• Tidak ada hasil yang ditemukan

NILAI KOMPETISI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max(L.) Merr.) UMUR SEDANG PADA PERLAKUAN FREKUENSI PENYIANGAN GULMA DI DAERAH DATARAN SEDANG - repository perpustakaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2023

Membagikan "NILAI KOMPETISI BEBERAPA VARIETAS KEDELAI (Glycine max(L.) Merr.) UMUR SEDANG PADA PERLAKUAN FREKUENSI PENYIANGAN GULMA DI DAERAH DATARAN SEDANG - repository perpustakaan"

Copied!
5
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kedelai (Glycine max) merupakan salah satu komoditi pangan utama setelah padi dan jagung, sebagai sumber protein nabati utama bagi masyarakat Indonesia (Supadi, 2009). Kedelai dapat dikonsumsi langsung atau setelah melalui proses pengolahan seperti tempe, tahu, tauco, kecap dan lain-lain (Ginting, dkk., 2009).

Dalam 100 g biji kedelai kering terkandung 34,9 g protein, 331 kalori, 18,1 g lemak, 34,8 g karbohidrat, 227 mg kalsium, 585 mg fosfor, 8 mg zat besi, 110 mg vitamin A, 1,1 mg vitamin B1, dan air 7,5 g (Cahyadi, 2007).

Kebutuhan kedelai di Indonesia setiap tahun terus meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk, sementara produksi kedelai Indonesia masih rendah. Kebutuhan kedelai tahun 2014 secara nasional mencapai 2,67 juta ton.

Sementara itu pada saat yang sama, produksi dalam negeri mencapai 954.997 ribu ton dari areal panen kedelai seluas 615.685 hektar (Badan Pusat Statistik, 2015).

Berikut ini adalah tabel perbandingan luas panen, produktivitas dan produksi kedelai 5 tahun terakhir di Indonesia.

Tabel 1.1 Perbandingan Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai di Indonesia Tahun 2011-2015

Uraian Tahun

2011 2012 2013 2014 2015

Luas panen (ha) 622.254 567.624 550.793 615.685 624.848 Produktivitas (ton/ha) 1,368 1,485 1,416 1,551 1,573 Produksi (ton) 851.286 843.153 779.992 954.997 982.967

(2)

Berdasarkan data pada Tabel 1.1, luas panen, produktivitas dan produksi kedelai di Indonesia dari tahun 2011 - 2013 mengalami penurunan dan pada tahun 2014 - 2015 mengalami peningkatan. Namun, peningkatan tersebut belum mampu memenuhi kebutuhan kedelai dalam negeri sehingga produksi kedelai di Indonesia masih tergolong rendah. Oleh karena itu, diperlukan suplai kedelai tambahan yang harus di impor. Berdasakan data dari Badan Pusat Statisik (2015), impor kedelai di Indonesia sudah mencapai 1,58 juta ton.

Rendahnya produktivitas kedelai di Indonesia antara lain disebabkan karena terbatasnya penggunaan varietas unggul (Bakhtiar, 2014). Varietas unggul kedelai sudah banyak dilepas oleh pemerintah, namun belum banyak dari varietas-varietas tersebut yang diadopsi oleh petani (Rozi dan Heriyanto, 2012). Beberapa karakteristik varietas kedelai unggul yaitu berproduksi tinggi, tahan terhadap penyakit, dan mampu beradaptasi terhadap berbagai keadaan lingkungan tumbuh (Rukmana dan Yuniarsih, 1996). Pemilihan varietas memiliki peranan penting dalam budidaya kedelai, karena untuk mencapai tingkat produktivitas yang tinggi sangat ditentukan oleh potensi genetik dan faktor lingkungan. Jika pengelolaan lingkungan tidak dilakukan dengan baik, maka potensi daya hasil biji yang tinggi dari varietas unggul tersebut tidak dapat tercapai. Secara umum varietas unggul memiliki kelebihan dibandingkan dengan varietas lokal, baik terhadap sifat-sifat pertumbuhan maupun terhadap sifat produksinya (Efendi, 2010). Di Indonesia umur kedelai dikelompokkan menjadi beberapa jenis yaitu sangat genjah umur <

70 hari, genjah umur 70 - 79 hari, sedang umur 80 - 85 hari, dalam umur 86 - 90 hari, dan sangat dalam umur > 90 hari (Rahajeng dan Adie, 2013). Beberapa jenis

(3)

varietas kedelai unggul berumur sedang antara lain Argomulyo, Burangrang, Dering 1, Kaba dan Panderman. Kelima varietas tersebut memiliki keunggulan produksi yang tinggi yaitu sekitar 1,5 - 2,8 ton/ha, tahan rebah, toleran karat daun, dan toleran terhadap ulat grayak (Balitkabi, 2013).

Masalah lain yang menyebabkan rendahnya produktivitas kedelai di Indonesia adalah adanya organisme pengganggu tanaman, khususnya gulma.

Sebagian petani kedelai di Indonesia belum melakukan budidaya kedelai secara benar. Petani membiarkan pertanaman kedelainya tanpa melakukan perawatan karena lebih memilih untuk mencari pekerjaan sampingan lain guna menambah penghasilan keluarga. Hal ini menimbulkan masalah yaitu munculnya gulma (Budi dan Hajoeningtyas, 2008). Gulma menjadi pesaing utama tanaman kedelai dalam penggunaan unsur hara, air, CO2, cahaya matahari dan ruang tumbuh.

Selain itu, gulma bisa menjadi tanaman inang berbagai jenis hama dan virus yang banyak menyerang tanaman kedelai (Amang, dkk., 1996). Gulma pada tanaman kedelai dapat menurunkan hasil 20 hingga 80%, tergantung pada jenis dan kerapatan gulma serta waktu terjadinya gangguan gulma (Harsono, 1997). Oleh karena itu, keberadaan gulma perlu dikendalikan untuk memperoleh pertumbuhan tanaman yang optimal.

Pengendalian gulma adalah usaha untuk menekan jumlah populasi gulma dan mematikan semua gulma secara tuntas. Pengendalian gulma yang banyak dilakukan oleh petani diantaranya adalah penggunaan herbisida, namun penggunaan herbisida dalam jangka waktu yang panjang dapat menimbulkan efek negatif yaitu pencemaran lingkungan, pencemaran hasil panen, dan gangguan

(4)

kesehatan pada manusia. Oleh karena itu, perlu pengendalian gulma yang lebih ramah lingkungan. Salah satu alternatif untuk mengendalikan gulma yang ramah lingkungan yaitu dengan cara penyiangan. Penyiangan termasuk pengendalian mekanis secara manual, yaitu dengan cara merusak sebagian atau seluruh gulma sampai terganggu pertumbuhannya atau mati sehingga tidak mengganggu tanaman. Namun apabila penyiangan dilakukan secara terus menerus tidak efisien, sehingga perlu diketahui frekuensi penyiangan yang tepat (Rukmana dan Saputra, 1999).

Sampai saat ini informasi tentang varietas kedelai umur sedang yang mampu berkompetisi dengan gulma di daerah dataran sedang masih sedikit. Tanaman kedelai dapat tumbuh optimal pada ketinggian kurang dari 1.000 m dpl (Cahyadi, 2007). Dataran sedang memiliki kriteria ketinggian 400 - 800 m dpl dan sudah mencakup dalam pertumbuhan optimal tanaman kedelai (Setyaningrum dan Saparinto, 2011). Namun, kebanyakan kedelai ditanam di daerah dataran rendah, sehingga perlu dilakukan penelitian mengenai varietas umur sedang yang mampu berkompetisi dengan gulma di daerah dataran sedang.

1.2 Perumusan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian adalah

a. Bagaimana kemampuan kompetisi lima varietas kedelai terhadap gulma pada berbagai frekuensi penyiangan gulma di daerah dataran sedang?;

b. Bagaimana pengaruh interaksi antara varietas kedelai dan frekuensi penyiangan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di daerah dataran sedang?.

(5)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

a. Kemampuan kompetisi lima varietas kedelai terhadap gulma pada berbagai frekuensi penyiangan gulma di daerah dataran sedang;

b. Pengaruh interaksi antara varietas kedelai dan frekuensi penyiangan gulma terhadap pertumbuhan dan hasil kedelai di daerah dataran sedang.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi pada masyarakat khususnya petani tentang varietas kedelai yang mampu berkompetisi dengan gulma, sehingga dapat menaikkan hasil kedelai dan meningkatkan pendapatan petani. Penelitian ini juga dapat menjadi referensi bagi peneliti lainnya untuk pengembangan penelitian selanjutnya.

Referensi

Dokumen terkait

iii ABSTRACT By: NOFA ALFANIA The purposes of this research are to show that using Community Language Learning CLL method can increase the students‟ speaking performance and