• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KELURAHAN MAKASSAR TIMUR KECAMATAN TERNATE TENGAH KOTA TERNATE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KELURAHAN MAKASSAR TIMUR KECAMATAN TERNATE TENGAH KOTA TERNATE"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

i

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KELURAHAN MAKASSAR TIMUR KECAMATAN TERNATE TENGAH KOTA TERNATE

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik (S.T.)

Oleh:

SYAMSUL H. BASRI TJENNO 45 05 042 021

JURUSAN PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS BOSOWA

2018

(2)

i

HALAMAN PENERIMAAN

Berdasarkan surat keputusan Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar, Nomor : A. 160/SK/FT./UNIBOS/III/2018 pada tanggal 23 Maret 2018 tentang PANITIA DAN PENGUJI TUGAS AKHIR MAHASISWA PRODI PERENCANAAN WILAYAH DAN KOTA, maka :

Pada Hari/ Tanggal : Kamis, 26 Maret 2018 Nama Mahasiswa : Syamsul H. Basri Tjenno Nomor Pokok : 45 05 042 021

Telah diterima dan disahkan panitia ujian Skripsi Sarjana Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar, setelah dipertahankan dihadapan Tim Penguji Ujian Skripsi Sarjana dan untuk memenuhi salah satu syarat guna memperoleh gelar Sarjana jenjang Strata Satu (S-1), pada Jurusan Perencanaan Wilayah Dan Kota Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

TIM PENGUJI TUGAS AKHIR

Ketua : Ir. Hj. Rahmawati Rahman, M.Si. .………

Sekretaris : Ir. Syafri, M.Si. ………

Anggota : 1. Ir. Rudi Latief, M.Si. ………

: 2. Jufriadi, ST., M.SP. ………

Disahkan :

Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar

Dr. Ridwan, ST., M.Si NIDN : 09-101271-01

Diketahui : Ketua Jurusan

Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota

Jufriadi, ST., MSP.

NIDN : 09-310168-02

(3)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

ANALISIS TINGKAT PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI KELURAHAN MAKASSAR TIMUR KECAMATAN TERNATE TENGAH KOTA TERNATE

Disusun dan diajukan oleh SYAMSUL H. BASRI TJENNO

45 05 042 021

Telah dipertahankan di depan Panitia Ujian Skripsi Pada tanggal 26 Maret 2018

Menyetujui, Pembimbing I

Ir. Rudi Latief, M.Si.

NIDN : 09-050768-04

Pembimbing II

Jufriadi, ST., MSP.

NIDN : 09-310168-02 Mengetahui;

Dekan Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar

Dr. Ridwan, ST., M.Si.

NIDN : 09-101271-01

Ketua Jurusan

Teknik Perencanaan Wilayah dan Kota

Jufriadi, ST., MSP.

NIDN : 09-310168-02

(4)

iii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Mahasiswa : Syamsul H. Basri Tjenno Stambuk : 45 05 042 0021

Program Studi : Perencanaan Wilayah dan Kota

Menyatakan dengan sebenarnya bahwa skripsi yang saya tulis ini adalah hasil karya saya sendiri, bukan merupakan penggandaan tulisan atau hasil pikiran orang lain. Bila di kemudian hari terjadi atau ditemukan bahwa sebagian atau keseluruhan skripsi ini merupakan hasil karya orang lain, saya bersediah menerima sanksi atas perbuatan tersebut.

Makassar, Penulis

Syamsul H. Basri Tjenno

(5)

iv

ABSTRAK

Syamsul H. Basri Tjenno (4505042021) dengan judul skripsi “Analisis Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Di Kelurahan Makassar Timur Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate” Penelitian ini di bimbing oleh bapak Ir. Rudi Latief. M.Si selaku pembimbing I, Dan Bapak Jufriadi, ST, MSP, selaku pembimbing II. Penelitian ini dilaksanakan di Kelurahan Makassar Timur Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate.

Perkembangan wilayah maupun kota merupakan hal yang meniscayakan terjadinya perubahan, paling umum dapat dikatakan mempengaruhi manusia dan juga lingkungan. Mengenai perbaikan lingkungan telah lama menjadi agenda globa dengn berbagai program diluncurkan dan yang terbaru adalah program pembangunan yang dinamakan SDGS (Sustainable Development Goal), yang memuat beberapa point mengenai penanganan lingkungan yang merupakan kesepakatan 43 negara dunia dan Indonesia termasuk didalamnya. Penelitian ini tidak bermaksud memecahkan masalah inti mengenai sampah yang merusak lingkungan, namun hanya meneliti 1 (satu) aspek saja, yaitu mengenai bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur.

Informasi mengenai lokasi studi dikumpulkan dengan metode observasi lapangan, juga dilakukan wawancara hingga menjadi sampel penelitian. Analisis yang digunakan yaitu analisis deskriptif teoritis mengenai bentuk partisipasi masyarakat dan analisis statistik dengan menggunakan metode pembobotan skala interval. Skala Likert yang digunkan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena social dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur.

Berdasarkan analisa data yang dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur sangat beragam, baik secara langsung maupun tidak langsung.

Adapun tingkat partisipasi masyarakat Kelurahan Makassar Timur dalam pengelolaan sampah masih sangat rendah, hal tersebut tercermin dari kurangnya kesadaran masyarakat menjaga kondisi lingkungan sehingga masih banyak yang membuang sampah pada tempat-tempat yang tidak seharusnya.

Kata Kunci: Partisipasi Masyarakat, Pengelolaan Sampah

(6)

v

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Waarahmatullahi Wabarakatu

Dengan segala kerendahan hati saya mengucapkan ‘Alhamdulillah’

atas rahmat dan pertolongan-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan. Penulis skripsi ini dilakukan dalam rangka salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Teknik (ST) Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Fakultas Teknik Universitas Bosowa Makassar.

Sungguh suatu kenikmatan tersendiri bisa menyelesaikan penelitian kali ini, yang mana bagi penulis hal ini masih terlalu berat. Sudah sejak lama penulis ingin menyeselesaikan penelitian dan menyusun laporan hasi penelitian, namun ada saja berbagai keperluan yang tidak bisa diperbandingkan satu sama lain untuk mencari mana yang utama dan yang mana yang kurang diutamakan. Namun Dengan terselesaikannya penelitian kali ini yang secara pribadi penulis menyadari bahwa ini semua telah jauh melanggar/melewati waktu yang telah ditentukan untuk diselesaikan, namun beranjak dari semua itu penulis sadar bahwa sudah menjadi kewajiban bagi penulis untuk dapat memenuhi kewajiban sebagai mahasiswa yang pada akhirnya harus melakukan penelitian sebagai syarat mutlak dalam menuju jenjang professional atau sebagai langkah tugas penutup strata.

Dalam kesempatan ini, saya ingin menyampaikan ucapan terima kasih atas segala bantuan yang diberikan. Apapun bentuknya, bantuan yang diberikan tersebut kepada saya secara langsung maupun tidak langsung memberikan dorongan atas selesainya penulisan skripsi ini.

Disadari bahwa tanpa semua bantuan itu mulai dari penulisan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk

(7)

vi menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimah kasih kepada :

1. Ir. Rudi Latief, M.Si dan Ir. Jufriadi, MSP selaku dosen pembimbing skripsi yang telah menyediakan waktu, tenaga, perhatian, arahan, masukan, pikiran dan diskusi untuk mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini. Saya sangat mengapresiasi bantuannya mulai dari awal hingga terselesaikannya skripsi ini.

2. Yang tercinta KEDUA ORANG TUA, selaku orang tua penulis yang telah mencurahkan perhatiannya selama ini dan yang dari kejauhan seringkali mengirimkan doa buat anaknya supaya mampu bersabar dalam mengarungi kerasnya hidup hidup diperantauan.

3. YANG TERSAYANG, yang senantiasa menjaga diri dan masih sabar menunggu hingga saat ini, meskipun terkadang terasa berat namun berkat kecintaan yang besar dan berpegang kepada pengetahuan semuanya mampu terlewati.

4. Teman-teman “PLANO CREW 2005” yang sudah seperti saudara buat penulis ; Azis, Maskur, Oncho, Ancha, Saktria, Arfal, Vina, Ferdi, Awam, Rull, Haerul, Alam, Aswin, Aswan, Afdal n Neni, Cawank, dll yang selalu memotivasi walaupun terkadang terdengar seperti menceramahi dan memarahi.

5. Salam Hangat buat Keluarga Besar di Ternate - Bacan, Kakak, Adik dan Saudra/i yang senantiasa berhias senyum saat penulis hadir ditengah-tengah mereka.

6. Kepada rekan-rekan seperjuangan, yang selalu berbesar hati untuk berbagi ILMU dengan adik-adik mahasiswa.

7. Seluruh Dosen di Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bosowa Makassar.

8. Staff Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota Universitas Bosowa Makassar.

(8)

vii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENERIMAAN ... i

HALAMAN PENGESAHAN ... ii

PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI ... iii

ABSTRAK ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 5

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Kegunaan Penelitian ... 5

E. Ruang Lingkup Penelitian ... 6

F. Sistematika Penulisan... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 8

A. Pengertian Partisipasi Masyarakat ... 8

1. Bentuk Dan Jenis Partisipasi Masyarakat ... 15

2. Tingkat Partisipasi Masyarakat ... 16

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat ... 21

B. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah ... 27

1. Manfaat ... 28

2. Tantangan ... 28

3. Syarat Keberhasilan ... 28

(9)

viii 4. Prinsip Dasar Rencana Pengelolaan Sampah Berbasis

Masyarakat ... 31

5. Tantangan Replikasi ... 32

C. Kerangka Pikir Penelitian ... 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 35

A. Jenis Penelitian ... 35

B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 35

C. Populasi dan Sampel ... 39

D. Jenis dan Sumber Data ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 41

F. Instrumen Penelitian ... 42

G. Variabel Penelitian ... 42

H. Analisis Data ... 42

I. Defenisi Operasional... 44

BAB IV HASIL DAN PEMBAHSAN ... 47

A. Tinjauan Umum Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate 47 1. Administrasi dan Geografis ... 47

2. Curah Hujan Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate ... 49

3. Penggunaan Lahan di Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate ... 49

4. Kondisi Kependudukan Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate ... 51

5. Kondisi Pengelolaan Sampah di Kota Ternate ... 55

B. Gambaran Umum Lokasi Studi Kelurahan Makassar Timur, Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate ... 57

1. Administrasi dan Geografis ... 57

2. Sosial dan Kependudukan ... 58

(10)

ix 3. Sarana dan Prasarana Persampahan Di Kelurahan

Makassar Timur ... 59

4. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah ... 60

C. Analisis Bentuk dan Tingkat Partisipasi Masyrakat Dalam Pengelolaan Sampah Di Kelurahan Makassar Timur, Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate ... 65

1. Analisis Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Di Kelurahan Makassar Timur Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate ... 66

2. Analisa Tingkat Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Kelurahan Makassar Timur Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate ... 69

BAB V PENUTUP ... 74

A. Kesimpulan ... 74

B. Saran ... 74

DAFTAR PUSTAKA ... 75

LAMPIRAN... 78

(11)

x

DAFTAR TABEL

Tabel II-1 Berbandingan Antara Partisipasi Sebagai Cara dan

Sebagai Tujuan ... 14

Tabel III-1. Jenis dan Sumber Data ... 40

Tabel III-2 Skor Pilihan Jawaban Kuesioner Positif... 44

Tabel III-3 Bobot Interval dan Penilaian Bobot Interval ... 44

Tabel III-4 Skala Penilaian Tingkat Partisipasi ... 44

Tabel IV-1 Luas Wilayah Daratan Per Kelurahan di Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate Tahun 2016 ... 48

Tabel IV-2 Penggunaan Lahan di Kecamatan Ternate Tengah ... 50

Tabel IV-3 Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk di Kecamatan Ternate Tengah Tahun 2016 ... 52

Tabel IV-4 Jumlah penduduk Kecamatan Ternate Tengah Tahun 2012 – 2016 ... 53

Tabel IV-5 Hasil wawancara kehadiran dalam pertemuan ... 71

Tabel IV-6 Keikutsertaan dalam kerja bakti/ bakti sosial ... 71

Tabel IV-7 Banyaknya masyarakat yang membuang sampah di TPS.. 71

Tabel IV-8 Banyaknya yang memberikan sumbangan dalam bakti sosial... 71

Tabel IV-9 Banyaknya rumah dengan halaman yang kotor ... 71

Tabel IV-10 Nilai bobot hasil wawancara ... 72

Tabel IV-11 Indeks bobot bentuk partisipasi ... 72

Tabel IV-12 Penilaian Tingkat Partisipasi ... 72

(12)

xi

DAFTAR GAMBAR

Gambar II-1 Kerangka Pikir Penelitian ... 34 Gambar IV-1 Diagram Persentase Luas Tiap Kecamatan Terhadap

Kota Ternate ... 48 Gambar IV-2 Persentase Luas Penggunaan Lahan di Kelurahan

Makassar Timur ... 50 Gambar IV-3 Diagram Jumlah Penduduk Kelurahan Makassar TImur

Tahun 2017 ... 53 Gambar IV-4 Tingkat Pertumbuhan Penduduk Kecamatan Ternate

Tengah Dalam 5 Tahun Terahir. ... 54 Gambar IV-5 Grafik Pengelolaan Sampah di Kota Ternate ... 57 Gambar IV-6 Jumlah Penduduk dan kepadatan Menurut RT di

Kelurahan Makassar TImur ... 59

(13)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pelaksanaan pembangunan perkotaan mengacu pada pencapaian tujuan pembangunan yaitu mewujudkan kehidupan masyarakat perkotaan yang mandiri, maju, sejahtera dan berkeadilan. Secara umum pembangunan harus menerapkan prinsip-prinsip desentralisasi, bergerak dari bawah (bottom up), mengikutsertakan masyarakat secara aktif (participatory), dilaksanakan dari dan bersama masyarakat (from and with people) dan koordinasi antar sektor serta kelembagaan yang ada di kota.

Melalui proses semacam ini maka keinginan-keinginan dan kebutuhan masyarakat dapat disalurkan dan diwujudkan dalam program pembangunan kota.

Pembangunan perkotaan tidak akan terlepas dari pengelolaan sampah yang ditimbulkan dari aktivitas perkotaan. Timbulan sampah kota menunjukkan trend yang terus meningkat, sejalan dengan meningkatnya kegiatan pembangunan, pertumbuhan penduduk, dan perubahan pola konsumsi masyarakat. Pengelolaan sampah bila dilakukan dengan kurang baik akan menjadi sumber masalah, baik sosial maupun lingkungan.

Pada hakikatnya pembangunan merupakan suatu rangkaian upaya yang dilakukan secara terus menerus untuk mencapai suatu tingkat kehidupan masyarakat yang sejahtera lahir dan batin. Untuk itu peran serta masyarakat dalam pembangunan sangat diperlukan karena masyarakat merupakan objek sekaligus subjek pembangunan, sehingga berkembanglah model pembangunan partisipatif.

(14)

2 Pembangunan partisipatif merupakan pendekatan pembangunan yang sesuai dengan hakikat otonomi daerah yang meletakkan landasan pembangunan yang tumbuh berkembang dari masyarakat, diselenggarakan secara sadar dan mandiri oleh masyarakat dan hasilnya dinikmati oleh seluruh masyarakat. Sumaryadi (2005,h.87) dalam jurnal Devi Hernawati, Choirul Saleh, Suwondo. Melalui program-program pembangunan partisipatif tersebut diharapkan semua elemen masyarakat dapat secara bersama-sama berpartisipasi dengan cara mencurahkan pemikiran dan sumber daya yang dimiliki guna memenuhi kebutuhannya sendiri.

Pada dasarnya pembangunan dan lingkungan hidup terjalin hubungan saling mempengaruhi. Pembangunan tergantung pada lingkungan dan lingkungan tergantung pada pembangunan. Seperti yang dikemukakan oleh Soemarwoto (1989,h.146) bahwa “pembangunan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh lingkungan hidup. Interaksi antara pembangunan dan lingkungan hidup membentuk sistem ekologi yang disebut ekosistem”. Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan lingkungan merupakan salah satu hal yang menarik untuk dibahas karena kondisi lingkungan di Indonesia sebenarnya sangat memprihatinkan. Lingkungan perkotaan yang baik, bersih dan rapi merupakan idaman bagi semua warga masyarakat. Dengan lingkungan perkotaan yang baik mengakibatkan warga yang menempatinya merasa tentram, aman dan dapat tinggal dengan tenang.

Untuk membangun lingkungan perkotaan yang sesuai dengan keinginan tersebut perlu pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan Undang-undang RI No.18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.

Menurut Pasal 28 Ayat 1 Undang-undang RI No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, yang berbunyi “masyarakat dapat berperan serta dalam pengelolaan sampah yang diselenggarakan Pemerintah dan/atau

(15)

3 Pemerintah Daerah.” Itu artinya bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah sangat dibutuhkan demi terwujudnya lingkungan yang baik sehat, bersih dan rapi.

Kota Ternate merupakan salah satu kota kecil yang berada di Provinsi Maluku Utara. Kota Ternate terdiri dari 6 kecamatan yaitu Kecamatan Ternate Utara, Ternate Selatan, Ternate Tengah, Pulau Ternate, Pulau Moti dan Pulau Batang Dua, dengan total luas wilayah 5.709,58 km2 dengan jumlah penduduk 190.184 jiwa yang mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Kota Ternate juga merupakan salah satu kota yang mengalami pertumbuhan penduduk dan ekonomi yang cukup meningkat kegiatan jasa, industri, bisnis dan sebagainya di wilayah Kota Ternate sehingga akan memicu meningkatnya produksi limbah buangan atau sampah. Pengelolaan sampah di Kota Ternate masih menggunakan pengelolaan sampah yang cukup sederhana, proses pengumpulan sebagaian besar dilakukan dengan pengumpulan sampah pada pewadahan individual dan sisanya menggunakan pewadahan komunal.

Sampah yang dikumpulkan dari setiap pewadahan ini akan diangkut dan dibuang pada Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPA). Sistem pengelolaan sampah yang diterapkan pada TPA di Kota Ternatea dalah Sistem Operasi Open Dumping, ini dilakukan dengan cara sampah dibuang atau ditimbun begitu saja pada lahan TPA. Metode pengelolaan sampah pada TPA dengan metode Open Dumping pada dasarnya memberikan dampak yang negatif pada lingkungan yaitu timbulnya pencemaran udara oleh gas, debu dan bau, cepat terjadi proses timbulnya leachate sehingga menimbulkan pencemaran air tanah, sangat mendorong tumbuhnya sarang-sarang sector penyakit dan mengurangi estetika lingkungan.

(16)

4 Hasil analisis mengenai Indeks Risiko Persampahan di Kota Ternate pada 4 kecamatan Area Studi EHRA Tahun 2014, menunjukkan bahwa Sektor Persampahan juga tidak boleh diabaikan mengingat cakupan Pengelolaan Sampah Tidak Memadai sebesar 38,8 – 51,3%.

Cakupan Frekuensi Pengangkutan Sampah Tidak Memadai, terutama yang diberlakukan pada Strata 0 sebesar 100%,. Cakupan Ketepatan Waktu Pengangkutan Sampah otomatis juga Tidak Memadai sebesar 100%. Adapun Pengelolaan Sampah Setempat Tidak Diolah cakupannya rata-rata sebesar 93%. Hal tersebut akan dapat berdampak buruk terhadap kualitas lingkungan sekitarnya, seperti : Bau, Pemandangan Tidak Sedap, Tempat Perindukan Vektor Penyakit, Rawan Banjir dan Sumber Pencemaran pada Sumber Air Bersih.

Penelitian ini melihat dari sisi partisipasi masyarakat karena didasarkan pada lahirnya Undang-undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah merupakan langkah baru untuk membenahi penyelenggaraan pemerintahan. Melalui otonomi dan desentralisasi yang diharapkan mampu melahirkan partisipasi aktif masyarakat. Serta dalam Undang-undang RI nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah tentang pengelolaan sampah yang harus dilakukan secara komprehensif sejak hulu sampai hilir. Peraturan Daerah Kota Ternate nomor 1 Tahun 2013 tentang pengelolaan sampah untuk meningkatnya upaya pengelolaan sampah, kesadaran dan/atau kepedulian masyarakat untuk menciptakan lingkungan hidup yang bersih dan sehat.

Dengan demikian partisipasi masyarakat sebagai sumber penghasil sampah sangat dibutuhkan, minimal mewadahi sampahnya sendiri. Oleh karena itu, penulis melakukan sebuah penelitian dengan judul yang penulis angkat yaitu “ Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah di Kelurahan Makassar Timur Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara”.

(17)

5 B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang penulis kemukakan diatas maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu :

1. Bagaimanakah bentuk partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur?

2. Bagaimana tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur?

C. Tujuan Penelitian

Sedangkan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu : 1. Untuk Mengetahui bentuk partisipasi masyarakat dalam

pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur?

2. Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur?

D. Kegunaan Penelitian 1. Aspek Teoritis

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi ilmu perencanaan wilayah, khususnya pada konteks partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah. Serta dengan pendekatan jenis partisipasi berupa Pikiran, Tenaga, Pikiran dan tenaga, Keahlian, Barang, dan Uang. Penulis ingin mengkaji partisipasi masyarakat dalam pengelolaan persampahan di Kelurahan Makassar Timur Kota Ternate.

2. Aspek Guna Laksana

Kegunaan dari segi praktis yaitu :

a. Menjadi salah satu masukan untuk dipertimbangkan oleh pengambil kebijakan dalam pelaksanaan program pengelolaan sampah yang pelaksanaannya melibatkan partisipasi masyarakat khususnya di Kota Ternate sehingga

(18)

6 diharapkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah bisa lebih efektif dan berhasil.

b. Menjadi bahan masukan untuk peneliti-peneliti selanjutnya dalam kajian perencanaan wilayah terkait partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini di bagi menjadi dua bagian yaitu ruang lingkup materi dan ruang lingkup wilayah dengan penjabaran sebagai berikut :

1. Ruang Lingkup Materi

Ruang lingkup penelitian merupakan batasan-batasan materi yang di kaji dalam penelitian ini dalam upaya menjawab rumusan masalah. Dengan judul penelitian “Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Sampah Di Kelurahan Makassar Timur Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara)” penulis ingin melihat bentuk dan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur.

2. Ruang Lingkup Wilayah

Sedangkan yang menjadi ruang lingkup wilayah dalam penelitian ini yaitu Kelurahan Makassar Timur Kecamatan Ternate Tengah Kota Ternate, Provinsi Maluku Utara.

F. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan dalam penelitian ini terdiri dari :

BAB I Pendahuluan, berisi tentang latar belakang, rumusan permasalahan, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, ruang lingkup penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB II Kajian Pustaka , yang terdiri dari, Kajian teori dan kerangka pikir penelitian.

(19)

7 BAB III Metodologi Penelitiaan, yang berisi Jenis Penelitiaan, Lokasi dan Waktu Penelitiaan, Populasi dan Sampel, Jenis dan Sumber Data, Teknik Pengumpulan Data, Instrumen Penelitiaan, Variabel Penelitiaan, Analisis Data dan Definisi Operasional.

BAB IV Hasil Dan Pembahasan, yang berisi tentang tinjauan umum Kecamatan Ternate Tengah dan gambaran umum lokasi studi keluraham Makassar Timur meliputi Letak Geografis, Sosial dan Kependudukan, Sarana dan Prasarana persampahan, serta Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah dan pengkajian yang terdiri dari bentuk dan menganalisis tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di Kelurahan Makassar Timur.

BAB V Kesimpulan dan Saran, berisi kesimpulan dari hasil penelitian dan saran yang dapat disampaikan.

(20)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Pengembangan masyarakat harus selalu berupaya untuk memaksimalkan partisipasi, dengan tujuan membuat setiap orang dalam masyarakat terlibat secara aktif dalam proses-proses dan kegiatan masyarakat, serta untuk menciptakan kembali masa depan masyarakat dan individu. Dengan demikian, partisipasi merupakan suatu bagian penting dari pemberdayaan dan penumbuhan kesadaran (Ife, J. Tesoriero F. 2008 : 285). Semakin banyak orang yang menjadi peserta aktif dan semakin lengkap partisipasinya, semakin ideal kepemilikan dan proses masyarakat serta proses-proses inklusif yang akan di wujudkan.

Canter (dalam Arimbi, 1993:1) mendefinisikan partisipasi sebagai feed-forward information and feedback information. Dengan definisi ini, partisipasi masyarakat sebagai proses komunikasi dua arah yang terus menerus dapat diartikan bahwa partisipasi masyarakat merupakan komunikasi antara pihak pemerintah sebagai pemegang kebijakan dan masyarakat di pihak lain sebagai pihak yang merasakan langsung dampak dari kebijakan tersebut. Dari pendapat Canter juga tersirat bahwa masyarakat dapat memberikan respon positif dalam artian mendukung atau memberikan masukan terhadap program atau kebijakan yang diambil oleh pemerintah, namun dapat juga menolak kebijakan.

Berbicara tentang partisipasi masyarakat dalam pembangunan, orang akan menemukan rumusan pengertian yang cukup bervariasi, sejalan dengan luasnya lingkup penggunaan konsep tersebut dalam

(21)

9 wacana pembangunan. (Mikkelsen 1999:64) dalam (Sutami 2009:28) misalnya menginventarisasi adanya enam tafsiran yang berbeda tentang partisipasi yaitu:

a) Partisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat kepada proyek tanpa ikut serta dalam pengambilan keputusan;

b) Partisipasi adalah usaha membuat masyarakat semakin peka dalam meningkatkan kemauan menerima dan kemampuan menanggapi proyek-proyek pembangunan;

c) Partisipasi adalah proses yang aktif, yang mengadung arti bahwa orang atau kelompok terkait mengambil inisiatif dan menggunakan kebebasannya untuk menggunakan hal itu;

d) Partisipasi adalah pemantapan dialog antara masyarakat setempat dengan para staf dalam melakukan persiapan, pelaksanaan dan monitoring proyek, agar memperoleh informasi mengenai konteks lokal dan dampak-dampak sosial;

e) Partsipasi adalah keterlibatan sukarela oleh masyarakat dalam perubahan yang ditentukannya sendiri;

f) Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam pembangunan diri, kehidupan dan lingkungan mereka.

Partisipasi dalam memerima hasil pembangunan dan menilai hasil partisipasi masyarakat menurut Isbandi (2007:27) adalah keikutsertaan masyarakat dalam proses pengidentifikasian masalah dan potensi yang ada di masyarakat, pemilihan dan pengambilan keputusan tentang alternative solusi untuk menangani masalah, pelaksanaan upaya mengatasi masalah, dan ketertiban masyarakat dalam proses mengevaluasi perubahan yang terjadi. Usaha pemberdayaan masyarakat, dalam arti pengelolaan pembangunan desa harus dibangun dengan berorientasi pada potensi viskal, perlibatan masyarakat serta adanya usaha yang mengarah pada kemandirian masyarakat desa. Keikutsertaan masyarakat dalam pelaksanaan pembangunan secara aktif baik pada

(22)

10 pembuatan rencana pelaksanaan maupun penilaian pembangunan menjadi demikian penting sebagai tolak ukur kemampuan masyarakat untuk berinisiatif dan menikmati hasil pembangunan yang telah dilakukan.

Dalam meningkatkan dan mendorong munculnya sikap partisipasi, maka yang perlu dipahami oleh pengembang masyarakat adalah kebutuhan- kebutuhan nyata yang dirasakan oleh individu maupun masyarakat.

Hetifah (dalam Handayani 2006:39) berpendapat, “Partisipasi sebagai keterlibatan orang secara sukarela tanpa tekanan dan jauh dari pemerintah kepentingan eksternal”. Menurut Histiraludin (dalam Handayani 2006:39-40) Partisipasi lebih pada alat sehingga dimaknai partisipasi sebagai keterlibatan masyarakat secara aktif dalam keseluruhan proses kegiatan, sebagai media penumbuhan kohesifitas antar masyarakat, masyarakat dengan pemerintah juga menggalang tumbuhnya rasa memiliki dan tanggung jawab pada program yang dilakukan”. Istilah partisipasi sekarang ini menjadi kata kunci dalam setiap program pemngembangan masyarakat, seolah-olah menjadi “model baru”

yang harus melekat pada setiap rumusan kebijakan dan proposal proyek.

Dalam pengembangannya seringkali diucapkan dan ditulis berulang-ulang tetapi kurang dipraktekkan, sehingga cenderung kehilangan makna.

Partisipasi sepadan dengan arti peran serta, ikut serta, keterlibatan atau proses bersama saling memahami, merencanakan, menganalisis, dan melakukan tindakan oleh sejumlah anggota masyarakat.

Selanjutnya menurut Slamet (2003:8) menyatakan bahwa, partisipasi Valderama dalam Arsito mencatat ada tiga tradisi konsep partisipasi terutama bila dikaitkan dengan pembangunan masyarakat yang demokratis yaitu :

1. Partisipasi politik (political participation)

Partisipasi politik lebih berorientasi pada “mempengaruhi” dan

“mendudukan wakil-wakil rakyat” dalam lembaga pemerintah

(23)

11 ketimbang partisipasi aktif dalam proses-proses kepemerintahan itu sendiri.

2. Partisipasi social (sosial participation)

Partisipasi social, partisipasi ditempatkan sebagai beneficiary atau pihak diluar proses pembangunan dalam konsultasi atau pengambilan keputusan dalam semua tahapan siklus proyek pembangunan dari evaluasi kebutuhan sampai penilaian, pemantauan, evaluasi dan implementasi. Partisipasi sosial sebenarnya dilakukan untuk memperkuat proses pembelajaran dan mobilisasi sosial. Dengan kata lain, tujuan utama dari proses sosial sebenarnya bukanlah pada kebijakan publik itu sendiri tetapi keterlibatan komunitas dalam dunia kebijakan publik lebih diarahkan sebagai wahana pembelajaran dan mobilisasi sosial

3. Partisipasi warga (citizen participation/citizenship)

Partisipasi warga menekankan pada partisipasi langsung warga dalam pengambilan keputusan pada lembaga dan proses pemerintahan.

Partisipasi warga telah mengalih konsep partisipasi dari sekedar kepedulian terhadap penerima derma atau kaum tersisih menuju suatu keperdulian dengan berbagai bentuk keikutsertaan warga dalam pembuatan kebijakan dan pengambil keputusan diberbagai gelanggang kunci yang mempengaruhi kehidupan mereka. Maka berbeda dengan partisipasi sosial, partisipasi warga memang berorientasi pada agenda penentuan kebijakan publik. Partisipasi dapat dijelaskan sebagai masyarakat pembangunan hanyalah menjadikan masyarakat sebagai objek semata. Salah satu kritik adalah masyarakat merasa tidak memiliki dan acuh tak acuh terhadap program pembangunan yang ada. Penempatan masyarakat sebagai subjek pembangunan mutlak diperlukan sehingga masyarakat akan dapat berperan serta secara aktif mulai dari perencanaan, pelaksanaan hingga monitoring dan evaluasi pembangunan. Terlebih apabila akan dilakukan pendekatan pembangunan dengan semangat

(24)

12 lokalitas. Masyarakat lokal menjadi bagian yang paling memahami keadaan daerahnya tentu akan mampu memberikan masukkan yang sangat berharga. Masyarakat lokal dengan pengetahuan serta pengalamannya menjadi modal yang sangat besar dalam melaksanakan pembangunan. Masyarakat lokal lah yang mengetahui apa permasalahan yang dihadapi serta juga potensi yang dimiliki oleh daerahnya. Bahkan pula mereka akan mempunyai pengetahuan lokal untuk mengatasi masalah yang dihadapinya tersebut.

Partisipasi bukan hanya sekedar salah satu tujuan dari pembangunan sosial tetapi merupakan bagian yang integral dalam proses pembangunan sosial. Partisipasi masyarakat berarti eksitensi manusia seutuhnya, tuntutan akan partisipasi masyarakat semakin berjalan seiring kesadaran akan hak dan kewajiban warga Negara. Penyusunan perencanaan partisipasif yaitu dalam perumusan program-program pembangunan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat setempat dilakukan melalui diskusi kelompok-kelompok masyarakat secara terfokus atau secara terarah. Kelompok strategis masyarakat dianggap paling mengetahui potensi, kondisi, masalah, kendala, dan kepentingan (kebutuhan) masyarakat setempat, maka benar-benar berdasar skala prioritas, bersifat dapat diterima oleh masyarakat luas (acceptable) dan dianggap layak dipercaya (reliable) untuk dapat dilaksanakan (implementasi) program pembangunan secara efektif dan efesien, berarti distribusi dan alokasi faktor-faktor produksi dapat dilaksanakan secara optimal, demikian pula pencapaian sasaran peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat, perluasan lapangan kerja atau pengurangan pengangguran, berkembangnya kegiatan lokal baru, peningkatan pendidikan dan kesehatan masyarakat, peningkatan keswadayaan dan partisipasi masyarakat akan terwujud secara optimal pula. Perencanaan program pembangunan disusun sendiri oleh masyarakat, maka selanjutnya implementasinya agar masyarakat juga secara langsung

(25)

13 dilibatkan. Perlibatan masyarakat, tenaga kerja lokal, demikian pula kontraktor lokal yang memenuhi syarat. Selanjutnya untuk menjamin hasil pekerjaan terlaksana tepat waktu, tepat mutu, dan tepat sasaran, peran serta masyarakat dalam pengawasan selayaknya dilibatkan secara nyata, sehingga benar-benar partisipasi masyarakat dilibatkan peran serta mulai penyusunan program, implementasi program sampai kepada pengawasan, dengan demikian pelaksanaan (implementasi) program pembangunan akan terlaksana pula secara efektif dan efesien.

Lebih jauh partisipasi, sebagai suatu konsep dalam pengembangan masyarakat, digunakan secara umum dan luas. Partisipasi adalah sebuah konsep sentral, dan pinsip dasar dari pengembangan masyarakat karena, diantara banyak hal partisipasi terkait erat dengan gagasan Hak Asasi Manusia (HAM). Dalam pengertian ini, partisipasi adalah suatu tujuan dalam dirinya sendiri, artinya partisipasi mengaktifkan ide HAM, hak untuk berpartisipasi dalam demokrasi dan untuk memperkuat demokrasi delibaratif. Sebagai suatu proses dalam pengembangan masyarakat, partisipasi berkaitan dengan HAM. Jika HAM lebih dari sekedar pernyataan dalam deklarasi, yaitu jika partisipasi berakibat membangun secara aktif kultur HAM sehingga menjamin berjalannya proses-proses dalam pengembangan masyarakat secara partisipatif adalah suatu kontribusi signifikan bagi pembangunan kultur HAM, suatu kebudayaan yang partisipasi warganegaranya merupakan proses yang diharapkan dan normal dalam suatu upaya pembuatan keputusan. Dalam artian ini partisipasi adalah alat dan juga tujuan, karena membentuk bagian dari dasar kultur yang membuka jalan bagi tercapainya HAM (J. Tesoriero F.2008 : 295).

Perdebatan mengenai cara dan tujuan telah dilakukan secara kuat dalam pustaka mengenai pembangunan dan pembedaan antara cara dan tujuan merupakan hal yang penting untuk dijelaskan. (Oakley et al 1991)

(26)

14 dalam (J. Tesoriero F.2008 : 296) analisis perbandingan dalam tabel berikut :

Tabel II-1 Berbandingan Antara Partisipasi Sebagai Cara dan Sebagai Tujuan

Partisipasi sebagai Cara Partisipasi Sebagai Tujuan

▪ Berimplikasi pada penggunaan partisipasi untuk mencapai tujuan atau sasaran yang telah di tetapkan sebelumnya

▪ Berupaya memberdayakan rakyat untuk berpartisipasi dalam pembangunan mereka sendiri secara lebih berarti

▪ Merupakan suatu upaya pemanfaatan sumber daya yang ada untuk mencapai tujuan program atau proyek

▪ Berupaya untuk menjamin peningkatan peran rakyat dalam inisiatif-inisiatif pembangunan

▪ Penekanan pada mencapai tujuan dan tidak terlalu pada partisipasi itu sendiri

▪ Fokus pada peningkatan kemampuan rakyat untuk berpartisipasi bukan sekedar mencapai tujuan-tujuan proyek yang sudah di tetapkan sebelumnya

▪ Lebih umum dalam program- program pemerintah, yang pertimbangan utamanya adalah

untuk menggerakkan

masyarakat dan melibatkan mereka dalam meningkatkan efisiensi sistem penyampaian

▪ Pandangan ini relatif kurang disukai oleh badan-badan pemerintah. Pada prinsipnya LSM setuju dengan pandangan ini

▪ Partisipasi umumnya jangka pendek

▪ Partisipasi di pandang sebagai suatu proses jangka panjang

▪ Partisipasi sebagai cara merupakan bentuk pasif dari partisipasi

▪ Partisipasi sebagai tujuan relatif, lebih aktif dan dinamis.

Sumber: Oakley et al 1991 dalam (Ife, J. Tesoriero F.2008 : 296).

(27)

15 (Uphoff dan Cohen 1997) dalam (J. Tesoriero F .2008:296) menekankan pada rakyat memiliki peran dalam pembuatan keputusan.

(Pearse dan Stifel 2002) dalam (J. Tesoriero F.2008:296) memfokuskan pada rakyat yang biasanya tidak dilibatkan memiliki kendali terhadap sumber daya dan institusi. (Paul 2002) dalam (J. Tesoriero F 2008:297) berpendapat bahwa dalam partisipasi harus mencakup kemampuan rakyat untuk mempengaruhi kegiatan-kegiatan sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan. (Gahi 2002) dalam (J. Tesoriero F .2008:297) mengambil posisi keadilan sosial dan HAM yang tidak memaafkan dengan menampilkan partisipasi sebagai sebuah proses pemberdayaan yang dilakukan oleh kaum tersingkir karena adanya perbedaan kekuasaan diantara kelompok-kelompok dalam masyarakat.

1. Bentuk Dan Jenis Partisipasi Masyarakat

Menurut (Keith Davis) dalam (Suprapto 2009 :30) bentuk-bentuk partsipasi meliputi :

a. Konsultasi, biasanya dalam bentuk jasa;

b. Sumbangan spontan berupa uang dan barang;

c. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan donornya berasal dari pihak ketiga;

d. Mendirikan proyek yang sifatnya berdikari dan dibiayai seluruhnya oleh masyarakat;

e. Sumbangan dalam bentuk kerja;

f. Aksi massa;

g. Mengadakan pembangunan di kalangan keluarga;

h. Membangun proyek masyarakat yang bersifat otonom.

Adapun jenis-jenis partisipasinya meliputi: (a) Pikiran; (b) Tenaga; (c) Pikiran dan tenaga; (d) Keahlian; (e) Barang; dan (f) Uang. Dari jenis-jenis partisipasi tersebut akan dijabarkan sebagai berikut :

(28)

16 a. Pikiran : pikiran merupakan jenis partisipasi pada level pertama dimana partisipasi tersebut merupakan partisipasi dengan menggunakan pikiran seseorang atau kelompok yang bertujuan untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

b. Tenaga : merupakan jenis partisipasi pada level kedua dimana partisipasi tersebut dengan mendayagunakan seluruh tenaga yang dimiliki secara kelompok maupun individu untuk mencapai sesuatu yang diinginkan.

c. Pikiran dan Tenaga : merupakan jenis partisipasi pada level ketiga dimana tingkat partisipasi tersebut dilakukan bersama- sama dalam suatu kelompok dalam mencapai tujuan yang sama. Biasanya konteks partisipasi tersebut berada pada suatu lembaga atau partai.

d. Keahlian : merupakan jenis partisipasi pada level keempat dimana dalam hal tersebut keahlian menjadi unsur yang paling diinginkan untuk menentukan suatu keinginan.

e. Barang : merupakan jenis partisipasi pada level kelima dimana partisipasi dilakukan dengan sebuah barang untuk membantu guna mencapai hasil yang diinginkan.

f. Uang : merupakan jenis partisipasi pada level keenam dimana partisipasi tersebut menggunakan uang sebagai alat guna mencapai sesuatu yang diinginkan. Biasanya tingkat partisipasi tersebut dilakukan oleh orang-orang pada kalangan atas.

2. Tingkat Partisipasi Masyarakat

Arnestain (1969) mendefinisakan partisipasi masyarakat kedalam suatu pola bertingat. Terdapat delapan tingkatan dimana tingkatan paling bawah merupakan tingkat partisipasi sangat rendah atau sama sekali tidak adanya partisipasi sampai pada tingkat yang paling tinggi yang merupakan tingkat

(29)

17 partisipasi masyarakat tinggi dan kuat. Tingkat partisipasi tersebut yakni :

1. Pengawasan Masyarakat (citizen control)

2

Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power)

Partisipasi Tinggi

3 Kemitraan

(Partnership)

4 Penentraman

(Placation)

5 Konsultasi

(consultation) Partisipasi Sedang

6 Pe mberitahuan (informing)

7 Terapi

(Therapy) Partisipasi Rendah

(Tidak ada partisipasi)

8 Manipulasi

(Manipulation)

a. Manipulasi (Manipulation). Pada tingkat manipulasi ini masyarakat dianggap sebagai mahluk yang tidak berdaya kemudian mereka yang berkuasa memanipulasi dengan memasukan mereka yang tidak berdaya kedalam program- program yang sebenarnya belum tentu sesuai dengan kondisi yang ada. Masyarakat tidak berdaya disini adalah masyarakat miskin. Contohnya, masyarakat diundang kemudian didudukan bersama mengikuti seluruh program dengan asumsi bahwa memang kegiatan tersebut harus mereka lakukan, seolah-olah memang itu suatu kewajiban

(30)

18 yang harus dipenuhi oleh masyarakat miskin. Padahal, itu hanya manipulasi saja untuk pemenuhan kuota dalam suatu program. Asumsinya kemudian dengan datang dan mengikuti seluruh perintah yang sudah dikemukakan masyarakat dianggap sudah berpartisipasi. Maka tingkatan dalam tahap ini dianggap non-partisipasi partisipasi rendah.

b. Terapi (Therapy). Asumsinya bahwa diadakan suatu program dan masyarakat diikutseratakan mulai dari tahap perencanaan. Pada awalnya pendapat masyarakat diterima akan tetapi kemudian tidak dijalankan, karena sesungguhnya mereka sudah merencanakan jauh kedepan. Keiikutsertaan masyrakat ini yang kemudian disebut partisipasi adalah membantu mereka menjalankan apa yang kemudian sudah menjadi tujuan penguasa. Masyarakat dilibatkan bukan untuk berpartisipasi menyubangkan ide, akan tetapi sebenernya hanya diperlukan bantuan saja, dan masyarakat sendiri tidak mengetahui bahwasanya mereka hanya diperdaya. Maka tingkatan dalam tahap ini masih dianggap non-partisipasi/

partisipasi rendah.

c. Pemberitahuan (Informing). Pada tahap pemberitahuan sebenarnya dapat dikatakan suatu transisi antara tidak berpartisipasi dengan berpartisipasi, artiannya bahwa dalam tingkatan pem beritahuan masyarakat sudah mulai membuka pintu untuk turut serta dalam berpartisipasi. Hal ini dikarenakan mereka yang berkuasa melakukan sosialisasi searah. Artiannya bahwa mereka memang memberikan informasi bahwasanya semua orang berhak ikut serta dalam pengam bilan keputusan, mempunyai hak-hak sebagai warganegara, tanggung jawab akan tetapi, masyarakat hanya sekedar menginformasikan atau memberitahukan saja tidak ada saluran timbal balik atau umpan balik dari mereka

(31)

19 yang tidak memilki kekuasaan dengan mereka yang memiliki kekuasaan. Artiannya bahwa tidak terdapat suatu negoisasi.

Yang paling sering digunakan dalam komunikasi satu arah seperti media, poster atau pun tanggapan terhadap suatu pertanyaan-pertanyaan. Rapat juga menjadi suatu kendaraan komunikasi satu arah dengan memberikan suatu informasi yang sederhana dan kemudian memberikan informasi yang tidak relevan kemudian diinformasikan kesemua masyarakat. Maka tingkatan dalam tahap ini masih dianggap tokenisme (justifikasi)/sedang.

d. Konsultasi (Consultation). Disini masyarakat sudah sadar mereka sudah memiliki hak untuk berbicara dan mempunyai tanggung jawab, mereka sudah mengemukakan pendapat- pendapatnya. Setidaknya sudah mulai dilakukan komunikasi dua arah yaitu adanya umpan balik diantara kedua belah pihak. Akan tetapi disini walaupun sudah dua arah belum murni seutuhnya karena tidak ada jaminan pendapat yang mereka kemukakan didengarkan dan dipertimbangkan.

Biasanya konsultasi in idalam melakukan survey-survey tentang masyarakat setempat. Dalam tahap ini masyarakat dianggap sebagai abstraksi statistik, kemudian partisipasi yang ada diukur dengan berapa banyak orang yang menghadiri suatu pertemuan, mengisi ataupun menjawab kuesioner survey, pencapaian ini kemudian yang dianggap berpartisipasi. Tingkat partisipasi dalam tingkat ini hanya sekedar justifikasi agar segala sesuatunya disetujui. Maka tingkatan dalam tahap ini masih dianggap tokenisme (justifikasi)/sedang.

e. Penentraman (Placation). Dalam tingkatan tersebut masyarakat diberikan leluasa untuk mengemukakan pendapatnya dan memberikan masukan-masukan. Akan

(32)

20 tetapi jumlahnya pemegang kuasa masih dominan dari pada masyarakat yang ikut berpartisipasi, alhasil saran dan pendapatnya diterima agar mendapat legitimasi akan tetapi belum tentu juga diterima dan dilaksanakan. Dalam tingkatan partisipasi masyarakat partisipasi tokenisme (justifikasi) /sedang.

f. Kemitraan (Partnership). Pada tingkat kemitraan, kekuatan yang ada mulai didistribusikan melalui negoisasi antara masyarakat atau warganegara dengan pemegang kekuasaan. Dalam tahap ini muncul suatu kesepakatan bahwa keduanya saling membagi tanggung jawab mulai dari tahap perencanaan sampai dalam tahap pengam bilan keputusan. Dengan dem ikian tahap partisipasi sudah dapat dikatakan kekuatan berada di tangan masyarakat. Dapat dikatakan partisipasi masyarakat tinggi.

g. Pendelegasian Kekuasaan ( Delegated Power). Pada tingkat ini, masyarakat mulai memegang kekuasaan yang cukup besar untuk menentukan program-progam. Bahkan masyarakat diberikan kekusan hampir menyeluruh.

Tingkatan partisipasi berada ditangan masyarakat, masyarakat yang mempunyai kekutan dalam berjalannya program atau kebijakan yang ada. Artiannya masyarakat memegang kartu yang segnifikan dalam menjamin akuntabilitas suatu kebijakan. kemudian untuk menyelesaikan suatu perbedaan atau permasalahan, pemegang kekuasaan ini harus melalui proses perundingan daripada menanggapi tekanan-tekanan yang kemudian muncul. Tingkatan partisipasi tinggi karena kekuatan ada diwarga negara.

h. Pengawasan Masyarakat (citizen control). Pada tingkat ini tingkat partisipasi masyarakat ditingkat maksimum artiannya

(33)

21 bahwa segala sesuatu dikuasai oleh masyarakat.

Partisiapasi dalam masyarakat dalam dalam hal ini dalam tingkat partisipasi sempurna yaitu partisipasi yang sepenuhnya diberikan kepada masyarakat, masyarakat memiliki kendali penuh atas program atau kebijakan yang ada, masyarakat berwenang memutuskan, melaksanakan dan mengawasi. Berjalannya program sudah wewenang dari masyarakat dan masyarakat yang mengendalikan semuanya, artiannya partisipasi dalam tangga ini adalah partisipasi tinggi.

Untuk mengukur skala partisipasi masyarakat dapat diketahui dari kriteria penilaian tingkat partisipasi untuk setiap individu (anggota kelompok) yang diberikan oleh (Chapin) dalam (Surotinojo Ibrahim 2009: 36) sebagai berikut :

a. Keanggotaan dalam organisasi atau lembaga tersebut;

b. Frekuensi kehadiran (attendence) dalam pertemuan- pertemuan yang diadakan;

c. Sumbangan/iuran yang diberikan;

d. Keanggotaan dalam kepengurusan;

e. Kegiatan yang diikuti dalam tahap program yang direncanakan;

f. Keaktifan dalam diskusi pada setiap pertemuan yang diadakan.

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Partisipasi Masyarakat Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan

(34)

22 dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat. Menurut (Max Weber dan Zanden 1988) dalam (Surotinojo Ibrahim 2009: 39), mengemukakan pandangan multidimensional tentang stratifikasi masyarakat yang mengidentifikasi adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status dan kekuasaan.

Kelas (ekonomi) akan membedakan kelompok masyarakat satu dengan yang lain apabila ditinjau dari tingkat pendapatan dan kekayaan. Status bergantung pada keberadaan bagaimana seseorang dilihat atau dinilai. Sedangkan kekuasaan menurut (Thio 1989) dalam (Surotinojo Ibrahim 2009: 39) adalah kemampuan seseorang untuk meminta orang lain melakukan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan olehnya. Biasanya yang lebih banyak kekayaannya, maka akan lebih besar kekuasaan yang dimilikinya. Stratifikasi masyarakat tersebut akan menyebabkan terbentuknya kelas-kelas sosial dalam masyarakat yang akan mempengaruhi perilaku tolong menolong yang menjadi jiwa partisipasi.

Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Faktor internal.

Untuk faktor-faktor internal adalah berasal dari dalam kelompok masyarakat sendiri, yaitu individu-individu dan kesatuan kelompok didalamnya. Tingkah laku individu berhubungan erat atau ditentukan oleh ciri-ciri sosiologis seperti umur, jenis kelamin, pengetahuan, pekerjaan dan penghasilan (Slamet, 1994:97) dalam (Surotinojo Ibrahim 2009: 39). Secara teoritis, terdapat hubungan antara ciri-ciri individu dengan tingkat partisipasi, seperti usia, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan, lamanya menjadi anggota

(35)

23 masyarakat, besarnya pendapatan, keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi (Slamet, 1994:137-143) dalam (Surotinojo Ibrahim 2009: 39).

▪ Jenis Kelamin. Partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam pembangunan adalah berbeda.

Hal ini disebabkan oleh adanya sistem pelapisan sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan danderjat antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan dan derajat ini, akan menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita. (Menurut Soedarno dkk 1992) dalam (Ibrahim Surotinojo 2009:40), mengatakan bahwa di dalam sistem pelapisanatas dasar seksualitas ini, golongan pria memiliki sejumlah hak istimewa dibandingkan golongan wanita. Dengan demikian maka kecenderungannya, kelompok pria akan lebih banyak ikut dalam berpartisipasi.

▪ Usia. Perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat Dalam masyarakat terdapat perbedaan kedudukan dan derajat atas dasar senioritas, sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda, yang berbeda dalam hal-hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan mengambil keputusan (Soedarno dkk, 1992) dalam (Surotinojo Ibrahim 2009: 40) Dalam hal ini, golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman atau senior, akan lebih banyak memberikan pendapat dan dalam hal menetapkan keputusan.

▪ Tingkat Pengetahuan. Demikian halnya dengan tingkat pengetahuan. (Litwin 1986) dalam (Surotinojo Ibrahim

(36)

24 2009:40) mengatakan bahwa, salah satu karakteristik partisipan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat pengetahuan masyarakat tentang usaha-usaha partisipasi yang diberikan masyarakat dalam pembangunan. Semakin tinggi latar belakang pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan.

▪ Tingkat Pendapatan. Tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi masyarakat. (Barros 1993) dalam (Surotinojo Ibrahim 2009:40), menyatakan bahwa, banyak hal tampak bahwa penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk termiskin melakukan kebanyakan pekerjaan dan tidak mengkontribusikan uang, sementara buruh yang berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga.

▪ Mata Pencaharian. Mata pencaharian ini akan berkaitan dengan tingkat penghasilan seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata pencaharian dapat dipengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan. Hal ini disebabkan karena pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang seseorang untuk terlibat dalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri pertemuan, kerja bakti dan sebagainya.

(Budiharjo 1991) dalam (Ibrahim Surotinojo 2009:41) menyatakan bahwa banyak warga yang telah disibukkan oleh kegiatan sehari-hari, kurang tertarik untuk mengikuti pertemuan, diskusi atau seminar.

(37)

25 Menurut (Plumer) dalam (Surotinojo Ibrahim 2009:41), beberapa faktor yang mempengaruhi masyarakat untuk mengikuti proses partisipasi adalah :

▪ Pengetahuan dan keahlian. Dasar pengetahuan yang dimiliki akan mempengaruhi seluruh lingkungan dari masyarakat tersebut. Hal ini membuat masyarakat memahami ataupun tidak terhadap tahap-tahap dan bentuk dari partisipasi yang ada;

▪ Pekerjaan masyarakat. Biasanya orang dengan tingkat pekerjaan tertentu akan dapat lebih meluangkan ataupun bahkan tidak meluangkan sedikitpun waktunya untuk berpartisipasi pada suatu proyek tertentu. Seringkali alasan yang mendasar pada masyarakat adalah adanya pertentangan antara komitmen terhadap pekerjaan dengan keinginan untuk berpartisipasi;

▪ Tingkat pendidikan dan buta huruf. Faktor ini sangat berpengaruh bagi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi serta untuk memahami dan melaksanakan tingkatan dan bentuk partisipasi yang ada. Tingkat buta huruf pada masyarakat akan mempengaruhi dalam partisipasi;

▪ Jenis kelamin. Sudah sangat diketahui bahwa sebagian masyarakat masih menganggap faktor inilah yang dapat mempengaruhi keinginan dan kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi beranggapan bahwa laki-laki dan perempuan akan mempunyai persepsi dan pandangan berbeda terhadap suatu pokok permasalahan;

▪ Kepercayaan terhadap budaya tertentu. Masyarakat dengan tingkat heterogenitas yang tinggi, terutama dari segi agama dan budaya akan menentukan strategi partisipasi yang digunakan serta metodologi yang

(38)

26 digunakan. Seringkali kepercayaan yang dianut dapat bertentangan dengan konsep-konsep yang ada.

Menurut (Sastropoetro 1985:20) dalam (Ibrahim Surotinojo 2009: 41), faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah pendidikan, kemampuan membaca dan menulis, kemiskinan, kedudukan sosial dan percaya terhadap diri sendiri, penginterpretasian yang dangkal terhadap agama, kecenderungan untuk menyalahartikan motivasi, tujuan dan kepentingan organisasi penduduk yang biasanya mengarah kepada timbulnya persepsi yang salah terhadap keinginan dan motivasi serta organisasi penduduk seperti halnya terjadi di beberapa negara dan tidak terdapatnya kesempatan untuk berpartisipasi dalam berbagai program pembangunan.

b. Faktor-faktor Eksternal

Menurut (Sunarti dalam jurnal Tata Loka, 2003:9) dalam (Yoni Yulianti 2012:10), faktor-faktor eksternal ini dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program. Pengaruh bertitik tolak kepada bagaimana kewenangan atau kekuatan pengaruh petaruh tersebut, pentingnya bertitik tolak pada permasalahan, kebutuhan dan kepentingan petaruh yang menjadi prioritas dalam program. Adapun untuk menganalisis hal tersebut, maka perlu :

1) Menggambarkan daftar petaruh,

(39)

27 2) Melakukan penilaian terhadap kepentingan tiap petaruh

kepada kesuksesan program dan kewenangan petaruh, 3) Mengidentifikasi resiko-resiko dan asumsi-asumsi yang

mempengaruhi desain program dan kesuksesan program.

B. Partisipasi Masyarakat dalam Pengelolaan Sampah

Pada tingkat individu, partisipasi minimal berarti hanya dalam bentuk pengumpulan sederhana berupa menaruh sampah di tempat sampah, memisahkan sampah organik dan anorganik, menaruh sampah pada waktu dan tempat yang tepat, membawa sampah ke titik pengumpulan sementara, dan membersihkan halaman rumah. Pada tingkat komunal, partisipasi berarti aktifitas yang lebih terorganisasi seperti pertemuan, pembersihan saluran dan taman, dan kampanye peningkatan kesadaran.

Lebih jauh, partisipasi dapat berarti memulai proyek sampah atau terlibat dalam kegiatan bersama pihak luar. Partisipasi juga dapat berarti terlibat dalam pengelolaan pengumpulan sampah, bernegosiasi dengan pemerintah daerah, termasuk mobilisasi komunitas mendorong pemerintah menyediakan layanan memadai dan sesuai kebutuhan masyarakat.

Pembangunan partisipatif sering didasarkan pada interpretasi romantik terhadap konsep komunitas. Dalam sosiologi, anthropologi, dan ekonomi, komunitas dipertimbangkan sebagai unit yang alamiah, statis, homogen, dan harmonis. Masyarakat diasumsikan berbagi solidaritas, kepentingan bersama, nilai dan kebutuhan. Tantangan utama kegiatan pengelolaan sampah adalah memberi perhatian pada kenyataan perbedaan kondisi masyarakat dan persepsi masyarakat terhadap sampah. Secara umum, terdapat tiga kelompok yang terlibat dalam inisiatif masyarakat yaitu (a) rumah tangga yang memproduksi sampah;

(b) pemulung/pengumpul sampah yang mengumpulkan sampah, (c)

(40)

28 organisasi seperti LSM dan organisasi masyarakat, yang perannya beragam seperti fasilitator, atau yang ekstrim sebagai kontraktor yang mengadakan kerjasama dengan rumah tangga dan mempekerjakan pemulung/pengumpul sampah. (Mungkasa,2009;29-31).

1. Manfaat

Layanan pengumpulan sampah yang diselenggarakan oleh organisasi masyarakat membuka kesempatan kerja dan aktifitas menghasilkan pendapatan (income-generating), yang kemudian berkontribusi pada perbaikan kebersihan lingkungan. Efisiensi yang membaik dalam layanan pengelolaan sampah telah menyumbang signifikan pada kebersihan lingkungan, karenanya meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa melalui kesempatan kerja yang ditawarkan melalui pengumpulan sampah dan aktifitas daur ulang menawarkan peluang besar untuk memperbaiki kondisi lingkungan, mengurangi kemiskinan, khususnya bagi wanita dan kaum muda, yang merupakan kelompok penduduk dengan tingkat pengangguran tinggi.

2. Tantangan

Kelompok masyarakat khususnya pendapatan rendah mempunyai keterbatasan terhadap akses pada sumber pembiayaan. Pembiayaan seringkali bergantung pada sumber luar untuk penyediaan peralatan dasar untuk menyelenggarakan pelayanan persampahan. Bank dan fasilitas kredit formal lainnya menolak menyediakan pinjaman karena ketidaktersediaan aset.

3. Syarat Keberhasilan

Dari berbagai literatur ditemukan bahwa pengelolaan sampah berbasis masyarakat sering mengalami kegagalan disebabkan oleh rendahnya partisipasi rumah tangga. Jika pengelolaan

(41)

29 sampah tidak menjadi sebuah kebutuhan, ini akan berdampak pada tingkat partisipasi dan keinginan membayar. Disepakati bahwa kebutuhan menjadi persyaratan utama keberhasilan pelaksanaan pengelolaan sampah berbasis masyarakat, sehingga membangkitkan kesadaran masyarakat adalah langkah awal mendorong timbulnya kebutuhan masyarakat.

Selain itu, dari studi yang dilakukan oleh Mockler (1998) dalam (Mungkasa,2009;31) terhadap 15 kegiatan daur ulang oleh komunitas di Jakarta, ditemukan hanya 4 (empat) yang tetap berjalan. Kegagalan ini disebabkan tidak cukup memadainya jumlah sampah organik yang dapat didaur ulang menjadi kompos, sehingga pendapatan yang diperoleh juga kurang memadai. Insentif finansial dari kegiatan daur ulang kemudian dianggap tidak menarik bagi masyarakat.

Sentuhan dari pihak luar juga dapat menjadi salah satu faktor yang mendorong keberhasilan pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pelatihan baik informal maupun formal oleh institusi eksternal mempengaruhi keinginan masyarakat untuk membayar. Pelatihan ini mencakup pemahaman menyeluruh tentang manfaat dan keuntungan pengelolaan sampah bagi masyarakat. Namun demikian perlu disadari bahwa intervensi dari pihak luar hanya sebagai pemicu dan bersifat sementara, sehingga rasa memiliki dari masyarakat menjadi persyaratan penting lainnya.

Menyadari bahwa komunitas beragam, karenanya tidak tersedia satu jawaban yang dapat mengatasi masalah persampahan.

Mengabaikan perbedaan mungkin akan mengakibatkan pemberdayaan masyarakat kurang berhasil. Perlu dicatat juga

(42)

30 bahwa partisipasi sendiri bukan merupakan sebuah panacea (obat bagi semua penyakit) bagi pencapaian pengelolaan sampah berkelanjutan. Memelihara dan mendorong partisipasi memerlukan kerja terus menerus melalui peningkatan kesadaran dan kapasitas. Lebih jauh, kemitraan antara beragam aktor diperlukan untuk menjamin keberlanjutan dari sistem pengelolaan persampahan. pengelolaan sampah berbasis masyarakat tidak berkelanjutan tanpa hubungan yang kuat antara organisasi masyarakat dan pemerintah daerah.

Pemerintah daerah sebaiknya menghasilkan kerangka kerja yang disepakati antara pemerintah daerah dan organisasi masyarakat. Khusus untuk kasus Indonesia, berdasar hasil studi pengelolaan sampah berbasis masyarakat di Surabaya, Yogyakarta, Makassar, dan Padang oleh Yayasan Dian Desa dan Mary Judd, disimpulkan bahwa keberlanjutandan replikasi hanya akan berhasil jika mendapat dukungan penuh dari pemerintah daerah termasuk ketersediaan regulasi. Dukungan pemerintah daerah sangat terlihat dalam bentuk pengangkutan sampah dari komunitas ke tempat pembuangan/pengolahan akhir (TPA). Kesepakatan terhadap tanggung jawab, batas wilayah, dan komitmen sangat diperlukan. Secara alamiah, pengelolaan sampah dianggap kotor dan kurang nyaman, masyarakat perlu dididik tentang pentingnya sistem pengelolaan sampah terpadu dan dampaknya.

Rumah tangga membayar biaya layanan ke pengumpul sampah per hari. Ini lebih sesuai di daerah pendapatan rendah yang penduduknya memperoleh pendapatan setiap hari. Keterlibatan masyarakat yang terus menerus dibutuhkan dengan mempertimbangkan prinsip pengelolaan sampah berkelanjutan

(43)

31 (Van de Klundert and Anschütz, 2001) dalam (Mungkasa,2009;32) yaitu (a) sistem pengelolaan sampah sebaiknya disesuaikan kondisi setempat seperti budaya; (b) kemitraan antara beragam pelaku seperti masyarakat, pemerintah dan LSM merupakan keniscayaan; (c) melibatkan lima dimensi keberlanjutan secara bersama yaitu sosial, politik, lingkungan, ekonomidan fisik (Van de Klundert and Anschütz,2001) Anschütz (1996) dalam (Mungkasa,2009;32) menyatakan bahwa penyediaan insentif yang tepat penting adanya.

Sebagai ilustrasi, di Kathmandu, Nepal penduduk dididik tentang pentingnya pengelolaan sampah melalui penjelasan di kelas.

Namun, perubahan sikap terjadi ketika disediakan tempat sampah dan penyelenggaraan kompetisi komunitas terbersih. Di Pilipina, rumah tangga didorong untuk melakukan daur ulang dengan menyalurkan hasil daur ulang mereka. Di Rio, sampah ditukar dengan tiket bus atau parsel makanan. Sementara di Meksiko menunjukkan bahwa manfaat ekonomi lebih berdampak dibanding pendidikan lingkungan terhadap perubahan kebiasaan. Menurut Mikkelsen (1995) dalam (Mungkasa,2009;31) solusi pendidikan, keuangan dan teknis digunakan untuk menghilangkan kendala operasional, walaupun dianggap belum memadai untuk mendorong partisipasi.

4. Prinsip Dasar Rencana Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

Walaupun belum menjadi suatu kesepakatan namun beberapa prinsip dasar rencana pengelolaan sampah berbasis masyarakat dapat dirangkum sebagai berikut :

(44)

32 a. Batas wilayah yang jelas. Pembatasan wilayah ini menjadi penting untuk menentukan jangkauan pelayanan dan kemudian batas wilayah kegiatan penagihan.

b. Keseimbangan antara Manfaat dan Biaya. Prinsip ini pada dasarnya membandingkan retribusi atau biaya dengan jumlah timbulan sampah. Semakin banyak timbulan sebuah rumah tangga, semakin besar biaya yang harus ditanggungnya.

c. Pelibatan Masyarakat. Masyarakat diperkenankan dan didorong untuk berpartisipasi dalam keseluruhan proses, memberi masukan bagi pengelola dan meminta bantuan jika menghadapi masalah.

d. Pemantauan. Masyarakat diberi peluang untuk memantau pelaksanaan kegiatan, termasuk melaporkan pelanggaran yang terjadi seperti membuang sampah sembarangan.

e. Sanksi. Barang siapa yang melanggarke sepakatan dan atau tidak membayar retribusi, bahkan tidak berpartisipasiakan dikenai sanksi sesuai kesepakatan.

f. Hak untuk berorganisasi. Masyarakat diperkenankan untuk mem- bentuk organisasi sepanjang tidak bertentangan dengan aturan yang berlaku.

5. Tantangan Replikasi

Disadari bahwa kegiatan berskala proyek percontohan sangat berbeda dengan ketika dilakukan replikasi. Beberapa faktor penting perlu diperhatikan diantaranya :

a. Setiap intervensi yang baru harus dimulai secara berbeda tergantung pada faktor geografis, komposisi masyarakat dan kategori pendapatan. Walaupun pengalaman sebelumnya dapat dijadikan sebagai panduan;

(45)

33 b. Perubahan lokasi bahkan jika masih didalam daerah administrasi yang sama mungkin memperoleh perlawanan.

Misalnya usulan yang sama tidak disetujui oleh pemerintah desa di tempat yang baru;

c. Lingkungan berbeda membutuhkan pendekatan berbeda.

Misalnya institusi pendidikan, kompleks perumahan pribadi, mempunyai peraturan yang berbeda. Selain itu, menghadapi ketergantungan finansial dapat disikapi dengan mendorong penanganan keuangan melalui skema usaha kecil bagi pengelolaan sampah domestik.

C. Kerangka Pikir Penelitian

Uma Sekaran dalam bukunya Business Research, 1992 dalam (Sugiyono, 2010) mengemukakan bahwa, kerangka berfikir merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah diidentifikasi sebagai masalah yang penting. Kerangka berfikir yang baik akan menjelaskan secara teoritis pertautan antar variabel yang akan diteliti. Jadi secara teoritis perlu dijelaskan hubungan antar variabel independen dan dependen. Bila dalam penelitian ada variabel moderator dan intervening, maka juga perlu dijelaskan, mengapa variabel itu ikut dilibatkan dalam penelitian. Pertautan antar variabel tersebut, selanjutnya dirumuskan ke dalam bentuk paradigma penelitian.

Oleh karena itu pada setiap penyusunan paradigma penelitian harus didasarkan pada kerangka berfikir (Sugiyono, 2010:60)

Kerangka berfikir dalam suatu penelitian perlu dikemukakan apabila dalam penelitian tersebut berkenaan dua variabel atau lebih. Apabila penelitian hanya membahas sebuah variabel atau lebih secara mandiri, maka yang dilakukan peneliti disamping mengemukakan deskripsi teoritis

Referensi

Dokumen terkait

Metode quantum memang pernah digunakan dalam penelitian pembelajaran membaca, yaitu dalam skripsi Rohayati (2009) dengan judul “Penerapan Strategi Quantum dalam

Kelompok tikus yang diberi probiotik, prebiotik dan sinbiotik mengalami peningkatan jumlah BAL dalam feses setelah 5 dan 10 hari perlakuan.. Jumlah BAL tertinggi

4 Saya membutuhkan waktu dalam memilih model busana muslim yang akan saya beli..

proses cepe kanefe hingga menjelang pernikahan. Sedangkan Sumber data sekunder adalah data yang dikumpulkan atau didapatkan peneliti dari berbagai sumber seperti buku,

5.1 Distribusi Responden Berdasarkan Stigma terhadap ODHA pada Pelajar SMA di Surabaya Selatan Tahun 2015. 5.2 Distribusi Responden Berdasarkan Pengetahuan Pelajar

Metode yang digunakan adalah merancang sistem pendingin dengan isolasi dan pengaturan temperatur dalam kotak pendinginmenggunakan modul termoelektrik, styrofoam sebagai

Selama pelaksanaan penelitian terhadap sistem yang berjalan pada unit packer PT.Semen Tonasa dapat kami temukan beberapa hal-hal: Sistem monitoring laporan produksi

Luas zona hambat (cm 2 ) aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat daun namnam dengan variasi konsentrasi, kontrol negatif dan kontrol positif terhadap