• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keterampilan Bina Diri untuk Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa

N/A
N/A
SARI SEPTIA NINGRUM

Academic year: 2025

Membagikan "Keterampilan Bina Diri untuk Anak Berkebutuhan Khusus Tunadaksa"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

BUKU JAWABAN TUGAS MATA KULIAH TUGAS 3

Nama Mahasiswa : Sari Septia Ningrum

Nomor Induk Mahasiswa/ NIM : 877622409

Kode/Nama Mata Kuliah : PDGK4407/Pengantar Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus

Kode/Nama UT Daerah : 20 / Bandar Lampung

Masa Ujian : 2024/2025 Genap (2025.1)

KEMENTERIAN PENDIDIKAN TINGGI, SAINS, DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS TERBUKA

(2)

(Jawaban soal No. 1)

a. Keterampilan memelihara diri (bina diri) adalah kemampuan individu untuk merawat dan mengurus dirinya sendiri dalam kehidupan sehari-hari secara mandiri, sesuai dengan tahapan usia dan kemampuan fungsionalnya.

Area keterampilan bina diri meliputi:

Kebersihan diri (mandi, mencuci tangan, gosok gigi)

Berpakaian (memilih, mengenakan, dan merapikan pakaian)

Makan dan minum (menggunakan alat makan, menyuap makanan)

Toileting (menggunakan toilet, membersihkan diri setelah buang air)

Keselamatan diri (menghindari bahaya, menggunakan alat bantu dengan benar) b. Kebutuhan ini penting karena:

Mendorong kemandirian: Penyandang tunadaksa memiliki keterbatasan fisik yang dapat memengaruhi kemampuan mereka dalam menjalankan aktivitas harian. Dengan pelatihan keterampilan bina diri, mereka bisa menjadi lebih mandiri dan tidak terlalu bergantung pada orang lain.

Meningkatkan harga diri: Mampu merawat diri sendiri memberikan rasa percaya diri dan harga diri yang lebih baik.

Mempersiapkan kehidupan sosial: Keterampilan bina diri adalah bagian penting dari interaksi sosial yang sehat dan diterima di masyarakat.

Mengurangi beban keluarga/pengasuh: Dengan kemandirian dalam bina diri, beban fisik dan emosional pengasuh bisa berkurang

c. Bentuk Implementasi dari Keterampilan Memelihara Diri/Bina Diri Implementasinya dapat dilakukan melalui:

1. Pelatihan terstruktur dan bertahap: Mengajarkan setiap aspek bina diri secara bertahap sesuai kemampuan fisik dan motorik siswa tunadaksa, misalnya mulai dari menyisir rambut hingga berpakaian sendiri.

2. Modifikasi alat bantu: Penggunaan alat bantu adaptif seperti sendok dengan pegangan khusus, kursi mandi, atau pakaian dengan kancing velcro.

3. Pembiasaan dalam rutinitas harian: Menyisipkan latihan bina diri dalam jadwal harian, baik di rumah maupun di sekolah.

4. Pendekatan individual: Disesuaikan dengan tingkat kemampuan dan hambatan tiap individu.

5. Kerja sama dengan keluarga: Orang tua atau pengasuh dilibatkan dalam proses pelatihan agar keterampilan tersebut konsisten diterapkan di rumah.

(Jawaban soal No. 2)

a. Penjelasan Terkait Sebab dari Problem/Gejala Perilaku dari Aspek Akademik

Problem atau gejala perilaku dari aspek akademik pada anak tunalaras biasanya disebabkan oleh:

1. Gangguan emosi yang tidak stabil

Anak tunalaras sering mengalami kecemasan, kemarahan, depresi, atau frustrasi yang membuatnya sulit fokus dan termotivasi dalam belajar.

2. Kurangnya regulasi diri

Mereka kesulitan mengatur emosi, mengontrol impuls, dan mengikuti aturan kelas, yang berdampak langsung pada kegiatan akademik.

3. Rendahnya kepercayaan diri

Anak merasa tidak mampu, takut gagal, atau merasa tidak diterima oleh lingkungan sekolah, sehingga enggan berpartisipasi dalam pembelajaran.

(3)

4. Pengalaman traumatis atau lingkungan yang tidak mendukung

Latar belakang keluarga yang bermasalah (misalnya kekerasan, penelantaran, atau kemiskinan) dapat memicu gangguan perilaku yang berdampak pada prestasi belajar.

5. Stigma dan perlakuan negatif

Perlakuan diskriminatif dari guru atau teman sebaya dapat memperburuk kondisi psikologis anak, yang berujung pada penolakan terhadap kegiatan belajar.

b. Contoh Bentuk Problem/Gejala Perilaku dari Aspek Akademik dalam Konteks Pendidikan/Pembelajaran

Berikut beberapa contoh gejala perilaku dalam pembelajaran:

1. Sering tidak menyelesaikan tugas sekolah

Misalnya, anak tidak menyelesaikan PR atau tugas kelas, bahkan menolak mengerjakannya.

2. Mengganggu jalannya pembelajaran

Anak membuat keributan, bicara sendiri, mengganggu teman, atau sengaja membuat kekacauan di kelas.

3. Menolak atau melawan guru

Anak tidak mau mengikuti instruksi, membantah, atau menunjukkan sikap agresif kepada guru saat diberi arahan akademik.

4. Menarik diri dan tidak aktif

Anak tidak mau berbicara di kelas, tidak bertanya, dan terlihat tidak tertarik dengan pelajaran meskipun mampu secara intelektual.

5. Sering absen atau membolos

Anak tidak hadir di kelas secara rutin, yang berpengaruh langsung terhadap keterlambatan pencapaian akademik.

(Jawaban soal No. 3)

Karakteristik hambatan khas pada anak berkesulitan belajar dalam aspek kemampuan berhitung atau matematika (sering disebut dyskalkulia) meliputi beberapa pola kesulitan yang berulang dan khas.

Karakteristik Hambatan Khas dalam Kemampuan Berhitung / Matematika 1. Kesulitan mengenal dan memahami simbol angka

Anak sulit membedakan angka (misalnya 6 dan 9, atau 3 dan 8), tidak mengerti makna simbol “+”,

“−”, “×”, dan “÷”.

2. Kesulitan memahami konsep bilangan dan nilai tempat

Anak tidak memahami bahwa angka 25 terdiri dari 2 puluhan dan 5 satuan, atau bingung membedakan mana yang lebih besar antara 15 dan 51.

3. Lemah dalam keterampilan berhitung dasar

Kesulitan menjumlah, mengurang, mengalikan, dan membagi secara sederhana, bahkan setelah diajarkan berulang-ulang.

4. Sulit memahami pola dan urutan

Anak kesulitan menyusun urutan bilangan (misalnya menulis deret 1–10), atau memahami pola bilangan seperti kelipatan dan bilangan genap-ganjil.

5. Kesulitan dalam memecahkan masalah cerita (soal cerita)

Anak tidak mampu menerjemahkan soal cerita ke dalam bentuk operasi matematika. Misalnya: “Ali memiliki 3 apel dan membeli 2 lagi” → anak bingung apakah ini penjumlahan atau pengurangan.

6. Kesulitan dalam mengingat fakta matematika

Anak tidak hafal hasil penjumlahan, pengurangan, atau perkalian dasar. Misalnya, selalu menghitung jari untuk 3 + 4.

(4)

7. Lambat dalam menyelesaikan soal

Waktu pengerjaan soal lebih lama dibanding anak seusianya karena perlu berpikir ekstra untuk setiap langkah hitungan.

8. Kecemasan atau ketakutan terhadap matematika (math anxiety)

Anak menunjukkan reaksi emosional negatif (menangis, marah, enggan belajar) saat berhadapan dengan pelajaran matematika.

Karakteristik-karakteristik ini tidak selalu muncul semua dalam satu anak, tetapi biasanya tampak konsisten dan menetap dari waktu ke waktu jika tidak mendapatkan intervensi yang tepat.

(Jawaban soal No. 4)

a. Pengertian dan 3 Teknik Pengumpulan Data

Identifikasi adalah proses awal untuk mengenali adanya kemungkinan kebutuhan khusus pada seorang anak.

Asesmen adalah proses lanjutan berupa pengumpulan dan analisis data secara sistematis untuk memahami karakteristik, kebutuhan, dan potensi anak secara lebih mendalam sebagai dasar penyusunan program pendidikan individual.

Teknik Pengumpulan Data:

1. Observasi

Mengamati perilaku anak secara langsung dalam situasi tertentu (misalnya di kelas, saat bermain, atau saat belajar).

2. Wawancara

Menggali informasi dari orang-orang yang dekat dengan anak, seperti orang tua, guru, atau pengasuh.

3. Tes atau Instrumen Terstandar

Menggunakan alat tes tertentu (misalnya tes perkembangan, intelegensi, akademik, atau bahasa) untuk mendapatkan data kuantitatif dan kualitatif.

(Teknik tambahan lainnya bisa berupa studi dokumentasi dan kuesioner) b. Contoh Data dalam Identifikasi dan Asesmen

Berikut contoh data yang dikumpulkan dari tiap teknik di atas:

Teknik Contoh Data

Observasi Anak menunjukkan perilaku menyendiri di kelas, tidak berinteraksi dengan teman.

Wawancara Orang tua mengatakan anak sulit memahami instruksi dan lambat bicara sejak kecil.

Tes Akademik

Hasil tes membaca menunjukkan kemampuan anak setara dengan usia 5 tahun, padahal usianya 8 tahun.

Tes IQ Skor IQ anak berada pada kisaran borderline (IQ 70–79), menunjukkan potensi intelektual rendah.

Dokumentasi Laporan medis dari dokter menyebutkan anak mengalami gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (ADHD).

Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber ini akan dianalisis secara menyeluruh dan holistik untuk menentukan layanan pendidikan yang paling sesuai bagi anak, seperti program pembelajaran

individual (PPI) atau penempatan di kelas inklusi.

(5)

(Jawaban soal No. 5)

a. Pengamatan Kasus Anak Berkebutuhan Khusus Sumber : Sekolah Swasta

Nama anak : inisial J.

Usia : 8 tahun Kelas : 2 SD Kondisi yang terlihat:

Kondisi fisik badan tinggi besar, warna kulit sawo matang

Sering kesulitan membaca dan mengeja, padahal teman sekelasnya sudah lancar.

Sering lupa dengan instruksi yang diberikan, namun cerita-cerita fiksi dalam televisi mudah ingat

Kesulitan mengikuti instruksi yang panjang.

Suka eksplorasi atau belajar di luar ruangan karena menemukan hewan atau serangga kecil daripada belajar di dalam kelas

Sering kehilangan konsentrasi di kelas, mudah terkecoh dengan hal baru/unik

Tidak bisa memakai kaos kaki dengan baik dan benar

Makan selalu berantakan

Mudah sedih/menangis/empati tinggi

Mengalami kesulitan dalam mengerjakan PR yang melibatkan membaca atau menulis.

Orang tua khawatir anaknya di bully karena berbeda dengan teman-teman yang lain

Tidak disiplin datang ke sekolah selalu terlambat

Hipotesis awal: siswa J mengalami gangguan Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD).

b. Identifikasi dan Asesmen

Setelah menemukan kasus hipotetis, langkah selanjutnya adalah melakukan identifikasi dan asesmen.

Prosedur Identifikasi dan Asesmen (Hipotetis):

1. Pengumpulan Informasi Awal:

▪ Wawancara dengan Orang Tua: Menggali riwayat perkembangan siswa J (misalnya, kapan mulai bicara, berjalan), riwayat medis, riwayat sekolah, dan kekhawatiran spesifik mereka.

▪ Wawancara dengan Guru Kelas: Mengumpulkan informasi mengenai perilaku siswa J di kelas, kinerja akademiknya, interaksinya dengan teman sebaya, dan strategi yang sudah dicoba guru.

▪ Observasi di Kelas: Mengamati siswa J saat belajar, berinteraksi dengan teman, dan mengikuti instruksi guru. Perhatikan fokusnya, caranya merespons, dan bagaimana ia mengatasi tugas- tugas akademik.

▪ Analisis Dokumen: Meninjau rapor sekolah siswa J, hasil tes sebelumnya (jika ada), atau catatan medis.

2. Asesmen Formal (Contoh Alat Asesmen yang Mungkin Digunakan):

▪ Asesmen Kemampuan Kognitif: Menggunakan tes inteligensi standar untuk mengukur kemampuan kognitif umum Budi.

▪ Asesmen Akademik:

− Tes Membaca: Mengukur kemampuan pengenalan huruf, fonemik, membaca kata, pemahaman membaca, dan kecepatan membaca.

− Tes Menulis: Mengukur kemampuan mengeja, menulis kalimat, dan menyusun paragraf.

− Tes Berhitung: Mengukur pemahaman konsep angka, operasi dasar, dan pemecahan masalah.

(6)

▪ Asesmen Perilaku dan Sosial-Emosional: Menggunakan skala rating yang diisi oleh orang tua dan guru untuk menilai tingkat perhatian, hiperaktivitas, impulsivitas, dan keterampilan sosial.

▪ Asesmen Motorik: Menilai koordinasi motorik halus (menulis, menggunting) dan kasar (berlari, melompat).

LAPORAN ASESMEN PSIKO-EDUKASI I. IDENTITAS KLIEN

Nama Inisial : Inisial J

Tanggal Lahir : 21 Februari 2017

Usia : 8 tahun 3 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Kelas : 2 SD

Tanggal Asesmen : 27 Mei 2025

Asesor : (Sari Septia Ningrum/ADHD) II. ALASAN RUJUKAN

Rujukan diterima dari orang tua dan guru kelas siswa J yang melaporkan adanya kesulitan belajar signifikan, terutama dalam membaca dan menulis, serta masalah atensi dan konsentrasi di sekolah.

III. SUMBER DATA

Wawancara dengan Ibu dan Ayah siswa J

Wawancara dengan wali Kelas siswa J

Observasi di kelas dan saat sesi asesmen

Analisis rapor sekolah dan hasil pekerjaan siswa J

Administrasi tes standar (laporan observasi saat masuk sekolah dan tes psikologi siswa J) IV. HASIL ASESMEN

A. Riwayat Perkembangan:

Orang tua melaporkan siswa mencapai tonggak perkembangan motorik kasar dan halus sesuai usia.

Perkembangan bicara normal.

Tidak ada riwayat penyakit serius atau cedera kepala.

B. Hasil Observasi:

Di Kelas: siswa J tampak kesulitan mempertahankan fokus pada tugas akademik lebih dari 10-15 menit. Sering ingin keluar kelas mengamati serangga pada pohon atau berkomunikasi random sesuai dengan apa yang ia ingat. Ketika diminta membaca, ia menunjukkan sikap enggan, membaca dengan cara di eja. Interaksi sosial dengan teman sebaya cukup baik, cenderung tidak memiliki teman untuk interaksi dalam keseharian.

Saat Asesmen: siswa J kooperatif namun mudah teralih perhatiannya. Ia menunjukkan kesulitan yang konsisten dalam tugas-tugas yang melibatkan fonologi dan ejaan. Ia sering menebak kata daripada membunyikan hurufnya.

C. Kemampuan Kognitif (Contoh hasil tes hipotetis):

Hasil tes inteligensi (misalnya, WPPSI-IV) menunjukkan Kemampuan Kognitif Umum (KPU) pada kategori rata-rata rendah (misalnya, Indeks KPU = 85). Terlihat perbedaan signifikan antara kemampuan penalaran verbal (lebih rendah) dan penalaran non-verbal (lebih tinggi).

(7)

D. Kemampuan Akademik (Contoh hasil tes diagnostik hipotetis):

Membaca:

o Pengenalan Huruf: Mampu mengenali sebagian besar huruf kapital dan kecil, namun sering lupa dan menyebutkan S yang bagaimana, W yang bagaimana secara berulang jika tidak ingat hurufnya.

o Kesadaran Fonemik: Kesulitan dalam memisahkan bunyi kata (segmenting) dan menggabungkan bunyi (blending).

o Membaca Kata: Mampu membaca kata-kata sederhana yang reguler (misalnya "buku",

"bola"), namun kesulitan membaca kata-kata tidak beraturan atau kata-kata dengan suku kata yang panjang.

o Pemahaman Membaca: Pemahaman cerita lisan cukup baik, namun pemahaman teks tertulis sangat terbatas karena kesulitan dalam dekoding.

Menulis/Mengeja:

o Ejaan: Banyak kesalahan ejaan fonetik dan non-fonetik. Sering meninggalkan huruf atau menambahkan huruf yang tidak perlu.

o Menulis: Tulisan tangan cukup rapi, namun lambat. Kesulitan dalam menyusun kalimat yang kompleks.

Berhitung: Keterampilan dasar berhitung (penjumlahan/pengurangan satu digit) cukup baik, namun kesulitan dalam pemecahan masalah cerita yang membutuhkan pemahaman teks.

E. Perilaku dan Sosial-Emosional:

Skala rating menunjukkan tingkat kesulitan sedang pada aspek perhatian dan impulsivitas.

Budi terkadang menunjukkan frustrasi ketika menghadapi tugas yang sulit.

V. KESIMPULAN DIAGNOSTIK

Berdasarkan data asesmen yang komprehensif, siswa J menunjukkan karakteristik yang konsisten dengan Kesulitan Belajar Spesifik di area Membaca dan Menulis (Disleksia dan Disgrafia). Selain itu, terdapat indikasi adanya Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktivitas (ADHD) tipe tidak dominan perhatian yang memperburuk kesulitan belajarnya. Kekuatan siswa J terletak pada kemampuan penalaran non-verbalnya dan kemauan untuk belajar jika materi disajikan secara visual dan interaktif.

VI. REKOMENDASI

1. Pendidikan Khusus: Budi memerlukan intervensi pendidikan khusus yang fokus pada remedial membaca dan menulis dengan metode multisensori dan terstruktur.

2. Lingkungan Belajar: Penyesuaian di kelas, seperti tempat duduk di depan, instruksi yang jelas dan singkat, serta waktu tambahan untuk tugas.

3. Dukungan Atensi: Strategi untuk meningkatkan fokus dan mengurangi gangguan di kelas.

4. Dukungan Psikologis/Medis: Pertimbangan rujukan ke psikiater anak atau psikolog untuk penanganan ADHD jika diperlukan.

5. Kerja Sama Orang Tua-Sekolah: Komunikasi yang erat antara orang tua dan sekolah untuk mendukung kemajuan Budi.

6. Penyusunan Program Pembelajaran Individual (PPI).

(8)

c. Rancangan PPI Sederhana (Hipotetis)

PROGRAM PEMBELAJARAN INDIVIDUAL (PPI) IDENTITAS KLIEN

Nama Inisial : Inisial J

Tanggal Lahir : 21 Februari 2017

Usia : 8 tahun 3 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki

Periode PPI : Juli - Desember 2025 (6 bulan)

Tim PPI : Guru Kelas, Guru Pendamping Khusus/Shadow Teacher, Orangtua I. PROFIL ANAK (Berdasarkan Asesmen)

Kekuatan:

o Kemampuan penalaran non-verbal cukup baik.

o Visual learner (belajar lebih baik dengan melihat).

o Memiliki motivasi untuk belajar jika materi menarik dan tidak terlalu menantang.

o Interaksi sosial yang memadai dengan teman sebaya.

Area Kebutuhan:

o Akademik: Dekoding membaca, pemahaman membaca, ejaan, menulis ekspresif.

o Perilaku: Mempertahankan fokus, mengurangi impulsivitas, mengatur diri.

o Perkembangan: Kesadaran fonemik.

II. TUJUAN JANGKA PANJANG (Goal)

1. Budi akan menunjukkan peningkatan keterampilan membaca dan menulis yang memungkinkannya untuk berpartisipasi lebih efektif dalam kegiatan akademik di kelas reguler.

2. Budi akan menunjukkan peningkatan kemampuan dalam mempertahankan perhatian dan mengelola perilaku impulsif di lingkungan kelas.

III. TUJUAN JANGKA PENDEK (Objectives) dan Strategi Area Tujuan Tujuan Jangka

Pendek (Terukur &

Spesifik)

Strategi dan Aktivitas Intervensi

Pihak yang Bertanggung

Jawab

Waktu Pelaksanaan

Evaluasi (Indikator Keberhasilan) Membaca 1. Siswa J mampu

mengidentifikasi dan

membedakan huruf b/d dan p/q dengan akurasi 80%

dalam 3 dari 4 percobaan.

- Gunakan kartu bergambar huruf b/d dan p/q. & Latihan multisensori (menulis di pasir, menjiplak huruf). &

Permainan mencari kata dengan huruf b/d/p/q.

Guru

Pendamping Khusus/Orang Tua

Setiap hari (15 menit)

Ceklis observasi, hasil latihan tertulis.

2. Siswa J mampu memadukan 3-4 bunyi fonem

- Latihan blending suara dengan

Guru

Pendamping

3 kali seminggu (20 menit)

Tes lisan blending kata,

(9)

menjadi kata sederhana (misalnya, b-u-k- u menjadi

"buku") dengan akurasi 70%.

kartu huruf. &

Menggunakan papan

magnetik untuk menyusun kata. &

Aplikasi/game edukasi fonik.

Khusus/Orang Tua

rekaman suara.

3. Siswa J mampu membaca 10 kata reguler 3 suku kata dengan benar dalam 1 menit.

- Latihan

membaca kata berulang kali.

&

Menggunakan penanda jari saat membaca.

& Membaca buku

bergambar dengan teks sederhana.

Guru

Pendamping Khusus/Orang Tua

4 kali seminggu (15 menit)

Tes membaca kata,

observasi membaca buku.

Menulis 1. Siswa J mampu mengeja 10 kata 2 suku kata

sederhana

(misalnya "meja",

"buku") dengan akurasi 70%.

- Latihan dikte kata-kata pendek. &

Menggunakan word bank (daftar kata).

& Permainan ejaan

interaktif.

Guru

Pendamping Khusus/Orang Tua

3 kali seminggu (15 menit)

Hasil dikte, tulisan harian.

Atensi/Fokus 1. Siswa J mampu mempertahankan perhatian pada tugas yang diberikan guru selama 15 menit tanpa interupsi perilaku lebih dari 2 kali.

- Berikan instruksi pendek dan jelas. &

Gunakan visual timer. &

Sediakan tempat duduk di depan kelas, jauh dari jendela.

Berikan kesempatan untuk istirahat singkat (brain break).

Guru Kelas Setiap hari di kelas

Ceklis observasi guru.

2. Siswa J mampu menyelesaikan tugas yang

- Sediakan daftar tugas harian. &

Guru Kelas Setiap hari di kelas

Hasil

penyelesaian

(10)

diberikan dalam waktu yang ditentukan

(dengan

akomodasi waktu tambahan).

Berikan waktu tambahan untuk

menyelesaikan tugas. & Pecah tugas besar menjadi bagian-bagian kecil.

tugas,

catatan guru.

IV. AKOMODASI DAN MODIFIKASI

Akomodasi:

o Waktu tambahan 25% untuk menyelesaikan tugas dan ujian.

o Tugas lisan diizinkan sebagai alternatif tugas tertulis.

o Penggunaan graphic organizer untuk membantu penulisan.

o Penempatan duduk di area kelas yang minim distraksi.

o Instruksi disampaikan secara lisan dan visual.

Modifikasi:

o Jumlah soal/tugas dikurangi sesuai dengan kemampuan Budi.

o Materi bacaan disesuaikan dengan tingkat dekoding Budi (buku berjenjang).

o Fokus pada konsep-konsep kunci daripada cakupan materi yang luas.

V. METODE EVALUASI

Evaluasi akan dilakukan setiap bulan oleh Guru Pendamping Khusus dan Guru Kelas melalui observasi, analisis hasil pekerjaan Budi, dan tes singkat sesuai tujuan.

Pertemuan tim PPI (Guru, Orang Tua) akan dilakukan setiap 3 bulan untuk meninjau kemajuan dan menyesuaikan PPI jika diperlukan.

VI. TANDA TANGAN PERSETUJUAN

(Guru Kelas) (Guru Pendamping Khusus)

(Orang Tua: Ibu Budi) (Orang Tua: Ayah Budi)

Tanggal: 27 Mei 2025

Referensi

Dokumen terkait

Gambaran keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus di sekolah inklusi yang berkaitan dengan interaksi dengan teman-temannya di sekolah yaitu, pada penyandang cerebral

Keterampilan sosial siswa baik berkebutuhan khusus maupun normal merupakan perilaku sebagai wujud dari interaksi sosial antar siswa di Sekolah inklusi untuk mencapai

Perubahan terminologi atau istilah anak berkebutuhan khusus dari istilah anak luar biasa tidak lepas dari dinamika perubahan kehidupan masyarakat yang berkembang saat ini,

Peran lingkungan sekolah terhadap keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus di SD Muhammadiyah Nitikan Berdasarkan hasil wawancara kepala sekolah, guru kelas III, serta guru

Keterampilan sosial siswa baik berkebutuhan khusus maupun normal merupakan perilaku sebagai wujud dari interaksi sosial antar siswa di Sekolah inklusi untuk mencapai

Dokumen ini membahas tentang kebijakan Kementerian Pendidikan Nasional untuk meningkatkan kualitas layanan pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus di SLB Negeri

Petunjuk konsep pendidikan bagi anak berkebutuhan

Makalah ini mengeksplorasi manfaat bermain bocce bagi anak berkebutuhan khusus dengan