• Tidak ada hasil yang ditemukan

Petunjuk Praktikum Teknologi Hasil Ternak

N/A
N/A
Cecep Suprianto

Academic year: 2024

Membagikan "Petunjuk Praktikum Teknologi Hasil Ternak"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

Jodry Fauzi Frasmi 200110210119

A

LABORATORIUM TEKNOLOGI PENGOLAHAN PRODUK PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

UNIVERSITAS PADJADJARAN SUMEDANG

2023

(2)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

Segala puji dan syukur penyusun panjatkan kepada Allah SWT. Karena atas rahmat dan ridho-Nya lah penuntun praktikum dengan judul Prinsip dan Petunjuk Praktikum Teknologi Hasil Ternak dapat diselesaikan. Dengan adanya petunjuk ini diharapkan dapat meningkatkan mutu penyelenggaraan kegiatan praktikum pada Mata Kuliah Teknologi Hasil Ternak sekaligus mempermudah pembuatan laporan bagi mahasiswa.

Materi praktikum Teknologi Hasil Ternak terdiri atas empat topik utama yaitu: Teknologi Susu, Teknologi Telur, Teknologi Daging, dan Teknologi Kulit yang meliputi segala aspek dalam penanganan pasca panen, pengujian mutu dan prinsip-prinsip dalam pengolahan hasil ternak.

Petunjuk praktikum ini hanya berlaku untuk lingkungan Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan Unpad. Apabila ada peminat terhadap buku ini di luar Fakultas Peternakan Unpad harap seizin Kepala Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan Fakultas Peternakan Unpad.

Dengan tersusunnya Prinsip dan Penuntun Praktikum Teknologi Hasil Ternak kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak di lingkungan Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan yang telah membantu dalam penyusunan penuntun praktikum ini, semoga segala kebaikannya mendapatkan ridho Allah SWT dan bermanfaat bagi yang menggunakannya.

Sumedang, Juni 2023 Tim Penyusun Laboratorium Teknologi Pengolahan Produk Peternakan Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran

(3)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

I

TEKNOLOGI DAGING

1.1 HASIL PENGAMATAN A. Penilaian Karkas

1. Pemotongan dan Perecahan Karkas Dilelahkan

a. Bobot Hidup : 1,8 kg

b. Berat Darah : 59,67 gram

c. Berat Bulu : 118,80 gram

d. Berat Kaki, Kepala, dan Jeroan : 0,425 gram

e. Berat Karkas : 1,17 gram

f. Persentase Karkas (Perhitungan) : 65 % g. Parting

- Dada : 0,385 gram

- Paha Atas : 0,170 gram - Paha Bawah : 0,160 gram

- Sayap : 0,120 gram

- Punggung : 0,220 gram

h. Berat Daging yang diperoleh : 0,660 gram

2. Keempukan Daging

Hasil Pengukuran ke-1 : 22 mm/detik/gram Hasil Pengukuran ke-2 : 147 mm/detik/gram Hasil Pengukuran ke-3 : 55 mm/detik/gram Hasil Pengukuran ke-4 : 114 mm/detik/gram Hasil Pengukuran ke-5 : 30 mm/detik/gram Rataan Nilai Keempukan Daging : 74 mm/detik/gram

3. Susut Masak

a. Berat Sebelum Dimasak : 30 gram b. Berat Setelah Dimasak : 20,62 gram c. Susut Masak (Perhitungan) : 31,27 %

(4)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

4. Daya Ikat Air

a. Berat Sampel Daging : 0,3 gram

b. Luas Area Total : 18,1 cm2

c. Luas Area Daging : 0,95 cm2 d. Area Basah (Perhitungan) : 17,15 cm2

e. mg H2O : 172,9

f. DIA : 12,4 %

5. Mutu Mikrobiologi

a. Nama Produk : Ayam Kelompok 3 b. Parting : Dada

c. Jumlah Bakteri : 9,8 x 106 d. Standar SNI no. 3924:2009 : 106

e. Kesimpulan mutu produk : tidak sesuai dengan SNI f. Perhitungan :

𝑐𝑓𝑢 𝑔 = 98

10−5

= 9,8 𝑥 10−5 6. Kerusakan Pangan

a. Nama Produk : Ayam Kelompok 3 b. Parting : Dada

c. Hasil Uji H2S : 11 jam 45 Menit 1.2 PEMBAHASAN

Daging yaitu semua jaringan yang terdapat pada hewan serta produk hasil olahan pangan yang memiliki jaringan-jaringan yang dapat dikonsumsi dan tidak berakibat buruk bagi gangguan kesehatan manusia (Soeparno, 2015). Sedangkan menurut pendapat Muctadi dan Sigiyono (1982) Daging adalah serat daging/otot yang melekat pada tulang kerangka/skelet, kecuali daging bagian bibir, hidung, telinga, yang berasal dari ternak sehat sewaktu disembelih.

Pada saat pelaksaan praktikum daging yang digunakan adalah daging ayam yang tidak dilelahkan. Daging unggas merupakan salah satu sumber makanan hewani yang mengandung protein yang tinggi, lemak yang relatif rendah, daya cerna tinggi, mengandung zat besi, beberapa jenis vitamin B, dan kualitas organoleptik yang baik (Koswara, 2009). Menurut (SNI 01-3924- 2009) karkas ayam pedaging merupakan bagian dari ayam hidup, setelah

(5)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

dipotong, dihilangkan bulunya, dikeluarkan jeroan dan lemak abdominalnya, dipotong kepala, leher serta kedua kakinya (ceker). Persentase bobot karkas ayam broiler yang normal berkisara antara 65-75% dari bobot hidupnya (Mc Nitt, 1983). Pada Praktikum Teknologi Daging dilakukan beberapa pengamatan, yaitu penilaian karkas, keempukan daging, susut masak, daya ikat air, dan perhitungan TPC.

Pada ayam yang tidak dilelahkan diperoleh hasil untuk perhitungan pemotongan dan perecahan karkas yaitu meliputi, bobot hidup sebesar 1,8 kg, berat darah 59,67 gram, berat bulu 118,80 gram, berat kaki, kepala dan jeroan sebesar 0,425 gram, berat karkas sebesar 1,17 gram, presentase karkas 65 %. Kemudian untuk parting yang meliputi dada sebesar 0,385 gram, paha atas 0,170 gram, paha bawah 0,160 gram, sayap 0,120 gram, punggung 0,220 gram.

Kemudian, pada susut masak diketahui bahwa berat ayam sebelum dimasak adalah sebesar 30 gram kemudian berat ayam setelah dimasak menjadi 20,62 gram. Perebusan yang dilakukan adalah selama 30 menit dengan suhu 90℃ yang kemudian setelahnya dilakukan pendinginan selama 30 menit. Dari hasil pemasakan tersebut didapatkan penyusutan pada berat ayam dengan nilai susut masak cukup tinggi yaiti sebesar 31,27 %. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Soeparno (2009) susut masak bervariasi antara 1,5% sampai 54,5%, daging dalam jumlah susut masak rendah mempunyai kualitas yang lebih baik karena kehilangan nutrisi saat perebusan akan lebih sedikit, meskipun daging berkualitas baik kehilangan banyak lemak namun total kehilangan airnya lebih sedikit. Kemudian untuk nilai keempukan daging diperoleh rataan nilai sebesar 74 mm/detik/gram. Hal ini sesuai dengan pernyataan Gaman dan Sherrington (1991), jaringan pengikat daging akan meningkat jika ternak memiliki aktivitas yang tinggi, dan berakibat pada keempukan yang rendah.

Pada hasil perhitungan daya ikat air (DIA) diketahui bahwa berat sampel daging sebesar 0,3 gram, kemudian luas total area sebesar 18,1 cm2, luas area daging sebesar 0,95 cm2, perhitungan area basah sebesar 17,15 cm2, angka mg H2O 172,9 dan nilai daya ikat air (DIA) sebesar 48 %. Hasil yang didapat seharusnya tidak minus, maka dari itu dapat dikatakan terdapat kesalaham perhitungan pada luas areah basah dan area daging, serta dapat disebabkan juga berat sampel daging tidak tepat.

1.3 KESIMPULAN

Dari hasil pengamatan praktikum yang telah dilakukan pada teknologi daging dapat disimpulkan bahwa ayam yang tidak dilelahkan memiliki kualitas daging yang cukup baik, dapat dilihat dari nilai rata-rata keempukan dagingnya lebih tinggi. Ternak yang diistirahatkan

(6)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

sebelum dilakukan pemotongan akan memperngaruhi kualitas dan kuantitas daging yang berdampak pada metabolisme otot. Tujuan dari ternak diistirahatkan sebelum dipotong yaitu agar ternak tidak mengalami stress dan darah dapat dikeluarkan sebanyak mungkin sehingga memiliki energi yang tersedia cukup untuk proses rigormortis berjalan dengan sempurna.

(7)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

II

TEKNOLOGI TELUR

2.1 HASIL PENGAMATAN 1. Kualitas Telur Segar

Uji Kualitas Eksterior

a. Warna Kerabang : 1) Coklat Tua 2) Coklat Muda

b. Bentuk : 1) Oval (lebih besar) 2) Oval (Lebih kecil)

c. Panjang : 1) 57,2 mm 2) 55,5 mm

d. Lebar :1) 43,7 mm 2) 45,85mm

e. Tekstur

- Hasil Perabaan : 1) Halus 2) sedikit kasar - Kelas Mutu : 1) I 2) III

f. Keutuhan

- Hasil Pengamatan : 1) Utuh/tidak retak 2) Utuh/tidak retak - Kelas Mutu : 1) I,II,III 2) I, II, III

g. Kebersihan

- Hasil Pengamatan : 1) Bersih 2) Kurang Bersih - Kelas Mutu : 1) I 2) II

Uji Kualitas Interior Sebelum Telur Dipecahkan a. Berat Telur

- Hasil Timbangan : 1) 66 gram 2) 57 gram - Kelas Mutu : 1) Besar 2) Sedang b. Rongga Udara

- Kedalaman : 1) <0,5cm 2) 0,5 – 0,9 cm

- Kelas Mutu : 1) AA (rongga udara tetap) 2) A (Rongga udara bergerak) c. Kuning Telur (yolk)

(8)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

- Hasil Pengamatan : 1) Tidak terlihat 2) Tidak terlihat - Kelas Mutu : 1) 0,283 2) 0,284

Setelah Telur Dipecahkan

a. Tebal Kerabang : 1) 0,88mm 2) 0,95 mm b. Indeks Kuning Telur : 1) 1,14 𝑐𝑚

4,025 𝑐𝑚= 0,283 𝑐𝑚 2) 1,2 𝑐𝑚

4,225 𝑐𝑚= 0,284 𝑐𝑚 c. Indeks Putih Telur : 1) 0,53 𝑐𝑚

6,95 𝑐𝑚= 0,07 𝑐𝑚 2) 0,47 𝑐𝑚

1,12 𝑐𝑚 = 0,419 𝑐𝑚 d. Haugh Unit (HU)

- Nilai HU :100 log (H + 7,75 – 1,7 𝑊0,37) 1) 70,24 2) 68,75 - Kelas Mutu : A

a. Kualitas Telur Segar Setelah Disimpan Satu Minggu pada Suhu Ruang Uji Kualitas Eksterior

a. Warna Kerabang :

b. Bentuk : (1) oval (2) oval

c. Panjang : 5,65 mm 5,42 mm

d. Lebar : 4,38 mm 4,35 mm

e. Tekstur

- Hasil Perabaan : 1. Halus 2. Halus - Kelas Mutu : 1. 1 2. 1

f. Keutuhan

- Hasil Pengamatan : 1. Tidak Retak 2. Tidak Retak - Kelas Mutu : 1. 1 2.1

g. Kebersihan

- Hasil Pengamatan : 1. Tidak Bersih 2. Tidak Bersih - Kelas Mutu : 1. 1 2.1

- Uji Kualitas Interior Sebelum Telur Dipecahkan

a. Berat Telur

- Hasil Timbangan : (1) 62 gram (2) 65 gram

(9)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

- Kelas Mutu : (1) Besar (2) Besar b. Rongga Udara

- Kedalaman : (1) 0,5 cm (2) 0,5 cm - Kelas Mutu : (1) AA (2) AA c. Kuning Telur (yolk)

- Hasil Pengamatan : (1) Tidak terlihat (2) Tidak terlihat - Kelas Mutu : (1) I (2) I

Setelah Telur Dipecahkan

a. Tebal Kerabang : (1) 0,9 mm (2) 0,93 mm b. Indeks Kuning Telur : (1) 2,79 (2) 2,81

c. Indeks Putih Telur : (1) 0,0836 (2) 0,313 d. Haugh Unit (HU)

- Nilai HU : (1) 42,275 (2) 44,4 - Kelas Mutu : B

b. Kualitas Telur Dengan Dipping (Minyak Kelapa) Setelah Disimpan Satu Minggu Pada Suhu Ruang

Uji Kualitas Eksterior

a. Warna Kerabang : (1) coklat tua (2) coklat tua

b. Bentuk : (1) oval (2) oval

c. Panjang : (1) 1,55 cm (2) 5,6 cm d. Lebar : (1) 1,4 cm (2) 4,3 cm e. Tekstur

- Hasil Perabaan : (1) Halus (2) Kasar - Kelas Mutu : (1) A (2) A

f. Keutuhan

- Hasil Pengamatan : (1) Tidak retak (2) Tidak retak - Kelas Mutu : 1) I (2) I

g. Kebersihan

- Hasil Pengamatan : (1) Bersih (2) Agak kotor - Kelas Mutu : (1) I (2) II

(10)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

Uji Kualitas Interior Sebelum Telur Dipecahkan

a. Berat Telur

- Hasil Timbangan : (1) 67 gram (2) 69 gram - Kelas Mutu : (1) Besar (2) Besar b. Rongga Udara

- Kedalaman : (1) 0,5 cm (2) 0,5 cm - Kelas Mutu : (1) AA (2) AA c. Kuning Telur (yolk)

- Hasil Pengamatan : (1) Tidak terlihat (2) Tidak terlihat - Kelas Mutu : (1) I (2) I

Setelah Telur Dipecahkan

a. Tebal Kerabang : (1)0,74 mm (2) 0,61 mm b. Indeks Kuning Telur : (1) 0,3425 (2) 0,305 c. Indeks Putih Telur : (1) 0,0323 (2) 0,286 d. Haugh Unit (HU)

- Nilai HU : (1) 44,622 (2) 51,455 - Kelas Mutu : B

6.1 Pembahasan

Telur merupakan salah satu produk hewani yang berasal dari ternak unggas dan termasuk dalam bahan pangan sumber protein tinggi. Selain itu, sebagai bahan pangan telur juga memiliki banyak kelebihan seperti kandungan gizi yang tinggi, dan harganya yang relatif murah (Idayanti dkk., 2009). Penanganan telur diakukan dengan tujuan untuk mempertahankan mutu atau menperlambat penurunan mutu telur, dan menjaga dari kerusakan. Terdapat beberapa penyebab yang bisa menurunkan mutu telur seperti pengupan air, penguapan karbon dioksida dan aktitivitas mikroba (Rachmawan, 2001).

Pengujian yang pertama kali dilakukan adalah uji kualitas eksterior telur, dimana pengamatan yang pertama adalah pengamatan pada warna kerabang, lalu memeriksa keutuhan kerabang, kemudian pengamatan pada kebersihan telur, dan yang terakhir pengujian mengenai pengukuran panjang dan lebar telur dengan menggunakan jangka sorong. Pengujian yang kedua adalah pengujian terhadap kualitas interior telur (sebelum dipecahkan). Dimana dilakukan penimbangan pada telur dengan menggunakan timbangan digital. Menurut Widiyanto (2003) mengatakan

(11)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

bahwa selain faktor penyimpanan, berat telur sangat berperan penting dalam menentukan kualitas internal telur. Berat telur yang sedang memiliki kerabang lebih tebal serta pori-pori lebih sedikit bila dibandingkan dengan telur besar sehingga lebih berpeluang untuk mengeluarkan CO2 melalui pori-pori telur. Kementerian Pertanian menjelaskan bahwa telur ayam yang sehat memiliki ciri berwarna coklat, bobot 50-60 gram per butir. Ciri telur yang masih baru bisa dikenali dari isinya. Di antaranya ialah: Batas antara putih telur tebal dan tipis terlihat jelas, tidak ada bercak darah atau benda asing di putih telur, kuning telur bulat, kuning telur di tengah lapisan putih telur yang tebal, kuning telur tidak mudah hancur.

Pengujian selanjutnya adalah pengujian kualitas interior telur setelah dipecahkan. Pengujian pertama yang dilakukan adalah mengukur ketebalan kerabang dengan menggunakan mikrometer skrup dimana pengukuran dilakukan pada salah satu bagian kerabang telur. Kemudian dilakukan pengukuran pada yolk, pengukuran pada albumen. . Menurut Sudaryani (2006) Bahwa indeks kuning telur merupakan indeks mutu kesegaran yang diukur dari tinggi dan diameter kuning telur. Dan hal tersebut sesuai dengan pendapat Roberts (2004) bahwa kualitas suatu telur dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, strain unggas, penyimpanan, nutrisi pakan, molting dan penyakit.

6.2 Kesimpulan

Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas telur segar dan telur yang disimpan dengan metode dipping memiliki kualitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan telur yang di simpan selama 7 hari pada suhu ruang. Semakin tua dan semakin lama penyimpanan telur maka indeks kuning telur akan semakin menurun karena penambahan ukuran kuning telur. Kecilnya nilai HU mengindikasikan semakin encer putih telur semakin kental kuning telur maka nilai HU akan semakin besar.

(12)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

III

TEKNOLOGI SUSU

3.1 Hasil Pengamatan

1. Penilaian Susu Berdasarkan Peranatan Angka Susunan Susu A. Berat Jenis (BJ)

- Suhu Susu : 25 oC

- Skala Laktodensimeter : 1,026 - Perhitungan BJ : 1,0255 - Nilai (Lihat Tabel) : 1 B. Kadar Lemak (KL)

- Skala Butirometer Gerber : 3 % - Nilai KL (Lihat Tabel) : 5,00

C. Penentuan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) Fleischmann

- Kadar Lemak : 3 %

- BJ : 1.0255

- Nilai BKTL (Lihat Tabel) : 1,50 D. Angka Refraksi

- Suhu Susu : 25Oc

- Skala Terbaca : - Angka Refraksi : 37 2. Keadaan Susu

1. Uji Fisik

- Warna : Normal

(13)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

- Bau : Normal

- Rasa : Normal

- Konsistensi : Normal - Nilai Uji Fisik : I 2. Uji Kebersihan

- Rincian Keadaan : Tidak terdapat kotoran - MNilai Uji Kebersihan : 2

3. Uji Alkohol

- Rincian Keadaan : Pengendapan (Positif) - Nilai Uji Alkohol : 0

4. Uji Didih

- Rincian Keadaan : Normal (Negatif) - Nilai Uji Didih : 1

5. Uji Reduktase

- Waktu Reduktase : 30 menit - Nilai Uji Reduktase : 3

6. Penetapan Derajat Asam

- Derajat Asam : 10 - Nilai Derajat Asam : 0

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑢𝑠𝑢 = 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑢𝑠𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑠𝑢 + 𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝐾𝑒𝑎𝑑𝑎𝑎𝑛 𝑆𝑢𝑠𝑢 2

𝑁𝑖𝑙𝑎𝑖 𝑆𝑢𝑠𝑢 = 7,25

3.2 PEMBAHASAN

Pada praktikum mengenai teknologi susu dilakukan pengujian terhadap kualitas susu dengan menggunakan susu sebanyak 500 ml, dengan dua jenis pengujian yaitu pengujian keadaan susu dan pengujian susunan susu. Susu menurut Hardiwiyanto (1994), didefinisikan sebagai cairan putih yang dihaslkan dari pemerahan sapi atau hewan menyusui lainnya yang dapat digunakan sebagai bahan sehat tanpa dikurangi komponen penyusunnya. Pada praktikum yang telah dilaksanakan, yaitu penilaian susu berdasarkan peranan angka terbagi menjadi dua penilaian,

(14)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

yakni susunan susu dan keadaan susu. Penilaian keadaan susu terdiri dari Berat Jenis (BJ), kadar lemak, penentuan Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL), dan angka refraksi. Sedangkan penilaian keadaan susu terdiri dari uji fisik, uji kebersihan, uji alcohol, uji didih, uji reductase, dan penetapan derajat asam. Setelah selesai dua penilaian tersebut, maka akan diperoleh nilai susu yang nantinya nilai tersebut akan menjadi suatu indicator baik atau tidaknya susu tersebut.

Uji susunan susu yang dilakukan di dalam praktikum diawali dengan uji Berat Jenis (BJ yang menghasilkan perhitungan 1,0255 dengan nilai 1. Hal tersebut menunjukan bahwa suau tersebut dalam keadaan baik dan memiliki kekentalan yang cukup. Sesuai dengan penyataan Herdiansyah, (2011) yang menyatakan bahwa jika berat jenis susu rendah maka kekentalan susu pun rendah, sebaliknya bila kekentalan susu tinggi maka berat jenisnya pun besar. Menurut SNI (2011) Bahwa berat jenis yang baik pada susu sapi segar berkisar antara 1,027-1,035. Pendapat lain Utomo dan Miranti (2010) berat jenis susu yang mengalami perbaikan manajemen mampu meningkatkan nilainya sebesar 1,027. Adriani et al., (2014) dimana menunjukkan bahwa berat jenis susu dengan rata-rata sebesar 1,027-1,030. Swlain itu pada pengujian kadar lemak dengan menggunakan skala butirometer gerber didapatkan hasil sebesar 3 % Nilai tersebut masih tergolong rendah untuk susu sapi karena menurut Dwiyanto (2011) pada umumnya kadar lemak susu sapi FH di Indonesia relatif rendah yaitu 3,5 – 3,7 %. Nilai Bahan Kering Tanpa Lemak (BKTL) pada praktikum sebesar 3,38 %. Nilai BKTL pada susu tersebut tergolong kurng baik.

Pernyataan tersebut sesuai dengan SK Ditjen Peternakan (1983) kandungan bahan kering tanpa lemak minimum adalah 8,0%. Sedangkan pada angka refraksi didapatkan suhu sebesar 37 o . Suhu tersebut sudah tergolong sangat baik karena sudah bernilai 4,00.

Uji keadaan susu yang pertama adalah pengujian fisik dimana pengujian dilakukan dengan menguji warna, bau , rasa, dan konsistensi. Hasil yang didapatkan bahwa seua pengujian itu adalah normal. Warna susu dapat berubah ubah sesuai dengan jenis ternak, jenis pakan, jumlah lemak, bahan padat, dan bahan pembentuk warna menurut Saleh (2004), mohammad (2002) menyatakan pula bahwa rasa pada susu dapat berubah atau berkurang setelah beberapa jam pemerahan. Uji kebersihan susu dilakukan dengan pula sebagai bagian dari uji kekentalan susu. Uji kebersihan susu dilakukan dengan mengambil sample lalu disaring pada kertas saling dan dilihat noda yang menempel.

Uji alcohol dilakukan dengan tujuan untuk menguji ada atau tidaknya penggumpalan pada susu. Pada uji alcohol hasilnya menunjukkan negatif yang artinya tidak ada penggumpalan yang terjadi pada susu yang ditetesi dengan alkohol. Hasil ini sesuai dengan standar susu segar. Pada SNI (2011) menyatakan bahwa persyaratan kualitas susu yaitu uji alkohol 70% negatif.Menurut

(15)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

Buckle dkk (1987) menyatakan bahwa pengujian alcohol bertujuan untuk memeriksa dengan tepat tingkat keasaman susu. alkohol 70% negatif. Uji didih susu pada praktikum menunjukkan hasil negatif. Hasil tersebut sesui dengan SNI (2011) menyatakan bahwa persyaratan kualitas susu yaitu uji didih negatif. Dari hasil uji didih yang diperoleh menunjukkan bahwa susu sapi yang digunakan sebagai sampel masih berkualitas bagus serta layak dikonsumsi karena tidak terjadi pemalsuan susu. Uji didih dilakukan juga dalam praktikum ini, tujuannya tidak jauh berbeda dengan uji alcohol yaitu memeriksa tingkat keasaman susu. Hasil yang didapat adalah susu normal dan tidak terjadi penggumpalan sehingga mendapat nilai 1. Perbedaan hasil antara uji alcohol dan uji didih ini dapat diakibatkan karena kurang telitinya dalam pengujian prosedur pengujian tersebut. Uji reductase susu pada praktikum menunjukkan waktu lebih dari 5 jam. Waktu tersebut merupakan angka reduktase yang baik. Menurut Asmaq dan Marisa (2020) keaktifan enzim reduktase pada reagen methylene blue menunjukkan tingginya aktivitas mikroorganisme dalam susu. Hal ini ditunjukkan dengan perubahan warna biru menjadi putih yang sangat cepat. Derajat keasaman pada susu tersebut sebesar lebih dari 7. Nilai derajat keasaman tersebut merupakan nilai yang baik untuk susu sapi segar. Hal ini sesuai dengan SNI No. 01-3141:1-2011 yang menyatakan bahwa standar derajat keasaman susu segar adalah 6,0-7,5. Menurut Tefa., dkk (2019) hal yang menyebabkan susu masih dalam keadaan utuh, sehingga tidak terjadi proses penguraian laktosa menjadi asam laktat oleh hasil fermentasi bakteri dan tidak terjadi peningkatan derajat keasaman susu.

3.3 KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa kualitas telur segar dan telur yang disimpan dengan metode dipping memiliki kualitas yang lebih baik bila dibandingkan dengan telur yang di simpan selama 7 hari pada suhu ruang. Semakin tua dan semakin lama penyimpanan telur maka indeks kuning telur akan semakin menurun karena penambahan ukuran kuning telur. Kecilnya nilai HU mengindikasikan semakin encer putih telur semakin kental kuning telur maka nilai HU akan semakin besar

(16)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

IV

TEKNOLOGI KULIT

4.1 HASIL PENGAMATAN 1. Pengukuran Kualitas Kulit

a. Berat Kulit

- Berat Kulit : 160 gram b. Tebal Kulit

- Croupon : 1,6 mm

- Kepala : 1,2 mm

- Perut : 1,1 mm

- Ekor : 1,95 mm

- Rata-rata ketebalan kulit : 1,46 mm c. Luas Kulit

- Panjang Kulit : 25 cm - Lebar Kulit : 17 cm - Luas Kulit : 425 cm2 - Keterangan

2. Pengawetan Kulit dengan Penggaraman Kering

a. Berat garam krosok yang digunakan (40-50%) 2. Pengawetan Kulit dengan Pickling

a. a. Komposisi Larutan Perendam Air : 100% dari bobot kulit NaCl : 10-20%

H2SO4 : 1,5% pH : 3,5-4,0

Perendaman (soaking) selama 24 jam

4.2 PEMBAHASAN

Dalam melakukan pengawetan dan pengawetan kulit, perlu diperhatikan beberapa hal, yaitu:

kemurnian garam harus tinggi, jangan menggunakan garam bekas, kulit segar harus bersih dari tenunan lemak dan sisa-sisa daging, serta tumpukan kulit yang digarami tidak terlalu tinggi.

Sedangkan beberapa hal yang harus diperhatikan dalam pengawetan kulit dengan penjemuran adalah bentangan kulit serenggang mungkin (tidak ada lipatan-lipatan), hindari sinar matahari

(17)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

terik jatuh tegak lurus pada permukaan kulit hal ini dapat menyebabkan kulit busuk kering, penjemuran yang terlalu lama, sedangkan pada musim hujan kulit jangan dikeringkan dengan api.

Di Indonesia pada proses pengawetan kulit metode yang umum dan sering digunakan yaitu metode pengawetan kulit dengan pengeringan dan dengan penggaraman. Pada prinsipnya proses pengawetan kulit dengan penggaraman yaitu kulit digarami menggunakan garam klorin (NaCl+Na2SO4) atau garam dapur (NaCl) dari kadar air awal 65% menjadi ± 30%, selain itu garam yang digunakan juga memiliki beberapa syarat yaitu garam bebas dari besi (Fe), butiran garamnya ± 1 mm dan kadar Ca dan Mg harus < 2%. Kulit diawetkan dengan menggunakan metode penggaraman karena garam dapat berfungsi untuk mengeluarkan dan mendorong air untuk keluar dari kulit dan klorida juga dapat membunuh mikroorganisme.

Pada praktikum ini yang diamati adalah pengukuran kuantitas kulit yang terdiri dari berat kulit, berat garam krosok yang digunakan (40-50%), tebal kulit, dan luas kulit. Kulit yang digunakan pada praktikum adalah kulit kelinci. Rata-rata berat kulit kelinci pada praktikum ini adalah sebesar 160 gram. Berat kulit tersebut tergantung pada bobot kelinci tersebut. Hal ini sesuai dengan penelitian Yurmiaty (2006) bahwa berat badan memberikan pengaruh terhadap kulit yaitu peningkatan berat potong kelinci akan diikuti dengan peningkatan berat pelt, dimana 77 % berat pelt kelinci dapat dijelaskan oleh bobot potongnya, sedangkan 23 % dipengaruhi oleh faktor lain, dengan keeratan 88 %. Djojowidagdo (1983), menyatakan bahwa berat organ peltpada ternak berkisar antara 8 sampai 10 persen dari berat badannya. Faktor lain yang mempengaruhi kuantitas pelt, diantaranya bangsa, umur, pakan, kondisi ternak, jenis kelamin, cara pemeliharaan dan cara pemotongan (Judoamidjojo, 1981).

Cara pengawetan kulit kelinci dengan cara penggaraman kering (dry salting) adalah dengan cara menumpuk bagian kulit yang bergaram bertemu dengan yang bergaram, sedangkan pertemuan kulit yang berbulu dengan kulit yang berbulu dibatasi oleh kertas koran agar bulu kelinci tidak rusak. Pada pengawetan dengan cara pickling (pemgasaman) menggunakan larutan NaCl (10-20%) dan H2SO4 (1,5 %) yang direndam selama 24 jam didapatkan hasil kelemasan tidak rata, tercium bau busuk dna kulit ada yang lepas. Hal ini menunjukkan bahwa kulit jasil perendaman tersebut memiliki kualitas yang buruk karena kulit hasil pickling dengan kualitaa yang baik akan mengahasilkan kelemasan lulit rata, tidak tercium bau busuk dan tidak licin.

4.3 KESIMPULAN

Dari praktikum yang telah dilaksanakan dapat ditarik kesimpulan bahwa metode penggaraman dan pengeringan merupakan cara yang paling efektif untuk melakukan pengawetan kulit setelah dilakukan pemotongan ternak sebelum diolah.

(18)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

(19)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

DAFTAR PUSTAKA

[BSN]. 2009. SNI-3924-2009. Mutu Karkas dan Daging Ayam. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional. Koswara, S. 2009. Teknologi Praktis Pengolahan Daging. 1–24.

Asmaq, N., dan Marisa, J. 2020. Karakteristik Fisik dan Organoleptik Susu Segar di Medan Sunggal. Jurnal Peternakan Indonesia. Vol. 22 (2): 168-175

Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia Susu Segar. Bagian1- Sapi SNI 3141.1-2011. Badan Standardisasi Nasional. Jakarta. www.bsn.go.id. Diunduh 1 Juni 2022. Direktorat Jenderal Peternakan. 1983. Surat Keputusan Direktur Jenderal Peternakan Nomor 17/KPTS/DJP/1983.

Departemen Pertanian RI, Jakarta Dwiyanto, 2011. Cara Meningkatkan Produksi Susu Sapi Perah Pada Peternakan Rakyat. Sinar Harapan. Jakarta Tefa, M, M., Sio, S., dan Purwatiningsih, I, T. 2019.

Djojowidagdo, S. 1988. Pelt Kerbau Lumpur Jantan. Sifat-sifat Karakteristiknya Sebagai Bahan Wayang Pelt Purwa. Disertasi Universitas Gadjah Mada. P. 28-30.

Hadiwiyanto. 1994. Pengujian Mutu Susu dan Olahannya. Liberty Hal 5.

Herdiansyah. 2011. Teori dan Prosedur Pengujian Mutu Susu dan Hasil Olahannya.Liberty.

Yogyakarta.

Idayanti, S., Darmawati, U., dan Nurullita. 2009. Perbedaan Variasi Lama Simpan Telur Ayam pada Penyimpanan Suhu Almari Es dengan Suhu Kamar terhadap Total Mikroba. Jurnal Kesehatan 1(2): 19-26.

Judoamidjojo, R Muljono.1981. Teknik Penyamakan Kulit Untuk Pedesaan. Angkasa, Bandung.

Lawrie, R. A. 2003. Ilmu Daging. Universitas Indonesia. Jakarta

Judoamidjojo, R.M. 1981. Defek-defek pada Pelt dan Pelt Samak. Bhratara Karya Aksara, Jakarta. p.7, 23 Untari, S. 2005. Penyamakan Kulit Kelinci Dengn Teknologi Tepat Guna Sebagai Bahan Kerajinan Kulit Dan Sepatu Dalam Menunjang Agribisnis Ternak Kelinci.http://peternakan.litbang.deptan.go.id/publikasi/lokakarya/lklc05-15.pdf

Koswara, S. 2009. Teknologi Pengolahan Telur.

Legowo. 2009. Teknologi Pengolahan Susu. Universitas Diponegoro Semarang.

McNitt, J. L. 1983. Livestock Husbandry Techniques. Granada Publishing Limited. London.

Rachmawan, Obin. 2001. Penanganan Telur Dan Daging Unggas. Jakarta. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Jakarta.

Soeparno. 2009. Ilmu dan Teknologi Daging. Universitas Gajah Mada Press. Yogyakarta. Hal. 1,

(20)

Laboratorium Teknlologi Pengolahan Produk Peternakan | 2022

227, 228, 289, 290, 300.

Sudaryani, T. 2006. Kualitas Telur. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sudaryani, T. 2009. Pemeliharaan Ayam Ras Pembibit. Penebar Swadaya, Jakarta.

Whitaker, J.R. and S.R. Tannenbaum. 1977. Food Protein. AVI Publishing Compani, inc., Westport, Connecticut.

Widiyanto, D. 2003. Pengaruh Bobot Telur dan Lama Penyimpanan terhadap Kualitas Telur Ayam Strain CP 909 yang Ditambahkan Zeolit pada Ransumnya. Skripsi. Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Bandar Lampung.

Widyastuti, E., & Daydev, A. (2018). Aplikasi Teknologi Dielectric Barrier Discharge-Uv Plasma Terhadap Sifat Fisik Dan Kimia Telur Ayam (Gallus gallus domesticus). Buana Sains, 18(1), 85–96.

Winarno, F. G. dan S. Koswara. 2002. Telur : Komposisi, Penanganan, dan Pengolahannya.

M Brio Press. Bogor

Yurmiaty, H. 2006. Hubungan Berat Potong dengan Berat, Luas dan Tebal Pelt Kelinci. Jurnal Ilmu Ternak. Vol. 6(1). 48-52.

Yuwanta, T. 2010. Telur dan Kualitas Telur. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Referensi

Dokumen terkait

Buku Petunjuk Praktikum Dasar-dasar Pemisahan Analitik (1996) direvisi dengan mengganti judul dan materi menjadi Petunjuk Praktikum Kimia Analisis II (1998) yang kemudian direvisi

Tujuan yang ingin dicapai dalam praktikum ini adalah mahasiswa dapat.. menilai kualitas

Berdasarkan analisis hasil kinerja praktikum siswa selama melaksanakan praktikum dengan menggunakan petunjuk praktikum fisika berbasis laboratorium virtual dapat

Memberikan panduan untuk prosedur praktikum bagi Ketua Jurusan, Ketua Program Studi, Koordinator praktikum jurusan THP, Ketua laboratorium, Dosen pengampu

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, nikmat, karunia, taufiq serta hidayah-Nya sehingga Modul Praktikum Teknologi Pengolahan Produk Hasil

Menguapkan kadar air yang ada dalam bahan pangan (sampel) dengan pemanasan, kemudian menimbang bahan sampai berat konstan yang berarti semua air sudah

Panduan ini berisi petunjuk untuk melakukan praktikum

Petunjuk Praktikum Praktikum Kecerdasan Buatan untuk Mata Kuliah Kecerdasan Buatan pada Program Studi Informatika, Universitas Ahmad