See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/342820780
KEGIATAN EKONOMI MASYARAKAT PESISIR DI DAERAH WISATA
Article · July 2020
CITATIONS
0
READS
5,511
6 authors, including:
Jappy Fanggidae
State Polytechnic of Kupang Indonesia 15PUBLICATIONS 68CITATIONS
SEE PROFILE
KEGIATAN EKONOMI
MASYARAKAT PESISIR DI DAERAH WISATA
(Studi Kasus pada Masyarakat Pantai Lasiana di Kelurahan Lasiana, Kota Kupang)
Jappy P. FanggidaE
Dosen Jurusan Administrasi Bisnis Politeknik Negeri Kupang
Abstrak: Penelitian ini menyoroti tentang kegiatan ekonomi masyarakat pesisir yang dilakukan pada bulan Februari 2007 sampai dengan April 2007, di RW 05 dan RW 06 di Kelurahan Lasiana, Kota Kupang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kegiatan ekonomi masyarakat pesisir sebelum dan sesudah ditetapkannya Pantai Lasiana sebagai daerah wisata serta dampaknya terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat di sekitar pantai Lasiana.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam perjalanannya, kegiatan ekonomi masyarakat Pantai Lasiana dapat dibagi dalam 2 masa, yaitu: 1) masa sebelum ditetapkannya pantai Lasiana menjadi daerah wisata pada tahun 1985; dan 2) masa setelah pantai Lasiana ditetapkan menjadi pantai wisata. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang dilakukan memberikan dampak bagi masyarakat pesisir Pantai Lasiana yang dapat ditinjau dari segi sosial dan ekonomi.
Kehadiran obyek wisata dalam suatu wilayah idealnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat di sekitar daerah wisata tersebut. Namun setelah ditetapkannya Pantai Lasiana sebagai daerah wisata pada tahun 1985 hingga sekarang belum dapat meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar. Pengetahuan masyarakat yang masih sangat kurang dalam hal kepariwisataan menyebabkan masyarakat tidak dapat berpartisipasi aktif dalam membentuk jaringan ekonomi yang dapat meningkatkan pendapatan.
Kata kunci : kegiatan ekonomi, masyarakat pesisir, di daerah wisata P E N D A H U L U A N
Berbagai pengalaman menunjukkan bahwa daerah-daerah pesisir yang ada, pada mulanya digunakan sebagai tempat bermukimnya masyarakat nelayan tradisional, yang kemudian dijadikan sebagai lokasi pusat perdagangan dan lokasi wisata. Namun pemanfaatan potensi daerah pesisir secara besar-besaran untuk mendapatkan keuntungan secara ekonomis dalam rangka peningkatan pertumbuhan perekonomian belum banyak dilakukan. Dewasa ini umumnya usaha ekonomi pemanfaatan daerah pesisir ini bergerak di subsektor perikanan dan subsektor pariwisata, yang dapat dimanfaatkan untuk pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.
Sehubungan dengan pentingnya pengembangan daerah pesisir menjadi daerah pariwisata, dan pariwisata kelautan khususnya, maka berbagai pantai yang memiliki potensi wisata telah dialihfungsikan dari sekedar sebagai lokasi penangkapan ikan berubah menjadi daerah wisata. Tercatat sejumlah lokasi wisata laut yang terkenal ke seluruh dunia adalah lokasi wisata Pantai Kuta dan Pantai Nusa Dua Bali. Lokasi wisata ini telah mendatangkan devisa bagi negara yang dapat mendongkrak pertumbuhan ekonomi negara dan khususnya pertumbuhan ekonomi masyarakat yang berdiam di daerah pesisir.
Tentunya, lingkungan pesisir akan memiliki nilai tambah dari aspek estetika yang natural dan apabila dijaga dan dikelola dengan memperhatikan prinsip berkelanjutan akan memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat, terutama bagi masyarakat pesisir.
Berkaitan dengan uraian di atas, pada tahun 1985, Pemerintah Daerah Kabupaten Kupang telah melakukan alih fungsi Pantai Lasiana dari lokasi pemukiman masyarakat menjadi pantai wisata. Dasar dikeluarkannya Perda ini adalah karena Pantai Lasiana dianggap memiliki keunggulan sumber daya alam yang sangat potensial untuk mendatangkan turis manca negara maupun turis lokal. Hamparan pasir putih yang terbentang sekitar 700 meter dan ditumbuhi pohon lontar dan kelapa adalah daya tarik tersendiri bagi pelancong.
Tujuan penetapan Pantai Lasiana sebagai daerah wisata adalah selain untuk menambah pendapatan daerah juga untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat sekitar yang mendiami wilayah tersebut. Hampir semua literatur dan kajian studi lapangan menunjukkan bahwa pembangunan pariwisata pada suatu daerah mampu memberikan dampak-dampak yang dinilai positif, yaitu dampak yang diharapkan, bahkan peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan penerimaan devisa, peningkatan kesempatan kerja dan peluang usaha, peningkatan pendapatan pemerintah dari pajak dan keuntungan badan usaha milik pemerintah dan sebagainya (Pitana, 2005).
Bertolak dari uraian di atas, penulis tertarik untuk mengetahui secara mendalam tentang bagaimana kegiatan ekonomi masyarakat pesisir di daerah wisata serta keterlibatan masyarakat dalam jaringan ekonomi yang tumbuh dengan melakukan studi kasus pada Masyarakat Pantai Lasiana, di Kelurahan Lasiana, Kota Kupang.
METODE PENELITIAN
Guna menjawab masalah dalam penelitian ini, jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Creswell and Miller (2000), penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif merupakan sebuah proses penyelidikan untuk memahami masalah sosial, atau masalah manusia, berdasarkan pada penciptaan gambar holistik yang dibentuk dengan kata-kata, melaporkan pandangan informan secara terperinci, dan disusun dalam sebuah latar ilmiah.
Penelitian dengan pendekatan kualitatif ini akan menggambarkan dan menjelaskan tentang bagaimana kegiatan ekonomi masyarakat pesisir di Pantai Lasiana dan bagaimana dampaknya terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat pesisir di Pantai Lasiana. Untuk itu peneliti memperoleh data, berupa data lisan dari penduduk Pantai Lasiana yang telah berpindah dari satu bentuk usaha ke bentuk usaha lainnya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Proses pengumpulan data pada penelitian ini, dilakukan dengan cara memilih informan yang dianggap mampu memberikan informasi yang dibutuhkan (Sztompka et al., 2004). Adapun yang menjadi pertimbangan dalam penentuan informan adalah pernah melakukan beberapa jenis usaha dan mempunyai banyak pengalaman tentang latar penelitian, jujur, sukarela dan suka bercerita, patuh pada peraturan dan taat pada janji (Maleong Lexy, 2000). Berikut ini adalah data singkat informan kunci yang tampak dalam tabel berikut:
Tabel Data Singkat Informan Kunci
No Nama Pekerjaan/Jabatan Umur
(Thn) 1 Albert Messakh Pensiun PNS, Petani, Ketua LPM Kel. Lasiana 65
2 Max Yakob Dethan Petani, Pedagang, Ojek 46
3 Letji Ndolu-Lusi Pedagang 37
4 Oddie Messakh Pegiat LSM, tokoh pemuda 36
Penulis melakukan pengamatan langsung di lapangan dengan cara menyaksikan dari dekat tentang kegiatan ekonomi yang dilakukan masyarakat Pantai Lasiana. Dalam upaya
mempertanyakan satu pertanyaan pada setiap kesempatan yang berbeda atau mengajukan pertanyaan yang sama kepada masyarakat Pantai Lasiana lainnya. Setelah data dikumpulkan, selanjutnya penulis melakukan analisis secara deskriptif kualitatif, dengan melalui tiga tahap, yaitu: reduksi data; sajian data; dan penarikan kesimpulan (Miles & Huberman, 1994).
Terdapat beberapa kendala yang ditemui dalam pengambilan data dan informasi pada penelitian ini, antara lain: (1) terbatasnya waktu yang tersedia untuk melaksanakan penelitian ini; (2) data tentang masa lalu Pantai Lasiana umumnya berupa cerita lisan, sehingga membutuhkan waktu yang banyak untuk membandingkannya dengan cerita dari sumber lain;
dan (3) adanya kesulitan dalam memperoleh data sekunder yang diperlukan, terutama karena terbatasnya data akurat dari pihak pemerintah mengenai lokasi penelitian.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Jauh sebelum Pantai Lasiana ditetapkan menjadi pantai wisata, Pantai Lasiana telah dihuni oleh penduduk yang berasal dari Pulau Rote. Pada mulanya para penduduk Pantai Lasiana bekerja sebagai petani dengan tanaman utamanya adalah botok (jewawut) dan jagung, di samping mengiris tuak. Selanjutnya dilaporkan oleh Frans et al. (1999) pembukaan sawah di wilayah Pantai Lasiana baru dilakukan pada tahun 1953.
Bertolak dari uraian singkat di atas, dapat diketahui bahwa kegiatan pertanian di Pantai Lasiana pada mulanya berlangsung secara tradisional yang sangat bergantung pada alam dan tenaga manusia dan belum menggunakan pupuk, kemudian berangsur-angsur mengalami perubahan menuju pertanian modern yang menggunakan irigasi, traktor dan pupuk organik. Selain itu, hasil pertanian pada umumnya digunakan untuk keperluan konsumsi sendiri dalam rumah tangga masing-masing petani di Pantai Lasiana.
Bersamaan dengan ditetapkannya pantai Lasiana sebagai daerah wisata, maka peluang berusaha di lokasi daerah wisatapun terbuka. Selain itu, ada beberapa faktor yang mendorong adanya pergantian mata pencaharian oleh warga, antara lain: (a) adanya larangan untuk mengeruk pasir dengan tujuan untuk menghindari abrasi dan kerusakan pantai yang telah ditetapkan menjadi pantai wisata; (b) lokasi yang dulunya merupakan lahan pertanian mulai berangsur-angsur berubah menjadi daerah pemukiman penduduk yang kian meningkat sehingga berakibat semakin sempitnya areal pertanian di pantai wisata; (c) rusaknya hutan bakau yang merupakan media untuk perkembangbiakan ikan sehingga populasi ikan semakin berkurang; (d) adanya larangan untuk menjadikan Pantai Lasiana sebagai tempat berlabuhnya perahu ikan bagi nelayan sekitar Pantai Lasiana.
Sedangkan mereka yang belum memanfaatkan peluang yang tercipta setelah Pantai Lasiana menjadi pantai wisata disebabkan oleh beberapa alasan sebagai berikut: (a) keterbatasan modal untuk membuka usaha dagang; (b) tidak semua penduduk Pantai Lasiana memperoleh peluang untuk berdagang di pantai wisata Lasiana. Misalnya sekitar 40 rumah tangga yang sudah biasa berdagang, baru 19 rumah tangga yang mendapat fasilitas usaha berupa bilik usaha untuk penjualan barang sedangkan 6 rumah tangga lainnya perlu mengeluarkan modal tambahan untuk membangun sendiri tempat usaha untuk menjajakan dagangannya; (c) masih terbatasnya jumlah pengunjung (wisatawan), sehingga bila terlalu banyak pedagang maka barang-barang dagangan yang laku terjual akan semakin sedikit yang kemudian berdampak pada rendahnya pendapatan. Menurut Messakh,
“Masih ada orang yang bertahan jadi petani dan buruh di Pantai Lasiana karena pendapatan pedagang pada hari biasa sangat kecil kecuali pada hari-hari Minggu dan libur saja. Oleh karena itu, sulit sekali jika hanya mengandalkan profesi pedagang makanan kecil ini saja”
Setelah Pantai Lasiana ditetapkan menjadi pantai wisata, walaupun sebenarnya masih ada penduduk Pantai Lasiana yang masih bertahan sebagai nelayan dan sebagai petani, akan tetapi sebagian penduduk Pantai Lasiana mulai memanfaatkan peluang yang tercipta di Pantai Lasiana sebagai pantai wisata. Menyikapi peluang ini, maka sebagian rumah tangga penduduk Pantai Lasiana telah melakukan usaha dagang makanan kecil di kawasan pantai wisata dan keragaman usaha sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Frans et al. (1999), tercatat 35 KK yang membuka usaha perdagangan makanan kecil di pantai pada tahun 1998 dengan menggunakan bangunan seadanya. Dagangan mereka antara lain kelapa muda, jagung bakar, kacang goreng, kue, air mineral kemasan, ikan bakar, siwalan (saboak) dan berbagai jenis minuman botol dan kaleng (Frans et al., 1999).
Saat ini terdapat 40 KK yang terlibat dalam usaha dagang makanan kecil di pantai Lasiana. Mereka semua adalah warga sekitar pantai Lasiana dan kebanyakan dari mereka adalah kaum ibu yang dibantu oleh satu atau dua orang anggota keluarga yang lain. Fasilitas bangunan kios yang mereka tempati dibangun oleh pemerintah sejak tahun 2006. Pedagang dikenakan biaya sewa sebesar Rp. 120.000 per tahun yang dicicil setiap bulannya sebesar Rp.
10.000.
Barang dagangan yang dijajakan di kios-kios sepanjang pantai Lasiana relatif seragam dan dari waktu ke waktu tidak mengalami perubahan. Terdapat pisang bakar, kelapa muda, jagung bakar dan berbagai jenis makanan kemasan lainnya seperti minuman air mineral berbagai kemasan, minuman soda, bir, biskuit, teh botol, roti, rokok dan lain-lain.
Harga pisang bakar berkisar antara Rp. 5.000 – Rp. 10.000, jagung bakar Rp. 2.000, kelapa muda Rp. 2.500.
Hasil penelitian menemukan bahwa sebagian rumah tangga penduduk Pantai Lasiana, yakni 40 KK dari 233 KK di Pantai Lasiana telah memanfaatkan peluang untuk berdagang di Pantai Wisata Lasiana walaupun jenis barang dagangan dan volume penjualannya masih sangat terbatas.
Usaha perdagangan makanan kecil yang berlangsung di Pantai Lasiana sudah dimulai sejak ditetapkannya Pantai Lasiana menjadi pantai wisata. Hal ini dapat disimak dari ungkapan Letji, “Kami mulai berjualan di sini sejak tahun 1985. Awalnya kakak-kakak saya yang berjualan disini, setelah mereka menikah dan tidak berjualan lagi, saya yang melanjutkan usaha berjualan di sini sejak tahun 1989. Keuntungannya lumayan untuk menyambung hidup”.
Kegiatan sebagai pedagang makanan kecil terus berlangsung setiap hari, terutama pada hari Minggu dan hari-hari libur lainnya. Pengunjung yang datang ke Pantai Lasiana pada hari minggu dan hari-hari libur selalu melebihi hari-hari biasa. Walaupun demikian, para pedagang makanan kecil di Pantai Lasiana tetap setia menjajakan dagangannya setiap hari.
Menurut Letji,
“Setiap hari kami berjualan di sini. Kami menganggap usaha di sini seperti berjualan di toko yang harus dijaga terus. Setiap hari setelah kami memasak untuk keluarga, sekitar jam 9 pagi kami langsung datang berjualan, tidak peduli apakah ada pengunjung Pantai Lasiana yang datang membeli atau tidak”.
Adapun beberapa hal yang menjadi alasan penduduk Pantai Lasiana memilih usaha dagang makanan kecil sebagai kegiatan ekonomi yang dilakukan di Pantai Lasiana adalah: (a) usaha ini lebih mudah dibandingkan usaha pertanian, karena tidak kena terik matahari, tidak kena tanah atau lumpur; (b) waktu untuk memperoleh hasil relatif singkat; (c) resikonya juga relatif kecil. Menurut Letji, “Apabila dagangan tidak laku, maka kami makan sendiri. Khusus untuk kelapa, jagung dan pisang yang tidak laku dan tidak dapat dimakan lagi, maka kami jadikan makanan babi”, (d) adanya kemudahan terkait dengan masalah perijinan. Menurut Letji,
“Kami di sini tidak dimintai untuk mengurus ijin lagi di Pemerintah Kota Kupang karena kami dibina
Kegiatan dagang makanan kecil umumnya dilakukan dengan cara: mengumpulkan bahan baku per minggu atau per hari, kemudian mengolah bahan baku menjadi makanan kecil siap saji di lokasi jualan, dan menyuguhkan makanan kecil siap saji kepada pengunjung di lokasi wisata. Menurut Letji,
Setiap minggu kami mencari kelapa muda, pisang masak dan jagung muda. Jika di Lasiana sini tidak cukup, maka kami membelinya dari luar Lasiana, biasanya dari Tarus. Suami saya yang biasa mencari bahan baku ke luar Lasiana. Jika suami saya berhalangan, saya sendiri yang pergi mencari bahan baku. Khusus untuk kelapa biasanya kami dikenakan biaya panjat pohon kepala sebesar Rp. 2.000 per pohon. Harga buah kelapa yang masih di pohon sebesar Rp.
1.000 per buah.
Modal usaha yang diperlukan dalam usaha dagang di Pantai Lasiana biasanya sekitar Rp. 150.000,- per hari. Modal ini digunakan untuk membeli bahan baku tersebut di atas dan untuk biaya pengangkutan dari tempat bahan baku berasal menuju tempat berjualan di Pantai Wisata Lasiana. Modal usaha diperoleh dari beberapa sumber. Menurut Letji,
Untuk modal usaha dagang makanan kecil di sini kami peroleh modal dari beberapa sumber:
(1) proyek pemberdayaan masyarakat pesisir. Setiap orang mendapat pinjaman modal pokok Rp. 2.000.000 dengan setoran bulanan sebesar Rp. 100.000. Dana itu berasal dari ADB (Asian Development Bank) yang penggunaannya diawasi oleh Bappeda Kota Kupang. Setiap kelompok mendapat bantuan sebesar Rp. 10.000.000. Kami di sini ada 6 kelompok. Setiap kelompok sebanyak 5 orang; (2) kami juga menggunakan modal dari Koperasi Loaholu (artinya merangkul, bahasa Rote). Jaminan dapat berupa sertifikat tanah dan lain-lain yang nilai barangnya di atas besarnya modal yang kami ambil. Bunga pinjaman sebesar 1% per bulan dan dibagi untuk masing-masing anggota; (3) Pernah juga kami terima bantuan modal dari Dinas Koperasi untuk KUB yang ada di sini. Pinjaman tersebut tidak dikenakan bunga; (4) Selain bantuan-batuan tersebut, kami juga menabung untuk dijadikan modal usaha, dan kami juga melakukan arisan dan uangnya kami pakai untuk modal usaha.
Kegiatan usaha berjualan makanan kecil yang dilakukan tersebut telah dapat membantu penduduk Pantai Lasiana untuk memperoleh pendapatan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Dalam sehari dapat diperoleh keuntungan bersih yang bersifat fluktuatif, yakni sekitar Rp 25.000,- sampai Rp 150.000,- per hari. Menurut Letji, “Khusus untuk hari Minggu dan hari-hari libur, kami mendapat keuntungan bersih yang cukup besar.
Sedangkan pada hari-hari biasa keuntungannya sangat kecil bahkan kadang-kadang tidak ada sama sekali orang yang datang berbelanja”.
Daya Tarik Pantai Lasiana
Keindahan alam pantai Lasiana sangat membantu menarik pengunjung ke wilayah ini. Banyaknya pohon lontar dan kelapa membuat kawasan ini menjadi sejuk, tidak seperti kebanyakan wilayah Kota Kupang lainnya. Selain itu, pantainya yang luas, bersih dan dihiasi pasir putih halus juga merupakan kelebihan tersendiri.
Seperti dikatakan oleh Yudi Eoh (22 tahun), seorang pemuda yang sering mengunjungi pantai Lasiana pada hari-hari libur,
”Saya senang datang ke (pantai) Lasiana karena di sini saya bisa melihat laut dan bermain di pantai dengan puas. Selain itu, di sini banyak anak muda sebaya yang bisa diajak berkenalan.”
Sedangkan Agus Suleman (33 tahun) memberikan alasan yang berbeda. Menurutnya, Pantai Lasiana adalah lokasi wisata yang paling mudah dikunjungi karena jaraknya yang relatif dekat dibandingkan dengan daerah-daerah wisata lainnya di sekitar Kota Kupang.
Menurutnya,
”Saya senang datang kesini karena ini merupakan tempat wisata yang paling dekat. Mau ke mana lagi untuk berekreasi? Daripada jauh-jauh ke Oenesu atau ke Baumata yang cuma ada kolam renang, lebih baik ke Lasiana saja. Memang, makanannya agak mahal tapi suasananya enak dan jaraknya juga dekat dari rumah saya.”
Pendapat Agus Suleman ini juga senada dengan pendapat beberapa pengunjung lainnya. Umumnya mereka berpendapat bahwa Pantai Lasiana merupakan tujuan wisata bagi Kota Kupang yang paling dekat dan dapat memberikan kenyamanan. Walaupun demikian, masih banyak harapan mereka kepada pihak pengelola untuk bisa menata pantai Lasiana lebih baik lagi.
Yunus Malelak (45 tahun), seorang pemilik koperasi simpan pinjam, berpendapat bahwa Pantai Lasiana mempunyai potensi besar sebagai pantai wisata namun ada beberapa kelemahan yang harus dibenahi. Menurutnya,
”Pantai Lasiana ini bagus dan sejuk sayangnya sudah banyak fasilitas yang rusak dan tidak bisa dipakai lagi. Misalnya kamar mandi dan kamar ganti cuma satu saja sehingga orang banyak yang antri. Di sini juga tidak ada ikan bakar padahal kalau dijual pasti laku karena suasananya sangat mendukung untuk santap ikan bakar. Saya bosan hanya makan jagung bakar, pisang bakar dan minum air kelapa setiap kali datang ke sini”
Dari beberapa pendapat pengunjung di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa daya tarik Pantai Lasiana sebenarnya adalah : (1) Jarak Pantai Lasiana yang lebih dekat dengan pusat Kota Kupang daripada tempat-tempat rekreasi lainnya; (2) Hawa pantai yang sejuk karena dipenuhi oleh pohon-pohon kelapa dan tuak sangat berbeda dengan hawa Kota Kupang pada umumnya yang panas; dan (3) Suasana pantai yang ramai dan dipenuhi oleh warga Kota Kupang sehingga sesama pengunjung dapat saling berinteraksi.
Selain daya tarik pantai yang disebutkan di atas, juga terdapat beberapa kekurangan yang perlu dibenahi oleh pihak pengelola dan warga yang melakukan usaha di pantai Lasiana, yaitu: (1) kerusakan fasilitas-fasilitas yang ada sehingga mengurangi kenyamanan pengunjung; dan (2) kurang bervariasinya jenis barang dagangan yang ditawarkan membuat pengunjung merasa bosan dan mengurangi minat beli pengunjung.
Dampak Kegiatan Ekonomi Masyarakat di Pantai Lasiana
Jika mencermati akan kegiatan ekonomi masyarakat Pantai Lasiana pada masa sebelum Pantai Lasiana ditetapkan menjadi pantai wisata, dapat diketahui bahwa hasil usaha yang diperoleh masyarakat pantai Lasiana adalah hasil pertanian berupa: padi sawah, jagung, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran. Hasil laut berupa: ikan, pasir laut, batu potong dan batu kapur. Hasil-hasil tersebut terutama hasil kegiatan pertanian umumnya digunakan untuk konsumsi sendiri. Sedangkan hasil laut terutama berupa: pasir laut, batu potong dan batu kapur digunakan untuk memperoleh uang guna memenuhi kebutuhan yang memerlukan uang sebagai alat tukar.
Umumnya pekerjaan yang menghasilkan pasir laut, batu potong dan batu kapur hanya merupakan pekerjaan sampingan sehingga dapat dikatakan bahwa pendapatan rata-rata masyarakat berupa uang tidak dapat dipastikan. Sedangkan hasil usaha pertanian dan penangkapan ikan yang merupakan pekerjaan utama masyarakat Pantai Lasiana umumnya dilakukan untuk dikonsumsi sendiri. Karena pada masa itu masyarakat pesisir Pantai Lasiana lebih berusaha untuk mempertahankan hidup apa adanya tanpa mengejar prestasi-prestasi tertentu dalam bidang ekonomi.
Menurut Dethan,
“Pada masa kakek masih hidup, hasil usaha kami, termasuk uang yang kami peroleh hanya digunakan untuk bertahan hidup. Saat itu kami di sini kebanyakan tidak merasakan adanya kebutuhan untuk menyekolahkan anak.”
Bertolak dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa hasil dari kegiatan ekonomi yang berlangsung pada masa sebelum Pantai Lasiana ditetapkan menjadi pantai wisata adalah hasil- hasil pertanian dan hasil laut yang ditujukan hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup pokok untuk dapat bertahan hidup.
Ditetapkannya Pantai Lasiana menjadi pantai wisata menyebabkan adanya perubahan
yang diperoleh, yakni hasil laut hanya berupa ikan karena usaha pengumpulkan pasir, membuat batu potong dan kapur sudah dilarang oleh pemerintah sejak tahun 1984. Akan tetapi pantai wisata membuka peluang usaha dagang makanan kecil untuk memenuhi kebutuhan pengunjung sehingga kegiatan ekonomi masyarakat mengalami perubahan orientasi dari sekedar memperoleh materi untuk kebutuhan pokok ke orientasi untuk memperoleh uang. Motivasi untuk memperoleh uang ini terus mendorong masyarakat Pantai Lasiana untuk mengembangkan usaha-usaha lain yang dapat menghasilkan uang melalui berbagai kegiatan ekonomi, seperti usaha dagang hasil pertanian ke pasar-pasar, usaha ojek, buruh bangunan dan lain-lain.
Menurut Dethan,
“Sekarang kami sudah berubah dan kami sudah merasakan pentingnya sekolah. Sudah banyak contoh yang ada di sekitar kami bahwa ternyata sekolah itu sangat penting untuk masa depan.
Saya dulu itu tidak berpikir untuk sekolah karena menurut saya, untuk apa sekolah tinggi-tinggi ujung-ujungnya untuk mencari uang juga.”
Hasil usaha yang diperoleh dari hasil usaha dagang setelah Pantai Lasiana menjadi pantai wisata digunakan bukan saja untuk sekedar dapat bertahan hidup, tetapi sudah digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain termasuk untuk membiayai kebutuhan pendidikan anak. Terutama sudah ada kesadaran untuk menabung demi masa tua. Menurut Dethan,
Saya sekarang mencari uang juga karena ingin menabung banyak untuk masa depan kami sekeluarga. Saya kan bukan PNS yang bisa menerima pensiun setiap bulannya. Saya juga ingin menyekolahkan anak supaya nasib mereka lebih baik dari saya. Dulu kakek saya tidak menabung untuk hari tua karena mungkin saat itu kakek berpikir bahwa anak-anak dan cucu- cucunya pasti akan merawat beliau di hari tua nanti. Kakek walaupun sudah tua tapi masih tetap bekerja, bisa dikatakan beliau bekerja sampai meninggal, tidak mengenal pensiun. Saat itu kakek sudah terlalu tua untuk mengelola usaha sendiri, maka saya yang dipercaya untuk menjadi “manajer” di laut. Uangnya diserahkan kepada kakek untuk dikelola lagi. Setelah peninggalan kakek tahun 1988, saya yang melanjutkan usaha almarhum. Saya menggunakan uang yang diperoleh untuk membeli tanah sawah, barang emas, perabot rumah tangga, dan beberapa acara pesta syukuran keluarga.
Berdasarkan hasil temuan maka dapat disimpulkan sejumlah dampak ekonomi dari perubahan kegiatan ekonomi tersebut, yakni: (1) masyarakat Pantai Lasiana telah melakukan kegiatan ekonominya dengan berorientasi mencari uang sebagai hal yang utama. Hal ini berbeda dengan sebelumnya dimana kegiatan ekonomi yang ada hanya untuk dapat bertahan hidup dan untuk pesta-pesta syukuran keluarga; (2) Masyarakat Pantai Lasiana sudah mengenal kredit uang untuk menjadi modal usaha dagang atau untuk mengembangkan usaha.
Pada mulanya masyarakat Pantai Lasiana tidak mengenal kredit bahkan tidak biasa meminjam uang kepada kerabat untuk kebutuhan rumah tangga; (3) dengan adanya pantai wisata, sebagian masyarakat Pantai Lasiana mengurangi kegiatan pertanian dan melakukan usaha dagang makanan kecil untuk memperoleh uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya; (4) masyarakat Pantai Lasiana mengurangi kegiatan panangkapan ikan selain karena usaha dagang lebih memberikan kepastian untuk memperoleh uang dibanding dengan nelayan, juga disebabkan karena berkurangnya populasi ikan dan karena nelayan Pantai Lasiana kalah bersaing dalam penggunaan teknologi penangkapan ikan yang lebih canggih; (5) pendapatan yang diperoleh masyarakat Pantai Lasiana sudah dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan sekunder seperti membangun rumah permanen, menyekolahkan anak, membeli sepada motor, dan lain-lain. Hal ini berbeda dengan sebelumnya bahwa pendapatan tidak pasti karena sangat tergantung pada alam, cara pengolelolaan usaha masih bersifat tradisional dan orientasi usaha hanya untuk dapat bertahan hidup.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
Bertolak dari hasil temuan penelitian di atas dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Daya tarik Pantai Lasiana sebagai tempat wisata antara lain: (1) Jarak Pantai Lasiana yang lebih dekat dengan pusat Kota Kupang daripada tempat-tempat rekreasi lainnya; (2) Hawa pantai yang sejuk karena dipenuhi oleh pohon-pohon kelapa dan tuak sangat berbeda dengan hawa Kota Kupang pada umumnya yang panas; dan (3) Suasana pantai yang ramai dan dipenuhi oleh warga Kota Kupang sehingga sesama pengunjung dapat saling berinteraksi
2. Faktor-faktor yang mendorong adanya pergantian mata pencaharian oleh warga setelah pantai Lasiana ditetapkan sebagai daerah wisata antara lain: (a) adanya larangan untuk mengeruk pasir dengan tujuan untuk menghindari abrasi dan kerusakan pantai yang telah ditetapkan menjadi pantai wisata; (b) lokasi yang dulunya merupakan lahan pertanian mulai berangsur-angsur berubah menjadi daerah pemukiman penduduk yang kian meningkat sehingga berakibat semakin sempitnya areal pertanian di pantai wisata; (c) rusaknya hutan bakau yang merupakan media untuk perkembangbiakan ikan sehingga populasi ikan semakin berkurang; (d) adanya larangan untuk menjadikan Pantai Lasiana sebagai tempat berlabuhnya perahu ikan bagi nelayan sekitar Pantai Lasiana.
3. Dampak kegiatan ekonomi tersebut terhadap kondisi ekonomi masyarakat pesisir di Pantai Lasiana adalah: (1) masyarakat Pantai Lasiana telah melakukan kegiatan ekonominya dengan berorientasi mencari uang sebagai hal yang utama; (2) Masyarakat Pantai Lasiana sudah mengenal kredit uang untuk menjadi modal usaha dagang atau untuk mengembangkan usaha, walaupun pada mulanya masyarakat Pantai Lasiana tidak mengenal kredit bahkan tidak biasa meminjam uang kepada kerabat untuk kebutuhan rumah tangga; (3) dengan adanya pantai wisata, masyarakat Pantai Lasiana mengurangi kegiatan pertanian dan lebih banyak melakukan kegiatan dagang makanan kecil untuk memperoleh uang guna memenuhi kebutuhan hidupnya; (4) masyarakat Pantai Lasiana telah mengurangi kegiatan panangkapan ikan dan lebih giat melakukan usaha dagang; (5) pendapatan yang diperoleh masyarakat Pantai Lasiana sudah diarahkan untuk memenuhi kebutuhan sekunder seperti membangun rumah permanen yang lebih layak, menyekolahkan anak, membeli sepeda motor, dan lain-lain.
Saran
Mengingat bahwa perkembangan kegiatan usaha dagang masyarakat pesisir Pantai lasiana masih terbatas pada skala usaha yang terbatas, antara lain karena masih terbatasnya pengunjung, kurangnya fasilitas yang tersedia, serta rendahnya pendidikan dan pengetahuan pedagang, maka dikemukakan beberapa saran sebagai berikut:
1. Kepada Pemerintah Kota Kupang diharapkan meningkatkan upaya sosialisasi tentang potensi wisata yang ada di Pantai Lasiana, sehingga jumlah pengunjung dapat meningkat dan selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir Pantai Lasiana.
2. Kepada Pemerintah Kota Kupang dan lembaga terkait lainnya diharapkan dapat meningkatkan jumlah fasilitas yang tersedia di Pantai Lasiana, sehingga dapat memperlancar kegiatan ekonomi masyarakat Pantai Lasiana serta meningkatkan pengunjung dan selanjutnya dapat meningkatkan pendapatan masyarakat pesisir Pantai Lasiana.
3. Guna mengatasi rendahnya pendidikan dan keterampilan para pedagang di Pantai Lasiana perlu disikapi dengan cara memberikan pelatihan tentang bagaimana mengelola usaha serta diklat tentang teknologi tepat guna, agar dapat meningkatkan keterampilan dalam
Daftar Pustaka
Creswell, J. W., & Miller, D. L. (2000). Determining validity in qualitative inquiry. Theory into practice, 39(3), 124-130.
Frans, J. A., Maku, D., & Leba, J. P. (1999). Partisipasi Masyarakat Dalam Pengambangan Pariwisata dan Jaringan Ekonomi di Kawasan Wisata Pantai Lasiana [Laporan Akhir Hasil Penelitian Universitas Nusa Cendana].
Maleong Lexy, J. (2000). Metode Penelitian Kualitatif. Cetakan II, Bandung: Rosda Karya.
Miles, M. B., & Huberman, A. M. (1994). Qualitative data analysis: An expanded sourcebook. sage.
Pitana, I. (2005). Sosiologi pariwisata.
Sztompka, P., Alimandan, & Santoso, T. B. (2004). Sosiologi perubahan sosial. Prenada Media.