PERCOBAAN 5
KAJIAN TEKNIK KIMIA DASAR II KHROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Kelompok :
B-18-10
Nama /NRP : 1. Sabila Nurfarizki/14-2018-038 2. Zalva Nabilla Ad-Dieni/14-2018-058 Tgl. Penyerahan : 18 Juni 2020
Dosen : Ida Wati,S.Si.,M. Si.
Asisten : Anissa Lucyana
LABORATORIUM KAJIAN TEKNIK KIMIA DASAR JURUSAN TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL
BANDUNG
2020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada kehidupan sehari hari banyak ditemukan tumbuhan dengan berbagai warna dan khasiat, baik itu bagian bunganya maupun daunnya. Perbedaan warna ini disebabkan oleh banyaknya pigmen warna yang ada pada tumbuhan tersebut. Komponen pigmen warna ini dapat dianalisa secara kualitatif dengan metode khromatografi.
Dalam industri farmasi sebuah pabrik memproduksi vitamin atau obat sejenis terkadang sulit untuk membedakan dengan benar tentang unsur atau zat yang terkandung didalamnya. Dengan adanya kemajuan teknologi dibidang elektrokimia saat ini telah memiliki peranan penting dalam menentukan berbagai kandungan didalam cairan. Adapun teknologi yang masih digunakan saat ini seperti penerapan metode kromatografi.
Kromatografi digunakan sebagai untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen- komponennya, misalnya senyawa flavonoida yang terdapat pada tahu, tempe, bubuk isoflavon memiliki banyak manfaat. Beberapa kelebihan senyawa isoflavon yang potensial bagi kesehatan manusia, diantaranya adalah sebagai antioksidan, antitumor / antikanker, antikolestrol, antivirus, antialergi, dan dapat mencegah osteoporosis. Dan semua kromatografi bekerja berdasarkan metode kromatografi. Kromatografi telah didefinisikan terutama sebagai suatu proses pemisahan yang digunakan untuk pemisahan campuran yang pada hakekatnya molekuler. Tipe-tipe kromatografi mencakup kromatografi adsorbs, kromatografi partisi cairan, dan pertukaran ion. Sistem utama yang digunakan dalam kromatografi partisi adalah : partisi gas, partisi cairan yang menggunakan alas tak bergerak (misalnya kromatografi kolom), kromatografi kertas dan lapis tipis. Analisis dengan menggunakan KLT dapat digunakan untuk mengidentifikasi simplisia yang kelompok kandungan kimianya sudah diketahui.
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan cara pemisahan campuran senyawa menjadi senyawa murninya dan mengetahui kuantitasnya yang menggunakan. Kromatografi juga merupakan analisis cepat yang memerlukan bahan sangat sedikit, baik penyerap maupun cuplikannya. KLT dapat digunakan untuk memisahkan senyawa – senyawa yang sifatnya hidrofobik seperti lipida – lipida dan hidrokarbon yang sukar dikerjakan dengan kromatografi kertas. KLT juga dapat berguna untuk mencari eluen untuk kromatografi kolom, analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom, identifikasi senyawa secara kromatografi, dan isolasi senyawa murni skala kecil.
Dari pernyataan yang telah diuraikan diatas khromatografi lapis tipis dilakukan pada percobaan ini dengan tujuan untuk mengetahui komponen yang berada dalam suatu sampel. Metode KLT dilakukan karena analisis yang cukup mudah dan lebih spesifik dibandingkan dengan metode khromatografi jenis lain.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini sebagai berikut :
Menghitung harga Rf komponen hijau daun yang terpisah.
BAB II DASAR TEORI
2.1 Pengertian Kromatografi
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Pada kromatografi, komponen-komponennya akan dipisahkan antara dua buah fase yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal. Sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. (Imam Haqiqi, Sohibul, 2008)
Kromatografi adalah teknik pemisahan campuran yang berdasarkan kecepatan perambatan komponen dalam medium tertentu. Uraian mengenai kromatografi pertama kali dijelaskan oleh Michael Tswett, seorang ahli biotani Rusia yang bekerja di Universitas Warsawa pada saat itu,Michael Tswett melakukan pemisahan klorofil dari pigmen- pigmen lain dari ekstrak tanaman menggunakan kromatografi kolom yang berisi dengan kalsium karbonat. Pada kromatografi,komponen- komponen yang akan dipisahkan berada diantara dua fase yaitu fase diam (stationary) dan fase bergerak (mobile). Fase diam adalah fase yang akan menahan komponen campuran sedangkan fase gerak adalah fase yang akan melarutkan zat komponen campuran. Komponen yang mudah tertahan pada fase diam akan tertinggal atau tidak bergerak sedangkan komponen yang mudah larut dalam fase gerak akan bergerak lebih cepat. ( Sudarmadji, 2007 )
Kromatografi digunakan untuk memisahkan substansi campuran menjadi komponen-komponennya, misalnya senyawa Flavonoida dan isoflavonoida yang terdapat pada tahu, tempe,bubuk kedelai dan tauco serta Scoparia dulcis, Lindernia anagalis, dan Torenia violacea. Yang pada senyawa isoflavon memiliki banyak manfaat. Beberapa kelebihan senyawa isoflavon yang potensialbagi kesehatan manusia, di antaranya adalah sebagai antioksidan, antitumor / antikanker,antikolesterol, antivirus, antialergi, dan dapat mencegah osteoporosis. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik (ascending) atau karena pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (descending). Kromatografi lapis tipis dalam pelaksanaannya lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan kromatografi kolom. Demikian juga peralatan yang digunakan. Dalam kromatografi lapis tipis, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan dapat dikatakan hampir semua laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat. (Rohman, 2007) Khromatografi dapat digunakan untuk :
1. Menentukan konsentrasi suatu zat sampel
2. Menentukan komponen-komponen yang terdapat dalam suatu zat sampel dengan menghitung Rf tiap komponen
3. Menentukan kemurnian zat sampel
4. Memisahkan komponen komponen yang terdapat dalam suatu zat
Ada 4 teknik khromatografi, yaitu :
1. Khromatografi Lapis Tipis (Thin-layer chromatography/TLC)
2. Khromatografi kolom padat-cair (Liquid-solid column chromatography) 3. Khromatografi cair-gas (Gas-liguid chromatography/GLC)
4. High performance liquid chromatography (Anonim, 2020)
2.2 Kromatografi Lapis Tipis
Kromatografi lapis tipis (KLT) adalah suatu teknik yang sederhana dan banyak digunakan. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau lembaran plastik yang ditutupi penyerap untuk lapisan tipis dan kering bentuk silika gel, alumina, selulosa dan polianida. Untuk menotolkan larutan cuplikan pada lempeng kaca, pada dasarnya digunakan mikro pipet/ pipa kapiler. Setelah itu, bagian bawah dari lempeng dicelup dalam larutan pengulsi di dalam wadah yang tertutup (Chamber). (Rudi, 2010)
Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmailoff dan Schraiber pada tahun 1938. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan atau dikemas di dalamnya, pada kromatografi lapis tipis, fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempeng kaca, pelat aluminium atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. (Rohman, 2007)
Kromatografi lapis tipis digunakan untuk memisahkan komponen-komponen atas dasar perbedaan adsorpsi atau partisi oleh pase diam dibawah gerakan pelarut pengembang. Pada dasarnya KLT sangat mirip dengan kromatografi kertas , terutama pada cara pelaksanaannya. Perbedaan nyatanya terlihat pada fase diamnya atau media pemisahnya, yakni digunakan lapisan tipis adsorben sebagai pengganti kertas. Bahan adsorben sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel, alumina dan serbuk selulosa. Partikel selika gel mengandung gugus hidroksil pada permukaannya yang akan membentukikatan hidrogen dengan molekul polar air. Fase diam untuk kromatografi lapis tipis seringkali juga mengandung substansi yang mana dapat berpendarflour dalam sinar ultra violet. Fase gerak merupakan pelarut atau campuran pelarut yang sesuai.
(Rudi, 2010)
Penentuan jumlah komponen senyawa dapat dideteksi dengan kromatografi lapis tipis (KLT) dengan menggunakan plat KLT yang sudah siap pakai. Terjadinya pemisahan komponen-komponen pada KLT dengan Rf tertentu dapat dijadikan sebagai panduan untuk memisahkan komponen kimia tersebut dengan menggunakan kolom kromatografi dan sebagai fasa diam dapat digunakan silika gel dan eluen yang digunakan berdasarkan basil yang diperoleh dari KLT dan akan lebih baik kalau kepolaraan eluen pada kolom kromatografi sedikit dibawah kepolaran eluen pada KLT. (Lenny, 2006)
Pada hakekatnya KLT merupakan metoda kromatografi cair yang melibatkan dua fasa yaitu fasa diam dan fasa gerak. Fasa geraknya berupa campuran pelarut pengembang dan fasa diamnya dapat berupa serbuk
halus yang berfungsi sebagai permukaan penyerap (kromatografi cair-padat) atau berfungsi sebagai penyangga untuk lapisan zat cair (kromatografi cair-cair). Fasa diam pada KLT sering disebut penyerap walaupun berfungsi sebagai penyangga untuk zat cair di dalam system kromatografi cair-cair. Hampir segala macam serbuk dapat dipakai sebagai penyerap pada KLT,contohnya silika gel (asam silikat), alumina (aluminium oksida), kiselgur (tanah diatomae) danselulosa. Silika gel merupakan penyerap paling banyak dipakai dalam KLT (Iskandar, 2007)
2.3 Fase Diam dan Fase Gerak
Fase diam yang digunakan dalam KLT merupakan penjerap berukuran kecil dengan diameter partikel antara 10-30 µm. Semakin kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit kisaran ukuran fase diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensi dan resolusinya. (Gandjar dan Rohman, 2007).
Silika gel salah satu contoh fase diam yang terbentuk dari silikon dioksida (silika). Atom silikon dihubungkan oleh atom oksigen dalam struktur kovalen yang besar. Namun, pada permukaan silika gel, atom silikon berlekatan pada gugus -OH. Jadi, pada permukaan jel silika terdapat ikatan Si-O-H selain Si- O-Si.
Permukaan silika gel sangat polar dan karenanya gugus -OH dapat membentuk ikatan hidrogen dengan senyawa-senyawa yang sesuai disekitarnya, sebagaimana halnya gaya van der Waals dan atraksi dipol-dipol. Fase diam lainnya yang biasa digunakan adalah alumina dari aluminium oksida. Atom aluminium pada permukaan juga memiliki gugus -OH. Pada dasarnya sifat serta penggunaannya mirip silika gel.
Tabel 2.1 Fase diam yang sering digunakan pada KLT (Kealey dan Haines, 2002)
Fasa Diam Mekanisme Sorpsi Penggunaan
Silika gel Adsorpsi Asam amino, hidrokarbon, vitamin, alkaloid
Serbuk selulosa Partisi Asam amino, nukleotida, karbohidrat
Selulosa penukar ion Pertukaran ion Asam nukleat, nukleotida, halida dan ion- ion logam
Gel sephadex Pertukaran ion Polimer, protein, kompleks logam Β-siklodekstrin Interaksi adsorpsi stereospesifik Campuran enansiomer
Adsorben yang sering digunakan antara lain : a) Silika gel
Yang paling banyak digunakan dalam pengujian, bersifat asam lemah, sering ditambah CaSO4 (gibs) sebagai pengikat agar melekat kuat pada penyangga. Penambahan ini juga mempercepat mengeringnya lapis tipis. Juga dapat ditambahkan indicator fluoresensi yang akan berfluoresensi di bawah sinar UV pada 254 nm, hingga noda yang mengabsorpsi pada frekuensi ini menjadi sangat kontras terhadap latar belakang yang berfluoresensi hijau kuning. Silica gel sangat higroskopis, pada humaditas relative 45 – 75% akan
menarik air sampai 7 – 20%. Derajat diaktivasinya ditentukan oleh kelembaban ruangan dimana pemisahan akan dilakukan atau tempat penyimpanan lapis tipisnya. Kemurnian juga penting karena dapat mempengaruhi watak kromatografi beberapa senyawa tertentu. Pencemar dalam adsorben ini dapat juga menyebabkan dekomposisi senyawa yang hendak dianalisa.
b) Alumina
Bersifat basa lemah. Tidak sebaik silica gel dan lebih relative secara kimia hingga untuk senyawa yang sensitive dapat terdegrasi. Juga dapat ditambah Ca2SO4 dan indicator fluoresensi.
c) Kieselguhr (tanah diatome)
Merupakan adsorben netral dengan aktivitas rendah. Daya resolusinya juga kecil. Dapat ditambahkan sebagai campuran pada silikagel yang akan memberikan adsorben campur yang kurang aktif. Juga dapat ditambah Ca2SO4.
d) Selulosa
Dengan menggunakan selulosa sebagai adsorben akan didapat lapis tipis yang sifatnya analog dengan kromatografi kertas. Memberikan lapis tipis yang baik tanpa pengikat. Adsorben ini dapat ditambah indicator fluoresensi atau Ca asetat. Kerugian penggunaan selulosa ini ialah tidak dapat digunakannya pereaksi yang korosif seperti asam sulfat atau pereaksi destruktif lainnya.
e) Poliamida
Merupakan magnesium silikat. Daya melekatnya tidak sebaik adsorben lainnya. Biasanya ditambahkan pengikat seperti selulosa atau amilum. Mempunyai kapasitas yang besar dan banyak digunakan untuk pemisahan fenol.
Selain fasa diam, dalam KLT juga diperlukan fasa gerak/eluent yang berperan penting pada proses elusi bagi larutan umpan (feed) untuk melewati fasa diam (adsorbent). Interaksi antara adsorbent dengan eluent sangat menentukan terjadinya pemisahan komponen. Oleh sebab itu pemisahan komponen secara kromatografi dipengaruhi oleh laju alir eluent dan jumlah umpan. Eluent dapat digolongkan menurut ukuran kekuatan teradsorpsinya pelarut atau campuran pelarut tersebut pada adsorben dan dalam hal ini yang banyak digunakan adalah jenis adsorben alumina atau sebuah lapis tipis silika. Suatu pelarut yang bersifat larutan relatif polar, dapat mengusir pelarut yang tak polar dari ikatannya dengan alumina (gel silika). Semakin dekat kepolaran antara senyawa dengan eluen maka senyawa akan semakin terbawa oleh fase gerak tersebut. Hal ini berdasarkan prinsip “like dissolved like” (Watson, 2010)
2.4 Deteksi Bercak
Ada dua cara untuk menyelesaikan analisis sampel yang tidak berwarna, yaitu:
1. Menggunakan pendarflour
Fase diam pada sebuah lempengan lapis tipis seringkali memiliki substansi yang ditambahkan kedalamnya, supaya menghasilkan pendaran flour ketika diberikan sinar ultraviolet (UV). Itu berarti jika sinar UV disinarkan, maka sampel akan berpendar.
Pendaran ini ditutupi pada posisi dimana bercak pada kromatogram berada, meskipun bercak-bercak itu tidak tampak berwarna jika dilihat dengan mata. Itu berarti bahwa jika disinarkan sinar UV pada lempengan, akan timbul pendaran dari posisi yang berbeda dengan posisi bercak-bercak. Bercak tampak sebagai bidang kecil yang gelap.
Sementara UV tetap disinarkan pada lempengan, kita harus menandai posisi-posisi dari bercak- bercak dengan menggunakan pensil dan melingkari daerah bercak-bercak itu. Karena jika kita mematikan sinar UV tersebut, bercak-bercaknya tidak tampak kembali.
2. Penunjukkan bercak secara kimia
Dalam beberapa kasus, dimungkinkan untuk membuat bercak-bercak menjadi tampak dengan cara mereaksikannya dengan zat kimia sehingga menghasilkan produk yang berwarna. Sebuah contoh yang baik adalah kromatogram yang dihasilkan dari campuran asam amino. Kromatogram dapat dikeringkan dan disemprotkan dengan larutan ninhidrin. Ninhidrin bereaksi dengan asam amino menghasilkan senyawa- senyawa berwarna, umumnya coklat atau ungu.
Dalam metode lain, kromatogram dikeringkan kembali dan kemudian ditempatkan pada wadah bertutup (seperti gelas kimia dengan tutupan gelas arloji) bersama dengan kristal iodium. Uap iodium dalam wadah dapat berekasi dengan bercak pada kromatogram, atau dapat dilekatkan lebih dekat pada bercak daripada lempengan. Substansi yang dianalisis tampak sebagai bercak-bercak kecoklatan.
2.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kromatografi Lapis Tipis
Faktor-faktor yang mempengaruhi gerakan noda dalam kromatografi lapisan tipis yang juga mempengaruhi harga Rf adalah :
1. Struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan.
2. Sifat dari penyerap dan derajat aktifitasnya.
Biasanya aktifitas dicapai dengan pemanasan dalam oven, hal ini akan mengeringkan molekul-molekul air yang menempati pusat-pusat serapan dari penyerap. Perbedaan penyerap akan memberikan perbedaan yang besar terhadap harga Rf meskipun menggunakan fase bergerak dan zat terlarut yang sama tetapi hasil akan dapat diulang dengan hasil yang sama, jika menggunakan penyerap yang sama, ukuran partikel tetap dan jika pengikat (kalau ada) dicampur hingga homogen.
3. Tebal dan kerataan dari lapisan penyerap.
Pada prakteknya tebal lapisan tidak dapat dilihat pengaruhnya, tetapi perlu diusahakan tebal lapisan yang rata. Ketidakrataan akan menyebabkan aliran pelarut menjadi tak rata pula dalam daerah yang kecil dari plat.
4. Pelarut (dan derajat kemurniannya) fase bergerak.
Kemurnian dari pelarut yang digunakan sebagai fase bergerak dalam kromatografi lapisan tipis adalah sangat penting dan bila campuran pelarut digunakan maka perbandingan yang dipakai harus betul-betul diperhatikan.
5. Derajat kejenuhan dan uap dalam bejana pengembangan yang digunakan.
6. Teknik percobaan.
Arah pelarut bergerak di atas plat. (Metoda aliran penaikan yang hanya diperhatikan, karena cara ini yang paling umum meskipun teknik aliran penurunan dan mendatar juga digunakan).
7. Jumlah cuplikan yang digunakan.
Penetesan cuplikan dalam jumlah yang berlebihan memberikan hasil penyebaran noda-noda dengan kemungkinan terbentuknya ekor dan efek tak kesetimbangan lainnya, hingga akan mengakibatkan kesalahan-kesalahan pada harga-harga Rf.
8. Suhu.
Pemisahan-pemisahan sebaiknya dikerjakan pada suhu tetap, hal ini terutama untuk mencegah perubahan-perubahan dalam komposisi pelarut yang disebabkan oleh penguapan atau perubahan- perubahan fase.
9. Kesetimbangan.
Ternyata bahwa kesetimbangan dalam lapisan tipis lebih penting dalam kromatografi kertas, hingga perlu mengusahakan atmosfer dalam bejana jenuh dengan uap pelarut. Suatu gejala bila atmosfer dalam bejana tidak jenuh dengan uap pelarut, bila digunakan pelarut campuran, akan terjadi pengembangan dengan permukaan pelarut yang berbentuk cekung dan fase bergerak lebih cepat pada bagian tepi-tepi da n keadaan ini harus dicegah.
2.6 Kelebihan dan Kekurangan Kromatografi Lapis Tipis Beberapa kelebihan KLT yaitu:
1. KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan analisis.
2. Identifikasi pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar ultraviolet.
3. Dapat dilakukan elusi secara mekanik (ascending), menurun (descending), atau dengan cara elusi 2 dimensi.
4. Ketepatan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak.
5. Hanya membutuhkan sedikit pelarut.
6. Biaya yang dibutuhkan terjangkau.
7. Jumlah perlengkapan sedikit.
8. Preparasi sample yang mudah
9. Dapat untuk memisahkan senyawa hidrofobik (lipid dan hidrokarbon) yang dengan metode kertas tidak bias. (Gandjar dan Rohman, 2007).
Adapun kekurangan KLT yaitu:
1. Butuh ketekunan dan kesabaran yang ekstra untuk mendapatkan bercak/noda yang diharapkan.
2. Butuh sistem trial and eror untuk menentukan sistem eluen yang cocok.
3. Memerlukan waktu yang cukup lama jika dilakukan secara tidak tekun
2.7 Alpara
Sampel alpara merupakan obat yang memiliki indikasi untuk meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat dan bersin – bersin yang disertai batuk. (MIMIS Indonesia)
BAB III
PROSEDUR KERJA
3.1Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Tabel 3.1 Alat
No Nama Alat Gambar Alat Jumlah
1 Batang Pengaduk 1 buah
2 Corong 1 Buah
3 Gelas kimia 100 ml 1 Buah
4 Pipa kapiler 1 Buah
5 Gelas ukur 5 ml 1 Buah
6 Lempeng kaca 1 Buah
7 Pipet tetes 1 Buah
3.1.2 Bahan
Tabel 3.2 Bahan
No Nama Bahan Jumlah
1 Sampel Alpara 520 mg
2 Etanol 10 ml
3 Etil asetat 100 ml
4 Silika gel F254 35 gr
5 Metanol 100 ml
3.2 Skema Alat
Gambar 3.1 skema alat khromatografi lapis tipis Keterangan :
A = Tutup chamber B = Chamber
C = Khromatografi lapis tipis D = Eluen
3.3 Prosedur Kerja
3.3.1 Membuat lempeng tipis
Sampel dimasukan kedalam gelas kimia lalu ditambah 10 mL etanol
Kemudian saring di gelas kimia
Pipa kapiler diambil lalu sampel ditotolkan ke lempeng dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 10 cm
Pada bagian bawah diukur 1,5 cm kemudian diberi titik disetiap 1 cm. Dibagian atas diukur 0,5 cm kemudian digaris.
3.3.2 Percobaan KLT
Metanol dimasukan kedalam chamber dan ditambahkan Etil asetat dengan perbandingan (3 : 1) Kemudian kertas saring dijenuhkan kedalam chamber yang telah ditentukan ukurannya Diamkan beberapa menit dan lihat yang terjadi setelah itu kertas saring dikeluarkan dari
chamber dengan menggunakan pinset
Lempeng dimasukan kedalam chamber dengan menggunakan pinset sampai noda naik keatas Setelah sampai batas, lempeng diangkat dari chamber dengan memakai pinset lalu dikeringkan
Lempeng dilihat dibawah lampu sinar UV 254 dan 366 lalu amati yang terjadi, berikan tanda pada hasilnya
Hitung Rf
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum yang dilakukan sumber ini bertujuan untuk mengidentifikasi senyawa paracetamol yang terkandung pada sampel alpara dengan memilih fase gerak yang sesuai untuk pemisahan senyawa dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis (KLT) dan untuk mengetahui nilai Rf. Kromatografi merupakan metode yang digunakan untuk memisahkan suatu senyawa menjadi beberapa komponen dengan menggunakan dua fase yaitu fase gerak dan fase diam. Pada KLT, digunakan fase diam berupa lapisan tipis yang berada pada permukaan datar diatas pendukung yang sesuai, biasanya digunakan silika yang mana sifatnya polar, sedangkan pada fase gerak berupa cairan yang mana akan menaiki fase diam.
Pada percobaan ini dilakukan pemisahan paracetamol terhadap sampel alpara yang memiliki komposisi paracetamol 500 mg, dekstrometrofan HBr 15 mg, Klorfeniramini maleat 2 mg, dan Fenilpropanolamin HCl 12,5 mg. Sampel alpara merupakan obat yang memiliki indikasi untuk meredakan gejala flu seperti demam, sakit kepala, hidung tersumbat dan bersin – bersin yang disertai batuk. (MIMIS Indonesia)
Prosedur di sini mengikuti Ganshirt dan Malzachur dan penyiapan lempeng sederahan menurut metode Less dan De Muria. Noda ditampakkan dengan semprotan permanganat dalam suasana asam, yang akan mengoksidasi senyawa sampel hingga menghilangkan warna permanganate.
Pada praktikum yang sumber lakukan, sampel yang dianilisis adalah sampel Arpala. Fase gerak yang digunakan berupa campuran metanol dan etil asetat dengan perbandingan (3:1), digunakan campuran dua pelarut organik karena campuran dari kedua pelarut ini mempunyai daya elusi yang mudah diatur sehingga didapatkan pemisahan yang optimal. Untuk mendapatkan harga Rf dengan rentang 0,2-0,8 maka harus dilakukan pengaturan terhadap daya elusi fase gerak sehingga didapatkan pemisahan yang maksimal.
Sedangkan fase diam yang digunakan berupa silika gel GF254 yang bersifat polar. Maksud dari GF254 adalah silika gel yang mengikat lapisan halus berupa gipsum yang berflluoresensi dengan menggunakan panjang gelombang sebesar 254 nm. Digunakan fase gerak methanol dan etil asetat karena metil asetat bersifat semi polar sedangkan metanol bersifat polar dan fase diam berupa silika gel GF 254 yang bersifat polar sehingga sampel dan pembanding dapat dipisahkan karena adanya kelarutan yang berbeda.
Pemisahan diawali dengan mengekstrakkan paracetamol dari serbuk alpara. Dengan cara dilarutkan dengan pelarut berupa etanol. Digunakan etanol, karena sampel arpala dapat larut dengan baik dalam etanol.
Adapun Paracetamol diekstrakkan terlebih dahulu, karena tujuan dari percobaan ini adalah pemisahan paracetamol dari sampel, maka dari itu dilakukan metode KLT yang akan memberikan nilai Rf sebagai acuan bahwa sampel yang diekstrakkan adalah benar – benar paracetamol. setelah dilarutkan, sampel arpala disaring dengan menggunakan kertas saring, tujuan penyaringan ini yaitu untuk mendapatkan larutan jernih
dari sampel arpala sehingga bisa ditotolkan pada fase diam. Sebelum dilakukan pengembangan sampel, maka chamber terlebih dahulu dijenuhkan dengan fase gerak. Tujuan penjenuhan ini agar sampel maupun pembanding dapat dipartisi dengan mudah oleh eluen.
Setelah chamber dijenuhkan, dilakukan penotolan sampel pada fase diam. Pemisahan yang optimal apabila penotolan sampel dilakukan sekecil dan sesempit mungkin, karena jika terlalu banyak dan lebar maka resolusi akan turun. Selain itu jika penotolan dilakukan pada tempat yang salah, maka akan menimbulkan bercak yang menyebar dan puncak ganda. Pada praktikum yang sumber lakukan, sampel ditotolkan pada lempeng dengan ukuran panjang 5 cm dan lebar 10 cm. Pada bagian bawah diukur 1,5 cm kemudian diberi titik disetiap 1 cm. Dibagian atas diukur 0,5 cm kemudian digaris.
Sampel yang telah ditotolkan pada fase diam kemudian dilakukan pengembangan pada chamber yang telah dijenuhkan terlebih dahulu dengan fase gerak. Teknik pengembangan pada KLT dibagi menjadi dua yaitu pengembangan menaik dan pengembangan menurun. Pada praktikum yang dilakukan sumber, teknik pengembangan yang dilakukan adalah teknik pengembangan menaik karena fase gerak akan menaiki fase diam. Pada saat pengembangan, lempeng yang sudah ditotoli dicelupkan pada fase gerak, jika fase gerak mencelupkan lempeng yang ditotoli dengan sampel maka totolan itu akan hilang sehingga tidak akan terjadi proses elusi dan tidak akan terjadi pemisahan.
Setelah proses pengembangan selesai, kemudian dilakukan deteksi bercak. Pada KLT, bercak yang dihasilkan tidak berwarna, sehingga untuk mengetahui berapa bercak yang dihasilkan maka dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu cara kimia, fisika maupun biologis. Pada praktikum yang dilakukan sumber, cara yang dipakai adalah dengan cara fisika, yaitu mengetahui bercak dengan menggunakan fluoresensi sinar ultraviolet. Digunakan fluoresensi sinar ultraviolet karena lempeng yang digunakan mengandung silika yang mana dapat berfluoresensi pada panjang gelombang emisi 254. Lempeng diamati untuk menampakkan solut sebagai bercak yang gelap atau bercak yang seragam.
Dari hasil percobaan didapatkan satu bercak . Bercak memiliki nilai Rf yang berbeda dengan Rf sampel yaitu dengan nilai Rf = 0,6. Berdasarkan literatur, nilai Rf Standart dari paracetamol adalah 0,9.
Oleh karena itu, dari hasil percobaan ini eluen yang digunakan untuk identifikasi kualitatif adalah eluen dengan perbandingan metanol : etil asetat (3 : 1) dengan nilai Rf 0,6, nilai Rf tersebut berbeda dengan nilai Rf standart dari paracetamol. Hal ini dapat disebabkan oleh kurang sempurnya proses penjenuhan chamber, penotolan senyawa uji pada silica gel, penandaan noda saat pengamatan dibawah UV, perhitungan dan pengukuran metanol dan etil asetat yang digunakan sebagai eluen sehingga polaritas campuran berbeda, kemungkinan pelarut kurang homogen, serta kurang hati-hatinya saat memasukkan pelarut ke dalam chamber sehingga sebelum chamber ditutup pelarut ada yang menguap terlebih dahulu. Selain itu standar p aracetamol yang digunakan kemungkinan tidak murni akibat kontaminasi sehingga polaritas paracetamol pun berbeda. Kontaminasi dapat pula terjadi akibat pembilasan pipa kapiler dengan etanol yang kurang
sempurna sehingga mengkontaminasi paracetamol standar. Hal tersebut dapat mempengaruhi nilai Rf yang didapatkan.
Rf merupakan perbandingan jarak yang ditempuh solut dengan yang ditempuh fase gerak. Nilai Rf merupakan derajat retensi suatu komponen dalam fase diam. Nilai Rf yang besar menandakan bahwa senyawa tersebut memiliki daya pisah zat terhadap solvent pada kondisi maksimum, sedangkan nilai Rf yang kecil menandakan bahwa solvent memiliki daya pisah zat yang minimum. Bila nilai Rf sama maka senyawa tersebut memiliki ciri yang sama, sedangkan jika nilai Rf berbeda maka senyawa tersebut berbeda.
BAB V KESIMPULAN
1. Nilai Rf sampel yaitu 0,6 Nilai Rf literature yaitu 0,9
2. Faktor yang mempengaruhi nilai Rf
a) kurang sempurnya proses penjenuhan chamber b) penotolan senyawa uji pada silica gel
c) penandaan noda saat pengamatan dibawah UV
d) perhitungan dan pengukuran metanol dan etil asetat yang digunakan sebagai eluen sehingga polaritas campuran berbeda
e) serta kurang hati-hatinya saat memasukkan pelarut ke dalam chamber sehingga sebelum chamber ditutup pelarut ada yang menguap terlebih dahulu
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2020. Petunjuk Kajian Teknik Kimia II. Bandung . Institut Teknologi Nasional.
Anonim, 2016. Makalah Kimia Analitik Khromatografi Lapis Tipis.
http://laporannurainisolihat.blogspot.com/2015/02/makalah-kimia-analitik- kromatografi.html
Haqiqi, Sohibul Himam. 2008. Kromatografi Lapis Tipis. nadjeeb.files.wordpress .com/2009/10/kromatografi.pd
Iskandar, Yusuf. 2007. Karakteristik Zat Metabolit Sekunder Dalam Ekstrak Bunga Krisan (Chrysanthemum cinerariaefolium) Sebagai Bahan Pembuatan Biopestisida. FMIPA.
Semarang.
Melinda, Ayu. Laporan Praktikum Kimia Analisis KLT.
https://www.academia.edu/19160851/Laporan_Praktikum_Kimia_Analisis_KLT
Rudi, L. 2010. Penuntun Dasar-Dasar Pemisahan Analitik. Kendari: Universitas Haluoleo.
Sofia, Lenny. 2006. Isolasi dan Uji Bioaktifitas Kandungan Kimia Utama Puding Merah dengan Metoda Uji Brine Shrimp. Sumatera Utara: USU Repository.
LAMPIRAN A
DATA PENGAMATAN
TERLAMPIR
DATA PENGAMATAN A.1 Data pengamatan Sampel
Sampel Eluen Jumlah
noda
Jarak yang ditempuh senyawa terlarut
Jarak yang ditempuh
pelarut
Rf
Alpara Metanol : Etil Asetat 1 3,5 cm 5,5 cm 0,6
LAMPIRAN B
PENGOLAHAN DATA
TERLAMPIR
PENGOLAHAN DATA B.1 Menghitung Rf
Rf =jarak yang tempu h senyawa terlarut jarak yang tempu h pelarut
= 3,5cm 5,5cm
= 0,6 cm
LAMPIRAN C DOKUMENTASI
PERCOBAAN
TIDAK TERLAMPIR
LAMPIRAN D MSDS
TERLAMPIR
MSDS
(Material Safety Data Sheet)
Judul Modul KHROMATOGRAFI LAPIS TIPIS
Nama Mahasiswa Sabila Nurfarizki
Zalva Nabilla Ad Dieni
NRP 142018038 NRP 142018058
Nama Asisten Anissa Lucyana NRP 142016039
N
o Bahan Sifat Bahan Tindakan Penanggulangan
1 Metanol
Berbentuk cairan
Tidak Berwarna
Mudah Menguap
Mudah Terbakar
Berbau Metanol
Titik Didih 64,75 C
Titik Leleh - 98C
Penyediaan ventilasi yang cukup
Jangan makan, minum atau merokok saat menggunakan produk ini
Hindari pelepasan ke lingkungan
Jaga wadah tertutup rapat.
Gunakan alat pelindung diri yang sesuai saat menggunakannya
Suhu penyimpanan yang disarankan:
15 - 25 °C
2 Silica gel
Berbentuk padatan
Kenyal
Tahan terhadap keausan
Tahan terhadap gaya tekan yang rendah
Tak berbau
Titik didih 2630 K
Titik Lebur 1683 K
Hindari kontak dengan mata, kulit
Kondisi penyimpanan tertutup sangan rapat, kering
3 Etil Asetat
Berbentuk cairan
Tidak Berwarna
Titik Didih: 77 ° C
Hindari kontak dengan kulit, mata, sistem pencernaan atau pernapasan
Jauhkan dari percikan/api terbuka/panas/permukaan panas
Simpan wadah tertutup rapat di tempat yang kering dan berventilasi baik
4 Sampel Alpara
Jangan menekan, memotong, mengelas, mengeraskan, solder, bor, menggiling, atau mengekspos kosong wadah untuk memanaskan, percikan api atau nyala
5
Methanol (Etanol)
Cairan
Mudah menguap
Mudah terbakar
Tak berwarna
Berbau khas
Titik didih 78,29oC
Titik Lebur - 114,14oC
Hindari kontak dengan mata, kulit, sistem percernaan dan sistem pernapasan
Jauhkan dari percikan/api terbuka/panas/permukaan panas
Simpan wadah tertutup rapat di tempat yang kering dan berventilasi baik
Kecelakaan yang Mungkin
Terjadi Penanggulangan
Terjadi kontak dengan mata Basuh mata dengan air sekurang kurangnya 15 menit Iritasi kulit, mata, sistem pencernaan
atau pernapasan
Cuci bagian yang terkena bahan dengan air jika terhirup dan terjadi gejala segerakan menghubungi dokter
Terhirup Hirup udara segar
Tertelan Jangan di muntahkan, minum air atau susu yang banyak
Perlengkapan Keselamatan Kerja
(1), (4) Sarung Tangan Jas Lab (1) Masker Goggle