Dalam penulisan skripsi ini, penulis mengambil studi kasus over kapasitas pada Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tebing Tnggi. Menurut Kepala Lapas Kelas II B Tebing Tinggi, Bapak Anton Setiawan, terdapat 1.342 narapidana dan 299 narapidana di lapas tersebut. Sehubungan dengan hal tersebut, pemberian sanksi pidana dengan cara merawat narapidana di lembaga pemasyarakatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang cukup signifikan, terutama dalam hal cara memperlakukan narapidana itu sendiri.
Kondisi lembaga pemasyarakatan di Indonesia sudah overcrowded, dimana perbandingan antara jumlah penghuni lembaga pemasyarakatan dengan kapasitas lembaga pemasyarakatan dari segi jumlah tidak sebanding. Namun ada satu faktor yang perlu mendapat perhatian khusus yang menyebabkan terjadinya overcrowding di lembaga pemasyarakatan, yaitu sistem pemidanaan. Faktor penyebab overcrowding di lembaga pemasyarakatan tidak hanya muncul dari meningkatnya kejahatan, namun juga dari sistem pemidanaannya.
Berikut gambaran peningkatan jumlah penduduk (tahanan dan narapidana) dibandingkan jumlah Rutan dan Lapas di Indonesia pada tahun 2013 hingga Februari 2021.
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian
Teori Negara Hukum
Istilah lain yang digunakan dalam hukum Indonesia adalah rule of law, yang juga mempunyai arti “rule of law”. Notohamidjojo menggunakan kata “..maka timbullah istilah negara hukum atau rechtsstaat”. Djokosoetono mengatakan “negara hukum yang demokratis sebenarnya merupakan istilah yang salah, karena jika kita menghilangkan demokratik rechtsstaat, maka yang penting dan utama adalah rechtsstaat. Padahal ada perbedaan latar belakang pemahaman antara rechtsstaat atau etat de droit dan rule hukum, tidak dapat dipungkiri bahwa dengan adanya istilah “rule of law” atau dalam pengertian Penjelasan UUD 1945 disebut dengan “negara berdasarkan hukum (rechtsstaat)”, tidak lepas dari pengaruh kedua konsep tersebut yang tidak dapat dipisahkan. .
Pada zaman modern, konsep negara hukum di Benua Eropa dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Fichte dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman yaitu. Bahkan, oleh “The International Commission of Jurists” prinsip-prinsip rule of law telah dilengkapi dengan prinsip peradilan yang bebas dan tidak memihak (independensi dan imparsialitas peradilan) yang saat ini semakin dirasakan mutlak diperlukan di setiap negara demokrasi. . . Prinsip-prinsip yang menurut “Komisi Ahli Hukum Internasional” dianggap sebagai ciri penting negara hukum adalah: 1.
Profesor Utrecht membedakan antara negara hukum formal atau negara hukum klasik, dan negara hukum substantif atau negara hukum modern. Negara hukum formal menyangkut pengertian hukum yang bersifat formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan hukum yang tertulis. Sedangkan yang kedua yaitu keadaan hukum substantif yang lebih maju juga mencakup makna keadilan.
Pembedaan ini dimaksudkan untuk menegaskan bahwa konsep negara hukum belum tentu mencakup keadilan. Jika hukum dipahami secara ketat dan sempit dalam pengertian peraturan hukum saja, maka pemahaman terhadap aturan hukum yang dikembangkan juga akan terbatas dan terbatas serta belum tentu menjamin keadilan substantif. Berdasarkan uraian di atas, terdapat dua belas prinsip pokok Negara Hukum yang berlaku saat ini.
Sementara itu, cita-cita negara hukum di Indonesia telah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari perkembangan gagasan negara Indonesia sejak kemerdekaan. Dalam negara hukum modern, kekuasaan pemerintah sangatlah luas, terutama dengan adanya pendelegasian legislator kepada pemerintah untuk membuat peraturan pelaksanaan, dan kebebasan Ermessen.
Keaslian Penelitian
Implementasi yaitu upaya atau tindakan yang dilakukan untuk memperoleh hasil dari program yang telah ditetapkan dengan baik untuk dilaksanakan, suatu proses serangkaian kegiatan tindak lanjut setelah suatu program atau kebijakan ditetapkan yang terdiri dari pengambilan langkah-langkah untuk mencapai tujuan mencapai apa yang telah ditetapkan. dikonsep.
Metode Penelitian
Menurut Bruce dan Ruth Talbot-Stokes, penelitian hukum terjadi ketika seseorang mengemukakan suatu permasalahan hukum atau pertanyaan hukum dan orang tersebut memberikan pendapatnya. Penelitian hukum umumnya melibatkan analisis fakta, mengidentifikasi isu-isu penting, dan menemukan bahan yang kredibel untuk mendukung opini. Penelitian hukum dibedakan menjadi dua, yaitu penelitian hukum normatif (doktrinal) yang biasanya bersifat kualitatif yaitu penelaahan terhadap studi dokumen dengan menggunakan data sekunder seperti putusan pengadilan dan undang-undang, dan penelitian hukum empiris atau sosiologis (non doktrinal) yaitu mempelajari berlakunya hukum yang sebenarnya dalam masyarakat berdasarkan kajian.
Dalam penyusunan disertasi ini digunakan penelitian hukum normatif yang didukung dengan penelitian hukum empiris. Penelitian hukum normatif adalah penelitian kepustakaan untuk mengumpulkan data dari referensi dan peraturan perundang-undangan, sedangkan penelitian empiris adalah penelitian lapangan. Penelitian ini disusun berdasarkan penelitian hukum normatif dengan penelitian hukum empiris, berdasarkan data primer/data dasar yaitu data yang diperoleh langsung dari masyarakat sebagai sumber pertama melalui penelitian lapangan.
Data primer diperoleh melalui penelitian lapangan melalui observasi, wawancara, penelitian hukum sosiologis yang menganggap hukum sebagai fenomena sosial (berbeda dengan penelitian hukum normatif yang menganggap hukum sebagai norma positif dalam sistem hukum nasional), dengan pendekatan struktural dan umum. terukur (kuantitatif). Selain metode hukum empiris, penelitian ini juga menggunakan metode hukum normatif (studi pustaka) untuk melengkapi data sekunder yang relevan dengan penelitian ini. Wawancara merupakan suatu teknik pengumpulan data yang akurat untuk suatu proses pemecahan masalah tertentu yang sesuai dengan data tersebut.
Pencarian data dengan teknik ini dapat dilakukan dengan menggunakan tanya jawab secara verbal dan tatap muka antara satu atau lebih pewawancara dengan satu atau lebih narasumber. Pada tahap ini, Anda akan mulai mengumpulkan data sekunder, yang kemudian dilanjutkan dengan mempersiapkan dan mengajukan proposal penelitian. Temuan penelitian disusun secara berurutan dan sistematis kemudian dianalisis dengan metode berpikir deduktif dan diambil kesimpulan dari fakta yang ada.
Lapas Kelas IIB Tebing Tinggi terletak di Jl. Pusara Pejuang No.03, Desa Rambung, Kecamatan Tebing Tinggi, Kota Tebing Tinggi, Provinsi Sumatera Utara. IP., SH., MH mengatakan, jika dilihat dari kondisi warga binaan Lapas, kapasitas penghuni yang ideal adalah 451 orang, padahal sebenarnya yang tinggal di sana adalah 1554 orang.41. Melaksanakan perawatan narapidana berupa pengolahan dan pendistribusian makanan serta pelayanan kesehatan/pengelolaan klinik kesehatan.
Mengelola administrasi dan kelengkapan pencatatan narapidana dalam upaya pemenuhan hak-hak WBP seperti grasi, PB, CB, CMB, CMK, izin proses. Melaksanakan kegiatan pencarian/pendampingan bakat dan keterampilan berdasarkan data dan informasi yang diterima dalam upaya pengembangan bakat dan keterampilan penyaluran narapidana/napi. Mengurus dan mengelola hasil kerja keterampilan narapidana/tahanan serta upaya penyalurannya sesuai ketentuan yang berlaku.
Pengaturan Hukum Terkait Over Kapasitas
Kondisi lembaga pemasyarakatan di Indonesia sudah overcrowded, dengan jumlah penghuni yang melebihi kapasitas lembaga pemasyarakatan di Indonesia. Permasalahan yang paling mendasar adalah adanya overcrowding atau kelebihan kapasitas yang terjadi pada lembaga pemasyarakatan yang terdapat hampir di seluruh Indonesia. Perkembangan lembaga pemasyarakatan saat ini sedang mengalami kendala, dimana salah satu permasalahan yang ada di beberapa lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah masalah kepadatan narapidana yang berlebihan.
Akar penyebab tingginya angka penahanan dan kepadatan di lembaga pemasyarakatan hanya dapat diatasi secara berkelanjutan jika hal tersebut dianalisis dan dipahami secara akurat dan komprehensif. Lembaga pemasyarakatan merupakan sistem pemasyarakatan tingkat terakhir dan bagian dari penegakan hukum di Indonesia sebagai penyelenggara pidana penjara di Indonesia. Kedudukan lembaga pemasyarakatan merupakan unit pelaksana teknis di bawah pengawasan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia yang dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pemasyarakatan.
Lembaga pemasyarakatan merupakan tempat dimana narapidana dapat berkembang menjadi warga negara seutuhnya, berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Kebijakan untuk mempercepat reintegrasi dan memastikan narapidana keluar dari penjara lebih cepat akan mengurangi pengaruh pengurangan budaya penjara (penjara), yang umumnya negatif. Saat ini upaya untuk mengurangi kepadatan narapidana di lembaga pemasyarakatan di Indonesia adalah dengan memperbanyak gedung atau lembaga pemasyarakatan baru dan menjaga hak-hak narapidana dengan mempercepat reintegrasi narapidana ke dalam lembaga pemasyarakatan.
269.4 Kepadatan narapidana menjadikan lembaga pemasyarakatan sangat rentan terhadap penularan virus Covid-19 secara masif dan cepat, jika salah satu narapidana tertular virus tersebut. Selain itu, pemerintah juga telah mengeluarkan kebijakan untuk menerapkan pembatasan fisik, yang berdasarkan hal tersebut sangat mendesak untuk mengambil langkah-langkah pencegahan dan pencegahan penyebaran Covid-19 di lembaga pemasyarakatan. Dengan harapan dapat mencegah terjadinya Overcapacity pada Lembaga Pemasyarakatan di kemudian hari.
Daya tampung Lembaga Pemasyarakatan sesuai dengan Undang Undang Lembaga Pemasyarakatan
Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Pemasyarakatan Rika Apranti menjelaskan, “asimilasi dan integrasi narapidana dan anak pada 2 Mei 2020 sebanyak 39.273 narapidana, dengan rincian 37.014 narapidana dibebaskan melalui program asimilasi sementara melalui program integrasi bagi 2.259 narapidana bebas. Pemberian sanksi pidana dengan menampung narapidana di lembaga pemasyarakatan di Indonesia telah mengalami perubahan yang cukup signifikan, terutama dalam cara memperlakukan narapidana itu sendiri. Sesuai UU Nomor 12 Tahun 1995, narapidana adalah mereka yang menjalani pidana penjara karena kehilangan kemerdekaan di lembaga pemasyarakatan.
43 Petrus Irwan Panjaitan dan Pandapotan Simorangkir, Lembaga Pemasyarakatan Dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta. Dalam UU No. 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan pada pasal 1 angka 1 disebutkan bahwa pengertian Pemasyarakatan adalah: “Pemasyarakatan adalah kegiatan pemberian pembinaan kepada Narapidana Pemasyarakatan berdasarkan sistem, lembaga, dan cara pembinaan yang merupakan bagian terakhir dari sistem pidana. dalam sistem peradilan pidana.” 12 Tahun 1995 tentang Pemasyarakatan menjelaskan sebagai berikut: “Sistem Pemasyarakatan adalah suatu petunjuk mengenai arah dan batasan serta cara pembinaan Narapidana Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang dilaksanakan secara terpadu antara pelatih, yang dibina, dan yang melaksanakan pembinaan. masyarakat agar meningkatkan kualitas Narapidana Pemasyarakatan agar menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana agar dapat diterima kembali oleh masyarakat.
Lembaga pemasyarakatan dibentuk untuk membentuk narapidana menjadi manusia utuh, menyadari kesalahannya, memperbaiki diri dan tidak mengulangi tindak pidana, sehingga dapat diintegrasikan kembali ke dalam masyarakat yang bebas dan bertanggung jawab. Dengan demikian, fungsi lembaga pemasyarakatan adalah sebagai tempat pembinaan terhadap narapidana/siswa, memberikan bimbingan, menyiapkan sarana dan mengelola hasil kerja, memberikan bimbingan sosial dan spiritual kepada narapidana/siswa, melaksanakan penegakan keamanan dan mentaati peraturan perundang-undangan. dari penjara. lembaga sosial, dan melaksanakan urusan rumah tangga. Sistem keamanan untuk menjamin pembinaan yang dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, sehingga warga binaan dapat memahami dan menaati seluruh peraturan yang berlaku di Lembaga Pemasyarakatan Kelas II B Tebing Tinggi.
Apabila seluruh proses tersebut telah terlaksana dan terlaksana dengan benar sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka akan tercipta ketertiban dan keharmonisan bagi seluruh penghuni lembaga, baik narapidana, tahanan, pelajar, pegawai lembaga, sehingga terlaksananya proses tersebut. pelatihan dapat terlaksana dengan lancar. 12 Tahun 1995 tentang Lembaga Pemasyarakatan, pembinaan narapidana juga diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 31 Tahun 1999 tentang Pembinaan Narapidana (selanjutnya disebut Peraturan Tertulis Pemerintah Nomor 31 Tahun 1999), yaitu pada ketentuan. Pada prinsipnya hal ini melanggar hak asasi narapidana sehingga perlu pertimbangan serius untuk menyelesaikan permasalahan tersebut.