• Tidak ada hasil yang ditemukan

isolasi dan identifikasi kapang selulolitik dari kulit ari

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "isolasi dan identifikasi kapang selulolitik dari kulit ari"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

ISOLASI DAN IDENTIFIKASI KAPANG SELULOLITIK DARI KULIT ARI KEDELAI LIMBAH PENGOLAHAN SUSU KEDELAI

[ISOLATION AND IDENTIFICATION SELULOLITIC MOLD FROM SOYBEAN HUSK WASTE OF SOYBEAN MILK PROCESSING]

ESPE SIMANJUNTAK*, EVY ROSSI, DAN USMAN PATO Program Studi Teknologi Hasil Pertanian, Jurusan Teknologi Pertanian

Fakultas Pertanian, Universitas Riau, Pekanbaru

ABSTRACT

The aim of this research was to isolate and to identify the genus selulolitic mold from the husk soybean waste of soybean milk processing industry. This research was conducted using two phase experiments, the first phase was to isolate mold from the husk soybean and the second phase was to identify the isolated selulolitic mold. Data were tabulated and analyzed descriptively. The results showed that of 22 isolates were isolated, only 16 isolates were declared as mold. Out of 16 isolates, seven isolates were able to produce a clear zone at CMC media indicating that isolates produce enzymes selulose. Among seven isolates, four isolates were identified belonging to the genus Aspergillus, one isolate belong to the genus Mucor, and two other isolates could not be identified.

Key words: selulolitic mold, soybean husk, and CMC

ABSTRAK

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengisolasi dan mengidentifikasi kapang selulolitik dari kulit ari kedelai limbah pengolahan susu kedelai. penelitian ini dilaksanakan secara eksperimen dengan dua tahap, tahap pertama adalah mengisolasi kapang dari kulit ari kedelai dan tahap kedua adalah mengidentifikasi kapang selulolitik. Data ditabulasikan dan dianalisis secara deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dari 22 isolat yang berhasil diisolasi, hanya 16 isolat yang dinyatakan sebagai kapang. Dari 16 isolat tersebut, ada tujuh isolat yang mampu menghasilkan zona jernih pada media CMC yang menandakan bahwa isolat-isolat tersebut mampu menghasilkan enzim selulase. Dari tujuh isolat, empat isolat dinyatakan sebagai genus Aspergillus, satu isolat dinyatakan Mucor, dan dua isolat lainnya belum bisa diidentifikasi.

Kata Kunci: kapang selulolitik, kulit ari kedelai, dan CMC

*Korespondensi penulis:

Email: esvejuntak@yahoo.com

PENDAHULUAN

Pengolahan susu kedelai menghasilkan limbah berupa ampas dan kulit ari kedelai.

Limbah ini semakin meningkat seiring dengan meningkatnya produksi susu kedelai di tengah masyarakat. Kulit ari limbah pengolahan susu kedelai biasanya dalam kondisi lembab sehingga mikroorganisme dapat tumbuh salah satunya adalah kapang. Kapang dapat ditemukan secara luas di berbagai habitat di alam dan juga dapat

ditemukan pada bahan pangan seperti roti atau nasi basi, keju, atau buah-buahan. Setiap kapang di alam memiliki peran dan potensi yang berbeda karena setiap jenis kapang memiliki keunikan sifat dan karakteristik tersendiri. Manfaat yang bisa diambil dan dikembangkan dari kapang akan diketahui dengan mengenal sifat dan karakteristiknya. Perbedaan sumber sampel akan mempengaruhi jenis kapang yang berhasil diisolasi (Ilyas, 2007).

(2)

Kapang diketahui memiliki nilai ekonomi yang tinggi karena diperlukan dalam kegiatan industri dan berbagai bidang lainnya. Potensi ekonomi kapang tersebut diantaranya adalah sebagai bahan pangan dan obat-obatan, penyubur lahan, biopestisida, penghasil enzim, dan bahan bioaktif lainnya (Gandjar dkk., 1999). Kapang dimanfaatkan karena menghasilkan enzim-enzim ekstraseluler antara lain enzim selulolitik, proteolitik, dan amilolitik.

Enzim selulase merupakan jenis enzim yang memiliki kemampuan untuk menghidrolisis selulosa menjadi zat sederhana seperti gula.

Enzim ini tidak dimiliki oleh manusia karena itu selulosa termasuk golongan karbohidrat yang tidak dapat dicerna oleh manusia. Selulosa banyak ditemukan pada tumbuh-tumbuhan seperti rumput dan daun. Selulosa harus terlebih dahulu dipecah menjadi glukosa agar dapat dicerna dan dimanfaatkan. Enzim selulase akan memutuskan ikatan antara D-glukosa yang satu dengan yang lain. Adanya enzim selulase, maka sumber glukosa sebagai gula yang paling sederhana akan menjadi lebih murah dan mudah karena zat selulosa tersedia dalam jumlah melimpah di alam.

Isolasi kapang selulolitik telah banyak dilakukan dari berbagai sumber, diantaranya isolasi dan seleksi kapang selulolitik dari tanah hutan arboretum Universitas Riau (Martina dkk., 2013) yang memperoleh 79 isolat, dimana 53 isolat mampu membentuk zona bening disekitar koloni yang menunjukkan bahwa isolat jamur tersebut mampu menghasilkan enzim selulase.

Kelompok kapang dengan aktivitas tertinggi adalah dari kelompok kapang Aspergillus dan aktivitas terendah kelompok jamur Paecilomyces.

Shaumi (2014) melakukan karakterisasi dan uji aktivitas selulolitik dari makroalga dan diperoleh empat isolat tertinggi dari uji kualitatif selulolitik yaitu Aspergillus versicolor, Aspergillus sydowi, A. westerdijikal, dan Penicilium citrinum masing-masing memiliki nilai indeks selulolitik sebesar 3,34, 3,22, 4,33, dan 2,06.

Isolasi kapang penghasil selulase dari rumput laut dan daun mangrove dilakukan Tarman dkk.

(2014) dimana semua isolat kapang yang diperoleh dari rumput laut dan daun mangrove menghasilkan zona bening sehingga berpotensi

sebagai kapang selulolitik pada salinitas media yang berbeda. Melihat sumber kapang yang diisolasi bermacam-macam dan diperoleh isolat kapang selulolitik, maka isolasi kapang dari kulit ari kedelai juga menjadi suatu hal yang mungkin.

Kulit ari kedelai telah dimanfaatkan sebagai pakan ternak mengingat kandungan protein dan energinya yang cukup tinggi.

Menurut Iriyani (2001), kulit ari biji kedelai mengandung protein kasar 17,98%, lemak kasar 5,5%, serat kasar 24,84%, dan energi metabolisme 2898 kkal/kg. Sebagai pakan, kulit ari kedelai diketahui memberikan dampak yang positif bagi bobot karkas ayam pedaging (Nelwida, 2011). Serat kasar yang dimiliki kulit ari kedelai juga diketahui meningkatkan daya cerna hewan ternak. Pemanfaatan kulit ari kedelai sebagai pakan ternak biasanya menggunakan bahan campuran atau diolah terlebih dahulu menjadi tepung. Akan tetapi pemanfaatan kulit ari kedelai dalam industri makanan belum terlalu banyak dilakukan.

Kulit ari kedelai bisa dimanfaatkan dalam industri pangan jika daya cerna kulit ari tersebut bisa ditingkatkan. Salah satu cara untuk meningkatkan daya cernanya adalah dengan memanfaatkan enzim selulase. Hasil penelitian yang dilakukan Muthi (2012) menyatakan bahwa aktivitas selulase dan xilanase bekerja optimal dalam mengurai komponen serat pada ampok dan grits jagung yang memberikan dampak perbaikan bagi daya cerna, sehingga dapat menjadikan ampok dan grits jagung sebagai bahan pangan langsung atau menjadi bahan baku industri pangan. Hal yang sama juga diharapkan pada kulit ari kedelai, sehingga kulit ari kedelai dapat dimanfaatkan sebagai bahan pangan. Kapang selulolitik yang berhasil diisolasi dari kulit ari kedelai akan digunakan sebagai sumber enzim selulase dalam proses fermentasi kulit ari kedelai itu sendiri untuk meningkatkan daya cerna kulit ari kedelai. Berawal dari pemikiran itulah, telah dilakukan penelitian dengan judul “Isolasi dan Identifikasi Kapang Selulolitik dari Kulit Ari Kedelai Limbah Pembuatan Susu Kedelai”.

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat kapang selulolitik dari kulit ari kedelai limbah pembuatan susu kedelai.

(3)

BAHAN DAN METODE

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit ari kedelai yang difermentasi spontan. Kulit ari diperoleh dari industri rumah tangga pembuatan susu kedelai di Jl. Taman Karya, Panam, Pekanbaru. Bahan kimia yang digunakan adalah Potato Dextrose Agar/PDA (Merck), carboxymethyl cellulose/CMC (F- SH), MgSO4.7H20, KNO3, K2HPO4, FeSO4.7H2O, NaNO3, yeast (Saf-Instant), congo red (Merck), agar (Swallow), akuades, dan alkohol 70%. Bahan untuk sterilisasi yaitu aluminium foil, kapas, plastik, karet, dan koran.

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah autoclave, oven, inkubator, timbangan analitik, mikroskop (Olympus CX41), object glass dan cover glass, tip, erlenmeyer, gelas beaker, gelas ukur, cawan petri, tabung reaksi, rak tabung reaksi, jarum ose, pipet tetes kaca, mikro pipet, ruang inokulasi (laminar-flow), automatix mixer, hot plate stirrer, gunting, lampu bunsen, kertas label, alat dokumentasi, dan alat tulis.

Penelitian dilakukan secara eksperimen menggunakan dua tahap percobaan yaitu tahap pertama mengisolasi kapang dari kulit ari kedelai dan tahap kedua mengidentifikasi kapang selulolitik hasil isolasi. Tahapan pelaksanaan penelitian terdiri dari pembuatan media dan larutan pengencer, sterilisasi alat dan media, isolasi kapang dari kulit ari, pemurnian isolat, skrining isolat kapang dengan media CMC, identifikasi kapang secra makroskopis dan mikroskopis.

Pengamatan makroskopis dilakukan secara langsung dengan mengamati ciri-ciri kapang pada cawan petri, sedangkan secara mikroskopis dilakukan di bawah mikroskop. Genus kapang ditentukan dengan mencocokkan data yang diperoleh dengan buku Pengenalan Kapang Tropik Umum (Gandjar dkk., 1999). Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kulit ari kedelai yang digunakan sebagai sampel merupakan salah satu limbah padat pengolahan susu kedelai yang diambil dari industri rumah tangga di daerah Panam. Kulit ari terlebih dahulu difermentasi spontan selama ±48 jam.

Perubahan yang terjadi pada kulit ari setelah fermentasi spontan adalah aroma menjadi berbau busuk dan kadar air meningkat. Hal ini terjadi karena aktivitas mikroorganisme pembusuk.

Kulit ari inilah yang diambil sebanyak 1 g untuk dijadikan sumber isolasi kapang selulotik.

Proses isolasi kapang selulolitik diawali dengan pengenceran pada sampel kulit ari. Isolasi dilakukan dengan metode agar tuang dengan mengambil 1 ml suspensi sampel dari pengenceran10-5, kemudian diinkubasi selama tiga hari pada suhu ±37°C. Hasil dari inkubasi selama tiga hari menunjukkan bahwa media PDA telah ditumbuhi banyak koloni. Kondisi media PDA yang telah diinkubasi dan ditumbuhi beberapa koloni yang berbeda dapat dilihat pada Gambar1.

Gambar 1. Koloni–koloni pada media dengan pengenceran 10-5

Gambar 1 menunjukkan bahwa media PDA telah ditumbuhi banyak koloni yang berbeda berdasarkan morfologi koloni secara makroskopis. Hal pertama yang menunjukkan bahwa koloni-koloni tersebut berbeda satu dengan yang lain adalah warnanya. Proses selanjutnya yang dilakukan adalah memisahkan koloni-koloni tersebut dengan memindahkannya ke media PDA yang baru atau disebut juga pemurnian isolat. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan isolat yang murni. Selain untuk mendapatkan isolat murni, hal ini juga mempermudah proses identifikasi.

Hasil isolasi yang dilanjutkan dengan pemurnian diperoleh sebanyak 22 isolat. Namun,

(4)

belum diketahui apakah semua isolat yang diperoleh adalah kapang atau mikroorganisme lainnya seperti bakteri atau khamir. Setiap isolat

diberi kode KAK1, KAK2, KAK3,..., KAK22.

Hasil isolasi dan pemurnian dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Hasil isolasi dan pemurnian isolat

Sampel Pengenceran Hasil Kode Isolat

Kulit ari kedelai yang difermentasi spontan ±48 jam

10-5 22 Isolat KAK1

KAK2 KAK3 KAK4 KAK5 KAK6 KAK7 KAK8 KAK9 KAK10 KAK11

KAK12 KAK13 KAK14 KAK15 KAK16 KAK17 KAK18 KAK19 KAK20 KAK21 KAK22

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa setelah diinkubasi selama tiga hari pada suhu 37°C di inkubator yang sama, setiap isolat menunjukkan perbedaan morfologi. Beberapa isolat memiliki hifa dan miselium yang merupakan ciri utama kapang. Kusnadi (2003) menyatakan bahwa kumpulan dari hifa kapang biasanya akan tumbuh bersama di atas permukaan suatu media dan membentuk suatu lempengan yang secara kolektif disebut miselium, yang dapat dilihat secara mudah tanpa mikroskop.

Pertumbuhannya mula-mula akan berwarna putih, tetapi jika spora telah timbul akan terbentuk berbagai warna tergantung dari jenis kapang.

Hasil pengamatan setelah diinkubasi, ada beberapa isolat yang tidak menunjukkan ciri-ciri makroskopik kapang. Isolat tersebut adalah KAK1, KAK2, KAK4, KAK11, KAK15, dan KAK19. Isolat yang telah disebutkan di atas tidak menunjukkan adanya hifa dan miselium setelah dilakukan inkubasi dengan suhu dan inkubator yang sama. Isolat-isolat tersebut tidak mengalami perubahan selain volumenya yang bertambah banyak. Warna dari masing-masing isolat tersebut juga tetap seperti warna awal pada saat dimurnikan. Gambar 2 merupakan gambar isolat-isolat yang tidak menunjukkan sifat makroskopis kapang.

KAK1 KAK2 KAK4

Gambar 2. Isolat yang bukan kapang Isolat KAK1, KAK2, KAK4, KAK11,

KAK15, dan KAK19 memiliki ciri yang hampir sama dengan mikroorganisme bersel satu yaitu

khamir dan bakteri. Namun, kemungkinan adanya bakteri dalam penelitian ini sangat kecil karena media yang digunakan adalah media

(5)

PDA yaitu media yang umum untuk pertumbuhan kapang dan khamir. Isolat KAK1, KAK2, KAK4, KAK11, KAK15, dan KAK19 memiliki ciri seperti khamir diantaranya permukaan isolat yang licin, tidak memiliki miselium, dan bentuknya pada media mengikuti bentuk goresan yang dilakukan saat pemurnian isolat. Hal lainnya yang dapat memperkuat dugaan bahwa isolat ini adalah khamir adalah setelah dilakukannya pengamatan mikroskopik di bawah mikroskop.

Isolat-isolat tersebut hanya memiliki satu sel sama seperti khamir, sedangkan kapang adalah mikroorganisme yang multiseluler. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan tersebut, dari 22 isolat yang dimurnikan, 16 isolat dinyatakan sebagai kapang.

Uji aktivitas selulase dilakukan terhadap 16 isolat kapang menggunakan media CMC.

Kemampuan kapang dalam menggunakan CMC dapat mendukung pertumbuhan miselia kapang dikarenakan bentuk selulosa yang lebih sederhana sehingga mudah untuk dihidrolisis oleh kapang (Ezekiel, 2010). Masing-masing isolat sebanyak satu ose ditotolkan ke dalam media CMC. Setelah diinkubasi selama tujuh hari pada suhu 37°C, isolat ditetesi dengan congo red. Sisa congo red yang tidak meresap ke dalam media diambil kembali menggunakan pipet tetes.

Pengambilan sisa warna congo red harus

dilakukan agar media tidak tergenang dan tidak mengganggu aktivitas isolat. Jika aktivitas isolat terganggu, maka akan sulit bagi kapang untuk memproduksi enzim ekstraseluler termasuk selulase. Isolat diinkubasi kembali selama 24 jam untuk melihat zona jernih.

Uji aktivitas selulase terhadap 16 isolat menggunakan CMC menunjukkan bahwa tidak semua isolat mampu membentuk zona jernih pada media tersebut. Semua isolat yang tumbuh menghasilkan enzim selulase ekstraseluler sehingga mampu memanfaatkan sumber karbon dari CMC. Isolat kapang memiliki aktivitas selulase yang berbeda, hal tersebut ditandai dengan perbedaan luas zona jernih dari masing- masing isolat kapang (Martina dkk., 2013). Tujuh isolat yang memiliki zona jernih adalah isolat KAK5, KAK8, KAK9, KAK14, KAK17, KAK20, dan KAK21. Enam isolat yaitu KAK6, KAK10, KAK12, KAK13, KAK18, dan KAK22 mampu tumbuh namun tidak memiliki zona jernih di sekelilingnya. Enam isolat ini memiliki kemampuan dalam menghasilkan enzim selulase untuk menghidrolisis selulosa pada medium CMC, namun dalam tingkat yang rendah sehingga tidak memiliki zona jernih. Tiga isolat lainnya yaitu KAK3, KAK7, dan KAK16 tidak mampu tumbuh pada media CMC. Hasil skrinning pada media CMC dapat dilihat pada Tabel 3 berikut.

Tabel 3. Pengamatan skrining isolat menggunakan media CMC

No Kode isolat Zona jernih N

No Kode Isolat Zona Jernih

1 KAK3 Tidak ada 9 KAK13 Tidak ada

2 KAK5 Ada 10 KAK14 Ada

3 KAK6 Tidak ada 11 KAK16 Tidak ada

4 KAK7 Tidak ada 12 KAK17 Ada

5 KAK8 Ada 13 KAK18 Tidak ada

6 KAK9 Ada 14 KAK20 Ada

7 KAK10 Tidak ada 15 KAK21 Ada

8 KAK12 Tidak ada 16 KAK22 Tidak ada

Tabel 3 di atas menunjukkan bahwa ada tujuh isolat yang memiliki zona jernih. Tujuh isolat tersebut mampu menghasilkan enzim selulase yang ditunjukkan dengan terbentuknya zona jernih, hal ini terjadi karena adanya proses

hidrolisis CMC oleh enzim selulase. Zona jernih yang terbentuk menunjukkan bahwa tidak terjadi ikatan komplek iodin dengan polisakarida CMC karena telah terjadi proses hidrolisis selulosa oleh enzim selulase yang dihasilkan oleh tujuh isolat

(6)

tersebut. Rantai panjang selulosa yang terdapat di dalam media CMC yang bersifat amorf (tidak beraturan) sangat mudah dipecah oleh enzim selulase (Goto dkk., 1992 dalam Fikrinda dkk., 2000), sehingga aktivitas enzim selulase pada substrat CMC merupakan aktivitas enzim endo- 1,4-â-glukanase yang bekerja pada rantai dalam CMC menghasilkan oligosakarida atau rantai

Gambar 3. Isolat yang memiliki zona jernih

a c

KAK10

selulosa yang lebih pendek (Meryandini dkk., 2009). Tujuh isolat tersebut memiliki luas zona jernih yang berbeda-beda karena kemampuan isolat untuk menghasilkan enzim selulase juga berbeda. Berikut ini gambar isolat yang menghasilkan zona jernih dan isolat yang tidak menghasilkan zona jernih.

Gambar 3 merupakan salah satu isolat kapang yang mampu menghasilkan zona jernih, sedangkan gambar 4 merupakan salah satu isolat kapang yang tidak memiliki zona jernih. Gambar 3 menunjukkan bahwa isolat kapang yang mampu menghasilkan zona jernih akan membagi media CMC menjadi 3 bagian yaitu media, zona jernih, dan isolat kapang. Gambar 4 menunjukkan bahwa isolat yang tidak memiliki zona jernih

Gambar 4. Isolat yang tidak memiliki zona jernih Keterangan: a. Media, b. Zona jernih

hanya memiliki 2 bagian yaitu media dan isolat.

Selulosa yang terdapat dalam media CMC pada cawan di sekitar koloni akan habis digunakan oleh kapang sehingga pada saat pewarnaan dengan congo red terdapat zona jernih karena tidak ada ikatan antara selulosa dan congo red, sedangkan pada daerah yang masih terdapat selulosa akan berikatan dengan pewarna congo red dan media akan berwarna merah. Isolat-isolat yang

(7)

menghasilkan zona jernih tersebut adalah isolat KAK5, KAK8, KAK9, KAK14, KAK17, KAK20, dan KAK21. Gambar isolat kapang

yang mampu menghasilkan zona jernih pada medium CMC dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Isolat kapang yang menghasilkan zona jernih

Kode Gambar morfologi Zona jernih

KAK5

KAK8

KAK9

KAK14

KAK17

KAK20

Tujuh isolat yang menunjukkan hasil positif dengan adanya zona jernih (clear zone) kemudian dilakukan pengamatan makroskopis dan mikroskopis koloni. Pengamatan makroskopis dan mikroskopis pada isolat bertujuan untuk mendapatkan genus isolat.

Menurut Gandjar dkk. (1999), pada umumnya identifikasi fungi, khususnya kapang, dapat

dilakukan sampai genus berdasarkan sifat-sifat morfologinya. Akan tetapi untuk identifikasi sampai ke tingkat spesiesnya, diperlukan data sifat fisiologi dan atau biokimianya.

Identifikasi tujuh isolat terbaik dalam menghasilkan selulase pada media CMC dilakukan dengan pengamatan secara makroskopis dan mikroskopis. Pengamatan

(8)

makroskopis dilakukan dengan mengamati isolat pada media PDA dalam cawan petri, sedangkan untuk pengamatan mikroskopis dilakukan dengan membuat slide culture. Identifikasi dilakukan dengan mencocokkan karakteristik kapang yang diperoleh dari hasil pengamatan dengan buku identifikasi Pengenalan Kapang Tropik Umum (Gandjar dkk., 1999). Berdasarkan pengamatan makroskopis dan mikroskopis yang telah dilakukan, hanya lima isolat yang bisa diidentifikasi, sedangkan dua isolat lainnya belum

bisa diidentifikasi.

Isolat tersebut belum bisa diidentifikasi karena secara makroskopis, tidak ada ciri yang sesuai pada buku yang dijadikan rujukan. Hasil pengamatan mikroskopis kedua isolat juga tidak ada ciri yang sesuai dengan rujukan. Oleh sebab itu, dari hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis hanya lima isolat yang bisa diidentifikasi. Hasil pengamatan makroskopis dan mikroskopis tujuh isolat kapang selulolitik dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Ciri-ciri makroskopis dan mikroskopis tujuh isolat terpilih

Kode isolat

Karakter koloni Karakter sel

Warna Permukaan Tepi Gambar Mikroskopis

KAK5 Putih hingga hijau

Berserabut dan membukit

Tidak beraturan

KAK8 Orange Berserabut sangat halus

Rata

KAK9 Putih hingga hijau

Berserabut dan membukit

Berserabut

KAK14 Orange Licin Tidak beraturan

KAK17 Putih hingga hijau

Berserabut dan membukit

Berserabut

KAK20 Putih hingga hijau

Berserabut dan membukit

Berserabut

KAK21 Putih Berserabut seperti kapas

Tidak beraturan

(9)

Tabel 5 menunjukkan bahwa isolat kapang KAK5, KAK9, KAK17, dan KAK20 secara makroskopis memiliki ciri yang hampir sama yaitu warna koloni yang putih hingga hijau, permukaan yang berserabut, dan membukit.

KAK5 memiliki tepi yang tidak beraturan, sedangkan KAK9, KAK17, dan KAK20 memiliki tepi yang berserabut. Berdasarkan ciri- ciri makroskopi tersebut, maka isolat kapang KAK5, KAK9, KAK17, dan KAK20 merupakan isolat kapang yang tergolong pada genus Aspergillus. Warna koloni kapang Aspergillus menurut Gandjar dkk. (1999), antara lain hijau tua, hijau kekuningan, putih hingga kuning, dan hijau kebiruan. Habitat yang umum untuk kapang Aspergillus adalah kacang-kacangan, rempah, dan serealia. Meskipun demikian kapang ini juga bisa diisolasi dari tanah, udara, air, serta serasah daun. Genus Aspergillus pada penelitian ini secara makroskopis umumnya berwarna putih hingga hijau, permukaan berserabut dan membukit, serta warna sebalik koloni putih kekuningan. Secara mikroskopis memiliki konidia bulat hingga lonjong.

Aspergillus merupakan anggota dari kelas Deutoromycetes yang banyak ditemukan di kacang-kacangan, serealia, tanah, air, maupun tumbuhan yang membusuk. Aspergillus memiliki kelebihan dibandingkan dengan jenis kapang lainnya yaitu mampu menghasilkan selulase dalam jumlah yang tinggi dan mudah dalam penanganannya (Soeka dan Dudi, 1992). Genus Aspergillus merupakan suatu kelompok kapang berfilamen dengan jumlah spesies yang besar.

Salah satu spesies Aspergillus yaitu Aspergillus niger yang merupakan salah satu kapang dengan aktivitas spesifik selulase tertinggi (Patel dkk., 2007). Identifikasi kapang selulotik terpilih yang dilakukan Yuniar (2013) empat isolat diantaranya termasuk dalam genus Aspergillus.

Isolat kapang KAK21 menunjukkan karakter makroskopis dan mikroskopis yang tergolong genus Mucor. Menurut Gandjar dkk.

(1999), genus Mucor memiliki morfologi koloni berwarna putih. Secara mikroskopis hifa tidak bersekat, panjang, spora bulat, dan gelap.

Kapang KAK21 memiliki koloni berwarna putih dan permukaan seperti kapas sehingga tepi koloni

tidak rata/tidak beraturan. Pengamatan mikroskopis menunjukkan bahwa koloni ini memiliki hifa yang panjang dan tidak bersekat serta spora yang gelap. Genus Mucor tergolong salah satu genus kapang yang mampu menghasilkan enzim selulose, seperti hasil isolasi dan seleksi jamur selulotik yang dilakukan Martina dkk. (2013), menunjukkan bahwa dari 15 isolat yang mampu menghasilkan enzim selulase termasuk ke dalam genus Mucor, Aspergillus, Penicillium, dan Paecilomyces.

Kapang KAK8 dan KAK14 tidak bisa didentifikasi menggunakan buku Gandjar dkk.

(1999). Namun, Nurfaizin dan Matitaputty (2015) menyatakan bahwa ada genus kapang yang dapat menghasilkan pigmen karotenoid yang menyebabkan koloni kapang akan berwarna jingga, kuning, atau merah. Kapang karotenogenik berasal dari genus Neurospora.

Kapang ini mudah tumbuh pada kacang merah, mempunyai waktu generasi yang pendek, dan miseliumnya terdiri dari hifa yang bercabang, menjulang ke udara, yang mudah dikenal dari konidianya yang berwarna jingga, kuning, atau merah. Suhu ruangan untuk pertumbuhan kapang Neurospora yaitu 25-30°C dengan kelembaban 70-90% (Kalsum dan Sjofjan, 2008).

Meskipun kapang KAK8 dan KAK14 memiliki koloni yang berwarna kuning, belum bisa dinyatakan isolat ini tergolong genus Neurospora karena suhu pertumbuhan yang dilakukan pada saat penelitian adalah suhu ruang ±37°C.

KESIMPULAN

Isolasi kapang dari kulit ari kedelai yang difermentasi spontan selama ±48 jam mendapatkan 16 isolat kapang. Hasil skrining isolat kapang dengan menggunakan media CMC menunjukkan tujuh isolat mampu menghasilkan zona jernih (clear zone) yang menandakan isolat kapang tersebut bersifat selulolitik. Dari tujuh isolat ini, empat isolat kapang yaitu KAK5, KAK9, KAK17, dan KAK20 tergolong dalam genus Aspergillus, satu isolat yaitu KAK21 tergolong genus Mucor, serta dua isolat yaitu KAK8 dan KAK14 belum bisa diidentifikasi.

(10)

DAFTAR PUSTAKA

Fikrinda. 2000. Isolasi dan karakterisasi bakteri penghasil selulase ekstermofilik dari ekosistem air hitam. Tesis. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Fikrinda, A. Iswandi, P. Tresnawati, dan S.A.

Dwi. 2000. Isolasi dan seleksi bakteri penghasil selulase ekstremofil dari ekosistem air hitam. Jurnal Mikrobiologi volume 5 (2).

Gandjar, I., A.R. Samson, D.V.K. Tweel, A.

Oetari, dan I. Santoso. 1999.

Pengenalan Kapang Tropik Umum.

Yayasan Obor. Jakarta.

Iriyani, N. 2001. Pengaruh penggunaan kulit biji kedelai sebagai pengganti jagung dalam ransum terhadap kecernaan energi, protein dan kinerja domba.

Animal Production. Jurnal Produksi Ternak volume 2. Fakultas Peternakan.

Universitas Jenderal Soedirman.

Purwokerto.

Kalsum, U dan O. Sjofjan. 2008. Pengaruh waktu inkubasi campuran ampas tahu dan onggok yang difermentasi dengan Neurospora sitophila terhadap kandungan zat makan. Prosiding Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner. Bogor, 11-12 November 2008. Bogor (Indonesia): Puslitbangnak.

hlm. 226-232.

Martina, A., R.M. Roza, dan Hardianty. 2013.

Isolasi dan seleksi jamur selulotik dari Hutan Arboretum Universitas Riau. Jurnal. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Riau. Pekanbaru.

Meryandini, A., W. Wahyu, M. Besty, C.S. Titi, R. Nisa, dan S. Hasrul. 2009. Isolasi Bakteri Selulolitik dan Karakterisasi Enzimnya. Jurnal Makara Sains volume 13 (1): 33-38.

Muthi, A.D. 2012. Produksi tepung ampok dan grits jagung termodifikasi secara enzimatis menggunakan selulase dan xilanase. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Bogor.

Nelwida. 2011. Pengaruh pemberian kulit ari biji kedelai hasil fermentasi dengan Aspergillus niger dalam ransum terhadap bobot karkas ayam pedaging. Skripsi. Fakultas Peternakan.

Universitas Negeri Jambi. Jambi.

Nurfaizin dan Matitaputi. 2015. Penggunaan kapang karotenogenik Neurospora dalam fermentasi limbah pertanian untuk pakan ternak unggas. Jurnal WARTAZOA volume 25 (4) : 189-196.

Patel, S.J., R. Onkarappa, dan K.S. Shobha.

2007. Fungal pretreatment studies on rice husk and baggase for ethanol production. Electronic Journal of Enviromental, Agricultural and Food Chemistry volume. 6 (4): 1921-1926.

Saskiawan dan Hasanah. 2015. Aktivitas selulase isolat jamur dari limbah media tanam jamur merang. Jurnal Biodiversitas volume 1 (5).

Simanjuntak, N., S. Khotimah, Linda. 2015.

Keanekaragaman kapang udara di ruang perkuliahan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tanjungpura Pontianak. Jurnal Protobiont volume 4 (2) : 55-62.

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan mengisolasi dan menapis bakteri selulolitik dari tanah perkebunan kelapa sawit dan karet disekitar kawasan hutan TNBDB, Jambi serta menyeleksi

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Isolasi dan Identifikasi Kapang dari Kecap Ikan Selar Kuning ( Caranx leptolepis ) dan Aplikasinya sebagai Starter

Berdasarka hasil isolasi dan identifikasi, kesimpulan dalam penelitian ini yaitu ditemukan delapan spesies kapang kontaminan pada sediaan jamu serbuk pegal linu dan galian

Proses isolasi bakteri selulolitik menggunakan media padat selulase yang mengandung 1% CMC menghasilkan 13 isolat yang 11 diantaranya merupakan bakteri Gram

Pada penelitian ini akan dilakukan isolasi bakteri selulolitik dan uji aktivitas kemampuan selulolitik dari sampel sedimen yang diambil pada empat titik stasiun

Isolasi dan Identifikasi Bakteri Selulolitik dari Limbah Cairan Rumen Sapi Sebagai Bahan Inokulum pada Jerami. Padi (dibawah bimbingan Mirni Lamid, MP., Drh sebagai

Hasil Identifikasi Bakteri Selulolitik pada empat titik sampel tanah Mangrove Muara Sungai Gunung Anyar. Sampel Tanah

Aspergillus terreus dapat tumbuh di ladang atau tanah pertanian, termasuk dalam kelompok kapang termofilik yaitu kapang yang tahan terhadap suhu panas (37˚C), serta