• Tidak ada hasil yang ditemukan

KETERAMPILAN BERCERITA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 SUTERA DENGAN BERBANTUAN ALAT PERAGA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "KETERAMPILAN BERCERITA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 SUTERA DENGAN BERBANTUAN ALAT PERAGA"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

KETERAMPILAN BERCERITA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 SUTERA DENGAN BERBANTUAN ALAT PERAGA

ARTIKEL ILMIAH

PUSPITA MAYA SARI NPM 10080301

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

(STKIP) PGRI SUMATERA BARAT PADANG

2014

(2)
(3)
(4)

SKILL TELL A STORY STUDENT CLASS OF VII SMP NEGERI 4 SUTERA WITH ASSIST APPLIANCE PHYSIC

Oleh

Puspita Maya Sari1, Asmawati2, Muhardis3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) dan 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAC

The issues discussed in this research is what will be the skills telling a story class student of VII SMP Negeri 4 Sutera with assist physic appliance. This research aimed to for the described of skill tell a story class student of VII SMP Negeri 4 Sutera with assist physic appliance. Type of this research is quantitative research with uses descriptive methods. The population research a total of 243 people. this research sampel amount to 22 people with technique of preposional random sampling. Result of data analysis indicate that. First, skill tell a story class student of VII SMP Negeri 4 Sutera for indicator 1 clarity of lafal pertained very well ( BS) with mean 86%, found on kualifikasi very well ( BS) 86—95%. Both, skill tell a story class student of VII SMP Negeri 4 Sutera for indicator 2 relation is among this topic of story with content pertained very well ( BS), with mean 91% with kualifikasi very well ( BS) 86—95%. Third, skill tell a story class student of VII SMP Negeri 4 Sutera for indicator 3 according to story with physic appliance pertained perfection ( S), with mean 100%, found on perfect kualifikasi ( S) 96—100%. Become, can be concluded that skill tell a story class student of VII SMP Negeri 4 Sutera with assist physic appliance to third indicator pertained very well ( BS), with mean 92%, found on kualifikasi very well ( BS) 86—95%.

Key Word: Skill, telling a story, physic appliance

(5)

KETERAMPILAN BERCERITA SISWA KELAS VII SMP NEGERI 4 SUTERA DENGAN BERBANTUAN ALAT PERAGA

Oleh

Puspita Maya Sari1, Asmawati2, Muhardis3 1) Mahasiswa STKIP PGRI Sumatera Barat

2) dan 3) Dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia STKIP PGRI Sumatera Barat

ABSTRAK

Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah bagaimanakah keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga. Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode deskriptif. Populasi penelitian berjumlah 243 orang. Sampel penelitian ini berjumlah 22 orang dengan teknik preporsional random sampling. Hasil analisis data menunjukkan bahwa.

Pertama, keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera untuk indikator 1 kejelasan lafal tergolong baik sekali (BS) dengan mean 86%, yang terdapat pada kualifikasi baik sekali (BS) 86−95%.Kedua, keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera untuk indikator 2 hubungan antara topik cerita dengan isi tergolong baik sekali (BS), dengan mean 91% dengan kualifikasi baik sekali (BS) 86−95.Ketiga, keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera untuk indikator 3 kesesuaian cerita dengan alat peraga tergolong sempurna (S), dengan mean100%, yang terdapat pada kualifikasi sempurna (S) 96−100%. Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk ketiga indikator tergolong baik sekali (BS), dengan mean 92%, yang terdapat pada kualifikasi baik sekali (BS) 86−95%.

Kata kunci: Keterampilan, Bercerita, Alat Peraga.

(6)

PENDAHULUAN

Pembelajaran keterampilan berbahasa di sekolah bertujuan untuk mengembangkan keterampilan berbahasa siswa, baik keterampilan menyimak, berbicara, membaca, ataupun menulis. Salah satu dari keempat aspek keterampilan berbahasa yang penting untuk dikuasai siswa adalah keterampilan berbicara. Berbicara merupakan salah satu keterampilan berbahasa yang besar pengaruhnya terhadap kemampuan berpikir seseorang.

Arief dan Munaf (2003:11) menjelaskan bahwa berbicara bukanlah sekedar pengucapan bunyi atau kata-kata, tetapi berbicara merupakan suatu alat untuk menyampaikan gagasan yang disusun dan dikembangkan sesuai dengan kebutuhan pendengar/penyimak. Sedangkan menurut Tarigan (2008:16), berbicara adalah kemampuan mengucapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata- kata untuk mengekspresikan, menyatakan atau menyampaikan pikiran, gagasan, dan perasaan.

Salah satu bentuk keterampilan berbicara yang diajarkan kepada siswa di sekolah, khususnya Sekolah Menengah Pertama (SMP) adalah bercerita. Pembelajaran bercerita terdapat dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) SMP/ sederajat kelas VII dengan standar kompetensi “Mengeskpresikan pikiran dan perasaan melalui kegiatan bercerita”, Kompetensi Dasar (KD) 6.2 berbunyi “Bercerita dengan alat peraga” (Depdiknas, 2006:47).

Berdasarkan hasil wawancara dengan guru pengampu mata pelajaran Bahasa Indonesia dan tiga orang siswa di kelas VII SMP Negeri 4 Sutera tentang pembelajaran bercerita pada tanggal 08 Januari 2014, permasalahan pembelajaran keterampilan bercerita dengan alat peraga tersebut berkaitan dengan unsur guru, siswa, materi, media, teknik pembelajaran, pemberian contoh, tes unjuk kerja (siswa tampil ke depan kelas), dan pengevaluasian pembelajaran. Namun, unsur-unsur PBM tersebut terkait dengan dua unsur utama yaitu guru dan siswa. Hal tersebut dijelaskan bebagai berikut: Pertama, dari unsur guru. Permasalahan yang berkaitan dengan unsur guru ada enam permasalahan. Keenam permasalahan tersebut adalah: (1) Guru masih menggunakan metode ceramah, sehingga menyebabkan siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, (2) guru dalam mengajarkan materi bercerita tidak menggunakan alat peraga, cuma mencontohkan saja bagaimana cara bercerita yang tepat dan benar, (3) dalam proses pembelajaran siswa kurang aktif, yang lebih aktif di sini adalah gurunya. Jadi besar materi lebih kepada guru, siswa hanya menerima saja apa yang diajarkan guru, (4) pada saat proses pembelajaran bercerita berlangsung, siswa banyak yang meribut di dalam kelas, ada sebagian siswa yang tidak memperhatikan temannya tampil di depan kelas serta siswa sering keluar dari kelas, (5) keterampilan siswa pada saat pembelajaran bercerita hanya 6 orang atau lebih yang mampu bercerita di depan kelas, (6) keterampilan bercerita siswa di depan kelas lebih 50% berada di bawah KKM (Kriteria Ketuntasan Minimum) yang sudah ditetapkan oleh sekolah.

Kedua, dari unsur siswa. Permasalahan yang berkaitan dengan unsur siswa ada lima.

Kelima permasalahan tersebut adalah: (1) siswa kurang berminat dalam pembelajaran bercerita karena pembelajaran bercerita itu membosankan, (2) siswa cenderung berpendapat bahwa bercerita itu merupakan hal yang sulit, (3) siswa cenderung menyatakan bahwa pada saat bercerita banyak temannya yang meribut di kelas, (4) siswa cenderung mengatakan bahwa pada saat bercerita mereka malas karena ceritanya terlalu panjang dan kurang dimengerti, (5) siswa pada saat tampil ke depan kelas mereka grogi dan kurang percaya diri.

Penelitian ini bertujuan utuk mendeskripsikan keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga ditinjau dari: kejelasan lafal, hununfan antara topik cerita dengan isi, dan kesesuaian cerita dengan alat peraga. Alwi (2007:210), mengatakan bahwa bercerita adalah menuturkan cerita. Sedangkan Tarigan (2008:35), menyatakan bahwa bercerita merupakan salah satu keterampilan berbicara yang bertujuan untuk memberikan informasi kepada orang lain. Dikatakan demikian karena bercerita termasuk dalam situasi informatif yang ingin membuat pengertian-pengertian atau makna-makna menjadi jelas. Dengan bercerita seseorang dapat menyampaikan berbagai macam cerita, ungkapan berbagai perasaan sesuai dengan apa yang dialami, dirasakan, dilihat, dibaca dan ungkapan serta kemauan dan keinginan membagikan pengalaman yang diperoleh.

Soeparno (1987:2), menyatakan bahwa alat peraga merupakan suatu alat yang digunakan untuk memvisualkan suatu konsep tertentu saja. Sedangkan menurut Sudjana (2002:59), alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar mengajar siswa lebih efektif dan efisien.

(7)

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah peneiltian kuantitatif dengan morode deskriptif. Populasi dalam penelitian ini siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera yang terdaftar pada tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 243 orang siswa, yang tersebar dalam delapan kelas. Variabel dalam penelitian ini adalah keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga. Data dalam penelitian ini berupa skor tes keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera. Lembaran penilaian memuat aspek yang akan dinilai yaitu (1) kejelasan lafal, (2) hubungan antara topik cerita dengan isi, (3) kesesuaian cerita dengan alat peraga. Instrument dalam penelitian ini adalah tes. Tes yang dimaksud adalah tes unjuk kerja siswa. instrumen pendukung adalah handycam,teks dongeng, alat peraga, dan lembaran pengamatan (rubrik). Data yang telah terkumpul dianalisis melalui beberapa tahap. Pertama,menentukan skor keterampilan bercerita siswa dengan menggunakan format penilaian keterampilan bercerita. Kedua, skor yang diperoleh diuba menjadi nilai. Ketiga, nilai tersebut dimasukkan dalam format distribusi frekuensi keterampilan bercerita. Keempat, menentukan rata-rata keterampilan bercerita siswa dengan berbantuan alat peraga, kelima, mengelompokkan data kuantitatif berdasarkan skala 10, keenam, pembuatan diagram batang keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera. Ketujuh, membuat simpulan analisis data.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka hasil penelitian dari masing-masing indikator dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk indikator kejelasan lafal tergolong baik sekali (BS), dengan mean 86%, yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 86−95%.Kedua, keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi tergolong baik sekali (BS), dengan mean91%

yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 86−95%. Ketiga keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk indikator kesesuaian cerita dengan alat peraga tergolong sempurna (S), dengan mean 100%, yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 96−100%.Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk ketiga indikator tergolong baik sekali (BS), dengan mean92%, yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 86−95%.

1. Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan Berbantuan Alat Peraga untuk Indikator 1 Kejelasan lafal

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa tingkat penguasaan keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk indikator kejelasan lafal tergolong baik sekali (BS) dengan rata-rata tingkat penguasaan 86% berada pada rentangan tingkat penguasaan 86-95% pada skala 10. Keterampilan bercerita dengan berbantuan alat peraga untuk indikator kejelasan lafal ini dikelompokkan atas 2 klasifikasi, yaitu sempurna dan lebih dari cukup. Siswa yang tergolong kualifikasi sempurna (S) untuk indikator kejelasan lafal berjumlah 13 orang. Siswa yang tergolong kualifikasi lebih dari cukup (LDC) berjumlah 9 orang dengan kode sampel 01, 05, 07, 09, 15, 17, 19, 21, dan 22, yang paling dominan adalah siswa yang tergolong ke dalam kualifikasi sempurna, yaitu sebanyak 13 orang. Untuk lebih jelasnya akan dibahas sampel yang tergolong kualifikasi sempurna, yaitu untuk indikator kejelasan lafal, sampel 02 mendapat skor 3 dengan nilai 100. Berdasarkan indikator pengukuran keterampilan bercerita untuk indikator kejelasan lafal skor 3 diberikan apabila terdapat kesalahan lafal untuk 1 sampai 5 kata. Hal ini sesuai dengan teori Abdurahman dan Ellya Ratna (2003:112—

117) kejelasan lafal merupakan cara seseorang atau sekelompok orang yang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa. Melafalkan berarti mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia secara jelas.

(8)

Dalam keterampilan bercerita siswa di atas, terdapat empat kesalahan lafal yang tidak jelas yang diucapkan siswa. Pertama, pada kata “tid” yang terdapat pada paragraf pertama cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata “dia tetap tidak dapat” bukan kata “tid”. Kedua, pada kata

mencangkaumya” terdapat pada paragraf pertama cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata

mencapainya” bukan kata “mencangkaunya”. Ketiga, pada kata “kerikel” terdapat pada paragraf kedua cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata “kerikil” bukan kata “kerikel”. Keempat, pada kata “kerikel” terdapat pada paragraf kedua cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata “kerikil”

bukan kata“kerikel”.

Selanjutnya, siswa yang memperoleh kualifikasi lebih dari cukup (LDC) dicontohkan sampel 01 untuk indikator kejelasan lafal, sampel 01 mendapat skor 2 dengan nilai 67.

Berdasarkan indikator pengukuran keterampilan bercerita untuk indikator kejelasan lafal skor 2 diberikan apabila terdapat kesalahan lafal untuk 6 sampai 9 kata. Hal ini sesuai dengan teori Abdurahman dan Ellya Ratna (2003:112—117) kejelasan lafal merupakan cara seseorang atau sekelompok orang yang dalam suatu masyarakat bahasa mengucapkan bunyi bahasa. Melafalkan berarti mengucapkan kata-kata bahasa Indonesia secara jelas.

Dalam keterampilan bercerita siswa di atas, terdapat enam kesalahan lafal yang tidak jelas yang diucapkan siswa. Pertama, pada kata “mendak” yang terdapat pada paragraf pertama cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata “mendapatkan” bukan kata “mendak”. Kedua, pada kata

tetap” terdapat pada paragraf pertama cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata “tetapi” bukan kata “tetap”. Ketiga, pada kata “lekher” terdapat pada paragraf pertama cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata “leher” bukan kata “lekher”. Keempat, pada kata “pat” terdapat pada paragraf pertama cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata “merpati” bukan kata “pat”.Kelima, pada kata “ting” terdapat pada paragraf kedua cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata “tinggi”

bukan kata “ting”. Keeam, pada kata “gak” terdapat pada paragraf kedua cerita, seharusnya siswa mengucapkan kata” oleh sang burung merpati” bukan kata “gak”.

2. Keterampilan Bercerita Siswa Kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan Berbantuan Alat Peraga untuk Indikator 2 Hubungan antara Topik Cerita dengan Isi

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa tingkat penguasaan keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi tergolong baik sekali (BS), dengan mean 91% yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 86−95% pada skala 10. Keterampilan bercerita dengan alat peraga untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi ini dikelompokkan atas 2 klasifikasi, yaitu sempurna dan lebih dari cukup. Siswa yang tergolong kualifikasi sempurna (S) untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi berjumlah 16 orang. Siswa yang tergolong kualifikasi lebih dari cukup (LDC) berjumlah 6 orang dengan kode sampel 01,05, 08, 16, 17, dan 19, yang paling dominan adalah siswa yang tergolong ke dalam kualifikasi sempurna, yaitu 16 orang. Untuk lebih jelasnya akan dibahas sampel yang tergolong kualifikasi sempurna, yaitu untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi, sampel 04 mendapat skor 3 dengan nilai 100.

Berdasarkan indikator pengukuran keterampilan bercerita untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi skor 3 diberikan apabila terdapat 2 pokok cerita yang berhubungan dengan isi cerita teks dongeng. Hal ini sesuai dengan teori Abdurahman dan Ellya Ratna (2003:112—117) hubungan antara topik cerita dengan isi merupakan kesesuaian topik yang akan diceritakan dengan isi cerita yang akan diceritakan oleh seseorang .

Dalam keterampilan bercerita siswa di atas, hubungan antara topik cerita dengan isi terdapat 2 pokok cerita berhungan dengan isi cerita teks dongeng. Hal tersebut dapat dilihat pada video sampel 04 tersebut.

Selanjutnya, siswa yang memperoleh kualifikasi lebih dari cukup (LDC) dicontohkan sampel 08 untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi, sampel 08 mendapat skor 2 dengan nilai 67. Berdasarkan indikator pengukuran keterampilan bercerita untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi skor 2 diberikan apabila terdapat 1 pokok cerita yang berhubungan dengan isi cerita teks dongeng. Hal ini sesuai dengan teori Abdurahman dan Ellya Ratna (2003:112—117) hubungan antara topik cerita dengan isi merupakan kesesuaian topik yang akan diceritakan dengan isi cerita yang akan diceritakan oleh seseorang .

(9)

Dalam keterampilan bercerita siswa di atas, hubungan antara topik cerita dengan isi hanya terdapat 1 pokok cerita yang berhubungan dengan isi cerita teks dongeng . Hal tersebut dapat dilihat pada video sampel 08 tersebut.

3. Keterampilan Berpidato Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang Pariaman untuk Indikator Gerak-gerik dan mimik

Berdasarkan analisis data, diperoleh keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Suteradengan berbantuan alat peraga untuk indikator kesesuaian cerita dengan alat peraga tergolong sempurna (S), dengan mean 100%, yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 96−100%pada skala 10. Keterampilan bercerita dengan alat peraga untuk indikator kesesuaian cerita dengan alat peraga ini dikelompokkan atas 1 klasifikasi, yaitu klasifikasi sempurna. Siswa yang tergolong kualifikasi sempurna (S) untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi berjumlah 22 orang, yang paling dominan adalah siswa yang tergolong ke dalam kualifikasi sempurna, yaitu 22 orang. Untuk lebih jelasnya akan dibahas sampel yang tergolong kualifikasi sempurna, yaitu sampel 20, dengan topik cerita “burung Merpati dan sebuah kendi” untuk indikator kesesuaian cerita dengan alat peraga diberikan skor 3 sesuai dengan kriteria penskoran yang telah ditetapkan sebelumnya karena sampel 20 menggunakan ketiga alat peraga yang disediakan seperti boneka burung Merpati, kendi, dan batu kerikil. Kriteria yang dimaksud adalah apabila siswa menggunakan 3 alat peraga yang disediakan sesuai dengan teks dongeng maka diberikan skor 3. Hal ini sesuai dengan teori Sudjana (2002:59) alat peraga adalah suatu alat yang dapat diserap oleh mata dan telinga dengan tujuan membantu guru agar proses belajar siswa lebih efektif dan efisien. Pada indikator kesesuaian cerita dengan alat peraga, sampel 20 sudah memenuhi kriteria dengan baik, yakni menggunakan semua alat peraga yang cocok dengan isi cerita yang dipilih siswa dari 2 cerita yang disediakan. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada rekaman video siswa pada sampel 20.

4. Keterampilan Berpidato Siswa Kelas IX SMP Negeri 1 V Koto Kampung Dalam Kabupaten Padang Pariaman untuk Ketiga Indikator

Berdasarkan hasil analisis data diketahui bahwa tingkat penguasaan keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk ketiga indikator tergolong baik sekali (BS) dengan rata-rata tingkat penguasaan 92% berada rentangan 86-95% pada skala 10. Keterampilan bercerita untuk ketiga indikator dikelompokkan atas 3 kualifikasi, yaitu sempurna, baik sekali, baik. Siswa yang terholong kualifikasi sempurna (S) berjumlah 11 orang. Siswa yang tergolong kualifikasi baik sekali (BS) berjumlah 7 orang. Siswa yang tergolong kualifikasi baik (B) berjumlah 4 orang. Kualifikasi yang paling dominan untuk ketiga indikator yang dinilai adalah siswa yang berada pada kualifikasi sempurna (S) sebanyak 11 orang.

KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka hasil penelitian dari masing-masing indikator dapat disimpulkan sebagai berikut: Pertama, keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk indikator kejelasan lafal tergolong baik sekali (BS), dengan mean 86%, yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 86−95%.Kedua, keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk indikator hubungan antara topik cerita dengan isi tergolong baik sekali (BS), dengan mean91%

yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 86−95. Ketiga, keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk indikator kesesuaian cerita dengan alat peraga tergolong sempurna (S), dengan mean 100%, yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 96−100%. Jadi dapat disimpulkan bahwa keterampilan bercerita siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera dengan berbantuan alat peraga untuk ketiga indikator tergolong baik sekali (BS), dengan mean92%, yang terdapat pada rentangan tingkat penguasaan 86−95%.

(10)

Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian, maka peneliti mengemukakan beberapa saran, yaitu (1) Agar siswa kelas VII SMP Negeri 4 Sutera Kabupaten Pesisir Selatan selalu aktif, kreatif, dan semangat dalam mengikuti proses pembelajaran di sekolah, serta diharapkan sering berlatih berbicara, khususnya pembelajaran bercerita, sehingga siswa menjadi percaya diri dalam mengungkapkan gagasan atau ide kepada orang lain. (2) Agar guru bidang studi Bahasa Indonesia SMP Negeri 4 Sutera Kabupaten Pesisir Selatan dapat memperkaya wawasan mengenai pembelajaran bercerita. Guru tidak hanya sebatas menyampaikan materi keterampilan berbicara, tetapi guru dapat menggunakan metode dan teknik pembelajaran yang efektif agar proses pembelajaran dapat berjalan lancar, serta siswa dapat lebih antusias dalam mengikuti pembelajaran bercerita dan tidak merasa jenuh.

KEPUSTAKAAN

Abdurahman dan Elya Ratna. 2003. “Evaluasi Pembelajaran Bahasa dan Sastra Indonesia”. (Buku Ajar). Padang: FBSS UNP.

Alwi, Hasan, dkk. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Arief, Ermawati dan Yarni Munaf. 2003. “Pengajaran Keterampilan Berbicara”. (Buku ajar).

Padang. FBSS UNP.

Depdiknas. 2006. Kompetensi Dasar. Jakarta: Departemen Kementrian dan Kebudayan.

Soeparno. 1987. Alat Peraga Pendidikan. (Online) File:///D:/pengertian-alat-peraga-menurut-para- ahli.html. Diakses tanggal 21 Nivember 2013.

Sudjana, Nana dan Ahmad Rivai. 2002. Media Pengajaran. (Online) File:///D:/pengertian-alat- peraga-menurut-para-ahli.html. Diakses Tanggal 21 November 2013.

Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara Sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Bandung:

Angkasa Bandung.

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kata lain, disimpulkan bahwa kemampuan menentukan paragraf deduktif dan induktif siswa kelas XI SMA Adabiah 2 Padang berada pada kualifikasi baik sekali BS dengan nilai rata-rata

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, keterampilan siswa membaca teks drama menggunakan teknik membaca intensif kelas VIII SMP Negeri 30 Padang untuk indikator tema tergolong