• Tidak ada hasil yang ditemukan

Implementation of Snowball Throwing Cooperative Learning to Enhance Learning Outcomes in Automotive Technology

N/A
N/A
Erma Nirmalasari

Academic year: 2024

Membagikan "Implementation of Snowball Throwing Cooperative Learning to Enhance Learning Outcomes in Automotive Technology"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

ii

IMPLEMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS X

TSM A PADA MATA PELAJARAN TEKNOLOGI DASAR OTOMOTIF DI SMK MUHAMMADIYAH PAKEM

Oleh Aji Wicaksono NIM. 12504244037

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing di kelas X TSM A pada mata pelajaran teknologi dasar otomotif di SMK Muhammadiyah Pakem.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian tindakan kelas (classroom action research). Subyek penelitian yang digunakan adalah siswa kelas X TSM A tahun ajaran 2018/2019 yang berjumlah 30 siswa. Penelitian dilaksanakan dalam dua siklus dan setiap siklus terdiri dari 4 tahapan yaitu tahap perencanaan, tahap tindakan, tahap pengamatan, dan tahap refleksi. Teknik pengumpulan data menggunakan tes hasil belajar siswa dengan bentuk tes objektif pilihan ganda.

Metode yang digunakan untuk analisis data yaitu dengan metode analisis kuantitatif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa hasil belajar siswa kelas X TSM A pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif dapat ditingkatkan melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Kriteria keberhasilan dalam penelitian ini yaitu 75% siswa dapat mencapai nilai ketuntasan belajar minimal (KBM) 75. Peningkatan hasil belajar dibuktikan dengan meningkatnya presentase ketuntasan hasil belajar pada tiap siklus, yaitu presentase pada pra siklus sebesar 54,83%, siklus I sebesar 70% dan siklus II sebesar 86,66%.

Kata kunci : Snowball Throwing, hasil belajar.

(2)

iii

THE IMPLEMENTATION OF THE COOPERATIVE LEARNING OF THE SNOWBALL THROWING TYPE TO IMPROVE THE LEARNING OUTCOMES

OF THE STUDENTS OF GRADE X OF TSM A IN THE BASIC AUTOMOTIVE TECHNOLOGY SUBJECT AT SMK MUHAMMADIYAH PAKEM

Aji Wicaksono NIM 12504244037

ABSTRACT

This study aimed to improve students’ learning outcomes through the implementation of the cooperative learning of the Snowball Throwing type in Grade X of TSM A in the basic automotive technology subject at SMK Muhammadiyah Pakem.

This was a classroom action research study. The research subjects were the students of Grade X of TSM A in the 2018/2019 academic year with a total of 30 students. The study was conducted in two cycles and each cycle consisted of four stages, namely planning, action, observation, and reflection. The data were collected using a learning outcome test in the form of an objective multiple choice test. The data were analyzed by the quantitative analysis method.

The results of the study showed that the learning outcomes of the students of Grade X of TSM A in the Basic Automotive Technology subject could be improved through the implementation of the cooperative learning of the Snowball Throwing type. The criterion for the success in this study was that 75%

of the students were able to achieve a minimum learning mastery score of 75.

The improvement of the learning outcomes was indicated by the improvement in the percentage of the learning outcome mastery in each cycle; in the pre-cycle it was 54.83%, in Cycle I it was 70%, and in Cycle II it was 86.66%.

Keywords: Snowball Throwing, learning outcomes.

(3)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan dipandang sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berkualitas guna mendukung terciptanya tujuan pembangunan nasional, karena melalui pendidikan manusia mendapatkan pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai dan sikap. Sehingga dapat berpikir lebih sistematis, lebih rasional dan lebih kritis terhadap segala permasalahan yang dihadapi.

Undang-undang nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan masyarakat, bangsa dan negara.

Dari definisi pendidikan di atas dapat dikatakan pendidikan sangatlah penting untuk manusia dengan berpusat pada tujuan pendidikan nasional dan lembaga-lembaga pendidikan merumuskan pembelajaran sebagai wujud dari kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Lembaga pendidikan tersebut terdiri dari lembaga pendidikan formal, lembaga pendidikan informal, dan lembaga pendidikan non formal. Untuk meningkatkan Sumber Daya Manusia (SDM), pendidikan formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada umumnya. Jalur pendidikan memiliki jenjang tesendiri

(4)

2

dengan tahapan dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tingkat tinggi.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) adalah pendidikan tingkat menengah yang setara dengan Sekolah Menengah Atas (SMA). Pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem Pendidikan Nasional untuk menyiapkan lulusan guna memasuki dunia kerja dengan berbekal ilmu pengetahuan serta keahlian yang diperoleh demi kemajuan dirinya sendiri, masyarakat, serta bangsa dan negara. Dengan demikian siswa SMK pada dasarnya diharapkan untuk mampu menjadi cadangan sumber daya manusia yang unggul, berdaya saing tinggi, memiliki produktifitas yang tinggi, kreatif, inovatif serta siap untuk menghasilkan produk yang unggul dan berkualitas tinggi.

Permasalahan yang biasa muncul di akhir proses pembelajaran adalah hasil belajar. Guru perlu mengetahui masukan dan proses yang baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal. Masukan yang dimaksud diantaranya yaitu kesiapan untuk mengikuti pembelajaran yang akan berlangsung, sedangkan proses pembelajaran adalah interaksi yang terjadi ketika pembelajaran berlangsung. Interaksi tersebut diantaranya memperhatikan penjelasan dari guru, bertanya jika materi yang disampaikan sulit dipahami, menjawab pertanyaan dan menanggapi jawaban dan mengerjakan tugas.

Guru dan siswa merupakan komponen vital dalam pembelajaran, karena mereka saling terkait satu sama lain dengan tugas dan peranan yang berbeda, guru bertugas memberikan pengetahuan dan siswa menerimanya.

(5)

3

Mereka juga berperan penting dalam mensukseskan proses pembelajaran yang sedang dijalankan. Dalam proses pembelajaran guru tidak hanya berperan sebagai fasilitator tetapi pemberi arah, konsultan, dan sekaligus teman siswa. Dalam pembelajaran yang aktif siswa dituntut untuk berlatih, berpikir, dan terampil. Siswa juga harus berpartisipasi dalam proses pembelajaran dengan melibatkan diri dalam kegiatan sehingga secara fisik mereka merupakan bagian dari proses pembelajaran tersebut.

Penggunaan metode pembelajaran yang monoton tanpa ada inovasi metode pembelajaran akan menimbulkan rasa bosan pada diri siswa sehingga akan menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang berperan dalam keberhasilan proses belajar mengajar. Pemilihan metode hendaknya disesuaikan dengan kompetensi dari mata pelajaran yang ada. Ketepatan metode pembelajaran yang diterapkan dalam proses pembelajaran diharapkan mampu menarik perhatian siswa.

Aktivitas belajar siswa merupakan aktivitas yang bersifat fisik dan mental. Aktivitas belajar yang dilakukan oleh siswa berpengaruh pada output proses pembelajaran. Keterlibatan siswa ditunjukan melalui partisipasi pada saat proses belajar mengajar. Hal tersebut bertolak belakang dengan fakta yang terjadi pada saat dilakukan observasi di SMK Muhammadiyah Pakem.

Pada saat pembelajaran berlangsung siswa cenderung bersikap pasif.

Banyak siswa yang tidak mau bertanya kepada guru meskipun mereka sebenarnya belum mengerti tentang materi yang disampaikan. Tetapi ketika guru bertanya bagian mana yang belum bisa dipahami siswa hanya diam,

(6)

4

setelah guru memberi tugas barulah guru mengetahui bagian mana yang belum dipahami siswanya.

Kedisiplinan siswa memiliki peranan yang besar dalam pembelajaran di sekolah. Dengan sikap disiplin yang teratur dan sesuai peraturan yang ditetapkan di sekolah, maka siswa dapat belajar dengan baik. Oleh karenanya, apabila sikap tidak disiplin dilakukan oleh siswa, maka dapat berpengaruh pada proses belajarnya. Sehingga perhatian dari pihak sekolah terkait kedisiplinan sangat diperlukan untuk membentuk kepribadian siswa yang disiplin sikap dan disiplin waktu yang tentunya akan berdampak pada terciptanya lingkungan belajar yang sesuai dengan tujuan pendidikan di sekolah.

Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara di SMK Muhammadiyah Pakem mengenai pembelajaran Teknologi Dasar Otomotif di kelas X TSM A diketahui bahwa pada mata pelajaran tersebut metode pembelajaran yang diterapkan belum dapat menjadikan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Penggunaan model pembelajaran yang monoton tanpa ada inovasi metode pembelajaran menyebabkan siswa kurang memperhatikan materi yang sedang disampaikan, bahkan terdapat 5 sampai 6 siswa yang bermain handphone. Pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif kelas X TSM A hanya ada beberapa siswa yang nampak memperhatikan dalam proses pembelajaran dan berdasarkan hasil nilai ulangan harian di kelas X TSM A dari 31 siswa masih terdapat 14 siswa yang belum mencapai Ketuntasan Belajar Minimal (KBM) 75.

(7)

5

Pada saat guru menyampaikan materi di papan tulis, guru kurang memperhatikan siswa yang ada di kelas. Hal demikian akan menyebabkan suasana belajar menjadi membosankan dan siswa cenderung memilih untuk tidak memperhatikan materi yang sedang disampaikan. Dalam proses pembelajaran di kelas X TSM A guru belum pernah menerapkan model pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran dengan nuansa kebersamaan, diarahkan oleh guru dan difokuskan pada kelompok yang terdiri atas 4-6 siswa di dalamnya agar mereka bisa saling bekerja sama untuk memaksimalkan belajar.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka dapat diidentifikasikan masalah sebagai berikut :

1. Metode pembelajaran yang diterapkan belum dapat menjadikan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran. Metode pembelajaran merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan pada proses pembelajaran, pemilihan metode yang tepat akan berdampak pada pencapaian tujuan belajar. Metode pembelajaran yang monoton tanpa ada inovasi metode pembelajaran akan menimbulkan rasa bosan pada diri siswa sehingga akan menghambat tercapainya tujuan pembelajaran. Hal ini menimbukan pertanyaan seberapa besar pengaruh metode pembelajaran terhadap hasil belajar siswa di sekolah.

(8)

6

2. Pada saat pembelajaran berlangsung siswa cenderung bersikap pasif.

Banyak siswa yang tidak mau bertanya kepada guru meskipun mereka sebenarnya belum mengerti tentang materi yang disampaikan. Tetapi ketika guru bertanya bagian mana yang belum bisa dipahami siswa hanya diam, setelah guru memberi tugas barulah guru mengetahui bagian mana yang belum dipahami siswanya.

3. Sikap disiplin siswa saat proses pembelajaran masih belum sesuai dengan peraturan yang berlaku, terdapat 5 sampai 6 siswa yang mengoperasikan handphone saat proses pembelajaran berlangsung.

4. Model pembelajaran kooperatif khususnya Snowball Throwing belum pernah diterapkan dalam proses pembelajaran pada kelas X TSM A di SMK Muhammadiyah Pakem.

5. Hasil nilai ulangan harian pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif di kelas X TSM A dari 31 siswa masih terdapat 14 siswa yang belum mencapai Ketuntasan Belajar Minimal (KBM) yaitu 75.

C. Batasan Masalah

Ada beberapa faktor yang berpengaruh terhadap hasil belajar siswa yaitu metode pembelajaran, faktor aktivitas siswa, dan faktor kedisiplinan.

Metode pembelajaran yang monoton tanpa ada inovasi metode pembelajaran akan menimbulkan rasa bosan pada diri siswa sehingga siswa cenderung memilih untuk tidak memperhatikan materi yang disampaikan.

Untuk menghindari luasnya permasalahan pada penelitian, maka peneliti membatasi masalah pada penelitian ini yang difokuskan pada peningkatan

(9)

7

hasil belajar pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif siswa kelas X TSM A di SMK Muhammadiyah Pakem Tahun Ajaran 2018/2019 dengan mengunakan model pembelajaran kooperatif Snowball Throwing.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut, “Apakah hasil belajar siswa kelas X TSM A pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif di SMK Muhammadiyah Pakem dapat ditingkatkan melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing ? ”.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan hasil belajar siswa melalui implementasi pembelajaran kooperatif Snowball Throwing di kelas X TSM A pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif di SMK Muhammadiyah Pakem.

F. Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, maka hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis penelitian ini merupakan laporan hasil penelitian yang berguna sebagai referensi atau informasi tentang penggunaan model pembelajaran Snowball Throwing di sekolah menengah kejuruan (SMK).

(10)

8 2. Manfaat praktis

a. Bagi SMK, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka perbaikan pendekatan belajar di dalam kelas untuk meningkatkan hasil belajar siswa.

b. Bagi guru, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan dalam rangka perbaikan model pembelajaran di dalam kelas.

c. Bagi peneliti, untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian tindakan kelas.

(11)

9 BAB II KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori 1. Pembelajaran

a. Pengertian Pembelajaran

Pembelajaran merupakan iteraksi antara guru dan siswa secara langsung maupun tidak langsung. Interaksi secara langsung yang terjadi antara guru dengan siswa yaitu kegiatan tatap muka dalam kelas ketika guru memberikan materi saat kegiatan belajar mengajar. Sedangkan, interaksi tidak langsung antara guru dengan siswa dapat digunakan dengan menggunakan perantara media pembelajaran online ketika guru tidak dapat melakukan tatap muka. Dalam pembelajaran siswa dituntut berperan secara aktif, apabila siswa turut berperan serta dalam pembelajaran dengan ditunjang guru yang professional, hal ini akan berdampak pada tercapainya tujuan pembelajaran.

Pengertian pembelajaran menurut pasal 1 Ayat 20 UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional adalah interaksi di dalam kelas yang terjadi antara peserta didik dengan pendidik serta sumber belajar di dalam lingkungan belajarnya. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2009) menyatakan bahwa pembelajaran adalah proses yang diselenggarakan oleh guru untuk membelajarkan siswa dalam belajar bagaimana belajar memperoleh dan memproses pengetahuan, keterampilan, dan sikap.

Sedangkan menurut Agus Suprijono (2013) secara leksikal pembelajaran

(12)

10

memiliki arti proses, cara, dan perbuatan mempelajari, yang mana siswa menjadi subyek belajar sebagai peran utama.

Dari pengertian para ahli di atas, dapat dirangkum bahwa pembelajaran adalah upaya interaksi guru dengan siswa dengan tujuan menyampaikan ilmu kepada siswa yang merupakan subyek sebagai peran utama untuk memperoleh pengetahuan, ketrampilan dan sikap.

b. Pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan

Pendidikan kejuruan merupakan bagian dari sistem Pendidikan Nasional untuk menyiapkan lulusan guna memasuki dunia kerja dengan berbekal ilmu pengetahuan serta keahlian yang diperoleh demi kemajuan dirinya sendiri, masyarakat, serta bangsa dan negara. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 menyatakan bahwa pendidikan kejuruan adalah pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekerja dalam bidang tertentu. Karakteristik dari pendidikan kejuruan menurut Wardiman Djojonegoro (1998: 37) di antaranya pendidikan kejuruan mempersiapkan peserta didiknya siap kerja; pendidikan kejuruan menekankan penguasaan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai di dunia kerja; hubungan pendidikan kejuruan dengan dunia kerja sangat erat;

pendidikan kejuruan memerlukan fasilitas mutakhir untuk praktikum;

pendidikan kejuruan akan efisien jika metode pengajaraan yang digunakan dan hubungan pribadi dengan peserta didik mempertimbangkan sifat-sifat peserta didik tersebut.

(13)

11

Menurut Rau, et.al (2006) kurikulum yang ideal untuk pendidikan kejuruan harus memiliki fitur dan didukung dengan langkah sebagai berikut:

1) Struktur kurikulum yang fleksibel.

2) Bahan ajar yang menarik.

3) Pengajaran yang bervariasi.

4) Mekanisme penilaian berbasis kompetensi.

5) Kemudahan akses untuk program pelatihan guru.

Lebih lanjut Surya Dharma, et.al (2013) menjelaskan bahwa proses pembelajaran pada pendidikan kejuruan sejatinya harus diarahkan pada pemberian pengalaman belajar (learning experience) yang bermakna.

Melalui proses tersebut diharapkan dapat dihasilkan lulusan yang kompeten dan tidak sekedar berorientasi terhadap seberapa tinggi penghasilan yang diperoleh nantinya. Menurut Cedefop (2011) pembelajaran pada pendidikan kejuruan yang terbukti memberikan pengalaman belajar kepada peserta didik setelah mereka kembali ke masyarakat adalah pembelajaran yang terkait dengan:

1) Isi dari pembelajaran.

2) Dampak pada keterampilan dan kompetensi.

3) Hubungan dengan individu yang lain.

4) Pengakuan atas prestasi peserta didik.

5) Potensi untuk kemajuan pendidikan.

6) Potensi untuk sukses di pasar tenaga kerja.

Dengan demikian siswa SMK pada dasarnya diharapkan untuk mampu menjadi cadangan sumber daya manusia yang unggul, berdaya

(14)

12

saing tinggi, memiliki produktifitas yang tinggi, kreatif, inovatif serta siap untuk menghasilkan produk yang unggul dan berkualitas tinggi. Hal ini tentu tidak terpisahkan dengan adanya fitur pendukung diantaranya isi pembelajaran yang terkait dengan pencapaian keterampilan dan kompetensi.

Dan kompetensi yang dicapai senantiasa melibatkan individu lain dalam satu satuan pembelajaran. Dalam pembelajaran di Sekolah Menengah Kejuruan, situasi dan kondisi pembelajaran seharusnya dilakukan dengan metode yang mengedepankan kerja sama antar individu dalam rangka mewujudkan pencapaian akhir dalam suatu pembelajaran.

c. Model Pembelajaran

Model pembelajaran dapat dijadikan pilihan, dengan maksud guru bebas memilih model pembelajaran yang sesuai, efektif dan efisien untuk mencapai target yang ditentukan. Model pembelajaran juga berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para pendidik dalam merancang proses belajar.

Model pembelajaran merupakan suatu pendekatan yang digunakan oleh guru dalam melaksanakan kegiatan pengajaran. Menurut Rusman (2014) model pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang dikerjakan oleh guru dan siswa untuk mencapai tujuan pembelajaran yang efektif dan efisien atau pola umum perilaku pembelajaran untuk mencapai tujuan pembelajaran. Sedangkan menurut Agus Suprijono (2012) model pembelajaran adalah landasan praktik pembelajaran yang merupakan hasil penurunan teorin psikologi pendidikan dan teori belajar yang disusun

(15)

13

berdasarkan analisis yang diterapkan pada kurikulum atau model pembelajaran juga dapat diartikan sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberikan petunjuk kepada guru di dalam kelas.

Adapun macam-macam pembelajaran menurut Agus Suprijono (2009) dapat dikategorikan menjadi empat, yaitu: pembelajaran langsung, pembelajaran kontekstual, pembelajaran kooperatif, dan problem base solving. Dari berbagai macam model pembelajaran salah satunya adalah model pembelajaran kooperatif yang akan dibahas lebih rinci pada penelitian ini dimana keterlibatan siswa dalam aspek kognitif, afektif menjadi refleksi dalam penentuan hasil belajar siswa, sehingga dengan model pembelajaran ini mengantarkan siswa kearah pembelajaran yang lebih mengutamakan kerjasama dalam memahami materi yang diberikan.

Dari pemaparan diatas dapat diartikan bahwa model pembelajaran adalah bagaimana pola guru melaksanakan proses pengajaran melalui tahapan-tahapan tertentu sehingga siswa dapat mengikuti proses belajar secara sistematis. Dari berbagai macam model pembelajaran yang telah disebutkan salah satunya adalah pembelajaran kooperatif.

d. Pembelajaran Kooperatif

1) Pengertian Pembelajaran Kooperatif

Perkembangan model pembelajaran dari waktu ke waktu ke waktu terus mengalami perubahan. Model-model pembelajaran tradisional kini mulai ditinggalkan dan berganti dengan model

(16)

14

pembelajaran yang lebih modern. Sejalan dengan pendekatan konstruktivisme dalam pembelajaran, salah satu model pembelajaran yang kini banyak mendapat respon adalah model pembelajaran kooperatif. Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpartisipasi, bekerja sama dan saling membantu dengan teman.

Cooperarive learning berasal dari kata cooperative yang berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lain (antar siswa) sebagai satu kelompok. Menurut Panitz dalam Suprijono (2009), pembelajaran kooperatif merupakan sebuah konsep pembelajaran yang jauh lebih luas dan di dalamnya mencakup kerja kelompok yang dipimpin juga diarahkan oleh seorang guru. Guru membuat tugas maupun pertanyaan dan menyediakan informasi yang dirancang untuk membantu siswa dalam menyelesaikan masalah yang dimaksud dan pada akhir pembelajaran guru biasanya melakukan evaluasi dengan mengadakan ujian/tes. Pembelajaran kooperatif menurut Anita Lie (dalam Nunuk dan Leo Agung, 2012) merupakan pendekatan pembelajaran yang difokuskan pada penggunaan kelompok kecil yang terdiri 4-6 siswa untuk bekerja sama dan saling membantu agar lebih memaksimalkan belajar dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan. Senada dengan penjelasan Anita Lie, pendapat mengenai apa itu pembelajaran kooperatif juga disampaikan oleh Isjoni (2014: 16) yaitu “Belajar kooperatif adalah pemanfaatan kelompok kecil untuk

(17)

15

memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota lainnya dalam kelompok itu. Prosedur cooperative learning didesain untuk mengaktifkan siswa melalui inkuiri dan diskusi dalam kelompok kecil yang terdiri atas 4-6 orang”. Pendapat lain diungkapkan oleh Johnson &

Johnson (dalam Isjoni, 2014) bahwa cooperative learning adalah kegiatan mengelompokkan siswa yang ada di dalam kelas ke dalam kelompok-kelompok kecil agar siswa tersebut dapat saling bekerja sama sesuai dengan masing-masing kemampuan yang dimiliki dan saling mempelajari antara satu dengan yang lain di kelompok tersebut.

Sedangkan Djajadisastra (dalam Isjoni, 2014) berpendapat bahwa pembelajaran kooperatif adalah metode mengajar dimana siswa dibagi dan dikelompokkan ke dalam kelompok-kelompok saat menerima materi dari guru maupun mengerjakan soal dan tugas yang diberikan oleh guru.

Berdasarkan pemaparan pendapat para ahli mengenai pembelajaran kooperatif, dapat dirangkum bahwa pembelajaran kooperatif adalah konsep pembelajaran dengan nuansa kebersamaan yang diibentuk, diarahkan oleh guru dan difokuskan pada kelompok yang terdiri atas 4-6 siswa di dalamnya agar mereka bisa saling bekerja sama untuk memaksimalkan belajar, menerima materi dari guru dan mengerjakan tugas maupun soal yang diberikan agar tujuan pembelajaran dapat tercapai.

(18)

16 2) Tujuan Pembelajaran Kooperatif

Pada pembelajaran kooperatif sangat mengutamakan kerjasama antar anggota kelompok, bukan hanya mementingkan kepentingan individu karena pembelajaran kooperatif ini akan lebih produktif daripada yang bersifat kompetitif dan individualis. Tujuan dari pembelajaran kooperatif menurut Trianto (2010) adalah pembelajaran kooperatif disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi dan memfasilitasi siswa dengan pengalaman kepemimpinan dan membuat keputusan dalam kelompok. Sedangkan menurut Isjoni (2014) tujuan daripada pembelajaran kooperatif adalah agar peserta didik dapat belajar secara berkelompok bersama dengaan teman sebayanya dengan cara saling menghargai pendapat dan memberikan kesempatan kepada orang lain untuk mengemukakan pendapat. Menurut Louisell dan Descamps (dalam Trianto, 2010), “Karena siswa bekerja dalam suatu team, maka dengan sendirinya dapat memperbaiki hubungan diantara para siswa dari berbagai latar belakang etnis dan kemampuan, mengembangkan ketrampilan-ketrampilan proses kelompok dan pemecahan masalah”. Model pembelajaran kooperatif juga dikembangkan untuk mencapai tujuan dari pembelajaran seperti yang dirangkum oleh Ibrahim, et.al (dalam Isjoni, 2014: 27-28) antara lain:

a) Hasil belajar akademik

Dalam cooperative learning meskipun mencakup beragam tujuan sosial, juga memperbaiki prestasi siswa atau tugas- tugas akademis penting lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan kooperatif telah meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan

(19)

17

perubahan norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

Di samping mengubah norma yang berhubungan dengan hasil belajar, cooperative learning dapat memberi keuntungan , baik pada siswa kelompok bawah maupun kelompok atas yang bekerja bersama menyelesaikan tugas- tugas akademik.

b) Penerimaan terhadap perbedaan individu

Tujuan lain model cooperative learning adalah penerimaan secara luas dari orang-orang yang berbeda berdasarkan ras, budaya, kelas sosial, kemampuan dan ketidakmampuannya.

Pembelajaran kooperatif memberi peluang bagi siswa dari berbagai latar belakang dan kondisi untuk bekerja dengan saling bergantung pada tugas-tugas akademik melalui struktur penghargaan kooperatif akan belajar saling menghargai satu sama lain.

c) Pengembangan keterampilan social

Tujuan penting ketiga cooperative learning adalah mengajarkan kepada siswa ketrampilan bekerja sama dan kolaborasi. Ketrampilan-ketrampilan sosisal penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak muda masih kurang dalam ketrampilan sosial.

Berdasarkan pemaparan dari para ahli mengenai tujuan pembelajaran kooperatif dapat dirangkum bahwa tujuan pembelajaran kooperatif adalah (1) Mencapai prestasi/hasil belajar akademik dari setiap siswa dalam anggota kelompok; (2) Penerimaan terhadap perbedaan individu baik ras, budaya, latar belakang maupun kelas sosial; dan (3) Mengembangkan ketrampilan-ketrampilan sosial pada siswa.

3) Ciri-ciri Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri atau karakteristik tertentu. Dengan ciri-ciri tersebut pembelajaran kooperatif tidak bisa disamakan dengan belaajar secara berkelompok, karena belajar secara berkelompok siswa cenderung lebih mengatur peranya sendiri, guru

(20)

18

juga tidak memonitor keaktifan siswanya. Maka dari itu belajar kelompok tidak dapat disamakan dengan belajar secara kooperatif yang lebih menekankan kinerja siswa secara bersama untuk mencapai sebuah tujuan dan dibentuk berdasarkan prosedur yang ditentukan. Menurut Isjoni (2014), disebutkan beberapa ciri-ciri pembelajaran kooperatif antara lain sebagai berikut:

a) Tiap-tiap anggota di dalam kelompok memiliki peran tersendiri.

b) Adanya interaksi secara langsung antara siswa dalam kelompok maupun dengan kelompok lain.

c) Setiap anggota kelompok memiliki tanggung jawab mengenai materi belajar dan anggota-anggota dalam kelompoknya.

d) Guru ikut andil dalam menumbuhkan keterampilan interpersonal kelompok.

e) Interaksi antara guru dengan kelompok hanya boleh dilakukan apabila ada keperluan saja.

4) Macam-macam Pembelajaran Kooperatif

Pemahaman model pembelajaran penting bagi guru untuk melaksanakan pembelajaran secara efektif demi mencapai keberhasilan dalam pembelajaran. Dalam implementasinya, model pembelajaran yang digunakan harus sesuai ddengan kebutuhan siswa di lapangan karena karakteristik setiap model pembelajaran berbeda-beda.

Berbagai macam model pembelajaran dirangkum oleh Agus Suprijono (2009) antara lain:

(21)

19 a) Jigsaw

Pada model pembelajaran ini, guru membagi siswa-siswa yang ada di dalam kelas menjadi beberapa kelompok asal dengan masing- masing kelompok terdiri dari 4-5 siswa dengan 1 orang diantara mereka menjadi ketua kelompok. Setiap anggota kelompok mendapatkan materi tekstual yang berbeda dan wajib bertanggung jawab dengan materi yang telah diberikan. Setelah itu, barulah ketua kelompok keluar sebentar dan mulai berdiskusi dengan sesama ketua kelompok lainya. Selanjutnya, ketua kelompok kembali pada kelompok asal dan membagikan hasil diskusi mereka dengan sesama anggota di dalamnya.

b) Numbered Heads Together

Diawali dengan numbering atau penomoran, guru membagi siswa- siswa yang ada di dalam kelas menjadi 4-6 kelompok dan setiap siswa di dalam kelompok tersebut diberi nomor 1-5. Setelah selesai pada sesi numbering, guru memberikan pertanyaan yang wajib dijawab oleh setiap kelompok. Berikan waktu kepada setiap kelompok untuk mendiskusikan jawaban dari pertanyaan yang diberikan. Disinilah akan terjadi tahap heads together karena tiap- tiap kelompok akan berkumpul dan menyatukan kepala mereka dalam mencari jawaban pertanyaan. Selanjutnya, guru memanggil peserta didik dengan nomor yang sama dari tiap kelompok untuk menjawab pertanyaan secara bergiliran.

(22)

20

c) Two Stay Two Stray (Dua Tinggal Dua Tamu)

Guru membentuk kelompok yang berisikan 4 orang di dalamnya dan memberikan materi untuk berdiskusi. Setelah berdiskusi, 2 orang dalam kelompok meninggalkan kelompoknya untuk bertamu pada kelompok lain dan dua orang sisanya yang tidak menjadi tamu berkewajiban menerima tau dar kelompok lain dan menyajikan hasil kerja mereka kepada tamunya. Setelah kembali ke kelompok asal, siswa yang bertugas sebagai penerima tamu maupun siswa yang bertugas sebagai tamu membahas hasil yang telah didapat.

d) Talking Stick

Pembelajaran ini diawali dengan penjelasan dari guru mengenai materi yang akan dipelajari. Selanjutnya, siswa diberi waktu untuk membaca dan mempelajari materi tersebut. Setelah waktu habis, siswa menutup buku kemudian guru mengambil tongkat yang telah disiapkan dan diberikan kepada siswa. Tongkat harus bergulir dari tangan satu siswa ke siswa lain dengan diiringi musik. Siswa yang terakhir mendapat tongkat terebut wajib menjawab pertanyaan yang diberikan oleh guru.

5) Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif memiliki keunggulan yang tidak didapatkan pada pembelajaran non-kooperatif. Karena memiliki keunggulan/kelebihan inilah pembelajaran kooperatif lebih banyak dipilih guru untuk diterapkan pada beberapa kegiatan belajar mengajar. Nunuk

(23)

21

dan Leo Agung (2012) menyebutkan ada beberapa kelebihan/manfaat dari pembelajaran kooperatif antara lain:

a) Meningkatkan kemampuan untuk bekerja sama dan bersosialisasi.

b) Mampu melatih kepekaan dan rasa empati dalam diri siswa.

c) Lebih menumbuhkan rasa percaya diri.

d) Meningkatkan motivasi dalam belajar, harga diri dan perilaku positif siswa sehingga mereka belajar untuk saling menghargai antara satu dengan yang lain.

e) Mampu meningkatkan prestasi belajar lewat penaikan hasil akademik sehingga siswa dapat saling membantu dalam memahami materi-materi yang sulit.

Apabila terdapat kelebihan, pasti terdapat kekurangan.

Pembelajaran kooperatif memang dinilai lebih unggul dari pembelajaran yang lain, namun di sisi lain pembelajaran kooperatif juga memiliki kekurangan atau keterbatasan, seperti yang dirangkum oleh Wina Sanjaya (2009: 249-250) diantaranya:

a) Untuk memahami dan mengerti filosofis strategi pembelajaran kooperatif memang butuh waktu. Sangat tidak rasional kalau kita mengharapkan secara otomatis siswa dapat mengerti dan memahami filosofis cooperative learning.

Untuk siswa yang dianggap memiliki kelebihan, contohnya, mereka akan merasa terlambat oleh siswa yang dianggap kurang memiliki kemampuan. Akibatnya, keadaan semacam ini dapat mengganggu iklim kerja sama dalam kelompok.

b) Ciri utama dari strategi pembelajaran kooperatif adalah bahwa siswa saling membelajarkan. Oleh karena itu, jika tanpa peer teaching yang efektif, maka dibandingkan dengan pengajaran langsung dari guru, bisaa terjadi cara belajar yang demikian apa yang seharusnya dipelajari dan dipahami tidak pernah dicapai oleh siswa.

c) Penilaian yang diberikan dalam strategi pembelajaran kooperatif didasarkan pada hasil kerja kelompok. Namun

(24)

22

demikian, guru perlu menyadari, bahwa sebenarnya hasil atau prestasi yang diharapkan adalah prestasi setiap individu siswa.

d) Keberhasilan strategi pembelajaran kooperatif dalam upaya mengembangkan kesadaran berkelompok memerlukan periode waktu yang cukup panjang. Dan hal ini tidak mungkin dapat tercapai hanya dengan satu kali atau sekali- sekali penerapan strategi ini.

e) Walaupun kemampuan bekerja sama merupakan kemampuan yang sangat penting untuk siswa, akan tetapi banyak aktivitas dalam kehidupan yang hanya didasarkan kepada kemampuan secara individual. Oleh karena itu idealnya melalui strategi pembelajaran kooperatif selain membangun siswa bekerja sama, siswa juga harus belajar bagaimana membangun kepercayaan diri. Untuk mencapai kedua hal itu dalam strategi pembelajaran kooperatif memang bukan pekerjaan yang mudah.

2. Pembelajaran Snowball Throwing

a. Pengertian Pembelajaran Snowball Throwing

Snowball secara bahasa berarti bola salju, sedangkan Throwing artinya melempar. Snowball Throwing secara keseluruhan dapat diartikan melempar bola salju. Dalam pembelajaran Snowball Throwing, bola salju merupakan kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa kemudian dilempar kepada anggota kelompok lain untuk dijawab.

Menurut Kokom Komalasari (2013), Snowball Throwing adalah model pembelajaran yang menggali potensi siswa baik secara individu maupun kelompok dengan dibekali keterampilan membuat dan menjawab pertanyaan yang dikemas dalam permainan melempar bola salju. Pendapat lain juga diungkapkan oleh Hasan (dalam Fathurrohman, 2015), Snowball Throwing adalah model pembelajaran yang melatih siswa untuk lebih tanggap menerima pesan dari orang lain lalu pesan tersebut disampaikan kepada

(25)

23

orang lain melalui lemparan kertas yang berisi pertanyaan dan siapapun yang menerima kertas tersebut harus menjawabnya. Sedangkan menurut Jumanta Hamdayama (2015), Snowball Throwing merupakan suatu model pembelajaran kelompok, yang nantinya masing-masing anggota kelompok membuat sebuah pertanyaan pada selembar kertas dan membentuknya menjadi seperti bola, kemudian bola tersebut dilemparkan ke siswa anggota kelompok lain selama durasi waktu yang ditentukan, yang kemudian siswa yang mendapatkan bola tersebut diwajibkan menjawab pertanyaan.

Berdasarkan pendapat yang telah diungkapkan oleh para ahli seperti di atas, maka dapat dirangkum bahwa Snowball Throwing merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang diadaptasi dari permainan melempar bola salju, maksud dari melempar bola salju yaitu saling melempar bola kertas yang berisi pertanyaan yang dibuat oleh siswa dan ditujukan kepada siswa di kelompok lain untuk kemudian dijawab sehingga lewat kegiatan ini siswa mampu lebih tanggap dalam menerima dan menyampaikan pesan dari orang lain.

b. Langkah-langkah Pembelajaran Snowball Throwing

Setiap model pembelajaran memiliki langkah yang berbeda. Dalam implementasi Snowball Throwing, guru perlu memahami dan mengetahui langkah-langkah dari model pembelajaran tersebut. Menurut Kokom Komalasari (2013), langkah-langkah pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing yaitu :

1) Guru menyampaikan materi yang akan disajikan.

(26)

24

2) Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil masing-masing ketua kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

3) Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya masing- masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru kepada temannya.

4) Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja, untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

5) Kemudian kertas yang berisi pertanyaan tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa ke siswa yang lain selama ± 15 menit.

6) Setelah siswa mendapatkan satu bola yang berisi pertanyaan lalu diberikan kesempatan kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas berbentuk bola tersebut secara bergantian.

7) Evaluasi.

8) Penutup.

c. Kelebihan dan Kekurangan Pembelajaran Snowball Throwing Setiap model pembelajaran pasti memiliki kelebihan maupun kekurangan. Berikut ini beberapa kelebihan model pembelajaran Snowball Throwing menurut Jumanta Hamdayama (2015), yaitu:

1) Suasana pembelajaran menjadi lebih menyenangkan karena siswa seperti bermain dengan melempar bola kertas kepada siswa lain.

(27)

25

2) Siswa mendapat kesempatan untuk mengembangkan kemampuan berpikir karena diberi kesempatan untuk membuat dan menjawab pertanyaan.

3) Membuat siswa siap dengan berbagai kemungkinan karena siswa tidak tahu soal yang dibuat temannya seperti apa.

4) Siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

5) Aspek kognitif, afektif, dan psikomotor dapat tercapai.

Adapun kekurangan dari model pembelajaran Snowball Throwing yaitu:

1) Sangat bergantung pada kemampuan siswa dalam memahami materi sehingga apa yang dikuasai siswa hanya sedikit.

2) Ketua kelompok yang tidak mampu menjelaskan dengan baik tentu akan menjadi penghambat bagi anggota lain untuk memahami materi yang diberikan oleh guru.

3) tidak ada kuis individu maupun penghargaan kelompok sehingga siswa saat berkelompok kurang termotivasi untuk bekerja sama tapi tidak menutup kemungkinan bagi guru untuk menambahkan kuis individu maupun penghargaan kelompok.

4) Memerlukan waktu yang panjang.

5) Murid yang nakal cenderung untuk berbuat gaduh/onar.

(28)

26 3. Hasil Belajar

a. Pengertian Belajar

Menurut Nana Sudjana (2005) belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Belajar adalah proses yang aktif, karena dengan keaktifan tersebut dapat berubah tingkah laku dan pola pikir manusia. Sedangkan menurut Oemar Hamalik (2005) belajar adalah suatu proses, belajar bukan suatu tujuan tetapi merupakan suatu proses untuk mencapai tujuan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi belajar, yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor yang ada pada diri individu atau siswa tersebut, sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang terdapat di luar individu. Faktor internal meliputi faktor jasmaniah dan faktor psikologis misalnya kesehatan, minat, bakat, intelegensi, motivasi dan cara belajar. Sedangkan faktor eksternal misalnya faktor keluarga atau perhatian orang tua, masyarakat, lingkungan sekitar, dan sekolah.

Menurut Cronbach dalam Suyono dan Hariyanto (2011: 126) ada tujuh unsur atau faktor utama dalam proses belajar, yaitu :

a) Tujuan. Belajar dimulai karena adanya suatu tujuan yang ingin dicapai. Tujuan ini muncul karena adanya sesuatu kebutuhan.

Perbuatan belajar atau pengalaman belajar akan efektif bila diarahkan kepada tujuan yang jelas dan bermakna bagi individu.

b) Kesiapan. Agar mampu melaksanakan perbuatan belajar dengan baik, siswa perlu memiliki kesiapan, baik kesiapan fisik, psikis, maupun kesiapan yang berupa kemantapan untuk melakukan sesuatu yang terkait dengan pengalaman belajar.

c) Situasi. Untuk melakukan kegiatan belajar dibutuhkan situasi belajar yang tepat dan layak. Situasi belajar ini adalah tempat, lingkungan sekitar, alat dan bahan yang dipelajari, guru, kepala sekolah, pegawai administrasi, dan seluruh warga sekolah yang lain.

(29)

27

d) Interprestasi. Hubungan di antara komponen-komponen situasi belajar, melihat makna dari hubungan tersebut dan menghubungkan dengan kemungkinan pencapaian tujuan.

e) Respon. Dengan berdasarkan hasil dari interprestasi tentang kemungkinan pencapaian tujuan belajar, maka sisa akan menunjukan respon. Respon tersebut dapat berupa usaha terencana dan sistematika baik berupa usaha coba-coba (trial and error).

f) Konsekuensi. Hasil positif (keberhasilan) dan hasil negatif (kegagalan) adalah yang disebut sebagai konsekuensi keberhasilan siswa.

g) Reaksi terhadap kegagalan. Kegagalan dapat menurunkan motivasi siswa, memperkecil usaha-usaha belajar, namun dengan kemauan siswa, sebuah reaksi kegagalan dapat menjadikan motivasi positif karena dengan kegagalan siswa jadi terpacu dan semangat belajar untuk memperbaiki prestasi.

Dengan pengertian belajar yang disebutkan di atas dapat disimpulkan bahwa belajar adalah suatu proses aktif yang dapat merubah tingkah laku dan pola pikir manusia. Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi belajar diantaranya adalah tujuan, kesiapan, situasi, interprestasi, respon, konsekuensi, dan reaksi terhadap kegagalan.

b. Pengertian Hasil Belajar

Menurut Agus Suprijono (2013) hasil belajar adalah sesuatu yang mencangkup kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotorik atau perubahan sebuah perilaku secara keseluruhan bukan hanya salah satu aspek potensi kemanusiaan saja. Dapat diartikan bahwa hasil belajar adalah suatu kemampuan siswa yang diperoleh selama kegiatan belajar atau proses belajar mengajar baik dari segi konsep teori atau ketrampilan yang telah diajarkan. Dengan hasil belajar siswa akan mengetahui kemampuan penguasaan materi yang telah diterimanya. Sedangkan menurut Nana

(30)

28

Sudjana (2014) hasil belajar adalah suatu kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh siswa setelah siswa tersebut menerima pengalaman belajarnya.

Dari pemaparan di atas dan beberapa pengertian tentang hasil belajar dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran dengan kemampuan-kemampuan yang diterima setelah mendapatkan materi dalam proses pembelajaran baik dari segi konsep teori atau ketrampilan yang telah diajarkan.

c. Pengukuran Hasil Belajar

Pada dasarnya hasil belajar juga memiliki cara pengukuran tersendiri untuk mengukur hasil belajar. Pengukuran hasil belajar adalah dengan cara mengadakan tes. Dengan mengadakan tes maka pendidik dapat mengukur kemampuan siswa atau hasil belajar siswa. Pengukuran tersebut tidak terlepas dari penilaian hasil belajar siswa. Penilaian terbagi menjadi dua macam, yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif. Berdasarkan pembagian jenis penilaian di atas, Nana Sudjana (2014) menjelaskan pengertian dari jenis-jenis penilaian tersebut adalah:

1) Penilaian Formatif

Penilaian yang dilaksanakan pada akhir program belajar mengajar untuk melihat tingkat keberhasilan proses belajar mengajar itu sendiri. Dengan demikian, penilaian formatif berorientasi kepada proses belajar mengajar. Dengan penilaian formatif diharapkan guru dapat memperbaiki program pengajaran dan strategi pelaksanaan.

(31)

29 2) Penilaian Sumatif

Penilaian sumatif adalah penilaian yang dilaksanakan pada akhir unit program, yaitu akhir catur wulan, akhir semester, dan akhir tahun.

Tujuanya adalah untuk melihat hasil yang dicapai oleh para siswa, yakni seberapa jauh tujuan-tujuan kurikuler dikuasai oleh para siswa.

Penilaian ini berorientasi kepada produk, bukan kepada proses.

Sedangkan menurut Suharsimi Arikunto (2013), terdapat dua bentuk tes untuk mengukur hasil belajar siswa yaitu :

1) Tes Subjektif

Tes ini berbentuk uraian atau essai yang jawaban penilaiannya dinilai dengan skor angka. Jawaban pada tes ini bersifat uraian kata. Ciri dari pertanyaan tes ini diawali dengan kata-kata. Soal yang dibuat pada tes jenis ini tidak banyak, dengan jumlah 5-10 soal dan waktu untuk mengerjakan antara 90-120 menit.

2) Tes Objektif

Tes objektif adalah tes bebentuk non essai yang cara memeriksanya dilakukan secara objektif. Tes objektif digunakan untuk menghindari masuknya unsur subjektif dari penilai, maka sistem skoringnya dapat dilakukan dengan membuat pedoman skoring terlebih dahulu.

Dari pemaparan ahli di atas, dapat dirangkum bahwa untuk mengukur hasil belajar dapat dilakukan dengan mengadakan tes yang ditinjau dari bentuk pengukuran hasil belajar yaitu tes subjektif dan tes objektif. Sedangkan untuk jenis-jenis penilaian hasil belajar dapat dilihat dari

(32)

30

jenis-jenis penilaian hasil belajar yaitu penilaian formatif dan penilaian sumatif.

d. Hasil Belajar di Sekolah Menengah Kejuruan

Hasil belajar merupakan keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran dengan kemampuan-kemampuan yang diterima setelah mendapatkan materi dalam proses pembelajaran baik dari segi konsep atau ketrampilan yang telah diajarkan. Permendikbud No. 53 Tahun 2015 menyatakan penilaian hasil belajar adalah proses pengumpulan informasi/data tentang capaian pembelajaran siswa dalam aspek sikap, pengetahuan, dan keterampilan.

1) Penilaian Sikap

Penilaian sikap merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai perilaku siswa sesuai dengan norma dan kompetensi program keahlian. Penilaian sikap dilakukan dengan menggunakan teknik observasi selama satu periode oleh guru.

Gambar 1. Skema Penilaian Sikap

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018).

(33)

31 2) Penilaian Pengetahuan

Penilaian pengetahuan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian aspek kemampuan mulai dari kemampuan mengingat, memahami, menerapkan, menganalisis dan mengevaluasi. Penilaian awali dengan penyusunan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Perencanaan metode dan teknik penilaian pengetahuan mengacu pada setiap kompetensi dasar.

Berbagai teknik penilaian dapat digunakan dalam penilaian pengetahuan sesuai dengan karakteristik masing-masing kompetensi dasar.

Gambar 2. Skema Penilaian Pengetahuan.

Sumber: Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (2018).

(34)

32 3) Penilaian Keterampilan

Penilaian keterampilan merupakan penilaian yang dilakukan untuk mengetahui kemampuan peserta didik dalam mengaplikasikan pengetahuan untuk melakukan tugas sesuai dengan indikator pencapaian kompetensi.

Gambar 3. Skema Penilaian Keterampilan.

Sumber: Kementerian Pendidikan ddan Kebudayaan (2018).

4. Mata Pelajaran Teknologi Dasar Otomotif

Mata pelajaran teknologi dasar otomotif terdiri dari KI-3 yang merupakan aspek pengetahuan dan KI-4 yang merupakan aspek keterampilan. Mata pelajaran ini berisi materi tentang dasar-dasar otomotif dan kurikulum yang digunakan yaitu kurikulum 2013. Pada penelitian ini aspek yang akan digunakan yaitu aspek pengetahuan (KI-3). Berikut ini

(35)

33

adalah deskripsi KI-3 pada mata pelajaran teknologi dasar otomotif di SMK Muhammadiyah Pakem:

Deskripsi KI :

3. Memahami, menerapkan, menganalisis, dan mengevaluasi tentang pengetahuan faktual, konseptual, operasional dasar, dan metakognitif sesuai dengan bidang dan lingkup kerja Teknik Kendaraan Ringan Otomotif. Pada tingkat teknis, spesifik, detil, dan kompleks, berkenaan dengan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya, dan humaniora dalam konteks pengembangan potensi diri sebagai bagian dari keluarga, sekolah, dunia kerja, warga masyarakat nasional, regional, dan internasional.

Tabel 1. Kompetensi Dasar dan Indikator Pencapaian Kompetensi Mata Pelajaran Teknologi Dasar Otomotif di SMK Muhammadiyah Pakem.

Kompetensi Dasar Indikator Pencapaian Kompetensi 3.1. Memahami prinsip-

prinsip Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja (K3) dan Kikien Yochi Training (KYT).

3.1.1. Mengemukakan prinsip K3 dan Kikien Yochi Training (KYT).

3.1.2. Melaksanakan prosedur K3 dan Kikien Yochi Training (KYT).

3.2. Mengklasifikasi Alat Pemadam Api Ringan (APAR)

3.2.1. Mengemukakan klasifikasi Alat Pemadam Api Ringan (APAR) 3.2.2. Mengkategorikan Alat

Pemadam Api Ringan (APAR) 3.3. Memahami prinsip-

prinsip pengendalian kontaminasi

3.3.1. Mengemukakan prinsip-prinsip pengendalian kontaminasi 3.3.2. Menyimpulkan prinsip-prinsip

pengendalian kontaminasi

(36)

34 3.4. Memahami proses mesin

konversi energi

3.4.1. Menjelaskan pengertian motor bakar

3.4.2. Menjelaskan prinsip kerja motor bakar

3.4.3. Menganalisa kejadian pada mesin konversi energi 3.5. Memahami klasifikasi

engine

3.5.1. Mengklasifikasikan mesin pembakaran dalam dan mesin pembakaran luar

3.5.2. Mengkategorikan mesin pembakaran dalam dan mesin pembakaran luar

3.6. Memahami cara kerja engine 2 dan 4 langkah

3.6.1. Menjelaskan cara kerja engine 2 dan 4 langkah

3.6.2. Membandingkan engine 2 langkah dan 4 langkah 3.7. Memahami proses dasar

pembentukan logam

3.7.1. Menjelaskan pengertian pengecoran

3.7.2. Mengklasifikasikan macam- macam proses pembentukan logam secara manual

3.7.3. Mengklasifikasikan macam- macam pembentukan logam dengan mesin

3.8. Menerapkan cara penggunaan OMM (operation maintenance manual), service manual dan part book sesuai peruntukannya

3.8.1. Menjelaskan fungsi OMM, service mnual, dan part book pada perbaikan kendaraan 3.8.2. Menentukan penggunaan

OMM, service manual, dan part book saat perbaikan kendaraan.

3.9. Memahami dasar-dasar sistem hidraulik

3.9.1. Menjelaskan prinsip kerja sistem hidraulik

3.9.2. Menjelaskan fungsi sistem hidraulik

3.9.3. Menjelaskan simbol-simbol sistem hidraulik

(37)

35 3.10. Memahami dasar-dasar

sistem pneumatik

3.10.1. Menjelaskan fungsi sistem pneumatik

3.10.2. Menjelaskan prinsip kerja kompresor

3.10.3. Menjelaskan simbol-simbol sistem pneumatik

3.11. Memahami rangkaian kelistrikan sederhana

3.11.1. Menjelaskan besaran lisrik 3.11.2. Menjelaskan hukum Ohm dan

Kirchof

3.11.3. Menjelaskan kaidah flaming 3.11.4. Memahami pengukuran

tegangan, tahanan, dan arus listrik

3.11.5. Menjelaskan macam-macam rangkaian listrik

3.12. Memahami dasar-dasar elektronika sederhana

3.12.1. Menjelaskan komponen dasar elektronika

3.12.2. Menjelaskan spesifikasi komponen dasar elektronika 3.12.3. Menjelaskan fungsi komponen

elektronika

3.12.4. Menjelaskan cara kerja komponen elektronika 3.13. Memahami dasar-dasar

control

3.13.1. Menjelaskan dasar-dasar kontrol

3.13.2. Menggambarkan rangkaian kontrol sederhana

3.14. Memahami dasar-dasar sensor

3.14.1. Menjelaskan dasar-dasar sensor

3.14.2. Menerapkan sensor-sensor pada rangkaian kelistrikan sederhana

3.14.3. Menjelaskan cara kerja sensor 3.15. Mengevaluasi kerja

baterai

3.15.1. Menjelaskan cara kerja baterai 3.15.2. Menjelaskan pengisian baterai 3.15.3. Menyimpulkan hasil

pengukuran berat jenis dan tegangan baterai

(38)

36 B. Penelitian yang Relevan

Beberapa hasil penelitian yang relevan dengan penelitian ini diuraikan sebagai berikut:

1. Penelitian yang dilakukan oleh Neti Evandri (2013) Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul “Upaya Meningkatkan Prestasi Belajar IPS Menggunakan Model Pembelajaran Snowball Throwing pada Siswa Kelas V SD Negeri Ngebel Kasihan Bantul” Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa prestasi belajar IPS kelas V SDN Ngebel mengalami peningkatan dengan diterapkannya model pembelajaran Snowball Throwing. Peneliti menggunakan dua siklus pada penelitian ini. Sebelum diberi tindakan (pra siklus), jumlah nilai rata-rata kelas adalah sebesar 63,72 atau mencapai 34,48%. Pada siklus I, nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan 8,35 menjadi 72,05 dengan peningkatan presentase sebesar 27,59% dari pra siklus menjadi 62,07%. Pada siklus II, nilai rata-rata kelas mengalami peningkatan sebesar 10,17 dari siklus I menjadi 82,24 dengan peningkatan presentase yang juga meningkat 27,59% dari siklus I menjadi 89,66%.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Shinta Ihtamma Dewi (2016) Program Studi Pendidikan Teknik Informatika Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran CTL Snowball Throwing untuk Meningkatkan Aktivitas dan Hasil Belajar Siswa Kelas VII MTsN Godean dalam Pembelajaran TIK”. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian tindakan kelas. Hasil penelitian diketahui bahwa: (1)

(39)

37

penerapan model pembelajaran CTL jenis Snowball Throwing memberikan peningkatan terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran. Diterapkanya model pembelajaran tersebut siswa menjadi lebih fokus dan tertarik pada setiap proses pembelajaran. (2) dari hasil tes siklus I dan siklus II dapat dilihat bahwa nilai rata-rata siswa meningkat. Nilai rata-rata tes evaluasi siklus I adalah 79,57 sedangkan siklus II yaitu 82,74. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa model pembelajaran yang diterapkan dapat mempengaruhi hasil belajar siswa.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Praptiningsih (2014) Program Studi Pendidikan Teknik Boga Universitas Negeri Yogyakarta dengan judul

“Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas X Jasa Boga 3 melalui Penerapan Metode Pembelajaran Snowball Throwing pada Mata Pelajaran Pengetahuan Bahan Makanan di SMK N 3 Klaten”. Penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian tindakan kelas. Penelitian tersebut dilaksanakan pada bulan Desember 2013 sampai dengan Juni 2014. Subjek penelitian penelitian adalah siswa kelas X Jasa Boga 3 yang berjumlah 26 siswa. Teknik pengumpulan data yang digunakan meliputi catatan lapangan, observasi, tes, dan dokumentasi. Analisis data yang digunakan adalah analisis data deskriptif kuantitatif. Hasil penelitian diketahui bahwa: (1) Penerapan metode pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan keaktifan belajar siswa, hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan presentase skor keaktifan belajar sebesar 14,87% dari 73,15% pada siklus I menjadi 88,02% pada

(40)

38

siklus II. (2) Penerapan metode pembelajaran Snowball Throwing dapat meningkatkan hasil belajar siswa, hasil penelitian menunjukan adanya peningkatan rata-rata dari pre test sebesar 48,71 menjadi 89,79 pada post test.

C. Kerangka Pikir

Pembelajaran merupakan komponen vital bagi guru untuk mencapai tujuan belajar. Pada pembelajaran yang dilaksanakan pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif kelas X TSM A di SMK Muhammadiyah Pakem, diketahui bahwa metode pembelajaran yang diterapkan masih monoton tanpa ada inovasi metode pembelajaran yang baru. Penggunaan metode ini berdampak pada kurangnya perhatian siswa dalam mengikuti pelajaran serta terdapat siswa yang mendapatkan nilai di bawah Ketuntasan Belajar Minimal. Interaksi satu arah sering terjadi, begitupun dengan kecilnya respon siswa dalam memberikan jawaban, bertanya maupun menjawab pertanyaan. Harapannya permasalahan ini dapat diperbaiki dengan implementasi pembelajaran kooperatif, khususnya tipe Snowball Throwing. Model pembelajaran kooperatif ini memadukan konsep belajar secara kelompok yang dikemas dalam suatu permainan melempar bola kertas yang berisi pertanyaan. Pembelajaran merupakan seperangkat tindakan yang dirancang untuk proses belajar siswa baik langsung maupun tidak langsung.

Dalam pembelajaran siswa diarahkan pada pencapaian tujuan belajar.

Melalui proses tersebut akan terjadi perubahan, perkembangan, dan

(41)

39

kemajuan baik dalam aspek fisik-motorik, intelek, sosial-emosi, maupun nilai dan sikap.

Kondisi belajar siswa yang cenderung pasif dalam mengikuti pembelajaran berpengaruh terhadap hasil belajar. Banyak siswa yang belum mencapai nilai Ketuntasan Belajar Minimal. Dengan diimplementasikan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing, siswa akan lebih didorong untuk bekerjasama, berfikir kreatif dan bertanggung jawab atas tugas yang diberikan oleh guru, sehingga peran siswa dalam mengikuti pembelajaran akan mengalami peningkatan dan berdampak pada meningkatnya hasil belajar siswa.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan kerangka pikir di atas maka hipotesis tindakan ini adalah

“Hasil belajar siswa kelas X TSM A di SMK Muhammadiyah Pakem pada mata pelajaran teknologi dasar otomotif dapat ditingkatkan melalui implementasi pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing”.

(42)

40 BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian Tindakan 1. Penelitian Tindakan

Penelitian yang akan dilaksanakan adalah penelitian tindakan kelas (Class Room Action Research). Penelitian tindakan kelas (PTK) merupakan suatu penelitian dengan permasalahan yang bersumber dari kelas dan dirasakan oleh pengampu kelas tersebut atau guru. Menurut Wina Sanjaya (2013) menyatakan bahwa PTK bukan didorong hanya untuk sekedar ingin tahu suatu keadaan, akan tetapi disemangati oleh adanya keinginan untuk memperbaiki kinerja untuk mencapai hasil belajar yang maksimal. Di dalam PTK tidak ada ketentuan berapa kali siklus yang harus dilakukan. Banyaknya siklus tergantung pada pencapaian tolak ukur, namun sebaiknya tidak kurang dari dua siklus.

Penelitian dilakukan secara kolaboratif, dikatakan kolaboratif karena pada penelitian ini melibatkan guru pengampu mata pelajaran sebagai kolaborator dalam penelitian tindakan. Guru berperan untuk melaksanakan pembelajaran, dan peneliti berperan sebagai observer atau pengamat proses pembelajaran. Dengan adanya kolaborator pengamatan kegiatan pembelajaran akan lebih mudah, lebih teliti dan objektif. Dalam penelitian ini peneliti dan guru mengadakan evaluasi setelah dilaksanakannya pembelajaran di kelas untuk menentukan kegiatan perbaikan yang akan dilaksanakan.

(43)

41

Siklus tahapan PTK berbentuk spiral dari siklus satu ke siklus berikutnya. Diawali dengan perencanaan (plan), dilanjutkan dengan tindakan (action), diikuti dengan pengamatan (observation) terhadap tindakan yang dilakukan dan selanjutnya adalah refleksi (reflection). Desain pada penelitian ini menggunakan model penelitian tindakan kelas dari Kemmis & Mc Taggart (1998). Alur dari tahapan model PTK menurut Kemmis & Mc Taggart dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 4. Siklus PTK menurut Kemmis & Mc Taggart Sumber: Wijaya Kusumah (2010:21)

Secara rinci, uraian kegiatan yang dilakukan dalam penelitian tindakan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Tahap perencanaan: sebelum mengadakan penelitian, peneliti menyusun rumusan masalah, tujuan dan membuat rencana tindakan.

Dalam tahap perencanaan termasuk di dalamnya pembuatan instrument

(44)

42

penelitian yang meliputi lembar observasi, pembuatan perangkat pembelajaran seperti silabus dan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP), dan soal untuk mmengukur hasil belajar siswa.

b. Tahap pelaksanaan tindakan: merupakan tindakan yang harus terkontrol secara seksama. Pelaksanaan tindakan sebagai upaya membangun pemahaman siswa terhadap model pembelajaran dan melaksanakan tindakan sesuai dengan rencana yang telah dirancang sebelumnya.

c. Tahap pengamatan: mengamati hasil atau dampak dari diterapkannya model pembelajaran. Pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan informasi tentang proses pembelajaran sesuai dengan tindakan yang telah disusun. Melalui pengamatan, observer dapat mencatat berbagai kegiatan guru dalam melaksanakan tindakan sehingga hasilnya dapat dijadikan refleksi untuk penyusunan rencana ulang dalam siklus berikutnya.

d. Tahap refleksi: tindakan menganalisis, melihat dan mempertimbangkan hasil atau dampak dari tindakan yang dilakukan berdasarkan lembar observasi yang diisi oleh pengamat. Tahap refleksi adalah tahap yang menentukan tindakan apa yang harus dilakukan selanjutnya, apakah harus dilakukan penerapan pembelajaran pada siklus selanjutnya atau harus dihentikan apabila sudah mencapai target yang telah ditentukan sesuai dengan indikator keberhasilan pembelajaran.

(45)

43 2. Desain Penelitian

Desain penelitian ini berisi garis besar pelaksanaan penelitian tindakan kelas yang akan dilakukan. Penelitian tindakan kelas dilaksanakan dalam dua siklus yaitu siklus I dan siklus II. Setiap siklus terdiri dari dua kali pertemuan. Namun apabila dalam siklus I dan siklus II belum mencapai target yang diinginkan maka dapat dilaksanakan siklus selanjutnya. Sebelum melaksanakan siklus I perlu diadakanya tindakan pra siklus, untuk mengetahui kondisi belajar siswa dan menyusun kelompok. Adapun pengertian dari masing-masing tindakan dalam desain penelitian, yaitu : a. Kegiatan Awal (Pra Siklus)

Sebelum peneliti masuk dalam tindakan siklus I, perlu adanya kegiatan pra siklus. Kegiatan pra siklus berfungsi untuk memperoleh informasi mengenai keadaan sebelum diberikan tindakan. Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini yaitu :

1) Menyamakan persepsi dengan guru dan observer mengenai teknis penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing, dan pembuatan soal untuk menilai hasil belajar siswa sebagai evaluasi pembelajaran. Guru berperan sebagai kolaborator yaitu bertindak sebagai pemberi materi kepada siswa.

2) Menyusun perangkat untuk pembelajaran berupa silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).

3) Menyusun dan mempersiapkan soal-soal untuk menilai kemampuan aspek kognitif pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif.

(46)

44 b. Siklus I

Siklus I dilakukan setelah tahap pra siklus dinyatakan selesai, telah dianalisis dan didapatkan hasil refleksinya. Hasil refleksi dari tahap pra siklus akan dijadikan sebagai inti dalam melaksanakan kegiatan siklus I. dalam siklus I dapat dijelaskan pokok kegiatan, yaitu :

1) Perencanaan (Plan)

Tahap perencanaan pada siklus I adalah merencanakan kegiatan yang akan dilakukan untuk memperbaiki masalah dari pembelajaran tersebut.

Pada perencanaan hal yang paling utama adalah menyamakan persepsi antara peneliti dan guru agar pada saat pelaksanaan, peneliti dan guru pengampu mata pelajaran memiliki pemahaman yang sama dalam penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing. Selanjutnya setelah menyamakan persepsi antara peneliti, guru dan rekan peneliti maka peneliti menyiapkan keperluan dalam pembelajaran seperti silabus, rencana pelaksanaan pembelajaran, materi ajar, lembar kegiatan siswa yang akan digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa.

2) Pelaksanaan Tindakan (Action)

Tahap ini merupakan pelaksanaan dari semua rencana yang telah dibuat. Seluruh tindakan dilakukan oleh guru sebagai kolaborator.

Tindakan yang dilakukan adalah kegiatan berupa pembelajaran Teknologi Dasar Otomotif dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing.

(47)

45 3) Pengamatan (Observation)

Tahap observasi merupakan kegiatan pengamatan langsung terhadap pelaksanaan tindakan yang dilakukan dalam penelitian tindakan kelas, diantaranya peneliti mencatat seluruh proses kegiatan pembelajaran dari awal hingga akhir serta melakukan tes sesuai pedoman dan rencana yang sudah dibahas dengan guru.

4) Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah kegiatan menganalisis, setelah dilaksanakannya tahap perencanaan, tindakan, dan pengamatan selesai, dan didapatkan data- data yang harus segera diolah sehingga dapat diputuskan tindakan apa saja yang akan dilakukan selanjutnya. Jika hasil data memenuhi target yang dicapai sesuai dengan indikator keberhasilan maka proses kegiatan bisa diberhentikan dan apabila belum memenuhi target sesuai dengan indikator keberhasilan maka penelitian tindakan dilanjutkan pada siklus berikutnya yang berguna sebagai perbaikan.

c. Siklus II

Kegiatan yang dilaksanakan pada siklus II dimaksudkan sebagai perbaikan dari siklus I. pelaksanaan siklus II sama dengan siklus I yaitu dimulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan tindakan, pengamatan, dan refleksi.

(48)

46 B. Setting Penelitian

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kelas X TSM A SMK Muhammadiyah Pakem, Sleman yang beralamatkan di Jalan Pakem – Turi KM 0,5 Pakem, Sleman, Yogyakarta.

2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2019 sampai dengan selesai sebanyak empat kali pertemuan dengan menggunakan siklus I dan siklus II. Namun apabila indikator keberhasilan tindakan belum tercapai maka akan dilanjutkan pada siklus selanjutnya.

C. Subjek Penelitian

Subjek pada penelitian ini adalah siswa kelas X TSM A SMK Muhammadiyah Pakem jurusan Teknik dan Bisnis Sepeda Motor tahun ajaran 2018/2019.

D. Teknik dan Instrumen Penelitian 1. Teknik Pengumpulan Data

Tes hasil belajar digunakan untuk mengukur hasil belajar teknologi dasar otomotif pada aspek kognitif, yaitu mengetahui sejauh mana siswa menguasai materi yang diajarkan. Pada penelitian ini menggunakan metode post test setelah diberi tindakan untuk mengukur peningkatan hasil belajar siswa. Bentuk tes yang dipilih adalah tes objektif pilihan ganda. Dipilihnya

(49)

47

tes objektif pilihan ganda adalah karena tes memiliki kelebihan sebagai berikut dalam Sukiman (2011: 89):

a. Jumlah materi yang dapat diujikan relatif banyak dibandingkan materi yang dapat dicakup soal bentuk lainnya. Jumlah soal yang ditanyakan umumnya relatif banyak

b. Dapat mengukur berbagai jenjang kognitif mulai dari ingatan sampai dengan evaluasi

c. Pengkoreksian dan penskorannya mudah, cepat, lebih objektif dan dapat mencakup ruang lingkup bahan dan materi yang luas dalam satu tes untuk suatu kelas atau jenjang

d. Sangat tepat untuk ujian yang pesertanya sangat banyak sedangkan hasilnya harus segera diketahui.

e. Reliabilitas soal pilihan ganda relatif lebih tinggi dibandingkan dengan soal uraian.

2. Instrumen Penelitian

Tes hasil belajar yang digunakan adalah tes pilihan ganda yang terdiri dari suatu keterangan atau penjelasan tentang suatu materi yang belum lengkap. Untuk melengkapinya harus memilih satu dari beberapa kemungkinan jawaban yang telah disediakan. Tes pada penelitian ini adalah mengukur kompetensi peserta didik pada mata pelajaran Teknologi Dasar Otomotif dengan kompetensi dasar sistem hidraulik dan sistem pneumatik.

Berikut ini merupakan indikator-indikator pada kompetensi dasar sistem hidraulik dan sistem pneumatik:

Gambar

Gambar 1. Skema Penilaian Sikap
Gambar 2. Skema Penilaian Pengetahuan.
Gambar 3. Skema Penilaian Keterampilan.
Tabel  1.  Kompetensi  Dasar  dan  Indikator  Pencapaian  Kompetensi  Mata  Pelajaran Teknologi Dasar Otomotif di SMK Muhammadiyah Pakem
+7

Referensi

Dokumen terkait

Model pembelajaran snowball throwing merupakan salah satu metode cooperative learning. Modelpembelajaran snowball throwing disebut juga metode pembelajaran

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Tentang Materi Energi Panas Dan

Team Games Tournament dengan Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Teknologi Informasi dan

NOFI SUSANTI. PENERAPAN PENDEKATAN COOPERATIVE LEARNING TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA PADA KONSEP MASALAH SOSIAL KELAS IV

Hipotesis dalam penelitian ini adalah penggunaan Cooperative Learning metode Snowball Throwing dapat mempengaruhi prestasi belajar matematika siswa MTsN Cisaat

Based on this result that by applying cooperative learning type of Snowball Throwing Model, so that the students' learning motivation on Social Sciences subject

Saya yang bertada tangan dibawah ini, dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul “ PENGGUNAAN COOPERATIVE LEARNING TIPE SNOWBALL THROWING UNTUK MENUMBUHKAN

The results show that there are differences in student learning outcomes in the experimental class using pop-up book media in the snowball throwing learning model compared with the