• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi Faktor Bahaya Di Puskesmas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Identifikasi Faktor Bahaya Di Puskesmas"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA IDENTIFIKASI FAKTOR BAHAYA

DI PUSKESMAS DI PUSKESMAS

(2)

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua diberikan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas ini dengan baik dan tepat waktu.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukung dalam menyelesaikan tugas mandiri ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penyelesaian tugas ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kata sempurna, oleh sebab itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi untuk perbaikan dalam penyelesaian tugas lainnya. Semoga tugas yang saya susun ini bermanfaat untuk kita semua.

Bandar Lampung, Desember 2014

(3)

DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ... i KATA PENGANTAR ... ii DAFTAR ISI ... ii BAB I PENDAHULUAN ...1 BAB II PEMBAHASAN ...3

 A. Identifikasi Faktor Bahaya di Puskesmas ...3

B. Upaya Pengendalian ...10

BAB III PENUTUP ...14 DAFTAR PUSTAKA

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

Setiap tempat kerja selalu mengandung berbagai potensi bahaya yang dapat mempengaruhi kesehatan tenaga kerja atau dapat menyebabkan timbulnya penyakit akibat kerja. Potensi bahaya adalah segala sesuatu yang berpotensi menyebabkan terjadinya kerugian, kerusakan, cidera, sakit, kecelakaan atau bahkan dapat mengakibatkan kematian yang berhubungan dengan proses dan sistem kerja. Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja pada Pasal 1 menyatakan bahwa tempat kerja ialah tiap ruangan atau lapangan, tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja, atau yang sering dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Termasuk tempat kerja ialah semua ruangan, lapangan, halaman dan sekelilingnya yang merupakan bagian-bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja tersebut. Potensi bahaya mempunyai potensi untuk mengakibatkan kerusakan dan Kerugian.

Untuk menghindari dan meminimalkan kemungkinan terjadinya potensi bahaya di tempat kerja, Pengenalan potensi bahaya di tempat kerja merupakan dasar untuk mengetahui pengaruhnya terhadap tenaga kerja, serta dapat dipergunakan untuk mengadakan upaya-upaya pengendalian dalam rangka pencegahan penyakit akibat kerja yagmungkin terjadi. Secara umum, potensi bahaya lingkungan kerja dapat berasal atau bersumber dari berbagai faktor, antara lain : 1) faktor teknis, yaitu potensi bahaya yang berasal atau terdapat pada peralatan kerja yang digunakan atau dari pekerjaan itu sendiri; 2) faktor lingkungan, yaitu potensi bahaya yang berasal dari atau berada di dalam lingkungan, yang bisa bersumber dari proses produksi termasuk bahan baku, baik produk antara maupun hasil akhir; 3) faktor manusia, merupakan potensi bahaya yang cukup besar terutama apabila

(5)

manusia yang melakukan pekerjaan tersebut tidak berada dalam kondisi kesehatan yang prima baik fisik maupun psikis.

Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah unit fungsional pelayanan kesehatan terdepan sebagai unit pelaksana teknis dinas kesehatan kota atau kabupaten yang melaksanakan upaya penyuluhan, pencegahan dan penanganan kasus-kasus penyakit di wilayah kerjanya, secara terpadu dan terkoordinasi. Puskesmas merupakan tempat kerja serta berkumpulnya orang-orang sehat (petugas dan pengunjung) dan orang-orang sakit (pasien), sehingga puskesmas merupakan tempat kerja yang mempunyai resiko kesehatan maupun penyakit akibat kecelakaan kerja. Oleh karena itu petugas puskesmas tersebut mempunyai resiko tinggi karena sering kontak dengan agent penyakit menular, dengan darah dan cairan tubuhmaupun tertusuk jarum suntik bekas yang mungkin dapat berperan sebagai transmisi beberapa penyakit seperti hepatitis B, HIV AIDS dan juga potensial sebagai media penularan penyakit yang lain.

(6)

BAB II

PEMBAHASAN

A. Identifikasi Faktor Bahaya di Puskesmas

Puskesmas ataupun Rumah sakit adalah sarana upaya kesehatan yang menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan serta dapat berfungsi sebagai tempat pendidikan tenaga kesehatan dan penelitian. Puskesmas ataupun Rumah sakit merupakan salah satu tempat bagi masyarakat untuk mendapatkan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan dengan berbagai fasilitas dan peralatan kesehatannya. Rumah sakit sebagai tempat kerja yang unik dan kompleks tidak saja menyediakan pelayanan kesehatan bagi masyarakat, tetapi juga merupakan tempat pendidikan dan penelitian kedokteran. Semakin luas pelayanan kesehatan dan fungsi suatu rumah sakit maka semakin kompleks peralatan dan fasilitasnya.

Potensi bahaya di sarana pelayanan kesehatan, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di tempat pelayanan tersebut, yaitu kecelakaan (peledakan, kebakaran, kecelakaan yang berhubungan dengan instalasi listrik, dan sumber-sumber cedera lainnya), radiasi, bahan-bahan kimia yang berbahaya, gas-gas anestesi, gangguan psikososial, dan ergonomi. Semua potensi-potensi bahaya tersebut  jelas mengancam jiwa bagi kehidupan bagi para karyawan di rumah sakit, para

pasien maupun para pengunjung yang ada di lingkungan puskesmas.

Sarana pelayanan kesehatan ini mempunyai karakteristik khusus yang dapat meningkatkan peluang kecelakaan. Misalnya, petugas acapkali menggunakan dan menyerahkan instrumen benda-benda tajam tanpa melihat atau membiarkan orang lain tahu apa yang sedang mereka lakukan. Ruang kerja yang terbatas dan kemampuan melihat apa yang sedang terjadi di area operasi bagi sejumlah anggota tim (perawat instrumen atau asisten) dapat menjadi buruk.

(7)

Hal ini dapat mempercepat dan menambah stres kecemasan, kelelahan, frustasi dan kadang-kadang bahkan kemarahan. Pada akhirnya, paparan atas darah acapkali terjadi tanpa sepengetahuan orang tersebut, biasanya tidak diketahui hingga sarung tangan dilepaskan pada akhir prosedur yang memperpanjang durasi paparan. Pada kenyataannya, jari jemari acap kali menjadi tempat goresan kecil dan luka, meningkatkan risiko infeksi terhadap patogen yang ditularkan lewat darah. Kondisi gawat darurat dapat terjadi setiap waktu dan mengganggu kegiatan rutin. Mencegah luka dan paparan (agen yang menyebabkan infeksi) pada kondisi ini sesungguhnya suatu yang menantang (Advanced Precaution for Today’s OR). Dari berbagai potensi bahaya tersebut, maka perlu upaya untuk mengendalikan, meminimalisasi dan bila mungkin meniadakannya, oleh karena itu manajemen resiko di temapt pelayanan kesehatan perlu dikelola dengan baik.  Agar penyelenggaraan K3 rumah sakit lebih efektif, efesien dan terpadu diperlukan sebuah manajemen resiko di rumah sakit baik bagi pengelola maupun karyawan rumah sakit.

Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) (Adverse Event) Pengertian:

Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada pasien karena suatu tindakan (commision) atau karena tidak bertindak (ommision), dan bukan karena ”underlying disease” atau kondisi pasien (KKP-RS). KTD yang tidak dapat dicegah (unpreventable adverse event): - suatu KTD akibat komplikasi yang tidak dapat dicegah dengan pengetahuan yang mutakhir (KKP-RS). Masalah KTD bisa terjadi dikarenakan (AHRQ Publication No.04-RG005, Agency for Healthcare Research and Quality December 2003): 1. Masalah komunikasi. Penyebab yang paling umum terjadi medical errors.

Kegagalan komunikasi: verbal/tertulis, miskomunikasi antar staf, antar shif, informasi tidak didokumentasikan dengan baik / hilang, masalah-masalah komunikasi: tim layanan kesehatan di 1 lokasi, antar berbagai lokasi, antar tim layanan dengan pekerja non klinis, dan antar staf dengan pasien.

(8)

2. Masalah SDM. Gagal mengikuti kebijakan, SOP dan proses-proses, dokumentasi suboptimal dan labeling spesimen yang buruk, kesalahan berbasis pengetahuan, staf tidak punya pengetahuan yang adekuat, untuk setiap pasien pada saat diperlukan. Hal-hal yang berhubungan dengan pasien. Idenifikasi pasien yang tidak tepat, asesmen pasien yang tidak lengkap, kegagalan memperoleh consent, pendidikan pasien yang tidak adekuat

3. Pola SDM / alur kerja. Para dokter, perawat,, dan staf lain sibuk karena SDM tidak memadai, pengawasan / Supervisi yang tidak adekuat. Kegagalan-kegagalan teknis. Kegagalan alat / perlengkapan: pompa infus, monitor. Komplikasi / kegagalan implants atau grafts. Instruksi tidak adekuat, peralatan dirancang secara buruk bisa sebabkan pasien cidera. Kegagalan alat tidak teridentifikasi secara tepat sebagai dasar cideranya pasien, dan diasumsikan staf yang buat salah. RCA yang lengkap, sering tampilkan kegagalan teknis, yang mula-mula tidak tampak, terjadi pada suatu KTD

4. Kebijakan dan prosedur yang tidak adekuat. Pedoman cara pelayanan dapat merupakan faktor penentu terjadinya banyak medical errors. Kegagalan dalam proses layanan dapat ditelusuri sebabnya pada buruknya dokumentasi, bahkan tidak ada pencatatan, atau SOP klinis yang adekuat

Perencanaan Proaktif Untuk Mengurangi Faktor Resiko Yang Berhubungan Dengan High-Alert Medications

Tipe obat Faktor Resiko Umum Rencana Proaktif

Insulin Tidak ada system cek

dosis

botol-botol insulin dan heparin dicampur dan dijaga dalam kedekatan tertutup satu sama lainnya pada unit keperawatan.

untuk unit-unit dalam order.(dapat

dibingungkan dengan O, mudah overdosis 10x lipat).

 Angka kesalahan terjadi ke dalam cairan infus

Menetapkan sistem pengecekan yang mana satu perawat membuat preparat dosis dan perawat lainnya

melakukan review terhadapnya.

Menyimpan insulin dan heparin tidak berdekatan.

Melakukan ejaan untuk setiap unit lebih

baik daripada

menyingkatnya

Menetapkan sebuah sistem pengecekan yang

(9)

independen untuk angka pompa infuse dan pengaturan konsentrasi. Opiates dan

narkotik

Faktor resiko umum Narkotik parenteral disimpan sebagai stok

dasar di area keperawatan. Hydromorphine dibingungkan dengan morphine Patient-controled analgesia (PCA) mengacaukan konsentrasi. Membatasi

ketersediaan opium dan narkotik dalam stok dasar. Mengajarkan para staff tentang kemungkinan pencampuran hydromorphone dan morphine. Menyediakan Protocol peralatan PCA untuk dua kali cek obat, pengaturan pompa, dan dosis.

Penyuntikan potassium chloride/phosphate concentrate Menyimpan concentrated potassium chloride/phosphate di luar farmasi. Mencampur tanpa persiapan dari potassium chloride/phosphate

Reguests for unusual concentrations Memindahakan potassium chloride/phosphate dari stok dasar. Memindahakan

preparasi obat dan gunakan pra campuran komersial dari IV.

Menetapkan standard an batasi konsentrasi obat. Sodium chlorine solutions di atas 0.9% menyimpan sodium chloride solution di atas 0.9 % di atas nursing unit. Tersedianya banyak konsentrasi/formula

Tidak ada sistem pengecekan dua kali.

Membatasi jalan masuk sodium chloride solutions di atas 0.9%: pindahkan solutions ini dari nursing unit.

Membuat satandar dan batasan obat dan konsentrasi.

Menyediakan protokol peralatan untuk double-check angka pompa obat, konsentrasi, dan garis tambahan.

(10)

Berikut ini adalah faktor bahaya biologis yang mungkin timbul:

1. Virus

Dilingkungan puskesmas mungkin akan banyak sekali ditemukan virus. Seperti virus Hepatitis yang merupakan bahaya potensial bagi petugas kesehatan dan mereka yang bekerja di lingkungan rumah sakit. Virus Hepatitis B merupakan salah satu faktor resiko gangguan kesehatan yang ditularkan dengan kontak melalui cairan tubuh. Sedangkan untuk virus Hepatitis C merupakan jenis pathogen yang tinggi resiko penularannya pada kelompok pekerja rumah sakit. Risiko penularan Hepatitis C ini tergantung pada frekuensi terkena darah dan produk darah dan termasuk dengan cara tertusuk jarum suntik. (Kepmenkes RI, 2007)

2. Bioaerosol

Salah satu faktor biologis yang mengganggu kesehatan dapat masuk kedalam tubuh melalui inhalasi bioaerosol. Bioaerosol adalah disperse jasad renik atau bahan lain dari bagian jasad renik di udara. Sumber bioaerosol adalah kapang, jamur, protozoa dan virus. Sumbersumber tersebut menimbulkan bahanbahan alergen, pathogen dan toksin d ilingkungan.

3. Bakteri dan Patogen lainnya

Petugas kesehatan dan pekerja lain di puskesmas mempunyai resiko terinfeksi beberapa jenis bakteri dan pathogen lainnya. Salah satunya adalah Mycobacterium tuberculosis. Beberapa patogen penyebab infeksi saluran nafas yang banyak terdapat di puskesmas dan laboratorium dapat dilihat dari tabel berikut.

(11)

Tabel

Patogen penyebab infeksi saluran nafas pada pekerja di puskesmas (Kepmenkes RI, 2007)

Nama umum Organisme penyebab

Q f ever  Coxiella bur nett i 

Psittacosis Chlamidya psi tt ac i a Histoplasmosis Histoplasma c apsul at um

Blastomycosis Blastomyces der mat s

Coccidioidomycosis Coccidioides i mms

 Anthr ax Bacillus ant hr ac i s

Demam hemoragic dengan sindrom

Fransicella t ul ar enss

Selain virus, jamur, bakteri dan parasit faktor biologis penyebab penyakit akibat kerja yang lain berasal dari binatang pengganggu seperti serangga, tikus, dan binatang pengganggu lainnya. Untuk binatang pengganggu jenis serangga memang memerlukan pengawasan lebih dari binatang yang lain karena sifatsifatnya lebih banyak mendatangkan penyakit. Diantara jenis serangga yang bisa menyebabkan infeksi bila menggigit manusia karena bibit penyakit yang dibawa serangga masuk ke tubuh manusia, contohnya adalah nyamuk aedes aegypti pembawa virus DHF. Jenis serangga lain yang hidup ditempattempat kotor seperti kecoa, sangat berbahaya bila merayap dialatalat dapur seperti piring, cangkir dan lainlain karena alat dapur tersebut bisa terkontaminasi oleh bibit penyakit.

Kemudian serangga yang suka hinggap pada kotoran yang mengandung bibit penyakit, lalu terbang dan hinggap pada makanan yang menyebabkan makanan tersebut terkontaminasi bibit penyakit. Contohnya lalat. Untuk itu pengendalian terhadap serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya perlu dilakukan untuk mengurangi populasinya sehingga keberadaannya tidak menjadi vektor penularan penyakit.

(12)

Bahaya potensial berdasarkan lokasi dan pekerjaan di RS meliputi: (Kepmenkes, 2007)

No Bahaya Potensial

Lokasi Pekerjaan yang paling

beresiko 1 Fisik:

Bising

gedung genset Karyawan yang bekerja dilokasi tersebut

Getaran Ruang mesinmesin dan peralatan yang menghasilkan getaran (ruang gigi dll)

Perawat, cleaning service dll.

Debu Genset, bengkel kerja, laboratorium gigi, gudang rekam medis, incenerator.

Petugas sanitasi, teknisi gigi, petugas IPS dan rekam medis.

2 Kimia: disinfektan

Semua area Petugas kebersihan, perawat

Cytotoxics Farmasi, tempat

pembuangan limbah, bangsal

Pekerja farmasi, perawat, petugas pengumpul sampah. Formaldehyde Laboratorium, gudang

farmasi.

Petugas laboratorium dan farmasi.

Methyl:

Methacrylate, Hg

Ruang pemeriksaan gigi. Petugas/dokter gigi, dokter bedah, perawat..

Solvents Laboratorium, bengkel kerja, semua area

Teknisi, petugas

laboratorium, petugas pembersih.

Cytomegalovirus Ruang kebidana , ruang anak.

Perawat, dokter yang bekerja dibagian ibu dan anak.

Rubella Ruang ibu dan anak Dokter dan perawat. Tuberculosis Bangsal, laboratorium,

ruang isolasi. Perawat, petugas laboratorium, fisioterapis. Ergonomik: Pekerjaan yang dilakukan secara manual

 Area pasien dan tempat penyimpanan barang (gudang).

Petugas yang menangani pasien dan barang.

Postur yang

salah dalam

Semua area Semua Karyawan

Pekerjaan yang berulang

Semua area Dokter gigi, petugas

pembersih, fisioterapis, sopir, operator computer, yang berhubungan dengan pekerjaan juru tulis.

5 Psikososial:

Sering kontak

(13)

B. Upaya pengendalian

Upaya pengendalian untuk virus, bakteri, jamur dan parasit dapat dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:

1. Upaya pengendalian dengan Eliminasi

Eliminasi merupakan pengendalian resiko faktor bahaya yang harus diterapkan pertama kali. Eliminasi dilakukan dengan cara meniadakan atau menghilangkan objek yang menyebabkan kecelakaan atau penyakit akibat kerja. Tetapi kita tahu bahwa objek utama yang menyebabkan penyakit akibat kerja adalah pasien itu sendiri, jadi sangat tidak mungkin kalau kita menghilangkan pasien sebagai penyebab utama. Jadi dalam hal ini eliminasi tidak dapat dilaksanakan.

2. Upaya pengendalian dengan Subtitusi

Jika eliminasi tidak berhasil untuk mengendalikan faktor resiko maka subtitusi merupakan langkah yang harus diambil selanjutnya. Subtitusi dilakukan dengan cara mengganti bahanbahan dan peralatan yang berbahaya dengan bahanbahan dan peralatan yang kurang berbahaya.

3. Upaya pengendalian dengan Rekayasa Teknik

Rekayasa Teknik untuk pengendalian faktor bahaya biologis dapat dilakukan dengan cara memisahkan alatalat bekas perawatan pasien, seperti jarum suntik, perban kedalam wadah tersendiri. Hal ini dimaksudkan untuk memudahkan dalam proses pembuangan dan pengolahannya, selain itu juga untuk menghindarkan menyebarnya virus dari pasien.

(14)

4. Upaya Pengendalian Administratif

Pengendalian administrasi dilakukan dengan menyediakan suatu sistem kerja yang dapat mengurangi kemungkinan seseorang terpapar potensi bahaya. Di Instalasi Rawat Inap I bangsal penyakit dalam, upaya untuk pengendalian secara administratif sudah dilakukan misalnya dengan perputaran jadwal kerja bagi petugas kesehatan yang dibagi dalam tiga shift kerja. Hal ini dimaksudkan untuk mengurangi pajanan bahaya kepada tenaga kerja.

5. Upaya pengendalian dengan Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)

 Alat Pelindung Diri merupakan pilihan terakhir dari suatu sistem pengendalian resiko. Untuk pengendalian faktor bahaya biologis dapat menggunakan Alat Pelindung Diri berupa masker, sarung tangan, penutup kepala, yang sesuai dengan jenis pekerjaannya. Pemakaian APD tersebut dapat mengurangi resiko paparan penularan penyakit kepada petugas kesehatan.

Sedangkan untuk pengendalian dan pemberantasan serangga, ti kus dan binatang pengganggu lainnya di bangsal penyakit dalam Instalasi Rawat Inap sudah dilakukan sebagaimana mestinya. Misalnya dengan menjaga kebersihan lingkungan. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyapu dan mengepel lantai setiap hari, membuang dan mengolah sampah sesuai dengan syarat kesehatan, menutup celah atau lubang yang berpotensi sebagai tempat tinggal serangga dan tikus. Hal ini dilakukan untuk mengurangi keberadaan serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya di lingkungan puskesmas.

(15)

BAB III PENUTUP

Kesehatan Kerja merupakan bagian dari kesehatan masyarakat didalam suatu masyarakat pekerja dan masyarakat lingkungannya. Kesehatan kerja yang merupakan terjemahan dari occupational health, cenderung diartikan sebagai lapangan kesehatan yang mengurusi masalahmasalah kesehatan secara menyeluruh bagi masyarakat pekerja. Menyeluruh dalam arti usahausaha promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, penyesuaian faktor manusia terhadap pekerjaannya dan sebagainya. Upaya kesehatan kerja adalah penyerasian antara kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja agar setiap pegawai dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan dirinya sendiri maupun masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja yang optimal. (UU Kesehatan Tahun 1992 Pasal 23) (7). Tujuan utama program kesehatan kerja adalah mendapatkan pegawai yang sehat dan produktif dengan pokok kegiatan yang bersifat preventif dan promotif disamping kuratif dan rehabilitatif.

(16)

DAFTAR PUSTAKA

Depnaker RI, 1970. Undangundang No. 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja. Jakarta : Depnaker.

Depnaker RI, 1970. Undangundang No. 2 Tahun 1970 Tentang Pembentukan PK3. Jakarta : Depnaker.

Kepmenkes RI, 2007. Pedoman Manajemen K3 di Rumah Sakit. Jakarta : Menkes. Kepmenkes RI, 2004. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Menkes

Permenaker RI, 1987. Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja Serta Tata Cara Penunjukan Ahli Keselamatan. Jakarta: Menkes.

Suma’mur, 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : PT. Toko Gunung Agung. Suma’mur, 1996. Keselamatan dan Pencegahan Kecelakaan Kerja. Jakarta : CV. Haji Masagung.

Referensi

Dokumen terkait

Setiap proses produksi, peralatan atau mesin dan tempat kerja yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk selalu mengandung potensi bahaya tertentu, yang

Untuk mengurangi atau menghilangkan bahaya yang dapat menyebabkan kecelakaan di tempat kerja maka diperlukan suatu manajemen risiko yang kegiatannya meliputi

Dari jenis bahaya tersebut, setelah diolah dengan menggunakan prosedur Identifikasi Bahaya penilaian dan Potensi Resiko didapatkan bahaya dengan nilai tertinggi yaitu,

paham akan potensi bahaya dari pekerjaan yang dikerjakannya sehingga dapat meminimalisir potensi kecelakaan akibat kerja dan penyakit akibat kerja, selain itu

 Merupakan bahaya yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan sebagai akibat dari ketidaksesuaian desain kerja dengan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pengelasan merupakan pekerjaan dengan potensi bahaya terbanyak dengan 13 tahapan kerja yang memiliki 43 potensi

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada proses pengelasan merupakan pekerjaan dengan potensi bahaya terbanyak dengan 13 tahapan kerja yang memiliki 43 potensi

Terjadinya kasus kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja merupakan dampak dari paparan risiko yang akan selalu ada di setiap tempat dan proses kerja, bahkan di setiap