JURNAL PEMBELAJARAN MODUL 2 PEMBELAJARAN SOSIAL
EMOSIONAL
SCHOOL WELL BEING
Nama : Julia Erfani
Bidang Studi PPG : Seni Budaya
NIM : 2461110285
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI GURU UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2025
APA ITU SCHOOL WELL BEING ?
School Well Being merujuk pada kondisi keseluruhan kesejahteraan murid dilingkungan sekolah, yang mencakup aspek fisik, emosional, sosial, dan akademik. Hal ini melibatkan perasaan aman, dukungan dari teman sebaya, dan guru serta adanya lingkungan belajar yang inklusif dan positif. School Well Being adalah sebuah konsep yang menggambarkan terpenuhinya kebutuhan dasar individu, baik secara materil maupun non-materil dalam konteks sekolah. Dengan kata lain, kondisi Dimana individu baik siswa maupun guru dapat memenuhi kebutuhan dasar mereka dilingkungan sekolah. Pendidikan yang memperhatikan School Well Being murid dapat menciptakan atmosfer yang mendukung pertumbuhan, pembelajaran yang efektif, dan perkembangan yang seimbang bagi setiap individu di sekolah.
Konsep School Well Being dikontruksi oleh Konu dan Rimpela (2002) dalam konteks sekolah atau Pendidikan terdiri dari empat dimensi yaitu : (1) kondisi/situasi sekolah (having), (2) mengarah pada hubungan sosial (loving), (3) pemenuhan diri (being), dan (4) Kesehatan peserta didik/guru secara umum (health).
1. Dimensi-dimensi School Well Being (Konu dan Rimpela, 2002)
Having (memiliki) yaitu bagaimana persepsi dan perasaan individu terhadap kondisi sekolah.
Dimensi ini meliputi lingkungan fisik sekolah termasuk kenyamanan, rasa aman, kebisingan, pertukaran udara, ruang terbuka dan lain sebagainya. Aspek lain adalah bagaimana murid merasa mendapatkan dukungan atau pelayanan selama bersekolah, seperti kantin, ruang Kesehatan, wali kelas, dan guru bimbingan konseling.
Loving (mencintai) mengacu pada lingkungan sosial pada saat pembelajaran, meliputi hubungan dengan guru, dengan teman sekelas, interaksi dalam kelompok. Relasi yang baik antara murid, guru, sesame guru untuk mrmciptakan iklim sekolah yang baik (harmonis).
Being mengacu pada bagaimana individu disekolah menghargai keberadaan mereka. Dalam hal ini guru dapat bekerja dengan baik dan menghargai perannya. Murid juga merasa percaya diri dan Bahagia mendapatkan Pendidikan. Being juga mengacu sampai seberapa besar sekolah melibatkan murid, mendorong kreatifitas murid.
Health mengacu pada Kesehatan fisik dan mental murid dan guru.
2. Dimeni School Well Being (Hascher, Jarvela : 2011)
Sikap dan emosi positif terhadap situasi sekolah secara keseluruhan baik dari murid ataupun guru.
Murid memiliki konsep diri yang positif dalam hal akademik. Dalam hal ini murid disekolah percaya diri dan termotivasi untuk berprestasi.
Guru dan murid menikmati aktivitas sekolah
Guru dan murid bebas dari berbagai keluhan mengenai kondisi sekolah
Tidak ada masalah/konflik yang berat disekolah
FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SCHOOL WELL BEING
Berbagai factor yang dapat mempengaruhi School Well Being
1. Stress pada guru dapat mempengaruhi kesejahteraan sekolah, khususnya pada murid.
2. Potensi / kemampuan dan motivasi murid 3. Kondisi sosial emosional murid dan guru
4. Kepribadian murid, termasuk motivasi belajar, kemampuan berkomunikasi, disiplin dan kemampuan bekerjasama.
KONDISI SEKOLAH YANG MEMBAHAGIAKAN MENURUT HASCHER
1. Sikap dan emosi positif terhadap situasi sekolah secara keseluruhan baik dari murid maupun guru.
2. Murid memiliki konsep diri yang positif dalam hal akademik 3. Guru dan murid menikmati aktivitas sekolah
4. Gurid dan murid bebas dari kecemasan untuk pergi bersekolah
5. Guru dan murid bebas dari berbagai keluhan mengenai kondisi sekolah 6. Tidak ada masalah/konflik yang berat disekolah
AKSI NYATA SCHOLL WELL BEING
BAGAIMANA ANDA SEBAGAI GURU MENGELOLA EMOSI SUPAYA BISA BERPENGARUH POSITIF PADA LINGKUNGAN PEMBELAJARAN ANDA ?
Pertama, Sebagai guru salah satu cara yang saya terapkan yakni dengan menekankan Teknik mindfulness atau kesadaran penuh. Dengan berlatih kesadaran penuh saya menjadi lebih memahami dan menyadari emosi yang terjadi pada diri saya, saya juga mengenali tanda stress dan dapat mengambil Tindakan untuk menenangkan diri dan pikiran sebelum emosi saya mempengaruhi interaksi dengan murid didalam kelas. Saya juga menerapkan komunikasi yang terbuka dan jujur terhadap murid sehingga mereka merasa dihargai dan didengar.
Kedua saya Sebagai guru mengelola emosi adalah kunci utama saya untuk menciptakan lingkungan belajar yang positif. Saya selalu berusaha meningkatkan kesadaran diri terhadap emosi yang saya rasakan. Ketika saya dapat mengelola emosi dengan baik, secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh positif kepada murid tentang bagaimana cara mengelola emosi sehingga tercipta pembelajaran yang berkualitas dari segala aspek.
Ketiga, saya menerapkan strategi regulasi emosi. Jika ada murid yang kurang focus atau mulai rebut, saya tidak akan langsung marah. Saya akan tetap tenang dan memilih pendekatan konstruktif, seperti mendekat ke meja mereka dan berbicara pelan untuk menanyakan apa keluhan mereka. Sehingga hal tersebut menjadi teladan bagi murid tentang bagaimana menghadapi tantangan dengan tenang.
Keempat, saya senantiasa menunjukkan empati dan sikap positif. Saya percaya Ketika saya ramah dan mendengarkam keluh kesah mereka, murid akan merasa aman. Comtohnya saja saat seorang murid tampak murung, saya sebagai guru akan menanyakannya. Sikap positif dan kepedulian seperti ini akan menular jika terus diterapkan dan akan membuat murid merasa lebih Bahagia dan termotivasi.
Terakhir, saya akan menjaga keseimbangan hidup. Saya memastikan ada waktu untuk beristirahat dan melakukan hobi di luar jam mengajar. Misalnya saya suka ke salon di akhir pekan. Dengan begitu saya datang kesekolah dengan pikiran segar dan emosi yang terkendali, siap untuk menginspirasi dan mendukung setiap murid.
BAGAIMANA MENCIPTAKAN LINGKUNGAN POSITIF DENGAN KEMAMPUAN MURID YANG BERAGAM?
Membangun lingkungan belajar yang positif ditengah keberagaman kemampuan murid merupakan sebuah kesempatan luar biasa bagi saya. Ini bukan hanya tentang memastikan mereka pintar disatu bidang, tapi lebih kepada bagaimana saya bisa membantu setiap murid untuk merasa dihargai, didukung, dan punya ruang untuk benar-benar berkembang sesuai dengan keunikannya masing-masing.
Salah satu cara yang selalu saya coba adalah dengan focus pada kekuatan (strengths) setiap murid. Seringkali, kita hanya melihat apa yang kurang dari mereka. Padahal, setiap anak punya bakat tersembunyi. Contohnya : saya pernah memiliki murid yang kesulitan dipelajaran seni tari, tetapi dia jago sekali menggambar dan bercerita. Lalu saya memberinya kesempatan untuk membuat komik atau poster yang menjelaskan konsep materi seni tari melalui gambarnya sendiri. Hal tersebut bukan hanya membuatnya semangat dalam belajar tetapi juga akan meningkatkan rasa percaya dirinya.
Selain itu, saya selalu berusaha memberikan umpan balik yang membangun dan berorientasi pada pertumbuhan. Dari pada sekedar memberi nilai saya lebih suka memberikan komentar spesifik.
Contohnya, jika sebuah tugas kurang sempurna saya tidak akan hanya menulis “Kurang tepat”, saya akan tulis “Ide kamu menarik sekali! Coba kita lihat terapkan konsep X agar hasilnya lebih maksimal”. Dengan begini anak-anak belajar bahwa kesalahan itu adalah bagian dari proses belajar dan mereka pun jadi berani mencoba lagi dan merasa kemampuan mereka bisa terus diasah. Pendekatan ini membantu menumbuhkan pola piker bertumbuh (growth mindset) Dimana mereka tahu bahwa usaha itu penting dan mereka bisa jadi lebih baik.
REFLEKSI PEMBELAJARAN
Berdasarkan materi tentang School Well Being yang telah saya pelajari, materi ini menegaskan bahwa kesejahteraan disekolah tidak hanya milik murid, tetapi juga guru. Selama ini saya mungkin lebih focus pada kondisi akademik dan fasilitas (having), namun perlu lebih mendalami bagaimana saya secara aktif menciptakan hubungan sosial yang positif (loving) dikelas. Hal tersebut mecakup interaksi saya dengan murid, serta mendorong interaksi positif antar mereka.
Saya juga menyadari pentingnya Kesehatan mental guru sebagai factor penentu School Well Being murid. Stress guru dapat menghambat komunikasi dan dukungan penuh bagi murid. Hal ini menjadi pengingat bagi saya untuk terus mengelola emosi dan menjaga keseimbangan pribadi agar dapat menjadi teladan dan agen positif dilingkungan belajar.
Selain itu, materi dari Hascher (Jarvela, 2011) tentang kondisi sekolah yang membahagiakan sangat relevan, saya merefleksikannya bahwa kemampuan murid untuk beradaptasi dan motivasi belajar mereka juga mempengaruhi School Well Being. Oleh karena itu, saya perlu terus mengembangkan strategi untuk mengakomodir keberagaman kemampuan murid dan membangun iklim kelas yang mendorong growth mindset dan partisipasi aktif, seperti yang telah saya pelajari dan dikusikan Bersama Kepala Sekolah dan Teman Sejawat. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahawa School Well Being adalah tanggung jawab Bersama seluruh warga sekolah, termasuk saya sebagai guru.
Berdiskusi untuk menemukan jawaban dari pertanyaan-pertanyaan mengenai konsep Sechool Well Being Bersama teman sejawat.
DOKUMENTASI
Berbagi Pengalaman dan Pengetahuan serta berdiskusi tentang Scholl Well Being Kepala Sekolah.
Ibu Yunita Sari, S.Pd
Bagi saya, School Well Being itu erat kaitan nya dengan motivasi murid dan bagaimana kami sebagai guru bisa menjadi agen perubahan. Kalau anak-anak datang kesekolah dengan semangat dan merasa bahwa apa yang mereka pelajari itu bermanfaat, itu sudah pencapaian jalan menuju kesejahteraan.
Ibu Yeni Febriani, S.Pd
Menurut saya School Well Being itu sangat tergantung pada hubungan sosial dan bagaimana setiap orang merasa dihargai. Kalau dikelas, murid- murid bisa akrab satu sama lain, tidak ada bullying, dan mereka merasa nyaman untuk bertanya atau berpendapat, itu sudah menunjukan kesejahteraan. Saya juga merasa penting bagi guru untuk merasa dihargai dan bisa mengembangkan diri disekolah.
Ibu Mega Wahyuni, S.Pd
Pemahaman saya bahwa School Well Being itu sangat tercermin dari iklim ruang kelas yang kondusif. Jika dikelas tidak ada permasalahan atau konflik berat disekolah, dan guru serta murid bebas dari kecemasan, itu menunjukan lingkungan yang membahagiakan.