1
TESIS
PE P EN NG GA AR RU UH H I IM MP PL LE EM ME EN NT TA A SI S I K KE EB BI IJ JA AK KA AN N KE K EP PE EN ND DU UD DU UK KA A N N D DA AN N K KU UA AL LI IT TA A S S P PE EL LA AY YA A NA N AN N MA M AS SY YA AR RA A KA K A T T T TE ER RH HA AD DA A P P K KE EP PU UA AS SA AN N M MA AS SY YA A RA R AK KA AT T
DA D AL LA A M M P PE EM MB BU UA AT TA AN N K KT TP P E EL LE EK KT TR RO ON NI IK K P PA AD DA A KA K A NT N TO OR R C CA AT TA AT TA AN N S SI IP PI IL L B B EK E KA A SI S I S SE EL LA AT TA AN N
Oleh :
PARMOHONAN SIREGAR 2014-02-036
NPM : 2002 – 02 – 013
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA 2016
PE P EN NG GA AR RU UH H I IM MP PL LE EM ME EN NT TA A SI S I K KE EB BI IJ JA AK KA AN N KE K EP PE EN ND DU UD DU UK KA A N N D DA AN N K KU UA AL LI IT TA A S S P PE EL LA AY YA A NA N AN N MA M AS SY YA AR RA A KA K A T T T TE ER RH HA AD DA A P P K KE EP PU UA AS SA AN N M MA AS SY YA A RA R AK KA AT T DA D AL LA A M M P PE EM MB BU UA AT TA AN N K KT TP P E EL LE EK KT TR RO ON NI IK K P PA AD DA A K KA A NT N TO OR R
C
CA AT TA AT TA A N N S SI IP PI IL L B B EK E KA A SI S I S SE EL LA AT TA AN N
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si.) Dalam Program Studi Magister Ilmu Administrasi
Pada Program Pascasarjana
Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama)
Oleh :
PARMOHONAN SIREGAR 2014-02-036
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA 2016
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DAN KUALITAS PELAYANAN MASYASRAKAT TERHADAP KEPUASAN
MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN KTP ELEKTRONIK PADA KANTOR CATATAN SIPIL BEKASI SELATAN
Telah disetujui pada tanggal :
Oleh :
Pembimbing I Pembimbing II
(Dr. Paiman Raharjo, MM.,M.Si.) (Dr. Budiharjo, M.Si.)
Mengetahui :
Ketua Program Studi Direktur
Magister Ilmu Administrasi Program Pascasarjana
(Dr. Ir. Abdul Samad Melleng, MM.) (Dr. Paiman Raharjo, MM., M.Si.)
LEMBAR KOMISI PENGUJI
PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DAN KUALITAS PELAYANAN MASYASRAKAT TERHADAP KEPUASAN
MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN KTP ELEKTRONIK PADA KANTOR CATATAN SIPIL BEKASI SELATAN
Telah diuji pada tanggal : 02 Maret 2016 Penguji :
(Prof. Dr. H. Sunarto, M.Si.) K e t u a
: ……….
(Dr. Ir. Abdul Samad Melleng, MM.) Anggota I
: ……….
(Dr. Paiman Raharjo, MM., M.Si.) Anggota II
: ……….
Mengetahui : Ketua Program Studi
Magíster Ilmu Administrasi
(Dr. Ir. Abdul Samad Melleng, MM.)
Direktur
Program Pascasarjana
(Dr. Paiman Raharjo, MM. M.Si)
ABSTRAK
Nama : Parmohonan Siregar NIM : 2014 – 02 – 036
Judul Skripsi : Pengaruh Implementasi Kebijakan Kependudukan dan Kualitas Pelayanan Masyasrakat terhadap Kepuasan Masyarakat dalam Pembuatan KTP Elektronik Pada Kantor Catatan Sipil Bekasi Selatan
Isi Skripsi : i – xiii halaman
106 halaman terdiri dari 5 bab, masing-masing bab terdiri dari subbab + daftar pustaka + lampiran
Penelitian dalam penulisan tesis ini bertujuan untuk mengetahui sejauhmana pengaruh implementasi kebijakan dan kualitas pelayanan terhadap Kepuasan Pemohon KTP Elektronik pada Catatan Sipil Bekasi Selatan.
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah : Diduga secara teoritik besaran pengaruh implementasi kebijakan Kependudukan dan kualitas pelayanan secara bersama-sama terhadap kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) pada kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ditentukan oleh dimensi prosedur tidak sulit, persyaratan simple, pelayanan yang sesuai harapan masyarakat.
Penulisan tesis ini menggunakan metode survey dengan Paradigma Asosiatif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan menguji hipotesa yang menguji hubungan sebab akibat diantara variabel yang diteliti.
Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat pemohon KTP Elektronik di Catatan Sipil Kota Bekasi yang kurang lebih terdapat rata- rata 100 orang pemohon perbulan. Sedangkan Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah sampling jenuh, bedasarkan pendapat tersebut peneliti mengambil sampel sebanyak 100 orang dari jumlah pemohon.
Besaran pengaruh implementasi kebijakan, kualitas pelayanan secara bersama-sama terhadap kepuasan pemohon E-KTP ditentukan oleh dimensi prosedur tidak sulit, persyaratan simple, pelayanan yang sesuai harapan masyarakat sebesar 24,2%. Artinya, hanya 24,2% dari kepuasan pemohon E-KTP ditentukan oleh implementasi kebijakan, dan kualitas pelayanan sedangkan 75,8% ditentukan faktor lain. Kekuatan hubungan diantara keduanya bersifat positif namun pada tingkat sedang.
.
Kata Kunci : Implementasi Kebijakan, Kualitas Pelayanan dan Kepuasan Pemohon.
ABSTRACT
Name : Parmohonan Siregar NIM : 2014-02 – 036
Thesis Title : Effect of Implementation of Population Policy and Service Quality Masyasrakat on Public Satisfaction in Electronic Identity Card Making In Civil Registry Office South Bekasi
Thesis Contents : i - xiii page
109 pages consists of five chapters, each chapter consists of sections + bibliography + attachments
Research in this thesis aims to identify the effect of policy implementation and the quality of services to the satisfaction of the Electronic Identity Card Applicant Civil South Bekasi.
The hypothesis to be tested in this study were: It is assumed theoretically the amount of influence Population policy implementation and service quality together to the satisfaction of the applicant's identity card (KTP) at the Civil Registry Office South Bekasi City are determined by the dimensions of the procedure is not difficult, simple terms, the corresponding service expectations of society.
This thesis using survey method with Associative Paradigm, a study that aims to test the hypothesis that test the causal relationship between the variables studied.
The population in this study is the applicant community Electronic Identity Card in Bekasi City Civil Registry or less there are an average of 100 applicants per month. While the sampling technique used in this study is saturated sampling, based on the opinion of researchers took a sample of 100 people from the number of applicants.
Massive influence policy implementation, quality of service together to the satisfaction of the applicant E-ID card is determined by the dimensions of the procedure is not difficult, simple terms, the corresponding service community expectations of 24.2%. That is, only 24.2% of the satisfaction of the applicant E-ID card are determined by the policy implementation, and quality of service, while 75.8% is determined other factors. The strength of the relationship between them is positive but at a medium level.
Keywords: Policy Implementation, Service Quality and Satisfaction
Applicant.
KATA PENGANTAR
Puji Syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T yang telah melimpahkan karunia-Nya, beserta rasulnya Nabi Muhammad S.A.W dan doa restu orang tua, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini.
Penyusunan Tesis ini guna memenuhi salah satu syarat yang diperlukan dalam mencapai gelar Magister Management (MM) Program Studi Manajemen pada Fakultas Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama).
Penulis menyadari bahwa Tesis ini masih jauh dari sempurna, hal ini dikarenakan kemampuan dan pengetahuan penulis yang masih terbatas, oleh sebab itu saran serta kritik yang membangun penulis harapkan dari semua pihak yang membaca Tesis ini.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak yang telah membantu penulis, baik secara langsung maupun tidak langsung, sebab tanpa bantuannya tidak mungkin Teis ini dapat terwujud. Hormat dan terima kasih penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Dr. Paiman Raharjo, MM. M.Si., Direktur Program Pasca Sarjana dan sekaligus sebagai dosen pembimbing I sekaligus Direktur Program Pasca Sarjana yang telah menyediakan waktu dan tenaga serta petunjuk yang sangat berharga.
2. Bapak Dr. Ir. Abdul Samad Melleng, MM., Ketua Program Pasca Sarjana Program Studi Magister Ilmu Administrasi Universitas Prof. Dr.
Moestopo (Beragama).
3. Bapak Dr. Budiharjo, M.Si., dosen pembimbing II yang telah menyediakan waktu dan tenaga serta petunjuk yang sangat berharga 4. Seluruh Dosen dan karyawan Program Pasca Sarjana Magister Ilmu
Administrasi Universitas Prof. Dr. Moestopo (Beragama) .
5. Bapak dan Ibu tercinta serta Istriku tersayang yang selama ini memberikan dukungan moral, semangat serta dukungan doa sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Akhir kata semoga Tesis ini dapat bermanfaat dan menjadi masukan bagi siapa saja yang membaca dan memerlukannya.
Jakarta, Februari 2016 Penulis
(Parmohonan Siregar)
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PERSETUJUAN TESIS……….. i
LEMBAR PENGESAHAN KOMISI PENGUJI ……….. ii
ABSTRAK ……….. iii
KATA PENGANTAR ... vii
DAFTAR ISI ... ix
DAFTAR TABEL ... xi
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Rumusan Permasalahan ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 7
F. Kegunaan Penelitian ... 7
G. Sistematika Penulisan ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL, DAN HIPOTESIS A. Tinjauan Pustaka... 11
B. Kerangka Pemikiran ... 52
C. Hipotesis ... 56
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian ... 58
B. Metode Penelitian ... 58
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel... 59
D. Populasi dan Sampel ... 63
E. Instrumen Penelitian ... 64
F. Teknik Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 66
G. Teknik Analisis Data ... 67
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Pengujian Instrumen Penelitian ... 74
B. Uji Persyaratan Analisis... 76
C. Analisis Hipotesis Penelitian ... 87
D. Keterbatasan Penelitian... 101
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 103
B. Implikasi... 104
C. Saran ... 105 DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian ... 58
Tabel 3.2 Kisi-Kisi Instrumen Kepuasan Pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik... 65
Tabel 3.3 Kisi-kisi Instrumen Implementasi Kebijakan ……… 65
Tabel 3.4 Kisi-kisi Instrumen Kualitas Pelayanan ……… 65
Tabel 4.1 Normalitas Data Penelitian ... 77
Tabel 4.2 Homogenitas Data Penelitian ... 78
Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Skor Keputusan Pemohon E-KTP ... 79
Tabel 4.4 Distribusi Frekuensi Skor Implementasi Kebijakan ... 82
Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Skor Kualitas Pelayanan ... 85
Tabel 4.6 Persamaan Regresi Y dan X1 ... 87
Tabel 4.7 Uji Keberartian Regresi Y dan X1... 88
Tabel 4.8 Uji Linearitas Regresi Y dan X1 ... 89
Tabel 4.9 Korelasi Implementasi Kebijakan (X1) dan Kepuasan Pemohon E-KTP ... 90
Tabel 4.10 Koefisien Determinasi Implementasi Kebijakan (X1) terhadap Kepuasan Pemohon E-KTP (Y)... 91
Tabel 4.11 Persamaan Regresi Y dan X2 ... 93
Tabel 4.12 Uji Keberartian Regresi Y dan X2... 93
Tabel 4.13 Uji Linieritas Regresi Y dan X2 ... 94
Tabel 4.14 Korelasi Kualitas Pelayanan (x2) dengan Kepuasan Pemohon E-KTP (Y) ... 95 Tabel 4.15 Koefisien Determinasi Kualitas Pelayanan (X2) terhadap
Kepuasan Pemohon E-KTP (Y)... 96 Tabel 4.16 Persamaan Regresi Y dengan X1, X2... 98 Tabel 4.17 Uji Keberartian Regresi Y dengan X1, X2 ... 99 Tabel 4.18 Korelasi Berganda Implementasi Kebijakan (X1) dan
Kualitas Pelayanan (X2) terhadap Kepuasan Pemohon E- KTP (Y)... 99
DAFTAR GAMBAR
Halamam Gambar 2.4 Kerangka Konseptual ... 56 Gambar 3.1 Diagram Konstelasi Penelitian ... 59 Gambar 4.1 Histrogram Variabel Kepuasan Pemohon E-KTP (Y) ... 80 Gambar 4.2 Histogram Variabel Implementasi Kebijakan E-KTP (X1) .. 83 Gambar 4.3 Histrogram Variabel Kualitas Pelayanan (X2) ... 86
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Rekomendasi 2. Kuesioner
3. Coding Sheet
4. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas 5. Deskripsi Statistik
6. Hasil Uji Normalitas Data 7. Hasil Uji Homogenitas Data 8. Hasil Uji Korelasi
9. Hasil Uji Regresi Sederhana 10. Hasil Uji Parsial
11. Hasil Uji Regresi Berganda
PENGARUH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN KEPENDUDUKAN DAN KUALITAS PELAYANAN MASYASRAKAT TERHADAP KEPUASAN MASYARAKAT DALAM PEMBUATAN KTP ELEKTRONIK PADA KANTOR
CATATAN SIPIL BEKASI SELATAN
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains (M.Si) Dalam Program Studi Magister Ilmu Administrasi
Pada Program Pascasarjana
Universitas Prof. DR. Moestopo (Beragama)
OLEH :
PARMOHONAN SIREGAR NIM : 2014-02-036
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ILMU ADMINISTRASI UNIVERSITAS PROF. DR. MOESTOPO (BERAGAMA)
JAKARTA
2016
PERNYATAAN ORISINALITAS
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ini adalah benar hasil karya saya sendiri yang sudah mengikuti ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam penulisan karya ilmiah. Apabila dikemudian hari terdapat hal-hal yang dapat dikategorikan sebagai tindakan plagiatisme, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan yang berlaku.
Jakarta, Februari 2016
Sello Satrio 2012-03-029
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dalam era reformasi dan pelaksanaan desentralisasi serta Globalisasi, para aparatur pemerintah daerah menghadapi tuntutan yang tinggi atas efesiensi pelayanan dan penantaan birokrasi pemerintah. Hal ini didasarkan pada TAP MPR No.XI/MPR/998 Dan Undang-undang (UU) No.28/1999 yang menegaskan pentingya penyelenggaran pemerintah yang bersih dan baik (
Good Governance
).Dalaam Good Governance tidak lagi pemerintah yang berperan, tetapi juga masyarakat dan terutama sektor usaha/swasta yang berperan dalam governance. Ini juga karena perubahan paradigma pembangunan dengan peninjauan ulang pemerintah dalam pembangunan, yang semula bertindak sebagai regulator dan pelaku pasar, berubah menjadi tempat untuk menciptakan iklim yang kondusif di kalangan masyarakat.
Tuntutan perubahan sering ditujukan kepada aparatur pemerintah menyangkut kualitas pelayanan yang diberikan kepada masyarakat rendahnya mutu kualitas pelayanan yang diberikan oleh aparatur menjadi citra buruk ditengah masyarakat. Bagi masyarakat yang pernah berurusan dengan birokrasi selalu mengeluh dan kecewa
terhadap pelayanan aparatur dalam memberikan pelayanan, pemerintah kota bekasi harus dapat memberikan pelayanan kepada masyarakat dimana salah satu tugas pemerintah adalah memberikan pelayanan publik disamping meningkatkan pemberdayaan dan kegiatan pembangunan dengan pelayanan publik yang menjadi dasar pelayanan prima akan dapat menciptakan suatu instansi pemerintah yang siap bersaing dan selalu siap berkembang dalam menghadapi setiap perubahan yang terjadi di masyarakat baik dari sumber daya manusia maupun dari penguasaan ilmu pengetahuan dan tehnologi sehinga pelayanan tersebut dapat memberikan kepuasan yang menjadi harapan masyarakat dinyatakan oleh Boediyono (1999:75) bahwa pelayanan publik dinyatakan prima bilamana pelayanan tersebut memuaskan pelanggan.
Adapun kebijakan peraturan perundang undangan tentang kependudukan diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 69 tahun 2014 tentang perubahan atas peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2011 tentang pedoman penerbitan Kartu Tanda Penduduk Berbasis Nomor Induk Kependudukan secara nasional.
Perkembangan kearah good governace ini juga bisa dilihat dari perkembangan pelayanan birokrasi kepada masyarakat. Adanya keluhan masyarakat yang berkaitan dengan perilaku dan kegiatan pejabat publik (birokrasi) merupakan indikator bahwa pelayanan
pemerintah dianggap masih lamban, kurang responsive terhadap keluhanan dan kebutuhan masyarakat, kurang terbuka, kurang efisien dan sering kali melakukan korupsi, kolusi, dan nepotiseme (KKN).
Dengan demikian, sering terjadi protes keras, unjuk rasa dari masyarakat/publik yang mengakibatkan terjadinya krisis kepercayaan dan krisis kewibawaan yang melenceng dari keadaan yang seharusnya.
Kondisi tersebut di atas, sering kali terlihat pada pelayanan publik di tingkat birokrasi Catatan Sipil Bekasi, yang dinilai masih lamban dan kurang obyektif. Hal ini terlihat sering kali adanya masyarakat yang menunggu terlalu lama, bahkan dilempar kesana kemari dalam mencari informasi. Kondisi ini dikarenakan, adanya pegawai atau aparat yang kurang proaktif dalam memberikan informasi kepada masyarakat, yang menyebabkan masyarakat untuk mendapatkan layanan prima tidak terpenuhi, sehingga perlu adanya kebijakan dan reformasi di bidang kependudukan. Reformasi birokrasi merupakan suatu proses perbaikan atau perubahan-perubahan pranata-pranata dalam system pemerintahan menuju pemerintahan yang baik dan bersih.
Perlunya reformasi di bidang kebijakan kependukan, karena adanya berbagai persoalan yang timbul di masyarakat seperti diketahui bahwa anggapan masyarakat mengenai pengurusan Kartu
tanda Penduduk (KTP) Elektronik dianggap sulit dan terbelit-belit serta membutuhkan biaya yang cukup banyak. Di samping itu, prosesnya juga memakan waktu yang cukup lama. Hal ini secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pandangan negative masyarakat dalam pengurusan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik.
Bertitik tolak pada pandangan tersebut diatas, dan untuk menjaga agar pembangunan berjalan seperti apa yang diinginkan, diperlukan adanya pegawai negeri (manusia) dalam suatu instansi atau organisasi pemerintah yang merupakan suatu investasi utama, penting dan dibutuhkan oleh instansi atau organisasi pemerintah.
Dimana pegawai disini sebagai warga negara, dan abdi masyarakat yang penuh kesetiaan ketaatan kepada pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, Negara dan pemerintah bersatu padu, bermental baik, beribawa, berdaya guna, bersih, bermutu tinggi, dan sadar akan tanggung jawabnya untuk menyelenggaran tugas pemerintah dan pembangunan. Untuk mewujudkan pegawai negeri yang demikian itu, diperlukan adanya undang-undang yang mengatur kependudukan, kewajiban hak dan pembinaan pegawai negeri yang dilaksanakan bedasarkan system karier dan system prestasi kerja. Dengan kebijakan ini, pelayanan dapat dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
yang berlaku, yang selanjutnya tingkat kepuasan dan harapan masyarakat dapat terpenuhi.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengkaji masalah kepuasan yang dihubungkan dengan implementasi kebijakan dan kualitas pelayanan. Hal ini dapat dituangkan dalam bentuk tulisan tesisi yang berjudul : “Pengaruh Implementasi Kebijakan Kependudukan dan Kualitas Pelayanan Masyasrakat Terhadap Kepuasan Masyarakat dalam Pembuatan KTP Elektronik pada Kantor Catatan Sipil Bekasi Selatan”
B. Identifikasi Masalah
Bedasarkan latar belakang masalah tersebut diatas maka penulis mengidentifikasikan faktor berpengaruh terhadap munculnya masalah pokok kepuasan pemohon kartu tanda penduduk (KTP) elektronik yang belum optimal meliputi :
1. Implementasi kebijakan, terkait SOP pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik yang belum berjalan dengan baik, 2. Kualitas pelayanan, kopetensi pegawai iklim organisasi yang masih
rendah dilihat dari tingkat kemampuan pegawai pada catatan sipil Bekasi selatan,
3. Kualitas pelayanan, disiplin pegawai yang dilihat dari tingkat kehadiran pegawai pada kantor catatan sipil bekasi selatan, koordinasi, dan motivasi berprestasi.
C. Pembatasan Masalah
Untuk memberikan kejelasan terhadap masalah yang akan dibahas, maka pokok masalah dalam penelitian ini dibatasi hanya pada implementasi kebijakan dan kualitas pelayanan pengaruhnya terhadap kepuasan masyarakat dalam pembuatan Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada Catatan Sipil Bekasi Selatan
C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
1. Seberapa besar pengaruh implementasi kebijakan terhadap kepuasan pemohon kartu tanda penduduk (KTP) Elektronik pada kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ?
2. Seberapa besar pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ?
3. Seberapa besar pengaruh secara bersama-sama implementasi kebijakan dan kualitas pelayanan terhadap kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan ?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Berdasarkan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pengaruh implementasi kebijakan terhadap kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan.
2. Untuk mengetahui pengaruh kualitas pelayanan terhadap kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan.
3. Untuk mengetahui pengaruh antara implementasi kebijakan dan kualitas pelayanan secara bersama-sama terhadap kepuasan pemohon Kartu Tanda Penduduk (KTP) Elektronik pada kantor Catatan Sipil Kota Bekasi Selatan.
F. Kegunaan Penelitian
Penelitian yang dilakukan penulis di kantor Catatan Sipil Bekasi diharapkan dapat memberikan manfaat guna akademik maupun secara teoritis terutama kepada, Kantor Catatan Sipil, Kepala camat bekasi selatan dan kelurahan-kelurahan di Kota bekasi. Dalam rangka kualitas pelayanan yang dilakukan oleh pegawai di Kantor Catatan Sipil Kota Bekasi. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat secara teoritis di bidang keilmuan dan secara praktis untuk di Kantor
Catatan Sipil, kecamatan dan kelurahan Kota bekasi, dengan penjelasan sebagai berikut:
1. Kegunaan Akademik
Diharapkan berguna bagi pengembangan ilmu administrasi publik khususnya dan yang berhubungan dengan kepuasan melalui peningkatan kualitas pelayanan kependudukan pada umumnya.
2. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dari segi akademik diharapkan menjadi masukan bagi pengembangan ilmu administrasi publik, terutama yang berkaitan dengan pengembangan konsep implementasi kebijakan, diharapkan pula dapat memberikan masukan bagi pengembangan konsep kualitas pelayanan pemerintah daerah yang berkualitas kepada masyarakat.
3. Manfaat Praktis
Di harapkan dapat menjadi masukan bagi kantor Catatan Sipil bekasi selatan sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan serta kebijakan-kebijakan yang akan dibuat selanjutnya yang berkaitan di bidang pelayanan publik.
G. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan gambaran yang jelas tentang penulisan penelitian ini, penulis membagi dalam V (lima) bab, dimana masing-
masing bab terdiri dari sub dan permasalahan yang penulis temukan dan amati.
BAB I : PENDAHULUAN
Pada bab ini berisikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat hasil penelitian serta sistematika penulisan.
BAB II : TELAAH PUSTAKA
Pada bab ini mengutarakan kajian teoritis yang ada hubungannya dengan penelitian yang akan dibahas, kerangka pemikiran, dan hipotesis.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini berisikan tentang tempat dan waktu penelitian, Variabel penelitian dan definisi operasional variable, metode penelitian, instrument penelitian, populasi, sample, dan teknik sampel, teknik pengumpulan data, dan rancangan analisis data.
BAB IV : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini berisikan tentang hasil penelitian serta pembahasan hasil penelitian yang merupakan data tanggapan responden mengenai implementasi kebijakan, kualitas pelayanan dan kepuasan pemohon.
BAB V : KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil penelitian, implementasi dan saran praktis maupun teoretis yang bermanfaat bagi kantor Catatan Sipil Kota bekasi selatan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS
A. Tinjauan Pustaka
Setelah masalah penelitian dirumuskan, maka langkah selanjutnya dalam proses penelitian (kuantitatif) adalah mencari teori- teori, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk melaksanakan penelitian. Landasan teori ini perlu ditegakkan agar penelitian itu mempunyai dasar yang kokoh, dan bukan sekedar perbuatan yang coba-coba. Adanya landasan teoritis ini merupakan ciri bahwa penelitian itu merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data.
1. Hakikat Implementasi Kebijakan a. Pengertian Implementasi Kebijakan
Menurut Afan Gaffar, (2009: 295) :
Implementasi merupakan salah satu tahap dalam proses kebijakan publik. Biasanya implementasi dilaksanakan setelah sebuah kebijakan dirumuskan dengan tujuan yang jelas. Implementasi adalah suatu rangkaian aktifitas dalam rangka menghantarkan kebijakan kepada masyarakat sehingga kebijakan tersebut dapat membawa hasil sebagaimana yang diharapkan.
Rangkaian kegiatan tersebut mencakup persiapan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasi dari kebijakan tersebut. Misalnya dari sebuah undang-undang muncul sejumlah Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden,
11
maupun Peraturan Daerah, menyiapkan sumber daya guna menggerakkan implementasi termasuk di dalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan, dan tentu saja siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan tersebut, dan bagaimana mengantarkan kebijakan secara konkrit ke masyarakat.
Implementasi kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka ada dua pilihan langkah yang ada, yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk program-program atau melalui formulasi kebijakan derivate atau turunan dari kebijakan tersebut. Kebijakan publik dalam bentuk undang- undang atau Peraturan Daerah adalah jenis kebijakan yang memerlukan kebijakan publik penjelas atau sering diistilahkan sebagai peraturan pelaksanaan. Kebijakan publik yang bisa langsung dioperasionalkan antara lain Keputusan Presiden, Instruksi Presiden, Keputusan Menteri, Keputusan Kepala Daerah, Keptusan Kepala Dinas, dll (Riant Nugroho Dwijowijoto, 2004: 158-160).
Daniel A. Mazmanian dan Paul A. Sabatier (1979) yang dikutip oleh Solichin Abdul Wahab, menjelaskan makna
implementasi ini dengan mengatakan bahwa: memahami apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan fokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan- kegiatan yang timbul sesudah disahkannya pedoman-pedoman kebijakan Negara, yang mencakup baik usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian-kejadian (Solichin Abdul Wahab, 1997: 64-65).
Pengertian implementasi di atas apabila dikaitkan dengan kebijakan adalah bahwa sebenarnya kebijakan itu tidak hanya dirumuskan lalu dibuat dalam suatu bentuk positif seperti undang-undang dan kemudian didiamkan dan tidak dilaksanakan atau diimplmentasikan, tetapi sebuah kebijakan harus dilaksanakan atau diimplementasikan agar mempunyai dampak atau tujuan yang diinginkan.
Implementasi kebijakan merupakan suatu upaya untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu dengan sarana-sarana tertentu dan dalam urutan waktu tertentu (Bambang Sunggono 1994:137).
Proses implementasi kebijakan publik baru dapat dimulai apabila tujuan-tujuan kebijakan publik telah ditetapkan,
program-program telah dibuat, dan dana telah dialokasikan untuk pencapaian tujuan kebijakan tersebut.
Implementasi kebijakan bila dipandang dalam pengertian yang luas, merupakan alat administrasi hukum dimana berbagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik yang bekerja bersama- sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan (Budi Winarno, 2002:102).
Adapun syarat-syarat untuk dapat mengimplementasikan kebijakan negara secara sempurna menurut Teori Implementasi Brian W. Hogwood dan Lewis A.Gun yang dikutip Solichin Abdul Wahab, yaitu :
1) Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan atau instansi pelaksana tidak akan mengalami gangguan atau kendala yang serius. Hambatan-hambatan tersebut mungkin sifatnya fisik, politis dan sebagainya 2) Untuk pelaksanaan program tersedia waktu dan
sumber-sumber yang cukup memadai
3) Perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar- benar tersedia
4) Kebijaksanaan yang akan diimplementasikan didasarkan oleh suatu hubungan kausalitas yang handal
5) Hubungan kausalitas bersifat langsung dan hanya sedikit mata rantai penghubungnnya
6) Hubungan saling ketergantungan kecil
7) Pemahaman yang mendalam dan kesepakatan terhadap tujuan
8) Tugas-tugas diperinci dan ditempatkan dalam urutan yang tepat
9) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna
10)Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. (Solichin Abdul Wahab,1997:71-78 ).
Menurut Teori Implementasi Kebijakan George Edward III) yang dikutip oleh Budi winarno, faktor-faktor yang mendukung implementasi kebijakan, yaitu :
1) Komunikasi.
Ada tiga hal penting yang dibahas dalam proses komunikasi kebijakan, yakni transmisi, konsistensi, dan kejelasan (clarity). Faktor pertama yang mendukung implementasi kebijakan adalah transmisi.
Seorang pejabat yang mengimlementasikan keputusan harus menyadari bahwa suatu keputusan telah dibuat dan suatu perintah untuk pelaksanaanya telah dikeluarkan. Faktor kedua yang mendukung implementasi kebijakan adalah kejelasan, yaitu bahwa petunjuk-petunjuk pelaksanaan kebijakan tidak hanya harus diterima oleh para pelaksana kebijakan, tetapi komunikasi tersebut harus jelas. Faktor ketiga yang mendukung implementasi kebijakan adalah konsistensi, yaitu jika implementasi kebijakan ingin berlangsung efektif, maka perintah-perintah pelaksanaan harus konsisten dan jelas.
2) Sumber-sumber.
Sumber-sumber penting yang mendukung implementasi kebijakan meliputi : staf yang memadai serta keahlian-keahlian yang baik untuk melaksanakan tugas-tugas mereka, wewenang dan fasilitas-fasilitas yang dapat menunjang pelaksanaan pelayanan publik.
3) Kecenderungan-kecenderungan atau tingkah laku- tingkah laku.
Kecenderungan dari para pelaksana mempunyai konsekuensi-konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang efektif. Jika para pelaksana bersikap baik terhadap suatu kebijakan tertentu yang dalam hal
ini berarti adanya dukungan, kemungkinan besar mereka melaksanakan kebijakan sebagaimana yang diinginkan oleh para pembuat keputusan awal.
4) Struktur birokrasi.
Birokrasi merupakan salah satu badan yang paling sering bahkan secara keseluruhan menjadi pelaksana kebijakan, baik itu struktur pemerintah dan juga organisasi-organisasi swasta (Budi Winarno,2002 :126-151).
Menurut Teori Proses Implementasi Kebijakan menurut Van Meter dan Horn yang dikutip oleh Budi Winarno, faktor- faktor yang mendukung implementasi kebijakan yaitu:
1) Ukuran-ukuran dan tujuan kebijakan.
Dalam implementasi, tujuan-tujuan dan sasaran- sasaran suatu program yang akan dilak sanakan harus diidentifikasi dan diukur karena implementasi tidak dapat berhasil atau mengalami kegagalan bila tujuan- tujuan itu tidak dipertimbangkan.
2) Sumber-sumber Kebijakan
Sumber-sumber yang dimaksud adalah mencakup dana atau perangsang (incentive) lain yang mendorong dan memperlancar implementasi yang efektif.
3) Komunikasi antar organisasi dan kegiatan-kegiatan pelaksanaan
Implementasi dapat berjalan efektif bila disertai dengan ketepatan komunikasi antar para pelaksana.
4) Karakteristik badan-badan pelaksana
Karakteristik badan-badan pelaksana erat kaitannya dengan strukturbirokrasi. Struktur birokrasi yang baik akan mempengaruhi keberhasilan suatu implementasi kebijakan.
5) Kondisi ekonomi, sosial dan politik
Kondisi ekonomi, sosial dan politik dapat mempengaruhi badan-badan pelaksana dalam pencapaian implementasi kebijakan.
6) Kecenderungan para pelaksana
Intensitas kecenderungan-kecenderungan dari para pelaksana kebijakan akan mempengaruhi keberhasilan pencapaian kebijakan (Budi Winarno, 2002:110).
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak hanya ditujukan dan dilaksanakan untuk intern pemerintah saja, akan tetapi ditujukan dan harus dilaksanakan pula oleh seluruh masyarakat yang berada di lingkungannya.
Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono, masyarakat mengetahui dan melaksanakan suatu kebijakan public dikarenakan :
1) Respek anggota masyarakat terhadap otoritas dan keputusan-keputusanbadan-badan pemerintah;
2) Adanya kesadaran untuk menerima kebijakan;
3) Adanya keyakinan bahwa kebijakan itu dibuat secara sah, konstitusional, dan dibuat oleh para pejabat pemerintah yang berwenang melalui prosedur yang ditetapkan;
4) Sikap menerima dan melaksanakan kebijakan publik karena kebijakan itu lebih sesuai dengan kepentingan pribadi;
5) Adanya sanksi-sanksi tertentu yaang akan dikenakan apabila tidak melaksanakan suatu kebijakan (Bambang Sunggono,1994 : 144).
Menurut Bambang Sunggono, implementasi kebijakan mempunyai beberapa faktor penghambat, yaitu:
1) Isi kebijakan
Pertama, implementasi kebijakan gagal karena masih samarnya isi kebijakan, maksudnya apa yang menjadi tujuan tidak cukup terperinci, sarana-sarana dan penerapan prioritas, atau program-program kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada.
Kedua, karena kurangnya ketetapan intern maupun ekstern dari kebijakan yang akan dilaksanakan.
Ketiga, kebijakan yang akan diimplementasiakan dapat juga menunjukkan adanya kekurangan- kekurangan yang sangat berarti. Keempat, penyebab lain dari timbulnya kegagalan implementasi suatu kebijakan publik dapat terjadi karena kekurangan- kekurangan yang menyangkut sumber daya-sumber daya pembantu, misalnya yang menyangkut waktu, biaya/dana dan tenaga manusia.
2) Informasi
Implementasi kebijakan publik mengasumsikan bahwa para pemegang peran yang terlibat langsung mempunyai informasi yang perlu atau sangat berkaitan untuk dapat memainkan perannya dengan baik. Informasi ini justru tidak ada, misalnya akibat adanya gangguan komunikasi
3) Dukungan
Pelaksanaan suatu kebijakan publik akan sangat sulit apabila pada pengimlementasiannya tidak cukup dukungan untuk pelaksanaan kebijakan tersebut.
4) Pembagian Potensi
Sebab musabab yang berkaitan dengan gagalnya implementasi suatu kebijakan publik juga ditentukan aspek pembagian potensi diantara para pelaku yang terlibat dalam implementasi. Dalam hal ini berkaitan dengan diferensiasi tugas dan wewenang organisasi pelaksana. Struktur organisasi pelaksanaan dapat menimbulkan masalah-masalah apabila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang disesuaikan dengan pembagian tugas atau ditandai oleh adanya pembatasan-pembatasan yang kurang jelas (Bambang Sunggono,1994 : 149-153).
Adanya penyesuaian waktu khususnya bagi kebijakan- kebijakan yang kontroversial yang lebih banyak mendapat penolakan warga masyarakat dalam implementasinya.
Menurut James Anderson yang dikutip oleh Bambang Sunggono, faktor-faktor yang menyebabkan anggota
masyarakat tidak mematuhi dan melaksanakan suatu kebijakan publik, yaitu :
1) Adanya konsep ketidakpatuhan selektif terhadap hukum, dimana terdapat beberapa peraturan perundang-undangan atau kebijakan public yang bersifat kurang mengikat individu-individu;
2) Karena anggota masyarakat dalam suatu kelompok atau perkumpulan dimana mereka mempunyai gagasan atau pemikiran yang tidak sesuai atau bertentangan dengaan peraturan hukum dan keinginan pemerintah;
3) Adanya keinginan untuk mencari keuntungan dengan cepat diantara anggota masyarakat yang mencenderungkan orang bertindak dengan menipu atau dengan jalan melawan hukum;
4) Adanya ketidakpastian hukum atau ketidakjelasan
“ukuran” kebijakan yang mungkin saling bertentangan satu sama lain, yang dapat menjadi sumber ketidakpatuhan orang pada hukum atau kebijakan publik;
5) Apabila suatu kebijakan ditentang secara tajam (bertentangan) dengan sistem nilai yang dianut masyarakat secara luas atau kelompok-kelompok tertentu dalam masyarakat. (Bambang Sunggono, 1994 : 144-145).
Suatu kebijakan publik akan menjadi efektif apabila dilaksanakan dan mempunyai manfaat positif bagi anggota- anggota masyarakat. Dengan kata lain, tindakan atau perbuatan manusia sebagai anggota masyarakat harus sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pemerintah atau negara.
Sehingga apabila perilaku atau perbuatan mereka tidak sesuai dengan keinginan pemerintah atau negara, maka suatu kebijakan public tidaklah efektif.
Peraturan perundang-undangan merupakan sarana bagi implementasi kebijakan publik. Suatu kebijakan akan menjadi efektif apabila dalam pembuatan maupun implementasinya didukung oleh sarana-sarana yang memadai. Adapun unsur- unsur yang harus dipenuhi agar suatu kebijakan dapat terlaksana dengan baik, yaitu :
1) Peraturan hukum ataupun kebijakan itu sendiri, di mana terdapat kemungkinan adanya ketidakcocokan- ketidakcocokan antara kebijakan-kebijakan dengan hukum yang tidak tertulis atau kebiasaan yang berlaku dalam masyarakat.
2) Mentalitas petugas yang menerapkan hukum atau kebijakan. Para petugas hukum (secara formal) yang mencakup hakim, jaksa, polisi, dan sebagainya harus memiliki mental yang baik dalam melaksanakan (menerapkan) suatu peraturan perundang-undangan atau kebijakan. Sebab apabila terjadi yang sebaliknya, maka akan terjadi gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam melaksanakan kebijakan/peraturan hukum.
3) Fasilitas, yang diharapkan untuk mendukung pelaksanaan suatu peraturan hukum. Apabila suatu peraturan perundang-undangan ingin terlaksana dengan baik, harus pula ditunjang oleh fasilitas- fasilitas yang memadai agar tidak menimbulkan gangguan-gangguan atau hambatan-hambatan dalam pelaksanaannya.
4) Warga masyarakat sebagai obyek, dalam hal ini diperlukan adanya kesadaran hukum masyarakat, kepatuhan hukum, dan perilaku warga masyarakat seperti yang dikehendaki oleh peraturan perundang- undangan (Bambang Sunggono, 1994 : 158).
b. Pengertian kebijakan
Kebijakan diberi arti bermacam-macam, Harold D.
Laswell dan Abraham (1970 : 71) memberi arti kebijakan
sebagai ”
a projected program of goals, values and practice
,”yang berarti suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah.
Carl Fredrick (1980 : 102) mendefinisikan kebijakan sebagai berikut
“….a proposed course of action of person, group or government within a given environment provoding obstacles and overcome in a effort to reach a goal or realize an objective or purpase
’, yang artinya serangkaian tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dengan menunjukan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap pelaksanaan usulan kebijakan tersebut dalam rangka pencapaian tujuan tertentu.Pengertian berikutnya dikemukakan oleh James E.
Anderson(1979:3) bahwa kebijakan itu adalah
purposive course of action followed by an actor of set actors in dealing with a problem or matter of concern,
pendapat tersebut mengandung makna serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan suatu masalah tertentu.Dan Amara Raksasastaya (1976 : 5) mengemukakan kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu suatu kebijakan memuat 3 elemen yaitu : 1) Identifikasi dari suatu tujuan yang ingin memuat, 2) Taktik atau suatu strategi dari berbagai
langkah untuk untuk mencapai tujuan yang diinginkan, 3) penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi.
Kebijakan public dapat dilihat dari berbagai reaksi dan kritik tradisi administrasi public atau adopsi teknik formal oleh sektor public. Terdapat dua pendekatan kebijakan public, tiap kebijakan memiliki kepentingan dan penekanannya sendiri.
Pendekatan pertama di istilahkan dengan analisa kebijakan masyarakat, kedua adalah kebijakan politik, The Liang Gie (1992:122).
Analisis kebijakan masyarakat adalah analisis yang terus menerus dilakukan guna mengembangkan bidang kebijakan publik, dan juga penggunaan kebijakan publik dengan angka statistic dan model matematika yang sangat abstrak, focus pengambilan keputusan dan formasi kebijakan. Sedangkan kebijakan politik berkaitan dengan hasil atau penyelesaian kebijakan publik, penentuan interaksi public, peristiwa khusus, dan bidang kebijakan yakni kesehatan publik, pendidikan, lingkungan selain penggunaan metode statistik.
Lebih lanjut Mariam Budiharjo (1999:101) menyebutkan bahwa kebijakan publik dapat digunakan dalam perencanaan tujuan dan aturan umum mengenai perilaku masa mendatang
yang sangat mengenai keputusan pemerintah, pemilihan alur tindakan, dampak tindakan dan bahkan semua tindakan pemerintah. Kata kebijakan itu sendiri adalah perhatian yang dinyatakan oleh para pihak yang dipilih, selain program lebih tepat daripada perhatian, aturan umum seperti kebijakan luar negeri, keputusan pemerintah dalam dokumen kebijakan dan lebih besar dari sesuatu yang telah menjadi program.
Lain lagi dengan pendapat Kamsil (1994:96) menyatakan bahwa kebijakan publik menekankan pada interaksi politik dari acuan karakteristikan sebagai output penyebaran yang terdiri dari orang yang berinteraksi antara dengan yang lainnya dalam kelompok kecil menurut kerangka yang didominasi oleh organisasi formal. Fungsi organisasi ini dalam system kelembagaan politik, aturan, dan praktek semua subjek terhadap masyarakat dan pengaruh budaya.
Osborne dan Gaebler (1992:95) yang diterjemahkan oleh Prajudi Atmosudirjo menyatakan bahwa :
Kebijakan publik dimulai dari analisa kebijakan berkenan dengan kegagalan, yakni asumsi jumlah sendiri atau teknik sendiri dapat memecahkan masalah kebijakan publik. Pengertian tahap kedua dimana analisa kebijakan diterima sebagai fasilitas keputusan kebijakan yang tidak menempatkannya.
Oleh karena itu analisa tahap ketiga yang membantu sebagai prosedur pemecah petunjuk pengambilan keputusan
dengan satu cara terbaik pemecahan, masalah kebijakan yang sangat komplek. Penelitian kebijakan pada tahap ketiga ini tidak diharapkan untuk menghasilkan pemecahan tetapi menyediakan informasi dan analisa pandangan dalam jaringan komleks hubungan keputusan yang membentuk kebijakan publik, penelitian kebijakan tidak beroperasi dan berasal mengambil keputusan. Ada beberapa metode yang dipakai dalam analisa kebikan publik yakni : (1) Analisa biaya manfaat pilihan optimal diantara alternatif dikresitanpa probabilitas; (2) teori keputusan optimal probabilitas kontigan; (3) Analisa tingkat optimal penemuan kebijakan optimal dimana dilakukan terlalu banyak atau terlalu sedikit hal yang tidak diinginkan; (4) teori analisa campuran maksimum dan; (5) model optimism waktu.
Dalam metode yang diharapkan tersebut penekanan berlebihan terhadap keputusan. Dalam praktek terdapat proporsi yang relatif kecil waktu bagi seorang pemimpinan yang mengambil keputusan dapat dirubah pada proses perubahan, ini berarti pembatasan terhadap latihan yang diberikan pada program kebijakan publik.
Focus pada pemahaman bagaimana kebijakan khusus dibentuk, dikembangkan dan dilakukan dalam praktek maka keputusan ini sangatlah luas daripada focus dalam pengambilan
keputusan ini. Pengambilan keputusan menekankan tidak hanya penetapan tujuan, pengambilan keputusan, dan perumusan strategi politik tetapi supervise pelaksanaan kebijakan, alokasi sumber daya, manajemen operasi, program evaluasi, dan usaha berkomunikasi, argumentasi dan persuasi. Selain aspek teknis, pejabat publik yang efektif dalam membuat kebijakan publik adalah menetapkan izin pemahaman mengenai kegiatan organisasinya, mencapai kondisi intelektual pada masalah penting, mengidentifikasi dan focus perhatian pada kegiatan ini yang member arti pada karyawan organisasi, meskipun mempertahankan dan mengeksploitasi semua kemungkinan untuk tujuan selanjutnya, melakukan dengan kesadaran sendiri gambaran kuat mengenai personalianya sebagai instrumen kepemimpinan dan pengaruh dalam kerangka sumber daya ekonomi dalam mengatur berapa banyak usaha untuk mencapai tujuan. Dikaitkan dengan aplikasi kebijakan public yang diterapkan oleh pemerintah, masih dinilai belum berjalan dengan harapan masyarakat. Banyak kebijakan publik yang diterapkan justru menambah penderitaan masyarakat.
Oleh karena itu di dalam kebijakan public perlu adanya analisa kebijakan public, apabila kebijakan public yang diambil pemerintah tidak sesuai dengan kondisi masyarakat, maka
dapat dianalisa kembali. Sehingga kebijakan public yang diambil efektif atau tepat sasaran.
Menurut Dinas Kependudukan DKI Jakarta (2003:12) kebijakan kependudukan adalah suatu pendaftaran, pengolahan, dan penyajian penduduk termasuk penertiban Nomor Induk Pendudukan, Kartu Keluarga, dan Kartu Tanda Penduduk.
Menurut Miftah Toha (2000:14), kebijakan kependudukan adalah kebijakan pemerintah dalam mengatur pelayanan kependudukan dan catatan sipil. Lebih lanjut Mifta Toha (2000:12) menyatakan, bahwa dalam kebijakan kependudukan dapat diukur melalui indikator tujuan yang ingin dicapai, taktik atau stategi yang diterapkan, dan penyediaan berbagai input.
Dari berbagai pendapat seperti dikemukakan diatas maka sintesis dari pengertian adalah suatu keputusan yang diambil sebagai suatu alat, taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan bersama. Kebijakan kependudukan adalah suatu alat yang meliputi keseluruhan aspek kegiatan pendaftaran, pengelolahan, dan penyajian data penduduk termasuk penertiban Nomor Induk Kependudukan, Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk.
Selanjutnya tentang ukuran keberhasilan kinerja kebijakan, sering terjadi beberapa perbedaan pandangan diantara para ahli, misalnya dalam penekanan-penekanan indikator yang akan diukur. Meskipun dalam studi ini, dengan merujuk dengan beberapa referensi, dapat didentifikasikan setidaknya ada 3 (tiga) unsure utama yang dikatagorikan sebagai komponen dalam implementasi kebijakan. Tiga unsur tersebut : (1) Pencapaian tujuan, (2) kepatuhan dan daya responsif, (3) Kepuasan klien (Martin & Ketnerr, 1996: 102) 1) Pencapaian Tujuan
Salah satu untuk mengukur keberhasilan suatu implementasi adalah dengan melihat seberapa jauh tujuan, baik dalam arti substansi maupun prosedur dapat dicapai dengan program yang ditetapkan.
Menurut
Ripley
danFranklin
(1990:106) definisi ini cukup valid untuk memberikan batasan tentang criteria keberhasilan dalam implementasi kebijakan, menurut Samudra Wibawa (1994:32), seorang penelitian independen (dari kalangan ilmuan, atau orang yang sekedar ingin tahu) telah akan merasa puas apabila ia dapat memotret atau memperoleh data dan informasi tentang hasil apa saja yang muncul dan dampak apa saja yang terjadi.Hasil penelitian ini disoroti dari 3 hal pokok yaitu : (1) perbandingan antar kebutuhan yang ada dan rancangan saran yang ditetapkan, (2) perbandingan sasaran yang tersedia dan distribusinya, (3) keadilan dalam alokasi distribusi. Idealnya indikasi tentang dampak dapat dilihat dari studi evaluatif: Apakah angka “enrollment” pada sekolah yan bersangkutan dapat dipertahankan? Apakah angka dari melanjutkan sekolah tersebut dapat dipertahankan dan apakah angka putus sekolah tidak mengalami penurunan?
Namun demikian analisis tentang hal ini perlu dilakukan secara ekstra hati-hati dengan mencemati apakah fenomena tersebut terjadi secara alami atau benar-benar hasil intervensi kebijakan. Penelitian ini tidak mengungkap indikator tersebut dan lebih memfokuskan diri pada kinerja organisasi.
2) Kepatuhan dan Daya Responsif dari Penerapannya
Menurut Anderson (1990:101) semua kebijakan public tentu dimasudkan untuk mempengaruhi perilaku para pelaksana kebijakan sesuai dengan peraturan dan tujuan yang ditetapkan. Tanpa adanya kepatuhan, maka kebijakan tersebut tidak akan berjalan secara efektif atau dalam istilah yang ekstrim dikatannya sebagai tidak ada hasilnya (nullity).
Nakamura dan Smallwood (1980:42) menyatakan bahwa sukses suatu kebijakan harus diukur dari tingkat
“compliance” dari birokrat yang lebih tinggi sesuai dengan mandat yang telah ditetapkan dalam pedoman pelaksanaan.
Meskipun Ripley dan Franklin (1982:78) mengecam model ini sebagai suatu pandangan yang dangkal yang hanya berorientasi pada perilaku birokrat dan lebih banyak bermain pada kepentingan politik belaka, tetapi variabel ini perlu dilacak keberadaannya dalam studi ini.
3) Kepuasan Klien/Resipien
Kinerja implementasi kebijakan selain diukur dari tingkat pencapain tujuan dan tingkat compliance para tingkat pelaksana juga perlu dilihat dari seberapa jauh kinerja pelayanan publik adalah dengan mengukur klien (Martin & Kettner (1996:04). Pendekatan semacam ini layak dipilih dalam suatu studi dengan pertimbangan bahwa apapun bentuk kebijakan publik yang ditawarkan, pada akhirnya harus bermuara pada seberapa jauh klien merasakan kepuasan terhadap layanan yang diberikan.
Tingkat kepuasan ini dapat dilihat dari dua dimensi yaitu reability dan responsiveness sebagai dimensi terpenting (Zeithami, Parasumaran, & Berry, 1990:108). Dari beberapa pendapat tentang kebijakan di atas, dapat disimpulkan
bahwa kebijakan adalah suatu proses pengambilan keputusan yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan.
c. Indikator Variabel Implementasi Kebijakan.
Bahwa dari beberapa pendapat tentang teori Kebijakan tersebut diatas, dapat dipilih beberapa indikator yang sesuai dengan indentifikasi masalahnya antara lain: (1) identifikasi dari tujuan yang akan dicapai, (2) Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang di inginkan, (3) Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi, (4) Tujuan yang ingin dicapai, (5) Taktik, (6) strategi, (7) penyedian berbagai input.
Sedangkan indikator yang digunakan pada penelitian ini, yaitu: (1) Tujuan yang ingin dicapai (2) kepedulian Masyarakat (3) Peneyedian input (4) Kepatuhan Prosedur.
2. Hakekat Kualitas Pelayanan Public a. Pengertian Pelayanan
Istilah pelayanan berasal dari kata “layan” yang artinya menolong menyediakan segala apa yang diperlukan oleh orang lain untuk perbuatan melayani. Sinambela (2010, hal : 3), pada dasarnya setiap manusia membutuhkan pelayanan, bahkan secara ekstrim dapat dikatakan bahwa pelayanan tidak dapat dipisahkan dengan kehidupan manusia. Pelayanan adalah
proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain yang langsung (Moenir, 2006:16-17).
Menurut Boediono, 2000 : 60) “pelayanan adalah suatu proses bantuan kepada orang lain dengn cara-cara tertentu yang memerlukan kepekaan dan hubungan interpersonal agar terciptanya kepuasan dan keberhasilan”.
Harbani Pasolong (2007:4), pelayanan pada dasarnya dapat didefinisikan sebagai aktivitas seseorang, sekelompok dan/atau organisasi baik langsung maupun tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan.
Sampara Lukman (2000:5) pelayanan merupakan suatu kegiatan yang terjadi dalam interaksi langsung antara seseorang dengan orang lain atau mesin secara fisik, dan menyediakan kepuasaan pelanggan.
Sedangkan definisi yang lebih rinci diberikan oleh Gronroos dalam Ratminto (2005:2) yaitu:
Pelayanan adalah suatu aktivitas atau serangkaian aktivitas yang bersifat tidak kasat mata yang terjadi akibat adanya interaksi antara konsumen dengan karyawan atau hal-hak lain yang disediakan oleh perusahaan pemberi pelayanan yang dimaksudkan untuk memecahkan permasalahan konsumen/pelanggan
.
Berdasarkan pada uraian di atas maka pelayanan merupakan upaya bagaimana cara kita melayani kepada konsumen/ pengguna jasa, sehingga dengan pelayanan yang
kita berikan akan dapat menumbuhkan rasa kepercayaan, pelanggan merasa mendapat perhatian serta dipuaskan kebutuhannya. Jadi arti pelayanan adalah aktivitas yang dilakukan dengan cara tertentu dalam upaya memberikan rasa kepuasan yang memerlukan kepekaan hubungan interpresonal untuk menumbuhkan kepercayaan sehingga pengguna jasa akan merasa diperhatikan dan dipuaskan kebutuhannya.
b. Pengertian Pelayanan Publik
Istilah publik berasal dari bahasa inggris public yang berarti umum, masyarakat, negara. Badudu, (2001:781-782) :
Kata public sebenarnya sudah diterima menjadi bahasa Indonesia baku menjadi publik yang dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia berarti umum, orang banyak, ramai. Yang kemudian pengertian pelayanan publik dapat diartikan sebagai pemberian layanan (melayani) keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sendiri dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Menurut Ratminto, (2005:5) Pelayanan publik atau pelayanan umum dapat didefenisikan
Sebagai segala bentuk jasa pelayanan, baik dalam bentuk barang publik maupun jasa publik yang pada prinsipnya menjadi tanggung jawab dan dilaksanakan oleh instansi pemerintah di pusat, didaerah, dan dilingkungan Badan Usaha Milik Negara atau Badan Usaha Milik Daerah, dalam rangka upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan
Menurut Agung Kurniawan (Harbani, 2007:135) pelayanan publik adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan.
Selanjutnya dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 63 Tahun 2003 telah dijelaskan bahwa Pengertian pelayanan publik adalah segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan kebutuhan peraturan perundang-undangan.
Sedangkan penyelenggara pelayanan publik dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara No. 63 tahun 2003 diuraikan bahwa Instansi Pemerintah sebagai sebutan kolektif yang meliputi Satuan Kerja/satuan organisasi Kementerian, Departemen, Lembaga Pemerintah Non Departemen, Kesekretariatan Lembaga Tertinggi dan Tinggi Negara, dan Instansi Pemerintah lainnya, baik pusat maupun Daerah termasuk Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, Menjadi penyelenggara palayanan publik. Sedangkan pengguna jasa pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum yang menerima layanan dari instansi pemerintah.
Secara garis besar jenis-jenis layanan publik menurut Kepmenpan No. 63 tahun 2003 dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu :
1) Kelompok pelayanan administratif
Jenis pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk dokumen resmi yang dibutuhkan oleh publik, misalnya status kewarganegaraan, sertifikat kompetensi, kepemilikan atau penguasa\an terhadap suatu barang dan sebagainya.
Dokumen-dokumen ini antara lain Kartu Tanda Penduduk (KTP), Akte Pernikahan, Akte Kelahiran, Akte Kematian, Buku Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB), Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNK), Izin Membangun Bangunan (IMB), Paspor, Sertifikat Kepemilikan/Penguasaan Tanah, dsb.
2) Kelompok pelayanan barang
Jenis pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk/jenis barang yang digunakan oleh publik, misalnya jaringan telepon, penyediaan tenaga listrik, air bersih, dsb.
3) Kelompok pelayanan jasa
Jenis pelayanan yang menghasilkan berbagai bentuk jasa yang dibutuhkan oleh publik, misalnya pendidikan, pemeliharaan kesehatan, penyelenggaraan transportasi, pos, dsb.
Dalam Sinambela (2010, hal : 6), secara teoritis tujuan pelayanan publik pada dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :
1) Transparan
Pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara memadai serta mudah dimengerti.
2) Akuntabilitas
Pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
3) Kondisional
Pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efisiensi dan efektivitas.
4) Partisipatif
Pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi, kebutuhan dan harapan masyarakat.
5) Kesamaan Hak
Pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosial dan lain-lain.
6) Keseimbangan Hak Dan Kewajiban. Pelayanan yang mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan publik
.
Selanjutnya, jika dihubungkan dengan administrasi public, pelayanan adalah kualitas pelayanan birokrat terhadap masyarakat. Kata kualitas memiliki banyak definisi yang berbeda dan bervariasi mulai dari yang konvensional hingga yang lebih strategis. Definisi konvesional dari kualitas biasanya menggambarkan karakteristik langsung dari suatu produk, seperti :
1) Kinerja (performance) 2) Kehandalan (reliability)
3) Mudah dalam penggunaan (easy of use) 4) Estetika (esthetics), dan sebagainya
Pada instansi pemerintahan seperti kantor Catatan Sipil Bekasi orientasi bukanlah pada keuntungan, melainkan pada kepuasan pelanggan, dalam hal ini kepuasan masyarakat
pengguna jasa khususnya pembuatan E-KTP. Dalam mencapai tujuan tersebut, instansi pemerintah lebih memusatkan perhatiannya kepada pelayanan dengan sebaik baiknya.
Pelayanan sebagai hal-hal yang jika diterapkan terhadap sesuatu produk, akan meningkatkan daya atau nilai terhadap pelanggan. Pelayanan yang baik membutuhkan instruktur pelayanan yang sangat baik pula.
Agar kualitas pelayanan yang diharapkan dapat dicapai maka penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada “lima dimensi kualitas yaitu
tangible, reliable, responsiveness, assurance dan emphaty
” (Widodo 2001:274).Penjelasan dari kelima dimensi tersebut adalah :
1) Tangible (berwujud), meliputi fasilitas fisik, perlengkapan, pegawai dan sarana komunikasi.
2) Reliability (handal), yaitu kemampuan perusahan untuk memberikan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat waktu dan memuaskan.
3) Responsiveness (daya tanggap/ respon), yaitu kemampuan para staf untuk membantu para pelanggan dan memberikan pelayanan dengan tanggap.
4) Assurance (jaminan), mencakup kemampuan, kesopanan dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para staf, bebas dari bahaya, resiko atau keragu-raguan.
5) Emphaty (empati), mencakup kemudahan dalam melakukan hubungan komunikasi yang baik dan memahami kebutuhan para pelanggan.
Abidin (2010, hal : 71) mengatakan bahwa pelayanan publik yang berkualitas bukan hanya mengacu pada pelayanan
itu semata, juga menekankan pada proses penyelenggaraan atau pendistribusian pelayanan itu sendiri hingga ke tangan masyarakat sebagai konsumer. Aspek-aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan menjadi alat untuk mengukur pelayanan publik yang berkualitas. Hal ini berarti, pemerintah melalui aparat dalam memberikan pelayanan publik kepada masyarakat harus memperhatikan aspek kecepatan, ketepatan, kemudahan, dan keadilan.
Berkaitan dengan organisasi pelayanan publik, suatu fenomena umum bahwa permasalahan pelayanan yang sering timbul kebanyakan berkaitan dengan aparat/petugas pelayanan. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan antara tuntutan masyarakat terdadap pelayanan. Kesenjangan ini mengandung arti di satu pihak tuntutan masyarakat terdadap pelayanan pemerintah semakin tinggi tetapi di satu pihak aparatur pemerintahan yang melakukan pelayanan terbatas.
Keterbatasan aparatur/petugas dalam melayani masyarakat disebabkan oleh (Widodo 2001: 278) :
1) Prasarana yang kurang mendukung atau kurang memadai dalam pelayanan publik.
2) Jenis dan macam pelayanan yang menjadi beban pemerintah semakin meningkat dan semakin kompleks.
3) Keterbatasan aparatur pemerintahan yang disebabkan ketidak mampuan administratif.
3. Hakekat Kepuasan a. Pengertian Kepuasan
Kepuasan merupakan suatu fenomena yang komplek dan ditentukan oleh banyak faktor, sehingga tidak satupun teori kepuasan yang berhasil menerangkan secara menyeluruh kondisi atau fenomena tersebut. Oleh karena itu, sebagai dasar melakukan analisis lebih lanjut terhadap permasalahan penelitian, maka terlebih dahulu akan dikemukakan beberapa teori tentang kepuasan yang dikemukakan oleh para ahli yang menerima sesuatu sesuai dengan apa yang diberikan atau yang disumbangkannya.
Kepuasan menurut Anwar (1990:14), adalah suatu kondisi dimana pelayanan yang diberikan kepada masyarakat telah sesuai dengan harapan dan keinginan yang dikehendaki, sehingga tidak terjadi komplein. Kepuasan masyarakat dapat diukur melalui : prosedur yang tidak sulit, persyaratan simple, dan pelayanan sesuai dengan harapan.
1) Prosedur yang tidak sulit
Adalah suatu kondisi dimana mekanisme dan prosedur yang ditetapkan tidak terbelit-belit dan tidak sulit dilaksanakan oleh masyarakat.
2) Persyaratan simple
Adalah suatu kondisi dimana persyaratan yang ditetapkan mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.
3) Pelayanan yang sesuai harapan
Adalah suatu keadaan dimana pelayanan yang diberikan telah memenuhi harapan masyarakat.
Menurut L. Boeuf (1992:27) terdapat jutaan jasa yang ditawarkan di pasar, tetapi yang perlu diketahui adalah masyarakatnya. Ada dua hal, seseorang dapat menerima apa yang ditawarkan, yaitu :
1) Rasa Senang dan Puas
Masyarakat hanya mau tertarik dengan jasa yang ditawarkan, apabila mereka senang terhadap jasa yang ditawarkan atau senang dengan pelayanannya.
2) Pemecahan Masalah
Bahwa seseorang tertarik dengan jasa yang ditawarkan, apabila jasa yang ditawarkan tersebut dapat mengatasi masalah yang dihadapi seseorang/masyarakat.
Dari uraian tersebut di atas, dapat ditari kesimpulan bahwa
customer’s expectations
merupakan standar yang tepat untuk menilaiservice quality,
dimana masyarakat memiliki dua tingkatan ekspektasi, yaitu :adequate service
(pelayanan yang memadai) dan desired service (pelayanan yang diinginkan),keduanya dipisahkan oleh jarak zona toleransi yang merupakan tingkan kepuasan pelanggan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi harapan masyarakat, menurut Zeithami, dkk. (1990:19), terdapat empat faktor yaitu sebagai berikut :
1). Apa yang didengar masyarakat dari masyarakat lainnya (
word of mouth communications
), dimana hal ini merupakan faktor pontesial yang menentukan ekspektasi masyarakat.2). Karakteristik individu dimana kebutuhan pribadi (
personal needs
) dari ekspektasi masyarakat mungkin cukup pada tingkat tertentu. Seperti misalnya beberapa masyarakat yang memilikicredit card
menyediakan atau memberikan batas maksimum pinjamannya dibandingkan masyarakat lainnya.3). Pengalaman masa lalu (
past experience
) dalam menggunakan pelayanan dapat juga mempengaruhi ekspetasi masyarakat.4). Komunikasi dengan pihak eksternal (
eksternal communication
) dari pemberi layanan memainkan peranan kunci dalam bentuk ekspektasi masyarakat. Bedasarkan eksternal communications, organisasi pemberi layanan dapat menyampaikan pesan-pesan secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakatnya. Sebagai contoh dari pengaruh adanya external commucations adalah harga atau biaya pelayanan sangat berparan penting dapat membentuk ekspektasi masyarakat.Persepsi masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh suatu organisasi akan dinilai baik atau tidak tergantung pada apakah tingkat pelayanan yang diperolehnya sesuai dengan atau melebihi dari pengharapannya.
Kepuasan dapat bermakna, satisfication is the cunsumer’s fulfillment response, oliver (1997:13) yang berarti bahwa kepuasan adalah tanggapan atas upaya pemenuhan keinginan
pelayanan masyarakat, dalam hal ini adalah pemenuhan atas keinginan untuk mendapatkan pelayanan yang baik. Jadi sifatnya ada dua bentuk pelayanan yang diberikan yaitu secara external kepuasan terhadap pelayanan kemasyarakat yang diberikan dan secara internal adalah merupakan kepuasan terhadap hasil pekerjaan yang telah dicapai.
Kepuasan terhadap hasil pekerjaan tidak selalu menjamin bahwa kelompok atau pribadi tertentu akan selalu mencapai hasil yang optimal karena kepuasan tersebut bersifat dinamis, seperti ungkap Davis (1981 : 83) berikut ini “Job satisfaction is the favorableeness or unfavorableness with which their work, job satisfaction is dynamic.” Maksudnya bahwa kepuasaan sangat terkait erat dengan perasaan yang menyenangkan dan yang tidak menyenangkan, kepuasaan bersifat dinamis. Juga menurut Herbert (1981 : 180) bahwa kepuasan itu merupakan reaksi yang bersifat pribadi dan emosional. Dari teori diatas karena kepuasan tidak ada batasnya, sesuatu yang dicapai harini dan kita sangat puas dengan hasilnya ternyata beberapa waktu kemudian kita menginginkan sesuatu yang lebih dari yang pernah dicapai. Pendapat tersebut sejalan dengan teori Maslow (1968) yang terkenal dengan teori
need hierarchy
mengatakan bahwa apabila sesuatu kebutuhan lain yang ingin dipuaskan baiksecara kuantitas maupun kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.