• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN WAJO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "IMPLEMENTASI KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN WAJO"

Copied!
91
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

IMPLEMENTASI KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN WAJO

OLEH:

ANDI ALIF AKBAR 04020190187

Diajukan sebagai tugas akhir dalam rangka penyelesaian studi

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR

2023

(2)

i HALAMAN JUDUL

IMPLEMENTASI KESADARAN HUKUM MASYARAKAT DALAM PENDAFTARAN TANAH DI KABUPATEN WAJO

Disusun dan diajukan Oleh:

ANDI ALIF AKBAR 04020190187

Skripsi ini

Diajukan sebagai tugas akhir dalam rangka penyelesaian studi sarjana pada bagian Hukum Perdata

Program Studi Ilmu Hukum

Pada

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA MAKASSAR

2023

(3)

ii

(4)

iii

(5)

iv

(6)

v j

(7)

vi PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI

Untuk kepentingan ilmiah, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Andi Alif Akbar

NIM : 04020190187

Program Studi : Ilmu Hukum

Bagian : Hukum Perdata

Judul Skripsi : Implementasi Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pendaftaran Tanah Di kabupaten Wajo

Dasar Penetapan : SK.No.0465/H.05/FH-UMI/IX/2022

Dengan ini menyatakan bahwa saya setuju dan mengizinkan pihak Universitas Muslim Indonesia untuk membuat salinan dan publikasi Skripsi ini dalam bentuk apapun, baik secara keseluruhan atau sebagian dengan tetap mencantumkan nama saya. Setiap penyalinan dan publikasi atau penggunaan Skripsi ini baik seluruh atau sebagian dengan tujuan keuntungan financial tidak diizinkan kecuali persetujuan saya atau pihak Universitas.

Makassar, 20 Februari 2023 Yang menyatakan

AndI Alif Akbar

(8)

vii

(9)

viii

KATA PENGANTAR

مْي ِح هرلا ِنَمْح هرلا ِ هاللَّ ِمْسِب

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT berkenan dengan rahmat, taufik dan hidayahnya penyusunan skripsi ini dengan judul “ Implementasi Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Wajo” pada Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia dapat di rampungkan sesuai dengan waktu yang direncanakan Tak lupa pula penulis lantunkan shalawat serta salam kepada junjungan nabi besar Muhammad SAW sebagai pembawa rahmatan lil alamin.

Penulisan Skripsi ini guna bertujuan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar sarjana Ilmu Hukum pada program studi Ilmu Hukum Universitas Muslim Indonesia, saya menyadari bahwa skripsi ini kurang sempurna, hal ini disebabkan karena keterbatasan kemampuan yang ada pada penulis. Oleh karenanya kritik, saran dan koreksi untuk perbaikan dan penyempurnaannya sangat penulis harapkan.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah penulis menyampaikan rasa terima kasih dan di iringi doa kepada Allah SWT, kepada kedua orang tua penulis Andi Ibrahim Harta, S.H., M.Si. dan Andi Pujianasari, S.E. yang telah mendidik, membesarkan, membiayai, mendoakan dan memberikan dukungan kepada penulis untuk terus belajar dan menyita waktu untuk keluarga demi menyelesaikan kegiatan studi dan seluruh keluarga besar penulis yang senantiasa mendukung dan memberikan perhatian yang baik selama penulis mengerjakan tugas akhir ini

(10)

ix Selanjutnya diucapkan terima kasih kepada:

1. Prof. Dr. H. Basri Modding, S.E., M.Si. selaku Rektor Universitas Muslim Indonesia.

2. Prof. Dr. H. La Ode Husen, S.H., M.H. selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia.

3. Dr. Rinaldy Bima, S.H., M.H. selaku wakil Dekan 1 Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia

4. Dr. Satrih Hasyim, S.H., M.H. selaku wakil Dekan 2 Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia

5. Dr. Baharuddin Badaru, S.H., M.H selaku wakil Dekan 3 Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia

6. Dr. Zainuddin, S.Ag., S.H., M.H. selaku wakil Dekan 4 Fakultas Hukum Universitas Muslim Indonesia.

7. Dr. H. Mustamin, S.H., M.H. selaku pembimbing 1 saya yang senantiasa membimbing dan memberikan arahan kepada penulis selama proses penyusunan skripsi.

8. Dr. Aan Aswari, S.H., M.H. selaku pembimbing 2 saya yang senantiasa membimbing dan memberikan arahan pada saat proses penyusunan skripsi.

9. Dr. Hasbuddin Khalid, S.H., M.H. dan Dr. Nasrullah Arsyad, S.H., M.H. selaku dosen penguji yang memberikan masukan dan saran pada ujian seminar proposal sampai ujian skripsi.

10. Kepada pegawai Kantor Kecamatan Maniangpajo Kabupaten Wajo yang membantu mengarahkan serta memberikan izin pada lokasi Penelitian.

11. Kepada Tanto, Ardy, Trie, Angga, Syahrir, Asida, aldha dan Sukma rekan seperjuangan. Aksel, Tahir, Lutfi, dan Fandi yang senantiasa menemani dan menyemangati untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

12. Kepada teman-teman Grup Merdeka dan Teman kelompok KKPH Kemenkumham Sulsel.

Akhirnya penulis mengharap semoga tugas akhir ini merupakan langkah awal penemuan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana Hukum, yang nantinya bermanfaat bagi penulis dan setiap orang yang membacanya serta juga bermanfaat bagi pengembangan keilmuan di bidang Hukum. Semoga Allah SWT senantiasa memberkati dan melimpahkan rahmatnya agar aktivitas keseharian kita dijadikan amal ibadah di sisinya

(11)

x Makassar 20 Februari 2023

Andi Alif Akbar

(12)

xi

ABSTRAK

ANDI ALIF AKBAR. 04020190187. “Implementasi Kesadaran Hukum Masyarakat Dalam Pendaftaran Tanah DI Kabupaten Wajo”. Di bawah bimbingan Dr. H. Mustamin, S.H., M.H. sebagai ketua pembimbing dan Dr.

Aan Aswari, S.H., M.H. anggota pembimbing.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran Hukum masyarakat tentang Pendaftaran Tanah di Kabupaten Wajo. Artinya dalam hal ini kita di harapkan untuk mencari faktor penyebab minimnya kesadaran Hukum masyarakat dalam proses Pendaftaran Tanah pada lokasi penelitian. Penelitian ini juga bertujuan untuk mengetahui dan memahami upaya-upaya yang dapat di tempuh untuk meningkatkan Kesadaran Hukum masyarakat dalam rangka pendaftaran Tanah Di kabupaten Wajo. Dengan diketahuinya faktor-faktor penyebab permasalahan tersebut, tentunya terdapat beberapa solusi berupa upaya yang yang dapat di tempuh untuk meningkatkan Kesadaran Hukum Masyarakat tentang Pendaftaran Tanah di Kabupaten Wajo.

Tipe penelitian ini adalah penelitian Empiris, dengan teknik pengumpulan data melalui proses wawancara dan pembagian kuisioner yang sering disebut dengan Data Primer yang di analisis menggunakan pendekatan kualitatif yang kemudian di gambarkan secara deskriptif juga menggunakan pendekatan perundang-undangan dan beberapa Konsep Hukum dalam hal ini Data Sekunder yang dijadikan sebagai landasan untuk menilai tingkat Kesadaran hukum masyarakat di lokasi penelitian.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Tingkat Kesadaran Hukum masyarakat di Kabupaten Wajo dikategorikan cukup hanya saja terdapat beberapa faktor penghambat sehingga angka Pendaftaran Tanah di kabupaten Wajo masih di nilai sangat Minim, terdapat banyak masyarakat yang terkendala faktor biaya yang dikenakan untuk pengurusan Tanah, proses Administrasi yang berbelit- belit dan jarak untuk ke lokasi kantor untuk pengurusan Tanah yang cukup jauh. Sehingga apabila angka Pendaftaran Tanah masih rendah sangat rawan terjadi klaim tanah secara sepihak dan akan merujuk kepada ranah Hukum untuk di selesaikan pada lembaga Peradilan. Pihak pemerintah di harapkan untuk mengkaji ulang mengenai tarif pengurusan dalam Pendaftaran Tanah, evaluasi terhadap kinerja pelayanan administrasi dan program yang di buat pemerintah dalam hal mempercepat Pendaftaran Tanah dilakukan secara akuntabel untuk mencapai capaian target yang maksimal.

Kata Kunci : Kesadaran Hukum, Masyarakat, Pendaftaran Tanah

(13)

xii DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ii

PERSETUJUAN SKRIPSI ... .. iii

PENGESAHAN SKRIPSI ... .. iv

PENGESAHAN PENGUJI ... …v

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI SKRIPSI ... ...vi

PERNYATAANKEASLIANSKRIPSI ... VII KATA PENGANTAR ... viii

ABSTRAK ... xii

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... …1

B. Rumusan Masalah ... .11

C. Tujuan Penelitian ... .11

D. Manfaat Penelitian ... .11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 13

A. Tinjauan tentang Kesadaran Hukum ... 13

1. Teori Kesadaran Hukum ... .13

B. Tinjauan Tentang Masyarakat ... .19

1. Pengertian Masyarakat secara umum, adat dan Hukum... .19

2. Pengertian Masyarakat Majemuk ... .19

3. Karakteristik Masyarakat Majemuk ... .21

C. Tinjauan Terhadap Pendaftaran Tanah ... .23

1. Pengertian Pendaftaran Tanah ... .23

2. Sejarah Pendaftaran Tanah ... .25

3. Dasar Hukum Pendaftaran Tanah ... .31

4. Asas-asas Pendaftaran Tanah ... .33

(14)

xiii

BAB III METODE PENELITIAN ... 37

A. Jenis Penelitian ... 37

B. Lokasi Penelitian ... 37

C. Populasi ... 38

D. Sampel ... .38

E. Jenis dan sumber data ... 38

F. Teknik Pengumpulan data ... 39

G. Analisis data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN ... 41

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kesadaran Hukum Masyarakat Tentang Pendaftaran Tanah ... .41

1. Tingkat kesadaran Hukum Masyarakat Tentang Pendaftaran Tanah Di kabupaten Wajo... .41

2. Faktor Pendukung dan faktor penghambat ... .60

B. Upaya-upaya yang dapat di lakukan untuk meningkatkan Kesadaran Hukum masyarakat tentang Pendaftaran Tanah ... .66

BAB V PENUTUP ... 69

A. Kesimpulan ... .69

B. Saran ... .71

Daftar Pustaka ... 73

(15)

xiv

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 43

Tabel 1.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Usia ... 44

Tabel 1.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Pekerjaan ... 45

Tabel 1.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Lama Tempat Tinggal ... 46

Tabel 1 5 Karakteristik Responden Berdasarkan Cara Memperoleh Tanah ... 47

Tabel 1.6 Deskripsi Pengetahuan Hukum ... 50

Tabel 1.7 Deskripsi Pemahaman Hukum ... 52

Tabel 1.8 Deskripsi Sikap Hukum ... 56

Tabel 1.9 Deskripsi Pola Perilaku Hukum ... 58

(16)

1 BAB I

PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Hukum Adat memberikan penilaian dan penghargaan pada tanah sedemikian rupa sehingga tanah menjadi jenis benda yang sangat istimewa dan mendapat perlakuan khusus dalam pengaturan Hukumnya. Tanah merupakan benda yang bernilai tinggi, karena tanah dianggap mengandung aspek “spiritual” bagi anggota masyarakat adat. Tanah merupakan sesuatu yang berhubungan dengan leluhurnya,karena tanah bagi masyarakat adat mempunyai nilai khusus dan sangat penting dalam penghidupannya.

Tanah sebagai salah satu sumber daya agrarian mempunyai peran yang sentral dalam kehidupan manusia baik sebagai individu maupun dalam kehidupan berkelompok sebagai negara. Dalam kehidupan sebagai individu tanah mempunyai peran tidak saja digunakan untuk kepentingan tempat tinggal dan/atau lahan untuk bekerja, tetapi juga di perlukan pada saat kematiannya sebagai tempat pemakaman. Dalam kehidupan negara tanah beserta sumber daya agraria lainnya dapat digunakan sebagai sarana untuk memberikan pelayanan pada masyarakat dan melalui pengelolaan secara baik dapat di gunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

(17)

2 Fungsi tanah dalam kehidupan manusia yaitu sebagai tempat dimana manusia tinggal, melaksanakan aktivitas sehari-hari, menanam tumbuh-tumbuhan hingga menjadi tempat peristirahatan terakhir bagi manusia. Seperti pendapat Benhard Limbong, tanah bagi kehidupan manusia memiliki arti yang sangat penting karena sebagian besar dari kehidupan tergantung pada tanah. Tanah merupakan karunia dari tuhan yang maha esa kepada umat manusia di muka bumi sejak lahir sampai meninggal dunia, manusia membutuhkan tanah untuk tempat tinggal dan sumber kehidupan.

Tanah bagi manusia mengandung makna yang multidimensional. Pertama, dari sisi ekonomi tanah merupakan sarana produksi yang dapat mendatangkan kesejahteraan. Kedua, secara politis tanah dapat menentukan posisi seseorang dalam pengambilan keputusan masyarakat. Ketiga, sebagai kapital budaya dapat menentukan tingkat rendahnya status sosial pemiliknya.

Keempat, tanah bermakna sakral oleh karena pada akhir hayat setiap orang akan kembali ke tanah.1

Sejak Indonesia menyatakan kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus Tahun 1945, kemudian disusul dengan lahirnya UUD NRI Tahun 1945 tanggal 18 Agustus 1945 memberikan landasan bagi pemerintah untuk membentuk Hukum Agraria nasional yang di

1 Sri Hajati, et al, Buku Ajar HUKUM ADAT, Cetakan ke 2 (Jakarta Timur: PRENADA MEDIA GROUP 2019) hal 108-110.

(18)

3 tuangkan dalam pasal 33 ayat (3) yang menentukan bumi,air, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya di kuasai oleh negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.

Atas dasar ketentuan ini, maka pemerintah Indonesia berusaha membentuk peraturan Hukum Agraria nasional yang berdasarkan Hukum asli bangsa Indonesia yaitu Hukum Adat. Dalam rangka pembentukan Hukum Agraria nasional ini, pemerintah membentuk panitia khusus yang mengkaji dan merancang pembentukan hukum agrarian nasional. Adapun panitia-panitia tersebut adalah sebagai berikut : panitia agrarian yogya, panitia agrarian Jakarta, panitia Soewahjo, panitia Soenarjo dan rancangan Sadjarwo.

Akhirnya pada tanggal 24 September 1960 Rancangan UUPA ini di sahkan oleh Presiden Soekarno sebagai Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar pokok-pokok Agraria yang dikenal dengan sebutan UUPA. Adapun Hukum Agraria lama yang mengatur masalah bumi, air dan ruang angkasa dan kekayaan alam yang dalam wilayah Negara Indonesia, dan lebih khusus mengatur masalah tanah selama ini adalah Hukum tanah barat nagi penduduk yang tunduk pada hukum Eropa dan Hukum adat bagi kaum bumi poetra tidak memberikan jaminan kepastian Hukum dan hak bagi kaum pribumi. Untuk itu pemerintah Indonesia melakukan Kodifikasi serta unifikasi Hukum yang berlaku di Indonesia dengan membentuk UUPA.

(19)

4 Hukum Agraria (UUPA) ini di bentuk dengan tujuan utama untuk yaitu:

a.Meletakkan dasar-dasar bagi penyusunan Hukum agraria nasional yang akan merupakan alat untuk membawakan kemakmuran, kebahagian dan keadilan bagi Negara dan rakyat, terutama rakyat tani dalam rangka masyarakat yang adil dan makmur.

b.Meletakkan dasar-dasar untuk mengadakan kesatuan dan kesederhanaan dalam Hukum tanah nasional.

c.Meletakkan dasar-dasar untuk memberikan kepastian hukum mengenai Hak-hak atas tanah bagi rakyat seluruhnya.2

Hak-hak atas tanah di atur dalam pasal 4 ayat 1 UUPA, yang menentukan atas dasar hak menguasai dari negara atas tanah sebagai yang dimaksud dalam pasal 2 di tentukan adanya macam- macam hak atas permukaan bumi, yang disebut tanah yang dapat di berikan kepada dan di punyai oleh orang lain serta Badan Hukum.

Adapun macam-macam hak atas tanah di atur lebih lanjut dalam pasal 16 dan 53 UUPA. Hak-hak atas tanah yang dimaksud ialah 1. Hak-hak atas tanah yang bersifat primer antara lain: hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai, hak sewa, hak membuka tanah, hak membuka tanah, hak memungut hasil hutan, dan hak-hak lain yang tidak termasuk dalam hak-hak tersebut di atas

.2 H.M. Arba, HUKUM AGRARIA INDONESIA, cet 3,Jakarta Sinar Grafika 2017, hal 47-57.

(20)

5 yang akan di tetapkan dengan undang-undang serta hak-hak yang sifatnya sementara sebagaimana yang disebutkan pada pasal 53 2. Hak-hak atas tanah yang bersifat sekunder antara lain: hak gadai tanah, hak usaha bagi hasil, hak sewa tanah pertanian dan hak menumpang.3

Alam tertentu yang termasuk pengertian agraria kelompok berbagai bidang tertentu terdiri di atas:

1. Hukum tanah, yang mengatur hak-hak penguasaan atas tanah, dalam arti permukaan bumi Hukum air, yang mengatur hak-hak atas air.

2. Hukum pertambangan, yang mengatur hak-hak atas penguasaan bahan galian yang di maksudkan dalam undang-undang pokok pertambangan.

3. Hukum perikanan, yang mengatur penguasaan hak atas kekayaan alam yang terkandung pada lautan.

4. Hukum penguasaan atas tenaga dan unsur-unsur dalam Ruang angkasa yang dimaksudkan dalam pasal 48 UUPA.4

Perkembangan yang semakin maju, menempatkan tanah pada aspek dalam penting dalam kemasyarakatan yang dinamis seperti saat ini, sehingga adanya kepastian Hukum menjadi faktor penting.

Syarat-syarat kepemilikan akan kita dapatkan apabila kita

3 Ibid, hal 96-129.

4 Urip Santoso, hukum agraria dan hak-hak atas tanah , prenada, Surabaya, 2005, gal 6.

(21)

6 mendaftarkan sebidang tanah yang bisa kita tempuh yaitu

“pendaftaran tanah secara sistematik” dan “secara sporadik”.

Pendaftaran tanah secara sistematik didasarkan pada suatu rencana kerja dan dilaksanakan di wilayah-wilayah yang ditetapkan oleh menteri, sedangkan secara sporadik dilaksanakan atas permintaan pihak yang berkepentingan.5

Pendaftaran Tanah di atur pada UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Pasal-pasal yang mengatur hal tersebut ialah terletak pada ketentuan pasal 19 yang isinya:

(1) Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang di atur dengan peraturan pemerintah.

(2) Pendaftaran tersebut dalam ayat 1 pasal ini meliputi a. pengukuran, perpetaan, dan pembukuan tanah.

b. pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut.

c. pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

(3) Pendaftaran tanah di selenggarakan dengan mengingat keadaan negara dan masyarakat, keperluan lalu-lintas sosial ekonomis serta

5 Moh Hatta, bab-bab tentang perolehan dan hapusnya hak atas tanah, liberty,Yogyakarta, 2014, hal 31.

(22)

7 kemungkinan penyelenggaraannya, menurut pertimbangan Menteri Agraria.

(4) Dalam peraturan Pemerintah di atur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran termaksud dalam ayat 1 di atas, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu di bebaskan dari pembayaran biaya tersebut6

Dan juga di atur pada pasal 23,32, dan 38 sedangkan peraturan lain yang mengatur hal tersebut ialah PP No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah jo PP No 18 Tahun 2021 tentang Hak pengelolaan, Hak atas Tanah, Satuan Rumah Susun ,dan Pendaftaran Tanah. Beberapa peraturan perundang-undangan di atas sudah mengatur secara rinci dan sistematis mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Pendaftaran Tanah yang pastinya diharapkan berlaku sebagai Hukum Positif di wilayah Negara Kesatuan Repubik Indonesia.

Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) mengungkapkan data terbaru mengenai jumlah tanah yang telah terdaftar secara nasional. Direktur Jenderal Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah Kementerian ATR/BPN Suyus Windayana menjelaskan, sebanyak 80 juta bidang tanah telah didaftarkan dari target sebanyak 126 juta bidang sepanjang 2022.

“Kita sudah mendaftarkan sekitar 95 juta (sertifikat tanah) dan kita

6 Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

(23)

8 menerbitkan sekitar 80 juta. Jadi ada target sekitar 46 juta yang harus kita selesaikan untuk sertifikat,” kata Suyus Windayana dalam konferensi pers di Kantor Kementerian ATR/BPN di Jalan Sisingamangaraja No. 2, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Jumat (3/6/2022).

Dia mengatakan capaian itu belum menunjukkan hasil maksimal. Pasalnya, Kementerian ATR/BPN rata-rata mendaftarkan berkisar 5 juta sertifikat tanah per tahun.Padahal, sambung Suyus, kementeriannya berharap proses sertifikasi bisa menyentuh 10 juta pada 2019 hingga 20227

Adapun ayat yang membahas mengenai tanah Al A’raaf Ayat 58

ْيِذهلا َو ٖۚ هِّب َر ِنْذِاِب ٗهُتاَبَن ُج ُرْخَي ُبِّيهطلا ُدَلَبْلا َو َكِلٰذَك ۗاًدِكَن هلَِا ُج ُرْخَي َلَ َثُبَخ

َن ْو ُرُكْشهي ٍم ْوَقِل ِتٰيٰ ْلَا ُف ِّرَصُن ࣖ

“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah; dan tanah yang tidak subur, tanaman- tanamannya hanya tumbuh merana. Demikianlah Kami mengulangi tanda-tanda kebesaran (Kami) bagi orang-orang yang bersyukur.”

7 Johnson Simanjuntak,”80 juta bidang tanah telah bersertifikat di 2022,masih 46 juta lagi yang harus di selesaikan, https://www.tribunnews.com/nasional/2022/06/03/80-juta-bidang-tanah- telah-bersertifikat-di-2022-masih-46-juta-lagi-yang-harus-diselesaikan ( di akses pada jumat, 3 juni 2022, pukul 14:03 Wib)

(24)

9 Kepala ATR/BPN Wajo Syamsuddin Kadir mengungkapkan, sampai dengan tahun 2021, berdasarkan data pendaftaran tanah, jumlah persil terdaftar di Wajo sebanyak 104.383 bidang. "Ini berarti bahwa realisasi tanah terdaftar masih jauh dibanding perkiraan bidang tanah sebanyak 484.231 bidang atau hanya sebesar 21,56 persen," sebutnya8.

Pada Kota Bandung juga terdapat situasi atau kondisi yang sama yaitu dari jumlah target 93.000 sertifikat tanah yang ditargetkan hanya 7.234 sertifikat atau hanya mencapai 7,78 % dari data yang peneliti dapatkan pada tahun 2018. 9

Fenomena di atas menunjukkan bahwa angka pendaftaran tanah masih jauh daripada target yang ingin dicapai oleh pihak yang terkait. Dan ternyata hal tersebut tidak hanya terjadi di wilayah kab Wajo saja namun juga di dapati pada wilayah lain kota Bandung salah satunya.

Kurangnya realisasi pendaftaran tanah mengakibatkan minimnya angka peralihan hak atas tanah, sehingga status hukum dari tanah tersebut menjadi samar atau tidak jelas, kemudian dari sisi

8 Admin Wajokab,sosialisasi pendaftaran tanah dalam rangka memantapkn tugas desa dan kelurahan sebagai satuan wilayah pendaftaran tanah,

https://wajokab.go.id/data/berita/detail/sosialisasi-pendaftaran-tanah-dalam-rangka-

memantapkan-tugas-desa-dan-kelurahan-sebagai-satuan-wilayah-pendaftaran-tanah, di akses pada sabtu 13 November 2021 06:47:27 Wita.

9 Asep Hidayat,Engkus,Hasna Afra.N,”Implementasi kebijakan Agraria dan Tata Ruang tentang percepatan pelaksanaan Pendaftaran Tanah sitematis lengkap di kota Bandung”,Jurnal pembangunan sosial,vol 1 No. 1 Tahun 2018, hal 100.

(25)

10 kepastian Hukum juga mengalami kekosongan di sebabkan oleh tidak adanya bukti kepemilikan atas tanah berupa sertifikat yang belum di terbitkan. Dan salah satu isu Hukum yang sering kita dapati pada proses peradilan ialah tidak adanya bukti atau kejelasan atas kepemilikan tanah bagi pihak-pihak yang berperkara di Pengadilan.

Dengan melihat informasi di atas, menarik untuk kita kaji bagaimana tingkat kesadaran masyarakat terhadap proses pendaftaran tanah, apakah masyarakat sadar bahwa wajib hukumnya mendaftarkan tanah, lalu apakah terdapat kendala- kendala tertentu yang di alami, serta faktor apa yang menjadi penghambat proses pendaftaran tanah. Kesadaran Hukum seyogyanya berdasar pada diri masyarakat yang merupakan suatu faktor yang menentukan penerapan Hukum itu sendiri, pada awalnya problematika kesadaran hukum timbul di dalam proses penerapan daripada Hukum tertulis.

(26)

11 B. Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi tingkat Kesadaran Hukum masyarakat tentang Pendaftaran Tanah di Kabupaten Wajo?

2. Upaya apa saja yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kesadaran Hukum masyarakat tentang Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Wajo?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui dan memahami faktor-faktor apa yang mempengaruhi Kesadaran Hukum masyarakat tentang pendaftaran tanah di Kabupaten Wajo..

2. Untuk mengetahui dan memahami upaya apa saja yang dapat di tempuh untuk meningkatkan kesadaran Hukum masyarakat tentang Pendaftaran Tanah di Kabupaten Wajo.

D. Manfaat Penelitian 1. Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis dari penelitian skripsi yang penulis lakukan dapat menambah serta memperluas pemahaman terhadap Ilmu pengetahuan di bidang Hukum, Hukum Perdata dan Hukum Agraria.

2. Manfaat praktis

Manfaat praktis dari penelitian ini adalah dapat memberikan manfaat dan pemahaman kepada masyarakat dan instansi yang berwenang yakni Kementerian Agraria Dan Tata Ruang/Badan

(27)

12 Pertanahan Nasional selaku pemerintah untuk memperhatikan masyarakat khususnya yang belum memiliki sertifikat sebagai bukti atas kepemilikan atas tanah.

(28)

13 BAB II

TiNJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan tentang Kesadaran Hukum

1. Teori kesadaran Hukum

Kesadaran hukum menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah kesadaran seseorang akan pengetahuan bahwa suatu perilaku tertentu diatur oleh hukum10. Berl Kutchinky telah mengembangkan suatu teori mengenai kesadaran Hukum, yang sebenarnya merupakan penerapan dari teori-teori yang mula-mula di ketengahkan oleh Adam Podgorecki : Dalam teorinya Kutchinky mengatakan bahwa kesadaran Hukum yaitu 4 variabel komponen yaitu :

1. Komponen Legal Awareness (pengetahuan Hukum) yaitu aspek mengenai pengetahuan terhadap peraturan hukum yang dimiliki oleh masyarakat. Jadi teori Hukum menyatakan bahwa ketika hukum di tegakkan maka mengikat. Menurut teori residu semua orang dianggap tahu hukum tapi kenyataannya tidak begitu, maka perlu Legal Awareness.

2. Legal Acquaintances (pemahaman hukum), jadi orang memahami isi dari pada peraturan hukum, mengetahui substansi dari UU.

10 Zulkarnain Hasibuan,Kesadaran Hukum dan Ketaatan Hukum masyarakat dewasa ini.Jurnal Justitia,Vol 1, No 1,2013,hal 79.

(29)

14 3. Legal Attitude (sikap Hukum) artinya kalau seseorang sudah memberikan apresiasi dan memberikan sikap apakah UU baik atau tidak serta manfaatnya apa dan seterusnya.

4. Legal Behavior (perilaku hukum), orang tidak sekedar tahu, memahami tapi juga sudah mengaplikasikan. Banyak orang tidak tahu hukum tapi perilakunya sesuai hukum, begitu juga banyak orang tahu hukum tapi perilakunya melanggar hukum. 11

Tingkat Kesadaran Hukum. Menurut Soerjono Soekanto kesadaran hukum merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Sebenarnya yang ditekankan adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan suatu penilaian hukum terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan.12

Sosiologi hukum sangat berperan dalam upaya sosialisasi hukum demi untuk meningkatkan kesadaran hukum yang positif, baik dari warga masyarakat secara keseluruhan, maupun dari kalangan penegak hukum. Sebagaimana di ketahui bahwa kesadaran hukum terbagi dua macam:

a. Kesadaran hukum secara positif, identik dengan ketaatan hukum

11 Otje Salman: 1989, Sosiologi Hukum, suatu pengantar, Armico,Bandung, hal 42.

12 Soerjoono Soekanto,1982, Kesadaran Hukum dan Kepatuhan Hukum, edisi pertama, CV Rajawali, Jakarta, Hal 152.

(30)

15 b. Kesadaran hukum negatif identik dengan ketidaktaatan hukum.

Jadi, istilah kesadaran hukum digunakan oleh para ilmuwan sosial untuk mengacu ke cara-cara di mana orang-orang memaknakan hukum dan institusi-institusi hukum yaitu pemahaman-pemahaman yang memberikan makna kepada pengalaman dan tindakan orang-orang.

Bagi Ewick dan Silbey “kesadaran hukum” terbentuk dalam tindakan dan karenanya merupakan persoalan praktik untuk di kaji secara empiris. Dengan kata lain kesadaran hukum adalah persoalan “hukum sebagai perilaku” dan bukan „hukum sebagai aturan, norma, atau asas”. Sedangkan bagi Krabbe kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau nilai-nilai yang terdapat di dalam diri manusia, tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang di harapkan.13

Di dalam ilmu hukum, adakalanya dibedakan antara kesadaran hukum dan perasaan hukum. Perasaan hukum dinilai sebagai penilian hukum yang timbul secara serta merta dari masyarakat dalam kaitannya dengan masalah keadilan. Kesadaran hukum lebih banyak merupakan perumusan dari kalangan hukum mengenai penilaian tersebut, yang telah dilakukan secara ilmiah.

Jadi kesadaran hukum sebenarnya merupakan kesadaran atau

13 Achmad Ali, Menguak TEORI HUKUM(LEGAL THEORY) DAN TEORI PERADILAN (JUDICIALPRUDENCE),cet 4,Prenada media group,2012, hal 298-299.

(31)

16 nilai-nilai yang terdapat dalam manusia tentang hukum yang ada atau tentang hukum yang diharapkan ada. Dengan demikian yang di tekankan dalam hal ini adalah nilai-nilai tentang fungsi hukum dan bukan terhadap kejadian-kejadian yang konkrit dalam masyarakat yang bersangkutan. Bila demikian, kesadaran hukum menekankan tentang nilai-nilai masyarakat tentang fungsi apa yang hendaknya di jalankan oleh hukum dalam masyarakat.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, dapat dikatakan persoalannya disini kembali kepada masalah dasar dari validitas hukum yang berlaku dan akhirnya harus di kembalikan pada nilai- nilai masyarakat. Suatu konsepsi yang lain erat kaitannya dengan kesadaran hukum atau yang mencakup kesadaran hukum, adalah konsepsi mengenai kebudayaan hukum. Konsepsi ini secara relatif di kembangkan, dan salah satu kegunaannya adalah untuk dapat mengetahui perihal nilai-nilai terhadap prosedur hukum maupun substansinya. Apabila ajaran-ajaran tentang kesadaran hukum dibandingkan dengan konsepsi kebudayaan hukum, konsepsi kebudayaan hukum lebih luas ruang lingkupnya.

Pada umumnya kesadaran hukum di kaitkan dengan ketaatan hukum atau efektivitas hukum. Dengan kata lain kesadaran hukum menyangkut mengenai apakah ketentuan hukum tertentu benar- benar berfungsi atau tidak dalam masyarakat. Faktor-faktor yang menyebabkan masyarakat mematuhi hukum yaitu :

(32)

17 Pertama,compliance, diartikan sebagai suatu kepatuhan yang di dasarkan pada harapan akan suatu imbalan dan usaha untuk menghindarkan diri dari hukuman atau sanksi yang mungkin dikenakan apabila seseorang melanggar ketentuan hukum.

Kepatuhan ini tidak sama sekali di dasarkan pada suatu keyakinan pada tujuan kaidah yang bersangkutan dan lebih di dasarkan pada pengendalian dari pemegang kekuasaan. Sebagai akibatnya, kepatuhan hukum akan ada apabila ada pengawasan yang ketat terhadap pelaksanaan kaidah-kaidah hukum tersebut.

Kedua,Identification, terjadi bila kepatuhan terhadap hukum ada bukan karena nilai intriksinya akan tetapi agar keanggotaan kelompok tetap terjaga serta ada hubungan baik dengan mereka yang diberi wewenang untuk menerapkan kaidah-kaidah hukum tersebut. Daya Tarik untuk patuh adalah keuntungan yang di peroleh dari hubungan-hubungan tersebut, sehingga kepatuhan bergantung pada baik atau buruknya interaksi tadi. Walaupun seseorang tidak menyukai penegak hukum akan tetapi proses identifikasi terhadapnya berjalan terus dan mulai berkembang perasaan-perasaan positif terhadapnya. Hal ini di sebabkan oleh karena orang yang bersangkutan berusaha untuk mengatasi perasaan khawatirnya terhadap kekecewaan tertentu, dengan menguasai objek frustasi tersebut dengan mengadakan

(33)

18 identifikasi. Penderitaan yang ada sebagai akibat pertentangan nilai-nilai di atasnya dengan menerima nilai-nilai penegak hukum.

Ketiga,internalization, pada tahap ini seseorang mematuhi kaidah-kaidah hukum karenakan secara intrinsik kepatuhan tadi mempunyai imbalan. Isi kaidah-kaidah tersebut adalah sesuai dengan nilai-nilai pribadi yang bersangkutan atau oleh karena dia mengubah nilai nilai yang di anut sebelumnya. Hasil dari proses tersebut ialah suatu konformitas yang di dasarkan pada motivasi secara intrinsik. Titik sentral dari kekuatan proses ini adalah kepercayaan orang tadi terhadap tujuan kaidah-kaidah bersangkutan, terlepas dari pengaruh atau nilai-nilainya terhadap kelompok atau pemengang kekuasaan maupun pengawasannya.

Keempat,kepentingan-kepentingan pada masyarakat (tambahan dari soerjono soekanto). Di antara keempat faktor di atas, dapat berdiri sendiri-sendiri dapat pula merupakan gabungan dari keseluruhan atau sebagian dari keempat faktor di atas jadi seseorang mematuhi hukum dapat dikarenakan ia takut sanksi yang di kenakan apabila ia melanggar hukum. Atau mungkin juga seseorang mematuhi hukum di karenakan kepentingan- kepentingannya terjamin oleh hukum, bahkan ia mematuhi hukum karena ia merasa jikalau hukum yang berlaku sesuai dengan nilai- nilai yang ada di dalam dirinya. Namun demikian, hal-hal tersebut

(34)

19 di atas terlepas dari masalah apakah seseorang setuju atau tidak setuju terhadap substansi maupun prosedur hukum yang ada.14 B. Tinjauan tentang masyarakat

1. Pengertian masyarakat secara umum, adat, dan hukum

a. Masyarakat adalah setiap kelompok manusia yang telah hidup dan bekerja sama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan suatu batas-batas yang di rumuskan secara jelas.

b. masyarakat adat adalah kelompok sosial bangsa Indonesia yang oleh penjajah belanda dinamakan golongan Indonesia.

c. Masyarakat Hukum adalah sekelompok orang yang berdiam dalam suatu wilayah tertentu dimana di dalam kelompok tersebut berlaku serangkaian peraturan yang menjadi pedoman tingkah laku bagi setiap anggota kelompok dalam proses pergaulan hidup mereka.15

2. Pengertian Masyarakat Majemuk

Masyarakat majemuk merupakan suatu masyarakat yang terdiri atas banyak struktur kebudayaan. Hal tersebut di sebabkan karena banyaknya suku bangsa yang memiliki budaya sendiri yang berbeda dengan budaya suku bangsa yang lainnya. Masyarakat

14 Atang Hermawan Usman”Kesadaran hukum masyarakat dan pemerintah sebagai faktor tegaknya negara hukum di Indonesia”,jurnal wawasan hukum,vol. 30 No 1 februari 2014, hal 35- 36

15 Kamus Hukum,Cet VII ,Citra Umbara,2013,hal 252.

(35)

20 majemuk adalah masyarakat yang terdiri dari berbagai macam karakteristik kebudayaan baik perbedaan dalam bidang etnis, golongan, agama, tingkat sosial yang tinggal dalam suatu komunitas tertentu. Dalam kajian masyarakat majemuk, kajian tentang etnisitas banyak mengambil perhatian para ahli.

Masyarakat majemuk adalah berdasarkan pengertian di atas dibedakan menjadi beberapa kategori yaitu :

a. kemajemukan struktural yaitu dominasi politik di pegang oleh suatu kelompok tertentu. Di dalam struktural sosial masyarakat Indonesia pada dasarnya terdapat dua dimensi sosial, yaitu dimensi horizontal dan dimensi vertikal.

b. kemajemukan sosial yaitu suatu keadaan dimana hak dan kewajiban tersebar secara merata diantara kelompok sosial yang ada. Kemajemukan sosial merupakan perbedaan sosial yang meliputi agama, ras, etnis/klan.

c. kemajemukan budaya yaitu seluruh warga masyarakat merupakan bagian dari publik tanpa memperhatikan identifikasi yang ideal maupun yang nyata.

d. identifikasi ideal yaitu persepsi individu tentang bagaimana ia harus berperilaku berdasarkan kelompok sosial maupun budaya yang ada dalam masyarakat.

(36)

21 Pendapat dari beberapa ahli mengenai pengertian masyarakat multikultural yaitu :

1. J.S.Furnivall menyatakan bahwa masyarakat majemuk adalah suatu masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih elemen hidup sendiri-sendiri, tanpa ada pembauran satu sama lain dalam satu kesatuan politik.

2. Cliffort Geertz menyatakan bahwa masyarakat majemuk merupakan masyarakat yang terbagi ke dalam subsistem- subsistem kurang berdiri dan masing-masing subsistem terikat oleh ikatan-ikatan primordial.

3. J.Nasikun menyatakan bahwa suatu masyarakat bersifat majemuk sejauh masyarakat tersebut secara struktural memiliki sub kebudayaan yang bersifat multikultural yang ditandai dengan kurang berkembangnya sistem nilai yang disepakati oleh seluruh anggota masyarakat dan juga sistem nilai dari kesatuan-kesatuan sosial,serta sering munculnya konflik-konflik sosial.16

3. Karakteristik masyarakat majemuk

1. Terjadinya segmentasi ke dalam kelompok-kelompok yang sering kali memiliki sub kebudayaan yang berbeda satu sama lain, masyarakat yang terbentuk oleh bermacam-macam suku,ras, agama,dll tapi masih memiiki pemisah. Yang biasanya pemisah itu

16 Siti Suprihatin,Studi Masyarakat Indonesia,UM Metro Press,2019,Hal 49-50

(37)

22 adalah suatu konsep yang di sebut primordial. Contohnya di Jakarta terdiri dari berbagai suku dan ras baik dari dalam negri maupun luar negri, dalam kenyataannya merek memiliki segmen berupa ikatan primordial kedaerahannya.

2. Memiliki struktur sosial yang dimana terbagi ke dalam lembaga- lembaga yang bersifat nonkomplementer, maksudnya adalah dalam masyarakat majemuk suatu lembaga akan mengalami kesulitan dalam menjalankan atau mengatur masyarakat alias karena kurang lengkapnya persatuan yang terpisah oleh segmen-segmen tertentu.

3. Kurang mampu mengembangkan konsensus di antara para anggota-anggotanya terhadap nilai-nilai yang bersifat dasar.

Maksudnya adalah dalam kelembagaan pastiya perlu adanya suatu kebijakan dan keputusan. Keputusan berdasarkan kesepakatan bersama itulah yang dimaksud konsensus, berarti dalam suatu masyarakat majemuk sulit sekali dalam pengambilan keputusan 4. Secara relatif sering kali mengalami konflik-konflik di antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Dalam suatu masyarakat majemuk pastinya terdiri dari berbagai macam suku adat dan kebiasaan masing-masing. Dalam teorinya semakin banyak perbedaan dalam suatu kelompok masyarakat, kemungkinan akan terjadinya konflik itu sangatlah tinggi dan proses pengintegrasiannya juga susah.

(38)

23 5. secara relatif integrasi sosial tumbuh di atas paksaan dan saling ketergantungan di dalam bidang ekonomi.

6. Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok atas kelompok yang lain karena dalam masyarakat multikultural terdapat segmen- segmen yang berakibat pada perasaan dalam kelompok tinggi maka bila suatu rasa atau suku memiliki suatu kekuasaan atas masyarakat itu maka dia akan mengedepankan kepentingan suku atau rasnya. 17

C. Tinjauan terhadap Pendaftaran Tanah 1. Pengertian Pendaftaran Tanah

Pendaftaran Tanah berasal dari kata cadastre (bahasa Belanda Kadaster) suatu istilah teknis untuk suatu record (rekaman), menunjukkan kepada luas, nilai dan kepemilikan terhadap suatu bidang tanah. kata ini berasal dari bahasa latin Capitastrum yang berarti suatu register atau capita atau unit yang diperbuat untuk pajak tanah Romawi (Capotatio Terrens). Dalam artian yang tegas Cadastre adalah record (rekaman dari lahan-lahan, nilai dari tanah dan pemegang haknya dan untuk kepentingan perpajakan) 18

Pengertian Pendaftaran Tanah Menurut ketentuan pasal 1 angka 1 PP No. 24 tahun 1997 adalah serangkaian kegiatan yang di

17 Ibid, hal 53

18 Haris Yonatan Parmahan sibuea, “Arti penting Pendaftaran Tanah untuk pertama kali”,Jurnal DPR,Vol 2, No 2, November 2011.

(39)

24 lakukan oleh pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan- satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.

Demikian pula kita ketahui bahwa salah satu rangkaian kegiatan pendaftaran tanah adalah pemeliharaan data fisik dan data yuridis yang juga di lakukan dalam bentuk peta dan daftar yang memuat data fisik dan data yuridis dari bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun.

1. Data fisik

sebagaimana di maksud dalam ketentuan pasal 1 angka 6 PP.

N0. 24 tahun 1997 adalah keterangan mengenai letak ,batas dan luas bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun yang di daftar, termasuk keterangan mengenai adanya bangunan atau bagian bangunan di atasnya. Dari definisi tersebut di atas, dapat diketahui bahwa yang menjadi objek-objeknya adalah bidang tanah dan satuan rumah susun, dan keterangan yang di perlukan terhadap objek tersebut adalah mengenai letak, batas, luas serta bangunan yang ada di atasnya.

(40)

25 2. Data yuridis

Data yuridis yang dimaksud dalam ketentuan pasal 1 angka 6 PP. NO. 24 tahun 1997 adalah keterangan mengenai status hukum bidang tanah dan satuan rumah susun yang di daftar, pemegang haknya dan hak pihak lain serta beban-beban lain yang membebaninya.19

2. Sejarah Pendaftaran Tanah

Hukum yang berlaku di Indonesia pada zaman penjajahan Belanda bersifat dualisme, bahkan menurut Supomo bersifat pluralisme. Dualisme tersebut menyangkut pula hukum agraria yang membagi hak-hak atas tanah dalam dua golongan, yaitu hak-hak barat dan hak-hak adat.

a. Hak-hak barat tunduk pada hukum yang berlaku bagi golongan Eropa yang disebut hukum Eropa. Sebagai contoh hak-hak atas tanah barat adalah hak eigendom, hak erfpacht dan hak opstal.

Tanah-tanah barat dikenal dengan tanah-tanah Eropa; 


b. Hak-hak adat tunduk pada hukum yang berlaku bagi golongan Indonesia yang disebut hukum adat. Sebagai contoh hak-hak atas tanah adat adalah hak milik, hak yasan yang lebih dikenal pada tanah-tanah Indonesia. 


19 H.M.ARBA.,Op cit,Hal 148-149.

(41)

26 Dualisme hukum agraria baru dapat hapus pada tahun 1960 dengan lahirnya UU No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (selanjutnya disebut UUPA).

Pendaftaran tanah yang diselenggarakan oleh Pemerintah pada zaman penjajahan itu hanya mengenai tanah-tanah Eropa saja, yang jumlah serta luasnya jauh lebih kecil dari pada jumlah dan luas tanah Indonesia. Salah satu sebab utama pemerintah saat itu tidak menyelenggarakan pendaftaran tanah bagi tanah-tanah Indonesia adalah besarnya biaya yang harus dikeluarkan untuk penyelenggaraan kadasternya. Usaha menyelenggarakan kadaster bagi tanah-tanah Indonesia selalu gagal karena persoalan biaya.

Persoalan penyelenggaraan kadaster Indonesia (tanah-tanah Indonesia) yang oleh Rudolf Hermanses dikenal sebagai suatu

Millioenen kwestie”/persoalan yang memerlukan biaya jutaan.

Di samping pendaftaran tanah-tanah Eropa yang diselenggarakan oleh Pemerintah di seluruh Indonesia, di berbagai daerah diselenggarakan pula pendaftaran tanah mengenai tanah- tanah Indonesia berdasarkan hukum adat setempat atau peraturan yang dibuat penguasa setempat, misalnya:

a. Pendaftaran tanah mengenai tanah-tanah Subak di Bali yang diselenggarakan oleh pengurus subak berdasarkan hukum adat setempat; 


(42)

27 b. Pendaftaran tanah yang diselenggarakan di kepulauan Lingga berdasarkan peraturan yang dikeluarkan oleh Sultan Soleiman (Pendaftaran tanah ini dihapuskan Pemerintah tahun 1913); 


c. Pendaftaran tanah mengenai tanah-tanah hak grant di Medan berdasarkan peraturan Gemeente (Kotapraja) Medan; 


d. Pendaftaran tanah di Yogyakarta berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Sultan Yogyakarta (diumumkan dalam Rijksblad Kasultanan tahun 1926 No. 13);

e. Pendaftaran tanah di Surakarta berdasarkan peraturan yang dikeluarkan Sunan Surakarta (diumumkan dalam Rijksblad Kasunanan tahun 1938 No 14).

Pada zaman pendudukan tentara Jepang pendaftaran tanah tetap diselenggarakan seperti halnya pada pendudukan Belanda.

Sehingga pada saat Indonesia merdeka pendaftaran tanah pada pokoknya hanya mengenai tanah-tanah Eropa. Oleh karena itu Pemerintah Indonesia c.q. Menteri Agraria mengeluarkan peraturan mengenai pendaftaran tanah bagi tanah Indonesia, yaitu:

a. Peraturan mengenai tata kerja tentang Pendaftaran hak atas tanah (PMA No 9 Tahun 1959); 


(43)

28 b. Peraturan tentang tanda-tanda batas tanah milik (PMA No. 10 Tahun 1959); 


c. Peraturan tentang tata kerja mengenai pengukuran dan pembuatan peta- peta pendaftaran ( PMA No. 13 Tahun 1959); 


d. Peraturan tentang pembukuan tanah (PMA No. 14 Tahun 1959).

Peraturan-peraturan tersebut ternyata belum dapat menyelesaikan persoalan penyelenggaraan pendaftaran tanah bagi tanah-tanah Indonesia. 20

A.Perkembangan Kadaster

Perkembangan pendaftaran tanah di Indonesia sebelum lahirnya UUPA dibedakan menjadi dua, yaitu perkembangan kadaster dan perkembangan pendaftaran hak. Menurut Rudolf Hermanses sejarah perkembangan kadaster di Indonesia, dibagi menjadi tiga periode:

a.pra-kadaster (tahun 1620-1837); 


b.kadaster lama (tahun 1837-1875); 


c.kadaster baru (setelah tahun 1875). 


20 FX.Sumarja,Hukum Pendaftaran Tanah,Cet VIII,Bandar Lampung,Universitas Lampung,2010,Hal 28-29.

(44)

29 Van Huls membagi sejarah perkembangan kadaster di Indonesia menjadi tiga, yaitu:

a. Periode kacau balau (sebelum tahun 1837);


b. Periode ahli ukur Pemerintah (periode van de Gouvernments- landmeter tahun 1837-1875);

c. Periode Jawatan Pendaftaran Tanah (periode van de Kadaster Deinst, sesudah tahun 1875).

Periode pertama disebut oleh van Huls sebagai periode kacau balau, sebab pada masa itu kadaster dilaksanakan tidak dengan semestinya oleh pelaksana, sehingga daftar dan peta-peta tanah berada dalam keadaan kacau balau dan tidak dapat dipercaya.

Sementara itu, Hermanses mengatakan, bahwa periode tersebut dikategorikan sebagai periode pra-kadaster, karena pelaksanaan kadaster belum mendasarkan pada peraturan. Pada saat itu belum ada ketentuan mengenai tata cara kadaster yang dikeluarkan pemerintah.

Periode kedua dan ketiga merupakan periode pelaksanaan kadaster modern. Dalam periode kedua tata cara kadaster masih sangat sederhana sekali 21

21 Ibid,hal 29.

(45)

30 B. Pengertian Kadaster

pengertian kadaster. Menurut Soutenijk Mulder istilah kadaster (cadastro–Perancis, catastro- Italia, kataster-Jerman) berasal dari bahasa Latin capitastrum yang berarti suatu daftar umum dimana nilai serta sifat-sifat dari benda-benda tetap diuraikan. Dengan kata lain suatu daftar umum yang memuat keterangan-keterangan dari suatu benda tetap. Pengertian ini sudah tidak sesuai dengan perkembangan jaman.

Pengertian modern “istilah kadaster” disampaikan oleh Soutenijk Mulder, yaitu suatu badan yang dengan peta-peta dan daftar-daftar yang dibuat berdasarkan pengukuran dan taksiran, meberikan kepada kita suatu gambaran dan uraian tentang wilayah sesuatu Negara dengan bagian-bagiannya dan bidang-bidang tanah.

Jaarsma mengatakan kadaster adalah suatu badan dengan peta-peta dan daftar-daftar memberikan uraian tentang semua bidang tanah yang terletak dalam wilayah suatu Negara.

Van Steein merumuskan kadaster adalah suatu badan pemerintah untuk meregristrasi dan mengadministrasi keadaan hukum dari semua benda tetap dalam daerah tertentu termasuk semua perubahan-perubahan yang terjadi dalam keadaan hukum itu.

Van Huls merumuskan kadaster adalah sebagai suatu

(46)

31 pembukuan mengenai pemilikan tanah yang diselenggarakan dengan daftar-daftar dan peta-peta yang dibuat dengan mempergunakan ilmu ukur tanah. 22

3. Dasar Hukum Pendaftaran tanah

1. Undang-undang No. 5 tahun 1960 UUPA pasal 19,23,32, dan 38 2. Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah, yang diganti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah. Hal ini akan di uraikan sebagai berikut:

A. Pendaftaran tanah menurut ketentuan UUPA

Pasal 19 ayat 1 menentukan bahwa untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah di adakan pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang di atur dengan Peraturan Pemerintah.Pasal 19 ayat 2 menentukan pendaftaran tanah tersebut meliputi:

a. Pengukuran, pemetaan, dan pembukaan tanah

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan hak-hak tersebut c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat.

22 Ibid,hal 30.

(47)

32 B. Pendaftaran Tanah Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 24 tahun 1997

PP NO. 24 tahun 1997 merupakan peraturan pelaksanaan dari pasal 19 UUPA tentang pendaftaran tanah sebagai penggant PP No 10 tahun 1961 tentang pendaftaran tanah. Dalam PP 24 tahun 1997 ini di atur hal-hal sebagai berikut.

a. asas dan tujuan pendaftaran tanah

b. penyelenggara dan pelaksanaan pendaftaran tanah c. objek pendaftaran tanah

d. satuan wilayah tata usaha pendaftaran tanah e. pelaksanaan pendaftaran tanah untuk pertama kali f. pengumpulan dan pengolahan data fisik dan data yuridis g. pembuktian hak dan pembukuannya

h. penerbitan sertifikat

i. penyajian data fisik dan data yuridis j. penyimpanan daftar umum dan dokumen k. pendaftaran peralihan dan pembebanan hak

l. pendaftaran perubahan data pendaftaran tanah lainnya m. penerbitan sertifikat pengganti

(48)

33 n. biaya pendaftaran tanah

o. sanksi hukum p. ketentuan peralihan q. ketentuan penutup.

4. Asas-asas Pendaftaran Tanah

Dalam pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 menyatakan bahwa: “Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan azas sederhana, aman,terjangkau, mutakhir dan terbuka”

1. Azas sederhana

Maksud dari azas ini adalah agar ketentuan-ketentuan pokoknya maupun prosedurnya dengan mudah dapat dipahamai oleh pihak-pihak yang berkepentingan, terutama para pemegang hak atas tanah.

2. Azas aman

Dalam azas ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahwa pendaftaran tanah harus diselenggarakan secara teliti dan cermat sehingga dapat memberikan jaminan kepastian hukum sesuai tujuan pendaftaran tanah itu sendiri. Jaminan kepastian hukum yang dimaksud agar suatu sertifikat tanah mempunyai kekuatan pembuktian yang melekat pada pemegang hak atas tanah. Sesuai ketentuan Pasal 32 PP No. 24 Tahun 1997 yang menyebutkan, Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis di

(49)

34 dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah hak yang bersangkutan. Bahwa selama belum dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang dicantumkan dalam sertifikat harus diterima sebagai data yang benar, baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam sengketa di Pengadilan sepanjang data tersebut sesuai dengan apa yang tercantum di dalamnya. Dalam hal atas suatu bidang tanah sudah diterbitkan sertifikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak lain yang merasa mempunyai hak atas tanah itu tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak tersebut apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertifikat itu tdak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan gugatan ke Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertifikat tersebut.

Bahwa orang yang tidak dapat menuntut tanahnya yang sudah bersertifikat atas nama orang atau badan hukum lain, jika selama 5 (lima) tahun sejak dikeluarkannya sertifikat itu tidak mengajukan keberatan kepada pemegang sertifikat dan Kepala Kantor Pertanahan atau tidak mengajukan gugatan pengadilan, sedangkan tanah tersebut diperoleh orang atau badan hukum lain tersebut

(50)

35 dengan itikad baik dan secara fisik nyata dikuasai olehnya atau oleh orang lain atau badan hukum yang mendapat persetujuannya.

3. Azas terjangkau

Azas ini menjelaskan agar terjangkaunya pendaftaran tanah bagi pihak-pihak yang memerlukan, khususnya dengan memerhatikan kebutuhan dan kemampuan golongan ekonomi lemah. Pelayanan yang diberikan untuk menyelenggrakan pendaftaran tanah harus bisa terjangkau oleh pihak yang memerlukan. Dalam peraturan pemerintah diatur biaya-biaya yang bersangkutan dengan pendaftaran tanah termaksud dalam ayat (1) Pasal 19 UUPA, dengan ketentuan bahwa rakyat yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran biaya-biaya tersebut.

4. Azas muktahir

Dalam azas ini bertujuan untuk memberikan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaanya dalam kesinambungan dalam menjaga atau memelihara datanya. Azas ini menuntut dipeliharanya data pendaftaran tanah secara terus menenrus dan berkesinambungan, sehingga data yang tersimpan di kantor pertanahan selalu sesuai dengan yang ada dilapangan.

Dimaksudkan kelengkapan yang memadai dalam pelaksanaannya dan kesinambungan dalam pemeliharaan datanya. Untuk itu perlu diikuti kewajiban mendaftar dan pencatatan perubahan-perubahan

(51)

36 yang terjadi di kemudian hari. Tugas dari Kantor Pertanahan selain sebagai sumber informasi/data, juga melakukan pendaftaran awal yang disebut sebagai Recording of Title dan dilanjutkan dengan Continuous Recording, artinya pendaftaran tersebut secara terus menerus berkesinambungan artinya selalu dimutakhirkan.

5. Azas terbuka

Azas ini bermaksud supaya masyarakat dapat mengetahui atau memperoleh keterangan mengenai data fisisk dan data yuridis yang sesuai dengan yang ada di Kantor Pertanahan Kabupaten/ Kota. Hal ini dimaksudkan Masyarakat dapat memperoleh keterangan mengenai data yang benar setiap saat. Data tentang obyek atau pun subyek hak atas tanah di susun sedemikian rupa agar dikemudian hari dapat memudahkan siapa pun yang ingit melihat data-data tersebut, apakah itu calon pembeli ataukah pemilik hak atas tanah ataukah Pemerintah sendiri dalam rangka memperlancar setiap peralihan hak atas tanah atau dalam rangka pelaksanaan pembangunan oleh Pemerintah.23

23 Denik Puspita, Problematika penerapan asas terjangkau dalam Pendaftaran Tanah,Pena Justisia:media komunikasi dan kajian Hukum,Vol 18,No 2 ,2019.

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan penulis adalah Penelitian yang bersifat Empiris, yaitu penelitian hukum yang berupaya untuk melihat bekerjanya hukum secara langsung di lingkungan masyarakat. Alasan memilih metode penelitian ini adalah agar peneliti dapat memperoleh secara langsung faktor-faktor yang menyebabkan minimnya kesadaran Hukum masyarakat serta mengetahui upaya apa yang dapat menyelesaikan permasalahan tersebut.

B. Lokasi penelitian

Untuk mendapatkan data dan informasi yang diperlukan berkaitan dengan permasalahan dan pembahasan penulis skripsi ini, maka penulis melakukan penelitian dengan memilih lokasi penelitian di kecamatan Maniangpajo, Kabupaten Wajo yang dimana sasaran objeknya ialah Masyarakat. Lokasi penelitian di pilih dengan pertimbangan bahwa wilayah tersebut menjadi jalur transportasi dari berbagai kabupaten/kota, karena penulis berasal dari wilayah tersebut dan cukup paham mengenai kondisi serta perkembangan pada wilayah yang dijadikan tujuan penelitian.

(53)

38 C. Populasi

Populasi adalah Wilayah generalisasi yang terdiri atas objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang di tetapkan oleh peneliti untuk di pelajari dan ditarik kesimpulannya.

Adapun populasi yang ingin dijadikan objek Penelitian dari penulis Ialah Masyarakat Kabupaten Wajo.

D. Sampel

Sampel adalah sebagian dari subjek dalam populasi yang diteliti, yang sudah tentu mampu secara representatif dapat mewakili populasinya. Terkait pengambilan sampel nantinya Peneliti akan mengambil sampel pada Kecamatan Maniang Pajo, Kabupaten Wajo. Nantinya jumlah sampel yang di jadikan bahan penelitian yakni sebanyak 30 Orang.

E. Jenis dan Sumber Data

Data yang disajikan meliputi data primer dan data sekunder Adapun jenis sumber data yang akan digunakan penjelasannya sebagai berikut:

1. Data primer

Yaitu sumber data atau keterangan yang merupakan data diperoleh langsung dari sumber utama berdasarkan penelitian di lapangan. Data primer dalam penelitian ini nantinya merupakan hasil wawancara dan pembagian kuisioner.

(54)

39 2. Data sekunder

Yaitu data yang diperoleh menurut Studi kepustakaan terhadap berbagai macam kajian seperti perundang-undangan, literatur hukum, dokumen hukum, yang memiliki relevansi dengan Objek Penelitian.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penulisan proposal adalah Sebagai berikut:

a. penelitian lapangan

1. Wawancara (interview) yaitu dengan cara melakukan proses tanya jawab kepada pihak-pihak yang terkait ataupun yang menangani antara lain Masyarakat Kabupaten Wajo.

2. Pembagian Kuisioner yakni dengan cara memberikan kuisioner yang berisikan beberapa butir pertanyaan kepada pihak yang dijadikan sebagai objek penelitian.

b. studi kepustakaan

Cara memperoleh dengan mempelajari buku-buku atau referensi maupun buku ilmiah, dokumen yang menunjang dan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan pokok permasalahan baik dari Offline maupun Online.

(55)

40 G. Analisis Data

Untuk memperoleh hasil yang di inginkan, data-data yang di peroleh baik itu data primer ataupun data sekunder, kemudian di analisa dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif yaitu metode yang menganalisa data yang berhubungan dengan masalah yang di teliti, kemudian dipilih dengan pikiran yang logis untuk menghindarkan kesalahan dalam proses analisis data.

Hasil yang diperoleh di paparkan secara deskriptif, yaitu dengan menguraikan, menjelaskan dan menggambarkan sesuai dengan permasalahan dalam penelitian ini.

(56)

41 BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesadaran Hukum Masyarakat tentang Pendaftaran Tanah

1. Tingkat Kesadaran Hukum masyarakat dalam rangka Pendaftaran Tanah Di Kabupaten Wajo.

Pemerintah Negara Republik Indonesia melalui Kementerian Agraria dan Tata Ruang / Badan Pertanahan Nasional menyelenggarakan salah satu program yakni PTSL (pendaftaran tanah sistematis lengkap). PTSL adalah kegiatan Pendaftaran Tanah untuk pertama kali yang dilakukan secara serentak bagi semua objek pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia dalam satu wilayah desa/kelurahan atau nama lainnya yang setingkat dengan itu yang meliputi pengumpulan data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa objek Pendaftaran Tanah untuk keperluan Pendaftarannya.

Mekanisme pengaturannya diatur secara khusus pada Peraturan menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional No. 6 tahun 2018 dan Instruksi Presiden No. 2 tahun 2018 tentang percepatan Pendaftaran Tanah sistematis lengkap di Wilayah Republik Indonesia. Dengan demikian program yang di selenggarakan telah dituangkan dalam peraturan Hukum yang memberikan tuntutan pada masyarakat untuk dilaksanakan.

(57)

42 Sesuai dengan fungsi Hukum, hukum dapat memberikan perubahan terhadap keadaan ataupun kondisi masyarakat ke arah yang lebih baik tentunya. Dengan Hukum, hidup masyarakat menjadi lebih tertib, teratur serta tidak ada konflik apabila mereka mematuhi aturan Hukum yang telah di buat sebagaimana mestinya. Dengan demikian, untuk tercapainya target tersebut secara maksimal maka seluruh lapisan/elemen masyarakat harus harus menumbuhkan kesadaran untuk menjalankan peraturan Hukum tersebut.

Untuk mengetahui serta memperoleh parameter terhadap tingkat Kesadaran Hukum Masyarakat, Kabupaten Wajo dalam proses Pendaftaran Tanah peneliti menggunakan Indikator yang di kemukakan oleh Soerjono Soekanto dimana terdapat empat indikator mengenai Kesadaran Hukum yang dimana masing-masing merupakan tahapan untuk berpindah ke tahapan selanjutnya, yaitu (1) pengetahuan hukum; (2) pemahaman hukum; (3) sikap hukum;

dan (4) pola perilaku hukum.24

Pada proses menganalisa informasi tentang kesadaran hukum masyarakat tersebut, peneliti mengambil beberapa sampel yang di perlukan, adapun ketentuan sampel yang menjadi objek pada penelitian ini idalah warga/masyarakat Kabupaten Wajo. Berikut penjabaran terkait dengan karakteristik responden penelitian.

a. Responden berdasarkan jenis kelamin

24 Achmad Ali,Op Cit,hal 301.

(58)

43 Berdasarkan jenis kelamin responden masyarakat kecamatan Maniangpajo dibagi atas 2 Gender, yaitu laki-laki dan perempuan jumlah pada masing-masing keloompok bisa dilihat pada tabel berikut:

Tabel 1.1

Karakteristik Responden berdasarkan jenis kelamin

Jenis Kelamin Jumlah Persentase

Laki-laki 18 60 %

Perempuan 12 20%

Jumlah 30 100%

Sumber : Data Primer yang diolah

Tabel di atas memberi informasi bahwa mayoritas masyarakat kecamatan Maniangpajo yang di jadikan sampel pada proses penelitian berjenis kelamin Laki-laki dengan jumlah 18 orang dan yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 12 orang .

b. karakteristik berdasarkan jenis usia

Berdasarkan usianya, responden masyarakat kecamatan maniangpajo, kabupaten Wajo yang menjadi responden dalam kegiatan penelitian ini terbagi atas beberapa kelompok yaitu responden dengan usia < 3 tahun, 31-50 tahun, >50 tahun jumlah pada masing-masing kelompok tersebut adalah sebagai berikut

(59)

44 Tabel 1.2

Karakteristik Responden Berdasarkan usia

Usia Jumlah Persentase

<30 tahun 5 orang 16,66%

31-50 tahun 15 orang 50%

>50 tahun 10 orang 33,33%

Jumlah 30 orang 100%

Sumber: data primer yang diolah

Tabel di atas memberikan informasi bahwa responden pada masyarakat kecamatan Maniangpajo, kabupaten Wajo yang menjadi sampel pada penelitian ini berusia <30 tahun yakni berjumlah 5 orang (, kemudian 31-50 tahun berjumlah 15 orang, dan yang berusia >50 tahun sebanyak 10 orang pada masing-masing kelompok usia yang dijadikan sebagai kriteria oleh peneliti.

c. Karakteristik Responden berdasarkan pekerjaan

Responden berdasarkan pekerjaan, yang menjadi responden pada kegiatan penelitian ini, terbagi atas 3 kelompok yakni responden dengan pekerjaan Pegawai Negeri Sipil (ASN), Wiraswasta dan kelompok pekerjaan lainnya

Jumlah pada masing-masing kelompok adalah sebagai berikut

(60)

45 Tabel 1.3

Karakteristik Responden berdasarkan pekerjaan

pekerjaan Jumlah Persentase

PNS 11 orang 36,66%

Wiraswasta 9 orang 30 %

Petani 8 orang 26,66%

Pekerjaan lain 2 orang 6,66%

Jumlah 30 orang 100%

Sumber:data primer yang di olah

Berdasarkan tabel di atas memberikan informasi bahwa masyarakat kecamatan Maniangpajo, kabupaten Wajo yang dijadikan sebagai responden penelitian termasuk atas pekerjaan sebagai berikut Pegawai Negeri Sipil sebanyak 11 orang (36,66%), wiraswasta 9 orang, Petani 8 orang, dan pekerjaan lain 2 orang . d. Karakteristik Responden berdasarkan lamanya tempat tinggal

Responden berdasarkan lamanya tempat tinggal, yang dijadikan sebagai sampel pada penelitian di kelompokkan menjadi 4 kelompok, yakni responden dengan lamanya tinggal pada wilayah penelitian ini ialah sekitar 1-5 tahun, 6-15 tahun , 16-30 tahun, dan >

30 tahun serta perhitungan dari masing-masing pengklasifikasian tersebut adalah sebagai berikut:

Gambar

Tabel  di  atas  memberikan  informasi  bahwa  responden  pada  masyarakat kecamatan Maniangpajo, kabupaten Wajo yang menjadi  sampel  pada  penelitian  ini  berusia  &lt;30  tahun  yakni  berjumlah  5  orang  (,  kemudian  31-50  tahun  berjumlah  15  ora

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat Kabupaten Nias, yang telah membantu dalam memberikan informasi melalui wawancara mengenai pendaftaran tanah3. Kedua Orangtuaku, yang selama ini telah bersusah

Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa hibah berdasarkan hukum Adat meskipun sah secara hukum adat tetapi tidak dapat dijadikan sebagai syarat dalam pendaftaran tanah di

Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang

Skripsi yang berjudul “ Tinjaun Hukum Terhadap Pemilikan Tanah Absentee Di Kecamatan Tempe Kabupaten Wajo ” yang disusun oleh saudari Firdajasari, Nim: 10500109028,

Kesimpulan dari penelitian ini, bahwa hibah berdasarkan hukum Adat meskipun sah secara hukum adat tetapi tidak dapat dijadikan sebagai syarat dalam pendaftaran tanah di

dilakukan perbuatan hukum berupa peralihan hak secara hibah maka pendaftaran tanah tersebut tetap dapat dil akukan pendaftaran dengan cara. – Kasubsi Pendaftaran

pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia adalah

4 Penelitian ini dilakukan dengan cara turun langsung ke lapangan untuk memperoleh data primer mengenai kesadaran hukum pelaku usaha terhadap pelaksanaan