LAPORAN
TEKNOLOGI PENGELOLAAN SAMPAH
DOSEN :
MOHAMAD MIRWAN, ST, MT PRADITYA S. ARDISTY S., ST, MT
ASISTEN DOSEN :
MOHAMAD MIRWAN, ST, MT PRADITYA S. ARDISTY S., ST, MT
DISUSUN OLEH :
IQBAL SYAH PUTRA 20034010012
PUTRI DWI YANTI 20034010020
ALVIA NURIATI RAMADHANI 20034010040
AURELIA ASILAH ZAHRAH 20034010096
RR. GALUH RETNO .C. N. 20034010098
PROGRAM STUDI TEKNIK LINGKUNGAN FAKULTAS TEKNIK
UPN “VETERAN” JAWA TIMUR
ii KATA PENGANTAR
Kami selaku penyusun mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan laporan tugas besar yang berjudul “Perencanaan Teknologi Dan Pengolahan Persampahan”. Penulis mengucapkan terima kasih sebanyak-banyaknya atas terselesaikannya laporan tugas besar ini kepada:
1. Orang tua yang telah memberikan kami dorongan baik moral maupun finansial untuk menyelesaikan tugas besar ini.
2. Bapak M. Mirwan., S.T, M.T., dan Praditya S. Ardisty S., ST, MT selaku Dosen mata kuliah TPS.
3. Teman-teman yang selalu memberikan semangat.
4. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan tugas besar ini.
Laporan ini berisikan tentang system perencanaan dan pengolahan persampahan beserta lampiran gambar dan perhitungannya. Tujuan diadakannya pembuatan laporan adalah untuk mempelajari dan memahami bagaimana cara untuk mengolah persampahan di Kota Probolinggo Kecamatan Mayangan, dan Kecamatan Kanigaran dengan metode-metode yang telah ditentukan.
Penulis menyadari bahwa dalam pembuatan laporan tugas besar ini masih membutuhkan kesempurnaan dan terdapat beberapa kekurangan. Untuk itu penulis memohon kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan laporan tugas besar ini. Pada akhirnya kami berharap laporan tugas besar ini dapat membawa manfaat bagi para pembaca khususnya mahasiswa Teknik Lingkungan UPN
“Veteran” Jawa Timur.
Surabaya, 30 Oktober 2022 Penyusun
iii DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iii
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... viii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ... 3
1.3. Ruang Lingkup ... 3
BAB II KONSEP DAN KRITERIA PENYUSUNAN PERENCANAAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA ... 6
2.1. Periode dan target pelayanan perencanaan ... 6
2.2. Kriteria umum perencanaan sarana dan prasarana persampahan .. 6
2.2.1. Kajian Produksi sampah (Sumber, Karakteristik, Timbulan, dan Komposisi) ... 6
2.2.2. Kajian Proyeksi Penduduk ... 12
2.2.3. Kajian Proyeksi Timbulan... 14
2.3. Kriteria teknis perencanaan sarana prasana persampahan... 15
2.3.1. Pewadahan sampah ... 15
2.3.2. Pengumpulan sampah... 20
2.3.3. Pemindahan sampah ... 24
2.3.4. Pengangkutan sampah ... 28
2.3.5. Pengolahan sampah ... 37
2.3.6. Pemrosesan akhir ... 39
BAB III GAMBARAN UMUM DAERAH PERENCANAAN ... 42
3.1. Wilayah Perencanaan ... 42
3.2. Kondisi Fisik Wilayah ... 42
3.3. Gambaran Umum Pengelolaan Sampah Kota Probolinggo ... 44
3.3.1. Batas Administrasi ... 44
3.3.2. Letak Geografi ... 46
3.3.3. Klimatologi ... 47
3.3.4. Topografi ... 48
3.3.5. Tata Guna Lahan ... 50
iv
3.4. Kondisi Sosial dan Budaya Masyarakat ... 52
3.4.1. Kependudukan atau Kondisi Demografi ... 52
3.4.2. Kondisi Budaya Masyarakat ... 54
3.4.3. Kondisi Fasilitas Umum dan Sosial ... 60
3.5. Kondisi Eksisting Sistem Pengelolaan Sampah ... 62
3.5.1. Sumber Sampah ... 62
3.5.2. Timbulan, Komposisi dan Karakteristik Sampah ... 64
3.5.3. Kondisi Pelayanan atau Pengelolaan Sampah Eksisiting... 68
3.5.4. Kondisi non-teknis ... 73
BAB IV ANALISIS PERENCANAAN AWAL ... 77
4.1. Proyeksi Penduduk dan Fasilitas Umum ... 77
4.1.1. Proyeksi Penduduk ... 77
4.1.2. Proyeksi Fasilitas Umum ... 107
4.2. Perhitungan Timbulan Sampah ... 119
4.2.1. Perhitungan Timbulan Sampah Rumah Tangga ... 119
4.2.2. Perhitungan Timbulan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga...120
4.2.3. Analisis Komposisi dan Karakteristik Sampah ... 130
4.3. Rencana Reduksi Sampah ... 137
4.4. Rencana Tingkat Pelayanan atau Pembagian Zona Pelayanan ... 140
BAB V RENCANA PENGEMBANGAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH ... 143
5.1. Perencanaan Pewadahan ... 143
5.1.1. Pewadahan Sampah Rumah Tangga ... 143
5.1.2. Pewadahan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga ... 144
5.1.3. Persyaratan Sarana Pewadahan ... 144
5.2. Perencanaan Pengumpulan ... 146
5.2.1. Pola Individual Langsung ... 146
5.2.2. Pola Individual Tidak Langsung ... 147
5.2.3. Pola Komunal Langsung ... 147
5.2.4. Pola Komunal Tidak Langsung ... 147
5.3. Perencanaan Pengangkutan ... 148
5.4. Perencanaan Pengelolaan Sampah ... 162
v
5.4.1. Perencanaan Pengolahan Sampah secara TPS 3R ... 162
5.4.2. Perencanaan Pengolahan Sampah secara MRF (Material Recovery Facilty)...163
5.4.3. Perencanaan TPST ... 164
5.4.4. Sistem Operasional Bank Sampah ... 165
5.5. Perencanaan Pemrosesan Akhir ... 169
5.5.1. Analisis Kebutuhan Luas Lahan ... 169
5.5.2. Analisis Penentuan Lokasi TPA ... 172
5.5.3. Perhitungan Produksi Lindi ... 175
5.5.4. Perencanaan Pengelolaan Gas ... 182
BAB VI BOQ DAN RAB ... 185
6.1. Perhitungan BOQ dan RAB ... 185
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN ... 191
7.1. Kesimpulan ... 191
7.2. Saran ... 192
DAFTAR PUSTAKA ... 193
vi DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Aliran Kesetimbangan Bahan ... 10
Gambar 2.2 Pewadahan Sampah ... 15
Gambar 2.3 Pengumpulan Sampah ... 20
Gambar 2.4 Skema Jenjang Pelayanan Masing-masing Pola Operasionl Persampahan ... 21
Gambar 2.5 Pemindahan Sampah ... 24
Gambar 2.6 Pengangkutan Sampah ... 28
Gambar 2.7 Sistem Pengumpulan Individual ... 28
Gambar 2.8 Sistem Transfer Depo Tipe I dan II ... 29
Gambar 2.9 Sistem Pengosongan Kontainer Cara 1... 29
Gambar 2.10 Sistem Pengosongan Kontainer Cara 2... 30
Gambar 2.11 Sistem Pengosongan Kontainer Cara 3... 31
Gambar 2.12 Pengangkutan Kontainer Kecil ... 31
Gambar 2.13 Pengolahan Sampah ... 37
Gambar 2.14 Pewadahan Sampah ... 39
Gambar 3.1 Peta Batas Administrasi Kota Probolinggo ... 44
Gambar 3.2 Peta Topografi Kota Probolinggo ... 48
Gambar 3.3 Peta Tata Guna Lahan Kota Probolinggo ... 50
Gambar 3.4 Kebudayaan Pendalungan ... 57
Gambar 3.5 Tradisi Petik Laut ... 58
Gambar 3.6 Tradisi Upacara Kasada ... 59
Gambar 3.7 Komposisi Sampah Berdasarkan Jenis Sampah ... 66
Gambar 5.1 Pola Pengosongan Bak Kontainer HCS Cara II ... 152
Gambar 5.2 Pola Pengangkutan Sampah Sistem SCS ... 156
Gambar 5.3 Perencanaan Denah TPST ... 165
Gambar 5.4 Alur Operasional Bank Sampah ... 165
Gambar 5.5 Skema Pemilihan Lokasi TPA ... 174
vii Gambar 5.6. Bentuk Saluran Drainase ... 179 Gambar 5.7. Denah Jaringan Ventilasi Gas ... 183
viii DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Timbulan Sampah Kota ... 15
Tabel 2.2 Karakteristik Wadah Sampah ... 17
Tabel 2.3 Contoh Wadah dan Penggunaannya ... 18
Tabel 2.4 Tipe Pemindahan (Transfer) Menurut SNI 19-2454-2002 ... 26
Tabel 2.5 Perbedaan Antara Proses Aerobik dan Anaerobik ... 39
Tabel 3.1. Jumlah Populasi Kota Probolinggo tiap Kecamatan ... 43
Tabel 3.2 Data Suhu, Kelembaban, Kecepatan Angin dan Tekanan Udara Setiap Bulan ... 47
Tabel 3.3 Tinggi Wilayah dan Jarak ke Ibukota Kota Probolinggo ... 49
Tabel 3.4 Luas dan Jenis Penggunaan Lahan (Ha) di Kota Probolinggo ... 51
Tabel 3.5 Data Penduduk Kecamatan Kanigaran Tahun 2015 sampai Tahun 2021 ... 53
Tabel 3.6 Data Penduduk Kecamatan Mayangan Tahun 2015 sampai Tahun 2021 ... 53
Tabel 3.7 Data Fasilitas Umum Kecamatan Kanigaran Tahun 2021 ... 61
Tabel 3.8 Data Fasilitas Umum Kecamatan Mayangan Tahun 2021 ... 61
Tabel 3.9 Besaran Timbulan Sampah Berdasarkan Sumber ... 63
Tabel 3.10 Data Timbulan Sampah di Kota Probolinggo 3 Tahun Terakhir ... 64
Tabel 3.11 Komposisi Sampah beserta % Berat dan % Volumenya ... 65
Tabel 3.12 Komposisi sampah di kota Probolinggo ... 67
Tabel 3.13 Karakteristik Sampah Kota Probolinggo Tahun 2021 ... 68
Tabel 3.14 Data Lokasi TPS Terbuka di Kecamatan Kanigaran dan Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo ... 72
Tabel 3.15 Data TPS 3R di Kota Probolinggo ... 73
Tabel 4.1 Perhitungan Metode Aritmatika Kelurahan Curahgrinting ... 78
Tabel 4.2 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Kanigaran ... 78
ix Tabel 4.3 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Kebonsari Wetan
... 79
Tabel 4.4 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Sukoharjo ... 79
Tabel 4.5 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Kebonsari Kulon ... 80
Tabel 4.6 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Tisnonegaran .... 80
Tabel 4.7 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Wiroborang ... 81
Tabel 4.8 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Jati ... 81
Tabel 4.9 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Sukabumi ... 82
Tabel 4.10 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Mangunharjo .. 82
Tabel 4.11 Perhitungan Rata-rata Laju Pertumbuhan Kelurahan Mayangan ... 83
Tabel 4.12 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Curahgrinting ... 84
Tabel 4.13 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Kanigaran ... 84
Tabel 4.14 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Kebonsari Wetan ... 85
Tabel 4.15 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Sukoharjo ... 85
Tabel 4.16 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Kebonsari Kulon ... 86
Tabel 4.17 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Tisnonegaran ... 86
Tabel 4.18 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Wiroborang ... 87
Tabel 4.19 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Jati ... 87
Tabel 4.20 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Sukabumi ... 88
Tabel 4.21 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Mangunharjo ... 88
Tabel 4.22 Perhitungan Metode Geometri Kelurahan Mayangan ... 89
Tabel 4.23 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Curahgrinting... 91
Tabel 4.24 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Kanigaran ... 91
Tabel 4.25 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Kebonsari Wetan ... 92
Tabel 4.26 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Sukoharjo... 92
Tabel 4.27 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Kebonsari kulon ... 93
Tabel 4.28 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Tisnonegaran ... 93
Tabel 4.29 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Wiroborang ... 94
Tabel 4.30 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Jati ... 94
Tabel 4.31 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Sukabumi ... 95
x Tabel 4.32 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Mangunharjo ... 95 Tabel 4.33 Perhitungan Metode Least Square Kelurahan Mayangan ... 96 Tabel 4.34 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan
Curahgrinting...96 Tabel 4.35 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan Kanigaran ... 97 Tabel 4.36 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan Kebonsari Wetan ... 97 Tabel 4.37 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan Sukoharjo ... 98 Tabel 4.38 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan Kebonsari Kulon ... 98 Tabel 4.39 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan Tisnonegaran ... 99 Tabel 4.40 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan Wiroborang 99 Tabel 4.41 Perhitungan Proyeksi Aritmatika Penduduk Kelurahan Jati ... 100 Tabel 4.42 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan Sukabumi . 100 Tabel 4.43 Perhitungan Proyeksi Penduduk Aritmatika Kelurahan Mangunharjo ... 101 Tabel 4.44 Perhitungan Proyeksi Aritmatika Penduduk Kelurahan Mayangan . 101 Tabel 4.45 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Curahgrinting ... 102 Tabel 4.46 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Kanigaran ... 102 Tabel 4.47 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Kebonsari Wetan ... 103 Tabel 4.48 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Sukoharjo ... 103 Tabel 4.49 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Kebonsari Kulon ... 104 Tabel 4.50 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Tisnonegaran ... 104 Tabel 4.51 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Wiroborang. 105 Tabel 4.52 Perhitungan Proyeksi Geometri Penduduk Kelurahan Jati ... 105 Tabel 4.53 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Sukabumi .... 106
xi Tabel 4.54 Perhitungan Proyeksi Penduduk Geometri Kelurahan Mangunharjo
... 106
Tabel 4.55 Perhitungan Proyeksi Geometri Penduduk Kelurahan Mayangan ... 107
Tabel 4.56 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Curahgrinting .... 109
Tabel 4.57 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Kanigaran ... 110
Tabel 4.58 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Kebonsari Wetan111 Tabel 4.59 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Sukoharjo ... 112
Tabel 4.60 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Kebonsari Kulon 113 Tabel 4.61 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Tisnonegaran ... 114
Tabel 4.62 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Wiroborang ... 115
Tabel 4.63 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Jati ... 116
Tabel 4.64 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Sukabumi ... 117
Tabel 4.65 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Mangunharjo ... 118
Tabel 4.66 Perhitungan Proyeksi Fasilitas Umum Kelurahan Mayangan ... 119
Tabel 4.67 Timbulan Sampah Rumah Tangga ... 120
Tabel 4.68 Timbulan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga... 121
Tabel 4.69 Total Besaran Timbulan Sampah ... 130
Tabel 4.70 Kategori Sampah Kota Probolinggo... 130
Tabel 4.71 Rerata Komposisi Sampah Kota Probolinggo Berdasarkan Atas Prosentase Berat ... 132
Tabel 4.72. Sisa Akhir dan Kandungan Energi Limbah Padat Perkotaan ... 134
Tabel 4.73. Berat Jenis Masing-Masing Karakteristik Sampah ... 135
Tabel 4.74 Kelembaban Sampah Perkotaan ... 135
Tabel 4.75 Hasil Analisa Timbulan Sampah ... 136
Tabel 4.76 Persentase Penanganan Sampah di Sumber ... 138
Tabel 4.77 Perhitungan Material balance Sampah dengan Memperhitungkan Potensi Reduksi ... 139
Tabel 4.78 Tingkat Pelayanan Sampah di Kota Probolinggo ... 140
Tabel 5.1 Pewadahan Sampah Rumah Tangga ... 143
Tabel 5.2 Arti label dan warna pada bak sampah ... 145
xii Tabel 5.3. Data Kendaraan Operasional Pengangkutan Sampah Kota Probolinggo
... 149
Tabel 5.4 Asumsi Perhitungan Haul Time ... 153
Tabel 5.5 Asumsi Perhitungan nilai PHCS ... 154
Tabel 5.6 Asumsi Perhitungan Nilai THCS ... 154
Tabel 5.7 Lokasi TPS Kontainer di Kecamatan Kanigaran dan Kecamatan Mayangan ... 155
Tabel 5.8 Asumsi Perhitungan Haul Time ... 157
Tabel 5.9. Asumsi Perhitungan nilai PSCS ... 158
Tabel 5.10 Asumsi Perhitungan Nilai TSCS ... 158
Tabel 5.11 Rute Pelayanan Angkutan Sampah Kecamatan Kanigaran ... 159
Tabel 5.12 Rute Pelayanan Angkutan Sampah Kecamatan Mayangan ... 159
Tabel 5.13 Banyaknya Timbulan Sampah dan Jumla Ketersediaan Truck Sampah di Kecamatan Kanigaran dan Kecamatan Mayangan Kota Probolinggo ... 160
Tabel 5. 14 Harga Jenis Sampah ... 166
Tabel 6.1 Perhitungan BOQ dan RAB ... 185
Tabel 7.1 Timbulan Setiap Tahun di Kota Probolinggo ... 191
xiii
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah sampah di Indonesia merupakan masalah yang rumit karena kurangnya pengertian masyarakat terhadap akibat-akibat yang dapat ditimbulkan oleh sampah dan kurangnya biaya pemerintah untuk mengusahakan pembuangan sampah yang baik dan memenuhi syarat. Faktor lain yang menyebabkan permasalahan sampah di Indonesia semakin rumit adalah meningkatnya taraf hidup masyarakat yang tidak disertai dengan keselarasan pengetahuan tentang persampahan. Sampah banyak ditemukan pada tempat-tempat umum yang menjadi masalah kesehatan masyarakat yang cukup mendesak. Karena tempat umum merupakan tempat bertemunya segala macam masyarakat. Dengan demikian maka tempat-tempat umum harus memenuhi syarat-syarat kesehatan dalam arti melindungi, memelihara, dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat (Novia et al., 2022).
Permasalahan yang banyak terjadi pada saat ini adalah pengolahan persampahan yang tidak teratur. Sampah dari masyarakat belum dipilah dengan baik, sehingga menyulitkan orang yang mengambil sampah untuk mengambilnya.
Peningkatan volume sampah semakin meningkat berdasarkan semakin meningkatnya penduduk per tahun. Sampah dibagi menjadi sampah anorganik dan organik, sampah organik ini jika tidak diolah akan membusuk dan menyebabkan bau tidak sedap. dan sampah anorganik akan mengganggu pemandangan. Sampah yang tidak diangkut dengan baik, itu akan mengganggu estetika dan kebersihan serta kesehatan masyarakat akan terganggu. Karena di dalam sampah terdapat banyak kuman, virus dan bakteri yang dapat menular ke manusia jika dibiarkan terus menerus di tempat terbuka tanpa diolah (Penelitian et al., 2010).
Pengelolaan sampah membutuhkan partisipasi dari segala aspek masyarakat, baik dari petugas pemerintah daerah maupun partisipasi masyarakat di lingkungan sekitar agar sampah tidak menimbun dan menimbulkan masalah. Untuk melayani masalah persampahan ini, pemerintah atau swadaya masyarakat membuat suatu
2 tempat untuk mengolah sampah di Tempat Pembuangan Sementara (TPS) atau Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Di dalam TPS dan TPA terdapat banyak orang yang berjasa dari mulai pengangkutan sampah dari rumah warga sampai di tahap pembuangan akhir. Tetapi, sistem tersebut masih belum mampu mengatasi permasalahan sampah dengan baik (Ruslinda et al., 2018).
Kota Probolinggo merupakan kota yang dijuluki sebagai kota Bayuangga yang artinya kota bayu atau angin dan angga atau anggur dan mangga. Kota Probolinggo berada di Provinsi Jawa Timur, Indonesia yang terletak sekitar 100 km sebelah tenggara Surabaya, Kota Probolinggo berbatasan dengan Selat Madura di sebelah utara, serta Kabupaten Probolinggo di sebelah timur, selatan, dan barat.
Kota ini merupakan Kota Probolinggo yang terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Kademangan, Kecamatan Kedopok, Kecamatan Wonoasih, Kecamatan Mayangan, dan Kecamatan Kanigaran dan selalu mengalami pertumbuhan penduduk setiap tahunnya. Pertumbuhan penduduk yang tinggi akan menjadi beban tersendiri bagi kota untuk menyiapkan fasilitas-fasilitas tertentu, seperti pendidikan, kesehatan, dan fasilitas umum lainnya. Dengan pertambahan penduduk dan fasilitas tersebut, akan menimbulkan beban sampah di lingkungan sekitar.
Sampah akan mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan dan dapat membahayakan manusia karena potensi sumber penyakit yang ditimbulkan.
Sampah akan menjadi permasalahan yang serius jika tidak tidak ditangani bersama- sama (Purwono et al., 2016).
Peningkatan jumlah penduduk dan penyediaan fasilitas umum sangat dibutuhkan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, serta mendukung fasilitas pengembangan lainnya. Dari uraian kondisi di atas, maka dapat diprediksi bahwa sampah di wilayah Kota Probolinggo akan meningkat dan bervariasi sehingga jika tidak ditangani akan mengakibatkan perubahan keseimbangan lingkungan yang merugikan. Dengan kondisi tersebut, maka pelayanan persampahan menjadi hal yang penting untuk diterapkan. Oleh karena itu, perencanaan pengelolaan dan pengolahan sampah di wilayah tersebut perlu dilakukan, mulai dari pengangkutan dari rumah warga hingga pengolahan di TPA
3 agar permasalahan persampahan dapat diatasi dan tidak menimbulkan pencemaran lingkungan (Purwono et al., 2016).
1.2. Maksud dan Tujuan
Adapun tujuan dari tugas Teknologi dan Pengolahan Persampahan (TPS) antara lain :
1. Menganalisa dan merancang pengelolaan sampah di Kota Probolinggo, meliputi Kecamatan Kemayangan dan Kecamatan Kanigaran sesuai peraturan perundangan.
2. Menentukan cara pengolahan sampah di Kota Probolinggo, meliputi Kecamatan Kemayangan dan Kecamatan Kanigaran yang berprinsip pada ilmu pengetahuan dasar (Fisika, Kimia, Biologi).
1.3. Ruang Lingkup
Ruang lingkup perencanaan Teknologi dan Pengolahan Persampahan (TPS) ini meliputi :
1. Letak Geografis, batas-batas wilayah yang bersangkutan.
2. Data Penduduk, pencatatan jumlah penduduk secara berkelanjutan, mulai tahun 2013 sampai 2021.
3. Data Fasilitas, pencatatan jumlah fasilitas sekolah, peribadatan, kesehatan, dan komersial.
4. Proyeksi Penduduk, memproyeksikan jumlah penduduk di tiap-tiap daerah pada 10 tahun kedepan menggunakan 3 metode.
5. Proyeksi Fasilitas, memproyeksikan jumlah fasilitas pada 10 tahun kedepan.
6. Penentuan kriteria perencanaan, dari menentukan pewadahan, pengumpulan, pemindahan, pengangkutan, pengelolaan sampah sampai pemrosesan akhir.
7. Analisis dan jumlah timbulan yang berasal dari sumber dan jenis timbulan, perhitungan timbulan sampah rumah tangga dan sampah sejenis rumah tangga, reduksi sampah di sumber.
8. Komposisi dan karakteristik pewadahan sampah.
4 9. Perencanaan TPA berupa luas lahan, penentuan lokasi, perhitungan produksi
lindi, serta perencanaan pengolahan gas.
10. Metode perhitungan.
5
6 BAB II
KONSEP DAN KRITERIA PENYUSUNAN PERENCANAAN PENGELOLAAN PERSAMPAHAN KOTA
2.1. Periode dan target pelayanan perencanaan
Pada tugas perencanaan Teknologi Pengelolaan Sampah yang memiliki periode pada tahun 2022 hingga tahun 2032 (sepuluh tahun) dan target pelayanan perencanaan meliputi Kecamatan Kanigaran dan Kecamatan Mayangan yang terletak di Kota Probolinggo. Target pelayanan juga meliputi fasilitas umum seperti, sekolah, tempat peribadaan, Kesehatan dan komersial.
2.2. Kriteria umum perencanaan sarana dan prasarana persampahan 2.2.1. Kajian Produksi sampah (Sumber, Karakteristik, Timbulan, dan
Komposisi) a. Sumber Sampah
Sumber tumbulan sampah dari masyarakat terdiri dari 3 daerah antara lain :
1. Permukiman merupakan biasanya berupa rumah atau apartemen. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain sisa makanan, kertas, kardus, plastik, tekstil, kulit, sampah kebun, kayu, kaca, logam, barang bekas rumah tangga, limbah berbahaya dan sebagainya.
2. Daerah komersial yang meliputi pertokoan, rumah makan, pasar, perkantoran, hotel, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain kertas, kardus, plastik, kayu, sisa makanan, kaca, logam, limbah berbahaya dan beracun, dan sebagainya.
3. Fasilitas umum: seperti penyapuan jalan, taman, pantai, tempat rekreasi, dan lain-lain. Jenis sampah yang ditimbulkan antara lain rubbish, sampah taman, ranting, daun, dan sebagainya.
7 b. Karakteristik Sampah
Sampah mempunyai sifat fisik, kimia, dan biologis. Pengetahuan akan sifat-sifat ini sangat penting untuk perencanaan dan pengelolaan sampah secara terpadu. Sampah diklasifikasikan dalam karakteristiknya sebagai berikut :
1. Karakteristik fisik. Karakteristik fisik sampah meliputi hal-hal dibawah ini :
a. Berat spesifik sampah.
Dinyatakan sebagai berat per unit (kg/m3). Dalam pengukuran berat spesifik sampah, harus disebutkan dimana dan dalam kondisi bagaimana sampah diambil sebagai sampling untuk menghitung berat spesifik sampah.
Berat spesifik sampah dipengaruhi oleh letak geografis, lokasi, jumlah musim, dan lama waktu penyimpanan. Hal ini sangat penting untuk mengetahui volume sampah yang diolah. Penelitian komposisi sampah dengan metode sampling dengan jumlah sampel 100 kg, pengambilan sampel minimal selama seminggu.Pengambilan sampel sampah secara random di TPS dilakukan dengan metode perempatan (quarterly method), yaitu mengaduk serata mungkin, kemudian sampah tersebut dibagi menjadi empat bagian, sedemikian seterusnya sampai diperoleh sampel sebanyak 100 kg.
Penentuan recovery factor (persentase setiap komponen sampah yang masih dapat dimanfaatkan kembali/didaur ulang) dilakukan dengan cara dipilah komponen yang bisa didaur ulang dan dibuat kompos, kemudian ditimbang kembali.
b. Kelembaban
Kelembaban sampah dapat dinyatakan dengan dua cara, yaitu dengan metode berat basah dan metode berat kering. Metode basah dinyatakan dalam persen berat basah bahan, dan metode kering dinyatakan sebagai persen berat kering bahan. Secara umum metode berat basah sering digunakan.
Rumus Kelembaban dari berat basah adalah : M = (𝑤− 𝑑
𝑤 ) × 100 Dimana : M = Kelembaban (%).
8 W = Berat sampah basah (kg)
d = Berat sampah setelah dikeringkan pada suhu 105oC (kg) c. Ukuran partikel
Sangat penting untuk pengolahan akhir sampah, terutama pada tahap mekanis untuk mengetahui ukuran penyaringan dan pemisahan magnetik.
d. Field Capacity
Adalah jumlah air yang dapat tertahan dalam sampah, dan dapat keluar dari sampah akibat daya grafitasi. Field Capacity sangat penting untuk mengetahui komponen lindi dalam landfill. Field Capacity bervariasi tergantung dari perbedaan tekanan dan dekomposisi sampah. Sampah dari daerah permukiman dan komersial yang tanpa pemadatan Field Capacity sebesar 50 % sampai 60 %.
e. Kepadatan sampah.
Konduktifitas sampah sangat penting untuk mengetahui pergerakan dari cairan dan gas dalam landfill.
2. Karakteristik Kimia
Karakteristik kimia sampah sangat penting dalam mengevaluasi proses alternatif dan pilihan pemulihan energi. Apabila sampah digunakan sebagai energi bahan bakar, maka komponen yang harus diketahui adalah analisis proksimasi (kandungan air, kandungan abu dan kandungan karbon tetap), titik abu sampah, analisis ultimasi (persentase C, H, O, N, S, dan abu) dan besarnya energi.
a. Analisis proksimasi.
Bertujuan mengetahui bahan-bahan yang mudah terbakar dan tak mudah terbakar. Biasanya dilakukan tes untuk komponen yang mudah terbakar supaya mengetahui kandungan volatil, kandungan abu, kandungan karbon tetap dan kandungan air.
b. Titik abu sampah.
Adalah temperatur dimana dihasilkan abu dari pembakaran sampah, yang berbentuk padatan dengan peleburan atau penggumpalan. Temperatur berkisar antara 1100oC sampai 1200oC.
9 c. Analisis ultimasi.
Adalah penentuan persentase komponen yang ada dalam sampah seperti persentase C, H, N, S, dan abu. Analisis ultimasi ini bertujuan menentukan karakteristik kimia bahan organik sampah secara biologis.
Misalkan pada komposting perlu diketahui rasio C/N sampah, supaya dapat berlangsung baik.
d. Kandungan energi.
Kandungan energi dari komponen organik dari sampah, dapat ditentukan dengan Bomb Calorimeter.
3. Karakteristik Biologis
Sampah organik memiliki komposisi biologis. Fraksi organik dari sampah dapat dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu :
a. Kandungan terlarut seperti gula, asam amino dan berbagai macam asam organik.
b. Hemiselulosa, yaitu hasil penguraian gula.
c. Selulosa, yaitu hasil penguraian glukosa.
d. Lemak, minyak dan lilin.
e. Lignin, material polimer yang terdiri dari cincin aromatik dengan gugus methoksil. Biasanya terdapat pada kertas, seperti kertas koran dan fiberbroad.
f. Lignoselulosa, kombinasi dari lignin dan selulosa.
g. Protein, yang terdiri dari rantai asam amino.
c. Timbulan Sampah
Timbulan sampah adalah banyaknya sampah yang timbul dari masyarakat dalam satuan volume maupun berat per kapita perhari, atau perluas bangunan, atau perpanjang jalan. Data timbulan sampah sangat penting diketahui untuk menentukan fasilitas setiap unit pengelolaan sampah dan kapasitasnya misalnya fasilitas peralatan, kendaraan pengangkut dan rute angkutan, fasilitas daur ulang, luas dan jenis TPA.
Metode pengukuran timbulan sampah ada beberapa cara, antara lain:
10 1. Load-count analysis/analisis perhitungan beban, yaitu jumlah masing-
masing volume sampah yang masuk ke TPA dihitung dengan mencatat:
volume, berat, jenis angkutan dan sumber sampah, kemudian dihitung jumlah timbulan sampah kota selama periode tertentu.
2. Weight-volume analysis/analisis berat-volume, yaitu jumlah masing- masing volume sampah yang masuk ke TPA dihitung dengan mencatat volume dan berat sampah, kemudian dihitung jumlah timbulan sampah kota selama periode tertentu.
3. Material-balance analysis/analisis kesetimbangan bahan, material- balance analysis menghasilkan data lebih lengkap untuk sampah rumah tangga, industri dan lainnya dan juga diperlukan untuk program daur ulang.
Untuk diagram aliran keseimbangan bahan dapat dilihat pada gambar 2.1.
Gambar 2.1 Aliran Kesetimbangan Bahan
d. Komposisi Sampah
Pengelompokan yang juga sering dilakukan adalah berdasarkan komposisinya, misalnya dinyatakan sebagai % berat (biasanya berat basah) atau % volume (basah) dari kertas, kayu, kulit, karet, plastik, logam, kaca, kain, Penyimpanan Bahan-bahan (bahan baku, produk dan sampah) Outflow (Gas Pembakaran dan Debu) Inflow (bahan) Outflow (Sampah dan Air
11 limbah) Outflow (bahan) Outflow (Produk) makanan, dan lain-lain.
Komposisi dan sifat-sifat sampah menggambarkan keanekaragaman aktifitas manusia. Berdasarkan sifat-sifat biologis dan kimianya, sampah dapat digolongkan sebagai berikut :
- Sampah yang dapat membusuk (garbage), seperti sisa makanan, daun, sampah kebun, sampah pasar, sampah pertanian, dan lain-lain.
- Sampah yang tidak membusuk (refuse), seperti plastik, kertas, karet, gelas, logam, kaca, dan sebagainya.
- Sampah yang berupa debu dan abu.
- Sampah yang mengandung zat-zat kimia atau fisis yang berbahaya.
Disamping berasal dari industri atau pabrik-pabrik, sampah jenis ini banyak pula dihasilkan dari kegiatan kota termasuk dari rumah tangga.
Komposisi sampah juga dipengaruhi beberapa faktor antara lain : - Cuaca : di daerah yang kandungan airnya tinggi, kelembaban sampah
juga akan cukup tinggi.
- Frekuensi pengumpulan : semakin sering sampah dikumpulkan maka semakin tinggi tumpukan sampah terbentuk. Tetapi sampah organik akan berkurang karena membusuk, dan yang akan terus bertambah adalah kertas dan sampah kering lainnya yang sulit terdegradasi.
- Musim : jenis sampah akan ditentukan oleh musim buah-buahan yang sedang berlangsung.
- Tingkat sosial ekonomi : daerah ekonomi tinggi pada umumnya menghasilkan sampah yang terdiri atas bahan kaleng, kertas, dan sebagainya.
- Pendapatan per kapita : masyarakat dari tingkat ekonomi lemah akan menghasilkan total sampah yang lebih sedikit dan homogen.
- Kemasan produk : kemasan produk bahan kebutuhan sehari-hari juga akan mempengaruhi.
12 2.2.2. Kajian Proyeksi Penduduk
Pertambahan penduduk merupakan salah satu faktor penting dalam perencanaan sistem distribusi air minum. Hal ini disebabkan karena pertambahan penduduk dapat mempengaruhi peningkatan kebutuhan air minum pada suatu wilayah. Oleh karena itu perlu adanya proyeksi penduduk dalam perencanaan sistem distribusi. Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi proyeksi penduduk, antara lain jumlah penduduk dalam suatu wilayah, kecepatan pertumbuhan penduduk, dan kurun watu proyeksi (Chamdra et al., 2015).
Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 18 Tahun 2007, Metode pendekatan yang digunakan untuk proyeksi penduduk terdiri dari metode aritmatik, geometrik, dan least square.
a. Metode Aritmatik
Metode ini digunakan apabila pertambahan penduduk relatif konstan tiap tahunnya
Pn = Po + rn Dimana : Pn = jumalah penduduk pada tahun ke- n
Po = jumlah penduduk awal n = periode waktu proyeksi
r = angka pertambahan penduduk/ tahun Rumus diatas pindah dalam bentuk regresi menjadi :
Pn = Po + r n y = a x bx Dimana : Pn = y = jumlah penduduk pada tahun n
Po = b = koefisien
n = x = tahun penduduk yang akan dihitung r = a = koefisien x
b. Metode Geometrik
Metode ini digunakan apabila tingkat pertambahan penduduk naik secara berganda atau berubah secara ekuivalen dari tahun sebelumnya.
Pn = Po (1 + r) 𝑛
13 Dimana : Pn = jumalah penduduk pada tahun ke- n
Po = jumlah penduduk awal n = periode perhitungan
r = angka pertambahan penduduk/ tahun Rumus diatas pindah dalam bentuk regresi menjadi :
log Pn = log Po + r log n log y = a log x + log b Dimana : Log Pn = y = jumlah penduduk pada tahun n
Log Po = b = koefisien
Log n = x = tahun penduduk yang akan dihitung r = a = koefisien x
c. Metode Least Square
Metode ini digunakan untuk garis regresi linier yaitu pertambahan penduduk masa lalu menggambarkan kecenderungan garis linier, meskipun pertambahan penduduk tidak selalu bertambah.
Perhitungan proyeksi penduduk dengan metode least square dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
P = a + (b.t) Dimana : p = nilai variabel berdasarkan garis regresi
t = variabel independen a = konstanta
b = koefisien arah regresi linier dengan rumus:
a = {(∑ 𝑝 (∑ 𝑡2)−(∑ 𝑡)(∑ 𝑝 . 𝑡)}
{𝑛 (∑ 𝑡2−(∑ 𝑡)2} b = {𝑛 (∑ 𝑝 . 𝑡) −(∑ 𝑡)(∑ 𝑝)}
{𝑛 (∑ 𝑡2−(∑ 𝑡)2}
Untuk menentukan metode proyeksi penduduk yang akan digunakan, diperlukan perhitungan harga koefisien korelasi tiap metode proyeksi. Harga koefisien korelasi yang mendekati satu adalah yang paling tepat. persamaan koefisien korelasi adalah sebagai berikut:
14 r = {𝑛 (∑ 𝑝 . 𝑡) −(∑ 𝑡)(∑ 𝑝)}
{𝑛 (∑ 𝑡2−(∑ 𝑡)2} {𝑛 (∑ 𝑝2−(∑ 𝑝)2}0,5 Dimana : n = jumlah data
2.2.3. Kajian Proyeksi Timbulan
Timbulan sampah merupakan banyaknya sampah yang ukur dalam satuan berat atau volume. Tetapi di Indonesia pengukuran timbulan sampah menggunakan satuan volume. Dalam memprediksi timbulan sampah dapat dihitung menggunakan persamaan sebagai berikut:
Qn = Qt (1+Cs)n Dengan
Cs =
[ 1+
𝐶𝑖+𝐶𝑝+𝐶𝑞𝑛
3 ]
[1+𝑝]
Dimana : Qn : timbulan sampah pada n tahun mendatang Qt : timbulan sampah pada tahun awal perhitungan Cs : peningkatan/ pertumbuhan kota
Ci : laju pertumbuhan sektor industri Cp : laju pertumbuhan sektor pertanian Cqn : laju peningkatan pendapatan per kapita P : Laju pertumbuhan penduduk
Beberapa faktor yang mempengaruhi timbulan dan komposisi sampah, yaitu :
a. Kategori kota b. Sumber sampah
c. Jumlah penduduk, yakni apabila jumlah penduduk mengalami peningkatan, maka timbulan sampah juga akanmeningkat;
d. Keadaan sosial ekonomi, semakin tinggi keadaan sosial maupun ekonomi seseorang, maka akan semakin tinggi pula timbulan sampah perkapita yang dihasilkan;
15 e. Kemajuan teknologi, dengan kemajuan teknologi yang semakin pesat
juga akan menambah jumlah dan kualitas sampah
Besarnya timbulan sampah dipengaruhi oleh kategori kota. Pada kota besar timbulan sampah yang dihasilkan akan semakin tinggi, begitu juga sebaliknya. Berikut ini adalah klasifikasi timbulan sampah kota dapat dilihat pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1Timbulan Sampah Kota Klasifikasi
Kota
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Timbulan Sampah (1/o/h)
Timbulan Sampah (kg/o/h) Metropolitan 1.000.000 -
2.500.000 2,75 - 3,25 0,70 - 0,80 Besar 500.000 -
1.000.000 2,75 - 3,25 0,70 - 0,80 Sedang 100.000 - 500.000 2,75 - 3,25 0,70 - 0,80 Kecil < 100.000 2,5 - 2,75 0,625 - 0,70 Sumber : Dirjen Cipta Karya, 2017
2.3. Kriteria teknis perencanaan sarana prasana persampahan 2.3.1. Pewadahan sampah
Gambar 2.2 Pewadahan Sampah
Pewadahan sampah adalah aktivitas menampung sampah sementara dalam suatu wadah individual atau komunal di tempat sumber sampah.
Pewadahan sampah dapat dilakukan secara individual dan komunal.
16 Pewadahan individual adalah aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah khusus untuk dan dari sampah individu.
Sedangkan pewadahan komunal adalah aktivitas penanganan penampungan sampah sementara dalam suatu wadah bersama baik dari berbagai sumber maupun sumber umum. Berikut adalah peruntukan pewadahan sampah secara individual dan komunal (Herlambang & Martono, 2018).
1. Pewadahan Individual
• Diperuntukan bagi daerah permukiman tinggi dan daerah komersial.
• Bentuk yang dipakai tergantung setara dan kemampuan pengadaannya dari pemiliknya.
2. Pewadahan Komunal
• Diperuntukan bagi daerah pemukiman sedang/ kumuh, taman kota, jalan pasar.
• Bentuknya ditentukan oleh pihak instansi pengelola karena sifat penggunaannnya adalah umum.
Adapun kriteria lokasi dan penempatan pewadahan sampah berdasarkan SNI 19- 2454-2002 Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah sebagai berikut :
1. Wadah Individual :
• Halaman depan/muka
• Halaman belakang untuk sumber sampah dari fasilitas hotel dan restoran
2. Wadah Komunal :
• Sedekat mungkin dengan sumber sampah
• Tidak mengganggu pemakai jalan atau sarana umum lainnya
• Di luar jalur lalu lintas dan pada lokasi yang mudah untuk pengoperasiannya
• Di ujung gang kecil
• Di sekitar taman dan pusat keramaian
• Jarak antar wadah sampah
17 Tujuan pewadahan sampah adalah sebagai berikut :
• Untuk menghindari terjadinya sampah yang berserakan sehingga tidak berdampak buruk kepada kesehatan, kebersihan lingkungan, dan estetika.
• Memudahkan proses pengumpulan sampah dan tidak membahayakan petugas pengumpul sampah.
Pola pewadahan sampah harus disesuaikan dengan jenis sampah yang telah terpilah, antara lain :
1. Sampah organik seperti daun sisa, sayuran, kulit buah lunak, sisa makanan dengan wadah warna gelap.
2. Sampah anorganik seperti gelas, plastik, logam, dan lainya, dengan wadah warna terang.
3. Sampah bahan berbahaya beracun rumah tangga (jenis sampah B3), dengan warna merah yang diberi lambing khusus atau semua ketentuan yang berlaku.
Pola pewadahan sampah dapat dibagi dalam individual maupun komunal. Pewadahan dimulai dengan pemilahan baik untuk pewadahan individual maupun komunal sesuai dengan pengelompokkan pengelolaan sampah. Adapun kriteria bahan wadah sampah antara lain:
• Tidak mudah rusak dan kedap air;
• Ekonomis dan mudah diperoleh/dibuat oleh masyarakat; dan
• Mudah dikosongkan.
Tabel 2.2 Karakteristik Wadah Sampah No Karakteristik dan
pola pewadahan Individual Komunal
1. Bentuk / Jenis
Kotak, Silinder, Kontainer, Bin (tong) Semua bertutup, dan kantong plastik.
Kotak, Silinder, Kontainer, Bin (tong) Semua bertutup.
18
2. Sifat
Ringan, mudah pindahkan dan dikosongkan.
Ringan, mudah pindahkan dan dikosongkan.
3. Bahan
Logam, Plastik, Fiber glass, Kayu, Bambu atau Rotan.
Logam, Plastik, Fiber glass, Kayu, Bambu atau Rotan.
4. Volume
• Pemukiman dan toko kecil = 10-40 lt
• Kantor, toko besar, hotel, rumah makan = 100-500 lt
• Pinggir jalan dan taman = 30-40 lt
• Permukiman dan pasar = 100-1000 lt
5. Pengadaan Pribadi, Instansi dan Pengelola.
Instansi dan Pengelola.
Volume untuk ukuran wadah harus ditentukan berdasarkan 1. Jumlah penghuni tiap rumah/sumber lain
2. Tingkat hidup masyarakat
3. Frekuensi pengambilan/ pengumpulan sampah 4. Cara pengambilan sampah (manual/mekanik) 5. Sistem Pelayanan (individual/komunal)
Tabel 2.3 Contoh Wadah dan Penggunaannya No Jenis Wadah Kapasitas
(liter) Pelayanan Umur Wadah (Life Time)
1. Kantong 10-40 1 KK 2-3 Hari
2. Bin/ Tong 40 1 KK 2-3 Tahun
3. Bin 30-40 Pejalan kaki/
Taman 2-3 Tahun
4. Bin 120 2-3 KK 2-3 Tahun
19
5. Bin 240 4-6 KK 2-3 Tahun
6. Kontainer 1000 80 KK 2-3 Tahun
7. Kontainer 500 40 KK 2-3 Tahun
Berdasarkan mekanisme penggunaannya, wadah sampah dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Tetap Model ini disarankan untuk tidak dipergunakan lagi karena :
• Menghambat kecepatan operasional,
• Sulit dikontrol tingkat kebersihannya,
• Dari segi estetika kurang baik.
• Contohnya bak sampah dari pasangan batu bata.
2. Semi tetap
• Sering dimanfatkan untuk menghindari gangguan binatang, bentuk ini masih dianggap lebih baik dari bentuk tetap.
• Tetapi pada umumnya mengalami kesulitan dalam perawatannya.
• Di samping itu, bentuk ini tidak dapat mencegah pencurian (tutup maupun keseluruhan).
• Contoh : tong sampah yang menggunakan tiang penyangga terbuat dari besi, seng, plastik, anyaman bambu, kayu dan lain-lain.
3. Non tetap.
• Sangat fleksibel, tetapi dalam penerapannya harus memperhatikan kondisi sosial budaya dan dampaknya terhadap lingkungan.
• Contoh : kantong plastik, keranjang dan lain-lain.
20 2.3.2. Pengumpulan sampah
Gambar 2.3 Pengumpulan Sampah
Pengumpulan sampah adalah aktivitas penanganan yang tidak hanya mengumpulkan sampah dari wadah individual dan atau dari wadah komunal (Bersama) melainkan juga mengangkutnya ketempat terminal tertentu, baik dengan pengangkutan langsung maupun tidak langsung. Ada beberapa istilaha dalam pengumpulan sampah antara lain mengumpulkan (gathering) atau mengambil (pick up) sampah dari berbagai macam sumber, mengangkut (hauling) sampah-sampah ke lokasi dimana isi dari kendaraan pengumpul dikosongkan, membongkar muatan (unloading) kendaraan pengumpul (Herlambang & Martono, 2018).
Terdapat beberapa pola pengumpulan sampah antara lain :
1. Pola pengumpulan individual langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari rumah -rumah sumber sampah dan diangkut langsung ke tempat pembuangan akhir tanpa melalui kegiatan pemindahan.
2. Pola pengumpulan individual tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing sumber sampah dibawa ke lokasi pemindahan untuk kemudian diangkut ke tempat pembuangan akhir.
3. Pola pengumpulan komunal langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing titik komunal dan diangkut ke lokasi pembuangan akhir.
21 4. Pola pengumpulan komunal tidak langsung adalah kegiatan pengambilan sampah dari masing-masing titik pewadahan komunal ke lokasi pemindahan untuk diangkut selanjutnya ke Tempat Pembuangan Akhir.
Gambar 2.4 Skema Jenjang Pelayanan Masing-masing Pola Operasional Persampahan (Sumber: SK SNI T-13-1990-F)
22 Adapun syarat pengumpulan sampah berdasarkan SNI 19-2454-2002 Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan adalah sebagai berikut:
1. Pola individual langsung dengan persyaratan sebagai berikut :
➢ Kondisi topografi bergelombang (> 15-40%), hanya alat pengumpul mesin yang dapat beroperasi
➢ Kondisi jalan cukup lebar dan operasi tidak mengganggu pemakai jalan lainnya
➢ Kondisi dan jumlah alat memadai
➢ Jumlah timbunan sampah >0,3 m³/ hari
➢ Bagi penghuni yang berlokasi di jalan protocol
2. Pola individual tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut :
➢ Bagi daerah yang partisipasi masyarakatnya pasif
➢ Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
➢ Bagi kondisi topografi relatif datar (rata-rata <5%) dapat menggunakan alat pengumpul non mesin (gerobak, becak)
➢ Alat pengumpul masih dapat menjangkau secara langsung
➢ Kondisi lebar yang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya
➢ Harus ada organisasi pengelola pengumpulan sampah 3. Pola komunal langsung dengan persyaratan sebagai berikut :
➢ Bila alat angkut terbatas
➢ Bila kemampuan pengendalian personel dan peralatan relatif rendah
➢ Alat pengumpul sulit menjangkau sumber-sumber sampah individual (kondisi daerah berbukit, gang/jalan sempit)
➢ Peran serta masyarakat tinggi
➢ Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan lokasi yang mudah dijangkau oleh alat pengangkut (truk)
➢ Untuk permukiman tidak teratur.
4. Pola komunal tidak langsung dengan persyaratan sebagai berikut :
➢ Peran masyarakat tinggi
23
➢ Wadah komunal ditempatkan sesuai dengan kebutuhan dan di lokasi yang mudah dijangkau alat pengumpul
➢ Lahan untuk lokasi pemindahan tersedia
➢ Bagi kondisi topografi relatif datar rata-rata 5% dapat menggunakan cara lain seperti pikulan, kontainer kecil beroda dan karung
➢ Lebar jalan/gang dapat dilalui alat pengumpul tanpa mengganggu pemakai jalan lainnya
➢ Organisasi pengelola harus ada
5. Pola penyapuan jalan dengan persyaratan sebagai berikut :
➢ Mengetahui cara penyapuan untuk setiap daerah pelayanan (perkerasan, tanah, lapangan rumput , dan lain-lain)
➢ Penanganan penyapuan jalan untuk setiap daerah berbeda tergantung pada fungsi dan nilai daerah yang dilayani
➢ Pengendalian personal dan peralatan harus baik
Perencanaan operasi pengumpulan sampah, hal yang perlu diperhatikan sesuai dengan SNI 19-2454-2002 Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan :
a. Rotasi antara 1-4 rit/hari.
b. Periodisasi : 1 hari, 2 hari atau maximal 3 hari sekali, tergantung dari kondisi komposisi yaitu :
1. Semakin besar persentase sampah organic, periodisasi pelayanan maksimal sehari 1 kali,
2. Untuk sampah kering, periode pengumpulannya di sesuaikan dengan jadwal yang telah ditentukan, dapat dilakukan lebih dari 3 hari 1 kali 3. Untuk sampah B3 disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku 4. Mempunyai daerah pelayanan tertentu dan tetap
5. Mempunyai petugas pelaksana yang tetap dan dipindahkan secara periodic
6. Pembebanan pekerjaan diusahakan merata dengan kriteria jumlah sampah terangkut, jarak tempuh dan kondisi daerah
24 Pelaksanaan pengumpulan sampah dapat dilaksanakan oleh institusi kebersihan kota, Lembaga swadaya masyarakat, swasta, masyarakat (oleh RT/RW). Jenis sampah yang terpilah dan bernilai ekonomi dapat dikumpulkan oleh pihak yang berwenang pada waktu yang telah disepakati bersama antara petugas pengumpul dan masyarakat penghasil sampah (Herlambang & Martono, 2018).
2.3.3. Pemindahan sampah
Gambar 2.5 Pemindahan Sampah
Pemindahan sampah merupakan tahapan untuk memindahkan sampah hasil pengumpulan ke dalam alat pengangkut untuk dibawa ke tempat pemrosesan atau ke pembuangan akhir. Pada umumnya pemindahan sampah di kota besar dilakukan oleh petugas kebersihan dengan menggunakan peralatan mekanik maupun manual atau kombinasi keduanya. Lokasi pemindahan sampah hendaknya memudahkan bagi sarana pengumpul dan pengangkut sampah untuk masuk dan keluar dari lokasi pemindahan, dan tidak jauh dari sumber sampah (Herlambang & Martono, 2018). Pemrosesan sampah atau pemilahan sampah dapat dilakukan di lokasi ini, sehingga sarana ini dapat berfungsi sebagai lokasi pemrosesan tingkat kawasan. Pemindahan sampah dilakukan oleh petugas kebersihan, yang dapat dilakukan secara manual atau mekanik, atau kombinasi misalnya pengisian container
25 dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pengangkutan kontainer ke atas truk dilakukan secara mekanis (load haul).
Berdasarkan pedoman dari Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, maka:
• Kriteria Titik Komunal untuk lokasi pengumpulan (1m3, 6m3, 10m3 ) :
➢ Dikosongkan setiap hari minimal dengan frekuensi 1 kali.
➢ Untuk memaksimalkan kebersihan lokasi transfer, perlu ada penjadwalan pengisian dan pengosongan.
➢ Mudah dijangkau, tidak mengganggu arus lalu lintas, atau kenyamanan pejalan kaki.
➢ Terisolasi, tetap bersih.
➢ Pembongkaran titik pemindahan sebaiknya memperhatikan kaidah isolasi pencemaran dan diatur jadwalnya yang tidak mengganggu kenyamanan dan kesehatan masyarakat pemakai jalan dan sekitarnya
• Kriteria tipe tempat penampungan sementara (tipe landasan kontainer, tipe transfer dipo):
➢ Pelataran berdinding: Ukuran panjang dan lebar dibuat sedemikian rupa sehingga memudahkan keluar masuk dan pemuatan truk. Bila pemuatan tidak langsung dilakukan dari gerobak maka harus tersedia tempat khusus penimbunan sampah sementara. Dinding dibuat cukup tinggi sehingga dapat berfungsi sebagai isolator terhadap daerah sekitarnya. Isolasi bertujuan menghilangkan kesan kotor dari kerja pemindahan.
➢ Kontainer muat-hela: Berupa kontainer yang umumnya bervolume 8-10 m3. Gerobak langsung menumpahkan muatannya ke dalam kontainer ini. Setelah penuh maka kontainer ini akan dibawa ke lokasi pembuangan akhir. Metode ini membutuhkan biaya modal yang cukup besar karena dibutuhkan truk dengan tipe khusus (load hauled truck).
26 Pemindahan dan pengangkutan sampah dimaksudkan sebagai kegiatan operasi yang dimulai dari titik pengumpulan terakhir :
• Dari siklus pengumpulan sampai ke TPA atau TPST pada pengumpulan dengan pola individu langsung, atau
• Dari tempat pemindahan atau penampungan sementara (TPS, TPS 3R, SPA) atau tempat penampungan.
Tabel 2.4 Tipe Pemindahan (Transfer) Menurut SNI 19-2454-2002 No Uraian Transfer Depo
Tipe I
Transfer Depo Tipe II
Transfer Depo Tipe III 1. Luas
lahan >200 m2 60 m2 -200 m2 10-20 m2
2. Fungsi
- Tempat pertemuan peralatan pengumpul dan
pengangkutan sebelum pemindahan.
- Tempat penyimpanan atau
kebersihan.
- Bengkel sederhana.
- Kantor wilayah/
pengendali
- Tempat pertemuan peralatan pengumpul dan
pengangkutan sebelum pemindahan.
- Tempat parkir gerobak.
- Tempat pemilahan.
- Tempat pertemuan gerobak dan container (6- 10 m 3 ) - Lokasi
penempatan container komunal (1- 10 m 3 )
27 - Tempat
pemilahan - Tempat
pengomposan
3. Daerah pemakai
- Baik sekali untuk daerah yang mudah mendapat lahan
- Daerah yang sulit untuk mendapatkan lahan yang kosong dan daerah protokol.
Adapun lokasi pemindahan sampah menurut SNI 19-2454-2002 adalah sebagai berikut :
1. Harus mudah keluar masuk bagai sarana pengumpul dan pengangkut sampah.
2. Tidak jauh dari sumber sampah
3. Berdasarkan tipe, lokasi pemindahan terdiri dari :
• Terpusat (transfer depo tipe I)
• Tersebar (transfer depo tipe II atau III)
4. Jarak antara transfer depo untuk tipe T dan II adalah (1,0-1,5) km.
Cara pemindahan sampah menurut SNI 19-2454-2002 dapat dilakukan sebagai berikut :
1. Manual 2. Mekanis
3. Gabungan manual dan mekanis, pengisian container dilakukan secara manual oleh petugas pengumpul, sedangkan pengangkutan container ke atas truk dilakukan secara mekanis (load haul).
28 2.3.4. Pengangkutan sampah
Gambar 2.6 Pengangkutan Sampah
Pengangkutan sampah adalah kegiatan membawa sampah dari lokasi pemindahan atau langsung dari sumber sampah menuju ke tempat pembuangan akhir (Herlambang & Martono, 2018).
2.3.4.1. Pola pengangkutan sampah
Menurut Badan Standarisasi Nasional nomor 19-2454-2002 pola pengangkutan sampah dibedakan menjadi:
1. Pengangkutan sampah dengan sistem pengumpulan individual langsung (door to door), dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Gambar 2.7 Sistem Pengumpulan Individual
a. Truk pengangkut sampah dari pool menuju titik sumber sampah pertama untuk mengambil sampah.
b. Selanjutnya mengambil sampah pada titik sumber sampah berikutnya sampai truk penuh sesuai dengan kapasitasnya.
c. Selanjutnya diangkut ke TPA sampah.
29 d. Setelah pengosongan di TPA, truk menuju ke lokasi sumber sampah
berikutnya sampai terpenuhi ritasi yang telah ditetapkan.
2. Pengumpulan sampah melalui sistem pemindahan di transfer depo tipe I dan II, dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Gambar 2.8 Sistem Transfer Depo Tipe I dan II
a. Kendaraan pengangkut sampah keluar dari pool langsung menuju lokasi pemindahan di transfer depo untuk mengangkut sampah ke TPA.
b. Dari TPA kendaraan tersebut kembali ke transfer depo untuk pengambilan pada rit berikutnya.
3. Pengumpulan sampah dengan sistem kontainer atau HCS (transfer tipe III), dapat dibedakan menjadi beberapa pola pengangkutan sebagai berikut:
a. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 1
Gambar 2.9 Sistem Pengosongan Kontainer Cara 1
30
• Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama (kontainer A).
• Kontainer A isi diangkut ke TPA.
• Kontainer A kosong dari TPA dikembalikan ke tempat semula.
• Kontainer B diangkut ke TPA.
• Kontainer kosong B dikembalikan ke tempat semula.
• Demikian seterusnya sampai rit terakhir dan setelah kontainer kosong terakhir dikembalikan ke tempat semula, kendaraan dikembalikan ke pool.
b. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 2
Gambar 2.10 Sistem Pengosongan Kontainer Cara 2
• Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama (kontainer A).
• Kontainer A diangkut ke TPA.
• Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju lokasi ke dua untuk menurunkan kontainer kosong (kontainer B).
• Kontainer isi B diangkut ke TPA.
• Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir.
• Pada rit terakhir dengan kontainer kosong dari TPA menuju ke lokasi kontainer pertama.
• Kemudian truk kembali ke pool tanpa kontainer.
31 c. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer cara 3
Gambar 2.11 Sistem Pengosongan Kontainer Cara 3
• Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju ke lokasi kontainer A.
• Kontainer isi (A) diganti/diambil dan langsung membawanya ke TPA.
• Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju ke lokasi kontainer B.
• Kontainer isi (B) diganti/diambil dan langsung dibawa ke TPA.
• Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir dan kendaraan kembali ke pool.
d. Pola pengangkutan dengan sistem pengosongan kontainer tetap biasanya untuk kontainer kecil serta alat angkut berupa truk pemadat atau dump truk atau truk biasa.
Gambar 2.12 Pengangkutan Kontainer Kecil
32
• Kendaraan dari pool menuju kontainer pertama, sampah dituangkan ke dalam truk compactor dan meletakkan kembali kontainer yang kosong.
• Kendaraan menuju ke kontainer berikutnya sehingga truk penuh, untuk kemudian langsung. ke TPA.
• Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir.
2.3.4.2. Jenis Kendaraan Pengangkut
1. Amroll Truck : mengangkut sampah dalam kontainer ke TPA. Truk ini dilengkapi mesin pengangkat kontainer.
2. Dump Truck : mengangkut sampah dari TPS ke TPA dengan sistem hidrolik. Truk ini dilengkapi dengan penutup kontainer.
3. Truck Biasa / Pick Up : hanya sebagai pengangkut sampah dari TPS ke TPA, tanpa ada perlakuan lain.
4. Compactor Truck : mengangkut sampah dari transfer depo ke TPA. Truk jenis ini dapat mengkompaksi sampah.
a. Hauled Conteiner System ( HCS )
1. Merupakan sistem pengangkutan dimana tempat sampah dan isinya diangkut ke TPA, dikosongkan dan dikembalikan ke lokasi semula atau diletakkan di lokasi lain.
2. Merupakan sistem yang sesuai untuk digunakan di tempat - tempat dimana laju penimbulan sampah yang tinggi.
3. Mengurangi waktu pengumpulan, karena dilakukan secara mekanik.
4. Mengurangi gangguan estetika.
➢ Jenis kendaraan pengangkut HCS
Hoist Truck : Volume 5,46 - 10,92 m3. Digunakan untuk pengangkutan sampah dilokasi dengan laju penimbulan rata - rata di perkotaan. Dapat juga digunakan untuk mengangkut limbah industri yang dipadatkan.
➢ Kebutuhan Tenaga / Operator
33 1 orang ( pengemudi merangkap operator ), 2 orang ( pengemudi dan operator )
➢ Persyaratan Peralatan
1. Sampah harus tertutup selama pengangkutan, minim ditutup jaring.
2. Tinggi bak maksimum 1,6 m.
3. Disesuaikan dengan kondisi jalan yang akan dilalui.
4. Disesuaikan dengan kemampuan dana pengadaan dan teknik pemeliharan.
➢ Kegiatan - kegiatan yang berlangsung
1. Waktu Pengambilan Sampah (P) : P HCS = t menuju kontainer berikut + t mengambil kontainer berisi sampah + t mengembalikan kontainer setelah dikosongkan
2. Waktu haul (h) HCS = t untuk mencapai TPA (atau TPS) dari lokasi pengambilan sebelumnya + t untuk mencapai lokasi kontainer dari TPA atau TPS
3. At Site (S) = t untuk mengosongkan kontainer di TPA atau TPS (termasuk waktu antri dan cari lokasi parkir)
4. Off – Route (W) = t yang tidak produktif :
- Penting (pengecekan kendaraan, macet, reparasi) - Tidak Penting (makan, ngobrol, dsb)
➢ Pengangkutan Sampah dengan Sistem Kontainer HCS 1. Cara 1
a. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkut sampah ke TPA;
b. Kontainer kosong dikembalikan ketempat semula;
c. Menuju kontainer isi berikutnya untuk diangkut ke TPA;
d. Kontainer kosong dikembalikan ke tempat semula e. Demikian seterusnya sampai rit terakhir
34 2. Cara 2
a. Kendaraan dari pool menuju kontainer isi pertama untuk mengangkat sampah ke TPA;
b. Dari TPA kendaraan tersebut dengan kontainer kosong menuju kelokasi kedua untuk menurunkan kontainer kosong dan membawa kontainer isi untuk diangkut ke TPA;
c. Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir;
d. Pada rit terakhir dengan kontainer kosong dari TPA menuju kelokasi kontainer pertama;
3. Cara 3
a. Kendaraan dari pool dengan membawa kontainer kosong menuju ke lokasi kontainer isi untuk mengganti/mengambil dan langsung membawa ke sampah ke TPA;
b. Kendaraan dengan membawa kontainer kosong dari TPA menuju ke kontainer isi berikutnya;
c. Demikian seterusnya sampai pada rit terakhir;
➢ Analisis Sistem Pengangkutan Sampah Waktu yang dibutuhkan per-trip (T HCS) 1. T HCS = P HCS + S + h à jam/trip
P & S -à konstan
h tergantung pada kecepatan dan jarak 2. h = a + bx
a = konstanta waktu haul (jam/trip) b = konstanta waktu haul (jam/km) x = rata-rata jarak waktu haul (km/trip) h = waktu haul (jam/trip)
Substitusi (2) & (1)
T HCS = P HCS + S + a + bx (3) P HCS = Pc + uc + dbc
Pc = t untuk pengambilan container berisi sampah
35 (jam/trip)
uc = t untuk mengosongkan container berisi sampah (jam/trip)
dbc = t untuk berpindah dari lokasi satu ke lokasi berikutnya
Jumlah trip yang dilakukan per hari (Nd) Nd = [ H (1−W) – (t1 + t2)]
T HCS
H = Jumlah jam kerja/ hari (jam/hr) W = faktor off-route à dirinci tiap kegiatan t1 = t dari garasi ke conteiner 1 (jam) t2 = t dari conteiner terakhir ke garasi (jam) dapat pula dicari dengan persamaan :
Nd = Vd
Cf
Vd = volume sampah yang harus dikumpulkan tiap hari (m3/hr)
C = rata-rata ukuran konteiner (m3/trip)
f = faktor bobot penggunaan conteiner rata-rata f = ( Σ contoh tertentu x jml yang dipakai)
Σ conteiner yang dipakai b. Stationary Container System (SCS)
SCS adalah sistem pengangkutan dengan Conteiner tetap berada di lokasi atau hanya didorong menuju kendaraan pengangkut selama kegiatan pengumpulan berlangsung.
➢ Analisis Sistim Pengangkutan Sampah - SCS SCS (Stationary Container System)
1. Pemuatan Mekanik Waktu per trip
T SCS = P SCS + a + bx
36 (a+bx) juga = h
P SCS = Ct (uc) + (np -1) dbc ct = Σ conteiner yang harus dikosongkan tiap trip
uc = rata-rata waktu yang dibutuhkan untuk mengosongkan conteiner
np = jml lokasi conteiner yang dilayani per-trip
dbc = t yang dibutuhkan untuk mengemudi antar lokasi conteiner (jam/lokasi)
Jumlah conteiner yang dikosongkan/ trip (Ct) Ct = Vr
Cf
V = volume truk pengangkut (m3/trip) r = rasio pemadatan
C = vol. Conteiner (m3/cont)
f = factor bobot penggunaan container 2. Pemuatan Manual
Pada umumnya; H telah ditentukan, faktor-faktor lain telah direncanakan/ diasumsikan
Jumlah lokasi yang dilayani (Np)
Np = 60 x P SCS x n/tp n = jumlah kolektor/ operator
tp = t pengambilan per lokasi, per kolektor tp = dbc + k1.Cn + k2.PRH
dbc = t yang dibutuhkan untuk mengemudi antar lokasi conteiner (jam/ lokasi)
k1 = konstanta yang berhubungan dengan waktu pengambilan/
konteiner (menit/cont)
Cn = jumlah rata-rata conteiner yang dilayani per waktu pengambilan
k2 = konstanta yang berhubungan dengan waktu pengambilan conteiner yang diletakkan di tempat khusus (menit/ PRH)
37 PRH = jumlah lokasi conteiner yang diletakkan di tempat khusus
(samping dan belakang rumah) Ukuran truk (bak truk) yang dibutuhkan :
V = vp x Np r v = volume truk (m3 /trip)
Vp = volume sampah per lokasi (m3 / lokasi) Np = jumlah lokasi per trip (lokasi/ trip) r = ratio pemadatan
2.3.5. Pengolahan sampah
Gambar 2.13 Pengolahan Sampah
Pengolahan sampah adalah suatu proses untuk mengurangi volume/sampah dan atau mengubah bentuk sampah menjadi yang bermanfaat, antara lain dengan cara pembakaran, pengomposan, pemadatan, penghancuran, pengeringan, dan pendaur ulangan (Herlambang & Martono, 2018).
Teknik-Teknik pengolahan sampah dapat berupa, menurut SNI 19- 2454- 2002 Tentang Tata Cara Teknik Operasional Pengelolaan Sampah Perkotaan :
1. Pengomposan :
a. Berdasarkan kapasitas (individual, komunal, skala lingkungan)
38 b. Berdasarkan proses (alami, biologis dengan cacing , biologis dengan
mikroorganisme, tambahan)
2. Insinerasi yang berwawasan lingkungan 3. Daur ulang
a. Sampah anorganik disesuaikan dengan jenis sampah
b. Menggunakan kembali sampah organik sebagai makanan ternak 4. Pengurangan volume sampah dengan pencacahan atau pemadatan 5. Biogasifikasi (pemanfaatan energi hasil pengolahan sampah)
Tujuan dari pengolahan sampah antara lain : meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah, perolehan materi melalui proses recovery dan recycling (misal kertas, plastik, gelas, logam, dan sebagainya), perolehan energi dan produk lain dari proses pembakaran atau pirolisis.
Pengolahan sampah adalah mengubah bentuk sampah menjadi bentuk lain, ada beberapa bentuk pengolahan antara lain :
1. Transformasi fisik :
• Pemilahan
• Reduksi volume
• Pemotongan 2. Transformasi kimia :
• Pembakaran
• Pirolisis
• Gasifikasi
3. Transformasi biologis adalah memanfaatkan aktivitas mikroorganisme untuk mendekomposisi sampah, dengan tujuan utama untuk mengkonversi bahan organik di dalam sampah menjadi produk akhir yang bersifat stabil.
• Komposting, dalam komposting ini terdapat komposting aerobik dan anaerobik. Untuk digestion terdapat low-solid anaerobic digestion dan high-solid anaerobic digestion. Komposting sendiri adalah salah satu metoda dalam pengolahan akhir sampah dengan mendekomposisi sampah (terutama sampah organik yang basah)