5
A. Kegiatan belajar 1
Gereja Zaman Para Rasul Sampai Kaisar Konstantinus
1. Kompetensi Peserta
Mampu menguasai pokok-pokok iman dan Tradisi Kristiani yang menjadi dasar pelaksanaan tugas sebagai guru pendidikan Agama Katolik yang profesional
1.2 Kompetensi Dasar
Peserta mampu:
1. Memahami Sejarah Gereja pada zaman Para Rasul sampai Kaisar Konstantinus
2. Menganalisis sejarah keselamatan Bangsa Israel
3. Memahami dan menganalisis gereja awal dan kehidupan Para Rasul 4. Menganalisis pertobatan Rasul Paulus dan perjalanan misinya
5. Menganalisis perjalanan Gereja dari Yerusalem ke Roma serta terbentuknya komunitas-komunitas awal kekristenan
6. Menganalisis penganiayaan-penganiayaan yang dialami orang Kristen pada masa Kekaisaran Romawi
1.3 Indikator Capaian Kompetensi
Peserta diharapkan:
1. Menjelaskan Gereja pada zaman para Rasul sampai masa Kaisar Konstantinus
2. Menjelaskan sejarah keselamatan Bangsa Israel 3. Menjelaskan Gereja awal dan kehidupan para Rasul
4. Menjelaskan pertobatan Rasul Paulus dan perjalanan misinya 5. Menjelaskan perjalanan Gereja dari Yerusalem ke Roma serta
terbentuknya komunitas-komunitas awal Kekristenan
6. Menjelaskan penganiayaan-penganiayaan yang dialami orang Kristen pada masa Kekaisaran Romawi
1.4 Tujuan Pembelajaran Menguasai pola pikir dan struktur keilmuan materi ajar termasuk advance materials secara bermakna yang dapat menjelaskan aspek “apa” (konten),
“mengapa” (filosofi), dan “bagaimana” (penerapan) dalam kehidupan sehari- hari;
1.1 Kompetensi Inti
6
2. Peta Konsep
Peserta mampu menjelaskan perkembangan Gereja sejak zaman Para Rasul sampai masa pemerintahan Kaisar Konstantinus, perjalanan Rasul Paulus,
perjalanan Gereja dari Yerusalem ke Roma dan penganiayaan serta pengejaran terhadap orang Kristen pada masa Kekaisaran Romawi
Peta Konsep
Pada zaman Gereja Para Rasul sampai Kaisar Konstantinus
1. Sejarah keselamatan Bangsa Israel
2. Gereja awal dan Para Rasul
a. Kebaktian b. Ajaran dan moral c. Gereja dan rumah
ibadah agama Kristen dan agama Yahudi
d. Organisasi Gereja e. Gereja dan
pemerintah 3. Rasul Paulus
a. Perjalanan Paulus pertama kali b. Perjalanan Paulus
kedua kalinya c. Perjalanan Paulus
ketiga kalinya d. Paulus ditangkap
dan dipenjara
4. Perjalanan Gereja dari Yerusalem ke Roma
a. Komunitas awal Yerusalem b. Gereja Antiokhia c. Awal mula
komunitas Romawi d. Usaha-usaha awal
kekristenan
Bapa-bapa Apostolik
Bapa-bapa Gereja
Apologet e. Awal dari sekolah
Alexandria f. Krisis internal
(munculnya aliran- aliran sesat)
5. Penganiayaan dan pengejaran orang Kristen pada masa Kekaisaran Romawi
a. Kaisar Nero (37- 68)
b. Kaisar Titus Flavius Domitianus Augustus (51-96) c. Kaisar Markus
Ulpius Trayan (52- 117)
d. Markus Aurelius Antonius (121- 180)
e. Severus (193-211) f. Maximinus
Taracian
g. Decius Trayanus (201-251)
h. Valerian (193-269) i. Aurelius (212-275) j. Diolexiaon (245-
313)
7
3. Uraian materi: Zaman para rasul sampai pada Kaisar Konstantinus (1-311) 3.1 Sejarah Keselamatan Bangsa Israel
Gereja dan kekristenan tidak bisa dipisahkan dari budaya dan adat istiadat Bangsa Yahudi. Banyak hal dalam tradisi dan kebiasaan gereja zaman sekarang ini bermuara pada kebiasaan adat istiadat bangsa Yahudi. Bisa dikatakan, bahwa untuk mengenal gereja, maka diperlukan juga kerendahan hati untuk mempelajari sejarah keselamatan yang bermula pada umat Israel. Sepuluh perintah Allah dan ritus persembahan kurban yang dipraktikkan di gereja sudah dipraktikkan oleh bangsa Yahudi sejak zaman nabi Musa. Demikian juga dengan konsep akan Bait Allah yang sudah ada sejak zaman Salomo.
Doktrin pokok agama Yahudi adalah kepercayaan pada wahyu dari YAHWE.
Percaya pada Tuhan yang Esa, menjalankan hukum Taurat sebagai syarat pembenaran di hadapan Tuhan, mempercayai lima kitab Musa, kitab Nabi-nabi, kitab syair, dan kitab sejarah sebagai Kitab Suci mereka. Agama Yahudi adalah agama kebangsaan.
Ditandai dengan sunat dan Hari Sabat. Setiap tahun menjalankan praktik-praktik keagamaan naik ke Yerusalem untuk beribadat sebanyak tiga kali. Semuanya itu dilakukan dengan ritus yang ketat dan dipimpin oleh seorang imam yang dipilih dengan syarat-syarat yang rumit.
Mulanya tugas para imam ini hanya berkutat seputar peribadatan, namun berubah pada masa setelah pembuangan di mana terdapat masa kekosongan untuk jabatan raja. Para imam yang ingin membangun kerajaan mulai mengadakan aktivitas politik. Di bawah persetujuan pemerintah, mereka mendirikan Sanhedrin dengan 71 anggota. Sanhedrin sendiri adalah organisasi yang setengah otonom di dalam hal agama dan politik. Meskipun demikian, tugas pokok mereka adalah menjaga keberlangsungan hukum Taurat dan tradisi. Untuk itu mereka juga mendirikan Sinagoga untuk mendidik anak-anak.
Bangsa Yahudi pernah ditaklukkan oleh bangsa Babel, Median, Persia, Yunani dan Roma. Sejarah ini sangat berbekas. Hal ini sangat terlihat pada harapan untuk membangun kembali kerajaan. Harapan tersebut dimulai pada keinginan akan datangnya Sang Juru Selamat yang akan menyelamatkan mereka, yaitu Sang Mesias yang dinubuatkan dalam Perjanjian Lama.
8
Pada masa permulaan Gereja, Kitab Suci dari Agama Yahudi telah menjadi dasar kepercayaan agama Kristen. Kristus dan para rasul pada permulaan pelayanan- Nya juga mengutip dan memakai kitab Yahudi yang terdapat pada Kitab Suci Perjanjian Lama. Namun dalam praktiknya, terdapat perbedaan yang sangat mendasar antara kepercayaan Yahudi dengan Kristen, di mana pengikut Kristus sangat menekankan akan perubahan hidup sebagai syarat keselamatan yang terlihat pada pembaptisan dan pertobatan.
Sebelum Yesus Kristus mengabarkan Injil, perintis Kristus-Yohanes Pembaptis-telah menyerukan pertobatan kepada manusia untuk mempersiapkan hati demi menyambut Yesus sebagai Juru Selamat. Yohanes memperkenalkan Yesus sebagai Juru Selamat, Mesias yang akan datang. Seruan pertobatan itu kemudian disempurnakan Yesus dengan mengabarkan Injil, mewartakan kabar gembira tentang Kerajaan Allah. Setiap orang yang ingin masuk ke dalamnya harus mempunyai hidup dari Allah. Caranya adalah pertobatan dan menerima pengampunan dari Tuhan Yesus.
Orang yang memiliki hidup ini disebut sebagai anak-anak Allah.
Yesus dalam pengajarannya memakai berbagai metode. Seperti perumpamaan dan mukjizat. Memberikan landasan untuk menjadi anak-anak Allah. Namun harus diketahui bahwa Yesus sendiri tidak mendirikan gereja, melainkan mengutus Roh Kudus untuk mengerakkan manusia membangun gereja dalam konsep perhimpunan umat Allah. Karya Roh Kudus ini kemudian sangat dominan pada peristiwa Pentakosta, peristiwa yang diklaim sebagai awal dari gereja.
Peristiwa Pentakosta terjadi sekitar tujuh minggu setelah penyaliban Yesus dan kebangkitan-Nya. Pada saat itu, orang-orang Yahudi dari kekaisaran Romawi berkumpul di Yerusalem untuk perayaan Pentakosta. Seperti orang Yahudi lainnya, pengikut Yesus yang berjumlah 120 orang juga berkumpul dalam sebuah rumah pribadi.
Ketika berkumpul inilah, Roh Kudus turun atas mereka dan memampukan mereka untuk berkotbah dan mengajar. Orang-orang Yahudi terkejut ketika mendengar para rasul yang notabene adalah orang Galilea (orang-orang Galilea biasanya tidak berpendidikan), berbicara dalam bermacam-macam bahasa. Petrus, yang dianggap sebagai pemimpin para rasul saat itu, menyampaikan khotbah yang penuh kuasa yang menghasilkan tiga ribu orang menjadi percaya kepada Yesus Kristus dan mau dibaptis (Kis. 1-2). Sejak itu jumlah orang percaya makin bertambah dan kabar keselamatan semakin disebarluaskan.
9
1. Gereja Awal dan Para Rasul
Sejak kenaikan Yesus Kristus, para murid membentuk komunitas pertama di Yerusalem. Pada mulanya praktik gereja hanya diatur oleh para Rasul yang diketuai oleh Petrus. Tetapi setelah gereja makin berkembang, masalah yang dihadapi gereja makin banyak dan kompleks, maka dirasakan sistem yang hanya diatur dan dikerjakan oleh para Rasul sudah tidak dapat dipertahankan lagi. Kesadaran ini muncul tatkala terdapat masalah keributan karena para janda Yahud yang berbahasa Yunani merasa diabaikan dalam pembagian kesejahteraan. Dalam Kisah Para Rasul bab 6, dipilihlah tujuh orang untuk membantu para rasul di bidang kesejahteraan umat. Mulai sejak itu gereja mulailah dengan sistem organisasi gerejawi.
Bentuk organisasi atau tata kelola gereja dikembangkan gereja berdasarkan organisasi yang terdapat di rumah-rumah ibadah Yahudi ataupun di masyarakat.
Rumah-rumah ibadah Yahudi dipimpin oleh majelis orang-orang tua, dalam bahasa Yunani presbyteros (bhs. Ind: tua-tua atau penatua). Perhimpunan-perhimpunan di masyarakat Helenis dipimpin oleh pengawas atau penilik, dalam bahasa Yunani episkopos (bhs. Ind: uskup), yang dibantu oleh beberapa orang pembantu atau pelayan, dalam bahasa Yunani diakonos (bhs. Ind: diakon). Tata kelola ini yang dipraktikkan di seluruh gereja. Yang kemudian dikenal dengan gereja episkopal. Di mana terdapat tiga jabatan, yakni Uskup (episkopos), presbyteros, dan diakonos. Uskup dianggap lebih tinggi dari presbyteros dan keduanya lebih tinggi dari diakonos. Tugas episkopos adalah mengatur kehidupan jemaat, memimpin ibadah, dan melayani sakramen- sakramen. Dalam menjalankan semuanya itu, Uskup dibantu oleh para Imam, yang turut memimpin jemaat dan melayani sakramen. Kemudian pada praktiknya uskup dan imam dibantu oleh para diakonnya. Semenjak tahun 250 diadakan sinode-sinode daerah.
Oleh sebab biasanya agama Kristen berkembang dari ibu kota (Metropolis), maka tentulah sinode berhimpun di sana dan sidang-sidangnya diketuai oleh uskup kota itu, yang bergelar metropolit. Nama itu dipakai di bagian timur, sedangkan di barat dipakai nama uskup agung. Di antara tempat-tempat yang penting tadi, Romalah yang kemudian dijadikan menjadi pusat.
2.1 Kebaktian
Yesus bangkit pada hari pertama dari suatu minggu, maka jemaat Kristen juga berkumpul pada hari Minggu. Kata hari Minggu berasal dari kata Dominggo, artinya
10
Tuhan (bhs. Portugis). Menurut kebiasaan pada zaman itu diadakanlah perjamuan bersama (Kis. 2:46). Mereka berdoa, menyanyi, dan mendengarkan pembacaan dan penjelasan Alkitab. Awalnya belum ada tata cara kebaktian yang baku, sehingga timbul kekacauan (1 Kor.14). Inilah yang melatarbelakangi usaha untuk membuat tata cara yang baku, yang menjadi acuan umat beriman dalam beribadah. Selanjutnya kebaktian dilangsungkan dengan memakai tata cara yang baku, dikemudian hari ini dikenal dengan tata liturgi.
Bagian pertama terdiri dari doa, nyanyian, dan pembacaan Sabda Tuhan, sesudah itu jemaat duduk makan bersama-sama. Hidangan itu dianggap sebagai lanjutan perjamuan Tuhan Yesus dengan murid-murid-Nya. Jemaat yakin bahwa Tuhan Yesus hadir dalam roti dan anggur, sesuai dengan janji-Nya pada perjamuan yang terakhir. Pemimpin kebaktian itu (awalnya hanya uskup saja) mengucapkan syukur atas roti dan cawan yang kemudian disebut sebagai eucharistia (pengucapan syukur).
Dengan berjalannya waktu, eucharistia ditafsir sebagai satu peristiwa kudus. Karena itu, perjamuan kudus, eucharistia, tidak mungkin lagi dihubungkan dengan makan bersama-sama. Makan bersama kemudian dipisahkan dari eucharistia yang suci.
Bahkan sejak abad ke III makan bersama-sama itu dihentikan.
2.2 Ajaran dan Moral
Permulaan abad ke II, inti dari karya keselamatan mengalami pemaknaan.
Jemaat Kristen tentulah masih tetap percaya bahwa Allah sumber keselamatan, tetapi penekanan akan usaha manusia juga mulai mendapat tempat. Sesudah manusia menerima rahmat Tuhan dan baptisannya, yang olehnya segala dosanya dihapuskan, maka wajiblah manusia berdaya upaya untuk hidup dalam kebajikan sesuai dengan Firman Tuhan. Menuruti perintah-Nya dan menjahui larangan-Nya adalah perintah yang menuntut sikap aktif dari manusia. Dengan demikian jemaat diajari berbuat baik kepada sesama manusia, menahan diri dari beberapa macam makanan dan air anggur (hari Rabu dan Jumat menjadi hari puasa), memberi sedekah dan berdoa, mempraktikkan hidup askese badani dan hidup dalam keperawanan. Hal ini dipengaruhi konsep dualisme yang marak pada bad ke 2.
2.3 Gereja dan Rumah Ibadah Agama Kristen dan Agama Yahudi
Sinagoga adalah tempat orang Yahudi beribadah dan mengajar hukum Taurat.
Pada mulanya hampir semua orang Kristen adalah orang Yahudi. Mereka menurut
11
kebiasaan, masuk ke Sinagoga pada tiap hari Sabat, seperti yang dipraktikkan Yesus Kristus. Oleh sebab itu pada permulaan agama Kristen, sinagoga seolah-olah telah menjadi tempat bertumbuhnya agama Kristen, yang merupakan tempat yang sangat baik untuk penyebaran Injil (Petrus dan Yohanes tetap masuk ke rumah sembahyang pada hari Sabat: Kis. 3). Tetapi karena perbedaan yang sangat menyolok di dalam iman kepercayaan, maka sering timbul konflik. Agama Kristen mementingkan pertobatan, saling mengasihi, persekutuan, menantikan kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali dan ajaran kebangkitan, sedangkan ajaran agama Yahudi sangat menekankan pada hukum taurat.
Lagi pula agama Kristen menerima setiap orang yang bertobat tanpa memandang bangsa, sedangkan agama Yahudi sangat keras dalam menerima penganutnya, yaitu orang-orang yang bersunat dan menjalankan hukum Taurat. Semua perbedaan itu semakin diperparah dengan pantangan dalam hal makanan.
Lambat laun orang-orang Kristen selain pergi ke sinagoga pada hari Sabat juga mengadakan kebaktian pada hari Minggu dan mengadakan perjamuan suci. Hal ini sangat ditentang oleh orang-orang Yahudi, sehingga timbullah gerakan pembelaan akan kepercayaan Yahudi dengan cara menolak orang-orang Kristen, dan bahkan kemudian menganiaya. Pada sekitar tahun 40, Agama Yahudi telah menambahkan kata-kata kutukan terhadap orang-orang Kristen dalam doa mereka. Hal ini menyebabkan orang Kristen harus mencari tempat sembayang sendiri yang tidak lagi berhubungan dengan orang Yahudi.
12
2.4 Organisasi Gereja
Setelah Pentakosta, jemaat bertambah, mereka melayani satu sama lain menurut karismanya. Perkembangan ini menuntut perubahan dalam tubuh gereja karena pertumbuhan jemaat yang beranekaragam juga membawa masalah. Karena itu, dibutuhkan pengurus-pengurus yang dapat membantu berjalannya pelayanan gereja dengan maksimal. Maka dipilihlah 7 orang pelayan yang kemudian dikenal dengan diakon. Satu diakon yang dipilih dan kemudian sangat terkenal karena pelayanan dan keberaniannya mati sebagai martir adalah Stefanus. Syarat untuk masuk dalam kelompok ini adalah praktik hidup yang baik. Motivasinya hanya satu yaitu melayani Tuhan, bukan demi kedudukan dan kekayaan materi. Hukuman atas pelangaran akan motivasi itu tidaklah main-main, yaitu dihukum mati oleh Roh Kudus.
Di kemudian hari, Paulus juga mengangkat para penatua, gembala, dan unsur-unsur lain untuk membantu pelayanannya. Semua jabatan itu dibentuk untuk membangun kerohanian para jemaat dan memajukan pewartaan kabar gembira.
2.5 Gereja dan Pemerintah (Roma)
Pada masa permulaan gereja, pemerintah Roma melihat gereja (pengikut Kristus) hanyalah satu sekte dari agama Yahudi yang memperdebatkan soal orang mati dan hidup. Tetapi anggapan itu kemudian berubah takkala agama Yahudi menolak dan menentang kepercayaan Kristiani. Pemerintah Romawi yang berusaha mengambil simpati orang Yahudi, ikut-ikutan memusuhi dan bahkan ikut menganiaya orang Kristen. Orang Kristen dianiaya bukan saja karena kepercayaan, tetapi juga karena orang-orang Kristen tidak menyembah berhala dan raja.
3. Rasul Paulus
Sejarah gereja tidaklah bisa dilepaskan dari kehidupan dan karya-karya Paulus.
Yesus Kristus tidak pernah menjelaskan secara eksplisit siapa Dia dan bagaimana persekutuan umat beriman (gereja) harus terbentuk. Kita beruntung memiliki Paulus yang mencoba menjelaskan siapa itu Yesus Kristus, apa fungsi Yesus dalam karya penyelamatan umat manusia, bagaimana hidup dalam persekutuan umat beriman dan mengapa manusia memerlukan pembenaran. Memang Paulus tidaklah pernah menulis karya teologi yang disusun secara sistematis, tetapi lewat surat-suratnya, umat beriman
13
diajak untuk semakin mengenal Yesus Kristus sebagai sumber keselamatan dan bagaimana menanggapi tawaran keselamatan tersebut dalam kehidupan harian.
Satu-satunya sumber untuk mengenal Rasul Paulus adalah Perjanjian Baru, seperti kisah para rasul dan beberapa surat Paulus lainya. Ada memang beberapa sumber berbeda tetapi sumber tersebut sering kali keliru dan bahkan ada sumber yang menanggap bahwa Yesus adalah Paulus. Dari tradisi alkitabiah, diketahui bahwa Paulus dari Tarsus adalah teolog pertama dan terpenting di dalam gereja. Dia dilahirkan dalam suatu keluarga Yahudi yang sangat memegang teguh tradisi serta hukum Yahudi.
Paulus kurang lebih lahir pada tahun 5 sampai 10 setelah Masehi di salah satu kota pelabuhan di Tarsus. Tarsus saat itu masuk dalam salah satu Provinsi Killikia di bawah pemerintahan kerajaan Romawi dan sekarang terletak di bagian selatan Turki.
Dilahirkan sebagai seorang Yahudi, tetapi Paulus mewarisi dari ayahnya kewarganegaraan Romawi, di mana dia nantinya memiliki hak-hak privilege tertentu, yaitu mempunyai kesempatan membela diri di persidangan. Kelihatannya lumrah, tetapi pada jaman Paulus, tidak semua warga mempunyai hak tersebut.
Paulus kecil, sebagaimana digambarkan dalam kitab Kisah Para Rasul, besar dan tumbuh di Yerusalem. Ia menghadiri sekolah Taurat dan belajar dengan seorang guru Gamaliel, seorang teolog yang terkenal pada saat itu. Selain itu, ia memperoleh pengetahuan filsafat Yunani dan retorika. Selain pengetahuan akademik, Paulus juga mempelajari berbagai bidang kemampuan seperti perdagangan dan kemampuan membuat tenda. Profesi ini nantinya berguna bagi pelayanannya.
Paulus tumbuh dalam tradisi Yahudi yang kuat dan kemudian dia masuk dalam kelompok Farisi, satu kelompok penjaga hukum-hukum Yahudi . Tidak hanya keras terhadap dirinya dalam pelaksanan hukum tersebut, tetapi juga berlaku keras terhadap orang lain yang melanggar hukum tradisi Yahudi. Atas nama dewan tinggi Farisi, dia ikut menganiaya orang-orang Kristen Yahudi yang tidak hidup dengan aturan taurat.
Bahkan dikemudiaan hari, Paulus juga terlibat pada pengajaran martir Stefanus yang dianggap telah melanggar hukum taurat Yahudi (Kis. 7:58).
Kebencian Paulus terhadap orang-orang Yahudi Kristen semakin besar terbukti dari kesediaanya diutus ke berbagai kota untuk menghakimi orang-oraang yang dianggap melawan taurat. Namun hal tersebut membuka satu perjalanan hidup yang baru bagi Paulus, yaitu pertobatan (Kis. 9:1-19). Dengan surat kuasa dari Imam besar, ia melakukan perjalanan dari Yerusalem ke Damaskus untuk menangkap para pengikut
14
Kristus. Tetapi sebelum sampai ke Damaskus, satu sinar cahaya dari langit menghantam Paulus sampai terjatuh ke tanah. Kemudian mendengar suara yang berkata “Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku?”. Paulus menjawab dengan pertayaan:
“siapakah Engkau, Tuhan?”. Lalu dijawab: “Akulah Yesus, yang kau aniaya itu.”
Seperti itulah Lukas dalam kisah para rasul menceritakan awal dari pertobatan Paulus.
Paulus, setelah kejadian tersebut, awalnya buta. Dia harus dipimpin oleh sahabatnya ke Damaskus. Di sana, ia bertemu dengan seorang bernama Ananias dan setelah Ananias menumpangkan tangan, Paulus kembali dapat melihat. Di sana Paulus juga dibabtis dan sejak saat itu Paulus menjadi pengikut Kristus yang taat dan kemudian dari seorang penganianya menjadi seorang yang dianiaya.
Paulus sendiri dalam pelayanannya menyebutkan bahwa pertobatannya digerakkan oleh pertemuannya dengan Kristus yang bangkit, tetapi pertemuan tersebut tidak menggambarkan proses, tetapi hanya efek. Dari data yang ada, para ahli beranggapan bahwa Paulus tidak pernah bertemu langsung dengan Yesus Kristus.
Yesus disalibkan di Yerusalem sekitar tahun 30, sedangkan pertobatan Paulus terjadi sekitar tahun 33 dan baru pada tahun 35 Paulus melakukan kunjungan pertamanya ke Yerusalem sebagai seorang Kristen. Setelah tinggal lama di Antiokhia, ia melakukan perjalanan sekitar tahun 46 ke Yerusalem untuk mengkuti konsili pertama para rasul karena terjadi perdebatan yang hangat antara Paulus, Petrus, dan para rasul lainnya yang ingin memaksa orang non-Yahudi kepada hukum Yahudi. Setelah konsili di yerusalem, Paulus kemudian mengadakan 3 perjalanan misinya. Pada perjalanan misi pertamanya, Paulus pada tahun 46 dan 47 mengunjungi pulau Siprus dan selatan Turki, Yahudi, Lydia, dan di Filifi mengunjungi kepala penjara. Dari tahun 52-56 Paulus tinggal di Efesus dan kemungkinan besar dia di sana menulis sebagian besar surat-suratnya.
Pada perjalanan misinya yang ketiga, ia mengunjungi berbagai komunitas yang dia dirikan di tahun 56 dan 57. Dia juga mengumpulkan uang untuk gereja di Yerusalem dan untuk terakhir kalinya mengunjungi Yerusalem. Meskipun atas dasar satu niat yang baik, bukan berarti kedatangannya berjalan aman dan lancar, karena seringkali kedatangannya malah menyebabkan pertentangan dan keributan. Oleh karena itu ia dijebloskan oleh penguasa romawi ke dalam tahanan di Kaisarea. Dengan privilege-nya sebagai warga Romawi, dia kemudian mengajukan banding kepada Kaisar yang menghasilkan pemindahannya ke Roma pada tahun 59. Di sana, Paulus menikmati satu kebebasan bersyarat meskipun statusnya sebagai tahanan. Dia mendiami satu tempat
15
tinggal di Roma (Kis. 28:30) dan dari sana bahkan merencanakan perjalanan ke Spayol (Roma 15:28). Dikabarkan bahkan Paulus mengakhiri hidupnya di Roma sebagai martir bersama Petrus. Di mana pada saat itu tahun 64 terjadi penganiayaan orang Kristen di bawah Kaisar Romawi Nero.
3.1 Perjalanan Paulus yang pertama kali
Setelah melayani kurang lebih satu tahun di Antiokia, Siria (43-44 M), kemudian Paulus diutus (Kis. 13:2-3) ke tempat lain. Dengan demikian, mulailah perjalanan pertama penginjilan Paulus. Dalam perjalanan ini dia memulainya dari kota kelahiran Barnabas, yaitu: Siprus, kemudian dilanjutkan ke beberapa tempat, di antaranya Antiokhia di Pisidia, Ikonium, Listra, dan Derbe. Tugas utamanya adalah menginjili orang-orang non Yahudi, tetapi bukan berarti orang-orang Yahudi diabaikan.
Sebab itu setiap ada kesempatan mereka juga menginjili orang-orang Yahudi yang ada disetiap kota.
Pewartaan tentang keselamatan yang dilakukan gereja perdana tersebut mendapat tantangan dan permasalahan baru. Seperti posisi hukum taurat dan sunat dalam konteks keselamatan. Apakah setiap orang Kristen wajib melaksanakan sunat dan hukum taurat lainnya meskipun dia bukan orang Yahudi? Adalah pertanyaan sekaligus masalah serius gereja pada masa itu karena masuknya jemaat baru non- Yahudi secara besar-besaran ke dalam gereja (Kis. 15:2-29). Untuk memecahkan permasalahan ini dibuatlah satu pertemuan yang kemudian disebut sebagai konsili pertama dalam gereja di Yerusalem.
Paulus dan Barnabas utusan dari gereja Antiokhia dan para rasul serta para penatua dari gereja Yerusalem. Pembicaraan dibuka oleh golongan Farisi dari gereja Yerusalem yang dengan tegas mendesak supaya Kristen non-Yahudi disunat dan dituntut menaati Taurat. Setelah perdebatan sengit dan panjang, Petrus mengingatkan Sidang, bahwa dalam soal itu Allah menunjukkan kehendak-Nya dengan memberikan Roh Kudus kepada siapa saja yang percaya hanya atas dasar kepercayaan mereka saja.
Paulus dan Barnabas memperkuat alasan-alasan Petrus dengan menceritakan bagaimana Allah dengan cara yang sama telah memberkati banyak orang non-Yahudi yang percaya melalui pelayanan mereka. Atas dasar pemikiran dan pengalaman itu, kemudian gereja memutuskan bahwa syarat mutlak menjadi Kristen adalah kepercayaan kepada Kristus. Disini ditekankan bahwa keselamatan itu ada pada Yesus
16
Kristus, bukan pada pelaksanaan tanda-tanda lahiriah yang diwajibkan oleh taurat Musa, seperti bersunat, dll.
3.2 Perjalanan Paulus yang kedua kalinya
Setelah pertemuan di Yerusalem, Paulus melanjutkan perjalanan penginjilannya yang kedua kalinya. Tatkala hendak memulai misi ini, terjadi perselisihan antara Paulus dan Barnabas. Pokok permasalahannya karena keikutsertaan Yohanes yang juga bernama Markus. Setelah berbincang dan tidak mengalami titik temu, maka mereka berpisah dan Paulus mengajak Silas, sedangkan Barnabas mengajak Markus (Kis.
15:35-41). Perjalanan Paulus kedua kali ini, di samping mengunjungi tempat-tempat yang penah dikunjungi, dia juga mendatangi beberapa kota di benua Eropa, di antaranya:
Filipi, Tesalonika, Berea, Atena, dan Korintus. Di Korintus, ia tinggal selama 2 tahun.
3.3 Perjalanan Paulus yang ketiga kalinya
Setelah tinggal beberapa hari di Antiokhia, Siria, Paulus melanjutkan perjalanan penginjilan yang ketiga kalinya (Kis. 18:23-21:41). Paulus dalam perjalanan kali ini sempat berkunjung ke Galitia, Frigia, dan Efesus. Setelah itu ia melanjutkan perjalanannya ke Makedonia dan Korintus.
Seusai perjalanan ini, Paulus merasa pekerjaannya di bagian timur sudah selesai dan bermaksud melanjutkan perjalanan ke Roma dan terus ke Barat, ke Spanyol (Rm.15:22-28). Tetapi sebelum berangkat ke Roma, Roh Kudus menghendaki dan memimpin Paulus untuk kembali ke Yerusalem (Kis. 20:22). Dengan demikian ia mengakhiri penginjilan yang ketiga.
17
3.4 Paulus ditangkap dan dipenjara
Tidak berapa lama di Yerusalem, ia ditangkap dan sempat dipenjara selama 2 tahun di Kaisaria dan kemudian dibawa ke Roma dan sempat mendekam dipenjara selama 2 tahun. Selama di penjara ini, Ia sempat menulis surat kepada jemaat di Efesus, Kolose, Filemon, dan Filipi. Kisah para rasul tidak menceritakan bagaimana nasib rasul Paulus yang berada di dalam penjara. Tetapi dari beberapa sumber dan bukti dapat diketahui bahwa Paulus dibebaskan setelah menjalani tahanan selama 2 tahun. Pada masa penganiayaan yang dilakukan oleh Nero, menurut tradisi Rasul Petrus dan Paulus menderita mati sebagai martir di Roma.
4. Perjalanan Gereja dari Yerusalem Sampai Roma 4.1 Komunitas awal Yerusalem
Sejak kenaikan Yesus Kristus, para rasul membentuk komunitas Kristen pertama di Yerusalem. Meskipun struktur internal komunitas pada awalnya ditentukan oleh para rasul secara bersama, tetapi tidak bisa dipungkiri bahwa Petruslah yang memegang peranan utama. Maka tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa Petruslah ketua para rasul dan kemudian disebut sebagai "uskup" pertama Yerusalem.
Awalnya komunitas Kristen pertama sangat dipengaruhi oleh kebiasaan orang- orang Yahudi dan disebut sebagai satu sekte Yahudi . Namun karena perbedaan yang mencolok, kekristenan pun harus melepaskan diri dari pengaruh Yahudi sebagai satu kepercayaan baru. Perbedaan tersebut terlihat pada ciri khas Kristen yang memberi penekanan pada baptisan, doa yang ditujukan kepada Kristus sebagai Kyrios (Tuhan), perayaan Ekaristi, komunitas yang menekankan akan kebersamaan dan mempraktikkan kepemilikan pribadi untuk komunitas seiman (Kisah Para Rasul 2, 44 dst). Hal itu mengakibatkan penolakan dan akhirnya memunculkan permusuhan dengan orang- orang Yahudi. Iman kepada Kristus sebagai Tuhan secara khusus membuat orang Yahudi sangat membenci orang-orang Kristen dan memulai penganiayaan. Paling tidak terdapat dua gelombang penganiayan yang dilakukan orang-orang Yahudi terhadap orang Kristen.
Gelombang pertama adalah penganiayaan yang menyebabkan Stefanus dirajam (32/33), pengusiran orang-orang Kristen dari Yerusalem dan penganiayaan lebih lanjut oleh Saulus, yang kemudian mengalami pertobatannya sebelum sampai ke Damaskus (33/36). Gelombang penganiayaan kedua yang dipicu oleh Raja Herodes Agripa I (37-
18
44), sampai kemartiran rasul Yakobus (42/43) dan penangkapan Petrus, yang secara ajaib diselamatkan dari penjara (Kis. 12, 1 dst). Penganiayaan tersebut membuat orang- orang Kristen harus melarikan diri dari Yerusalem. Dengan kata lain dikatakan, bahwa orang Kristen sudah meninggalkan Yerusalem sebelum Yerusalem dikalahkan dan dihancurkan oleh pasukan Romawi karena pemberontakan orang-orang Yahudi (66-70).
4.2 Gereja Antiokhia
Antiokhia adalah daerah misi dan sekaligus menjadi komunitas Kristen non- Yahudi pertama di luar Yerusalem. Baru disini kekristenan tidak dianggap sebagai sekte Yahudi, tetapi untuk pertama kalinya disebut sebagai komunitas agama Kristen atau "Kristen" yang independen (Kis. 11, 26). Di kemudian hari, Antiokhia menjadi daerah awal kerasulan dari Paulus. Paulus setelah pertobatannya mengunjungi Antiokhia atas undangan Barnabas. Diutus oleh Roh Kudus (Kis, 13, 4), Paulus mengadakan perjalan misinya yang pertama dari Antiokhia (45-48) ke Siprus dan Asia Kecil (Perge, Antiokhia di Pisidia, Ikonium, Listra, dan Derbe (Kis. 13-14)). Dalam perjalanan misinya yang kedua (49/50-52) Paulus merambah ke luar Asia kecil ke Eropa, di mana ia mendirikan gereja-gereja Filipi, Tesalonika, Athena. dan Korintus (Kisah Para Rasul 15, 36-18, 22). Perjalanan misi ketiga (53-58) melewati Galatia dan Frigia ke Efesus, dari sana ke Yunani dan kembali lagi ke Troas, Miletus, Kaisarea dan Yerusalem, di mana dia ditangkap untuk pertama kalinya (58) (Kis. 18, 23-21, 27).
4.3 Awal mula komunitas Romawi
Komunitas Romawi sudah berkembang pesat ketika Paulus mengirim suratnya kepada orang-orang Roma dari Korintus pada musim dingin tahun 57/58 (Rm. 1, 8).
Siapa yang mendirikan komunitas kristen di Roma? Adalah pertanyaan yang dijawab dengan beragam oleh ahli sejarah. Tetapi tradisi tertua dari komunitas Romawi selalu menghubungkan fondasinya kepada Petrus. Bisa jadi itu terjadi pada 42/43 setelah pelariannya dari Yerusalem, di mana disebutkan dia "ke tempat lain" (Kis. 12, 17). Hal itu diperkuat dengan fakta bahwa surat pertama Petrus ditulis di Roma pada tahun 63/64 (1 Petr. 5, 13), serta kemartirannya bersama Paulus di Roma selama penganiayaan Nero terhadap orang-orang Kristen. Banyak kesaksian juga menyakini bahwa Petrus sebagai pendiri Gereja Roma dan kemudian disebut sebagai uskup pertama kota Roma. Dari sinilah kemudian bermula tradisi apostolik di gereja katolik Roma. Paus sebagai uskup
19
kota Roma sampai sekarang adalah penerus Petrus yang bertugas menjaga kemurnian doktrin gereja. Petrus diikuti oleh Linus, Anacletus, Clemens, Evaristus, Alexander, Sixtus, Telesphorus, Hyginus, Pius, Anicetus, Soter, dan Eleutherus, dst.
4.4 Usaha-usaha awal kekristenan
Penyebaran kekristenan yang luar biasa cepat adalah satu misteri Ilahi. Selain Paulus dan Para Rasul yang terlibat dalam penyebaran kekristenan, juga harus diyakini adanya campur tangan banyak orang. Sebelum abad ke tiga, diyakini kekristenan sudah tersebar luas di semua pinggiran Mediterania dan dari sana juga merambah ke daerah yang lebih jauh dari Kekaisaran Romawi. Iman Kristen yang menyebar tentu saja harus diberi fondasi yang kuat. Terdapat tiga kelompok besar yang memberikan sumbangan yang sangat besar untuk peletakan dasar iman Kristen. Tugas mereka jelas, yaitu mewartakan kabar keselamatan dan memberikan pendasaran hidup para nabi dan rasul.
Merekalah jembatan para rasul dengan gereja kemudian. Karena perbedaan topik dan cara pembahasan yang berbeda, mereka ini mengerucut pada 3 kelompok, yakni: Bapa- bapa Apostolik, Bapa-bapa Gereja dan Apologet.
4.4.1 Bapa-bapa Apostolik
Bapa-bapa Apostolik adalah sebutan untuk pujangga-pujangga gereja setelah masa para rasul yang mana masih mengalami para rasul dalam hidupnya. Bisa dikatakan, mereka ini adalah murid-murid dan pendengar para rasul. Beberapa dari mereka bahkan masih memilki hubungan sangat dekat. Meskipun demikian, tulisan- tulisan mereka tidak masuk dalam Kitab Suci Perjanjian Baru.
Mereka itu antara lain adalah Klemen dari Roma, Ignatius dari Antiokia, dan Polikarpus dari Smirna. Selain dari karya-karya mereka, ada juga karya lainnya dimasukan pada kelompok Apostolik, seperti surat Diognet, surat Barnabas, Didache dan “Gembala”
dari Hermas. Semua karya tulis dari bapa-bapa Apostolik tersebut adalah harta yang bernilai untuk pengetahuan dari hidup dan pemikiran gereja purba.
4.4.2 Bapa-bapa Gereja
Mereka adalah guru-guru gereja awal yang hidup pada abad-abad pertama.
Gereja boleh dikatakan dibentuk oleh pemikiran-pemikiran Bapa-bapa gereja. Hanya
20
saja bahan baku dari pemikiran itu berasal dari para Nabi dan Rasul yang dalam konteks ini berlaku sebagai “nenek moyang” gereja.
Bapa-bapa Gereja adalah titel khusus yang diberikan kepada para teolog yang tidak hanya bertahan pada pembelaan ajaran gereja saja, tetapi yang terutama adalah berusaha secara teologis mengenal dasar-dasar dan tujuan pewahyuan Yesus Kristus.
Kebanyakan dari mereka adalah para uskup, karena sebutan “Vater” (bapak) pada asalnya hanya dimiliki oleh uskup saja. Meskipun demikian beberapa dari mereka ada juga imam, seperti Hironimus, atau bahkan umat awam, seperti Tertulianus.
Ada 4 syarat yang harus dipenuhi seorang teolog untuk masuk dalam kelompok bapa- bapa gereja:
a. Fides orthodoxa (iman yang benar): bapa-bapa gereja berpegang teguh pada tradisi iman kristiani. Mereka bukanya tidak bisa salah, tetapi berusaha untuk selalu mengembangkan nilai hakiki iman sesuai dengan perjalanan waktu.
b. Antiquitas (zaman awal gereja): bapa-bapa gereja harus hidup berkarya pada masa gereja purba. Di timur diakhiri dengan Johannes dari Damaskus dan di barat dengan Isidor von Sevilla.
c. Sanctitas vitae (hidup yang suci): bapa-bapa gereja harus menjalani hidup yang dapat diteladani.
d. Approbatio ecclesia (anjuran dari gereja): masuk kedalam kelompok bapa-bapa gereja hanyalah penulis-penulis teologi yang mendapat izin dari gereja.
Keempat syarat diatas adalah syarat mutlak, karna itu tidak semua teolog masuk dalam golongan bapa-bapa gereja meskipun ajaranya sangat berdaya guna zaman ini.
4.4.3 Apologet
Tatkala gereja mendapat serangan dan tuduhan dari pemerintah dan agama Yahudi maka para cendikiawan gereja pada saat itu berusaha memberikan jawaban.
Melalui perdebatan dan tulisan-tulisan, mereka menyatakan kepercayaan dan konsep yang dianut gereja, merekalah yang disebut apologet dalam gereja. Terminus
“Apologetika” berasal dari kata kerja Yunani “apologeomae” (mempertahankan diri) dan dari kata benda “apologia” (pertahanan atau pembelaan diri). Apologia lebih terpusat pada pembelaan diri secara tertulis maupun lisan, sedangkan apologeomae lebih pada refleksi ilmiah dari apologia itu sendiri. Dengan kata lain, kalau apologia lebih menekankan pada tindakan dan sikap, maka apologetika adalah refleksi dan
21
pendasaran dari tindakan itu sendiri. Meskipun demikian, dalam pemakaiannya, kedua kata tersebut sering dicampur aduk. Bahkan muncul kebiasaan untuk mengartikan apologetika sebagai refleksi dan sekaligus juga tindakan, sebagai teori juga praktik.
Tujuan dari Apologetika dalam perjalanan sejarahnya juga mendapat warna tambahan dan mempunyai penekanan-penekanan yang berbeda. Misalnya Francis Schaeffer, seorang Apologet terkenal pada abad 20-an, mencoba mendefenisikan tujuan dari apologetika sebagai tindakan untuk mempertahankan kepercayaan dan Pewartaan Injil dalam dunia sekarang dengan cara yang cocok.
Kebenaran kristiani diserang dengan berbagai cara dan argumen. Dengan demikian harus juga dipertahankan dengan berbagai argumen. Tujuannya, bukan hanya memadamkan serangan-serangan yang datang dari agama non-kristen dan kelompok dari ideologi berbeda, tetapi juga merefleksikan strategi/pendekatan, tata cara bagaimana penerapan Injil pada situasi manusia sekarang yang mencari dan mempertanyakan kebenaran kristiani. Dengan demikian apologetika memiliki dimensi yang bersifat mengajar (sistematis) dan sekaligus pewartaan (misionaris). Dari perjalanan sejarah tersebut dapat terlihat bahwa pengertian Apologetika mengalami perluasan makna. Disaat sekarang ini, Apologetika sebagai disiplin ilmu tidak hanya dialamatkan kepada agama-agama dan ideologi yang berbeda saja, tetapi juga untuk umat Kristen sendiri. Apologetika itu harus: pertama, memberikan jawaban terhadap pertanyaan ataupun keluhan, dan sebisa mungkin menolong, memberikan, menawarkan jalan kepada manusia yang non-kristen menuju kelompok yang dikepalai Yesus Kristus.
Kedua, menolong dan memberikan fondasi kepada orang Kristen untuk tetap menjadi orang Kristen walaupun begitu banyak tantangan dan juga godaan.
22
4.5 Awal dari sekolah Alexandria
Sampai pada masa pemerintahan Alexander Agung sudah terdapat pertukaran, pertemuan antara kebudayaan Yunani dan Asia kecil melalui hubungan dagang dan juga sebagai rute transportasi. Melalui kontak tersebut muncul suatu waktu di mana raja menginginkan adanya penyatuan antara Yunani dan bangsa-bangsa Orient.
Pengyunanian Orient semakin jelas secara politik ketika terbentuknya kota-kota Yunani di Mesir, Siria dan Asia kecil. Hal ini berpengaruh pada penduduk yang mau tidak mau harus belajar bahasa Yunani dan sebagian dari mereka dididik dengan model Yunani.
Akibatnya, segala sesuatu coba dimengerti dengan pola pikir/filsafat Yunani. Sebagai satu contohnya adalah terjemahan Kitab Suci Perjanjian Lama ke dalam bahasa Yunani.
Terjemahan tersebut tidak hanya memakai bahasa Yunani saja, tetapi juga isinya dikemas sesuai dengan pemikirannya yang Yunani.
4.6 Krisis Internal: Heresi dan Bidaah 4.6.1 Gnostik
Gnostik atau yang sering dikenal dengan Gnosis (Bahasa yunani: pengetahuan) adalah aliran yang dipengaruhi oleh Mittelplatonismus, khususnya dengan sinkretismenya. Buat aliran ini, kebenaran mewahyukan dirinya dalam waktu dan cara yang berbeda. Karena itu, setiap orang harus selalu mencari kebenaran dalam banyak kepercayaan maupun filsafat. Dengan cara seperti itu, dia akan mendapat pengetahuan (Yunani: Gnosis) yang lebih banyak dan memadai untuk sampai kepada Sang Kebenaran tersebut.
Mengenali dunia dan segala isinya dilukiskan secara singkat:
a. Dunia dengan segala isinya adalah ciptaan yang buruk dari Sang Pencipta ataupun Asistennya, dengan demikian tubuh dianggap negatif.
b. Yesus bukanlah putra Allahnya orang Yahudi. Sebagian beranggapan bahwa Yesus bukanlah Mesias, sebagian besar lagi menggambarkan bahwa dia adalah Demiurgen, Allah yang tingkatannya masih lebih rendah dari Allah tertinggi (Aonen).
c. Demiurgen turun ke dunia. Tetapi dia itu adalah satu elemen asing yang tidak terlihat oleh manusia karena manusia adalah materi yang terbatas.
d. Pewahyuan pada umumnya terjadi secara pribadi.
23
Aliran ini kemudian mendapat perlawanan keras dari pemikir-pemikir Kristiani yang menyatakan bahwa Allah pencipta dunia tidak lain dari pada Allah dan segala dosa, kejahatan adalah kesalahan manusia sendiri.
4.6.2 Manicheismus
Adalah kepercayaan yang diperkenalkan seorang Persia bernama Mani pada masa antike. Muncul pertama kalinya di Persia pada abad ke 3 dan abad ke 4. Ajaran pokok aliran ini berusaha mempertemukan kebenaran dan pengetahuan agama/
kepercayaan lain dengan gereja dan tradisi-tradisi-Nya. Aliran ini dikenal juga dengan sebutan sinkretismus. Mani mengakui dirinya sebagai pengikut pendiri-pendiri agama besar saat itu: Yesus, zarathusta dan siddharta Gautama (Buddha). Karena itu, dalam ajarannya terdapat unsur Zoroatis, Kristiani dan budhisme.
Dunia menurut Mani adalah suatu tempat pertempuran antara cahaya yang bersifat ilahi dengan kerajaan dari kegelapan. Pertempuran dua kekuatan ini mengakibatkan sebagian dari cahaya ilahi diambil dari kegelapan dan dikurung di dalam dunia. Siapa yang membunuh mahluk hidup, bahkan hanya memetik buah saja telah melukai sifat keallahan dan otomatis memperlama cahaya tersebut dikurung di dunia. Hanya terdapat satu cara untuk membebaskan cahaya tersebut dan membawanya ke kerajaan Allah, yaitu melalui kaum-kaum terpilih. Mereka adalah manusia yang tidak melukai hewan, tumbuhan, manusia, dan tidak berhubungan seks. Hanya dengan cara seperti itu, plus doa dan lagu-lagu rohani, mereka membawa cahaya kembali ke kerajaan Allah. Tetapi sebelumnya mereka akan melalui semacam api penyucian sampai mengalami inkarnasi.
4.6.3 Marchionismus
Marcion, lahir sebagai putra Uskup Sinope di Laut Hitam sekitar tahun 85, datang ke Roma sekitar tahun 139 untuk menyebarkan gagasannya sendiri di komunitas Romawi. Ketika dia ditolak dan dikucilkan, dia mendirikan gerejanya sendiri dan berkembang dengan cepat karena kepemimpinannya yang disiplin dan organisasi yang terstruktur baik.
Aliran Marchionismus adalah satu gerakan yang mencoba memisahkan kekristenan dengan agama Yahudi. Aliran ini menamakan dirinya sendiri sebagai gerakan pembaharuan dalam kekristenan yang menolak semua kebiasaan adat istiadat
24
Yahudi dan beberapa kitab Yahudi di dalam perjanjian lama. Pandangannnya tentang Alkitab adalah bahwa Perjanjian Lama bertentangan dengan Perjanjian Baru, Allah dalam Perjanjian Lama adalah Allah yang penuh kejahatan, pemarah, dan jauh berbeda dengan Allah dalam Perjanjian Baru yang penuh kasih, karena itu dia berusaha menyusun kanon Alkitab yang hanya menerima surat-surat Paulus dan Injil Lukas.
Lebih lanjut, ia menolak hukum Taurat dan segala tradisi Yahudi. Kristologi aliran ini menyakini bahwa Kristus tidak dilahirkan dan dibesarkan, melainkan turun dari surga.
4.6.4 Montanismus
Ia adalah seorang imam dari Phirygia Asia Kecil. Ia menjadi orang Kristen pada abad ke 2. Tidak lama setelah pertobatannya, ia menjadi rahib dan mengadakan pembaharuan gereja. Dia mengangap bahwa gereja sudah berjalan pada jalan yang salah, karena itu dia menganggap dirinya perlu mengembalikan gereja pada kesucian yang semula. Dia menganggap dirinya sebagai alat yang dipakai oleh Roh Kudus.
Ajaran aliran ini memberi penekanan pada kepenuhan Roh Kudus dan pekerjaan Roh Kudus. Mereka menganggap Roh Kudus dan Tuhan Yesus adalah satu. Sangat mementingkan nubuat dan kedatangan Kristus. Mereka melakukan askese, berdoa puasa bahkan berdoa sepanjang hari. Mereka sangat mementingkan karunia bernubuat, melakukan mujizat dan tak hentinya menubuatkan hari kedatangan Yesus dalam bentuk akhir zaman. Karena akhir zaman dalam artian akhir dunia tidak kunjung tiba, maka banyak pengikutnya kemudian hari tidak percaya lagi dan keluar dari aliran tersebut.
5. Penganiayaan dan Pengejaran Orang Kristen Pada Masa Kekaisaran Romawi Kekristenan pada awalnya dianggap bukan sebagai ancaman oleh negara.
Kekristenan dianggap hanyalah sekte Yahudi karena itu tidak boleh diganggu karena agama Yahudi saat itu diberi toleransi oleh kerajaan romawi (sebagai "religio licita").
Penganiayaan besar pertama terjadi pada masa Kaisar Nero seorang diktator yang brutal (37-68). Modus pertamanya adalah fitnahan kebakaran kota Roma pada bulan Juli tahun 64 kepada orang-orang Kristen.
25
5.1 Masa Kaisar Nero 37-68 AD
Ia menjadi kaisar 54-68. Ketika usia 16 tahun, menikah dengan putri Claudius bernama Octavia. Pada usia muda ia telah membunuh ibunya, Agripa, kemudian istrinya Octavia, guru filsafatnya Seneca, serta istrinya yang kedua, Popea dll. Pada tahun 61 telah terjadi konflik/kekacauan di kota Roma serta peperangan Armenia. Pada tahun 64 dua pertiga kota Roma terbakar, hal ini disebabkan karena Nero telah menulis syair yang melukiskan keadaan orang yang melarikan diri dari kebakaran, maka ia menyuruh orang membakar kota 9 hari lamanya. Orang-orang romawi menentang perbuatan Nero tersebut. Tidak mau dipersalahkan, Nero kemudian memfitnah dan mempersalahkan orang Kristen sebagai penyebab dari kebakaran tersebut. Saat itu mulailah penganiayaan dan pengejaran terhadap setiap orang Kristen. Sebagai akibat fitnahan, banyak orang Kristen yang dihukum mati, disiksa atau dijadikan hiburan. Nero mengumpulkan orang Kristen dalam Coloseum lalu mengeluarkan singa, harimau, dan serigala untuk menerkam orang-orang Kristen, ada pula yang dibungkus dengan kulit binatang lalu dikeringkan sehingga mati, atau dibiarkan diterjang oleh banteng, juga ada yang dijadikan lilin dengan disirami minyak lalu dibakar pada malam hari. Menurut tradisi, Paulus dan Petrus mati martir di bawah pemerintahan Nero tahun 68. Tidak lama kemudian Praetorian bangkit menentang Nero. Nero melarikan diri, pemerintah menetapkannya sebagai musuh negara. Karena takut, akhirnya Nero mati bunuh diri dalam pelariannya saat usia 31 tahun.
5.2 Masa Kaisar Titus Flavius Domitianus Augustus (51-96 AD).
Ia menjadi Kaisar pada tahun 81-91. Ia mendengar bahwa bangsa Yahudi membicarakan tentang kerajaan Kristus, maka ia takut kehilangan kekuasaan lalu mulai menganiaya orang Kristen, termaksud juga membunuh istri, menantu serta keponakannya yang dianggap sebagai orang Kristen. Sekali peristiwa ia hendak memasukkan Yohanes ke dalam minyak yang mendidih, tiba-tiba terjadi guntur dan halilintar, ia sangat takut, akhirnya membuang Yohanes ke Pulau Patmos. Setelah kaisar ini digulingkan oleh parlemen dan meninggal, barulah Yohanes dapat bebas dari pembuangan di Patmos.
26
5.3 Masa Kaisar Markus Ulpius Trayan (52-117 A.D.)
Ia menjadi Kaisar pada tahun 98-117. Lahir di perbatasan Spanyol dan Italia di Sevilla. Ia seorang tentara profesional dan punya kemampuan berpolitik. Pada mulanya kaisar ini membangun jalan sebagai sarana transportasi dan mementingkan pendidikan, sehingga agama Kristen berkembang dengan pesat pula. Ia bersikap toleran terhadap agama-agama. Penganiayaan mulai terjadi pada masa kaisar ini karena orang Kristen tidak mau menyembah hukum negara dan gambar kaisar. Ignatius dari Anthiokia dan Simon dari Yerusalem mati martir pada masa ini.
5.4 Markus Aurelius Antonius (121-180 A.D).
Ia menjadi kaisar pada tahun 161-180. Lahir di Roma, sebagai seorang yang terpelajar dan memiliki hidup yang sangat berdisiplin. Ia memiliki pengetahuan yang cukup seputar filsafat Stoicisme yang menekankan sikap moral yang tinggi. Sebenarnya ia tidak menentang jemaat Kristen. Penganiayaan dimasanya bermula dari fitnahan bahwa orang Kristen adalah penyebab bencana alam di Roma karena mereka mengejek dewa-dewi Romawi.
5.5 Severus (193-211 A.D.)
Kaisar ini awalnya bersimpati terhadap orang Kristen, namun karena hasutan yang mengatakan bahwa orang Kristen tidak hormat pada raja, tidak menyembah gambar raja, ia memerintahkan membunuh orang-orang yang tidak menyembah kaisar.
5.6 Maximinus Taracian.
Menjadi kaisar pada tahun 235-238. Ia sebagai perwira yang mengadakan pemberontakan dan merebut kekuasaan. Ia seorang yang kejam dan sangat membenci orang Kristen. Ia membakar bangunan gereja dan membunuh pemimpin Kristen, memaksa orang menyembah berhala dan keluar dari gereja. Di kemudian hari, orang- orang yang sudah sempat menyembah berhala ingin kembali ke gereja, tetapi ditanggapi beragam oleh gereja: ada yang mau menerima, ada pula yang menolak, sehingga terjadi dua golongan dalam gereja. pada masa inilah Origenes menerjemahkan Alkitab ke dalam bahasa latin.
27
5.7 Decius Trayanus (201-251 A.D.)
Ia menjadi kaisar pada tahun 249-251. Menganggap agama Kristen sebagai suatu organisasi yang tidak dapat dibiarkan, maka ia berhasrat untuk memusnahkan agama Kristen. Pada tahun 250, ia mengadakan penganiayaan secara besar-besaran. Ia memerintahkan semua penduduk menyembah berhala.
5.8 Valerian (193-269 A.D.).
Menjadi kaisar pada tahun 253-260. Pada mulanya ia sangat simpati terhadap orang kristen. Tetapi tidak lama kemudian dalam negara banyak malapetaka dan bencana alam. Atas usul penasihatnya, orang Kristen haruslah dibasmi sebagai tumbal untuk menghilangkan bencana tersebut. Pada tahun 258, ia mengeluarkan pengumuman untuk membunuh pemimpin gereja dan menyita harta pejabat yang beragama Kristen.
5.9 Aurelius 212 -275 AD, berkuasa 270-275 AD.
Begitu ia naik tahta segera memerintahkan untuk membunuh orang Kristen.
Tidak lama kemudian ia sendiri terbunuh. Gereja mengalami masa damai sekitar 28 tahun.
5.10 Diolexiaon 245-313 AD.
Menjadi kaisar pada 284-305 (nama lengkap Gaius Aurelius Valerius Diocletianus). Lahir di Dalmatia daerah Salona. Mungkin ia adalah anak seorang budak.
Sangat berbakat serta cakap. Pada masa pemerintahannya negara mencapai kejayaan.
Ia mengangkat Maximian sebagai co-emperor, dan Galerius serta Constantinus Chlorus sebagai asisten Kaisar. Ia membagi negara dalam 4 bagian dan 100 provinsi pada tahun 292.
Hal ini menyebabkan pengeluaran negara menjadi sangat besar, tanggungan rakyat serta pajak bertambah pula. Diolexian ingin agar gereja mendukung kekuasaannya. Menantu Diolexian bernama Calerius membenci orang Kristen, ia beranggapan bahwa orang Kristen menghambat kemajuan negara. Karena itu dia mengusulkan kepada Kaisar untuk membunuh orang-orang Kristen. Pada mulanya Kaisar menolak, tetapi pada tahun 305, Kaisar mengeluarkan 4 perintah yang kemudian dilaksanakan pada tahun 304, yaitu:
a. Memusnahkan seluruh gedung gereja, Alkitab, dan tafsiran-tafsiran.
28
b. Memenjarakan semua pimpinan gereja.
c. Membebaskan orang kristen dari penjara jika mau menyembah gambar raja.
d. Orang kristen yang tidak mau menyembah gambar kaisar akan diancam dengan hukuman mati.