• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh model cooperative learning tipe snowball throwing terhadap hasil belajar matematika siswa

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh model cooperative learning tipe snowball throwing terhadap hasil belajar matematika siswa"

Copied!
169
0
0

Teks penuh

(1)

Disusun Oleh:

Rahmadini Husna

105017000434

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

(2)

ABSTRAK

RAHMADINI HUSNA, Pengaruh Model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Oktober 2010.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model Coopertive Learning tipe Snowball Throwing terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs. Negeri Legok Tahun Ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only. Subyek penelitian ini adalah 72 siswa yang terdiri dari 36 siswa untuk kelas eksperimen dan 36 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik sampel acak kelas pada siswa kelas VII. Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar matematika yang terdiri dari 20 butir soal bentuk pilihan ganda. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t, dan berdasarkan perhitungan uji-t menunjukkan thitung 2,37 dan ttabel

1,66 pada taraf signifikansi 5% yang berarti thitung > ttabel (2,37 > 1,66), maka H0

ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ” Rata-rata hasil

belajar matematika siswa yang diajar dengan model Cooperative Learning tipe

Snowball Throwing lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional”. Dengan demikian, model

Cooperative Learning tipe Snowball Throwing berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.

Kata kunci : Cooperative Learning, Snowball Throwing, Hasil Belajar.

(3)

ii

Mathematics Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, Oktober 2010.

The purpose of this research is to determine the influence of Cooperative Learning type Snowball Throwing on students mathematics learning outcomes. The research was conducted at MTs Negeri Legok for academic year 2010/2011. The method used in this research is quasi experimental method with Subject Two randomized posttest-only group. The subject of this research are 72 students consisting of 36 students for grade 36 students to experimental and control classes obtained by cluster random sampling technique in class VII. Instruments are obtained from the test scores of students mathematics learning outcomes. Tests consisted of 20 questions in mulitiple choice. Data analysis technique used in this research are t-test to test the hypotesis with thitung 2,37 and ttabel 1,66 in taraf signifikansi 5% it’s mean thitung > ttabel (2, 37 > 1, 66) , then H0 rejected and Ha accepted. So it can be concluded

that " The students who taught with cooperative learning type Snowball Throwing

have mean score of students mathematics learning outcomes higher than who taught with convensional learning”. Therefore cooperative learning model type Snowball Throwing is effected to students mathematics learning outcomes.

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat

dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan

salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas

Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat

terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak

sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :

1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan.

2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.

3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.

4. Bapak Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd, pembimbing I yang selalu memberikan

bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

5. Ibu Lia Kurniawati, MPd, pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan

pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.

7. Ibu Halimatussadiyah, S.Ag, kepala MTs. Negeri Legok yang telah banyak

membantu penulis selama penelitian berlangsung.

8. Ibu Fiyanti Malawati, S.Pd, guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian.

9. Ayah dan ibuku tercinta yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan

kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

10.Suami dan putriku tersayang yang senatiasa memberiku motivasi, dukungan,

semangat dan pengertiannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

(5)

iv

untuk menggapai kesuksesan dimasa mendatang.

13.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi

serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi

ini.

Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik

yang diberikan kepada penulis.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak

kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang

membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat

bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.

Jakarta, Oktober 2010

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

hal

LEMBAR PENGESAHAN

SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 6

F. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8

A. Deskripsi Teoretik ... 8

1. Pembelajaran Matematika ... 8

a. Belajar dan Pembelajaran ... 8

b. Hasil Belajar Matematika ... 11

2. Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing ... 16

a. Model Cooperative Learning ... 16

b. Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing ... 22

3. Pembelajaran Konvensional ... 25

4. Hasil Penelitian yang Relevan ... 26

(7)

B. Kerangka Berpikir ... 27

C. Pengajuan Hipotesis ... 29

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30

A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 30

1. Tempat Penelitian ... 30

2. Waktu Penelitian ... 30

B. Metode dan Desain Penelitian ... 30

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 31

D. Teknik Pengumpulan Data... ... 31

1. Variabel yang Diteliti ... 31

2. Data Penelitian ... 32

3. Instrumen Penelitian ... 32

a. Uji Validitas ... 33

b. Uji Reliabilitas ... 35

c. Uji Taraf Kesukaran ... 36

d. Uji Daya Beda ... 37

E. Teknik Analisa Data ... 38

1. Uji Normalitas ... 38

2. Uji Homogenitas ... 39

3. Pengujian Hipotesis ... 40

F. Hipotesis Statistik ... 43

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44

A. Deskripsi Data ... 44

1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Eksperimen... 45

2. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 47

B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 50

1. Uji Normalitas ... 50

2. Uji Homogenitas ... 52

C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 52

1. Pengujian Hipotesis ... 52

(8)

2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 53

D. Keterbatasan Penelitian ... 58

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60

A. Kesimpulan ... 60

B. Saran ... 61

DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN-LAMPIRAN

(9)

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar

Konvensional ... 19

Tabel 2 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 30

Tabel 3 Desain Penelitian . ... 31

Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Balajar ... 32

Tabel 5 Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas ... 36

Tabel 6 Klasfikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 37

Tabel 7 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 45

Tabel 8 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol ... 48

Tabel 9 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50

Tabel 10 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51

Tabel 11 Hasil Uji Homogenitas ... 52

Tabel 12 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t ... 53

(10)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kerangka Berpikir Model Cooperative Learning tipe Snowball

Throwing ... 28

Gambar 2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 47

Gambar 3 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 49

Gambar 4. Pertanyaan Siswa Dalam Satu Kelompok ... 55

Gambar 5. Siswa melempar kertas yang digulung seperti bola ... 56

Gambar 6. Siswa sedang melakukan diskusi kelompok ... 57

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Hasil Wawancara Pra Penelitian ... 64

Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 67 Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 91

Lampiran 4. Kertas Kerja Siswa ... 115

Lampiran 5. Uji Coba Instrumen Tes ... 116

Lampiran 6. Insrumen Tes ... 120

Lampiran 7. Jawaban Instrumen Tes ... 123

Lampiran 8. Perhitungan Validitas Item Uji Coba Instrumen ... 124

Lampiran 9. Perhitungan Reliabilitas Item Uji Coba Instrumen ... 127

Lampiran 10. Langkah-Langkah Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Berbentuk Pilihan Ganda ... 129

Lampiran 11. Langkah-Langkah Perhitungan Daya Beda Tes Berbentuk Pilihan Ganda ... 131

Lampiran 12. Hasil Perhitungan Validitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Tes Soal Postest ... 133

Lampiran 13. Lembar Keterangan Perbaikan Instrumen ... 134

Lampiran 14. Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol . 137 Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 139

Lampiran 16. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol .. 143

Lampiran 17. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 147

Lampiran 18. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 149

Lampiran 19. Perhitungan Uji Homogenitas ... 151

Lampiran 20. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 152

Lampiran 21. Tabel Nilai ”r” Product Moment ... 154

Lampiran 22. Luas Kurva Di Bawah Normal ... 156

(12)

xi

(13)

Kegiatan pendidikan merupakan suatu rangkaian peristiwa yang sangat kompleks, karena pendidikan adalah suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan yang ada. Hal ini senada dengan fungsi pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-undang Dasar Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi :

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak manusia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 1

Banyak faktor yang saling menunjang dalam proses pendidikan, antara lain adalah sekolah. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang didalamnya terdapat proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Proses pembelajaran dan komponen yang ada didalamnya seperti guru, peserta didik, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode pembelajaran, dan sarana serta prasarana yang tersedia merupakan hal-hal yang dapat menetukan suatu keberhasilan proses pendidikan.

Saat ini salah satu hal yang dapat menunjukkan suatu keberhasilan proses pendidikan adalah melalui ujian nasional. Siswa atau peserta didik yang lulus dalam ujian nasional maka dinyatakan telah berhasil dalam proses pendidikan, sedangkan siswa yang tidak lulus dinyatakan belum berhasil dalam proses pendidikan. Salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam ujian nasional adalah matematika.

1

Undang-Undang RI No.20 tahun 2003, Tentang Sisdiknas(Jakarta: depdiknas, 2006), h.7.

(14)

2

Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang harus dikuasai oleh siswa pada jenjang pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Hal ini menunjukkan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki kedudukan penting dalam pendidikan, karena matematika merupakan bidang studi yang amat berguna dan banyak memberi bantuan dalam berbagai disiplin ilmu yang lain. Oleh karena itu maka dapat dikatakan setiap orang memerlukan pengetahuan matematika dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhannya.

Mengingat pentingnya mata pelajaran matematika, maka pembelajaran matematika harus didesain agar menarik minat siswa dan menumbuhkan dorongan untuk belajar sehingga mereka terikat dalam proses pembelajaran matematika dan memiliki sikap positif terhadap matematika. Berdasarkan kenyataan yang ada, mungkin tidaklah mengejutkan kalau banyak siswa sekolah dan orang dewasa yang takut dengan matematika dan berusaha menghindarinya. Mereka sering kali percaya kalau hanya sedikit orang berbakat yang bisa sukses dalam matematika. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa dalam bidang studi matematika yang masih memprihatinkan.Selain itu, hal ini juga dapat dilihat dari data yang mendukung opini tersebut, yaitu :

Dari hasil studi TIMSS tahun 2007 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. nilai tersebut masih jauh dari standard minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura. Siswa Malaysia memperoleh nilai rata-rata 593.2 Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam

2

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari

(15)

untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.3

Rendahnya hasil belajar juga terjadi di MTs. Negeri Legok. Hal ini terlihat dari data nilai ulangan harian kelas VII yang rata-rata siswanya masih mendapatkan nilai di bawah kkm. Selain itu, hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika juga menunjukkan masih banyak masalah–masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika. Diantaranya adalah motivasi belajar siswa yang rendah, kemampuan dasar mereka juga rendah, dan tidak adanya dukungan dari orang tua untuk belajar. 4 Rendahnya motivasi belajar juga mengakibatkan siswa tidak aktif dalam bertanya, entah karena takut maupun karena mereka tidak tahu apa yang ingin mereka tanyakan.

Puncak dari proses belajar adalah hasil belajar siswa yaitu dengan adanya penilaian. Dalam penilaian hasil belajar, yang memberikan batasan atau ukuran terhadap penilaian tersebut adalah guru. Guru merupakan kunci dalam pembelajaran, karena guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. 5

Bagaimana mengoptimalkan hasil belajar matematika siswa adalah tugas seorang pendidik. Untuk itulah dalam proses pembelajaran dibutuhkan suatu paradigma baru yang diyakini mampu memecahkan masalah tersebut. Paradigma baru itu ditandai oleh pembelajaran dengan inovasi-inovasi yang berangkat dari hasil refleksi terhadap eksistensi paradigma lama yang mengalami masa suram menuju paradigma baru. Beberapa hal yang menandakan pembelajaran paradigma lama mengalami masa suram, antara lain guru sebagai pengajar bukan pendidik, sekolah terikat dengan jadwal yang ketat, basis belajar hanya berkutat pada fakta, isi pelajaran, dan teori semata, hafalan menjadi agenda utama bagi siswa, komputer lebih dipandang sebagai objek, penggunaan media statis lebih mendominasi, komunikasi terbatas, penilaian lebih bersifat normatif.6 Selain itu,

3

Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International …………h.195. 4

Fiyanti malawati, Wawancara, Legok, 15 Juni 2010. 5

(16)

4

pada saat proses pembelajaran berlangsung juga terlihat kurangnya kerja sama antara sesama siswa, misalnya saja siswa yang pandai tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan kepada temannya yang belum mengerti akan materi pelajaran yang disampaikan.

Paradigma lama tersebut tampaknya sudah tidak relevan lagi untuk kondisi saat ini yang ditandai oleh perubahan di segala aspek. Pada proses pembelajaran dengan paradigma lama masih kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan sehingga proses pembelajaran jadi monoton. Pembelajaran harus turut berubah seiring dengan perubahan aspek yang lainnya sehingga terjadi keseimbangan dan kesesuaian.

Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan menggunakan model

cooperative learning. Model cooperative learning merupakan kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama dan saling membantu mengkonstruksi konsep, dan memahami materi pelajaran.

Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam cooperative learning, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.

(17)

Salah satu teknik pembelajaran dalam model cooperative learning adalah

snowball throwing. Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir, dapat diartikan sebagai tipe pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama siswa.7 Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau berbicara, akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.

Pembelajaran Snowball Throwing dinilai cocok diterapkan di Sekolah Menengah Pertama khususnya untuk pelajaran matematika, karena sesuai dengan inti dari pembelajaran Snowball Throwing yaitu siswa berkreatifitas dalam membuat soal matermatika dan menjawab pertanyaan yang diberikan temannya dengan sebaik-baiknya. Siswa dapat belajar efektif dengan perasaan senang, karena siswa bisa mendiskusikan gagasan atau yang menjadi pemikirannya dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat baik, karena akan terbentuk persepsi bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat menarik, dan tujuan pembelajaran akan tercapai sehingga hasil belajar siswa juga akan baik.

Berawal dari alasan diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang hal itu dengan mengangkat judul : “ Pengaruh Model Coopertive Learning Tipe

Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”. B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:

1. Masih rendahnya hasil belajar matematika pada siswa

2. Kurangnya variasi model pembelajaran dalam proses pembelajaran

7

(18)

6

3. Proses pembelajaran yang berlangsung masih monoton. 4. Kurangnya kerja sama antara sesama siswa saat belajar. C. Pembatasan Masalah

Penelitian ini dibatasi pada masalah perbandingan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model cooperative learning tipe snowball throwing dengan siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas VII, pada materi bilangan bulat.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model cooperative learning tipe Snowball Throwing dan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional pada pelajaran matematika?

2. Apakah terdapat pengaruh model cooperative learning tipe snowball throwing terhadap hasil belajar matematika siswa?

E. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan model cooperative learning tipe snowball throwing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional.

F. Manfaat Penelitian

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya, antara lain:

(19)

2. Bagi guru, dapat menjadi masukan dalam hal melaksanakan pembelajaran dan menambah wacana tentang model pembelajaran yang efektif sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.

(20)

BAB II

PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS

A. Deskripsi Teoretik

1. Pembelajaran Matematika a. Belajar dan Pembelajaran

Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap

penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar

sesungguhnya tidak pernah ada jenjang pendidikan. Belajar merupakan

tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, belajar hanya

dialami oleh siswa itu sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak

terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh

sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.

Berhasil atau gagalnya proses pendidikan amat tergantung pada proses

belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa

itu disekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri. Terdapat keragaman

dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning).

Whittaker dalam Djamarah merumuskan belajar sebagai proses dimana

tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.1

Pengertian tersebut senada dengan pendapat fontana yang menyatakan belajar

adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil

dari pengalaman.2 Dengan adanya latihan atau pengalaman maka siswa akan

terbiasa dan selalu teringat akan proses belajar yang terjadi.

Crow dalam Sagala mengemukakan bahwa belajar ialah upaya untuk

memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.3 Dari

beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah

1

Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2009), h.12.

2

Erman Suherman,dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (IMSTEP, Jurusan Pendidikan FMIPA UPI,2001), h.8

3

Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.13.

(21)

upaya untuk mendapatkan perubahan mulai dari yang tidak tahu menjadi

tahu, dari yang tidak mampu menjadi mampu dan itu semua diperoleh karena

latihan yang berulang-ulang dan pengalaman.

Berbagai eksperimen dilakukan para ahli psikologi tentang proses

belajar mengajar berhasil mengungkapkan serta menemukan sejumlah prinsip

atau kaidah yang merupakan dasar-dasar dalam melakukan proses dan

mengajar atau pembelajaran. Menurut Suprijono, prinsip-prinsip belajar

meliputi, perubahan perilaku, belajar merupakan proses dan belajar

merupakan bentuk pengalaman. 4

Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri sebagai hasil

tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari, kontinu atau

berkesinambungan dengan perilaku lainnya, fungsional atau bermanfaat

sebagai bekal hidup, positif atau berakumulasi, aktif atau sebagai usaha yang

direncanakan dan dilakukan, permanen atau tetap, bertujuan dan terarah,

mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan. Belajar terjadi karena didorong

kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistematik

yang dinamis, konstruktif, dan organic. Belajar merupakan kesatuan

fungsional dari berbagai komponen belajar. Pengalaman pada dasarnya

adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.

Menurut Muhibbin, secara global faktor-faktor yang mempengaruhi

belajar siswa dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: 5

1) Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa yakni

keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.

2) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yakni

kondisi lingkungan di sekitar siswa.

3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar

siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk

melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.

4 Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Belajar), h.4.

(22)

10

Dalam kegiatan yang disebut belajar harus ada 4 kondisi yang

fundamental pada diri orang yang belajar, yaitu adanya:

a) Suatu dorongan atau kebutuhan untuk belajar/mempelajari sesuatu.

jari.

b) Suatu perangsangan atau isyarat tertentu sebagai signal/ tanda materi

yang akan dipela

c) Suatu respon utama dari diri orang yang belajar, apakah berupa tindakan

motorik, pengamatan, pemikiran, penghayatan atau perubahan fisiologis.

d) Suatu ganjaran pengukuhan sebagai hasil belajar yang dicapai.

Pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dengan peserta

didik. Interaksi antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran

memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang

efektif. Tanpa adanya interaksi antara guru dengan peserta didik, maka proses

pembelajaran tidak dapat berjalan secara maksimal.

Dimyati dan Mudjiono menyatakan pembelajaran adalah kegiatan guru

secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar

secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.6 Hal ini

senada dengan UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah

proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada

suatu lingkungan belajar.7 Sebelum memulai proses pembelajaran guru harus

mempersiapkan model dan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam

proses pembelajaran.

Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan, maka dapat

dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan siswa

yang terprogram dalam desain instruksional dengan menggunakan sumber

belajar untuk mengembangkan kreatifitas berpikir dan kemampuan

mengkonstruksi pengetahuan baru siswa sebagai upaya untuk meningkatkan

penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.

6

Syaiful Sagala, Konsep ..., h.62.

7

(23)

b. Hasil Belajar Matematika

Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah

mengalami proses belajar mengajar. Menurut Abdurrahman, “hasil belajar

adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.”8

Muhibbin mengemukakan arti hasil belajar adalah “ segenap aspek psikologis

yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa.”9

Sudjana mengemukakan bahwa hasil belajar adalah “suatu perubahan yang

terjadi pada individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai

pengetahuan, tetapi juga pengetahuan untuk membentuk kecakapan,

kebiasaan, sikap dan cita-cita”.10

Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa

hasil belajar adalah hasil akhir setelah siswa mengalami proses belajar,

dimana terdapat perubahan dalam tingkah laku maupun pola pikir siswa yang

dapat diamati dan diukur karena hasil belajar menentukan tingkat

keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Kinsley membagi 3 macam hasil

belajar yakni: 11

(a) keterampilan dan kebiasaan

(b) pengetahuan dan pengertian

(c) sikap dan cita-cita.

Merujuk pemikiran Gagne, ada lima kategori hasil belajar yaitu: 12

(1) Informasi verbal yaitu kemampuan mengungkapkan pengetahuan dalam

bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan yang tidak memerlukan

manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.

(2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan melakukan aktivitas kognitif

bersifat khas untuk mempresentasikan konsep dan lambang.

Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi,

8

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), Cet.II, h. 37.

9

Muhibbin Syah, Psikologi...., h.150

10

Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Matematika,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 22

11

Nana Sudjana, Penilaian Hasil……, hal. 22

12

(24)

12

kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan

prinsip-prinsip keilmuan.

(3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan

aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan

konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.

(4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak

jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme

gerak jasmani.

(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan

penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan

menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai.

Bloom dan Rathwol mengkategorikan jenis perilaku hasil belajar

kepada tiga jenis ranah yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: ranah

kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.13

Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kerja otak. Dalam ranah

kognitif itu terdapat enam jenjang/level proses berpikir, mulai dari jenjang

terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Menurut revisi Bloom,

keenam level tersebut adalah: 14

Knowledge Remembering

(Pengetahuan) (Mengingat)

Comprehension Understanding

(Pemahaman) (Memahami)

Application Applying

(Aplikasi) (Mengaplikasikan)

Analysis Analyzing

(Analisa) (Menganalisa)

Synthesis Evaluating

(Perpaduan) (Mengevaluasi)

Evaluating Creating

13

Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2009), h .17

14

Prasetyo Wijaya, Mengetahui Level Soal Matematika Dengan Taksonomi Bloom,

(25)

(Evaluasi) (Membuat)

Keterangan :

1. Remembering (Mengingat)

Pada level ini, kerja otak kita hanya mengambil informasi dalam satu

langkah dan menulisnya secara apa adanya.

2. Understanding (Memahami)

Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah

dan menjelaskannya secara gamblang.

3. Applying (Mengaplikasikan)

Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah

dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada.

4. Analyzing (Menganalisa)

Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah

dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada.

Akan tetapi informasi itu belum bisa memecahkan permasalahan, sehingga

dibutuhkan informasi lain yang berbeda dari informasi sebelumnya untuk

memecahkan permasalahan.

5. Evaluating (Mengevaluasi)

Pada level ini, kita dihadapkan pada permasalahan yang menuntut suatu

keputusan. Dimana keputusan ini diambil setelah kita melakukan analisa

secara menyeluruh.

6. Creating (Membuat)

Pada level ini, kita diharuskan untuk menghasilkan sesuatu hal/rumus yang

baru yang bisa kita gunakan untuk memecahkan persoalan.

Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.

Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar

tertentu.

Hasil belajar tiap individu berbeda-beda antara satu dengan yang

(26)

14

menyatakan hasil belajar dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri

anak dan faktor yang berasal dari lingkungan. 15 Faktor yang datang dalam

diri siswa antara lain kemampuan yang dimilikinya, minat, perhatian,

motivasi belajar, konsep diri, sikap, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang

datang dari luar meliputi orang tua, guru, teman sekolah, dan sebagainya.

Hasil belajar yang baik dapat diperoleh dengan belajar yang

berulang-ulang, hal ini seperti pada proses belajar matematika. James dan James

mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,

susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang

lainnya. Reys menyatakan bahwa matematika adalah “ telaah tentang pola

dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan

suatu alat.”16

Berdasarkan beberapa definisi matematika yang telah dijelaskan, maka

dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai

konsep-konsep yang memiliki pola dan hubungan antara satu dengan yang

lainnya serta dapat digunakan sebagai alat untuk berpikir.

Bruner mengemukakan bahwa belajar matematika adalah belajar

mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur yang tercakup dalam pokok

bahasan yang diajarkan, serta keterkaitan antara konsep-konsep dan

struktur-struktur tersebut.17 Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi

menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehensif, peserta didik

lebih mudah mengingat materi itu bila yang dipelajari merupakan pola yang

berstruktur.

Menurut Cockroft siswa perlu belajar matematika karena : 18

(1) selalu digunakan dalam semua bidang kehidupan

(2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai

(3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas

(4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara

15

Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi..., h. 42

16

Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran ...., h.18-19.

17

(27)

(5) meningkatkan kemampuan berfikir logis dan ketelitian

(6) dapat memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang

ran yang objektif berupa fakta,

konse

a siswa yang akan diukur dalam penelitian ini

adala

atematika

yang

a terlepas dari sifat-sifat matematika

yang

adalah berjenjang

erjenjang, yaitu dimulai dari

hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana

menantang

Matematika merupakan bahan pelaja

p, operasi, dan prinsip yang semuanya adalah abstrak, maka dapat

dikatakan hasil belajar matematika siswa sebagian besar dinilai oleh guru

pada ranah kognitifnya, penilaiannya dilakukan dengan tes hasil belajar

matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar matematika adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa

tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat

didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara

konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut sesuai tujuan

pendidikan yang ditetapkan.

Hasil belajar matematik

h pada ranah kognitifnya saja yaitu berupa tes formatif pokok bahasan

bilangan bulat. Materi bilangan bulat berkaitan dengan materi bilangan cacah

yang telah dipelajari oleh peserta didik pada tingkat sekolah dasar.

Hasil belajar matematika dipengaruhi oleh pembelajaran m

diartikan sebagai proses belajar matematika oleh siswa dengan

bantuan/pendampingan dari guru. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam

pembelajaran matematika, kegiatan utama dilakukan oleh siswa untuk

mempelajari bahan ajar matematika dalam rangka menguasai kompetensi

yang telah ditetapkan guru matematika.

Pembelajaran matematika tidak bis

abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang kita ajar. Oleh

karena itulah kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik

pembelajaran matematika.19

a. pembelajaran matematika

bahan kajian matematika diajarkan secara b

(28)

16

ke hal yang kompleks, dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih

sukar

pembelajaran matematika mengikuti metode spiral

dalam setiap m b.

emperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu

jari siswa sebelumnya.

c.

sep matematika melalui contoh-contoh tentang

ki oleh

konsep-d.

erupakan

benaran suatu

2. M

a. ative Learning

tu perencanaan atau

sebagai pedoman dalam merencanakan

pem

memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipela

Metoda spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan

atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral

naik bukan spiral datar.

pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif

pemahaman konsep-kon

sifat-sifat yang sama yang dimiliki dan yang tidak dimili

konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika.

pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi

kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya m

kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara ke

konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila

didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima

kebenarannya.

odel Coopertive Learning Tipe Snowball Throwing Model Cooper

Menurut Joyce model pembelajaran adalah sua

suatu pola yang digunakan

belajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan

perangkat-perangkat pembelajaran.20 Model pembelajaran merupakan

suatu pedoman yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran

untuk mencapai tujuan belajar.

(29)

Model pembelajaran mempunyai empat ciri, yaitu: 21

1) encipta atau

2) l tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan

3) rlukan agar model tersebut dapat

4) lingkungan belajar yan diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat

Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya meng

ran kooperatif

merup

a n kooperatif

adala

rasional teoritik logis yang disusun oleh para p

pengembangnya

andasan pemikiran

pembelajaran yang akan dicapai)

tingkah laku mengajar yang dipe

dilaksanakan dengan berhasil

tercapai

erjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu

sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Model cooperative learning ditandai oleh struktur tugas, tujuan, dan dan reward yang kooperatif. Siswa dalam situasi cooperative learning didorong dan/atau dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama, dan mereka harus

mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu.

Slavin dalam Isjoni mengemukakan bahwa pembelaja

akan suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja

dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif

sehingga dapat membuat siswa lebih bergairah dalam belajar. 22

Sedangkan Johnson mengemukakan bahwa pembelaj ra

h model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam mencapai

tujuan bersama. 23 Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang

menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok dengan pemanfaatan

kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota

lainnya dalam kelompok itu.

21

Trianto, Model- Model Pembelajaran….., hal. 6

22

Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.15.

23

(30)

18

Falsafah yang mendasari pembelajaran kooperatif dalam pendidikan

adalah falsafah homo homini socius, yang menekankan bahwa manusia

adalah makhluk social. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting

artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak akan ada keluarga,

organisasi atau sekolah.

Pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif dengan benar akan

memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.

Langkah-langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut. 24

a). Menyampaikan tujuan dan memberikan motivasi kepada siswa.

b). Menyajikan informasi.

c). Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.

d). Membimbing kelompok belajar dan bekerja.

e). Evaluasi.

f). Memberikan penghargaan kapada kelompok-kelompok belajar.

Unsur- unsur yang ada dalam pembelajaran kooperatif : 25

1. Mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar

sesama sebagai latihan hidup bermasyarakat.

2. Saling ketergantungan positif antar individu (tiap individu punya

kontribusi dalam mencapai tujuan) dalam satu kelompok.

3. Siswa mempunyai tanggung jawab secara individu.

4. Temu muka dalam proses pembelajaran.

5. Komunikasi antar anggota kelompok.

6. Evaluasi proses pembelajaran kelompok.

Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif tersebut diberitahukan

kepada siswa dengan harapan agar siswa dapat bekerja sama dengan baik

dalam kelompoknya, sehingga menunjukkan sikap baik dalam proses belajar

24

Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h. 52.

25

(31)

mengajar yang pada akhirnya kemampuan akademik atau hasil belajar siswa

menjadi baik, sesuai dengan teori perkembangan yang mengasumsikan bahwa

interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai, meningkatkan

penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit.

Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 26

1. Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.

2. Siswa dalam kelompok sehidup semati.

3. Siswa melihat semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.

4. Siswa membagi tugas dan dan tanggung jawab yang sama.

5. Akan dievaluasi untuk semua.

6. Berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja bersama.

7. Diminta untuk mempertanggungjawabkan individual materi yang

ditangani.

Ada beberapa perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan

[image:31.595.114.511.196.724.2]

kelompok belajar konvensional, yaitu:27

Tabel 1

Pebedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar Konvensional

Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional

Adanya saling ketergantungan positif, saling membangun, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi positif

Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok

Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga

Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering di borong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya

26

Yatim Riyanto, Paradigma..., h. 270.

27

(32)

20

dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan

“mendompleng” keberhasilan “pemborong”

Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan

Kelompok belajar biasanya homogeny

Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok

Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing

Keterampilan social yang diperlukan dalam kerja gotongroyong seperti kepemimpinan, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan

Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan

Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok

Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung

Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar

Guru sering idak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar Penekanan tidak hanya pada

penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)

(33)

Model Cooperative Lerning akan berjalan dengan baik pada kelas yang

kemampuan siswanya merata, namun sebenarnya kelas dengan kemampuan

siswa yang bervariasi lebih membutuhkan model ini. Secara umum,

kelompok heterogen disukai oleh para guru yang telah menggunakan model

pembelajaran cooperative learning. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling

mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik, dan gender, dan kelompok

heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang

yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk

setiap tiga orang. 28

Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum

Ibrahim, et al. (2000),yaitu : 29

a. Hasil belajar akademik

Dalam coopertive learning selain memiliki beragam tujuan sosial, juga dapat memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting

lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam

membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang

model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan koopertif telah

dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan

norma yang berhubungan dengan hasil belajar.

b. Penerimaan terhadap individu

Model cooperative learning juga bertujuan agar siswa dapat bergaul secara luas dengan orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial,

kemampuan, dan ketidakmampuannya.

28

Anita Lie, Cooperative Learning( mempraktikkan cooperative learning di ruang-ruang kelas), (Jakarta : PT. Grasindo, 2009), h.43.

29

(34)

22

c. Pengembangan keterampilan sosial

Tujuan penting ketiga cooperative leaning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.

Keterampilan-ketrampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak

muda masih kurang dalam keterampilan sosial.

Kelebihan model Cooperative Learning menurut Jarolimek & Parker

(1993) adalah sebagai berikut : 30

1) adanya saling ketergantungan yang positif antara siswa

2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu

3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas

4) tercipta suasana kelas yang menyenangkan sehinggan membuat siswa

merasa rileks

5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan

guru

6) siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman

emosi yang menyenangkan.

b. Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing

Salah satu tipe yang ada pada cooperative learning adalah Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir’ yang dapat diartikan sebagai pembelajaran dengan

menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola

kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama siswa. 31

Dilihat dari pendekatan yang digunakan, tipe Snowball Throwing ini memadukan pendekatan komunikatif, integratif, dan keterampilan proses.

Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi

dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau

30

Isjoni, Cooperative ..., h.24.

(35)

berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu

menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian,

tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya

mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola

kertas.

Tipe pembelajaran Snowball Throwing merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa berkreatifitas membuat soal matematika dan

menyelesaikan soal yang telah dibuat oleh temannya dengan

sebaik-baiknya.32 Dengan demikian, siswa dituntut untuk membaca materi yang

akan dipelajari sebelum proses pembelajaran.

Secara rinci langkah-langkah penggunaan tipe pembelajaran Snowball

Throwing ini dapat diuraikan sebagai berikut.33

a). Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan

b). Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil ketua dari setiap

kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.

c). Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya

masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru

kepada temannya

d). Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja,

untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang

sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.

e). Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa

ke siswa yang lain

f). Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan

kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas

berbentuk bola tersebut secara bergantian.

32http://etd.eprints.ums.ac.id/4921/ 33

(36)

24

g). Evaluasi

h). Penutup

Penggunaan model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing

dalam pembelajaran matematika dapat memberikan dampak positif bagi

siswa, karena model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing

memiliki beberapa kelebihan, antara lain : 34

1. Melatih kesiapan siswa dalam proses pembelajaran

2. Siswa saling memberikan pengetahuan.

Penerapan Model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing dinilai cocok dalam pembelajaran matematika khususnya pokok bahasan

bilangan bulat sesuai indikator dalam KTSP, yaitu menyelesaikan operasi

perkalian dan pembagian bilangan bulat. Hal ini dikarenakan dalam proses

pembelajaran Snowball Throwing siswa dilatih untuk selalu siap dalam membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang diperoleh dari siswa

lain. Semakin banyak siswa menjawab pertanyaan sama dengan siswa

mengerjakan latihan secara berulang-ulang.

Penggunaan model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing pada pembelajaran bilangan bulat dimulai dengan pembentukan kelompok.

Kemudian masing-masing ketua kelompok maju ke depan kelas untuk

mendapatkan informasi materi yang akan dipelajari, misalnya operasi

perkalian dan pembagian bilangan bulat. Tahap berikutnya adalah setiap

siswa mendapatkan satu lembar kertas kerja dan membuat pertanyaan yang

bersangkutan dengan opersi perkalian dan pembagian bilangan bulat.

Selanjutnya adalah melempar kertas kerja yang sudah berisi pertanyaan dan

digulung seperti bola kepada siswa lain yang berbeda kelompok. Setiap siswa

mempunyai tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan yang diperoleh dari

siswa lain dan melakukan diskusi dengan kelompoknya untuk membahas

setiap pertanyaan dalam satu kelompok.

34

(37)

Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan presentasi dari beberapa

kelompok, karena waktu yang ada tidak memungkinkan setiap kelompok

untuk melakukan presentasi. Pemilihan kelompok yang maju presentasi

berdasarkan pada pertanyaan yang lebih bervariasi dari kelompok lainnya.

Kemudian guru membimbing siswa dalam evaluasi dan membuat kesimpulan.

3. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran konvensional adalah sebuah pembelajaran yang biasa

digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran

konvensional, guru memiliki peranan yang sangat penting. Guru dituntut

untuk menjelaskan materi dari awal hingga akhir pelajaran untuk menjamin

bahwa semua siswa mengerti akan materi tersebut.

Pembelajaran konvensional menyebabkan siswa menjadi pasif dalam

proses pembelajaran, karena pembelajaran yang berlangsung lebih berpusat

pada guru dan komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah. Hal ini

menyebabkan kurangnya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa.

Siswa lebih banyak mendengarkan, mencatat, dan akhirnya menghafal

penjelasan yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran siswa hanya

sekali-kali bertanya mengenai hal-hal yang disampaikan oleh guru dan

biasanya hal tersebut dilakukan oleh siswa yang sama. Sehingga proses

pembelajaran yang berlangsung menjadi kurang efektif.

Ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:

1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru

2. Siswa biasanya lebih pasif dalam proses pembelajaran

3. Siswa merupakan objek pembelajaran

4. Siswa belajar dengan menghafal

5. Bahan ajar biasanya dalam bentuk ceramah, tugas tulis dan media lain

menurut pertimbangan guru

(38)

26

4. Hasil Penelitian yang Relevan

Salah satu penelitian yang menggunakan Model Cooperative Learning

Tipe Snowball Throwing adalah Silfia Maulida dalam penelitiannya yang berjudul ”Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika

Melalui Kolaborasi Model Quantum Teaching dan Model Kooperatif Tipe

Snowball Throwing pada kelas X-1 SMA Negeri 7 Yogyakarta” Hasil

penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Quantum Teaching yang

dikolaborasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing

yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa meliputi

tahap tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan.

Peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa tampak dari hasil rubric

penilaian komunikasi matematika dari kategori “Sedang” dengan persentase

64,08% pada siklus I menjadi kategori “Tinggi” dengan persentase 77,11% pada

siklus II. Hal ini didukung dengan hasil tes kemampuan komunikasi matematika

siswa yang meningkat dari pre tes dengan persentase 42,71% dalam kategori

“Rendah” menjadi 60,73% dalam kategori “Sedang” pada post tes siklus I dan

pada post tessiklus II menjadi 65,11% dalam kategori “Tinggi”. 35

Penelitian lain yang menggunakan Model Cooperative Learning Tipe

Snowball Throwing adalah Ari Daryani dalam penelitiannya yang berjudul ”Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Melalui Model Pembelajaran

Snowball Throwing”. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas

(PTK) pada kelas VII G SMP Negeri 1 Godong. Hasil penelitian ini

menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep pada sub pokok

persegi panjang dan persegi. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: 1)

dengan model pembelajaran Snow Ball Throwing dapat meningkatkan

pemahaman konsep matematika hal ini dapat dilihat dari keaktifan siswa yang

mengerjakan soal ke depan kelas sebelum putaran mencapai 15% dan di akhir

putaran mencapai 72,5%, Mengajukan ide/gagasan sebelum putaran mencapai

35

(39)

12,5% dan diakhir putaran mencapai 65%, keaktifan bertanya sebelum

putaran 7,5% dan di akhir putaran mencapai 67,5%. 2) hasil belajar

matematika siswa meningkat dengan menggunakan model pembelajaran

Snow Ball Throwing, disini dapat dilihat dari hasil belajar siswa dengan nilai ≥ 60 sebelum putaran 10% dan diakhir putaran mencapai 70%, hasil belajar dengan nilai < 60 sebelum putaran mencapai 90% dan diakhir putaran

mencapai 30%.36

Melihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka dapat

diambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing menggunakan sangat efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, peneliti merasa

tertarik untuk melakukan penelitian yang menggunakan model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing.

d. Kerangka Berpikir

Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan

teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu

dan memajukan daya pikir manusia. Namun, penelitian tentang matematika

seringkali dianggap sebagai terbatas, individualistik atau kompetitif. Satu

pekerjaan atau perjuangan yang semata-mata ditujukan untuk memahami

materi atau memecahkan masalah yang ditugaskan. Mungkin tidaklah

mengejutkan kalau banyak siswa sekolah dan orang dewasa yang takut

dengan matematika dan berusaha menghindarinya. Oleh karena itu,

diperlukan suatu pembaharuan dalam proses pembelajaran matematika. Pada

proses pembelajaran dengan paradigma lama masih kurang variasi model

pembelajaran yang digunakan sehingga proses pembelajaran jadi monoton.

Pembelajaran harus turut berubah seiring dengan perubahan aspek yang

lainnya sehingga terjadi keseimbangan dan kesesuaian.

36

(40)

28

Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan menggunakan model

cooperative learning. Cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk

hubungan persahabatan, menimba informasi, belajar menggunakan

sopan-santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sifat terrhadap sekolah

dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa

dalam menghargai pokok pikiran orang lain.

Tipe dari model cooperative learning salah satunya adalah tipe

snowball throwing. Tipe pembelajaran Snowball Throwing merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa berkreatifitas membuat soal

matematika dan menyelesaikan soal yang telah dibuat oleh temannya dengan

sebaik-baiknya.

Penerapan tipe Snowball Throwing ini dalam pembelajaran matematika khususnya pokok bahasan bilangan bulat melibatkan siswa untuk dapat

berperan aktif dengan bimbingan guru, agar peningkatan kemampuan siswa

dalam memahami konsep dapat terarah lebih baik. Sehingga hasil belajar

siswa juga akan lebih baik. Secara grafis, penulis menggambarkan kerangka

berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut :

Materi Pembelajaran Guru

Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing

Bilangan Bulat

[image:40.595.111.511.103.712.2]

Hasil belajar matematika siswa meningkat

Gambar 1

(41)

e. Pengajuan Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa

(42)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada MTs. Negeri Legok yang beralamat

di Jl H Abdurrahman No 85 A Pagedangan, Tangerang.

2. Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011

pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2010. Waktu

[image:42.595.107.517.128.591.2]

pelaksanaan penelitian akan terlihat pada tabel dibwah ini :

Tabel 2

Waktu Pelaksanaan Penelitian

Waktu Kegiatan

15 Juni 2010 Permohonan izin observasi dan wawancara dengan guru bidang study 21 Juli 2010 Permohonan izin penelitian

2 Agustus 2010 – 1 September

2010 Penelitian

4 Agustus 2010 Uji validitas instrument 22 September 2010 Pemberian postes

B. Metode dan Desain Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi

eksperimen (penelitian semu), yaitu metode eksperimen yang tidak

memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan

kondisi eksperimen. Kelas eksperimen adalah kelas dengan perlakuan model

(43)

Cooperative Learning tipe snowball throwing dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Desain penelitian yang digunakan adalah

[image:43.595.110.513.163.600.2]

Randomized Subject Posttest Only Control Group Design dengan rincian sebagai berikut :1

Tabel 3 Desain Penelitian

Kelas Perlakuan Post Test

Eksperimen

Kontrol

Keterangan :

: Perlakuan dengan Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing

: Tes akhir yang sama pada kedua kelas

C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel

Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs. Negeri

Legok . Sedangkan populasi terjangkau pada penelitian ini adalah siswa kelas

VII MTs. Negeri Legok. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel

acak kelas. Setelah dilakukan sampling terhadap enam kelas yang ada

diperoleh sampel adalah kelas VII 4 sebagai kelas kontrol dengan jumlah

siswa sebanyak 36 orang dan kelas VII 6 sebagai kelas eksperimen dengan

jumlah siswa sebanyak 36 orang.

D. Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel yang Diteliti

a. Variabel bebas : Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing

b. Variabel Terikat : Hasil belajar matematika pada pokok bahasan

bilangan bulat.

1

(44)

32

2. Data Penelitian

Data penelitian diambil dari hasil belajar matematika pada kelas

eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh dari skor tes formatif pada

pokok bahasan bilangan bulat dimana tes yang dikerjakan oleh kedua kelas

tersebut sama, yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi bilangan

bulat.

3. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes berbentuk

pilihan ganda sebanyak 20 buah soal untuk mengukur hasil belajar

matematika siswa. Dimana 10 soal merupakan hasil dari uji validitas dan

10 soal dari perbaikan instrumen dengan pembimbing dengan kisi-kisi

instrumen sebagai berikut:

Tabel 4

KISI-KISI INSTRUMEN TES HASIL BELAJAR Kompetensi Dasar : 1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat

1.2 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah

Indikator Kemampuan Nomor

soal C1 C2 C3

Membedakan bilangan bulat positif dan

bilangan bulat negative

√ 1

Menyatakan hubungan antara dua bilangan

bulat

√ 2

Menyelesaikan operasi tambah,kurang, kali,

bagi, pangkat dan akar kuadrat bilangan bulat

termasuk operasi campuran

 

   

       

   

   

3, 4, 7, 20

18, 19

[image:44.595.113.514.220.754.2]
(45)

Menentukan dan menjelaskan sifat-sifat operasi

hitung pada bilangan bulat

√   6

Menentukan KPK danFPB dengan

memfaktorkan

√  8, 9

Menggunakan KPK dan FPB untuk

menyelesaikan masalah

  √ 10

Menaksir hasil perkalian, pembagian dan

melakukan pembulatan bilangan bulat

√  11, 12

Menghitung akar kuadrat suatu bilangan √   17

Menggunakan sifat-sifat penjumlahan,

pengurangan, perkalian, pembagian, dan

perpangkatan bilangan bulat untuk

menyelesaikan masalah

 

13, 15

Jumlah   20

Keterangan: C1 = Mengingat

C2 = Memahami

C3 = Mengaplikasikan

Instrumen terlebih dahulu diuji cobakan sebelum digunakan sehingga

didapatkan instrumen yang baik. Uji coba ini dimaksudkan untuk

memperoleh validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda

instrumen.

a. Uji Validitas

Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa

yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang

diteliti secara tepat.

Pada instrumen tes hasil belajar matematika, validitas yang

(46)

34

sebutir item dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir

item tersebut.

Pengujian validitas item untuk tes berbentuk pilihan ganda dalam

penelitian ini menggunakan rumus korelasi point biserial, yaitu:2

=

Keterangan:

= Koefisien korelasi point biserial yang melambangkan kekuatan

korelasi antara variabel I dengan variabel II, yang dalam hal ini

dianggap sebagai koefisien validitas item.

= Skor rata-rata hitung yang dimiliki oleh testee, yang untuk butir

item yang bersangkutan telah dijawab dengan betul.

= Skor rata-rata dari skor total.

SDt = Deviasi standar dari skor total.

P = Proporsi testee yang menjawab betul terhadap butir item yang

sedang diuji validitas itemnya.

q = Proporsi testee yang menjawab salah terhadap butir item yang

sedang diuji validitas itemnya.

Setelah diperoleh harga , selanjutnya dilakukan pengujian

validitas dengan membandingkan harga dan product moment,

s terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat kebebasannya, dengan rumus dk = n – 2. Dengan diperolehnya dk, maka

dapat dicari harga product moment pada taraf signifikansi 5 %. Kriteria pengujiannya adalah jika , maka soal tersebut valid

dan jika maka soal tersebut tidak valid. Dari hasil uji

validitas 30 soal yang diujicobakan terdapat 10 soal yang valid (pada

lampiran 8) dan 10 soal yang yang telah diperbaiki.

2

(47)

b. Uji reliabilitas

Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut

konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur. Pengujian

reliabilitas untuk tes berbentuk pilihan ganda dalam penelitian ini

menggunakan rumus KR-20, yaitu:3

⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ −∑ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ −

= 2 2

11 ) 1 ( S pq S n n

r

Keterangan: 11 r

= Koefisien reliabilitas tes.

n = Banyaknya butir item. 1 = Bilangan konstan.

= Varian total. 2

t

s

pi = Proporsi testee yang menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan.

qi = Proporsi testee yang jawabannya salah, atau qi = 1 - pi .

i iq

p

∑ = Jumlah dari hasil perkalian antara pi dengan qi .

Klasifikasi interpretasi reliabilitas yang digunakan adalah sebagai

berikut:4

3

M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), cet. II, hal. 131-132

4

(48)
[image:48.595.112.509.163.729.2]

36

Tabel 5

Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas

Nilai Korelasi Interpretasi

11

r ≤0,20

0,20<r11≤0,40

0,40<r11≤0,70

0,70<r11≤0,90

0,90<r11<1,00

= 11

r 1,00

Tidak ada korelasi

Korelasi rendah

Korelasi sedang

Korelasi tinggi

Korelasi sangat tinggi

Korelasi sempurna

Dari uji reliabilitas yang dilakukan pada butir soal yang valid

didapatkan reliabilitas sebesar 0,48 (pada lampiran 9) dengan tingkat

reliabilitas sedang

c. Uji Taraf Kesukaran (Difficulty Index)

Taraf kesukaran tes adalah kemampuan tes tersebut dalam

menjaring banyaknya subjek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan

betul. Hasil hitungnya merupakan proporsi atau perbandingan antara

siswa yang menjawab benar dengan keseluruhan siswa yang mengikuti

tes. Semakin besar indeks menunjukan semakin mudah butir soal.

Tingkat kesukaran yang baik adalah P = 0,5. Rumusnya adalah sebagai

berikut: :5 <

Gambar

Tabel 1 Pebedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok
Gambar 1
Tabel 2 Waktu Pelaksanaan Penelitian
Tabel 3 Desain Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

cooperative learning tipe snowball throwing sebagai metode yang dapat meningkatkan keaktifan siswa pada pelajaran PPKN SD kelas 4.. Kata kunci : Pembelajaran cooperatif learning

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) penerapan model Cooperative learning Snowball throwing dapat meningkatkan keaktifan belajar IPS pada siswa kelas V SDN I

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan: (1) penerapan model Cooperative learning Snowball throwing dapat meningkatkan keaktifan belajar IPS pada siswa kelas V SDN I

Penerapan Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPA Tentang Materi Energi Panas Dan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang diajarkan dengan model kooperatif tipe Snowball Throwing lebih baik daripada

analisis yang diperoleh dengan dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing belum bisa dikatakan berhasil karena indikator keberhasilan belum

Hasil penelitian menunjukkan bahwa hasil belajar siswa mengalami peningkatan setelah dilakukan pembelajaran dengan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing

Post test digunakan untuk melihat perbedaan hasil belajar siswa pada kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan dengan model pembelajaran kooperatif tipe snowball throwing