KEARIFAN LOKAL ( LOCAL WISDOM ) MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN EKOSISTEM MANGROVE
DI SUNGAI PISANG KECAMATAN BUNGUS TELUK KABUNG
KOTA PADANG
Guni Refinda*, Erna Juita**, Nefilinda***)Mahasiswa Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI SUMBAR
**) Staf Pengajar Program Studi Pendidikan Geografi STKIP PGRI SUMBAR
Abstract
This study aims to obtain information, analyze and describe data on: (1) Form wisdom of local communities in the management of the mangrove ecosystem in the Sungai Pisang District of Bungus sackcloth Bay, (2) Sanctions Local knowledge society against violations in the management of the mangrove ecosystem in the Sungai Pisang District of Bungus Teluk Kabung, (3) Implementation of Local knowledge society in the management of the mangrove ecosystem in the Sugai Pisang District of Bungus Teluk Kabung.
This type of research is qualitative with interview techniques. To answer this question the data used primary and secondary data. Primary data was collected through observation, interviews, discussions with the local community and the photographs taken in the field, while the secondary data obtained from the relevant parties.
The results showed: (1) Form of Local Wisdom society in the form of: a) friendly gathering held once a month. b) People are only allowed take 10-20 mangrove trunks with a predefined time.
c) People are only allowed to take the rods along the branches of mangrove dead. d) The Wisdom delivered niniak Mamak and religious beliefs and values in society. (e) Mutual cooperation in planting mangrove seedlings on vacant land. (2) Sanctions Local Wisdom communities in mangrove ecosystem management through the following steps; a). If caught in damaging mangrove communities for reasons that are not justified then, will be intercepted, photographed / offender with documented evidence, b). brought to the discussion forum attended by niniak Mamak. (3) The implementation of local wisdom in the management of the mangrove ecosystem in the Sungai Pisang including; a). In a friendly gathering, only a small percentage of people who were present. b) The fact the field there are still people who take over the provisions mangrove c) People not only take dead mangrove trunks, stems which are still firmly hold back the waves was made public as a backrest ship, fence, and others. d) When this advice and religious values has been neglected part of the population. (e) In the mutual aid children's enthusiasm is quite high.
Keywords: Local Wisdom, Management, and Ecosystem Mangrove
PENDAHULUAN
Melihat evolusi hubungan manusia dengan alam di masa lampau telah terbentuk suatu hubungan yang harmonis dimana manusia berusaha untuk hidup selaras dengan alam (Hadi, 2009). Santosa (2011) menjelaskan bahwa salah satu isu yang diperhatikan pada masa sekarang dan masa akan datang menyangkut mutu pengelolaan lingkungan hidup melalui reaktualisasi kearifan lokal dalam pemberdayaan masyarakat. Kearifan lokal sebagai produk kolektif masyarakat, difungsikan guna mencegah keangkuhan dan keserakahan manusia dalam mengeksploitasi sumberdaya alam tanpa merusak kelestarian
hidup. Peningkatan mutu pengelolaan lingkungan hidup memerlukan komitmen etika masyarakat lokal bersama stakeholder dalam berprilaku adaptif memanfaatkan sumberdaya alam.
Adanya gaya hidup yang konsumtif dapat mengikis norma-norma kearifan lokal di masyarakat. Untuk menghindari hal tersebut maka norma-norma yang sudah berlaku di suatu masyarakat yang sifatnya turun-temurun dan berhubungan erat dengan kelestarian lingkungan perlu dilestarikan yaitu kearifan lokal.
Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan
lingkungan hidup Pasal 1 ayat 30 menjelaskan tentang kearifan lokal yaitu nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari dan ayat 31 menjelaskan tentang masyarakat hukum adat yaitu kelompok masyarakat yang secara turun- temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan lingkungan hidup, serta adanya sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
Akhir-akhir ini kualitas ekosistem pesisir seperti ekosistem mangrove, terumbu karang, estuaria cenderung menurun, terutama ekosistem mangrove yang terus menerus mendapat tekanan akibat berbagai aktivitas manusia. Aktifitas tersebut antara lain penebangan hutan mangrove untuk bahan bangunan, kawasan tambak, pembangunan wilayah pesisir yang semakin pesat.
Luas Hutan mangrove di Kota Padang, khusunya di Sungai Pisang dari tahun ke tahun mengalami penurunan. Pada tahun 1970 luas hutan mangrove di Sungai Pisang adalah 90 ha, berdasarkan data Kantor Lurah Teluk Kabung Selatan (2014) luas hutan mangrove di Sungai Pisang sekitar ± 35 ha.
Berdasarkan Observasi awal dilapangan 15 Maret 2015 diketahui bahwa beberapa kelompok mangrove pada wilayah Sungai Pisang mengalami kerusakan akibat berbagai aktivitas masyarakat setempat diantaranya penebangan hutan untuk bahan bangunan, kayu api, bahan kapal, serta pembangunan untuk areal pemukiman. Tidak bisa dipungkiri bahwa hal ini salah satunya disebabkan memudarnya nilai-nilai kearifan dimasyarakat dan cendrung mengabaikan pesan-pesan leluhur, untuk itu agar terwujudnya kelestarian alam di masa yang akan datang dan demi mendukung pembangunan yang berkelanjutan (suistinable development) perlu kesadaran dari masyarakat agar terus mengimplementasikan nilai-nilai kearifan lokal yang sudah lama menjadi tradisi secara turun-temurun dalam menjaga dan mengelola ekosistem mangrove, sehingga masyarakat tidak lagi sekedar menerima dampak tetapi ikut merasakan keuntungan baik dari segi ekonomi, sosial, maupun budaya.
METODE PENELITIAN
Metode Penelitian yang dilakukan pada penelitian ini adalah Metode Kualitatif.
Penelitian kualitatif menurut Sugiyono (2009), metode penelitian kualitatif sering disebut metode naturalistik karena penelitiannya dilakukan pada kondisi yang alamiah (natural setting). Penelitian ini bersifat kualitatif dengan tujuan menguraikan dan memberikan penjelasan (eksplanation), memberikan pemahaman yang bersifat menyeluruh ( komprehensif) dan mendalam (in-depth) tentang fenoomena-fenomena yang terjadi.
PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pertama, Bentuk kearifan lokal masyarakat Sungai Pisang dalam Pengelolaan ekosistem mangrove diantaranya ; 1). Temu ramah dalam hal Penyuluhan tentang pengelolaan dan rehabilitasi mangrove yang diadakan satu kali dalam satu bulan yang didampingi oleh Niniak Mamak, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Lurah, Pemuda; 2). Tidak boleh menebang batang mangrove berlebihan, Masyarakat hanya diizinkan mengambil 10 - 20 batang dengan waktu yang sudah ditetapkan dan setelah mengambil diwajibkan membuat bibit mangrove untuk penanaman kembali 3).
Masyarakat hanya diperbolehkan mengambil batang beserta ranting-ranting mangrove yang sudah mati biasanya untuk kayu api bagi masyarakat 4). Adanya Petuah yang disampaikan Niniak Mamak dan kepercayaan serta nilai religius di masyarakat, bahwasannya jika terjadi suatu bencana, hal ini dikaitkan dengan kemurkaan Tuhan kepada individu yang sewenang-wenang merusak hutan mangrove (5). Gotong Royong dengan melibatkan Kanak-kanak serta generasi muda dalam Penanaman bibit mangrove pada lahan kosong.
Hal ini juga diteliti oleh Ekanda Saputra (2012) “ Pelestarian Kearifan Lokal Masyarakat Desa Pakraman Tenganan Pengrisingan Bali Dalam Pengelolaan Hutan”.
Pelestarian kearifan lokal masyarakat dilakukan dengan Sosialisasi kearifan lokal yang mengatur pengelolaan hutan pada masyarakat diperoleh sejak dini pada masa kanak-kanak. Sosialisasi tersebut berlangsung di dalam lingkungan keluarga, dan lingkungan masyarakat, Salah satu bentuk kearifan lokal diantaranya ialah aturan mengenai izin penebangan pohon; Tidak boleh menebang
pohon sembarangan,Tidak diperolehkan merambah hutan secara berlebihan.
Halimi (2014), di Kampung adat Urut Bogor dalam penelitiannya yang berjudul “ Kearifan Lokal dalam Upaya ketahanan pangan Di kampung Adat Urug Bogor”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Bentuk kearifan lokal masyarakat berupa konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan Budaya Gotong Royong. Gotong royong termasuk dalam kearifan lokal di setiap suku bangsa di Indonesia,tak terkecuali di Kampung Adat Urug yaitu melakukan pertanian bersama-sama seperti : Penanaman padi bersama, pengurusan irigasi secara bersama, dan panen padi bersama.
Kedua, Sanksi Kearifan Lokal masyarakat dalam hal Pengelolaan ekosistem mangrove melalui tahapan sebagai berikut ; 1).
Jika kedapatan masyarakat merusak mangrove dengan alasan yang tidak dibenarkan maka, akan dicegat, difoto/didokumentasikan si pelanggar dengan barang bukti, 2). Bagi yang melanggar akan dibawa ke forum musyawarah yang dihadiri oleh Niniak Mamak, biasanya sanksi bagi pelanggaran ringan akan diberi teguran dan Nasehat serta dipaksa ikut kerja bakti dalam pananaman bibit mangrove, tetapi Jika jenis pelanggarannya berat seperti menangkap ikan menggunakan bom maka tidak perlu melalui musyawarah lagi langsung diserahkan kepada pihak yang berwajib.
Hal ini juga diteliti oleh Ekanda saputra (2012) “Pelestarian Kearifan Lokal Masyarakat Desa Pakraman Tenganan Pengrisingan Bali Dalam Pengelolaan Hutan”. Bahwa Pelanggaran terhadap aturan-aturan kearifan lokal tersebut akan mengakibatkan dijatuhkannya sanksi yang tegas kepada pihak yang melanggar. Sanksi dijatuhkan melalui kliang desa selaku pelaksana harian pemerintah adat. Jika para kliang desa tidak dapat membuat keputusan mengenai sanksi yang tepat untuk dikenakan kepada si Pelanggar, maka kliang desa akan memohon pertimbangan kepada luanan selaku penasehat dalam struktur pemerintahan adat, Proses pengambilan keputusan disini dapat juga melibatkan seluruh anggota krama desa dengan mengadakan rapat desa untuk memberikan pertimbangan terhadap keputusan yang akan diambil.
Sanksi yang dijatuhkan dapat lebih berat apabila pihak yang melanggar berstatus sebagai krama desa yaitu sanksinya
dikeluarkan dari krama desa dan dikenakan denda.
Ketiga, Implementasi kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Sungai Pisang diantaranya ;1).
Dalam Temu ramah tentang penyuluhan dan rehabilitasi mangrove, hanya sebagian kecil dari masyarakat yang hadir dalam pertemuan tersebut; 2). Kenyataan dilapangan masih ada masyarakat yang mengambil mangrove lebih dari ketentuan; 3). Dalam penerapan di lapangan masyarakat tidak hanya mengambil batang mangrove yang sudah mati, batang yang masih kokoh menahan ombak pun dijadikan masyarakat sebagai sandaran kapal, pagar rumah, dan lain-lain l; 4). Saat ini petuah dan nilai religius sudah diabaikan sebagian masyarakat (5). Dalam gotong royong antusiasme Kanak-kanak di Sungai Pisang sangat tinggi.
Hal ini juga diteliti oleh Halimi (2014), di Kampung adat Urut Bogor dalam penelitiannya yang berjudul “ Kearifan Lokal dalam Upaya ketahanan pangan Di kampung Adat Urug Bogor”. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa Bentuk kearifan lokal masyarakat berupa konsep Ngaji Diri, budaya Pamali dan Budaya Gotong Royong. Gotong royong termasuk dalam kearifan lokal di setiap suku bangsa di Indonesia,tak terkecuali di Kampung Adat Urug yaitu melakukan pertanian bersama-sama seperti : Penanaman padi bersama, pengurusan irigasi secara bersama, dan panen padi bersama.
KESIMPULAN
Berdasarkan temuan penelitian dan pembahasan hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Bentuk kearifan lokal masyarakat Sungai Pisang dalam Pengelolaan ekosistem mangrove berupa : 1). Temu ramah dalam hal Penyuluhan tentang pengelolaan dan rehabilitasi mangrove; 2). Tidak boleh menebang batang mangrove berlebihan, Masyarakat hanya diizinkan mengambil 10 - 20 batang dengan waktu yang sudah ditetapkan 3). Masyarakat hanya diperbolehkan mengambil batang beserta ranting-ranting mangrove yang sudah mati;
4). Adanya Petuah yang disampaikan Niniak Mamak dan kepercayaan serta nilai religius di masyarakat. (5) Gotong royong
dengan Melibatkan Kanak-kanak serta generasi muda dalam Penanaman bibit mangrove pada lahan kosong.
2. Sanksi Kearifan Lokal
Sanksi Kearifan Lokal masyarakat dalam hal Pengelolaan ekosistem mangrove melalui tahapan sebagai berikut ; 1). Jika kedapatan masyarakat merusak mangrove dengan alasan yang tidak dibenarkan maka, akan dicegat, difoto/didokumentasikan si pelanggar dengan barang bukti, 2). Si Pelanggar akan dibawa ke forum musyawarah yang dihadiri oleh Niniak Mamak, biasanya sanksi bagi pelanggaran ringan akan diberi teguran dan Nasehat serta dipaksa ikut kerja bakti dalam pananaman bibit mangrove, tetapi Jika jenis pelanggarannya berat seperti menangkap ikan menggunakan bom maka tidak perlu melalui musyawarah lagi langsung diserahkan kepada pihak yang berwajib.
3. Implementasi Kearifan Lokal
Implementasi kearifan lokal masyarakat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Sungai Pisang diantaranya ;1). Dalam Temu ramah tentang penyuluhan dan rehabilitasi mangrove, hanya sebagian kecil dari masyarakat yang hadir dalam pertemuan tersebut; 2). Kenyataan dilapangan masih ada masyarakat yang mengambil mangrove lebih dari ketentuan;
3). Dalam penerapan di lapangan masyarakat tidak hanya mengambil batang mangrove yang sudah mati, batang yang masih kokoh menahan ombak pun dijadikan masyarakat sebagai sandaran kapal, pagar rumah, dan lain-lain; 4). Saat ini petuah dan nilai religius sudah diabaikan sebagian masyarakat (5). Dalam gotong royong antusiasme anak-anak sangat tinggi.
Saran
1. Diharapkan kepada Pemerintah, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) , Pemuda serta masyarakat mengenai Kearifan lokal yang ada perlu diaktualisasikan dan dikuatkan sehingga dapat dijadikan modal untuk menjaga, mempertahankan dan melestarikan sumber daya alam yang ada.
2. Diharapkan Kepada Pemerintah, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) serta Niniak Mamak di Sungai Pisang, untuk lebih menegakkan Sanksi bagi Pelanggar
ketentuan Kearifan Lokal demi menjaga kelestarian Lingkungan dan pembangunan berkelanjutan di wilayah pesisir serta mempertahankan kearifan lokal yang sudah menjadi pedoman dalam kehidupan masyarakat.
3. Diharapkan Kepada Pemerintah, Perangkat adat, Pemuda, dan Masyarakat Sungai Pisang agar lebih meningkatkan pengimplementasian kearifan lokal yang ada terkait dalam Pengelolaan ekosistem Mangrove di Sungai Pisang.
DAFTAR PUSTAKA
Amalamien, “Penelitian Ilmiah Berbasis Pengetahuan Lokal”, 2008.
Aminudin.2013. Menjaga Lingkungan Hidup dengan kearifan lokal.Titian Ilmu.
Bandung.
Aliadi,Arif. 2002 Pengetahuan Lokal Untuk Konservasi Sumber Daya Hutan.
Makalah Seminar Nasional Pengembangan Teknologi dan Budaya Lokal Sebagai Basis Pembangunan Berkelanjutan. Institut Pertanian Bogor, Bogor
BPS Kota Padang (2014). Bungus Teluk Kabung dalam angka 2014.Padang
Guswardi (2008). Analisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan hutan mangrove (studi kasus : Di Sungai pisang Kecamatan Bungus Teluk Kabung Kota Padang)
Halimi (2013).Kearifan dalam upaya ketahanan pangan di kampung adat urug bogor.
Hidajat, Imam. 2009.Teori-teori Politik. Setara Press. Malang.
Haeruman, H. 1995. Peranan Kehutanan Dalam Pembangunan Nasional Indonesia.
Dalam E Suhendang (ed) 1995.
Menguak Permasalahan
Pengeloalaan Hutan Alam Tropis Di Indonesia. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Keraf, Sonny. 2002. Etika lingkungan. Jakarta [ID]: PT Kompas Media Nusantara.
322 hal
Nefilinda, 2013. Public Perception of the Plan of Conversation of kerosene to LPG In Urban district Bungus West Bay Sackcloth desert, Jurnal. Padang : STKIP PGRI Sumbar
Nefilinda, 2013. Tingkat Kepedulian Masyarakat Dalam Menjaga Budaya Hidup Bersih di Kenagarian Palangki Kecamatan IV Nagari Kabupaten Sijunjung, Jurnal. Padang : STKIP PGRI Sumbar
Nefilinda, 2013. Profil Sosial Ekonomi Masyarakat di Desa Maileppet Kecamatan Siberut Selatan Kabupaten Kepulauan Mentawai, Jurnal. Padang : STKIP PGRI Sumbar
Purwanto, Y. Efendi, Oscar. 2008. Etnologi Masyarakat Maya di Teluk Manyailibit, Pulau Waiego Kab.
Raja Ampat. Ekspedisi Widya Nusantara. Puslit Biologi. LIPI.
Bogor.
Pattiselanno,F dan Mentansan,G.2010 Kearifan Tradisional Suku Maybrat Dalam Perburuan Satwa Sebagai Penunjang Pelestarian Satwa.
Manokwari :Universitas Negeri Papua. Makara, Sosial Humaniora, Vol. 14, No. 2, Desember 2010: 75- 82
Soemarwoto, Otto.1992. Analisis Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press, Yogyakarta., hlm. 19
Sugiyono.(2009).Metode penelitian kuantitatif kulitatif R & D. Bandung : CV alfabeta
Suhartini. 2009. Kajian Kearifan Lokal Masyarakat Dalam Pengelolaan Sumber daya Alam Dan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan dan Penerapan MIPA. Yogyakarta :Jurusan Pedidikan Biologi FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta Supriatna, J. 2008. Peran Kearifan Lokal Dan
Ilmu-Ilmu Kepribumian Dalam Pelestarian Alam. Jakarta :Universitas Indonesia
Tim Penyusun KBBI.1994.Kamus Besar Bahasa Indonesia,Jakarta; Amanah Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup