Disusun Oleh:
Rahmadini Husna
105017000434
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
ABSTRAK
RAHMADINI HUSNA, Pengaruh Model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa. Skripsi Jurusan Pendidikan Matematika, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Oktober 2010.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh model Coopertive Learning tipe Snowball Throwing terhadap hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilakukan di MTs. Negeri Legok Tahun Ajaran 2010/2011. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi eksperimen dengan desain penelitian Two Group Randomized Subject Posttest Only. Subyek penelitian ini adalah 72 siswa yang terdiri dari 36 siswa untuk kelas eksperimen dan 36 siswa untuk kelas kontrol yang diperoleh dengan teknik sampel acak kelas pada siswa kelas VII. Instrumen yang digunakan adalah tes hasil belajar matematika yang terdiri dari 20 butir soal bentuk pilihan ganda. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t, dan berdasarkan perhitungan uji-t menunjukkan thitung 2,37 dan ttabel
1,66 pada taraf signifikansi 5% yang berarti thitung > ttabel (2,37 > 1,66), maka H0
ditolak dan Ha diterima. Sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa ” Rata-rata hasil
belajar matematika siswa yang diajar dengan model Cooperative Learning tipe
Snowball Throwing lebih tinggi dari pada rata-rata hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan pembelajaran konvensional”. Dengan demikian, model
Cooperative Learning tipe Snowball Throwing berpengaruh terhadap hasil belajar matematika siswa.
Kata kunci : Cooperative Learning, Snowball Throwing, Hasil Belajar.
ii
Mathematics Education Department, Faculty of Tarbiyah and Teaching Science, Syarif Hidayatullah State Islamic University Jakarta, Oktober 2010.
The purpose of this research is to determine the influence of Cooperative Learning type Snowball Throwing on students mathematics learning outcomes. The research was conducted at MTs Negeri Legok for academic year 2010/2011. The method used in this research is quasi experimental method with Subject Two randomized posttest-only group. The subject of this research are 72 students consisting of 36 students for grade 36 students to experimental and control classes obtained by cluster random sampling technique in class VII. Instruments are obtained from the test scores of students mathematics learning outcomes. Tests consisted of 20 questions in mulitiple choice. Data analysis technique used in this research are t-test to test the hypotesis with thitung 2,37 and ttabel 1,66 in taraf signifikansi 5% it’s mean thitung > ttabel (2, 37 > 1, 66) , then H0 rejected and Ha accepted. So it can be concluded
that " The students who taught with cooperative learning type Snowball Throwing
have mean score of students mathematics learning outcomes higher than who taught with convensional learning”. Therefore cooperative learning model type Snowball Throwing is effected to students mathematics learning outcomes.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena atas rahmat
dan hidayah-Nya maka skripsi ini dapat diselesaikan. Penulisan skripsi ini merupakan
salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pendidikan Matematika pada Fakultas
Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Disadari sepenuhnya bahwa kemampuan dan pengetahuan penulis sangat
terbatas, maka adanya bimbingan, pengarahan dan dukungan dari berbagai pihak
sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih yang sedalam-dalamnya, kepada yang terhormat :
1. Bapak Prof. Dr. H. Dede Rosyada, MA, Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan.
2. Ibu Dra. Maifalinda Fatra, M.Pd, Ketua Jurusan Pendidikan Matematika.
3. Bapak Otong Suhyanto, M.Si, Sekretaris Jurusan Pendidikan Matematika.
4. Bapak Drs. H. M. Ali Hamzah, M.Pd, pembimbing I yang selalu memberikan
bimbingan dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
5. Ibu Lia Kurniawati, MPd, pembimbing II yang selalu memberikan bimbingan dan
pengarahan dalam penulisan skripsi ini.
6. Seluruh Dosen dan Staf Jurusan Pendidikan Matematika.
7. Ibu Halimatussadiyah, S.Ag, kepala MTs. Negeri Legok yang telah banyak
membantu penulis selama penelitian berlangsung.
8. Ibu Fiyanti Malawati, S.Pd, guru pamong tempat penulis mengadakan penelitian.
9. Ayah dan ibuku tercinta yang senantiasa memberikan motivasi dan dukungan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
10.Suami dan putriku tersayang yang senatiasa memberiku motivasi, dukungan,
semangat dan pengertiannya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
iv
untuk menggapai kesuksesan dimasa mendatang.
13.Semua pihak yang telah banyak memberikan bantuan, dorongan dan informasi
serta pendapat yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Semoga Allah SWT dapat menerima sebagai amal kebaikan atas jasa baik
yang diberikan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih banyak
kekurangan-kekurangan karena terbatasnya kemampuan penulis. Untuk itu kritik dan saran yang
membangun sangat penulis harapkan. Mudah-mudahan skripsi ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan umumnya bagi khasanah ilmu pengetahuan. Amin.
Jakarta, Oktober 2010
Penulis
DAFTAR ISI
hal
LEMBAR PENGESAHAN
SURAT PERNYATAAN KARYA ILMIAH
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR TABEL ... viii
DAFTAR GAMBAR ... ix
DAFTAR LAMPIRAN ... x
BAB I PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 5
C. Pembatasan Masalah ... 6
D. Perumusan Masalah ... 6
E. Tujuan Penelitian ... 6
F. Manfaat Penelitian ... 6
BAB II PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS ... 8
A. Deskripsi Teoretik ... 8
1. Pembelajaran Matematika ... 8
a. Belajar dan Pembelajaran ... 8
b. Hasil Belajar Matematika ... 11
2. Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing ... 16
a. Model Cooperative Learning ... 16
b. Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing ... 22
3. Pembelajaran Konvensional ... 25
4. Hasil Penelitian yang Relevan ... 26
B. Kerangka Berpikir ... 27
C. Pengajuan Hipotesis ... 29
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 30
A.Tempat dan Waktu Penelitian ... 30
1. Tempat Penelitian ... 30
2. Waktu Penelitian ... 30
B. Metode dan Desain Penelitian ... 30
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel ... 31
D. Teknik Pengumpulan Data... ... 31
1. Variabel yang Diteliti ... 31
2. Data Penelitian ... 32
3. Instrumen Penelitian ... 32
a. Uji Validitas ... 33
b. Uji Reliabilitas ... 35
c. Uji Taraf Kesukaran ... 36
d. Uji Daya Beda ... 37
E. Teknik Analisa Data ... 38
1. Uji Normalitas ... 38
2. Uji Homogenitas ... 39
3. Pengujian Hipotesis ... 40
F. Hipotesis Statistik ... 43
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 44
A. Deskripsi Data ... 44
1. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Eksperimen... 45
2. Hasil Belajar Matematika Siswa Kelompok Kontrol ... 47
B. Pengujian Persyaratan Analisis ... 50
1. Uji Normalitas ... 50
2. Uji Homogenitas ... 52
C. Pengujian Hipotesis dan Pembahasan ... 52
1. Pengujian Hipotesis ... 52
2. Pembahasan Hasil Penelitian ... 53
D. Keterbatasan Penelitian ... 58
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 60
A. Kesimpulan ... 60
B. Saran ... 61
DAFTAR PUSTAKA ... 62 LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar
Konvensional ... 19
Tabel 2 Waktu Pelaksanaan Penelitian ... 30
Tabel 3 Desain Penelitian . ... 31
Tabel 4 Kisi-Kisi Instrumen Tes Hasil Balajar ... 32
Tabel 5 Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas ... 36
Tabel 6 Klasfikasi Interpretasi Taraf Kesukaran ... 37
Tabel 7 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 45
Tabel 8 Distribusi Frekuensi Hasil Belajar Matematika Kelompok Kontrol ... 48
Tabel 9 Perbandingan Hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol ... 50
Tabel 10 Hasil Uji Normalitas Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 51
Tabel 11 Hasil Uji Homogenitas ... 52
Tabel 12 Hasil Uji Perbedaan Dengan Statistik Uji t ... 53
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Kerangka Berpikir Model Cooperative Learning tipe Snowball
Throwing ... 28
Gambar 2 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 47
Gambar 3 Grafik Histogram dan Poligon Distribusi Frekuensi hasil Belajar Matematika Kelompok Eksperimen ... 49
Gambar 4. Pertanyaan Siswa Dalam Satu Kelompok ... 55
Gambar 5. Siswa melempar kertas yang digulung seperti bola ... 56
Gambar 6. Siswa sedang melakukan diskusi kelompok ... 57
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Wawancara Pra Penelitian ... 64
Lampiran 2. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Eksperimen 67 Lampiran 3. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) Kelas Kontrol ... 91
Lampiran 4. Kertas Kerja Siswa ... 115
Lampiran 5. Uji Coba Instrumen Tes ... 116
Lampiran 6. Insrumen Tes ... 120
Lampiran 7. Jawaban Instrumen Tes ... 123
Lampiran 8. Perhitungan Validitas Item Uji Coba Instrumen ... 124
Lampiran 9. Perhitungan Reliabilitas Item Uji Coba Instrumen ... 127
Lampiran 10. Langkah-Langkah Perhitungan Indeks Kesukaran Tes Berbentuk Pilihan Ganda ... 129
Lampiran 11. Langkah-Langkah Perhitungan Daya Beda Tes Berbentuk Pilihan Ganda ... 131
Lampiran 12. Hasil Perhitungan Validitas, Daya Beda dan Tingkat Kesukaran Tes Soal Postest ... 133
Lampiran 13. Lembar Keterangan Perbaikan Instrumen ... 134
Lampiran 14. Hasil Belajar Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol . 137 Lampiran 15. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Eksperimen ... 139
Lampiran 16. Perhitungan Daftar Distribusi Frekuensi Kelompok Kontrol .. 143
Lampiran 17. Uji Normalitas Kelas Eksperimen ... 147
Lampiran 18. Uji Normalitas Kelas Kontrol ... 149
Lampiran 19. Perhitungan Uji Homogenitas ... 151
Lampiran 20. Perhitungan Uji Hipotesis Statistik ... 152
Lampiran 21. Tabel Nilai ”r” Product Moment ... 154
Lampiran 22. Luas Kurva Di Bawah Normal ... 156
xi
Kegiatan pendidikan merupakan suatu rangkaian peristiwa yang sangat kompleks, karena pendidikan adalah suatu proses yang membantu manusia dalam mengembangkan dirinya sehingga mampu menghadapi segala perubahan dan permasalahan yang ada. Hal ini senada dengan fungsi pendidikan nasional yang tertuang dalam Undang-undang Dasar Sistem Pendidikan Nasional Bab II pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak manusia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab. 1
Banyak faktor yang saling menunjang dalam proses pendidikan, antara lain adalah sekolah. Sekolah merupakan suatu lembaga pendidikan formal yang didalamnya terdapat proses pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan nasional. Proses pembelajaran dan komponen yang ada didalamnya seperti guru, peserta didik, tujuan pembelajaran, isi pelajaran, metode pembelajaran, dan sarana serta prasarana yang tersedia merupakan hal-hal yang dapat menetukan suatu keberhasilan proses pendidikan.
Saat ini salah satu hal yang dapat menunjukkan suatu keberhasilan proses pendidikan adalah melalui ujian nasional. Siswa atau peserta didik yang lulus dalam ujian nasional maka dinyatakan telah berhasil dalam proses pendidikan, sedangkan siswa yang tidak lulus dinyatakan belum berhasil dalam proses pendidikan. Salah satu mata pelajaran yang termasuk dalam ujian nasional adalah matematika.
1
Undang-Undang RI No.20 tahun 2003, Tentang Sisdiknas(Jakarta: depdiknas, 2006), h.7.
2
Matematika merupakan salah satu mata pelajaran di sekolah yang harus dikuasai oleh siswa pada jenjang pendidikan sekolah dasar sampai sekolah menengah atas. Hal ini menunjukkan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang memiliki kedudukan penting dalam pendidikan, karena matematika merupakan bidang studi yang amat berguna dan banyak memberi bantuan dalam berbagai disiplin ilmu yang lain. Oleh karena itu maka dapat dikatakan setiap orang memerlukan pengetahuan matematika dalam berbagai bentuk sesuai dengan kebutuhannya.
Mengingat pentingnya mata pelajaran matematika, maka pembelajaran matematika harus didesain agar menarik minat siswa dan menumbuhkan dorongan untuk belajar sehingga mereka terikat dalam proses pembelajaran matematika dan memiliki sikap positif terhadap matematika. Berdasarkan kenyataan yang ada, mungkin tidaklah mengejutkan kalau banyak siswa sekolah dan orang dewasa yang takut dengan matematika dan berusaha menghindarinya. Mereka sering kali percaya kalau hanya sedikit orang berbakat yang bisa sukses dalam matematika. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa dalam bidang studi matematika yang masih memprihatinkan.Selain itu, hal ini juga dapat dilihat dari data yang mendukung opini tersebut, yaitu :
Dari hasil studi TIMSS tahun 2007 untuk siswa kelas VIII, menempatkan siswa Indonesia pada urutan ke-36 dari 49 negara dengan nilai rata-rata untuk kemampuan matematika secara umum adalah 397. nilai tersebut masih jauh dari standard minimal nilai rata-rata kemampuan matematika yang ditetapkan TIMSS yaitu 500. Prestasi siswa Indonesia ini berada dibawah siswa Malaysia dan Singapura. Siswa Malaysia memperoleh nilai rata-rata 593.2 Skala matematika TIMSS-Benchmark Internasional menunjukkan bahwa siswa Indonesia berada pada peringkat bawah, Malaysia pada peringkat tengah, dan Singapura berada pada peringkat atas. Padahal jam pelajaran matematika di Indonesia 136 jam
2
Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International Mathematics Report”, dari
untuk kelas VIII, lebih banyak dibanding Malaysia yang hanya 123 jam dan Singapura 124 jam.3
Rendahnya hasil belajar juga terjadi di MTs. Negeri Legok. Hal ini terlihat dari data nilai ulangan harian kelas VII yang rata-rata siswanya masih mendapatkan nilai di bawah kkm. Selain itu, hasil wawancara dengan guru bidang studi matematika juga menunjukkan masih banyak masalah–masalah yang dihadapi siswa dalam pembelajaran matematika. Diantaranya adalah motivasi belajar siswa yang rendah, kemampuan dasar mereka juga rendah, dan tidak adanya dukungan dari orang tua untuk belajar. 4 Rendahnya motivasi belajar juga mengakibatkan siswa tidak aktif dalam bertanya, entah karena takut maupun karena mereka tidak tahu apa yang ingin mereka tanyakan.
Puncak dari proses belajar adalah hasil belajar siswa yaitu dengan adanya penilaian. Dalam penilaian hasil belajar, yang memberikan batasan atau ukuran terhadap penilaian tersebut adalah guru. Guru merupakan kunci dalam pembelajaran, karena guru menyusun desain pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, dan menilai hasil belajar. 5
Bagaimana mengoptimalkan hasil belajar matematika siswa adalah tugas seorang pendidik. Untuk itulah dalam proses pembelajaran dibutuhkan suatu paradigma baru yang diyakini mampu memecahkan masalah tersebut. Paradigma baru itu ditandai oleh pembelajaran dengan inovasi-inovasi yang berangkat dari hasil refleksi terhadap eksistensi paradigma lama yang mengalami masa suram menuju paradigma baru. Beberapa hal yang menandakan pembelajaran paradigma lama mengalami masa suram, antara lain guru sebagai pengajar bukan pendidik, sekolah terikat dengan jadwal yang ketat, basis belajar hanya berkutat pada fakta, isi pelajaran, dan teori semata, hafalan menjadi agenda utama bagi siswa, komputer lebih dipandang sebagai objek, penggunaan media statis lebih mendominasi, komunikasi terbatas, penilaian lebih bersifat normatif.6 Selain itu,
3
Ina V.S. Mullis, dkk, “TIMSS 2007 International …………h.195. 4
Fiyanti malawati, Wawancara, Legok, 15 Juni 2010. 5
4
pada saat proses pembelajaran berlangsung juga terlihat kurangnya kerja sama antara sesama siswa, misalnya saja siswa yang pandai tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan kepada temannya yang belum mengerti akan materi pelajaran yang disampaikan.
Paradigma lama tersebut tampaknya sudah tidak relevan lagi untuk kondisi saat ini yang ditandai oleh perubahan di segala aspek. Pada proses pembelajaran dengan paradigma lama masih kurangnya variasi model pembelajaran yang digunakan sehingga proses pembelajaran jadi monoton. Pembelajaran harus turut berubah seiring dengan perubahan aspek yang lainnya sehingga terjadi keseimbangan dan kesesuaian.
Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan menggunakan model
cooperative learning. Model cooperative learning merupakan kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama dan saling membantu mengkonstruksi konsep, dan memahami materi pelajaran.
Beberapa ahli menyatakan bahwa model ini tidak hanya unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit, tetapi juga sangat berguna untuk menumbuhkan kemampuan berpikir kritis, bekerja sama, dan membantu teman. Dalam cooperative learning, siswa terlibat aktif pada proses pembelajaran sehingga memberikan dampak positif terhadap kualitas interaksi dan komunikasi yang berkualitas, dapat memotivasi siswa untuk meningkatkan prestasi belajarnya. Siswa bukan lagi sebagai objek pembelajaran, namun bisa juga berperan sebagai tutor bagi teman sebayanya.
Salah satu teknik pembelajaran dalam model cooperative learning adalah
snowball throwing. Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir, dapat diartikan sebagai tipe pembelajaran dengan menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama siswa.7 Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau berbicara, akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian, tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola kertas.
Pembelajaran Snowball Throwing dinilai cocok diterapkan di Sekolah Menengah Pertama khususnya untuk pelajaran matematika, karena sesuai dengan inti dari pembelajaran Snowball Throwing yaitu siswa berkreatifitas dalam membuat soal matermatika dan menjawab pertanyaan yang diberikan temannya dengan sebaik-baiknya. Siswa dapat belajar efektif dengan perasaan senang, karena siswa bisa mendiskusikan gagasan atau yang menjadi pemikirannya dalam proses pembelajaran. Hal ini sangat baik, karena akan terbentuk persepsi bahwa matematika merupakan pelajaran yang sangat menarik, dan tujuan pembelajaran akan tercapai sehingga hasil belajar siswa juga akan baik.
Berawal dari alasan diatas, peneliti ingin melakukan penelitian tentang hal itu dengan mengangkat judul : “ Pengaruh Model Coopertive Learning Tipe
Snowball Throwing Terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa”. B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah di uraikan di atas, maka permasalahan dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1. Masih rendahnya hasil belajar matematika pada siswa
2. Kurangnya variasi model pembelajaran dalam proses pembelajaran
7
6
3. Proses pembelajaran yang berlangsung masih monoton. 4. Kurangnya kerja sama antara sesama siswa saat belajar. C. Pembatasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada masalah perbandingan hasil belajar matematika siswa yang diajar dengan menggunakan model cooperative learning tipe snowball throwing dengan siswa yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional di kelas VII, pada materi bilangan bulat.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah di atas, maka permasalahannya dapat dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model cooperative learning tipe Snowball Throwing dan hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional pada pelajaran matematika?
2. Apakah terdapat pengaruh model cooperative learning tipe snowball throwing terhadap hasil belajar matematika siswa?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah hasil belajar matematika siswa yang diajar menggunakan model cooperative learning tipe snowball throwing lebih tinggi daripada hasil belajar siswa yang diajar menggunakan pembelajaran konvensional.
F. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat diambil manfaatnya, antara lain:
2. Bagi guru, dapat menjadi masukan dalam hal melaksanakan pembelajaran dan menambah wacana tentang model pembelajaran yang efektif sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran matematika.
BAB II
PENYUSUNAN KERANGKA TEORETIK DAN PENGAJUAN HIPOTESIS
A. Deskripsi Teoretik
1. Pembelajaran Matematika a. Belajar dan Pembelajaran
Belajar merupakan komponen paling vital dalam setiap
penyelenggaraan jenis dan jenjang pendidikan, sehingga tanpa proses belajar
sesungguhnya tidak pernah ada jenjang pendidikan. Belajar merupakan
tindakan dan perilaku siswa yang kompleks. Sebagai tindakan, belajar hanya
dialami oleh siswa itu sendiri. Siswa adalah penentu terjadinya atau tidak
terjadinya proses belajar. Proses belajar terjadi berkat siswa memperoleh
sesuatu yang ada di lingkungan sekitar.
Berhasil atau gagalnya proses pendidikan amat tergantung pada proses
belajar dan mengajar yang dialami siswa dan pendidik baik ketika para siswa
itu disekolah maupun di lingkungan keluarganya sendiri. Terdapat keragaman
dalam cara menjelaskan dan mendefinisikan makna belajar (learning).
Whittaker dalam Djamarah merumuskan belajar sebagai proses dimana
tingkah laku ditimbulkan atau diubah melalui latihan atau pengalaman.1
Pengertian tersebut senada dengan pendapat fontana yang menyatakan belajar
adalah proses perubahan tingkah laku individu yang relatif tetap sebagai hasil
dari pengalaman.2 Dengan adanya latihan atau pengalaman maka siswa akan
terbiasa dan selalu teringat akan proses belajar yang terjadi.
Crow dalam Sagala mengemukakan bahwa belajar ialah upaya untuk
memperoleh kebiasaan-kebiasaan, pengetahuan, dan sikap-sikap.3 Dari
beberapa pendapat para ahli, maka dapat disimpulkan bahwa belajar adalah
1
Syaiful Bahri Djamarah, Psikologi Belajar, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2009), h.12.
2
Erman Suherman,dkk., Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer, (IMSTEP, Jurusan Pendidikan FMIPA UPI,2001), h.8
3
Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.13.
upaya untuk mendapatkan perubahan mulai dari yang tidak tahu menjadi
tahu, dari yang tidak mampu menjadi mampu dan itu semua diperoleh karena
latihan yang berulang-ulang dan pengalaman.
Berbagai eksperimen dilakukan para ahli psikologi tentang proses
belajar mengajar berhasil mengungkapkan serta menemukan sejumlah prinsip
atau kaidah yang merupakan dasar-dasar dalam melakukan proses dan
mengajar atau pembelajaran. Menurut Suprijono, prinsip-prinsip belajar
meliputi, perubahan perilaku, belajar merupakan proses dan belajar
merupakan bentuk pengalaman. 4
Perubahan perilaku sebagai hasil belajar memiliki ciri-ciri sebagai hasil
tindakan rasional instrumental yaitu perubahan yang disadari, kontinu atau
berkesinambungan dengan perilaku lainnya, fungsional atau bermanfaat
sebagai bekal hidup, positif atau berakumulasi, aktif atau sebagai usaha yang
direncanakan dan dilakukan, permanen atau tetap, bertujuan dan terarah,
mencakup keseluruhan potensi kemanusiaan. Belajar terjadi karena didorong
kebutuhan dan tujuan yang ingin dicapai. Belajar adalah proses sistematik
yang dinamis, konstruktif, dan organic. Belajar merupakan kesatuan
fungsional dari berbagai komponen belajar. Pengalaman pada dasarnya
adalah hasil dari interaksi antara peserta didik dengan lingkungannya.
Menurut Muhibbin, secara global faktor-faktor yang mempengaruhi
belajar siswa dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: 5
1) Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam diri siswa yakni
keadaan/kondisi jasmani dan rohani siswa.
2) Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri siswa yakni
kondisi lingkungan di sekitar siswa.
3) Faktor pendekatan belajar (approach to learning), yakni jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk
melakukan kegiatan pembelajaran materi-materi pelajaran.
4 Agus Suprijono, Cooperative Learning, (Yogyakarta: Pustaka Belajar), h.4.
10
Dalam kegiatan yang disebut belajar harus ada 4 kondisi yang
fundamental pada diri orang yang belajar, yaitu adanya:
a) Suatu dorongan atau kebutuhan untuk belajar/mempelajari sesuatu.
jari.
b) Suatu perangsangan atau isyarat tertentu sebagai signal/ tanda materi
yang akan dipela
c) Suatu respon utama dari diri orang yang belajar, apakah berupa tindakan
motorik, pengamatan, pemikiran, penghayatan atau perubahan fisiologis.
d) Suatu ganjaran pengukuhan sebagai hasil belajar yang dicapai.
Pembelajaran merupakan proses komunikasi antara guru dengan peserta
didik. Interaksi antara guru dengan peserta didik dalam proses pembelajaran
memegang peranan penting untuk mencapai tujuan pembelajaran yang
efektif. Tanpa adanya interaksi antara guru dengan peserta didik, maka proses
pembelajaran tidak dapat berjalan secara maksimal.
Dimyati dan Mudjiono menyatakan pembelajaran adalah kegiatan guru
secara terprogram dalam desain instruksional, untuk membuat siswa belajar
secara aktif, yang menekankan pada penyediaan sumber belajar.6 Hal ini
senada dengan UUSPN No. 20 tahun 2003 menyatakan pembelajaran adalah
proses interaksi antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada
suatu lingkungan belajar.7 Sebelum memulai proses pembelajaran guru harus
mempersiapkan model dan strategi pembelajaran yang akan digunakan dalam
proses pembelajaran.
Berdasarkan beberapa definisi yang telah dijelaskan, maka dapat
dinyatakan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi antara guru dan siswa
yang terprogram dalam desain instruksional dengan menggunakan sumber
belajar untuk mengembangkan kreatifitas berpikir dan kemampuan
mengkonstruksi pengetahuan baru siswa sebagai upaya untuk meningkatkan
penguasaan yang baik terhadap materi pelajaran.
6
Syaiful Sagala, Konsep ..., h.62.
7
b. Hasil Belajar Matematika
Hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki siswa setelah
mengalami proses belajar mengajar. Menurut Abdurrahman, “hasil belajar
adalah kemampuan yang diperoleh anak setelah melalui kegiatan belajar.”8
Muhibbin mengemukakan arti hasil belajar adalah “ segenap aspek psikologis
yang berubah sebagai akibat dari pengalaman dan proses belajar siswa.”9
Sudjana mengemukakan bahwa hasil belajar adalah “suatu perubahan yang
terjadi pada individu yang belajar, bukan saja perubahan mengenai
pengetahuan, tetapi juga pengetahuan untuk membentuk kecakapan,
kebiasaan, sikap dan cita-cita”.10
Berdasarkan beberapa pendapat para ahli, dapat disimpulkan bahwa
hasil belajar adalah hasil akhir setelah siswa mengalami proses belajar,
dimana terdapat perubahan dalam tingkah laku maupun pola pikir siswa yang
dapat diamati dan diukur karena hasil belajar menentukan tingkat
keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Kinsley membagi 3 macam hasil
belajar yakni: 11
(a) keterampilan dan kebiasaan
(b) pengetahuan dan pengertian
(c) sikap dan cita-cita.
Merujuk pemikiran Gagne, ada lima kategori hasil belajar yaitu: 12
(1) Informasi verbal yaitu kemampuan mengungkapkan pengetahuan dalam
bentuk bahasa, baik lisan maupun tulisan yang tidak memerlukan
manipulasi symbol, pemecahan masalah maupun penerapan aturan.
(2) Keterampilan intelektual yaitu kemampuan melakukan aktivitas kognitif
bersifat khas untuk mempresentasikan konsep dan lambang.
Keterampilan intelektual terdiri dari kemampuan mengkategorisasi,
8
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi Anak Berkesulitan Belajar, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2009), Cet.II, h. 37.
9
Muhibbin Syah, Psikologi...., h.150
10
Nana Sudjana, Penilaian Hasil Proses Belajar Matematika,(Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal. 22
11
Nana Sudjana, Penilaian Hasil……, hal. 22
12
12
kemampuan analitis-sintesis fakta-konsep dan mengembangkan
prinsip-prinsip keilmuan.
(3) Strategi kognitif yaitu kecakapan menyalurkan dan mengarahkan
aktivitas kognitifnya sendiri. Kemampuan ini meliputi penggunaan
konsep dan kaidah dalam memecahkan masalah.
(4) Keterampilan motorik yaitu kemampuan melakukan serangkaian gerak
jasmani dalam urusan dan koordinasi, sehingga terwujud otomatisme
gerak jasmani.
(5) Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek berdasarkan
penilaian terhadap objek tersebut. Sikap berupa kemampuan
menginternalisasi dan eksternalisasi nilai-nilai.
Bloom dan Rathwol mengkategorikan jenis perilaku hasil belajar
kepada tiga jenis ranah yang melekat pada diri peserta didik, yaitu: ranah
kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor.13
Ranah kognitif adalah ranah yang mencakup kerja otak. Dalam ranah
kognitif itu terdapat enam jenjang/level proses berpikir, mulai dari jenjang
terendah sampai dengan jenjang yang paling tinggi. Menurut revisi Bloom,
keenam level tersebut adalah: 14
Knowledge Remembering
(Pengetahuan) (Mengingat)
Comprehension Understanding
(Pemahaman) (Memahami)
Application Applying
(Aplikasi) (Mengaplikasikan)
Analysis Analyzing
(Analisa) (Menganalisa)
Synthesis Evaluating
(Perpaduan) (Mengevaluasi)
Evaluating Creating
13
Yatim Riyanto, Paradigma Baru Pembelajaran, (Jakarta : Kencana, 2009), h .17
14
Prasetyo Wijaya, Mengetahui Level Soal Matematika Dengan Taksonomi Bloom,
(Evaluasi) (Membuat)
Keterangan :
1. Remembering (Mengingat)
Pada level ini, kerja otak kita hanya mengambil informasi dalam satu
langkah dan menulisnya secara apa adanya.
2. Understanding (Memahami)
Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah
dan menjelaskannya secara gamblang.
3. Applying (Mengaplikasikan)
Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah
dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada.
4. Analyzing (Menganalisa)
Pada level ini, kerja otak kita mengambil informasi dalam satu langkah
dan menerapkan informasi itu untuk memecahkan persoalan yang ada.
Akan tetapi informasi itu belum bisa memecahkan permasalahan, sehingga
dibutuhkan informasi lain yang berbeda dari informasi sebelumnya untuk
memecahkan permasalahan.
5. Evaluating (Mengevaluasi)
Pada level ini, kita dihadapkan pada permasalahan yang menuntut suatu
keputusan. Dimana keputusan ini diambil setelah kita melakukan analisa
secara menyeluruh.
6. Creating (Membuat)
Pada level ini, kita diharuskan untuk menghasilkan sesuatu hal/rumus yang
baru yang bisa kita gunakan untuk memecahkan persoalan.
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai.
Ranah psikomotor adalah ranah yang berkaitan dengan keterampilan (skill) atau kemampuan bertindak setelah seseorang menerima pengalaman belajar
tertentu.
Hasil belajar tiap individu berbeda-beda antara satu dengan yang
14
menyatakan hasil belajar dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam diri
anak dan faktor yang berasal dari lingkungan. 15 Faktor yang datang dalam
diri siswa antara lain kemampuan yang dimilikinya, minat, perhatian,
motivasi belajar, konsep diri, sikap, dan sebagainya. Sedangkan faktor yang
datang dari luar meliputi orang tua, guru, teman sekolah, dan sebagainya.
Hasil belajar yang baik dapat diperoleh dengan belajar yang
berulang-ulang, hal ini seperti pada proses belajar matematika. James dan James
mengatakan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk,
susunan, besaran, dan konsep-konsep yang berhubungan satu dengan yang
lainnya. Reys menyatakan bahwa matematika adalah “ telaah tentang pola
dan hubungan, suatu jalan atau pola berpikir, suatu seni, suatu bahasa dan
suatu alat.”16
Berdasarkan beberapa definisi matematika yang telah dijelaskan, maka
dapat disimpulkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai
konsep-konsep yang memiliki pola dan hubungan antara satu dengan yang
lainnya serta dapat digunakan sebagai alat untuk berpikir.
Bruner mengemukakan bahwa belajar matematika adalah belajar
mengenai konsep-konsep dan struktur-struktur yang tercakup dalam pokok
bahasan yang diajarkan, serta keterkaitan antara konsep-konsep dan
struktur-struktur tersebut.17 Pemahaman terhadap konsep dan struktur suatu materi
menjadikan materi itu dipahami secara lebih komprehensif, peserta didik
lebih mudah mengingat materi itu bila yang dipelajari merupakan pola yang
berstruktur.
Menurut Cockroft siswa perlu belajar matematika karena : 18
(1) selalu digunakan dalam semua bidang kehidupan
(2) semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika yang sesuai
(3) merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas
(4) dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara
15
Mulyono Abdurrahman, Pendidikan Bagi..., h. 42
16
Erman Suherman,dkk, Strategi Pembelajaran ...., h.18-19.
17
(5) meningkatkan kemampuan berfikir logis dan ketelitian
(6) dapat memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang
ran yang objektif berupa fakta,
konse
a siswa yang akan diukur dalam penelitian ini
adala
atematika
yang
a terlepas dari sifat-sifat matematika
yang
adalah berjenjang
erjenjang, yaitu dimulai dari
hal yang konkrit dilanjutkan ke hal yang abstrak, dari hal yang sederhana
menantang
Matematika merupakan bahan pelaja
p, operasi, dan prinsip yang semuanya adalah abstrak, maka dapat
dikatakan hasil belajar matematika siswa sebagian besar dinilai oleh guru
pada ranah kognitifnya, penilaiannya dilakukan dengan tes hasil belajar
matematika. Berdasarkan uraian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil
belajar matematika adalah tingkat penguasaan yang dicapai oleh siswa
tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat
didalam materi yang dipelajari serta mencari hubungan-hubungan antara
konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut sesuai tujuan
pendidikan yang ditetapkan.
Hasil belajar matematik
h pada ranah kognitifnya saja yaitu berupa tes formatif pokok bahasan
bilangan bulat. Materi bilangan bulat berkaitan dengan materi bilangan cacah
yang telah dipelajari oleh peserta didik pada tingkat sekolah dasar.
Hasil belajar matematika dipengaruhi oleh pembelajaran m
diartikan sebagai proses belajar matematika oleh siswa dengan
bantuan/pendampingan dari guru. Hal ini dimaksudkan bahwa dalam
pembelajaran matematika, kegiatan utama dilakukan oleh siswa untuk
mempelajari bahan ajar matematika dalam rangka menguasai kompetensi
yang telah ditetapkan guru matematika.
Pembelajaran matematika tidak bis
abstrak dan sifat perkembangan intelektual siswa yang kita ajar. Oleh
karena itulah kita perlu memperhatikan beberapa sifat atau karakteristik
pembelajaran matematika.19
a. pembelajaran matematika
bahan kajian matematika diajarkan secara b
16
ke hal yang kompleks, dari konsep yang mudah menuju konsep yang lebih
sukar
pembelajaran matematika mengikuti metode spiral
dalam setiap m b.
emperkenalkan konsep atau bahan yang baru perlu
jari siswa sebelumnya.
c.
sep matematika melalui contoh-contoh tentang
ki oleh
konsep-d.
erupakan
benaran suatu
2. M
a. ative Learning
tu perencanaan atau
sebagai pedoman dalam merencanakan
pem
memperhatikan konsep atau bahan yang telah dipela
Metoda spiral bukanlah mengajarkan konsep hanya dengan pengulangan
atau perluasan saja tetapi harus ada peningkatan. Spiralnya harus spiral
naik bukan spiral datar.
pembelajaran matematika menekankan pola pikir deduktif
pemahaman konsep-kon
sifat-sifat yang sama yang dimiliki dan yang tidak dimili
konsep tersebut merupakan tuntutan pembelajaran matematika.
pembelajaran matematika menganut kebenaran konsistensi
kebenaran-kebenaran dalam matematika pada dasarnya m
kebenaran konsistensi, tidak ada pertentangan antara ke
konsep dengan yang lainnya. Suatu pernyataan dianggap benar bila
didasarkan atas pernyataan-pernyataan terdahulu yang telah diterima
kebenarannya.
odel Coopertive Learning Tipe Snowball Throwing Model Cooper
Menurut Joyce model pembelajaran adalah sua
suatu pola yang digunakan
belajaran di kelas atau pembelajaran tutorial dan untuk menentukan
perangkat-perangkat pembelajaran.20 Model pembelajaran merupakan
suatu pedoman yang digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan belajar.
Model pembelajaran mempunyai empat ciri, yaitu: 21
1) encipta atau
2) l tentang apa dan bagaimana siswa belajar (tujuan
3) rlukan agar model tersebut dapat
4) lingkungan belajar yan diperlukan agar tujuan pembelajaran itu dapat
Cooperative learning berasal dari kata cooperative yang artinya meng
ran kooperatif
merup
a n kooperatif
adala
rasional teoritik logis yang disusun oleh para p
pengembangnya
andasan pemikiran
pembelajaran yang akan dicapai)
tingkah laku mengajar yang dipe
dilaksanakan dengan berhasil
tercapai
erjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu
sama lainnya sebagai satu kelompok atau satu tim. Model cooperative learning ditandai oleh struktur tugas, tujuan, dan dan reward yang kooperatif. Siswa dalam situasi cooperative learning didorong dan/atau dituntut untuk mengerjakan tugas yang sama secara bersama-sama, dan mereka harus
mengkoordinasikan usahanya untuk menyelesaikan tugas itu.
Slavin dalam Isjoni mengemukakan bahwa pembelaja
akan suatu model pembelajaran dimana sistem belajar dan bekerja
dalam kelompok-kelompok kecil yang berjumlah 4-6 orang secara kolaboratif
sehingga dapat membuat siswa lebih bergairah dalam belajar. 22
Sedangkan Johnson mengemukakan bahwa pembelaj ra
h model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam mencapai
tujuan bersama. 23 Dalam kegiatan kooperatif, siswa mencari hasil yang
menguntungkan bagi seluruh anggota kelompok dengan pemanfaatan
kelompok kecil untuk memaksimalkan belajar mereka dan belajar anggota
lainnya dalam kelompok itu.
21
Trianto, Model- Model Pembelajaran….., hal. 6
22
Isjoni, Cooperative Learning, (Bandung: Alfabeta, 2009), h.15.
23
18
Falsafah yang mendasari pembelajaran kooperatif dalam pendidikan
adalah falsafah homo homini socius, yang menekankan bahwa manusia
adalah makhluk social. Kerjasama merupakan kebutuhan yang sangat penting
artinya bagi kelangsungan hidup. Tanpa kerjasama tidak akan ada keluarga,
organisasi atau sekolah.
Pelaksanaan prosedur pembelajaran kooperatif dengan benar akan
memungkinkan pendidik mengelola kelas dengan lebih efektif.
Langkah-langkah pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut. 24
a). Menyampaikan tujuan dan memberikan motivasi kepada siswa.
b). Menyajikan informasi.
c). Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar.
d). Membimbing kelompok belajar dan bekerja.
e). Evaluasi.
f). Memberikan penghargaan kapada kelompok-kelompok belajar.
Unsur- unsur yang ada dalam pembelajaran kooperatif : 25
1. Mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar
sesama sebagai latihan hidup bermasyarakat.
2. Saling ketergantungan positif antar individu (tiap individu punya
kontribusi dalam mencapai tujuan) dalam satu kelompok.
3. Siswa mempunyai tanggung jawab secara individu.
4. Temu muka dalam proses pembelajaran.
5. Komunikasi antar anggota kelompok.
6. Evaluasi proses pembelajaran kelompok.
Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif tersebut diberitahukan
kepada siswa dengan harapan agar siswa dapat bekerja sama dengan baik
dalam kelompoknya, sehingga menunjukkan sikap baik dalam proses belajar
24
Suyatno, Menjelajah Pembelajaran Inovatif, (Sidoarjo: Masmedia Buana Pustaka, 2009), h. 52.
25
mengajar yang pada akhirnya kemampuan akademik atau hasil belajar siswa
menjadi baik, sesuai dengan teori perkembangan yang mengasumsikan bahwa
interaksi antar siswa di sekitar tugas-tugas yang sesuai, meningkatkan
penguasaan mereka terhadap konsep-konsep yang sulit.
Pembelajaran kooperatif memiliki ciri-ciri sebagai berikut : 26
1. Kelompok dibentuk dengan siswa kemampuan tinggi, sedang, dan rendah.
2. Siswa dalam kelompok sehidup semati.
3. Siswa melihat semua anggota kelompok mempunyai tujuan yang sama.
4. Siswa membagi tugas dan dan tanggung jawab yang sama.
5. Akan dievaluasi untuk semua.
6. Berbagi kepemimpinan dan keterampilan untuk bekerja bersama.
7. Diminta untuk mempertanggungjawabkan individual materi yang
ditangani.
Ada beberapa perbedaan kelompok belajar kooperatif dengan
[image:31.595.114.511.196.724.2]kelompok belajar konvensional, yaitu:27
Tabel 1
Pebedaan Kelompok Belajar Kooperatif Dengan Kelompok Belajar Konvensional
Kelompok belajar kooperatif Kelompok belajar konvensional
Adanya saling ketergantungan positif, saling membangun, dan saling memberikan motivasi sehingga ada interaksi positif
Guru sering membiarkan adanya siswa yang mendominasi kelompok atau menggantungkan diri pada kelompok
Adanya akuntabilitas individual yang mengukur penguasaan materi pelajaran tiap anggota kelompok, dan kelompok diberi umpan balik tentang hasil belajar para anggotanya sehingga
Akuntabilitas individual sering diabaikan sehingga tugas-tugas sering di borong oleh salah seorang anggota kelompok sedangkan anggota kelompok lainnya hanya
26
Yatim Riyanto, Paradigma..., h. 270.
27
20
dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang dapat memberikan bantuan
“mendompleng” keberhasilan “pemborong”
Kelompok belajar heterogen, baik dalam kemampuan akademik, jenis kelamin, ras, etnik, dan sebagainya sehingga dapat saling mengetahui siapa yang memerlukan bantuan dan siapa yang memberikan bantuan
Kelompok belajar biasanya homogeny
Pimpinan kelompok dipilih secara demokratis atau bergilir untuk memberikan pengalaman memimpin bagi para anggota kelompok
Pemimpin kelompok sering ditentukan oleh guru atau kelompok dibiarkan untuk memilih pemimpinnya dengan cara masing-masing
Keterampilan social yang diperlukan dalam kerja gotongroyong seperti kepemimpinan, mempercayai orang lain, dan mengelola konflik secara langsung diajarkan
Keterampilan sosial sering tidak secara langsung diajarkan
Pada saat belajar kooperatif sedang berlangsung guru terus melakukan pemantauan melalui observasi dan melakukan intervensi jika terjadi masalah dalam kerja sama antar anggota kelompok
Pemantauan melalui observasi dan intervensi sering tidak dilakukan oleh guru pada saat belajar kelompok sedang berlangsung
Guru memperhatikan secara proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar
Guru sering idak memperhatikan proses kelompok yang terjadi dalam kelompok-kelompok belajar Penekanan tidak hanya pada
penyelesaian tugas tetapi juga hubungan interpersonal (hubungan antar pribadi yang saling menghargai)
Model Cooperative Lerning akan berjalan dengan baik pada kelas yang
kemampuan siswanya merata, namun sebenarnya kelas dengan kemampuan
siswa yang bervariasi lebih membutuhkan model ini. Secara umum,
kelompok heterogen disukai oleh para guru yang telah menggunakan model
pembelajaran cooperative learning. Hal ini disebabkan oleh beberapa alasan, antara lain kelompok heterogen memberikan kesempatan untuk saling
mengajar (peer tutoring) dan saling mendukung, kelompok ini meningkatkan relasi dan interaksi antar ras, agama, etnik, dan gender, dan kelompok
heterogen memudahkan pengelolaan kelas karena dengan adanya satu orang
yang berkemampuan akademis tinggi, guru mendapatkan satu asisten untuk
setiap tiga orang. 28
Pada dasarnya model cooperative learning dikembangkan untuk mencapai setidak-tidaknya tiga tujuan pembelajaran penting yang dirangkum
Ibrahim, et al. (2000),yaitu : 29
a. Hasil belajar akademik
Dalam coopertive learning selain memiliki beragam tujuan sosial, juga dapat memperbaiki prestasi siswa atau tugas-tugas akademis penting
lainnya. Beberapa ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam
membantu siswa memahami konsep-konsep sulit. Para pengembang
model ini telah menunjukkan, model struktur penghargaan koopertif telah
dapat meningkatkan nilai siswa pada belajar akademik dan perubahan
norma yang berhubungan dengan hasil belajar.
b. Penerimaan terhadap individu
Model cooperative learning juga bertujuan agar siswa dapat bergaul secara luas dengan orang-orang yang berbeda ras, budaya, kelas sosial,
kemampuan, dan ketidakmampuannya.
28
Anita Lie, Cooperative Learning( mempraktikkan cooperative learning di ruang-ruang kelas), (Jakarta : PT. Grasindo, 2009), h.43.
29
22
c. Pengembangan keterampilan sosial
Tujuan penting ketiga cooperative leaning adalah mengajarkan kepada siswa keterampilan bekerja sama dan kolaborasi.
Keterampilan-ketrampilan sosial penting dimiliki siswa, sebab saat ini banyak anak
muda masih kurang dalam keterampilan sosial.
Kelebihan model Cooperative Learning menurut Jarolimek & Parker
(1993) adalah sebagai berikut : 30
1) adanya saling ketergantungan yang positif antara siswa
2) adanya pengakuan dalam merespon perbedaan individu
3) siswa dilibatkan dalam perencanaan dan pengelolaan kelas
4) tercipta suasana kelas yang menyenangkan sehinggan membuat siswa
merasa rileks
5) terjalinnya hubungan yang hangat dan bersahabat antara siswa dengan
guru
6) siswa memiliki banyak kesempatan untuk mengekspresikan pengalaman
emosi yang menyenangkan.
b. Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing
Salah satu tipe yang ada pada cooperative learning adalah Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing yang menurut asal katanya berarti ‘bola salju bergulir’ yang dapat diartikan sebagai pembelajaran dengan
menggunakan bola pertanyaan dari kertas yang digulung bulat berbentuk bola
kemudian dilemparkan secara bergiliran di antara sesama siswa. 31
Dilihat dari pendekatan yang digunakan, tipe Snowball Throwing ini memadukan pendekatan komunikatif, integratif, dan keterampilan proses.
Kegiatan melempar bola pertanyan ini akan membuat kelompok menjadi
dinamis, karena kegiatan siswa tidak hanya berpikir, menulis, bertanya, atau
30
Isjoni, Cooperative ..., h.24.
berbicara. Akan tetapi mereka juga melakukan aktivitas fisik yaitu
menggulung kertas dan melemparkannya pada siswa lain. Dengan demikian,
tiap anggota kelompok akan mempersiapkan diri karena pada gilirannya
mereka harus menjawab pertanyaan dari temannya yang terdapat dalam bola
kertas.
Tipe pembelajaran Snowball Throwing merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa berkreatifitas membuat soal matematika dan
menyelesaikan soal yang telah dibuat oleh temannya dengan
sebaik-baiknya.32 Dengan demikian, siswa dituntut untuk membaca materi yang
akan dipelajari sebelum proses pembelajaran.
Secara rinci langkah-langkah penggunaan tipe pembelajaran Snowball
Throwing ini dapat diuraikan sebagai berikut.33
a). Guru menyampaikan pengantar materi yang akan disajikan
b). Guru membentuk kelompok-kelompok dan memanggil ketua dari setiap
kelompok untuk memberikan penjelasan tentang materi.
c). Masing-masing ketua kelompok kembali ke kelompoknya
masing-masing, kemudian menjelaskan materi yang disampaikan oleh guru
kepada temannya
d). Kemudian masing-masing siswa diberikan satu lembar kertas kerja,
untuk menuliskan satu pertanyaan apa saja yang menyangkut materi yang
sudah dijelaskan oleh ketua kelompok.
e). Kemudian kertas tersebut dibuat seperti bola dan dilempar dari satu siswa
ke siswa yang lain
f). Setelah siswa dapat satu bola/satu pertanyaan diberikan kesempatan
kepada siswa untuk menjawab pertanyaan yang tertulis dalam kertas
berbentuk bola tersebut secara bergantian.
32http://etd.eprints.ums.ac.id/4921/ 33
24
g). Evaluasi
h). Penutup
Penggunaan model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing
dalam pembelajaran matematika dapat memberikan dampak positif bagi
siswa, karena model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing
memiliki beberapa kelebihan, antara lain : 34
1. Melatih kesiapan siswa dalam proses pembelajaran
2. Siswa saling memberikan pengetahuan.
Penerapan Model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing dinilai cocok dalam pembelajaran matematika khususnya pokok bahasan
bilangan bulat sesuai indikator dalam KTSP, yaitu menyelesaikan operasi
perkalian dan pembagian bilangan bulat. Hal ini dikarenakan dalam proses
pembelajaran Snowball Throwing siswa dilatih untuk selalu siap dalam membuat pertanyaan dan menjawab pertanyaan yang diperoleh dari siswa
lain. Semakin banyak siswa menjawab pertanyaan sama dengan siswa
mengerjakan latihan secara berulang-ulang.
Penggunaan model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing pada pembelajaran bilangan bulat dimulai dengan pembentukan kelompok.
Kemudian masing-masing ketua kelompok maju ke depan kelas untuk
mendapatkan informasi materi yang akan dipelajari, misalnya operasi
perkalian dan pembagian bilangan bulat. Tahap berikutnya adalah setiap
siswa mendapatkan satu lembar kertas kerja dan membuat pertanyaan yang
bersangkutan dengan opersi perkalian dan pembagian bilangan bulat.
Selanjutnya adalah melempar kertas kerja yang sudah berisi pertanyaan dan
digulung seperti bola kepada siswa lain yang berbeda kelompok. Setiap siswa
mempunyai tanggung jawab untuk menjawab pertanyaan yang diperoleh dari
siswa lain dan melakukan diskusi dengan kelompoknya untuk membahas
setiap pertanyaan dalam satu kelompok.
34
Kegiatan pembelajaran diakhiri dengan presentasi dari beberapa
kelompok, karena waktu yang ada tidak memungkinkan setiap kelompok
untuk melakukan presentasi. Pemilihan kelompok yang maju presentasi
berdasarkan pada pertanyaan yang lebih bervariasi dari kelompok lainnya.
Kemudian guru membimbing siswa dalam evaluasi dan membuat kesimpulan.
3. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran konvensional adalah sebuah pembelajaran yang biasa
digunakan oleh guru dalam proses pembelajaran. Dalam pembelajaran
konvensional, guru memiliki peranan yang sangat penting. Guru dituntut
untuk menjelaskan materi dari awal hingga akhir pelajaran untuk menjamin
bahwa semua siswa mengerti akan materi tersebut.
Pembelajaran konvensional menyebabkan siswa menjadi pasif dalam
proses pembelajaran, karena pembelajaran yang berlangsung lebih berpusat
pada guru dan komunikasi yang terjadi adalah komunikasi satu arah. Hal ini
menyebabkan kurangnya interaksi yang terjadi antara guru dengan siswa.
Siswa lebih banyak mendengarkan, mencatat, dan akhirnya menghafal
penjelasan yang diberikan oleh guru. Dalam proses pembelajaran siswa hanya
sekali-kali bertanya mengenai hal-hal yang disampaikan oleh guru dan
biasanya hal tersebut dilakukan oleh siswa yang sama. Sehingga proses
pembelajaran yang berlangsung menjadi kurang efektif.
Ciri-ciri pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut:
1. Pembelajaran lebih berpusat pada guru
2. Siswa biasanya lebih pasif dalam proses pembelajaran
3. Siswa merupakan objek pembelajaran
4. Siswa belajar dengan menghafal
5. Bahan ajar biasanya dalam bentuk ceramah, tugas tulis dan media lain
menurut pertimbangan guru
26
4. Hasil Penelitian yang Relevan
Salah satu penelitian yang menggunakan Model Cooperative Learning
Tipe Snowball Throwing adalah Silfia Maulida dalam penelitiannya yang berjudul ”Upaya Meningkatkan Kemampuan Komunikasi Matematika
Melalui Kolaborasi Model Quantum Teaching dan Model Kooperatif Tipe
Snowball Throwing pada kelas X-1 SMA Negeri 7 Yogyakarta” Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Quantum Teaching yang
dikolaborasikan dengan model pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing
yang dapat meningkatkan kemampuan komunikasi matematika siswa meliputi
tahap tumbuhkan, alami, namai, demonstrasikan, ulangi, dan rayakan.
Peningkatan kemampuan komunikasi matematika siswa tampak dari hasil rubric
penilaian komunikasi matematika dari kategori “Sedang” dengan persentase
64,08% pada siklus I menjadi kategori “Tinggi” dengan persentase 77,11% pada
siklus II. Hal ini didukung dengan hasil tes kemampuan komunikasi matematika
siswa yang meningkat dari pre tes dengan persentase 42,71% dalam kategori
“Rendah” menjadi 60,73% dalam kategori “Sedang” pada post tes siklus I dan
pada post tessiklus II menjadi 65,11% dalam kategori “Tinggi”. 35
Penelitian lain yang menggunakan Model Cooperative Learning Tipe
Snowball Throwing adalah Ari Daryani dalam penelitiannya yang berjudul ”Peningkatan Pemahaman Konsep Matematika Melalui Model Pembelajaran
Snowball Throwing”. Penelitian ini merupakan Penelitian Tindakan Kelas
(PTK) pada kelas VII G SMP Negeri 1 Godong. Hasil penelitian ini
menunjukkan adanya peningkatan pemahaman konsep pada sub pokok
persegi panjang dan persegi. Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan: 1)
dengan model pembelajaran Snow Ball Throwing dapat meningkatkan
pemahaman konsep matematika hal ini dapat dilihat dari keaktifan siswa yang
mengerjakan soal ke depan kelas sebelum putaran mencapai 15% dan di akhir
putaran mencapai 72,5%, Mengajukan ide/gagasan sebelum putaran mencapai
35
12,5% dan diakhir putaran mencapai 65%, keaktifan bertanya sebelum
putaran 7,5% dan di akhir putaran mencapai 67,5%. 2) hasil belajar
matematika siswa meningkat dengan menggunakan model pembelajaran
Snow Ball Throwing, disini dapat dilihat dari hasil belajar siswa dengan nilai ≥ 60 sebelum putaran 10% dan diakhir putaran mencapai 70%, hasil belajar dengan nilai < 60 sebelum putaran mencapai 90% dan diakhir putaran
mencapai 30%.36
Melihat dari beberapa penelitian yang telah dilakukan, maka dapat
diambil kesimpulan bahwa pembelajaran dengan model Cooperative Learning tipe Snowball Throwing menggunakan sangat efektif untuk digunakan dalam proses belajar mengajar. Oleh karena itu, peneliti merasa
tertarik untuk melakukan penelitian yang menggunakan model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing.
d. Kerangka Berpikir
Matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan
teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu
dan memajukan daya pikir manusia. Namun, penelitian tentang matematika
seringkali dianggap sebagai terbatas, individualistik atau kompetitif. Satu
pekerjaan atau perjuangan yang semata-mata ditujukan untuk memahami
materi atau memecahkan masalah yang ditugaskan. Mungkin tidaklah
mengejutkan kalau banyak siswa sekolah dan orang dewasa yang takut
dengan matematika dan berusaha menghindarinya. Oleh karena itu,
diperlukan suatu pembaharuan dalam proses pembelajaran matematika. Pada
proses pembelajaran dengan paradigma lama masih kurang variasi model
pembelajaran yang digunakan sehingga proses pembelajaran jadi monoton.
Pembelajaran harus turut berubah seiring dengan perubahan aspek yang
lainnya sehingga terjadi keseimbangan dan kesesuaian.
36
28
Salah satu model pembelajaran yang dikembangkan untuk
meningkatkan kualitas pembelajaran yaitu dengan menggunakan model
cooperative learning. Cooperative learning juga menghasilkan peningkatan kemampuan akademik, meningkatkan kemampuan berpikir kritis, membentuk
hubungan persahabatan, menimba informasi, belajar menggunakan
sopan-santun, meningkatkan motivasi siswa, memperbaiki sifat terrhadap sekolah
dan belajar mengurangi tingkah laku yang kurang baik, serta membantu siswa
dalam menghargai pokok pikiran orang lain.
Tipe dari model cooperative learning salah satunya adalah tipe
snowball throwing. Tipe pembelajaran Snowball Throwing merupakan suatu cara penyajian pelajaran dengan cara siswa berkreatifitas membuat soal
matematika dan menyelesaikan soal yang telah dibuat oleh temannya dengan
sebaik-baiknya.
Penerapan tipe Snowball Throwing ini dalam pembelajaran matematika khususnya pokok bahasan bilangan bulat melibatkan siswa untuk dapat
berperan aktif dengan bimbingan guru, agar peningkatan kemampuan siswa
dalam memahami konsep dapat terarah lebih baik. Sehingga hasil belajar
siswa juga akan lebih baik. Secara grafis, penulis menggambarkan kerangka
berpikir dalam penelitian ini sebagai berikut :
Materi Pembelajaran Guru
Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing
Bilangan Bulat
[image:40.595.111.511.103.712.2]Hasil belajar matematika siswa meningkat
Gambar 1
e. Pengajuan Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah hasil belajar matematika siswa
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada MTs. Negeri Legok yang beralamat
di Jl H Abdurrahman No 85 A Pagedangan, Tangerang.
2. Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2010/2011
pada bulan Agustus sampai dengan bulan September 2010. Waktu
[image:42.595.107.517.128.591.2]pelaksanaan penelitian akan terlihat pada tabel dibwah ini :
Tabel 2
Waktu Pelaksanaan Penelitian
Waktu Kegiatan
15 Juni 2010 Permohonan izin observasi dan wawancara dengan guru bidang study 21 Juli 2010 Permohonan izin penelitian
2 Agustus 2010 – 1 September
2010 Penelitian
4 Agustus 2010 Uji validitas instrument 22 September 2010 Pemberian postes
B. Metode dan Desain Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode quasi
eksperimen (penelitian semu), yaitu metode eksperimen yang tidak
memungkinkan peneliti melakukan pengontrolan penuh terhadap variabel dan
kondisi eksperimen. Kelas eksperimen adalah kelas dengan perlakuan model
Cooperative Learning tipe snowball throwing dan kelas kontrol dengan pembelajaran konvensional. Desain penelitian yang digunakan adalah
[image:43.595.110.513.163.600.2]Randomized Subject Posttest Only Control Group Design dengan rincian sebagai berikut :1
Tabel 3 Desain Penelitian
Kelas Perlakuan Post Test
Eksperimen
Kontrol
Keterangan :
: Perlakuan dengan Model Cooperative Learning Tipe Snowball Throwing
: Tes akhir yang sama pada kedua kelas
C. Populasi dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi target dalam penelitian ini adalah seluruh siswa MTs. Negeri
Legok . Sedangkan populasi terjangkau pada penelitian ini adalah siswa kelas
VII MTs. Negeri Legok. Teknik pengambilan sampel menggunakan sampel
acak kelas. Setelah dilakukan sampling terhadap enam kelas yang ada
diperoleh sampel adalah kelas VII 4 sebagai kelas kontrol dengan jumlah
siswa sebanyak 36 orang dan kelas VII 6 sebagai kelas eksperimen dengan
jumlah siswa sebanyak 36 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data 1. Variabel yang Diteliti
a. Variabel bebas : Pembelajaran kooperatif tipe Snowball Throwing
b. Variabel Terikat : Hasil belajar matematika pada pokok bahasan
bilangan bulat.
1
32
2. Data Penelitian
Data penelitian diambil dari hasil belajar matematika pada kelas
eksperimen dan kelas kontrol yang diperoleh dari skor tes formatif pada
pokok bahasan bilangan bulat dimana tes yang dikerjakan oleh kedua kelas
tersebut sama, yang dilakukan pada akhir pokok bahasan materi bilangan
bulat.
3. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini berupa tes berbentuk
pilihan ganda sebanyak 20 buah soal untuk mengukur hasil belajar
matematika siswa. Dimana 10 soal merupakan hasil dari uji validitas dan
10 soal dari perbaikan instrumen dengan pembimbing dengan kisi-kisi
instrumen sebagai berikut:
Tabel 4
KISI-KISI INSTRUMEN TES HASIL BELAJAR Kompetensi Dasar : 1.1 Melakukan operasi hitung bilangan bulat
1.2 Menggunakan sifat-sifat operasi hitung bilangan bulat dalam pemecahan masalah
Indikator Kemampuan Nomor
soal C1 C2 C3
Membedakan bilangan bulat positif dan
bilangan bulat negative
√ 1
Menyatakan hubungan antara dua bilangan
bulat
√ 2
Menyelesaikan operasi tambah,kurang, kali,
bagi, pangkat dan akar kuadrat bilangan bulat
termasuk operasi campuran
√
√
√
3, 4, 7, 20
18, 19
[image:44.595.113.514.220.754.2]Menentukan dan menjelaskan sifat-sifat operasi
hitung pada bilangan bulat
√ 6
Menentukan KPK danFPB dengan
memfaktorkan
√ 8, 9
Menggunakan KPK dan FPB untuk
menyelesaikan masalah
√ 10
Menaksir hasil perkalian, pembagian dan
melakukan pembulatan bilangan bulat
√ 11, 12
Menghitung akar kuadrat suatu bilangan √ 17
Menggunakan sifat-sifat penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian, dan
perpangkatan bilangan bulat untuk
menyelesaikan masalah
√
13, 15
Jumlah 20
Keterangan: C1 = Mengingat
C2 = Memahami
C3 = Mengaplikasikan
Instrumen terlebih dahulu diuji cobakan sebelum digunakan sehingga
didapatkan instrumen yang baik. Uji coba ini dimaksudkan untuk
memperoleh validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya pembeda
instrumen.
a. Uji Validitas
Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan dan dapat mengungkapkan data dari variabel yang
diteliti secara tepat.
Pada instrumen tes hasil belajar matematika, validitas yang
34
sebutir item dalam mengukur apa yang seharusnya diukur lewat butir
item tersebut.
Pengujian validitas item untuk tes berbentuk pilihan ganda dalam
penelitian ini menggunakan rumus korelasi point biserial, yaitu:2
=
Keterangan:
= Koefisien korelasi point biserial yang melambangkan kekuatan
korelasi antara variabel I dengan variabel II, yang dalam hal ini
dianggap sebagai koefisien validitas item.
= Skor rata-rata hitung yang dimiliki oleh testee, yang untuk butir
item yang bersangkutan telah dijawab dengan betul.
= Skor rata-rata dari skor total.
SDt = Deviasi standar dari skor total.
P = Proporsi testee yang menjawab betul terhadap butir item yang
sedang diuji validitas itemnya.
q = Proporsi testee yang menjawab salah terhadap butir item yang
sedang diuji validitas itemnya.
Setelah diperoleh harga , selanjutnya dilakukan pengujian
validitas dengan membandingkan harga dan product moment,
s terlebih dahulu menetapkan degrees of freedomnya atau derajat kebebasannya, dengan rumus dk = n – 2. Dengan diperolehnya dk, maka
dapat dicari harga product moment pada taraf signifikansi 5 %. Kriteria pengujiannya adalah jika , maka soal tersebut valid
dan jika maka soal tersebut tidak valid. Dari hasil uji
validitas 30 soal yang diujicobakan terdapat 10 soal yang valid (pada
lampiran 8) dan 10 soal yang yang telah diperbaiki.
2
b. Uji reliabilitas
Suatu instrumen dikatakan reliabel apabila instrumen tersebut
konsisten dalam memberikan penilaian atas apa yang diukur. Pengujian
reliabilitas untuk tes berbentuk pilihan ganda dalam penelitian ini
menggunakan rumus KR-20, yaitu:3
⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ −∑ ⎟⎟ ⎠ ⎞ ⎜⎜ ⎝ ⎛ −
= 2 2
11 ) 1 ( S pq S n n
r
Keterangan: 11 r= Koefisien reliabilitas tes.
n = Banyaknya butir item. 1 = Bilangan konstan.
= Varian total. 2
t
s
pi = Proporsi testee yang menjawab dengan betul butir item yang bersangkutan.
qi = Proporsi testee yang jawabannya salah, atau qi = 1 - pi .
i iq
p
∑ = Jumlah dari hasil perkalian antara pi dengan qi .
Klasifikasi interpretasi reliabilitas yang digunakan adalah sebagai
berikut:4
3
M. Subana dan Sudrajat, Dasar-Dasar Penelitian Penelitian Ilmiah, (Bandung: Pustaka Setia, 2005), cet. II, hal. 131-132
4
36
Tabel 5
Klasifikasi Interpretasi Reliabilitas
Nilai Korelasi Interpretasi
11
r ≤0,20
0,20<r11≤0,40
0,40<r11≤0,70
0,70<r11≤0,90
0,90<r11<1,00
= 11
r 1,00
Tidak ada korelasi
Korelasi rendah
Korelasi sedang
Korelasi tinggi
Korelasi sangat tinggi
Korelasi sempurna
Dari uji reliabilitas yang dilakukan pada butir soal yang valid
didapatkan reliabilitas sebesar 0,48 (pada lampiran 9) dengan tingkat
reliabilitas sedang
c. Uji Taraf Kesukaran (Difficulty Index)
Taraf kesukaran tes adalah kemampuan tes tersebut dalam
menjaring banyaknya subjek peserta tes yang dapat mengerjakan dengan
betul. Hasil hitungnya merupakan proporsi atau perbandingan antara
siswa yang menjawab benar dengan keseluruhan siswa yang mengikuti
tes. Semakin besar indeks menunjukan semakin mudah butir soal.
Tingkat kesukaran yang baik adalah P = 0,5. Rumusnya adalah sebagai
berikut: :5 <