• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PENDUGAAN AREA KECIL MELALUI METODE CEPAT BAYES BERHIRARKI PADA AREA YANG TIDAK TERDAPAT CONTOH PDF

N/A
N/A
maysita

Academic year: 2024

Membagikan "KAJIAN PENDUGAAN AREA KECIL MELALUI METODE CEPAT BAYES BERHIRARKI PADA AREA YANG TIDAK TERDAPAT CONTOH PDF"

Copied!
59
0
0

Teks penuh

Kajian pendugaan wilayah kecil menggunakan metode fast hierarchical Bayes pada wilayah yang tidak memiliki sampel. Oleh karena itu, penelitian ini mengkaji kinerja metode FHB ketika terdapat kasus dimana terdapat wilayah yang tidak dijadikan sampel.

PRAKATA

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

1 PENDAHULUAN

Penelitian dengan metode FHB untuk memperkirakan indikator kemiskinan pada kasus yang tidak ada sampelnya dapat dikatakan belum pernah dilakukan. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan kajian metode FHB untuk memperkirakan indikator kemiskinan pada kasus dimana terdapat daerah yang tidak ada sampelnya.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Sebagai studi kasus, metode ini diterapkan untuk memperkirakan indikator kemiskinan Persentase Penduduk Miskin (P0), Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (𝑃2) di Kabupaten Bogor sebagai kabupaten dengan jumlah penduduk miskin terbesar di Jawa Barat. pada tahun 2013 (BPS 2017a). Berdasarkan proses evaluasi diharapkan hasil evaluasi yang diperoleh dengan metode FHB akan lebih baik dan hemat waktu dibandingkan dengan hasil evaluasi dengan metode evaluasi langsung dan metode HB pada kasus di wilayah yang tidak terdapat unit sampel. . Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji metode FHB dalam memperkirakan wilayah kecil dalam memperkirakan indikator kemiskinan 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 pada kasus dimana terdapat wilayah yang tidak terdapat unit sampelnya. Luas lahan yang kecil sangat penting karena melalui variabel-variabel terkait tersebut dapat dilakukan proses penilaian secara tidak langsung. Model dasar untuk mengevaluasi area kecil. Model dasar dalam pendugaan luas wilayah kecil berdasarkan ketersediaan data variabel terkait dapat dibedakan menjadi dua model, yaitu model tingkat luas dan model tingkat satuan. Model pertama adalah model tingkat wilayah, yaitu model yang menghubungkan penduga langsung suatu wilayah kecil dengan variasi dari wilayah tertentu. 2013), pemodelan ini dilakukan ketika variabel terkait tidak tersedia pada tingkat satuan permukaan. Menurut Chambers dan Tzavidis (2006), kita asumsikan terdapat vektor kovariat dan nilai kovariat 𝒙𝑑𝑖 diketahui untuk setiap unit βˆ’π‘– populasi di wilayah kecil 𝑝 dan informasi tentang pengamatan variabel tersedia, untuk satuan sampel yang diambil maka dapat digunakan model tingkat satuan permukaan. Oleh karena itu, metode evaluasi langsung ini disebut juga metode berbasis desain. Metode pendugaan langsung dalam rangka pendugaan wilayah kecil mempunyai kelemahan yaitu akan menghasilkan pendugaan dengan variansi yang besar karena ukuran sampel yang digunakan relatif kecil sehingga mempunyai tingkat presisi yang rendah. Selain itu, apabila pada suatu daerah kecil tidak terdapat satuan sampel pada daerah 𝑑, maka tidak mungkin dilakukan pendugaan langsung pada daerah tersebut. 2014), misalkan suatu populasi berukuran N dibagi menjadi subpopulasi (wilayah) 𝐷 berukuran 𝑁1, 𝑁2,.

𝐸𝑑𝑖 adalah variabel kuantitatif yang menyatakan tingkat kesejahteraan individu ke-𝑖 di wilayah kecil ke-𝑑, misalnya pengeluaran per kapita dan 𝑧 adalah garis kemiskinan. Nilai taksiran 𝑃𝛼𝑑 untuk setiap 𝑑 wilayah kecil ini diperoleh dengan mengasumsikan adanya 𝑝 variabel penyerta yang berhubungan linier dengan transformasi π‘Œπ‘‘π‘–= 𝑇(𝐸𝑑𝑖) dari variabel pengukuran kesejahteraan (misalnya pengeluaran per kapita). Pendugaan parameter dengan estimasi area kecil umumnya menggunakan ukuran sampel yang relatif kecil, sehingga kemungkinan besar area tersebut tidak mengandung unit sampel.

Beberapa peneliti di bidang estimasi area kecil menggunakan pengelompokan area untuk memperkirakan area yang tidak memiliki unit pengambilan sampel. Berbagai teknik clustering yang termasuk dalam hirarki clustering menurut Johnson dan Wichern (2007) antara lain single linkage, full linkage, average linkage, Ward clustering, dan sebagainya. Apalagi pada metode non-hierarchical clustering, jumlah kelompok atau cluster pada dasarnya ditentukan terlebih dahulu oleh peneliti. Teknik clustering non-hierarki yang sering digunakan adalah clustering K-means. Penelitian mengenai penggunaan analisis klaster dalam estimasi wilayah kecil dilakukan oleh Wahyudi dkk (2016), yang mengkaji pengelompokan wilayah dengan menggunakan analisis faktor. Studi ini membandingkan berbagai metode pengelompokan untuk memperkirakan rata-rata pengeluaran per kapita di Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa clustering menggunakan metode Ward dengan cluster berjumlah tiga merupakan metode yang terbaik karena lebih konsisten dibandingkan metode lainnya. 2017) menggunakan jumlah cluster terbaik dari penelitian ini dan berdasarkan penelitian Anisa dkk (2014), yang mengeksplorasi penambahan informasi cluster untuk memperkirakan indikator kemiskinan di daerah yang tidak terdapat unit sampling.

3 METODE PENELITIAN

Semua area terdapat contoh

Hitung nilai parameter indikator 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 masing-masing daerah berdasarkan persamaan (5) dan (6) dengan nilai garis kemiskinan (z) yang diperoleh sebesar 0,6Γ— π‘šπ‘’π‘‘π‘–π‘Žπ‘› menurut Mol𝐸𝑛 menurut (𝐸𝑖) Ambil sampel acak dengan menggunakan teknik simple random sampling (PCAS) tanpa pengembalian sehingga besaran bobot setiap unitnya adalah 𝑀𝑑𝑖 = 1. Hitung nilai prediksi langsung dari indikator 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 untuk masing-masing wilayah. Generasi distribusi posterior berdasarkan Molina et al. 2014) melalui langkah-langkah berikut. Menghasilkan 𝜌 iterasi Monte Carlo (H) sebanyak-banyaknya dari distribusi diskrit {πœŒπ‘Ÿ, πœ‹4(πœŒπ‘Ÿ)}π‘Ÿ=1π‘…βˆ’1 dan menambahkannya ke distribusi seragam menghasilkan H sebanyak-banyaknya dalam interval (0, 1 /R) .

Pembangkitan variabel respon unit non sampel (out-of-sample) yaitu π‘Œπ‘‘π‘–, 𝑖 ∈ π‘Ÿπ‘‘ berdasarkan distribusi posterior dengan parameter 𝜽 = (𝑒1, … , 𝑒𝐷, 𝜷, 𝜎2, 𝜌)' sebagai berikut. Hitung taksiran nilai HB untuk 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 untuk seluruh area berdasarkan contoh vektor yang digabungkan dengan vektor hasil pembangkitan tanpa satuan untuk setiap area d, yaitu π’šπ‘‘ = (𝑦𝑠𝑑, (π‘¦π‘Ÿπ‘‘)β€²)' . Pada langkah ini peneliti menggunakan metode alternatif selain metode HB yaitu metode FHB dengan menghasilkan variabel respon 𝑦𝑠𝑑 dari unit sampel berdasarkan distribusi posterior dengan parameter 𝜽 = (𝑒1, … , 𝑒𝐷, 𝜷, 𝜎2, 𝜌 )' dari persamaan (32 ).

Hitung rata-rata nilai taksiran 𝑃0, 𝑃1, dan 𝑃2 dari metode HB dan FHB berdasarkan iterasi 𝐻 Monte Carlo. Hitung taksiran nilai indikator kemiskinan 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 masing-masing daerah dengan menggunakan metode HB dan FHB, dengan cara merata-ratakan waktu pengambilan sampel.

Ada area yang tidak terdapat contoh

Efek area acak pada area tidak berpola dihasilkan dengan menggunakan nilai πœ†π‘‘(𝜌), 𝑦̅𝑑, π‘₯̅𝑑 dari area yang paling dekat dengan area tidak berpola. Oleh karena itu, wilayah yang tidak dijadikan sampel kemungkinan besar mempunyai efek acak regional yang berbeda. Pada area yang belum dijelajahi, nilai rata-rata efek acak area tersebut diperkirakan dengan merata-ratakan πœ†π‘‘(𝜌), 𝑦̅𝑑, π‘₯̅𝑑 dari seluruh area dalam cluster yang sama dengan area yang belum dijelajahi.

Hitung taksiran nilai HB 𝑃0, 𝑃1, dan 𝑃2 baik untuk daerah yang terdapat contoh maupun untuk daerah yang tidak terdapat contoh. Untuk area yang tidak terdapat sampel, gunakan semua nilai variabel terkait 𝒙 di area tersebut. Hitung estimasi nilai FHB 𝑃0, 𝑃1, dan 𝑃2 pada area yang tidak terdapat sampel, berdasarkan variabel respon yang dihasilkan dari distribusi posterior.

Berdasarkan langkah (8), hitunglah nilai taksiran HB dan FHB untuk 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 pada daerah yang tidak terdapat sampel. Pengelompokan lokasi berdasarkan variabel dari data PODES dan menggunakan informasi cluster untuk memperkirakan pengaruh lokasi acak di area yang tidak terdapat unit sampel.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

Simulasi untuk kondisi semua area terdapat contoh

Jika dibandingkan, nilai rata-rata RB yang dihasilkan metode FHB lebih kecil dibandingkan nilai rata-rata RB yang dihasilkan metode HB. Berdasarkan Tabel 2 juga terlihat bahwa nilai rata-rata RRMSE terkecil ketiga indikator kemiskinan dihasilkan oleh metode HB, sedangkan nilai terbesar dihasilkan oleh metode estimasi langsung. Berdasarkan Tabel 3 juga terlihat bahwa nilai rata-rata RRMSE terkecil ketiga indikator kemiskinan dihasilkan oleh metode HB, sedangkan nilai terbesar dihasilkan oleh metode estimasi langsung.

Nilai rata-rata RB dari metode FHB sedikit lebih besar jika dibandingkan dengan nilai rata-rata RB dari metode HB. Begitu pula dengan rata-rata nilai RRMSE yang dihasilkan ketiga metode estimasi tersebut menjadi lebih besar. Namun rata-rata nilai RRMSE yang dihasilkan metode FHB sedikit lebih besar dibandingkan metode HB.

Berdasarkan tabel tersebut juga terlihat bahwa nilai rata-rata RB terkecil diperoleh dari metode estimasi langsung, sedangkan nilai rata-rata RRMSE terkecil diperoleh dari metode HB. Namun selisih nilai mean RB dan RRMSE yang dihasilkan metode FHB tidak jauh berbeda dengan metode HB.

Simulasi untuk kondisi ada area yang tidak terdapat contoh

Berdasarkan hasil eksplorasi data dari 40 kecamatan di Kabupaten Bogor, terdapat 3 kecamatan yang tidak disurvei sehingga tidak ada unit sampling (𝑛𝑑 = 0). Dengan demikian, data SUSENAS Kabupaten Bogor tahun 2013 layak digunakan untuk menerapkan metode FHB apabila terdapat daerah yang tidak terdapat unit sampelnya. Tiga kecamatan yang tidak disurvei berdasarkan data SUSENAS 2013 adalah Kecamatan Megamendung, Kecamatan Tanjungsari, dan Kecamatan Parung Panjang.

Hasil simulasi menunjukkan bahwa penambahan informasi clustering pada model mampu memberikan hasil prediksi yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan informasi dari wilayah terdekat, sehingga kecamatan di Kabupaten Bogor menjadi cluster. Berdasarkan hasil pengelompokan kecamatan di Kabupaten Bogor diketahui bahwa ketiga kecamatan yang tidak disurvei masuk dalam kelompok 1. Dengan demikian, kecamatan yang tidak mempunyai unit sampel akan mempunyai dampak yang sama besarnya. daerah acak.

Hal ini juga didukung oleh data SUSENAS tahun 2013 di Kabupaten Bogor yang menunjukkan rata-rata pengeluaran per penduduknya berada di Kecamatan Gunung Putri sebagai kecamatan yang mempunyai fasilitas pendidikan dan perekonomian yang memadai. Nilai estimasi pada ketiga kecamatan yang tidak disurvei diperoleh dengan metode FHB dengan menggunakan informasi clustering sebagai berikut.

5 SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan kajian simulasi diperoleh hasil bahwa estimator langsung memberikan hasil estimasi dengan nilai RB dan RRMSE yang cukup besar dibandingkan dengan metode FHB. Oleh karena itu, hasil estimasi berdasarkan metode FHB lebih reliabel karena dapat memberikan hasil estimasi yang baik dibandingkan dengan metode estimasi langsung. Hal ini terlihat dari nilai estimasi keragaman yang diperoleh dari distribusi posterior yang terbentuk, karena salah satu kelebihan dari estimasi FHB adalah inferensinya bersifat langsung, artinya setelah distribusi posterior terbentuk maka semua inferensi dapat digunakan. .

Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi berdasarkan metode FHB dapat diandalkan dan lebih baik dibandingkan estimasi langsung. Jika dilihat dari lamanya waktu perhitungan, metode FHB jauh lebih cepat dan efektif dibandingkan dengan metode HB, apalagi jika populasinya banyak. Kajian penerapan estimasi indikator kemiskinan 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 dengan metode FHB pada kecamatan yang tidak ada sampelnya memberikan nilai estimasi yang lebih baik dibandingkan dengan metode estimasi langsung.

Metode FHB mempunyai variasi tebakan yang sangat kecil sehingga dapat memberikan hasil tebakan dengan akurasi yang tinggi. Hasil estimasi seluruh wilayah yang terdapat kasus menunjukkan bahwa Kecamatan Leuwisadeng merupakan kecamatan dengan persentase penduduk miskin tertinggi, sedangkan kecamatan dengan persentase penduduk miskin terendah adalah Kecamatan Gunung Putri.

DAFTAR PUSTAKA

Informasi klaster wilayah yang tidak dijadikan sampel pada estimasi indikator kemiskinan wilayah kecil menggunakan empiris Bayes. Kajian pengelompokan wilayah dengan menggunakan analisis faktor dalam estimasi wilayah kecil (Analisis pengeluaran per kapita tingkat kecamatan di Kabupaten dan Kota Bogor). Prosiding Konferensi AIP.1707 (1). Hasilkan variabel respon untuk semua unit yang tidak dijadikan sampel dan gabungkan dengan unit yang diambil, lalu hitung estimator HB untuk 𝑃0, 𝑃1, dan 𝑃2.

Hitung estimasi rata-rata 𝑃0, 𝑃1, dan 𝑃2 dari estimasi langsung, HB, dan FHB berdasarkan 𝐾 waktu pengambilan sampel. Hitung nilai parameter 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 untuk setiap area. Ambil sampel dengan ukuran 𝑛𝑑 dimana untuk area ke 16, 21 dan 40 sampel yang diambil mempunyai ukuran 𝑛𝑑 = 0. Hasilkan variabel respon untuk seluruh unit yang tidak dimasukkan sebagai sampel dan gabungkan dengan unit yang diambil, kemudian hitung estimator HB untuk 𝑃0 dan P1 pada area yang tidak terdapat sampel.

Hitung estimasi rata-rata 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 dari estimasi langsung, HB, dan FHB dari 𝐾 waktu pengambilan sampel. Kelompokkan wilayah (kecamatan) yang ada di Kabupaten Bogor dengan jumlah cluster 3 agar diketahui kecamatan mana yang tidak mempunyai contoh masuk dalam kelompok mana. Lampiran 5 Estimasi nilai indikator kemiskinan 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 pada seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode FHB.

Lampiran 6 Estimasi nilai varians indikator kemiskinan 𝑃0, 𝑃1 dan 𝑃2 pada seluruh kecamatan di Kabupaten Bogor dengan menggunakan metode FHB.

RIWAYAT HIDUP

Referensi

Dokumen terkait