• Tidak ada hasil yang ditemukan

Injeksi Furosemid dalam bentuk sediaan Ampul

N/A
N/A
2C@2021 _Nur Rozita Fitriana

Academic year: 2024

Membagikan "Injeksi Furosemid dalam bentuk sediaan Ampul"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

Injeksi Furosemid dalam Bentuk Sediaan Ampul

Putri Andriana*, Auliya Eka Lesmana Sari*, Hanniyah*, Muhammad Sahindrawan*, dan Nurul Fakhraini Arfah*

*Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Program Studi Farmasi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta

Abstrak

Sediaan injeksi dengan zat aktif furosemid digunakan untuk terapi hipertensi intrakranium,membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat Anti Diuretik Hormon. Injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. Teknik sterilisasi yang digunakan meliputi sterilisasi dengan autoclave, filtrasi serta proses pencampuran formula dalam LAF. Pembuatan injeksi Furosemid dalam percobaan ini menggunakan bahan NaCl sebagai agen pengisotonis dan WFI sebagai pembawa. Dengan menggunakan metode Liso, maka diperoleh jumlah NaCl yang diguanakan sebagai agen pengisotonis sebesar1,34 mg/mL. Dari hasil uji, diperoleh larutan injeksi yang jernih (bebas partikel) serta tidak terjadi kebocoran pada ampul. pH yang diperoleh dari hasil uji sebesar 10.

Kata kunci :

Furosemid, Injeksi, Ampul, sterilisasi, isotonis, Natrium Klorida, Liso.

I. PENDAHULUAN

furosemid digunakan untuk

terapi hipertensi

intrakranium,membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan menghambat Anti Diuretik Hormon

(7). Injeksi merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan,yang disuntikkan

(2)

dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir. njeksi volume kecil adalah injeksi yang dikemas dalam wadah 100 ml atau kurang(2).

Pemberian obat secara parenteral (berarti “diluar usus”) biasanya dipilih bila diinginkan efek yang cepat,kuat,dan lengkap atau untuk obat yang merangsang atau dirusak getah lambung (hormon), atau tidak direabsorbsi usus (streptomisin).Begitu pula pada pasien yang tidak sadar atau tidak mau bekerja sama.Keberatannya adalah cara ini lebih mahal dan nyeri serta sukar dugunakan oleh pasien sendiri.Selain itu,ada pula bahaya terkena infeksi kuman(harus steril) dan bahaya merusak pembuluh atau saraf jika tempat suntikan tidak dipilih dengan tepat.Intravena adalah injeksi kedalam pembuluh darah menghasilkan efek tercepat : dalam waktu 18 detik,yaitu waktu 1 peredaran darah ,obat sudah tersebar ke seluruh jaringan.Tetapi,lama kerja obat biasanya hanya singkat.

Furosemid memiliki nama lain Furosemidum dengan rumus

molekul C12H11ClN2O5S dan rumus struktur sebagai berikut (1) :

Pemerian Furosemid berupa serbuk hablur, putih sampai kuning;

tidak berbau dengan sifat fisikokimia meliputi : Kelaurtan : praktis larut dalam air; mudah laru dalam aseton, dalam dimetilformamida dan dalam larutan alkali hidroksida; larutan dalam methanol; agak sukar larut dalam etanol; sukar larut dalam eter;

sangat sukar larut dalam kloroform(2). Nilai Log P(octanol/water), 2.0.;

pKa3.9 (20°); serta pH 8,9 – 9,3 (1). Fungsinya dalam formulasi adalah sebagai zat aktif (diuretik).

Penyimpanan : dalam wadah tertutup baik.

Sediaan injeksi dibuat karena memiliki beberapa keuntungan.

Namun, selain keuntungan, sediaan injeksi juga memiliki beberapa kekurangan. Adapun keuntungan dan kerugian tersebut meliputi :

(3)

Keuntungan :Bekerja cepat (segera bekerja seperti adrenalin pada shock anafilaktik), baik untuk penderita yang tidak mampu menelan, dapat digunakan untuk keadaan yang mendesak, misal pada kecelakaan, operasi dan sebagainya, untuk pemberian obat yang tidak tahan asam lambung (obat yang tidak bisa melewati jalur pencernaan) ,untuk anastetik lokal, menjamin sterilitas obat dan takaran obat yang tepat, reaksi dari obat yang diinjeksikan dapat diketahui, obat-obat dalam injeksi dapat bertahan dalam waktu yang cukup lama. Adapun kerugiannya meliputi : karena pemberian secara parenteral, jika terjadi kesalahan dalam pemberian dosis tidak dapat dilakukan segera tindakan pencegahannya, orang yang melalukan atau yang memakain sediaan injeksi harus memiliki keahlian khusus, sering terjadi rasa nyeri dan sakit saat di suntik serta meninggalkan bekas sehabis disuntik, harga sediaan injeksi relatif

lebih mahal, pengobatan

menggunakan injeksi sukar dibandingkan dengan obat lain.

II. METODE PENELITIAN ALAT

Alat yang digunaka meliputi kaca arloji, batang pengaduk, cawan porselen, gelas ukur, pipet tetes, corong, erlenmeyer, gelas beker dan pinset.

BAHAN

Bahan yang digunakan meliputi Furosemid, Kapas, Kertas saring, vial, Sodium Klorida, Sodium Hidroksida, Hydroklorid Acid (HCl), Water For injection (WFI).

METODE STERILISASI

Metode sterilasi yang digunakan yaitu metode sterilisasi panas basah dengan menggunakan autoclave dengan suhu 121 º C selama 15 menit Selain itu, metode sterilisasi lain yang digunakan yaitu metode filtrasi dan pencampuran formulasi dilakukan di bawah Laminar Air Flow (LAF).

EVALUASI SEDIAAN 1. Penetapan pH (2)

Harga ph adalah harga yang diberikan oleh alat potensiometrik (ph meter) yang sesuai ,yang telah dibakukan sebagaimana mestinya ,yang mampu mengukur harga ph sampai 0,02 unit ph menggunakan

(4)

elektrode indikator yang peka terhadap aktivitas ion hidrogen ,elektrode kaca dan elektrode pembanding yang sesuai seperti elektrode kalomel atau elektrode perak-perak klorida.

Alat harus mampu menunjukkan potensial dari pasangan elektrode dan untuk pembakuan ph menggunakan potensial yang dapat diatur ke sirkuit dengan menggunakan”pembakuan”,

“nol”,”asometri”, atau “kalibrasi”, dan harus mampu mengontrol perubahan dalam milivolt per perubahan unit pada pembacaan ph melalui kendali “suhu” dan atau kemiringan.Pengukuran dilakukan pada suhu 25ᵒ ± 2ᵒ ,kecuali dinyatakan lain dalam masing- masing monografi.Jika ph larutan yang diukur mempunyai komposisi yang cukup miring dengan larutan dapar yang digunakan untuk pembakuan ,ph yang diukur mendekati ph teoritis.Keasaman dapat diukur saksama menggunakan elektrode dan instrumen yang dibakukan (2).

b. Uji Kejernihan Larutan(2) Lakukan penetapan menggunakan tabung reaksi alas datar diameter 15

mm – 25 mm, tidak bewarna,tidak transparan,dan terbuat dari kaca netral.Masukkan ke dalam dua tabung reaksi masing-masing larutan zat uji dan suspensi pandanan yang sesuai secukupnya,yang dibuat segar dengan cara seperti tertera dibawah,sehingga volume larutan dalam tabung reaksi terisi setinggi tepat 40 mm.Bandingkan kedua isi tabung setelah 5 menit pembuatan suspensi pandanan,dengan latar belakang hitam.Pengamatan dilakukan dibawah cahaya yang terdifusi ,tegak lurus ke arah bawah tabung.Difusi cahaya harus sedemikian rupa sehingga suspensi pandanan I dapat langsung dibedakan dari air dan dari suspensi pandanan II.

Baku opalesen larutkan 1,0 gram hidrazina sulfat P dalam air secukupnya hingga 100,0 ml, biarkan selama 4 jam hingga 6 jam.Pada 25,0 ml larutan ini ditambahkan larutan 2,5 gram heksamina P dalam 25,0 ml air,campur dan biarkan selama 24 jam.. Suspensi ini stabil selama 2 bulan jika disimpan dalam wadah kaca yang bebas dari cacat permukaan.Suspensi tidak boleh

(5)

menempel pada kaca dan harus dicampur dengan baik sebelum digunakan.

Untuk membat baku

opalesen,encerkan 15,0 ml suspensi dengan air hingga 1000 ml.Suspensi harus digunakan dalam waktu 24 jam setelah pembuatan.

Suspensi pandanan ,buatlah suspensi pandanan I sampai dengan suspensi pandanan IV dengan cara seprti yang tertera pada tabel.Masing-masing suspensi harus tercampur baik dan dikocok sebelum digunakan.

Pernyataan kejernihan dan derajat opalesen suatu cairan dinyatakan jernih jika kejernihannya sama dengan air atau pelarut yang digunakan bila di amati dibawah kondisi seperti tersebut diatas atau jika opalesensinya tidak lebih nyata dari suspensi pandanan I.Persyaratan untuk derajat opalesensi dinyatakan dalam suspensi pandanan I,II,III (2). c. Uji Kebocoran(5)

Pada pembuatan kecil-kecilan hal ini dapat dilakukan dengan mata tetapi untuk produksi skala besar hal ini tidak mungkin dikerjakan. Wadah- wadah takaran tunggal yang masih

panas setelah selesai disterilkan dimasukkan kedalam larutan biru metilen 0,1%. Jika ada wadah-wadah yang bocor maka larutan biru etilen akan dimasukkan kedalamnya karena perbedaan tekanan di luar dan di dalam wadah tersebut. Cara ini tidak dapat dilakukan untuk larutan-larutan yang sudah berwarna. Wadah-wadah takaran tunggal disterilkan terbalik, jika ada kebocoran maka larutan ini akan keluar dari dalam wadah.

Wadah-wadah yang tidak dapat disterilkan, kebocorannya harus diperiksa dengan memasukkan wadah-wadah tersebut ke dalam eksikator yang divakumkan. Jika ada kebocoran akan diserap keluar (5). FORMULASI

Ite m

Bahan Jumlah(mg ) 1 Furosemi

d

10 2 Sodium

Klorida

1,34 3 Water for

injection

1 mL

PERHITUNGAN TONISITAS ΔTf ≈ 0,9 % NaCl  9g/100mL ΔTf = (Liso x Berat x 1000) (BM x V)

(6)

= (1,86 x 0,01 x 1000) (330,74 x 100)

= 5,624 x 10-4

ΔTf isotonis = 0,52

= 0,52 – (5,624x10-4 )

= 0,5194

Setara dengan NaCl

(0,5194/0,52) x 0,9% = 0,899 % = 0,899 g/100mL = 899 mg/100mL

= 8,99 mg/mL x 50mL = 449,5 mg/50mL (NaCl yang ditimbang)

CARA PEMBUATAN

Furosemid ditambahkan dengan NaOh dan WFI (a), NaCl dilarutkan dengan WFI (b), dicampurkan campuran a+b, dicek pH (jika tidak mencapai target maka ditambahkan NaOH/HCl, disaring sebanyak 2 kali, dimasukkan ke dalam ampul, diuji kejernihannya, disterilisasi akhir dengan autoclave, dilakukan uji kebocoran.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pembuatannya, sediaan harus memenuhi persyaratan yang ditetapkan untuk sediaan parenteral, seperti syarat isohidris, steril,

bebas pirogen, dan isotonis.

Hal ini dikarenakan, pemberiaan sediaan ini langsung diinjeksikan melalui pembuluh darah. Zat pengisotonis yang digunakan pun tidak hanya NaCl, namun dapat pula digunakan dextrose. Tetapi karena sediaan yang dibuat kali ini hanya berisi elektrolit, maka bahan pengisotonis yang digunakan hanya NaCl.

Selain isotonis, sediaan juga harus bersifat isohidri, yaitu pH sediaan harus sama atau paling tidak mendekati pH fisiologis tubuh, yaitu 6,8 – 7,4. Hal ini dimaksudkan agar sediaan tidak menyebabkan phlebesetis (inflamasi pada pembuluh darah) dan throbosis (timbulnya gumpalan darah yang dapat menyumbat pembuluh darah).

Selain itu, tujuan dari pengaturan pH ini adalah agar sediaan yang dibuat tetap stabil pada penyimpanan.

- Isotonis

Jika suatu larutan

konsentrasinya sama besar dengan konsentrasi dalam sel darahmerah, sehingga tidak terjadi pertukaran

(7)

cairan diantara keduanya, maka larutandikatakan isotonis (ekuivalen dengan larutan 0,9% NaCl).

- Isoosmotik

Jika suatu larutan memiliki tekanan osmose sama dengan tekanan tekanan osmoseserum darah, maka larutan dikatakan isoosmotik (0.9% NaCl)

- Hipotonis

Konsentrasi obat, larutan lebih rendah dari serum darah, sehingga menyebabkan airakan melintasi membran sel darah merah dan

menyebabkan peningkatan

tekanandalam sel. Tekanan yang lebih besar menyebabkan pecahnya sel-sel darah merah. Peristiwa demikian disebut :

- Hemolisa.

Keadaan hipotonis kurang dapat ditoleransi,karena pecahnya sel bersifat irreversible.

- Hipertonis

Konsentrasi obat lebih tinggi dari serum darah, sehingga menyebabkan air keluardari sel darah melintasi membran semipermeabel

dan mengakibatkan

terjadinyapenciutan sel-sel darah

merah (krenasi). Larutan perlu isotonis agar :

1. Mengurangi kerusakan

jaringan dan iritasi

2. Mengurangi hemolisis sel darah

3. Mencegah ketidak seimbangan elektrolit

4. Mengurangi sakit pada daerah injeksi

Dosis untuk pemberian injeksi furosemid adalah :

Dosis umum :

Untuk pemberian injeksi dosis minimal/maximal untuk dewasa adalah 10 mg / 600 mg. Untuk anak- anak dosis minimal/maximal adalah 0,5 mg/kg / 6mg/kg. Sedangkan untuk pemberian secara oral untuk dewasa dosis minimal/maximal adalah 20 mg / 600 mg, dan untuk anak-anak dosis minimal/maximal adalah 0,5 mb/kg / 6 mg/kg. Pada praktikum digunakan furosemid dalam sediaan injeksi 10 mg / 600 mg.

Dosis berdasarkan penyakit : a. Tablet

Edema dan hipertensi pada orang dewasa dan anak-anak:

(8)

Dewasa ; sehari 1-2 kali, 1-2 tablet.

Dosismaksimum adalah 5 tablet sehari. Dosis pemeliharaan adalah 1 tablet selang 1 hari.

Anak-anak ; Sehari 1-3 mg per kg bb/hari, maksimum 40 mg/hari.

b. Injeksi

Dewasa atau > dari 15 tahun ; dosis awal 20-40 mg. Bila hasilnya belum memuaskan, dosis dapat ditingkatkan 20 mg tiap interval waktu 2 jam sampai diperoleh hasil yang memuaskan. Dosis individual ; 20 mg, 1-2 kali sehari.

Edema paru-paru akut

Dosis awal : 40 mg. Bila diperlukan dapat diberikan dosis lanjutan 20-40 mg setelah 20 menit.

Forced diuresis (diuresis yang dipaksakan)

20 – 40 mg furosemida diberikan sebagai tambahan dalam infus elektrolit. Selanjutnya tergantung pada eliminasi urin, termasuk penggantian cairan dan elektrolit yang hilang. Pada keracunan karena asam atau basa, kecepatan eliminasi dapat ditingkatkan dengan meningkatkan keasaman atau kebasaan urin.

Bayi dan anak-anak <15 tahun, pemakaian paranteral hanya diberikan pada kondisi yang mengancam jiwa. i.v atau i.m : sehari 1 mg/kg bb, maksimum 20 mg sehari. Selanjutnya terapi paranteral haus secepatnya diganti secara oral.

Adapun rute pemberian injeksi Furosemid yaitu melalui jalur intramuskular atau intravena.

Pemberian intramuskular berarti disuntikkan ke dalam jaringan otot, umunya disuntikkan di otot pantat dan paha, larutan dibuat sedapat mungkin isotonik. Rute pemberian yang lain melalui intravena, yaitu diinjeksikan ke dalam pembuluh darah, dalam jumlah kecil tidak mutlak harus isotoni dan isohidris.

Metode sterilisasi yang digunakan pada praktikum pembuatan tetes mata kali ini adalah;

yang pertama metode sterilisasi uap panas menggunakan auto-clave dimana ini berfungsi untuk menghilangkan mikrobiologi yang berada dalam alat-alat yang akan digunakan, selanjutnya adalah sterilisasi di bawah LAF, dan yang terakhir adalah sterilisasi dengan penyaringan, dimana fungsinya

(9)

untuk menghilangkan partikel yang ada pada larutan injeksi furosemid.

Adapun uji yang dilakukan pada sediaan injeksi Furosemid ialah uji pH, uji kejernihan dan uji kebocoran. pH yang ditargetkan untuk sediaan injeksi adalah bermisar antara 7,4 – 9, namun, dari sediaan yang telah dibuat, diperoleh pH larutan sebesar 10 (3). Hal ini kemungkinan disebabkan oleh penggunaan HCl yang kurang pekat sehingga pH nya terlalu tinggi dari standar. Uji kedua adalah uji kejernihan. Dari hasil pengujian di bawah lampu, tidak terdapat partikel halus dalam larutan ataupun partikel-partikel yang tidak larut, sehingga larutan injeksi Furosemid dikatakan jernih. Hasilnya dapat dilihat pada gambar berikut (3). Uji terakhir yang dilakukan adalah uji kebocoran yang dilakukan dengan membalik ampul dengan posisi kepa di bawah lalu diamati apakah terdapat larutan injeksi yang menetes atau keluar dari ampul. Hasilnya, tidak terdapat tetesan larutan injeksi ataupun keluarnya larutan dari dalam ampul sehingga disimpulkan bahwa

sediaan sediaan ampul tidak mengalami kebocoran(5).

Sebelum dilakukan

pembuatan sediaan injeksi, dilakukan perhitungan tonisitas terlebih dahulu.

Perhitungan tonisitas yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah perhitungan tonisitas dengan metode Liso . Metode ini menghitung

Sediaan ampul injeksi furosemid

Uji kejernihan larutan injeksi furosemid

(10)

penurunan titik beku dengan rumus sebagai berikut :

ΔTf = Liso x berat x 1000 BM x V Dimana :

ΔTf = penurunan titik beku

Liso = harga tetapan; non elektrolit = 1,86; elektrolit lemah = 2; univalen = 3,4

Bm = berat molekul

V = volume larutan dalam ml Berat = dalam gram zat terlarut Metode lain yang juga sering digunakan dalam praktikum adalah metode Ekivalensi NaCl. Metode ini didefinisikan sebagai faktor yang dikonversi terhaap sejumlah tertentu zat terlarut terhadap jumlah NaCl yang memberikan efek osmotik yang sama. Misalnya ekivalensi NaCl asam borat 0,55 berarti 1 g asam borat di dalam larutan memberikan jumlah partikel yang sama dengan 0,55 g NaCl.

Metode Wells : L = I/C dimana :

L = turunnya titik beku MOLAL I = turunnya titik beku akibat zat terlarut (oC)

C= Konsentrasi molal zat terlarut

Oleh karena itu zat aktif dengan tipe ionik yang sama dapat menyebabkan turunnya titik beku molal yang sama besar, maka Wells mengatasinya dengan menggolongkan zat-zat tersebut menjadi beberapa kelompok sesuai dengan jumlah ion yang dihasilkan.

Metode lain : E = 17(L/M) Dimana :

E = ekivalensi NaCl

L= turunnya titik beku molel M = berat molekul zat

Metode perhitungan tonisitas lain yang sering diguankan pada praktikum adalah metode pneurunan titik beku dengan rumus sebagai berikut :

W= (0,52-a)/b dimana :

W = jumlah (g) bahan pembantu isotonis dalam 100 ml larutan

a = Turunnya titik beku air akibat zat terlarut, dihitung dengan memperbanyak nilai untuk larutan 1% b/v

b = Turunnya titik beku air yang dihasilkan oleh 1 % b/v bahan pembantu isotonis

Jika konsentrasi tidak dinyatakan, a = 0 (tidak ditambahkan pengisotonis)

(11)

Atau rumus lain yang dapat digunakan yaitu :

Tb = (K.m.n.1000) M.L Dimana :

Tb = turunnya titik beku larutan terhadap pelarut murninya

K = turunnya titik beku [elarut dalam MOLAR (konstanta Kryoskopik air

= 1,86 yang menunjukkan turunnya titik beku 1 mol zat terlarut dalam 1000g cairan)

m = zat yang ditimbang (g) n = jumlah ion

M = berat molekul zat terlarut L = massa pelarut

Dengan menggunaka rumus tersebut, maka dapat dihitung berapa jumlah NaCl yang perlu ditambahkan ke dalam formula agar formula tersebut memiliki tekanan osmotik yang sama dengan cairan tubuh (isotonis) sehingga terbentuk sediaan yang baik.

IV. KESIMPULAN

Sediaan injeksi yang merupakan sediaan steril berupa larutan, emulsi, atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum

digunakan,yang disuntikkan dengan cara merobek jaringan ke dalam kulit atau melalui kulit atau selaput lendir

Tonisitas untuk membuat sediaan injeksi dapat disesuaikan dengan perhitungan menggunakan metode Liso, metode ekivalensi NaCl, metode turunnya titik beku dan metode lainya yang bertujuan untuk mengetahui jumlah NaCl yang perlu ditimbang untuk membeuat sediaan injeksi yang isotonis.

Metode sterilisai yang digunakan kali ini adalah sterilisasi dengan menggunakan autoclave untuk sterilisai akhir ampul pada suhu 121oC dengan tekanan 1 atm selama 15 menit. Pencapuran formula dilakukan di bawah LAF agar terhindar dari mikroba dan pengotor biotik lainnya. Metode filtrasi juga dilakukan untuk menyaring partikel-partikel halus tidak larut dan pengotor lain yang menyebabkan larutan injeksi menjadi tidak jernih.

Evaluasi sediaan yang dilakukan meliputi uji pH dengan nilai pH target antara 7,5-9. Uji lainnya yaitu uji kejernihan dan uji kebocoran sediaan ampul. Dari

(12)

kedua uji tersebut, sediaan yang berhasil dibuat memiliki kriteria yang baik, yaitu jernih dan tidak terjadi kebocoran.

V. DAFTAR PUSTAKA

1. Clarke’s, 2005, Ebook Analysis of Drugs and Poisont, Pharmaceutical Press.

2. Departemen Kesehatan

Republik Indonesia, 1995, Farmakope Indonesia edisi IV, jakarta. Hal.400, 998, 1039- 1040

3. Anonim, 2005, ISO (Informasi spesiatie obat indonesia) Indonesia vol 47, PT.Anem Kosong Anem, Jakarta, hal.246 4. Niazi, S.K., 1949, Handbook

of Pharmaceutical

Manufacturing Formulations, CRC Press : United States of America, hal. 141

5. Agoes, Goeswandi., 1967, Larutan Parenteral,Multi Karja,Surabaya

6. Anonim, 1979, Farmakope Indonesia Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Jakarta.

7. Ukpar., 2007, Furosemide 10 mg/ml solution for Injection or Infusion,PL.20851/0003 and PL.20851/0004 (download at : 21 Maret 2013 )

Referensi

Dokumen terkait

Injeksi atau obat suntik adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus yang harus dilarutkan atau didispersikan dahulu sebelum digunakan yang harus

Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus Injeksi adalah sediaan steril berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang

Pengertian: sediaan steril berupa larutan,emulsi atau suspense atau serbuk yang harus dilarutkan atau dilarutkan terlebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, disuntikkan

Injeksi adalah sediaan berupa larutan, emulsi, suspensi, atau sebruk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum digunakan secara parenteral, suntikan

Injeksi atau parenteral adalah sediaan farmasetis steril berupa larutan, emulsi, suspensi, atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan lebih dahulu sebelum

Injeksi (FI Edisi III) adalah sediaan steril berupa larutan, suspense atau serbuk yang harus dilarutkan atau di suspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan,

Injeksi (FI) adalah sediaan streil berupa larutan, emulsi atau suspensi atau serbuk yang harus dilarutkan atau disuspensikan terlebih dahulu sebelum digunakan,