatan proses pengancuran DNA tubuh. Meningkatnya proses tersebut membuat produksi aman asam urat meningkat. Hal ini terjadi karena adanya penyakit-penyakit seperti kanker darah (leukimia), pengobatan kanker (kemoterapi), dan kerusakan otot.
Kanker limforma dan kanker darah adalah dua jenis kanker yang bisa menjadi penyakit asam urat. Penyakit tersebut merusak sel tubuh dan berakibat ada naiknya kadar asam urat dalam tubuh. Selain kanker, gagal jantung juga berpotensi penyebab asam urat (Mulyanti, 2019).
2.2.4 Klasifikasi Asam Urat
Menurut (Zairin Noor, 2017), asam urat dapat dibagi menjadi dua kategori:
primer dan sekunder.
a) Asam urat primer adalah penyakit asam urat yang disebabkan oleh faktor genetik dan lingkungan. Pada asam urat primer, 99% penyebabnya tidak diketahui (idiopatik). Namun, kombinasi faktor genetik dan hormonal diperkirakan bertanggung jawab atas kelainan metabolisme. Hal ini juga meningkatkan produksi asam urat. Asam urat jenis ini juga bisa disebabkan oleh penurunan ekskresi asam urat dari dalam tubuh.
b) Asam urat sekunder biasanya timbul akibat komplikasi penyakit lain (hipertensi atau arteriosklerosis). Penyebab asam urat sekunder antara lain peningkatan produksi asam urat akibat pola makan, terutama asupan
makanan tinggi purin. Purin merupakan senyawa basa organik yang menyusun asam nukleat (asam inti sel) dan termasuk dalam kelompok asam amino yang merupakan bahan penyusun protein.
2.2.5 Faktor Resiko Asam Urat
Menurut (Zairin Noor, 2017), faktor risiko penyakit asam urat adalah:
a) Faktor genetik
Pemicu hiperurisemia dan asam urat dapat ditularkan oleh gen resesif yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kromosom tertentu memiliki efek yang lebih kuat dalam merangsang tubuh untuk memproduksi asam urat dalam jumlah besar dibandingkan gen dengan kromosom normal.
Orang dengan kromosom khusus ini menghasilkan asam urat dalam jumlah besar, namun ekskresi asam urat dalam tubuh relatif rendah.
Kecenderungan tingginya kadar asam urat serum disebabkan oleh kurangnya keseimbangan antara regenerasi asam urat endogen dan ekspresi asam urat. Jika penderita gen resesif mempunyai kebiasaan mengonsumsi makanan tinggi purin, maka prevalensi hiperurisemia akan meningkat.
b) Gender
Asam urat sebenarnya terjadi pada pria dan wanita. Namun, laki-laki mempunyai risiko lebih tinggi dibandingkan Perempuan. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa rata-rata prevalensi hiperurisemia secara global adalah 0,3% dalam tahun. Rata-rata laki-laki, atau 15 dari 1.000, dan 45 dari 1.000 perempuan menderita hiperurisemia. Ekspresi risiko serangan asam urat pada pria dan wanita
15
berubah seiring bertambahnya usia. Pada usia paruh baya pria memiliki risiko hiperurisemia tiga hingga empat kali lebih tinggi dibandingkan wanita. Rasio ini menurun ketika seorang wanita memasuki masa menopause.Wanita umumnya menderita asam urat setelah memasuki masa perimenopause.
c) Obesitas
Hiperurisemia tidak memperhitungkan apakah seseorang gemuk atau kurus. Namun jika dilihat dari trennya, orang yang mengalami obesitas mempunyai risiko lebih tinggi terkena hiperurisemia dibandingkan orang kurus, karena obesitas merupakan risiko terjadinya hiperurisemia terhadap penyakit metabolik. Mayoritas penderita obesitas menderita sindrom metabolik dan hiperurisemia. Penumpukan lemak di perut cukup menjadi satu-satunya faktor yang mengganggu sistem pengaturan asam urat tubuh. Lemak perut memberi tekanan pada ginjal dan mengganggu kemampuannya mengeluarkan kelebihan asam urat. Tubuh mempunyai batas dalam menjaga keseimbangan antara jumlah asam urat yang diproduksi dan jumlah asam urat yang dikeluarkan, sehingga seiring dengan peningkatan produksi, tidak seluruh asam urat dikeluarkan.
d) Penyakit Ginjal
Hiperurisemia sebagian besar disebabkan oleh terhambatnya sekresi asam urat. Sebagian besar asam urat diekskresikan oleh ginjal. Organ ini terutama bertanggung jawab mengatur sekresi asam urat. Ketika fungsi ginjal menurun, sekresi dan ekskresi asam urat terganggu. Hiperurisemia dapat disebabkan oleh penyakit ginjal, dan sebaliknya hiperurisemia
juga dapat menyebabkan penyakit ginjal. Penyakit ginjal yang banyak diderita pasien hiperurisemia ditandai dengan adanya batu ginjal yang terbentuk dari pengendapan kristal asam urat. Asam urat berkembang pesat pada pasien hiperurisemia yang memiliki batu asam urat di ginjal.
Batu asam urat menghambat pembuangan asam urat , sehingga meningkatkan kadar asam urat serum jauh di atas keadaan semula.
Semakin tinggi kadar asam urat serum maka semakin tinggi pula risiko terbentuknya batu asam urat baru.
e) Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang terus-menerus merupakan faktor risiko kerusakan ginjal. Kerusakan ginjal merupakan faktor risiko terjadinya tekanan darah tinggi. lebih tinggi dari. Tekanan darah tinggi yang terus- menerus dapat mengganggu fungsi ginjal dan dapat menyebabkan penyakit ginjal kronis. Obesitas Hiperurisemia tidak memperhitungkan apakah seseorang gemuk atau kurus. Namun jika dilihat dari trennya, orang yang mengalami obesitas mempunyai risiko lebih tinggi terkena hiperurisemia dibandingkan orang kurus, karena obesitas merupakan risiko terjadinya hiperurisemia terhadap penyakit metabolik. Mayoritas penderita obesitas menderita sindrom metabolik dan hiperurisemia.
Penumpukan lemak di perut cukup menjadi satu-satunya faktor yang mengganggu sistem pengaturan asam urat tubuh. Lemak perut memberi tekanan pada ginjal dan mengganggu kemampuannya mengeluarkan kelebihan asam urat.
2.2.6 Patofisiologi Asam Urat
17
Dalam keadaan ordinary, kadar asam urat di dalam darah pada pria dewasa kurang dari 7 mg/dl, dan pada wanita kurang dari 6 mg/dl. Apabila konsentrasi asam urat dalam serum lebih besar dari 7 mg/dl dapat menyebabkan penumpukan kristal monosodium urat. Serangan gout tampaknya berhubungan dengan peningkatan atau penurunan secara mendadak kadar asam urat dalam serum. Jika kristal asam urat mengendap dalam sendi, akan terjadi respon inflamasi dan diteruskan dengan terjadinya serangan gout. Dengan adanya serangan yang berulang–ulang, penumpukan kristal monosodium urat yang dinamakan thopi akan mengendap dibagian perifer tubuh seperti ibu jari kaki, tangan dan telinga.
Akibat penumpukan nefrolitiasis urat (batu ginjal) dengan disertai penyakit ginjal kronis (Bagus Made Andy Wiraputra, 2017).
2.2.7 Komplikasi Asam Urat
Tingginya asam urat dalam tubuh yang menetap dalam jangka waktu yang lama berpotensi menimbulkan komplikasi. Menurut (Noviyanti, 2015)) komplikasi penyakit asam urat meliputi:
a. Komplikasi pada ginjal
Secara garis besar, gangguan-gangguan pada ginjal yang disebabkan oleh asam urat mencakup dua hal yaitu terjadinya batu ginjal dan risiko kerusakan ginjal. Batu ginjal terbentuk ketika pee mengandung substansi yang membentuk kristal, seperti kalsium oksalat dan asam urat. Pada saat yang sama, urin kekurangan substansi yang mencegah kristal menyatu sehingga menjadikan batu ginjal terbentuk.
b. Komplikasi pada jantung
Kelebihan asam urat dalam tubuh membuat seseorang berpotensi terkena serangan jantung dan stroke. Hubungan antara asam urat dengan penyakit jantung adalah adanya kristal asam urat yang dapat merusak endotel/pembuluh darah koroner.
c. Komplikasi pada hipertensi
Hipertensi terjadi karena asam urat menyebabkan renal vasokontriksi melalui penurunan enzim nitrit oksidase di endotel kapiler, sehingga terjadi aktivasi sistem. Peningkatan asam urat pada manusia juga berhubungan dengan disfungsi endotel dan aktivitasi renin.
2.3 Pola Konsumsi
2.3.1 Pengertian Pola Konsumsi
Menurut (Nurjaya dkk, 2018) Pola konsumsi diartikan sebagai suatu bentuk atau struktur tindakan seseorang dalam memanfaakan, mengurangi, bahkan menghabiskan nilai guna barang maupunjasa untuk memenuhi kebutuhannya.
Menurut (Singarimbun Lintang dkk, 2019) Pola konsumsi ialah kebutuhan manusia baik dalam bentuk benda maupun jasa yang dialokasikan selain untuk kepentingan pribadi juga keluarga yang didasarkan pada tata hubungan dan tanggung jawab yang dimiliki.
Pola konsumsi sangat menentukan kesehatan seseorang. Jika pola makan benar, kesehatan terjaga, sebaliknya apabila pola konsumsi tidak benar, besar kemungkinan kita akan terkena berbagai penyakit. Menurut penelitian Utari dan (Wijayanti, 2017). menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara pola konsumsi protein dengan penyakit asam urat. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa seringnya seseorang mengkonsumsi makanan yang
19
mengandung tinggi protein, semakin tinggi pula kadar asam urat dalam darah yang dapat berakibat ke penyakit asam urat.
Menurut (Wijayanti, 2017), Pola konsumsi sangat menentukan kesehatan seseorang. Jika pola makan benar, kesehatan terjaga, sebaliknya apabila pola konsumsi tidak benar, besar kemungkinan kita akan terkena berbagai penyakit.
dan menunjukkan adanya hubungan yang cukup signifikan antara pola konsumsi protein dengan penyakit gout. Dari penelitian tersebut didapatkan kesimpulan bahwa seringnya seseorang mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi protein, semakin tinggi pula kadar asam urat dalam darah yang dapat berakibat ke penyakit asam urat.
Pola makan yang tidak sehat dengan mengonsumsi makanan kaya protein, terutama protein hewani dengan kandungan purin tinggi, menyebabkan peningkatan frekuensi hiperurisemia. Mengonsumsi makanan tinggi purin menyebabkan peningkatan kadar asam urat. Jika kadar asam dalam darah meningkat maka mendorong perkembangan asam urat seperti radang sendi dan batu ginjal. Kandungan purin yang tinggi terdapat pada jeroan , kerang, kepiting, dan ikan teri. Asupan purin merupakan faktor risiko terkuat yang berhubungan dengan berkembangnya hiperurisemia (Ningsih, 2014).
2.3.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pola Konsumsi
Faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan menurut (Fayasari, 2018) adalah sebagai berikut:
a. Pengetahuan
Pengetahuan sangat penting untuk mempengaruhi perilaku seseorang.
Perilaku berbasis pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku berbasis ketidaktahuan.
b. Sikap
Suatu tanggapan ataupun reaksi dimana masih tertutup pada rangsangan ataupun objek dikatakan sikap. Sikap hanya dapat diprediksi berdasarkan perilaku tertutup karena sikap tidak dapat diamati secara langsung.
Dimungkinkan untuk memiliki sikap tanpa benar-benar mengambil tindakan atau terlibat dalam aktivitas apa pun.
c. Kesukaan
Kesukaan yakni faktor penentu seseorang mengkonsumsi makanan, suka atau tidaknya sebab rasa yakni faktor penting pada pemilihan makanan dimana didasari oleh tekstur.
d. Tingkat ekonomi keluarga
Keluarga dengan status ekonomi yang buruk biasanya mengkonsumsi lebih sedikit makanan daripada yang perfect di masyarakat; Hal ini didorong oleh rendahnya pendapatan keluarga. kebiasaan asupan akan beragam seiring dengan meningkatnya kekayaan, yang mengarah pada peningkatan asupan makanan dengan kandungan gizi tinggi.
e. Ketersediaan sayur dan buah
Ketersediaan buah serta sayur memiliki hubungan konsumsi buah serta sayur pada remaja, jika konsumsi sayur serta buah dimana mau lebih banyak di remaja mempunyai ketersediaan satyur serta buah baik dirumah.
f. Akses terhadap sayur dan buah
21
Faktor lingkungan dimana dapat memengaruhi asupan buah serta sayur adalah tersedianya sayur atau buah di rumah. Tersedianya sayur serta buah di rumah dikaitkan konsumsi buah serta sayur untuk remaja. Peningkatan tersedianya buah serta sayur memengaruhi asupan, bahwa kurangnya ketersediaan menghambat asupan buah dan sayuran.
2.3.3 Indikator Pola Konsumsi
Untuk mengetahui pola konsumsi seseorang, diperlukan indikator yang digunakan untuk mengukur pola konsumsinya Menurut (Syarifuddin, 2021)) Adapun indikator pola konsumsi adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan Preliminary:
Kebutuhan preliminary adalah kebutuhan yang berkaitan dengan mempertahankan hidup secara layak. Kebutuhan ini mendasar dan harus di penuhi manusia. Kebutuhan preliminary terdiri dari sandang (pakaian), pangan (makan), dan papan (tempat tinggal).
b. Kebutuhan Sekunder:
Kebutuhan sekunder adalah kebutuhan yang berkaitan dengan usaha menciptakan atau menambah kebahagiaan hidup. Kebutuhan sekunder penunjang hidup kebutuhan ini bisa di tunda pemenuhannya setelah kebutuhan preliminary di penuhi. Kebutuhan sekunder terdiri dari pakaian, mobil, dll.
c. Kebutuhan Tersier:
Kebutuhan tersier adalah kebutuhan yang hanya dapat dipenuhi oleh Sebagian kecil masyarakat yang memiliki ekonomi biaya tinggi atau orang kaya. Contohnya rumah mewah, mobil mewah, dll (Besti, 2021).
2.3.4 Metode Penilaian Pola Konsumsi
Menurut (Besti, 2021) menggunakan 2 metode yaitu:
a) Metode kualitatif
Untuk menentukan frekuensi asupan berdasarkan jenis bahan makanan, untuk mempelajari lebih dalam tentang kebiasaan makan (nourishmentpropensity) dan untuk mengetahui di mana membeli makanan tersebut:
1. Metode frekuensi makanan (nourishment recurrence) FFQ (Food Frequency Questinnaire)
2. Metode dietary history
3. Metode pendaftaran makanan (nourishment list) b) Metode kuantitatif
Melalui penggunaan Daftar Komposisi Pangan (DKBM) ataupun daftar lain dimana relevan, tentukan berapa banyak makanan yang dikonsumsi sehingga dapat ditentukan konsumsi zat gizinya:
1. Metode recall 24 jam
2. Perkiraan makanan (assessed nourishment records).
3. Penimbangan makanan (nourishment weighing) 4. Metode nourishment account
5. Metode inventaris (stock strategy) 6. Metode nourishment records
23
2.4 Tinggi Purin 2.4.1 Pengertian Purin
Purin adalah senyawa amina bagian dari protein yang menyusun tubuh makhluk hidup, bahkan sistem metabolisme tubuh kita sendiri juga memproduksi purin. Hal ini mengandung arti bahwa semua bahan makanan mengandung purin, sehingga purin tidak pernah dapat disingkirkan sama sekali dari slim down sehari- hari. Hanya saja setiap makanan mengandung purin dengan kadar yang berbeda- beda sehingga pengaruh yang ditimbulkannya play on words berbeda-beda juga (Kusumayanti, 2015).
2.4.2 Pembatasan Konsumsi Purin
Menurut (Astuti, 2018)Mengonsumsi makanan yang mengandung purin merupakan salah satu faktor risiko penyakit asam urat. Purin ditemukan pada semua bahan makanan dengan kandungan protein, baik protein nabati maupun hewani. Jumlah purin yang tepat disesuaikan dengan 600 mg/hari atau kurang.
normal 600-1000 mg/hari, tinggi 1000 mg/hari atau lebih berdasarkan kategori asupan purin. Makan makanan yang tidak seimbang ( kandungan purin berlebihan dalam asupan protein) makan makanan yang kaya lemak, karbohidrat, dan protein, serta kebiasaan mengkonsumsi kopi tanpa minum discuss putih dapat meningkatkan asam urat dalam tubuh (Wulandari, 2016).
2.4.3 Bahan Makanan Mengandung Purin
Purin selain dapat diproduksi di dalam tubuh, purin juga diperoleh dari makanan yang dimakan. Jumlah purin yang dikonsumsi dalam bahan pangan akan mempengaruhi bertambahnya purin yang beredar dalam darah. Mengkonsumsi
makanan tinggi purin, maka semakin tinggi kadar asam urat dalam tubuh (Savitri, 2017).
Bahan makanan yang kurang baik meliputi makan makanan yang mengandung zat purin tinggi seperti jeroan hewan, hidangan laut, dan daging merah. Terlalu banyak mengonsumsi minuman dengan gula tinggi dan minuman beralkohol. Menggunakan obat-obatan dengan jenis tertentu, seperti obat pengencer darah, obat penghambat enzim, dan obat-obatan kemoterapi (Kussoy et al, 2019).
Anjuran penderita asam urat sebaiknya mengonsumsi makanan rendah purin hingga kira-kira hanya mengonsumsi sekitar 100-150 mg purin/hari (Rina Yenrina dkk, 2014).
Tabel 2.3.4 Tabel Bahan Makanan Mengandung Purin
No Klasifikasi Nama Bahan Jumlah
1. Purin Tinggi Hati, ginjal, otak, jantung, jeroan, ikan sarden, kerrang, remis,
makarel ekstrak
daging( kaldu kental ) dan bebek
100 – 1000 mg/100 gr bahan makann
2. Purin Sedang Ayam, ikan, tempe, tahu, bayam, kacang Panjang, dan daun singkong
50 – 100 mg/100 gr bahan makanan
3. Purin Rendah Nasi, jagung ubi, mie, telur, susu rendah lemak, roti, margarin, gula, tepung beras, kue kering, buah, dan sayur-sayuran
2.5 Status Gizi
2.5.1 Pengertian Status Gizi
25
Status gizi adalah keadaan tubuh manusia sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi. Adapun kategori dari status gizi dibedakan menjadi tiga yaitu gizi lebih, gizi baik, dan gizi kurang. Baik buruknya status gizi manusia dipengaruhi oleh 2 hal pokok yaitu konsumsi makanan dan keadaan kesehatan tubuh atau infeksi. Dalam ilmu gizi, status gizi lebih dan status gizi kurang disebut sebagai malnutrisi, yakni keadaan patologis akibat kekurangan atau kelebihan secara relatif ataupun absolut satu atau lebih zat gizi (Mardalena, 2017b).
Menurut (Susilowati, 2016), status gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang yang dapat dilihat dari makanan yang dikonsumsi dan pengggunaan zat-zat di dalam tubuh. Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara asupan gizi dari makanan dan kebutuhan zat gizi yang diperlukan untuk metabolisme tubuh. Setiap individu membutuhkan asupan zat gizi yang berbeda antarindividu, hal ini tergantung pada usia orang tersebut, jenis kelamin, aktivitas tubuh dalam sehari, berat badan, dan lainnya (Holil, 2017).
Status gizi dibedakan atas status gizi buruk, gizi kurang, gizi baik, dan gizi lebih. Status gizi baik atau status gizi ideal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan secara umum pada tingkat setinggi mungkin. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi essensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah berlebihan, sehingga menimbulkan efek toksis atau membahayakan. Baik pada status gizi kurang maupun status gizi
lebih terjadi gangguan gizi. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor preliminary atau sekunder (Almatsier, 2015).
Zat gizi dalam tubuh dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu primer dan sekunder. Faktor primer adalah keadaan yang mempengaruhi asupan gizi dikarenakan susunan makanan yang dikonsumsi tidak tepat. Sedangkan faktor sekunder adalah zat gizi tidak mencukupi kebutuhan tubuh karena adanya gangguan pada pemanfaatan zat gizi dalam tubuh (Holil, 2017).
Faktor primer disebabkan oleh kurangnya penyediaan pangan, kurang baiknya distribusi pangan, kemiskinan, ketidaktahuan, kebiasaan makan yang salah, dan lainnya. Faktor sekunder atau faktor kondisi disebabkan karena terganggunya pencernaan, terganggunya absorbsi zat-zat gizi, dan factor lainnya yang menyebabkan zat-zat gizi tidak sampai di sel-sel tubuh setelah makanan dikonsumsi (Almatsier, 2015).
2.5.2 Penilaian Status Gizi
Cara penilaian status gizi ada 2 (dua), yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Penilaian status gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri, biokimia, klinis dan biofisik. Sedangkan penilaian status gizi secara tidak langsung dapat dibagi menjadi tiga penilaian, yaitu survei konsumsi makanan, statistik imperative dan faktor ekologi (Supariasa, n.d.).
Rumus perhitungan IMT adalah sebagai berikut :
Untuk mengetahui status gizi seseorang maka ada kategori ambang batas IMT yang digunakan, seperti yang terlihat pada Tabel 2.5 yang merupakan ambang IMT lansia.
Tabel 2.5 Kategori Ambang Batas IMT
Kategori IMT
27
Kurus Kekurangan berat badan tingkat berat Kekurangan berat badan tingkat ringan
<17,0 17,0 – 18,4
Normal Normal 18,5 – 25,0
Gemuk Kelebihan berat badan tingkat berat Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
>27,0
2.5.3 Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi 1. Faktor Penyebab Langsung
Status gizi yang baik menggambarkan adanya dukungan dari factor penyebab langsung atau secara langsung mempengaruhi keadaan gizi seseorang. Faktor ini antara lain faktor biologis (genetik), usia, jenis kelamin, pemenuhan asupan makan dan kondisi medis. Faktor tidak langsung yang mempengaruhi status gizi antara lain yaitu kondisi lingkungan dan sistem. Lingkungan ini diantaranya yaitu pola tempat tinggal, aktivitas fisik, sosial budaya dan pengetahuan. Sistem pelayanan kesehatan berdampak pada status gizi (Nelms, 2016).
a) Asupan Makan
Asupan makanan merupakan faktor utama yang dapat menentukan gizi seseorang. Seseorang dengan stastus gizi baik biasanya dengan asupan makanan dengan baik pula. Status gizi baik atau status gizi ideal terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien, sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja dan kesehatan. Status gizi kurang terjadi bila tubuh mengalami kekurangan satu zat esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat gizi dalam jumlah berlebih, sehingga menimbulkan efek toksik atau
membahayakan. Gangguan gizi disebabkan oleh faktor preliminary atau sekunder.
b) Usia
Bertambahnya usia seseorang, maka kejadian gizi lebih banyak dijumpai pada orang dewasa karena persentase lemak tubuh biasanya meningkat. Masalah gizi kurang juga terjadi pada usia lanjut. Kemampuan fungsi organ pada usia lanjut akan semakin menurun antara lain, kemampuan menguyah yang susah karena banyaknya gigi yang sudah tanggal dan selera makan yang berkurang karena menurunnya sensivitas indera pengecap dan pencium, penurunan kemampuan motoric dapat menyebabkan gangguan menyuap dan lain-lain (Christy, 2020).
c) Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Laki-laki membutuhkan zat gizi banyak dari pada Perempuan karena luas permukaan dan postur tubuh lebih besar atau lebih luas Kejadian kelebihan berat badan sering dialami pada perempuan karena jumlah sel lemak yang lebih banyak serta memiliki basal digestion system rate (BMR) yang lebih rendah dibandingkan laki-laki (Christy, 2020).
d) Genetik
Genetik Mutasi kromosom atau gen tunggal dapat mengubah status gizi seseorang dan membantu dalam menggambarkan pentingnya terapi gizi untuk kesehatan. Wholesome genomics memiliki sisi unik dalam fokusnya terkait bagaimana interaksi antara faktor
29
lingkungan dapat mempengaruhi potensi genetik dari individu dan populasi. Interaksi antara gizi dan genetika bervariasi mulai secara langsung (sederhana) hingga menjadi sangat kompleks. Korelasi yang withering mudah yaitu korelasi secara langsung antara gen yang rusak, disfungsi protein, kekurangan metabolit, dan penyakit yang dihasilkan karena diturunkan dalam hubungan darah dan responsive terhadap terapi gizi (Mahan dkk, 2017).
2. Faktor Penyebab Tidak Langsung a) Tingkat Pengetahuan
Sikap seseorang terhadap pemilihan bahan makanan dipengaruhi oleh pengetahuan. Seseorang yang memiliki pengetahuan tentang gizi dapat memenuhi kebutuhan zat gizi dalam tubuh dengan mengatur jumlah asupan makanan yang seimbang. Keadaan status gizi akan cenderung lebih baik karena pengetahuan yang dimilikinya, sehingga kebutuhan gizinya terpenuhi (Wiranti dkk, 2019).
b) Stres
Lansia merupakan seseorang yang masuk dalam tahap akhir kehidupan yang identik dengan keadaan hidup yang tidak sesuai harapan. Masalah hidup yang dialami lansia menyebabkan stres yang berkelanjutan. Stres ini dapat mengakibatkan kecemasan dan asupan energi yang rendah karena menurunnya nafsu makan sehingga, berat badannya menurun. Kebiasaan makan yang tidak sesuai karena
kondisi stres ini akan mempengaruhi keadaan status gizi lansia (Sofia
& Gusti, 2017).
c) Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot skeletal dan memerlukan energi untuk dikeluarkan. Bertambahnya umur seseorang, maka aktivitas fisik yang dilakukan akan semakin berkurang. Penyebab hal itu karena menurunnya kemmapuan fisik yang dialami seseorang secara alamiah. Lanjut usia dengan aktivitas menurun, dianjurkan untuk mengurangi asupan energi agar keseimbangan energi tetap terjaga dan mencegah kejadian status gizi lebih. Mengontrol kejadian obesitas karena penurunan aktivitas fisik pada lansia dapat mengurangi risiko penyakit degeneratif (Fatmah, 2017).
d) Kondisi Keluarga
Status gizi lansia sangat ditentukan oleh tempat tinggal. Fungsi organ yang menurun pada usia lanjut membuat mereka menggantungkan dirinya terhadap orang lain untuk keberlangsungan hidup. Kondisi ini akan mempengaruhi ketersediaan makanan yang ada di rumah dan ditemukannya kondisi stres atau kesepian, sehingga menimbulkan gangguan terhadap asupan makan lansia yang akan berpengaruh dengan kejadian malnutrisi (Christy, 2020).
e) Pola Tempat Tinggal
Kemunduran beradaptasi dengan lingkungan baru ataupun interaksi dengan lingkungan sosial diakibatkan karena lansia mengalami
31
perubahan peran dalam keluarga, sosial ekonomi, dan sosial masyarakat. Tempat tinggal lansia yang berbeda akan berdampak pada pelayanan kesehatan yang didapatkan lansia juga berbeda (Yuliati, 2014).
2.6 Kerangka Teori
2.7 Kerangka Konsep
Faktor yang Mempemgaruhi Status Gizi :
1. Faktor langsung - Asupan makan - Usia
- Jenis kelamin - Genetik
2. Faktor tidak langsung - Tingkat pengetahuan - Faktor stres
- Aktivitas fisik - Kondisi keluarga - Tempat tingal Status Gizi
Kadar Asam Urat
Pola Konsumsi Tinggi Purin
Akses Terhadap Sayur dan Buah Ketersediaan
Sayur dan Buah Tingkat
Ekonomi Keluarga Kesukaan
Sikap Pengetahuan
Status Gizi
2.8 Hipotesis
Ha :
1. Terdapat hubungan status gizi dengan kadar asam urat pada pasien lansia di rs grandmed lubuk pakam
2. Terdapat hubungan asupan purin dengan kadar asam urat pada pasien lansia di rs grandmed lubuk pakam
H0 :
1. Tidak terdapat hubungan status gizi dengan kadar asam urat pada pasien lansia rawat inap di rs grandmed lubuk pakam
2. Tidak terdapat hubungan asupan purin dengan kadar asam urat pada pasien lansia rawat inap di rs grandmed lubuk pakam
Kadar Asam Urat Pasien Lansia Asupan Purin
BAB III
METODE PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode observasional dengan desain cross sectional. Rancangan penelitian mengumpulkan data yang dilakukan dalam kurun waktu secara bersamaan untuk mengidentifikasi variabel terikat dan variabel bebas pada populasi. Tujuan dari desain penelitian ini adalah peneliti ingin mengetahui hubungan status gizi dan asupan makanan tinggi purin dengan kadar asam urat pada pasien lansia rawat inap di RS Grandmed Lubuk Pakam.
3.2 Lokasi Dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini di lakukan di RS grandmed Lubuk Pakam Jln. Raya Medan- Lubuk Pakam KM.25 No. 66 Kel, Petapahan Kec. Lubuk Pakam, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara.
3.2.2 Waktu Penelitian
Tabel 3.1 Pelaksanaan Kegiatan Penelitian
No Uraian kegiatan
Bulan Kegiatan Januari
2024
Febr 2024
Maret 2024
April 2024
Juni 2024
Juli 2024 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 Pengajuan judul
2 Bimbingan
Proposal I,II,dan III 3 Presentasi
& seminar proposal 4 Revisi proposal 5 Pengumpulan data 6 Analisa Data
33
7 Bimbingan Bab IV, V, VI
8 Sidang hasil 9 Revisi Skripsi 10 Pengumpulan
Skripsi
3.3 Populasi Dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi merupakan keseluruhan objek penelitian atau yang diteliti (Notoatmojo, 2019). Populasi dalam penelitian ini adalah lansia penderita asam urat di RS Grandmed Lubuk Pakam sebanyak 54 pasien lansia.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi dan karakteristik. Jika populasi besar dan peneliti tidak mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, peneliti dapat menggunakan sampel yang di ambil dari populasi tersebut (Sugiyono, 2017).
Sampel pada penelitian ini diambil berdasarkan kriteria-kriteria yang dikehendaki oleh peneliti Perhitungan besar sampel menggunakan rumus Lameshow (1997) sebagai berikut:
n=
Z2
(
1−a2)
P(1−P)Nd2(N−1)+Z2
(
1−a2)
P(1−P)n= 1,96²x0,5(1−0,5)54 0,12(54−1)+1,96x0,5(1−0,5) n=51,84
1,49 =35 Keterangan :
35
N : Besar Sampel
N : Ukuran populasi (54 Orang)
Z2(1-a/2) : Nilai Z pada kurva normal untuk α = 0,05 = 1,96 P : Proporsi yang diinginkan 0,5
3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data
a.) Data Primer
Data primer diperoleh secara langsung yaitu data identitas pasien yang meliputi: nama, usia dan jenis kelamin melalui metode wawancara, pengukuran IMT, dan pengukuran pola konsumsi menggunakan kuesioner FFQ (Food Frekuency Questioinaire )
b.)Data Sekunder
Data yang di peroleh secara tidak langsung melalui pencatatan buku rekam medik atau hasil laboraturium di Rs Grandmed Lubuk Pakam
3.4.2 Cara Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan di penelitian ini yaitu dengan menggunakan teknik wawancara dan data yang diinginkan didapatkan dengan cara:
1. Wawancara
Wawancara bertujuan untuk menggali keterangan lebih mendalam mengenai data-data yang diperlukan oleh peneliti. Wawancara meliputi (nama, usia dan jenis kelamin).
2. Foam FFQ ( Food Frekuency Questioinaire )
Adapun foam dilakukan pada penelitian ini kuesioner FFQ untuk mengidentifikasi pola konsumsi makanan tinngi purin pada lansia
3. Status Gizi
Adapun status gizi di lakukan dengan mengukur IMT responden yang dapat di lakukan dengan cara menimbang berat badan responden dan mengukur tingggi badan responden.
3.4.3 Langkah-Langka Penelitian
Langkah-langkah yang diambil dalam menyelesaikan penelitian ini adalah seperti berikut :
a. Melakukan persiapan penelitian berupa menentukan permasalahan dan menentukan tujuan masalah.
b. Meminta rekomendasi Ketua Program Studi Gizi Institut Kesehatan Medistra Lubuk Pakam untuk dapat melakukan penelitian di Rs Grandmed Lubuk Pakam.
c. Izin penelitian kepada Direktur Rs Grandmed Lubuk Pakam untuk melakukan penelitian dan pengambilan data terhadap lanjut usia penderita asam urat dengan membawa surat rekomendasi dan surat pengantar dari Fakultas.
d. Menyiapkan Foam FFQ ( Food Frekuency Questinnaire ) penelitian e. Meminta kesediaan responden untuk menjadi sampel dalam penelitian ini,
membagikan kuesioner kepada responden.
f. Mengolah data dan menganalisis data/informasi yang diperoleh, hingga diperoleh hasil penelitian dan kesimpulan.
37
3.4.4 Alur Penelitian
3.5 Gambar Diagram Alir
Gambar 3.2 Diagram Alir 3.4.5 Instrumen Dan Alat Penelitian
Dipilih berdasarkan jumlah lansia penderita asam urat yang bersedia menjadi responden
Lansia yang bersedia menjadi responden akan diberikan lembar kuesioner
Melakukan wawancara secara langsung di hari yang sama
Melakukan pengamatan dan mengisi formulir untuk data
Analisis data
Populasi sampel terdiri dari lansia penderita gout arthritis di puskesmas batang kuis
Dipilih berdasarkan jumlah lansia penderita gout arthritis yang bersedia menjadi responden
Lansia yang bersedia menjadi responden akan diberikan lembar kuesioner pretest
Melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan media leaflet di hari yang sama
saat pemberian kuesioner pretest
Melakukan pengamatan dan mengisi formulir untuk data
Analisis data
Setelah dilakukan penyuluhan kesehatan, responden diberikan kuesioner posttest
Analisis data
a) Instrumen yang digunakan untuk mendapatkan data dalam penelitian yaitu dengan form persetujuan menjadi responden, kuesioner, dan program computer SPSS.
b)Alat yang digunakan meliputi lembar kuesioner
3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel
Variabel penelitian yaitu merupakan sebuah nilai dari sebuah objek yang telah ditetapkan di dalam sebuah penelitian (Sugiyono, 2014)
1. Variabel Independent (bebas)
Variabel independent dalam penelitian ini adalah pola konsimsi makanan tinggi purin
2. Variabel Dependent (terikat)
Variabel dependent dalam penelitian ini adalah status gizi dan kadar asam urat
3.5.2 Definisi Operasional No
. Variabel Data
Operasional
Cara
Pengukuran Kategori Skala
1. Kadar Asam Urat
Nilai asam urat sampel yang diukur
menggunakan blood uric acid meterdalam satuan mg/dl
Blood uric acid meter easy touch dengan ketelitian 0,1 mg/dl
Kadar asam urat pada pria: Normal : 3,4- 7,0 mg/dl
Tinggi: >7,0 mg/dl
Ordinal
2. Status Gizi keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi
Pengukura n berat badan
Kategori IMT orang dewasa:
39
makanan dan penggunaan zatgizi yang diukur
berdasarkan indeks massa tubuh (IMT) dengan satuan kg/m2 .
mengguna kan timbangan digital merk camry dengan ketelitian 0,1kg.
Pengukura n tinggi badan mengunak an
micrtoice merk one med
dengan ketelitian 0,1 cm
Berat badan kurang: <
17,0 - 18,5 kg/m2 Berat badan
normal : 18,5 – 25,0 kg/m2 Berat badan Lebih : >25,0 kg/m2
3. Konsumsi
purin
Jumlah purin
yang di
konsumsi perhari. Diukur dengan metode recall 1x24 jam
Pengambil an data mengguna kan form recall, food model dan alat tulis
Kategori konsumsi purin:
Rendah:
1000 mg/dl Ordinal
3.6 Metode Pengolahan Data
Agar peneliti menghasilkan informasi yang benar, pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
1. Editing
Editing merupakan kegiatan untuk pengecekan lembar kuesioner apakah jawaban di lembar kuesioner sudah lengkap, jelas, relevan dan konsisten.
2. Skoring
Memberikan skor pada variabel dependen yang terdapat pada hasil wawancara mengguanakan kuesioner
3. Coding
Coding adalah kegiatan merubah huruf menjadi data bentuk angka/bilangan, manfaat coding adalah untuk mempermudah saat analisa data.
4. Tabulasi
Tabulasi adalah kegiatan memasukkan data-data hasil penelitian kedalam tabel berdasarkan variabel yang diteliti.
5. Processing
Processing adalah pemprosesan dilakukan dengan cara mengentri data dari lembar kuesioner keprogram komputerisasi. Tahap ini dilakukan untuk pengkodean data.
6. Cleaning
Cleaning adalah kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entri untuk melihat apakah ada kesalahan atau tidak.
3.7 Metode Analisis Data 3.7.1 Analisis univariat
Analisis univariat yang digunakan dalam penelitian ini digunakan untuk mengidentifikasi variabel bebas dan variabel terikat yaitu pola konsumi purin dan status gizi dengan kadar asam urat responden sebelum dan sesudah wawancara dan mengisi kuesioner. Penyajian data olahan berupa tabel distribusi frekuensi proporsi/persentase .
3.7.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat Digunakan untuk menguji hipotesis penelitian dengan menggunakan statistika nonparametrik karena data pada kedua variabel tidak harus berdistribusi normal. Uji hipotesis menggunakan uji korelasi Chi-Square
41
untuk mengetahui hubungan kedua variabel dengan skala ordinal. Nilai p pada uji chi-square dibandingkan dengan nilai α, dengan α < 0,05
Utama.
Andri & Yudha. (2017). Stop Gagal ginjal Dan Gngguan Gangguan Ginjal Lainnya. Istana Media.
Astuti, dkk. (2018). Pengaruh Asupan Purin dan Cairan Terhadap Kadar Asam Urat pada usia 50-60 Tahun di Kecamatan Gajah Mungkur, Semarang.
Semarang, Universitas Diponegoro.
Bagus Made Andy Wiraputra. (2017). Hubungan Aktivitas Fisik dengan Kadar Asam Urat di Padukuhan Bedog Trihanggo Gamping Sleman Yogyakarta. Universitas Aisyiyah Yogyakarta.
Besti. (2021). Pengaruh Pendidikan Kesehatan Terhadap Pengendalian Asam Urat Di Wilayah RW 13 Dusun Mojosari Desa Ngenep Kecamatan Karangploso.
Christy. (2020). Disability, Arthritis, and Body Weight Among Adults 45 ears and Older. Obesity Research, 2(5).
Fadilah. (2018). Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Wanita Post Menoupose Di Posyandu Lansia Wilayah KerjaPuskesmas. Dr. Seotomo Surabaya. Journal Keperawatan.
Fatmah. (2017). Gizi Usia Lanjut. Erlangga.
Fayasari. (2018). Hubungan Pola Makan Dengan Tingkat Pengetahuan Dengan Kadar Asam Urat Dalam Darah Pada Lansia Di Panti Sosial Lanjut Usia Harapan Palembang.
Holil, dkk. (2017). Epidemiology of Gout. Cleveland Clinic Journal of Medicine, 75(5), 59–510.
Irma. (2019). Hubungan Antara Konsumsi Emping Melinjo dengan Kejadian Asam Urat pada Warga di Desa Wadunggetas Wonosari Klaten. 3(2).
41
42
Kemenkes.RI. (2017). Penyakit Tidak Menular dan Faktor Risiko. Buku Pintar Posbindu PTM.
Kuniano. (2015). Asam Urat. PT. Benteng Pustaka.
Kussoy et al. (2019). Gout Causes: List of Diet/ Food Sources High or Low in Purine Content. http://www.dietaryfiberfood.
Kusumayanti. (2015). Lanjut Usia Dan Keperawatan Gerontik. Nuha Medika.
Lantika. (2018). Bebas Penyakit Asam Urat Tanpa Obat. Agro Media Pustaka.
Mahan dkk. (2017). Harper’s Illustrated Biochemistry, 29th E. Ed.Asia: The McGraw-Hill Education.
Mardalena. (2017a). Solusi Sehat Asam Urat dan Rematik. Agro Media Pustaka.
Mardalena. (2017b). Tanaman obat untuk mengatasi penyakit pada usia lanjut.
PT. Agro Media Pustaka.
Mulyanti. (2019). Tanaman obat untuk mengatasi penyakit pada usia lanjut. PT.
Agro Media Pustaka.
Nelms. (2016). Metabolisme Purin dan Pirimidin Gangguan dan Dampaknya bagi Kesehatan. Penerbit Andi.
Ningsih. (2014). Hubungan Antara Pola Makan Dengan Kadar Asam Urat Darah Pada Wanita Post Menoupose Di Posyandu Lansia Wilayah KerjaPuskesmas.
Notoatmojo. (2019). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Rineka cipta.
Noviyanti. (2015). Mencegah Dan Mengobati Asam Urat, Araska,. Hurlock.
Nurjaya dkk. (2018). Pengaruh Senam Ergonomis Terhadap Kadar Asam Urat.
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/26474/1/Ani s%0AKhomariah.FKIK.pdf.
Raharjo & Andiana. (2022). Cara Cepat Usir Asam Urat. Medika.
Rina Yenrina dkk. (2014). Hiperurisemia. Dalam Aru W. Sudoyo, et al. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departmen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Rosdiana dkk. (2018). Mencegah Dan Mengobati Asam Urat, Araska. Hurlock.
Sandjaya. (2014). Hubungan Antara Nyeri Gout Arthritis Dengan Kemandirian Lansia.
Savitri. (2017). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Dan KonsumsiAir Rebusan Daun Salam Terhadap Pengendalian Asam Urat.
Senocak. (2019). Phatogenesis of Gout. Ann Intern Med.
Simamora & Saragih. (2019). Kajian tentang Kota Ramah Lanjut Usia. Badan Pendidikan Dan Penelitian Kesejahteraan Sosial Balai Besar Penelitian Dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial (B2P3KS).
Singarimbun Lintang dkk. (2019). Pengaruh Pemberian Pendidikan Kesehatan Dan KonsumsiAir Rebusan Daun Salam Terhadap Pengendalian Asam Urat.
Sofia & Gusti. (2017). Hubungan antara Kadar Asam Urat Serum dengan Kadar Glukosa Serum pada Pasien DM Tipe 2 di Laboratorium Klinik Gatot Subroto Medan. Skripsi. Medan: Universitas Medan Area.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R & D. Bandung. Vc Alvabeta.
Sugiyono. (2017). No Title. In Cara Cepat Usir Asam Urat. Medika.
Supariasa. (n.d.). Penilaian Status Gizi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Susilowati. (2016). Asam Urat. Penebar Plus.
Syarifuddin. (2021). Mengenal Dan Pencegah Penyakit Asam Ura. Nuha Medika.
WHO. (2018). International Obesity Taskforce. The Asia-Pacific Perspective