MODUL
DASAR KESELAMATAN DAN KESEAHTAN KERJA
KELOMPOK 3
Putri Sri Maharani (210304501025) A. Sri Unga Ulandari (210304502015)
Hudzaifa Febrianti B (210304501021) Mawar (210304502018) Amalia Ramadhani (210304501023) Andi Nilawati (210304500010)
Muh. Fadli (210304501049)
Program Studi Administrasi Kesehatan Universitas Negeri Makassar
2022
i Mata kuliah dasar keselamatan dan kesehatan kerja bertujuan untuk memperkenalkan kepada mahasiswa tentang Ruang lingkup dan konsep dasar kesehatan dan keselamatan kerja, peraturan dan kebijakan K3, kesehatan kerja dan kesehatan lingkungan kerja, kecelakaan dan penyakit akibat kerja, analisis resiko dan pengendalian K3, bahaya ditempat kerja, manajemen dan pelayanan kesehatan kerja, dan alat pelindung diri
Modul dasar keselamatan dan kesehatan kerja ini mengacu pada berbagai referensi standar K3 baik dari hand book K3 maupun berbagai bahan yang dapat di akses dari berbagai sumber. Modul ini terdiri dari beberapa bagian yang merupakan pilar dalam pembelajaran K3. Pembuatan Modul ini juga sebagai pemenuhan tugas pengganti Ujian Akhir Semester Mata Kuliah Dasar Kesehatan Dan Keselamatan Kerja .
Pengantar
ii DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...
PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR GAMBAR ... iv
PENDAHULUAN ... v
Modul 1. Ruang lingkup dan konsep dasar K3 ... 2
A. Ruang lingkup K3 ... 2
B. Konsep K3 ... 3
C. Pengertian K3 ... 6
D. Tujuan K3 ... 8
E. Keterkaitan K3 dengan ilmu lainnya ... 8
F. Masalah atau fakta tentang K3 ... 8
Modul 2. Peraturan dan kebijakan K3 ... 1O A. Peraturan kesehatan dan keselamatan kerja ... 10
B. Kebijakan kesehatan dan kebijakan K3 ... 11
Modul 3. Kesehatan dan kesehatan lingkungan kerja ... 13
A. Kesehatan kerja ... 13
B. Kesehatan lingkungan kerja ... 15
Modul 4. Kecelakaan dan penyakit akibat kerja ... 21
A. Kecelakaan Kerja ... 21
B. Penyakit Akibat Kerja ... 22
C. Cidera Akibat Kecelakaan Kerja ... 23
D. Jenis Potensi Kecelakaan Kerja Terkait dengan Tugas Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung Rusunawa ... 24
Modul 5. Analisis resiko dan pengendalian K3 ... 28
A. Analisis resiko ... 28
B. Langkah-langkah dalam penilaian resiko ... 28
iii
C. Pengendalian resiko dalam K3 ... 31
Modul 6. Bahaya ditempat kerja ... 35
A. Bahaya ... 35
B. Identifikasi Risiko ... 36
C. Proses Manajemen Risiko ... 37
D. Sumber bahaya ... 37
E. Analisis Risiko ... 38
F. Evaluasi Risiko ... 38
G. Pengendalian Risiko ... 38
Modul 7. Manajemen dan pelayanan kesehatan kerja ... 40
A. Tahap pelaksanaan audit K3 ... 41
B. Tujuan Sistem Pelayanan Kesehatan Kerja ... 42
C. Program minimal kesehatan kerja dijabarkan dalam dua komponen ... 42
Modul 8. Alat pelindung diri ... 44
A. Jenis-jenis pelindung diri ... 44
B. Perawatan dan Penyimpanan Alat-Alat Pelindung Diri ... 50
DAFTAR PUSTAKA ... 53
GLOSARIUM ... 56
iv DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Manusia sudah mulai berburu ketika masa pra sejarah Gambar 1.2 Kereta uap
Gambar 1.3 Bernardino Ramazzini (4 Oktober 1633 - 5 November 1714) Gambar 8.1 Jas Laboratorium
Gambar 8. 2 Kacamata dan Googles Gambar 8.3 Perisai muka (face shielid)
Gambar 8. 4 Respirator debu pada proses pengelasan Gambar 8.5 Respirator dengan penyerap uap beracun Gambar 8.6 Cartridge penyerap uap beracun
Gambar 8.7 Self contained Breathing Apparatus (SCBA) Gambar 8.8 Pelindung kaki (Safety Shoes)
Gambar 8.9 Safety Boots
Gambar 8.10 Simbol dan instruksi penggunaan pelindung kaki Gambar 8.11 Sarung Tangan (Gloves)
Gambar 8.12 Hard hat (helmet), ear plugs and ear muffs
1 PENDAHULUAN
A. Kata Pengantar
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas kesempatan yang telah diberikannya sehingga penulis berhasil menyelesaikan modul tentang Dasar kesehatan dan keselamatan kerja.
Modul ini disusun guna menjadi pegangan bagi mahasiswa agar mempermudah belajar dan menguasai materi perkuliahan sehingga standar kompetensi dapat dikuasainya dengan baik. Selain itu modul ini disusun guna memenuhi salah satu syarat nilai UAS yang diberikan oleh dosen pengampuh mata kuliah. Dalam modul ini membahas tentang dasar-dasar K3. Kritik dan saran penulis nantikan untuk menyempurnakan modul ini.
B. Deskripsi Singkat
Penegrtian K3 menurut filosofi Mangkunegara, keselamatan dan kesehatan kerja adlah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan jasmani maupun rohani tenaga kerja khususnya dan manusia pada umumnya serta hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur
Pengertian K3 menurut keilmuan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah semua ilmu dan penerapannya untuk mencegah terjadinya kecelakaan kerja, penyakit akibat kerja, peledakan, pencemaran lingkungan. Pengertian K3 menurut OHSAS 18001:2007 K3 adalah semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain.
Disamping itu tujuan K3 tidak hanya memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja dan orang lain yang berada di tempat kerja agar terjamin keselamatannya, akan tetapi juga untuk mengendalikan resiko terhadap peralatan, asset, dan sumber produksi sehingga dapat digunakan secara aman dan efisien agar terhindar dari kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
2 MODUL 1
RUANG LINGKUP DAN KONSEP DASAR KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. Ruang lingkup kesehatan dan keselamatan kerja Berikut adalah penjelasan mengenai ruang lingkup K3:
1. Lingkungan Kerja
Lingkungan kerja adalah lokasi tempat para pekerja melakukan aktivitas kerjanya. Kondisi lingkungan kerja seperti penerangan, ventilasi serta situasi harus memadai. Tujuannya adalah untuk meminimalisir potensi terjadinya kecelakaan kerja yang membahayakan semua orang dan aset di dalamnya.
Ketika kondisi lingkungan kerja tak memadai, semisal penerangan yang kurang, tentunya ini akan berdampak buruk pada kesehatan mata pekerja ataupun memicu munculnya penyakit. Biasanya dampak buruk ini akan muncul dalam jangka waktu tertentu dan tidak spontan.
2. Alat dan Bahan Kerja
Alat kerja dan bahan pun sangat mempengaruhi kesehatan dan keselamatan kerja. Semua bahan serta alat yang digunakan pada suatu perusahaan atau pabrik untuk proses produksi barang ialah faktor penentu efektifitas produksi perusahaan.
Oleh sebab itu, kelengkapan dan kondisi alat kerja maupun bahan harus dicek secara berkala. Tak hanya itu, bahan yang digunakan pada aktivitas kerja pun perlu diperhatikan dengan baik. Semisal penggunaan bahan kimia untuk proses tertentu, dimana pekerja harus menggunakan alat keselamatan sehingga potensi bahaya akibat bahan kimia tersebut terminimalisir dengan baik.
3. Metode Kerja
Prosedur kerja atau metode kerja ialah standar cara kerja yang harus dilakukan seorang pekerja. Pembuatan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada sebuah perusahaan dibuat dengan tujuan agar pekerjaan yang dilaksanakan dan dikerjakan bisa tercapai secara efisien dan efektif.
Contoh prosedur penggunaan APD (Alat Pelindung Diri) dan prosedur pengoperasian mesin harus sesuai standar. Pada sistem manajemen K3 diatur beberapa batas maksimum jam kerja dalam sehari. Penerapan ini guna meminimalisir potensi risiko pada kesehatan pekerja.
3 B. Konsep K3
1. Sejarah umum
Sejarah berkembangnya K3 di dunia tidak lepas dari perkembangan industri dan teknologi yang diciptakan oleh manusia. Seiring teknologi dan industri semakin maju maka risiko kecelakaan kerja semakin besar. Manusia berpikir tentang keselamatan jiwa pekerja dan orang yang ada di sekitarnya. Mulai saat itulah muncul K3.
Sejarah perkembangan K3 mulai dari zaman pra-sejarah sampai dengan zaman modern sekarang secara ringkas adalah sebagai berikut:
• K3 Pra Sejarah
Sejarah K3 sudah dimulai sejak zaman pra sejarah. Pada saat itu, manusia harus sudah mulai berburu, bertani dan pekerjaan lain untuk mendukung aktivitas kehidupannya. Berbagai macam cara sudah dipikirkan oleh manusia zaman pra sejarah seperti dibuatnya alat bantu macam kapak, pisau, api semuanya untuk memudahkan pekerjaan manusia. Manusia zaman pra sejarah juga bisa berburu dengan berkelompok, hal ini tentunya memperkecil risiko selama berburu karena ada rekan sekelompoknya yang siap menolong jika muncul kejadian yang tidak diharapkan. Pada zaman batu dan goa (Paleolithikum dan Neolithikum, manusia telah mulai membuat kapak dan tombak yang mudah untuk digunakan serta tidak membahayakan bagi mereka saat digunakan.
Desain tombak dan kapak yang mereka buat umumnya mempunyai bentuk yang lebih besar proporsinya pada mata kapak atau ujung tombak. Hal ini berfungsi agar penggunaan kapak atau tombak tersebut tidak memerlukan tenaga yang besar karena dengan sedikit ayunan momentum yang dihasilkan cukup besar. Desain yang mengecil pada pegangan dimaksudkan untuk tidak membahayakan bagi pemakai saat mengayunkan kapak tersebut.
Gambar 1.1 manusia sudah mulai berburu ketika masa pra sejarah
4 (Sumber: katigaku.top)
• Zaman Peradaban Lama
Bangsa Babilonia sudah mencoba membuat sarung kapak agar aman dan tidak membahayakan bagi orang yang membawanya. Pada masa ini, masyarakat sudah mengenal berbagai macam peralatan yang digunakan untuk membantu pekerjaan mereka dan semakin berkembang setelah ditemukannya tembaga dan perunggu sekitar 3000-2500 SM.
• K3 Pada Abad Pertengahan
Pada abad pertengahan, ada yang sudah diberlakukan pembayaran terhadap pekerja yang mengalami kecelakaan sehingga menyebabkan cacat atau meninggal.
Masyarakat pekerja sudah mengenal akan bahaya uap di lingkungan kerja sehingga disyaratkan bagi pekerja yang bekerja pada lingkungan yang mengandung uap harus menggunakan masker.
• Era Revolusi Industri
Pada era ini hal-hal yang turut mempengaruhi perkembangan K3 adalah :
a. Penggantian tenaga hewan dengan mesin-mesin seperti mesin uap yang baru ditemukan sebagai sumber energi.
b. Penggunaan mesin-mesin yang menggantikan tenaga manusia
c. Pengenalan metode-metode baru dalam pengolahan bahan baku (khususnya bidang industri kimia dan logam).
d. Pengorganisasian pekerjaan dalam cakupan yang lebih besar berkembangnya industri yang ditopang oleh penggunaan mesin-mesin baru.
e. Perkembangan teknologi ini menyebabkan mulai muncul penyakit-penyakit yang berhubungan dengan pemajanan karbon dari bahan-bahan sisa pembakaran.
Gambar 1.2 Kereta uap (Sumber: katigaku.top)
• Era Manajemen K3
5 Perkembangan era manajemen modern dimulai sejak tahun 1950-an hingga sekarang. Perkembangan ini dimulai dengan teori Heinrich (1941) yang meneliti penyebab-penyebab kecelakaan bahwa umumnya (85%) terjadi karena faktor manusia (unsafe act) dan faktor kondisi kerja yang tidak aman (unsafe condition).
• K3 Era Mendatang
Perkembangan K3 pada masa yang akan datang tidak hanya difokuskan pada permasalahan K3 yang ada sebatas di lingkungan industri dan pekerja.
Perkembangan K3 mulai menyentuh aspek-aspek yang sifatnya publik atau untuk masyarakat luas. Penerapan aspek-aspek K3 mulai menyentuh segala sektor aktifitas kehidupan dan lebih bertujuan untuk menjaga harkat dan martabat manusia serta penerapan hak asasi manusia demi terwujudnya kualitas hidup yang tinggi.
2. Sejarah di Indonesia
Sejarah keselamatan kerja di Indonesia (k3) di mulai setelah Belanda hadir ke Indonesia pada era ke-17 hingga muncul perundang-undang tentang kerja ketel uap di tahun 1853. Dikarenakan jumlah ketel uap untuk industri yang dipakai semakin bertambah, maka di tahun 1890 dikeluarkan ketentuan mengenai pemasangan serta penggunaan jaringan listrik di lokasi Indonesia.
Kemudian pada tahun 1907, dikeluarkannya ketentuan mengenai pengangkutan obat, senjata, petasan, peluru serta beberapa bahan yang bisa meledak serta berdampak pada keselamatan kerja. UU pengawasan kerja yang berisi kesehatan serta keselamatan kerja atau K3 dikeluarkan tahun 1916, kemudian pada tahun 1927 lahirlah UU masalah kemudian pada tahun 1930 pemerintah Hindia Belanda membuat revisi kembali mengenai undang-undang tersebut.
Memasuki era Proklamasi, UU mengenai kerja serta kecelakaan khususnya tersangkut permasalahan kompensasi mulai dibuat. Di tahun 1957 didirikanlah Instansi Kesehatan serta Keselamatan Kerja. Hingga pada tahun 1970, UU No. I mengenai Keselamatan Kerja dibuat. Kemudian pada tahun 1969, berdirilah ikatan Higiene Perusahaan, Kesehatan serta keselamatan kerja, dan di tahun 1969 dibuat laboratorium keselamatan kerja.
6 Yang dikenal sebagai Bapak K3 yaitu
Bernardin Ramazzini, dengan bukunya De Morbis Artrificum Diatriba yang menguraikan tentang berbagai jenis penyakit yang timbul berkaitan dengan pekerjaan.
Gambar 1.3 Bernardino Ramazzini (4 Oktober 1633 - 5 November 1714) (Sumber: Wikipedia)
C. Pengertian kesehatan dan keselamatan kerja
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 50 Tahun 2012, pengertian keselamatan dan kesehatan kerja atau K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Sedangkan Menurut WHO keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebuah upaya untuk memelihara dan juga meningkatkan kesehatan fisik tubuh kita meningkatkan kesehatan pekerja mental dan juga meningkatkan kesehatan sosial pada setiap para pekerja yang ada.
Dengan adanya K3, maka derajat semua pekerja harus ditingkatkan setinggi mungkin dan ini berlaku untuk semua jenis pekerjaan. Perusahaan harus melakukan tindakan untuk pencegahan pada saat terjadi gangguan kesehatan yang terjadi pada pekerja yang disebabkan oleh pekerjaan yang ia lakukan di tempat kerja yang sedang bekerja. Pengertian dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang biasa disebut dengan K3 itu bisa dibagi menjadi 3 versi, ada menurut filosofi, ada yang menurut keilmuan dan ada juga yang menurut OHSAS.
1.) Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Filosofi.
K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu pemikiran untuk menjamin keutuhan atau kesehatan bagi jasmani maupun rohani para tenaga kerja dan semua orang atau warga di setiap Negara khususnya Indonesia.
2.) Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut Ilmuan.
7 K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan semua yang ada pada ilmu dan penerapannya untuk mencegah terjadinya suatu kejadian seperti kecelakaan, penyakit yang terjadi akibat kejadian di tempat kerja, kebakaran, pencemaran lingkungan dan lain sebagainya yang menyangkut kejadian di tempat kerja.
3.) Pengertian Keselamatan dan Kesehatan Kerja menurut OHSAS 18001:2007
K3 atau Keselamatan dan Kesehatan Kerja merupakan suatu kondisi dan faktor yang berdampak pada keselamatan dan para pekerja maupun orang lain yang menyangkut kesehatan atau yang berada di sekitar lingkungan pekerjaan tersebut.
Dari versi ketiga dari semua pengertian atau definisi Keselamatan dan Kesehatan Kerja atau yang biasa disebut dengan K3 yang ada diatas ini, semuanya adalah pengertian yang sering digunakan daripada pengertian lain. Kata keselamatan itu berasal dari Bahasa Inggris 'safety' yang selalu menghabiskan atau setelah terbebas dari atau selamat dari sebuah kecelakaan. Dari kata keselamatan itu sendiri berarti bebas dari kecelakaan. Sedangkan kata kerja diambil dari kata dari bahasa Inggris yaitu 'work' yang maksudnya adalah kegiatan yang dilakukan oleh seseorang yang mendapatkan hasil.
Dari pemilihan suku kata diatas ini dapat menjamin bahwa Keselamatan Kerja merupakan suatu ilmu yang mempelajari metode yang dapat menjamin agar pekerja yang terbebas dari kecelakaan pada saat mereka melakukan proyek atau pekerjaan.
Ciri dari Keselamatan Kerja itu memiliki potensi yang dapat menimbulkan gangguan atau cacat pada saat proses terjadi dan kerusakan alat. Kesehatan Kerja itu juga bisa seperti keselamatan kerja sebelumnya. Kesehatan diambil dari kata bahasa Inggris yang bermaksud atau bermakna tidak terbebas dari kecelakaan atau penyakit, tetapi sehat disini memiliki makna sehat yang dilihat secara fisik, mental dan juga sehat pada sosial. Kesehatan Kerja adalah suatu bagian dari K3 bertujuan agar seseorang selalu selamat, sehat dan berdaya saing kuat dengan demikian, pekerjaan dapat berjalan dengan lancar dan tidak ada kejadian kecelakaan yang terjadi saat melakukan pekerjaan ataupun pekerja yang sakit yang digunakan tidak produktif. Kecelakaan kerja diminimalisasi kejadiannya oleh upaya Keselamatan Kerja, sedangkan Kesehatan Kerja dapat dipelihara dan ditingkatkan oleh Kesehatan Kerja.
Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) adalah sebuah ilmu untuk antisipasi, rekoginis, evaluasi dan pengendalian bahaya yang muncul di tempat kerja yang
8 dapat berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan pekerja, serta dampak yang mungkin bisa dirasakan oleh komunitas sekitar dan lingkungan umum. (ILO 2008).
D. Tujuan kesehatan dan keselamatan kerja
Penerapan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) memiliki 3 (tiga) tujuan dalam pelaksanaannya berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. 3 (tiga) tujuan utama penerapan K3 berdasarkan Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tersebut antara lain:
1. Melindungi dan menjamin keselamatan setiap tenaga kerja dan orang lain di tempat kerja. Menjamin setiap sumber produksi dapat digunakan secara aman dan efisien.
2. Meningkatkan kesejahteraan dan produktivitas Nasional. Menerapkan K3 di tempat kerja bukannya tanpa alasan, yakni untuk meningkatkan efektifitas perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja yang terencana, terukur, terstruktur, dan terintegrasi. Hal ini juga bertujuan untuk menciptakan tempat kerja yang aman, nyaman, dan efisien untuk mendorong produktivitas. Selain itu, menerapkan K3 juga bertujuan untuk mencapai kesejahteraan fisik, sosial, dan mental, serta melakukan pemeliharaan tingkat tinggi. Adanya K3 pun mengarahkan setiap pekerja untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan peralatan dan perlengkapan penunjang pekerjaan. Tidak hanya menjamin keselamatan, penerapan K3 juga dapat membantu menghindari tenaga kerja dari berbagai gangguan kesehatan yang mungkin disebabkan dari lingkungan kerja, sehingga memberikan rasa aman untuk tenaga kerja.
E. Keterkaitan K3 dengan keilmuan lainnya
Ilmu kesehatan dan keselamatan kerja meliputi penerapan berbagai keilmuan kedokteran, fisika, kimia, biokimia, social dan fisiologi. Dalam penerapan ilmu-ilmu tersebut dikembangkan melalui displin ilmu hygiene lingkungan krja, toksikologi industry, gizi tenaga kerja, ergonomi, dan penerapan prinsip-prinsip keselamatan kerja.
Dalam menciptakan suasana serta kondisi lingkungan kerja yang sehat diperlukan upaya-upaya yang merupakan penerapan ilmu higicnc lingkungan kerja untuk mencegah bahaya lingkungan kerja dan masyarakatnya melalui penerapan teknologi yang sasarannya adalah ;lingkungan kerja. Sedangkan sifat, cara masuk serta pencegahan dari zat-zat toksik dilingkungan kerja memerlukan penerapan keilmuan toksikologi industry melalui pendekatan ilmu kimia.
F. Masalah atau fakta tentang K3
9 Menurut data perum ASTEK sejak tahun 1978-1982 telah terjadi kasus kecelakaan kerja sebanyak 65.067 kasus dengan pembayaran jaminan kecelakaan kerja sebesar Rp.
6,5 milyar untuk 46.515 kasus yang diselesaikan. Yang menjadi penyebab terbesar terjadinya kecelakaan adalah rendahnya pengetahuan tentang K3 sebesar 64,24%, karena sikap dan tingkah laku sebesar 26,89% , kecelakaan yang disebabkan terbentur 40,57%, terpukul benda 20,70%, karena terjatuhnya 19,19% dank arena terperangkap diantara benda 16,70%. Sedangkan tingkat kekerapan kecelakaan yang paling menonjol adalah sector perhubungan, bangunan, pertambangan, industry dan jasa. Sedangkan tingkat beratnya kecelakaan yang paling menonjol adalah sector jasa-jasa, sector pertambangan, sector bangunan, dan sector pertanian.
10 MODUL 2
PERATURAN DAN KEBIJAKAN K3 A. Peraturan kesehatan dan keselamatan kerja
Peraturan pelaksanaan Keselamatan dan Kesehatan Kerja jika diurutkan dari yang tertinggi adalah sebagai berikut.
1. Undang-Undang (UU)
Yakni, Undang-undang yang mengatur mengenai K3, yang meliputi tempat kerja, hak dan kewajiban pekerja, serta kewajiban pimpinan tempat kerja.
Produk hukum yang mengatur tentang K3 di antaranya adalah UU No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja dan UU No 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan.
2. Peraturan Pemerintah (PP)
Peraturan pemerintah, yakni yang mengatur mengenai K3, yang meliputi izin pemakaian zat radioaktif atau radiasi lainnya, keselamatan kerja terhadap dan pengangkutan zat radioaktif.
Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah (1) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 11 Tahun 1979 tentang Keselamatan Kerja Pada Pemurnian dan Pengolahan Minyak dan Gas Bumi; (2) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang Pengawasan Atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida; (3) Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1973 tentang Pengaturan dan Pengawasan Keselamatan Kerja di Bidang Pertambangan, (4) dan lain sebagainya.
3. Keputusan Presiden (Kepres)
Keputusan presiden, yakni mengatur aspek K3, meliputi penyakit yang timbul akibat hubungan kerja. Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul Akibat Hubungan Kerja.
4. Peraturan dari Departemen Tenaga Kerja (Kepmenaker)
Yakni, peraturan tentang K3 terhadap syarat-syarat keselamatan kerja, yang meliputi syarat-syarat K3 untuk penggunaan lift, konstruksi bangunan, listrik, pemasangan alat APAR (pemadam api ringan), serta instalasi penyalur petir.
Produk hukum yang umum untuk diketahui adalah Peraturan Menteri No. 5 tahun 1996 mengenai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja.
11 5. Peraturan dari Departemen Kesehatan (Permenkes)
Yakni, peraturan yang mencakup aspek K3 di rumah sakit atau lebih terkait pada aspek kesehatan kerja dibandingkan dengan keselamatan kerja. Hal tersebut disesuaikan terhadap tugas dan fungsi dari Departemen Kesehatan.
B. Kebijakan kesehatan dan kebijakan K3
Perusahaan Konstruksi mewajibkan untuk menetapkan Kebijakan K3 pada kegiatan yang dilaksanakan. Kebijakan K3 berupa pernyataan yang berisi komitmen untuk menerapkan K3 berdasarkan skala risiko dan peraturan perundang-undangan K3 yang dilaksanakan secara konsisten dan harus ditandatangani oleh Manajer Proyek/Kepala Proyek.
Penyusunan kebijakan K3 dilakukan dengan mengacu kepada:
1. Tinjauan awal kondisi K3 Konstruksi yang antara lain terdiri dari:
a. Identifikasi potensi bahaya, penilaian dan pengendalian risiko;
b. Perbandingan Penerapan K3 Konstruksi dengan Proyek dan/atau Perusahaan lain;
c. Peninjauan sebab-akibat kejadian yang membahayakan;
d. Kompensasi dan gangguan serta hasil penilaian sebelumnya yang berkaitan dengan K3 Konstruksi;
e. dan Penilaian efisiensi dan efektivitas sumber daya yang disediakan.
2. peningkatan kinerja manajemen K3 Konstruksi secara terus menerus;
3. Pasukan dari pekerja dan/atau serikat pekerja konstruksi.
Kebijakan K3 yang ditetapkan harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
• Mencakup komitmen untuk mencegah kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja serta peningkatan berkelanjutan SMK3;
• Mencakup komitmen untuk mematuhi peraturan perundang-undangan dan persyaratan lain yang terkait dengan K3; dan
• Sebagai kerangka untuk menyusun sasaran K3.
Penetapan Kebijakan K3 Konstruksi diharapkan dapat memenuhi : 1) Pengesahan oleh Manajer Proyek/Kepala Proyek;
2) Tertulis, tertanggal dan ditandatangani;
3) Secara jelas menyatakan tujuan dan sasaran K3 Konstruksi;
4) terdokumentasi dan terpelihara dengan baik; serta 5) Bersifat dinamis.
12 Komunikasi Kebijakan K3
Kebijakan K3 harus dijelaskan dan disebarluaskan kepada seluruh pekerja konstruksi, pengawas dan tamu dalam kegiatan konstruksi. Kebijakan penyebarluasan K3 Konstruksi dapat melalui media antara lain papan pengumuman, induksi, serta media lainnya.
Tinjauan Kebijakan K3
Kebijakan peninjauan dilakukan secara berkala untuk menjamin bahwa kebijakan K3 masih sesuai dengan perubahan yang terjadi dalam kegiatan Konstruksi yang dilakukan dan ketentuan peraturan perundang-undangan.
13 MODUL 3
KESEHATAN KERJA DAN KESEHATAN LINGKUNGAN KERJA A. Kesehatan kerja
1. Pengertian
Suma’mur (1986), dalam bukunya “ Higiene Perusahaan dan Keselamatan Kerja” menggabung istilah kesehatan kerja dengan hygiene perusahaan. Hygiene perusahaan adalah spesialis dla ilmu hygiene beserta prakteknya yang dengan mengadakan penelitian kepada faktor-faktor penyebab penyakit kualitatif dan kuantitatif dalam lingkungan kerja dan perusahaan melalui pengukuran yang hasilnya dipergunakan untuk dasar tindakan korektif dilingkungan kerja tersebut serta bila perlu pencegahan, agar pekerja dan masyarakat sekitar suatu perusahaan terhindar dari bahaya akibat kerja serta dimungkinkan mengecap derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Sasaran adalah lingkungan kerja dan bersifat teknis. Sedangkan kesehatan kerja merupakan spesialisasi ilmu kesehatan atau kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan agar pekerja atau masyarakat pekerja memperoleh derajat kesehatan stinggi-tingginya, baik fisik ataupun mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha prefentif dan kuratif terhadap penyakit atau gangguan kesehatan yang diakibatkan fakotr-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit- penyakit umum lainnya. Sasaran adalah manusia dan bersifat medis
Dengan kata lain perusahan dan kesehatan kerja adalah lapangan kesehatan yang mengurusi problematika kesehatan menyeluruh dari tenaga kerja.
Menyeluruh berarti usaha-usaha kuratif, prefentif, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya dan hygiene, dll. Lebih lanjut Suma’mur mengemukakan bahwa penggabunga dua istilah tersebut dalam kesatuan berarti penampungan dua
“disiplin” : medis dan teknik secara serasi. Hygiene perusahan dan kesehatan kerja adalah kerja sama antara golongan stetoskop dan garis hitung, yang menunjukan kolerasi diantara golongan yang berbeda tersebut. Dengan demikian, kesehatan kerja tidak terlepas dan sangat tergantung dari kondisi lingkungan kerja yang diperoleh dari data hasil pengukuran bidang hygiene perusahaan.
Jadi dalam perkataan lain ilmu kesehatan kerja mendalami masalah hubungan 2 arah antara pekerjaan dan kesehatan. Ilmu ini tidak hanya menyangkut hubungan efek lingkungan kerja dengan kesehatan pekerjanya, tetapi hubungan
14 antara status kesehatan pekerja dengan kemampuannya untuk melakukan tugas yang harus dikerjakannya.
Istilah umum yang dikenal dibidang ketenagakerjaan dalam kaitan dengan kesehatan adalah “ kesehatan kerja” (occupational health) saja tanpa memunculkan “ hygiene perusahaan” (industrial hygiene)nya, sebagaimana diuraikan pada definisi kesehatan kerja. Sebagai contoh, dalam program keselamatan dan kesehatan kerja (K3) diperusahaan, maka istilah “ kesehatan kerja” dalam program tersebut sebenarnya mencakup hygiene perusahaan, walaupun prakteknya jarang ditemukan data hasil pengukuran lingkungan kerja perusahaan yang bersangkutan. Padahal kedua istilah tersebut seperti dua sis pada mata uang, kedua saling mempengaruhi. Walaupun istilah umum yang dikenal kesehatan kerja, namun bagi para praktisi pelayanan kesehatan perusahaan dalam hal ini dokter atau paramedis perusahaan, dalam menginterprentasikan istilah tersebut perlu dilengkapi data hasil pengukuran lingkungan kerja.
2. Tujuan dan ruang lingkup kesehatan kerja a. Tujuan
Konsep kesehatan kerja ini semakin banyak berubah sekedar kesehatan pada sektor industry saja melainkan juga mengarah pada upaya kesehatan untuk semua orang dalam melakukan pekerjaannya. Oleh sebab itu kesehatan kerja memiliki tujuan untuk:
- Meningkatkan dan memelihara derajat kesehatan pekerja
- Melindungi dan mencegah pekerjaan dari semua gangguan kesehatan akibat lingkungan kerja atau pekerjaannya
- Menempatkan pekerja sesuai dengan kemampuan fisik, mental, dan pendidikan atau keterampilannya
- Meningkatkan efesiensi dan produktivitas b. Ruang lingkup
Kesehatan kerja mencakup kegiatan yang bersifat komprehensif berupa upaya promotif yang berupa penyuluhan, preventif, kuratif, dan rehabilitative.
Uoaya promotif berupa penyuluhan, pelatihan dan peningkatan pengetahuan tentang upaya hidup sehat dalam bekerja. Upaya prefentif yakni kegiatan pencegahan terhadap risiko kesehatan. Upaya kuratif lebih menekankan pada angka absensi karena sakit dan angia kesakitan. Upaya rehabilitatif lebih menekankan upaya penyembuhan dan pemeliharaan kesehatan kerja upaya
15 promotif dan prefentif lebih mengemuka dengan tidak mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif.
3. Komponen yang mempengaruhi kesehatan pekerja
Berkaitan dengan faktor yang mempengaruhi kondisi kesehatan, dalam melakukan pekerjaan perlu dipertimbangkan berbagai potensi bahaya serta risiko yang bisa terjadi akibat sistem kerja atau cara kerja, penggunaan mesin, alat dan bahan serta lingkungan disamping faktor manusianya
Ditempat kerja, kesehatan dan kinerja seorang pekerja sangat dipengaruhi oleh:
a. Beban kerja beruoa beban fisik, mental, dan sosial, sehingga upaya penempatan kerja yang sesuai dengan kemampuannya perlu diperhatikan.
Derajat tepat suatu penempatan meliputi kecocokan pengalaman, keterampilan, motovasi dan lainnya.
b. Kapasitas kerja yang banyak tergantung pada pendidikan, keterampilan, kesegaran jasmani, ukuran tubuh, keadaan gizi dan sebagainya.
c. Lingkungan kerja sebagai beban tambahan, baik berupa faktor fisik, kimia, biologis, ekonomis, maupun aspek psikososial
Berbagai potensi bahaya kesehatan dan kemungkinan dampaknya antara lain;
- Faktor mesin atau peralatan: cidera, kecalakaan kerja.
- Faktor psikologik dan beban kerja: gangguan muscoulo skeletal, low back poin, kelelahan.
- Faktor fisik: nois induced hearing loss, gangguan neuro vascular, efek radiasi
- Faktor kimia: intoksikasi, alergi, kanker.
- Faktor biologic: infeksi, alergi
- Faktor psikologik: strees psikis, depresi, ketidakpuasan.
- Faktor psikososial: konflik, monotoi, kualitas kerja.
B. Kesehatan lingkungan kerja 1. Faktor lingkungan fisik
a. Konsepsi
Lingkungan fisik dalam arti semua keadaan yang terdapat disekita tempat kerja, akan mempengaruhi pegawai baik secara langsung maupun tidak langsung. Lingkungan fisik dapat dibagi menjadi dua kategori, yakni:
16 - Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai (seperti pusat
kerja, kursi, meja, dan sebagainya)
- Lingkungan perantara, dpaat juga disebut lingkungan kerja yang dapat mempengaruhi kondisi manusia, misalnya temperature, kebisingan, pencahayaan, iklim kerja, getaran mekanis, dan lain-lain
Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik, sehingga dapat dicapai suatu hasil yang optimal, apabila diantaranya ditunjang oleh kondisi lingkungan yang sesuai. Suatu kondisi lingkungan yang sesuai atau dikatakan baik apabila manusia dapat melaksanakan kegiatannya secara optimal, sehat, aman, dan nyaman.. ketidaksesuaian lingkungan kerja dapat dilihat akibatnya dalam jangka waktu yang lama.
b. Faktor-faktor lingkungan fisik 1. Kebisingan
Bunyi didengar sebagai rangsangan-rangsangan pada telinga oleh getaran-getaran-getaran melalui media elastis, dan apabila bunyi-bunyi tersebut tidak dikehendaki, maka dinyatakan sebagai kebisingan.
Terdapat 2 hal yang menentukan kualitas bunyi yaitu:
o Frekuensi
o Intensitas atau arus energi persatuan luas
Adapun gangguan kebisingan secara umum terhadap kesehatan dapat berupa:
o Gangguan fisiologi, berupa gangguan pendengaran, peningkatan tekanan darah, percepatan denyut nadi, peningkatan metabolism basal, vasokonstriksi pebulu darah, peningkatan ketegangan otot.
o Gangguan psikologis, berupa strees, sulit tidur, gangguan komunikasi, sulit konsentrasi
o Gangguan patalogis organis, berupa terjadinya ketulian yang sementara sampai permanen.
2. Penerangan
Pencahayaan ditempat kerja adalah salah satu sumber yang menerangi benda-benda di tempat kerja.
Sumber-sumber pencahayaan secara garis besar dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu:
17 - Sumber pencahayaan alami
- Sumber pencahayaan buatan Gangguan akibat pencahayaan:
a. Gangguan fungsi mata b. Kepekaan terhadap kontras c. Kecepatan presepsi
d. Presepsi warna 3. Cuaca kerja
Keadaan hawa udara yang ditentukan oleh faktor keadaan udara seperti hujan, kelembaban, suhu, penerangan, dsb ditempat kerja.
Gangguan akibat cuaca kerja:
a. Efek panas o Dehidrasi o Heat cramps o Heat exahaustion o Heat strees o Malaria ruba b. Suhu rendah
o Chilblain o Trench foot o Frost bite 4. Getaran
Gerakan yang teratur dari benda atau media dengan arah bolak-balik dari kedudukan seimbangnya. Getaran terjadi saat mesin atau alat dijalankan dengan motor, sehingga pengaruhnya secara mekanis. Secara umum getaran dapat mengganggu tubuh dalam hal:
a. Konsentrasi dalam bekerja b. Datangnya kelelahan
c. Timbulnya beberapa penyakit, diantaranya karena gangguan terhadap mata, syaraf, peredaran darah, otot, tulang, dll
2. Faktor lingkungan kimia a. Konsepsi
Pemahaman tentang bahan kimia yang digunakan di perusahaan sangat penting, untuk memudahkan dalam penanganan bahan-bahan tersebut dalam
18 setiap tingkat pekerjaan yang dilakukan. Secara umum bahaya yang dikandung hana kimia bergantung pada sifat-sifat fisik, kimia, dan racun dari setiap bahan kimia yang bersangkutan. Oleh karena itu pengenalan dan penanganan bahan- bahan kimia berkaitan dengan sifat bahaya yang dikandung dalam rangka mencegah terjadinya kecelakaan, mutlak dilakukan.
b. Faktor-faktor lingkungan kimia
Secara umum bahan kimia dapat dikelompokkan menjadi - Bahan kimia mudah meledak
- Bahan kimia mudah terbakar - Bahan kimia beracun
- Bahan kimia korosif - Bahan kimia oksidator - Bahan kimia reaktif - Bahan kimia radioaktif c. Pengaruh terhadap kesehatan
- Hidung, menghirup gas kimia, uap, atau debu di udara.
- Kulit, bahan kimia dapat meresap melalui kulit termasuk mata
- Mulut, menghirup atau menelan hana kimia yang jatuh ke dalam makanan, minuman, rokok, janggut, atau tangan.
3. Faktor lingkungan biologi a. Konsepsi
Faktor lingkungan biologi merupakan salah satu bahaya yang mungkin ditemukan ditempat kerja. Kurangnya perhatian terhadap bahaya biologi sehingga faktor ini tidak dikenal, dikontrol, dipindahkan, diantisipasi, dan tidak dikenal, dikontrol, dipindahkan, diantisipasi, dan cenderung diabaikan sampai menjadi keadaan yang sulit untuk diperbaiki.
b. Faktor-faktor lingkungan biologi
• Di daerah pertanian o Tetanus o Leptospirosis o Cacing o Byssinosis
• Dilingkungan yang berdebu
19 o Di daerah pertambangan seperti tembaga, asbes, dan sebagainya o Mikroorganisme yang mungkin ditemukan adalah bakteri penyebab
penyakit pernafasan.
• Di daerah peternakan o Antrax o Glanders o Brucellosis
o Infeksi salmonella o Flu burung
• Dilingkungan perkantoran o Humidifier fever o Legionnaire disease 4. Faktor lingkungan fisiologi
a. Konsepsi
Lingkungan fisologi erat hubungannya dengan ergonomic. Didalam ergonomic terdapat makna penyerasian jenis pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap tenaga kerja atau sebaliknya. Hal ini terkait dengan penggunaan teknologi yang tepat, sesuai dengan jenis pekerjaan serta didukung oleh lingkungan kerja yang aman, nyaman, dan sehat. Dalam kondisi ini dibutuhkan pemahaman tentang bagaimana cara pemanfaatan manusia sebagai tenaga kerja seoptimal mungkin sehingga diharapkan tercapai efesiensi, evektifitas, dan produktivitas yang optimal.
b. Faktor-faktor lingkungan fisiologi
Golongan fisiologi adalah salah satu sumber hazard yang ssering dijumpai pada lingkungan kerja. Biasanya disebabkan oleh kesalahan konstruksi mesin, sikpa badan yang kurang baik dan sebagainya yang kesemuanya menyebabkan kelelahan fisik. Lingkungan fisiologi erat hubungannya dengan ergonomic yaitu adanya kesesuaian atau penyerasian jenis pekerjaan dan lingkungan kerja terhadap tenaga kerja begitu pun sebaliknya.
c. Pengaruh terhadap kesehatan - Anatomi dan gerak
Terdapat 2 hal penting yang berhubungan yakni:
20 - Antropometris, yang dipengaruhi oleh: jenis kelamin, perbedaan
bangsa, sifat atau hal yang diturunkan, kebiasaan yang berbeda - Biomekanik kerja, misalnya dalam hal penerapan ilmu gaya antara
lain sikap duduk atau berdiri yang tidak atau kurang melelahkan karena posisi yang benar dan ukuran peralatan yang telah diperhitungkan.
- Fisiologi
Dibagi menjadi:
- Fisiologi lingkungan kerja
a. Berhubungan dengan kenyamanaan
b. Pengamanan terhadap potensial hazards, ruang gerak yang memadai.
- Psikologi
Rasa aman, nyaman dan sejahtera dalam bekerja yang didapatkan oleh tenaga kerja. Hal ini dapat terjadi karena lingkungan kerja (cahaya, ventilasi, posisi kerja, dll) tidak menimbulkan strees pada pekerja.
- Rekayasa dan teknologi antara lain:
- Merupakan kiat-kiat untuk melakukan disain peralatan yang sesuai dengan ukuran tubuh dan batasan-batasan pergerakan manusia - Memudahkan seseorang dalam melakukan pekerjaannya sehingga
lebih efisien dan lebih produktof untuk itu diperlukan disain mesin yang sesuai dengan operatornya
- Memberi rasa aman terhadap pekerjaannya.
Beberapa gangguan yang disebabkan lingkungan fisiologi:
a. Kelelahan kerja
b. CTD (Cumulative Trauma Disorder) 5. Faktor lingkungan psikologi
a. Faktor-faktor lingkungan psikologi
Lingkungan psikologi erat hubungannya dengan faktor dari dalam individu terhadap pekerjaan, faktor sosial, dan faktor lingkungan pekerjaan, yang membawa pengaruh terhadap kondisi psikologis pekerja.
b. Pengaruh terhadap kesehatan
Gangguan mental (emosional)dan gangguan fisik (fisiologis)
21 MODUL 4
KECELAKAAN DAN PENYAKIT AKIBAT KERJA
Terdapat beberapa dasar hukum yang mengatur tentang ketenagaankerjaan di Indonesia, antara lain :
• Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1969 tentang Ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
• Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1999 Tentang usia minimum untuk diperbolehkan Bekerja/Concerning Minimum Age For Admission to Employment (Konvensi ILO No. 123 tahun 1973).
• Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh;
• Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
• Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
• Undang- Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Perlindungan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
Mengacu pada pasal 86 undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bahwa setiap pekerja atau buruh mempunyai hak untuk memperoleh keselamatan, moral kesusilaan dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Untuk melindungi keselamatan pekerja / buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselengarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.
Berikut beberapa referensi terkait kecelakaan dan penyakit akibat kerja (K3), yang penting kita ketahui.
A. Kecelakaan Kerja
Menurut Suma’mur (1992) Kecelakaan kerja adalah kecelakaan berhubungan dengan hubungan kerja. Hubungan kerja disini dapat berarti bahwa kecelakaan terjadi
22 dikarenakan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Maka dalam hal ini, dapat dua permasalahan penting yaitu, kecelakaan akibat pekerjaan itu atau kecelakaan terjadi pada saat pekerjaan sedang dilakukan. Kecelakaan merupakan suatu yang tidak diinginkan oleh semua orang, begitu juga halnya dalam melaksanakan pekerjaan. Kecelakaan disini dikelompokan kedalam, kecelakaan akibat kerja ditempat kerja, kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan di rumah.
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 04/Men/1993, tentang kecelakaan kerja, kecelakaan kerja adalah kecelakaan yang terjadi berhubungan dengan hubungan kerja, termasuk penyakit yang timbul karena hubungan kerja, demikian pula kecelakaan yang terjadi dalam perjalanan berangkat dari rumah menuju tempat kerja, dan pulang kerumah melalui jalan yang biasa atau wajar dilalui.
Sementara menurut Silalahi dan Silalahi (1995), Kecelakaan kerja adalah setiap perbuatan atau kondisi tidak selamat yang dapat mengakibatkan kecelakaan.
Sedangkan Sugandi (2003), menyatakan bahwa kecelakaan kerja (accident) merupakan suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses.
B. Penyakit Akibat Kerja
Berdasarkan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Per/01/Men/ 1981, penyakit akibat kerja adalah setiap penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Baik itu penyakit yang timbul dari akibat aktifitas kerja maupun penyakit yang timbul dari akibat lingkungan yang ada disekitar tempat kerja.
Menurut Entjang (2000), penyakit akibat kerja adalah penyakit yang ditimbulkan oleh atau didapat pada waktu melakukan pekerjaan. Dalam perusahaan dikenal dua katagori penyakit yang diderita pekerja yaitu penyakit umum dan penyakit akibat kerja. Penyakit umum adalah semua penyakit yang mungkin dapat diderita oleh setiap orang, baik yang bekerja, masih sekolah, menganggur. Penyakit yang paling banyak adalah penyakit infeksi, viral, baterial dan penyakit parasit.
Sementara Suma’mur (1992), menyatakan bahwa penyakit akibat kerja atau yang lebih dikenal sebagai occupational diseases adalah penyakit yang disebabkan oleh faktor-faktor pekerjaan atau didapat pada waktu melakukan pekerjaan.
23 Sementara beberapa definisi penyakit akibat kerja, sesuai hasil international symposium mengenai penyakit akibat hubungan kerja International Labor Organization (ILO) antara lain sebagai berikut :
• Penyakit akibat kerja (Occupational disease): Penyakit yang mempunyai penyebab spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, yang pada umunya terdiri dari satu agen penyebab yang sudah diakui
• Penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan (Work related disease) : Adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen penyebab, dimana factor pada pekerjaan memegang peranan bersama dengan factor risiko lainya dalam berkembangnya penyakit yang mempunyai etiologi yang kompleks.
• Penyakit yang mengenai populasi pekerja (Diseases affecting working populations):
Penyakit yang terjadi pada populasi pekerja tanpa adanya agen penyebab ditempat kerja, namun dapat diperberat oleh kondisi pekerjaan yang buruk bagi kesehatan.
C. Cidera Akibat Kecelakaan Kerja
Pengertian cidera berdasarkan Heinrich et al. (1980) adalah patah, retak, cabikan, dan sebagainya yang diakibatkan oleh kecelakaan. Bureau of Labor Statistics, U.S.
Department of Labor (2008) menyatakan bahwa bagian tubuh yang terkena cidera dan sakit terbagi menjadi:
• Kepala; mata.
• Leher.
• Batang tubuh; bahu, punggung.
• Alat gerak atas; lengan tangan, pergelangan tangan, tangan selain jari, jari tangan.
• Alat gerak bawah; lutut, pergelangan kaki, kaki selain jari kaki, jari kaki
• Sistem tubuh.
• Banyak bagian
Tujuan menganalisa cidera atau sakit yang mengenai anggota bagian tubuh yang spesifik adalah untuk membantu dalam mengembangkan program untuk mencegah terjadinya cidera karena kecelakaan, sebagai contoh cidera mata dengan penggunaan kaca mata pelindung. Selain itu juga bisa digunakan untuk menganalisis penyebab alami terjadinya cidera karena kecelakaan kerja.
24
❖ Faktor Penyebab Kecelakaan kerjaMenurut Djati (2002), terdapat beberapa penyebab kecelakaan akibat kerja, antara lain :
3. Kondisi tidak aman (unsafe condition): Kondisi tidak aman dapat dijelaskan bahwa dalam pelaksanaan kegiatan pekerja di lingkungan kerja seharusnya mematuhi aturan dari Industri Hygiene, yang mengatur agar kondisi tempat kerja aman dan sehat. Apabila tempat kerja tidak mengikuti aturan kesehatan dan keselamatan kerja yang telah ditentukan maka terjadilah kondisi yang tidak aman.
4. Tindakan tidak aman (unsafe action): Menurut penelitian hampir 80 % kecelakaan terjadi disebabkan factor manusia yang melakukan tindakan tidak aman. Tindakan tidak aman ini dapat disebabkan oleh :
a. Karena tidak tahu: Yang bersangkutan tidak mengetahui bagaiamana melakukan pekerjaan dengan aman dan tidak tahu bahya-bahaya yang ada b. Karena tidak mampu atau tidak bias: Yang bersangkutan telah mengetahui
cara kerja yang aman, bahaya-bahaya yang ada tetapi karena belum mampu, kurang trampil dia melakukan kesalahan.
c. Karena tidak mau: Walaupun telah mengetahui dengan jelas cara kerja dan peraturan¬peraturannya serta yang bersangkutan dapat melaksanakannya, tetapi karena tidak mau melaksanakan melaksanakan maka terjadi kecelakaan, misalnya tidak mau memakai alat keselamatan atau melepas alat pengaman.
Beberapa contoh tindakan yang tidak aman, antara lain meliputi : Menjalankan sesuatu tanpa wewenang pekerja; Menjalankan sesuatu alat kerja dengan kecepatan tinggi; Membuat alat pengaman diri tidak berfungsi: Mempergunakan peralatan yang kurang baik; Pemuatan, penempatan, pencampuran secara berbahaya; Mengambil kedudukan atau sikap yang salah; Mengancam, menggoda, sembrono, membuat terkejut; Tidak menggunakan alat pelindung diri
Menurut Silalahi dan Silalahi (1995), beberapa faktor bergerak dalam satu kesatuan berantai didalam setiap bahaya terhadap pekerja, antara lain meliputi faktor lingkungan, faktor biaya, faktor peralatan dan perlengkapan kerja, serta faktor manusia.
❖ Faktor penyebab penyakit akibat kerja
Terdapat beberapa resiko penyakit yang dialami seorang pekerja karena pekerjaannya. Menurut Pusparini (2003), penyakit akibat kerja ini dapat disebabkan karena faktor biologis, karena faktor Bakteri, Virus, Jamur, Parasit. Sedangkan menurut Notoatmodjo (2003), penyakit akibat kerja juga dapat disebabkan oleh
25 binatang atau hewan dan tumbuh-tumbuhan yang menyebabkan pandangan tidak enak menganggu, misalnya; nyamuk, lalat, kecoak, lumut, taman yang tak teratur dan sebagainya.
D. Jenis Potensi Kecelakaan Kerja Terkait dengan Tugas Pemeliharaan dan Perawatan Bangunan Gedung Rusunawa
Pada setiap tahap pekerjaan cukup banyak potensi kecelakaan kerja yang harus diketahui para pekerja pekerjaan sipil dan arsitektural juga para mekanik dan para pekerja instalasi listrik, mengingat banyak lokasi-lokasi yang membahayakan dan komponen-komponen mesin yang bergerak yang dapat menimbulkan kecelakaan bila sejak awal tidak diketahui memiliki potensi kecelakaan kerja termasuk potensi pencemaran lingkungan.
1. Pada pemeliharaan dan perawatan pekerjaan sipil, arsitektural dan pertamanan;
a. Terpeleset dari tangga/pijakan b. Kepala terbentur
c. Terhisap debu.
d. Terkena aspal panas pada pekerjaan jalan di lokasi persil gedung e. Terpeleset ketika naik/turun tangga
f. Jatuh ke dalam galian yang dalam
2. Pada pemeliharaan dan perawatan pekerjaan mekanikal dan elektrikal a. Tersengat arus listrik
b. Terpeleset ketika naik/turun tangga mesin
c. Baju yang longgar terlilit komponen yang bergerak/berputar
❖ Penginterpretasian Potensi Bahaya Dan Risiko Kecelakaan Kerja
Untuk mengantisipasi terjadinya kecelakaan kerja dari bahaya pada pelaksanaan kegiatan pemeliharaan dan perawatan bangunan gedung, telah diberikan rambu-rambu petunjuk dan peringatan, dan tanda-tanda peringatan tersebut telah terpasang pada beberapa lokasi yang terkait dengan kondisi yang membahayakan sesuai dengan isi rambu-rambunya. Sebagai contoh rambu-rambu seperti gambar- gambar di bawah ini, baik rambu-rambu untuk pekerjaan sipil, pekerjaan arsitektural, pekerjaan mekanikal, maupun pekerjaan elektrikal.
1. Berdasarkan petunjuk rambu-rambu
Pertama kali para pekerja pekerjaan sipil dan arsitektural juga para mekanik dan para pekerja instalasi listrik harus memahami tingkat bahaya yang
26 diinformasikan tanda peringatan yang tercantum pada rambu-rambu di seluruh area gedung dan juga yang terpasang pada unit alat atau mesin, misalnya mesin genset, mesin lift.
2. Berdasarkan peraturan K
a. Undang-undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
Tujuan dan sasaran dari pada Undang-undang Keselamatan seperti pada pokok-pokok pertimbangan dikeluarkannya Undang-undang Nomor. 1 tahun 1970, maka dapat diketahui antara lain:
- Agar tenaga kerja dan setiap orang lainnya yang berada dalam tempat kerja selalu dalam keadaan selamat dan sehat.
- Agar sumber-sumber produksi dapat dipakai dan digunakan secara efisien.
- Agar proses produksi dapat berjalan secara lancar tanpa hambatan apapun.
Kondisi tersebut dapat dicapai antara lain apabila kecelakaan termasuk kebakaran, peledakan dan penyakit akibat kerja dapat dicegah dan ditanggulangi. Oleh karena itu setiap usaha keselamatan dan kesehatan kerja tidak lain adalah pencegahan dan penanggulangan kecelakaan di tempat kerja untuk kesejahteraan hidup dan meningkatkan produksi serta produktivitas Nasional.
Dalam Undang undang tersebut dicantumkan antara lain kewajiban dan hak tenaga kerja:
- Memberikan keterangan apabila diminta oleh Pegawai, Pengawas/Ahli K3 - Memakai alat-alat pelindung diri
- Mentaati syarat-syarat K3 yang diwajibkan
- Meminta pengurus untuk melaksanakan syarat-syarat K3 yang diwajibkan - Menyatakan keberatan terhadap pekerjaan di mana syarat-syarat K3 dan
alat-alat pelindung diri tidak menjamin keselamatannya.
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor.09/PER/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen K3 Konstruksi Pekerjaan Umum
- Tujuan diberlakukannya pedoman ini agar semua pemangku kepentingan mengetahui dan memahami tugas dan kewajibannya dalam penyelenggaraan SMK3 Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum sehingga dapat mencegah terjadinya kecelakaan kerja konstruksi dan penyakit akibat kerja konstruksi serta menciptakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman, yang pada akhirnya akan meningkatkan produktivitas kerja
27 - Dalam pelaksanaan konstruksi para pekerja pekerjaan sipil dan arsitektural juga para mekanik dan para pekerja instalasi listrik termasuk operator mesin melalui P2K3 (Panitia Pembina K3) yaitu badan pembantu di institusi dan tempat kerja yang merupakan wadah kerja sama antara pengusaha dan pekerja, memiliki peran dalam mengembangkan kerja sama saling pengertian dan partisipasi efektif dalam penerapan keselamatan dan kesehatan kerja.
- Tingkat risiko kegiatan yang akan dilaksanakan yang telah disusun dan dituangkan dalam daftar simak menjadi kewajiban para pekerja pekerjaan sipil dan arsitektural juga para mekanik dan para pekerja instalasi listrik untuk melaksanakan penerapannya.
28 MODUL 5
ANALISIS RESIKO DAN PENGENDALIAN K3 A. Analisis resiko
Risiko adalah suatu keadaan yang tidak pasti yang dihadapi seseorang atau suatu perusahaan kontruksi yang dapat memberikan dampak merugikan atau hal-hal yang tidak sesuai dengan rencana apakah terhadap waktu atau biaya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) Definisi menurut OHSAS yaitu Semua kondisi dan faktor yang dapat berdampak pada keselamatan dan kesehatan kerja tenaga kerja maupun orang lain (kontraktor, pemasok, pengunjung, dan tamu) di tempat kerja. Penerapan K3 dilaksanakan berdasarkan landasan hukum yang terkait. Landasan hukum tersebut meliputi Undang-Undang dan Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi.Identifikasi risiko pada tahap awal ini adalah memberikan suatu analisis deksriptif tentang kemungkinan kecelakaan yang dapat terjadi. Data tersebut dirumuskan berdasarkan metode pelaksanaan proyek, Standart of Procedure (SOP) K3, struktur organisasi, layout proyek, literatur dan peraturan yang berkaitan dengan sistem penerapan K3. Setelah dilakukan identifikasi dan disajikan dalam kuisioner, kuisioner tersebut disebar kepada responden yang telah ditentukan. Hasil dari kuisioner tersebut diperhitungkan dengan Severity Index yang meliputi probabilitas dan dampak dalam bentuk presentase. Presentase tersebut kemudian digolongkan menjadi tingkat matriks probabilitas dan dampak. Kedua tingkat ini kemudian akan diplotkan dalam matriks risiko. Setelah didapatkan pekerjaan yang berisiko paling tinggi, kemudian dilakukan identifikasi lebih lanjut dengan metode Job Safety Analysis yang membahas secara mendetail tahap pekerjaan. Metode tersebut memaparkan mengenai hal detail dalam pekerjaan seperti alat dan material yang digunakan, metode pekerjaan, dan lingkungan kerja. Tahap terakhir adalah pengendalian risiko. Setelah mengetahui level risiko dari setiap pekerjaan, dapat diketahui pengendalian risiko dari masing-masing pekerjaan.
Penentuan pengendalian tersebut dibuat berdasarkan hasil wawancara kepada sumber- sumber yang telah ditentukan sebelumnya. Setelah didapatkan pengendalian pekerjaan risiko tinggi, maka diperlukan pengecekan terhadap kondisi lapangan yang sebenarnya.
B. Langkah-langkah dalam penilaian resiko 1. Identifikasi Bahaya
Identifikasi dilakukan dengan beberapa teknik yaitu teknik pasif berdasarkan pengalaman sendiri, teknik semiproaktif berdasarkan pengalaman orang lain, dan teknik proaktif dengan mencari bahaya sebelum terjadi. Pada pekerjaan yang berisiko
29 tinggi, dilakukan identifikasi lebih lanjut. Identifikasi tersebut dapat dilakukan dengan beberapa metode, salah satunya metode Job Safety Analysis. Job Safety Analysis merupakan salah satu komponen dari sebuah komitmen manajemen K3. Dalam metode ini, setelah diketahui pekerjaan yang berisiko tinggi, maka pekerjaan tersebut akan di breakdown untuk mengetahui tahap lebih spesifik beserta risiko dan cara pengendalian masing-masing risiko yang ada.
• People hazard (Bahaya Manusia)
Bahaya manusia mencakup sejumlah isu. Beberapa bahaya dilakukan oleh individu terkait. lainnya adalah dilakukan dengan sistem yang mengharuskan orang menggunakan. Ketika berpikir tentang bahaya manusia, kata-kata seperti; Pelatihan, Kemampuan /Pembatasan, Pengawasan, Komunikasi, Jumlah yang memadai dan Kesalahan manusia, harus dipertimbangkan.
• Equipment hazard (Bahaya Peralatan)
Bahaya peralatan akan berhubungan dengan peralatan yang digunakan, dan juga mencakup pekerjaan yang terkait dengan; Perbaikan, Pemeliharaan, Penanganan, Pembersihan, Penyimpanan dan Pengoperasian peralatan.
• Material hazard (Bahaya Material)
Bahaya material mencakup material padat, cair atau gas yang berhubungan dengan pekerjaan. Hal ini tidak hanya mencakup zat-zat yang dibutuhkan untuk tugas tertentu, tetapi juga setiap produk atau limbah yang dihasilkan oleh pekerjaan atau aktifitas.
• Environment hazard (Bahaya Lingkungan)
Bahaya lingkungan adalah semua bahaya di lingkungan Anda bekerja. Tergantung pada lokasi dan aktivitas, bahaya bisa mencakup; Kurang cahaya, Panas dan Ventilasi, Kurangnya akses/jalan keluar, Bahaya tersandung/tergelincir, Ruang terbatas/visibilitas dan kegiatan lain di sekitar lokasi aktifitas.
2. Penilaian Risiko
30 Setelah mengetahui risiko bahaya yang data terjadi, kemudian bahaya tersebut perlu dianalisis untuk menentukan tingkat risikonya menjadi risiko besar, sedang, kecil, dan dapat diabaikan. Penilaian dilakukan berdasarkan kategori kemungkinan risiko dan dampak yang telah ditetapkan. Selanjutnya, hasil kemungkinan dan dampak yang diperoleh dimasukan ke dalam tabel matriks risiko yang akan menghasilkan peringkat risiko
3. Pengendalian Risiko
Penentuan pengendalian harus mempertimbangkan hierarki pengendalian, mulai dari eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, administratif, dan terakhir penyediaan alat keselamatan yang disesuaikan dengan kondisi organisasi, ketersediaan biaya, biaya operasional, faktor manusia, dan lingkungan.
4. Identifikasi Siapa Yang Dapat Terkena Bahaya
Setelah melakukan identifikasi bahaya, kita harus memiliki daftar bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan yang berpotensi mengakibatkan cedera bagi mereka yang berisiko. Meskipun pekerjaan tampaknya telah dikelola dengan baik, jika langkah-langkah pengendalian gagal, maka beberapa orang terkait bisa terluka, misalnya;
1. Pekerja permanen di lokasi 2. Personil yang mengunjungi lokasi 3. Pejalan kaki yang melintas di lokasi
4. Penyusup dan anak-anak yang masuk ke lokasi
Penilaian risiko harus mempertimbangkan semua pihak / orang yang berpotensi dirugikan jika pengendalian gagal.
5. Rekam Penilaian Resiko
Dengan merekam temuan, diharapkan hasil rekaman tersebut dapat menjadi suatu sistem yang jelas dan menjadi acuan untuk sosialisasi atau refreshing training ke personel-personel terkait. Terkait rekaman penilaian resiko, perlu diperhatikan;
- Kejelasan lokasi dan pekerjaan
- Pastikan bahwa bahaya dan pengendalian secara jelas tercantum.
- Pertimbangkan semua orang yang berpotensi dirugikan.
- Pastikan bahwa personil terkait memahami rekaman (misal bahasa)
31 - Pastikan bahwa penilaian risiko tersedia bagi mereka yang mungkin
membutuhkannya, Jangan hanya disimpan dalam file.
6. Tinjauan regular
Penilaian Risiko Harus Ditinjau secara teratur. Periode tinjauan perlu ditetapkan. Tinjauan harus dilakukan jika terdapat perubahan yang berpotensi berpengaruh terhadap perubahan bahaya dan resiko yang saat ini telah diidentifikasi.
Ingat, penilaian risiko harus merupakan dokumen dinamis, yang dapat berubah sesuai keadaan.
C. Pengendalian resiko dalam k3 1. Eliminasi
Seperti namanya, eliminasi adalah pengendalian risiko K3 untuk mengeliminir atau menghilangkan suatu bahaya. Misalnya saja ketika di tempat kerja kita melihat ada oli yang tumpah atau berceceran maka sesegera mungkin kita hilangkan sumber bahaya ini. Eliminasi merupakan puncak tertinggi dalam pengendalian risiko dalam K3. Karena apabila bahaya sudah dihilangkan maka sangat kecil kemungkinan akan mengancam pekerja. Hierarki pengendalian risiko ini adalah yang paling utama.
Sebab, dengan menghilangkan risiko kecelakaan maka sangat mungkin kecelakaan tidak akan terjadi kembali. Oleh karena itu, kita perlu melakukan eliminasi.
Studi kasus eliminasi: Anda adalah seorang safety officer. Saat itu, Anda melihat mesin tua yang dijalankan dengan tidak optimal. Padahal mesin tersebut berpotensi untuk meledak suatu saat. Maka cara paling ampuh untuk mengatasi masalah tersebut adalah dengan menghilangkan mesin tersebut dari jangkauan lalu kita harus membeli mesin yang baru. Dalam hal ini sumber bahaya telah tereliminasi.
2. Substitusi
Substitusi adalah metode pengendalian risiko yang berfokus pada penggantian suatu alat atau mesin atau barang yang memiliki bahaya dengan yang tidak memiliki bahaya. Contoh kasusnya adalah pada mesin diesel yang terdapat kebisingan tinggi, maka sebaiknya kita mengganti mesin tersebut dengan yang memiliki suara lebih kecil agar tidak menimbulkan bahaya kebisingan berlebih. Substitusi dilakukan apabila proses eliminasi sudah tidak bisa dilakukan.
32 Studi Kasus substitusi : Masih dalam kasus yang sama, anggap saja Anda melihat ada mesin yang berbahaya jika terus beroperasi. Akan tetapi, untuk mengganti mesin tersebut perusahaaan tidak memiliki dana karena harganya mahal. Padahal mesin tersebut rusak pada bagian tangki minyaknya yang suatu saat jika terjadi kebocoran bisa akibatkan kebakaran. Sebagai safety officer, Anda harus tahu langkah selanjutnya jika proses eliminasi tidak bisa dijalankan yaitu substitusi. Tangki minyak bisa Anda ganti dengan tangki yang baru tanpa harus mengganti semua elemen mesin secara keseluruhan. Dengan begitu, bahaya jadi lebih terorganisir. Akan tetapi, dahulukanlah mengganti keseluruhan mesin.
3. Engineering control
Engineering control adalah proses pengendalian risiko dengan merekayasa suatu alat atau bahan dengan tujuan mengendalikan bahayanya. Engineering control kita lakukan apabila proses substitusi tidak bisa dilakukan. Biasanya terkendala dari segi biaya untuk penggantian alat dan bahan oleh karena itu, kita melakukan proses rekayasa engineering. Contoh kasusnya adalah ketika di tempat kerja ada mesin diesel yang memiliki suara bising. Akan tetapi, kita tidak bisa menggantinya dengan yang lain maka kita harus memodifikasi sedemikian rupa agar suara tidak keluar secara berlebihan.
Studi Kasus Engineering Control: Masih membahas yang tadi, yaitu kasus mesin yang tangkinya bocor. Anggaplah perusahaan Anda sedang collapse dan tidak punya dana untuk mengganti tangki tersebut, sebagai orang K3 jangan diam berpangku tangan dan membiarkan hal tersebut terjadi. Anda bisa melakukan engineering control yaitu dengan menambal bagian yang bocor tersebut dengan bantuan teknisi las. Dengan menambal bagian tersebut, kebocoran bisa teratasi secara sementara.
4. Administrasi
Langkah ini adalah terkait dengan proses non teknis dalam suatu pekerjaan dengan tujuan menghilangkan bahaya. Proses non teknis ini diantaranya seperti pembuatan prosedur kerja, pembuatan aturan kerja, pelatihan kerja, penentuan durasi kerja, penempatan tanda bahaya, penentuan label, pemasangan rambu dan juga poster.
Contoh kasusnya adalah apabila di tempat kerja ada mesin diesel yang mengeluarkan kebisingan berlebih dan sudah tidak bisa direkaya secara teknis maka langkah yang harus dilakukan adalah pembatasan jam kerja, pembuatan prosedur, pemasangan
33 tanda bahaya dan lain sebagainya. Dengan tujuan, pekerja tidak berlebihan terpapar kebisingan.
Studi Kasus Administrasi: Nah, langkah selanjutnya adalah dengan memberikan sentuhan administrasi pada bahaya. Anda bisa membuat sign atau rambu-rambu pada mesin tersebut agar tidak digunakan lebih dari sekian jam atau tidak boleh lebih dari batas normal. Anda juga harus membuat SOP agar pekerja tahu kapan harus mengecek secara berkala mesin tersebut.
5. APD
APD atau alat pelindung diri adalah hierarki pengendalian risiko terakhir dalam K3. Pengendalian ini banyak digunakan karena sederhana dan murah. Akan tetapi, proteksi yang diberikan tidak sebaik langkah di atas. APD tidak menghilangkan sumber bahaya sehingga proteksi yang diberikan tergantung dari individu masing-masing yang memakai. Contoh APD adalah helm, earmuff, safety gloves dan lainnya.
Studi Kasus APD : Langkah terakhir adalah dengan selalu menggunakan APD. Tapi jangan jadikan APD sebagai prioritas pengendalian masalah. Anda harus benar-benar memprioritaskan hierarki di atas sebelum menggunakan APD. Karena APD tidak benar-benar menghilangkan bahaya.
Pemasangan safety sign adalah salah satu langkah dalam aspek Determining Control berupa Administrative control pada terminologi HIRADC. Sebagaimana kita ketahui, control terhadap resiko harus dilakukan diantaranya melalui hirarki proses eliminasi, subtitusi, isolasi, engineering control, administrative control. Ketika hazard (bahaya) sudah diidentifikasi, risiko sudah dinilai dan langkah-langkah pengendalian resiko menggunakan safety sign sudah dibuat , masalah yang seringkali timbul adalah ketika petugas yang berwenang kebingungan membuat safety sign yang baik dan benar yang mengacu pada standar nasional maupun internasional yang ada.
Pengendalian risiko merupakan langkah menentukan dalam keseluruhan manajemen risiko. Berdasarkan hasil analisa dan evaluasi risiko dapat ditentukan apakah suatu risiko dapat diterima atau tidak. Jika risiko dapat diterima, tentunya tidak diperlukan langkah pengendalian lebih lanjut.
Selanjutnya dalam menentukan pengendalian harus mempertimbangkan hirarki pengendalian mulai eliminasi, substitusi, pengendalian teknis, administratif dan terakhir penyediaan alat
34 keselamatan yang disesuaikan dengan kondisi proyek, ketersediaan biaya, biaya operasional, faktor manusia dan lingkungan.
▪ Pengendalian Teknis
Sumber bahaya biasanya berasal dar peralatan atau sarana teknis yang ada di lingkungan kerja. Karenanya, pengendalian bahaya dapat dilakukan melalui perbaikan pada desain, penambahan peralatan dan pemasangan peralatan pengaman. Sebagai contoh, mesin bising dapat diperbaiki secara teknis dengan memasang peredam suara sehingga tingkat kebisingan dapat ditekan. Pencemaran diruang kerja dapat diatasi dengan memasang ventilasi yang baik. Bahaya pada mesin dapat dikurangi dengan memasang pagar pengaman atau sistem interlock.
▪ Pengendalian Administratif
Pengendalian bahaya pada Proyek The Ritz Carlton Bali juga dapat dilakukan secara administratif misalnya dengan mengatur jadwal kerja, istirahat, cara kerja atau prosedur kerja yang lebih aman, rotasi atau pemeriksaan kesehatan.
▪ Pengendalian Operasi
Kegiatan operasi merupakan sumber bahaya paling potensial dalam organisasi proyek konstruksi. Pengendalian operasi merupakan elemen yang sangat penting.
Lingkup kegiatan operasi ini, dimulai sejak rancang bangun, konstruksi, operasi, pemeliharaan sampai pasca.