• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Kimia Tepung dan Pati Ganyong dan Garut di Natar, Lampung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2024

Membagikan "Komposisi Kimia Tepung dan Pati Ganyong dan Garut di Natar, Lampung"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

Komposisi Kimia Tepung dan Pati Umbi Ganyong dan Garut Koleksi Kebun Sumber Daya Genetik Natar, Lampung Selatan

Chemical Composition of Canna and Arrowroot Flour and Starch Cultivated in Genetic Resources Garden Collection in Natar, South Lampung

Erliana Novitasari1*), Rr Ernawati2, Agung Lasmono3, Tika Nafiah Ramadhani3, Dian Meithasari4

1Pusat Riset Teknologi dan Proses Pangan (PRTPP), Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (OR PP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Yogyakarta, Indonesia

2Pusat Riset Hortikultura dan Perkebunan, Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (OR PP), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Bogor, Jawa Barat, Indonesia

3Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Lampung, Bandar Lampung, Indonesia

4Pusat Riset Tanaman Pangan (PRTP), Organisasi Riset Pertanian dan Pangan (OR PP), Bogor, Jawa Barat, Indonesia

*)Penulis untuk korespondensi: [email protected]

Sitasi: Novitasari E, Ernawati Rr, Lasmono A, Ramadhani TN, Meithasari D. 2022. Chemical composition of canna and arrowroot flour and starch cultivated in genetic resources garden collection in Natar, South Lampung. In: Herlinda S et al. (Eds.), Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal ke-10 Tahun 2022, Palembang 27 Oktober 2022. pp. 929-936. Palembang: Penerbit & Percetakan Universitas Sriwijaya (UNSRI).

ABSTRACT

This study aimed to determine the chemical composition of flour and starch made from canna tubers and arrowroot tubers. Processing tubers into flour or starch provides opportunities for wider utilization and longer storage. The tuber flour was processed using the dry method while the tuber starch was processed using the wet method.

Characterization of chemical composition includes proximate analysis consisting of moisture content, ash content, crude fiber, protein, fat and carbohydrates as well as whiteness. The fat and protein content of canna tuber flour (0.93% and 2.30%) and arrowroot (0.59% and 3.50%) were slightly higher than the fat content of canna tuber starch (0.89% and 1, respectively). 2%) and arrowroot (0.39% and 1.26%). The yield and whiteness of canna and arrowroot flour and starch produced in this study were low.

Keywords: chemical composition, tuber, whiteness ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui komposisi kimia tepung dan pati yang terbuat dari umbi ganyong dan umbi garut. Pengolahan umbi-umbian menjadi tepung atau pati memberikan peluang untuk pemanfaatan lebih luas dan penyimpanan lebih lama. Tepung umbi diolah menggunakan metode kering sedangkan pati umbi menggunakan metode basah. Karakterisasi komposisi kimia meliputi analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, kadar abu, serat kasar, protein, lemak dan karbohidrat serta derajat putih. Kadar lemak dan kadar protein tepung umbi ganyong (0,93% dan 2,30%) dan garut (0,59% dan 3,50%) sedikit lebih tinggi daripada kadar lemak pada pati umbi ganyong (0,89% dan 1,2%) dan garut (0,39% dan 1,26%). Rendemen dan derajat putih tepung dan pati umbi ganyong dan garut yang dihasilkan pada kajian ini termasuk rendah.

Kata kunci: komposisi kimia, umbi, derajat putih

(2)

PENDAHULUAN

Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan ketahanan pangan nasional yaitu melalui program diversifikasi pangan berbasis pangan lokal (Arief et al., 2018).

Diversifikasi pangan merupakan penganekaragaman pangan sebagai upaya peningkatan ketersediaan dan konsumsi pangan yang memiliki mutu gizi yang beragam dan seimbang (Muzaifa et al., 2014). Dalam konteks lain, diversifikasi juga diartikan sebagai tersedianya berbagai pilihan alternatif bahan pangan yang bervariasi sehingga mengurangi ketergantungan terhadap satu bahan pangan (Hardono, 2014). Seperti negara berkembang lainnya, Indonesia juga menghadapi tantangan untuk mewujudkan sistem ketahanan pangan nasional. Faktanya sampai saat ini Indonesia masih mengandalkan beras dan tepung terigu sebagai sumber karbohidrat dan makanan pokok. Menurut Sugiarti dan David (2016), penganekaragaman pangan berbasis sumber daya lokal merupakan salah satu strategi untuk mengubah pola konsumsi pangan masyarakat, terutama karbohidrat agar tidak mengandalkan komoditas tertentu secara berlebihan.

Penganekaragaman pangan berbasis tepung sangat potensial dikembangkan karena mudah diterima oleh masyarakat. Teknologi tepung merupakan suatu proses pengembangan produk yang aplikatif dan luas pemanfaatannya. Selain itu, dalam bentuk tepung, produk lebih tahan lama disimpan, mudah dicampur atau dibuat komposit, mudah diperkaya zat gizi dan lebih cepat dimasak sesuai pola hidup modern yang serba praktis (Permata et al., 2019). Menurut Aprianita et al. (2013), tepung umbi dihasilkan melalui proses penggilingan bahan kering dengan cara diremuk atau ditekan dengan gaya mekanis menggunakan alat penggiling. Sedangkan pati dihasilkan dari proses pengecilan ukuran partikel ukuran melalui pemarutan atau penghancuran yang dilanjutkan dengan proses ekstraksi dengan menambahkan pelarut untuk diendapkan. Pati yang dihasilkan selanjutnya dikeringkan, baik menggunakan proses pengeringan alami di bawah sinar matahari maupun dengan bantuan mesin pengering (Irhami et al., 2019). Perbedaan proses terletak pada adanya proses ekstraksi dengan cara pengepresan dan sedimentasi untuk mengendapkan patinya. Berdasarkan Wang et al. (2020), viskositas pati lebih tinggi daripada tepung, sehingga pati dapat dimanfaatkan sebagai pengental.

Berbagai jenis umbi-umbian tumbuh dan berkembang di Indonesia meskipun Indonesia bukan center of origin dari tanaman tersebut. Sebagian besar jenis umbi-umbian hanya dibudidayakan secara tradisional pada lahan kering atau lahan marginal. Jenis umbi- umbian tersebut antara lain kentang kleci (Solenostemon royundifolium), garut (Maranta arundinacea), ganyong (Lana edulis), gadung (Dioscorea hispida), uwi (Dioscorea alata), gembili (Dioscurela esculenta), uwi katak (Dioscorea pentaphyla), kimpul (Xanthosoma violeceum), talas belitung (Xanthosoma saghitifolium), suwek (Amorphophalus companulatus), bentul atau talas (Colocasia esculenta) dan lain-lain yang masing-masing mempunyai ragam pada tingkat spesies (Kasno et al., 2006; Latifah & Prahardini, 2020).

Meskipun dibudidayakan secara tradisional, umbi-umbian tersebut berpotensi sebagai sumber alternatif tepung dan pati yang dapat dimanfaatkan dalam industri pangan lokal.

Jika dibandingkan tepung dan pati dari serealia, tepung dan pati yang terbuat dari umbi- umbian mengandung pati resisten lebih tinggi yang berfungsi sebagai serat (Aprianita et al., 2013)

Kebun koleksi SDG BPTP Lampung sendiri memiliki koleksi tanaman aneka umbi yang dapat dimanfaatkan antara lain ganyong dan garut, namun pemanfaatannya masih sangat terbatas. Tujuan dari penelitian ini yaitu mengetahui sifat komposisi kimia tepung dan pati yang terbuat dari umbi ganyong dan umbi garut.

(3)

BAHAN DAN METODE

Kegiatan pengembangan produk dilaksanakan di Kebun Percobaan Natar dari bulan Januari-Desember 2021. Alat-alat yang digunakan antara lain: mesin penepung, ayakan, pisau, blender, saringan, baskom. Bahan baku yang digunakan dalam kegiatan ini adalah umbi-umbian yang terdapat di kebun koleksi SDG yang berlokasi di IP2TP Natar. Umbi- umbian tersebut antara lain ganyong dan garut.

Proses Pembuatan Tepung dan Pati Umbi

Prosedur pembuatan tepung dan pati sesuai dengan metode yang digunakan oleh Richana dan Sunarti (2004). Proses pengolahan tepung umbi menggunakan metode kering yang digambarkan pada Gambar 1 dan pati umbi diolah menggunakan metode basah seperti pada Gambar 2.

Analisis Data

Data yang dianalisis yaitu sifat fisikokimia melalui analisis proksimat yang meliputi kadar air, kadar lemak, kadar abu, protein dan serat, rendemen serta pengujian derajat putih menggunakan analisis deskriptif.

Gambar 1. Diagram alir pembuatan tepung umbi Gambar 2. Diagram alir pembuatan pati umbi

HASIL

Rendemen Tepung dan Pati

Rendemen tepung dan pati umbi ganyong dan garut dihitung dari berat awal umbi segar setelah panen. Proses pembuatan tepung membutuhkan air lebih sedikit jika dibandingkan dengan proses pembuatan pati. Sehingga rendemen yang dihasilkan pada proses pembuatan tepung, baik tepung ganyong (23,87%) maupun tepung garut (17,85%) relatif lebih tinggi dibanding rendemen yang dihasilkan pada pembuatan pati (pati ganyong 8,60% dan pati garut 6,94%).

(4)

Tabel 2. Rendemen tepung dan pati komoditas ganyong dan garut

Umbi Tepung Pati

Awal (kg) Akhir (kg) % Awal (kg) Akhir (kg) %

Ganyong 5,74 1,37 23,87 6,51 0,56 8,60

Garut 13,00 2,32 17,85 17,00 1,18 6,94

Sumber: Data Primer (2021)

Analisis Proksimat dan Derajat Putih

Komposisi kimia yang diamanti pada penelitian ini yaitu kadar air, kadar abu, serat kasar, protein, lemak dan karbohidrat. Kadar air tepung, baik tepung ganyong (8,20%) maupun tepung garut (9,76%) lebih rendah dibandingkan kadar air pada pati ganyong (10,90%) dan pati garut (10,69%). Berbeda dengan kadar abu tepung ganyong (1,12%) dan tepung garut (3,25%) yang lebih tinggi daripada pati ganyong (0,49%) dan garut (0,68%).

Kandungan lemak tepung umbi ganyong (0,93%) dan umbi garut (0,59%) sedikit lebih tinggi dibandingkan pati umbi ganyong (0,89%) dan umbi garut (0,39%). Demikian halnya dengan kandungan protein tepung umbi ganyong (2,30%) dan umbi garut (3,05%) juga sedikit lebih tinggi daripada pati umbi ganyong (1,20%) dan umbi garut (1,26%).

Perbedaan kadar karbohidrat antara ganyong dan garut terlihat baik pada produk tepung dan pati. Tepung dan pati umbi ganyong memiliki kandungan karbohidrat yang lebih tinggi dibandingkan umbi garut.

Tabel 3. Kandungan kimia dan derajat putih tepung dan pati ganyong dan garut Analisis

Ganyong Garut Syarat Mutu Tepung

Tapioka (SNI 3451:2011)

Tepung Pati Tepung Pati

Air (%) 8,20 10,90 9,76 10,69 Maks 14

Abu (%) 1,12 0,49 3,25 0,68 Maks 0,5

Serat kasar (%) 4,75 0,66 4,36 2,96 Maks 0,4

Protein (%) 2,30 1,20 3,05 1,26 -

Lemak (%) 0,93 0,89 0,59 0,39 -

Karbohidrat (%) 82,69 85,84 78,96 83,98 -

Derajat putih (%) 27,20 64,85 42,43 74,16 Min 91

Sumber: (Data Primer, 2021; BSN, 2011)

PEMBAHASAN

Rendemen Tepung dan Pati

Rendemen tepung ganyong sebesar 23,87% dan tepung garut sebesar 17,85%.

Sementara Rendemen pati ganyong sebesar 8,6% sedangkan pati garut sebesar 6,94%.

Beberapa hal diduga menjadi penyebab rendahnya rendemen tepung dan pati yaitu keterlambatan panen, sehingga umbi mulai rusak, berserat dan mengeras. Umbi ganyong dan garut yang digunakan pada penelitian ini dipanen pada umur lebih dari 12 bulan. Pada umur demikian terjadi penurunan kandungan pati menjadi serat dan pertumbuhan jaringan meristem membentuk tunas baru (Damat & Kurniawati, 2016). Ditambahkan lagi untuk proses pengepresan parutan umbi kurang maksimal sehingga menyebabkan sejumlah pati masih tertinggal bersama ampas. Berdasarkan penelitian terdahulu (Faridah et al., 2014), dengan menggunakan cara ekstraksi basah, umbi garut dapat mengasilkan 15,69% pati garut. Rendemen tepung kedua umbi lebih besar dibanding pati karena pada proses pembuatan tepung tidak menghasilkan limbah dalam bentuk ampas.

Rendemen maksimum pati garut dihasilkan dari umbi yang dipanen pada umur 9 bulan, yaitu 18,33%. Rendemen pati akan menurun jika umbi dipanen lebih tua, misalnya umbi garut yang dipanen pada umur 12 bulan akan menghasilkan rendemen pati sebesar 12,89%

(5)

(Maulani et al., 2012). Studi lain mendapatkan rendemen pati sebesar 13,1% dari umbi garut dengan umur lebih dari 10 bulan setelah tanam, yang merupakan umur optimum penyimpanan cadangan makanan. Menurut Heryanto (2021), pemanenan umbi ganyong dapat dilakukan pada saat umbi berumur 4-8 bulan. Namun untuk tujuan produksi tepung, panen setelah 8 bulan memberikan hasil tinggi karena umbi berkembang secara maksimum. Ganyong di dataran rendah sudah bisa dipanen pada umur 6-8 bulan. Tanda yang mudah dikenali kalau umbi telah masak adalah mengeringnya batang dan daun.

Menurut Woolfe (1992) dalam Ginting et al. (2005), rendemen pati dipengaruhi oleh granula pati berukuran kecil (sekitar 5% dari jumlah total) yang sangat mudah membentuk koloid dan hilang pada saat proses ekstraksi, pencucian, dan pengendapan. Utomo dan Antarlina (1997) mengemukakan bahwa umur, jenis/klon, dan lingkungan tumbuh tanaman serta cara atau metode pengolahan pati juga menentukan rendemen pati yang dihasilkan.

Perbedaan rendemen antar tanaman kemungkinan disebabkan perbedaan kandungan pati dari masing-masing tanaman serta perbedaan struktur umbi dan biji tanaman sehingga lebih banyak menghasilkan rendemen pati kering.

Hasil Analisis Proksimat dan Derajat Putih

Analisis proksimat dan derajat putih dilaksanakan di Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian, Politeknik Negeri Lampung. Kandungan kimia dan derajat putih tepung dan pati umbi ganyong dan garut dapat dilihat pada Tabel 3.

Kadar Air

Berdasarkan syarat mutu yang diatur dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 3451:2011, kadar air tepung dan pati umbi ganyong dan garut pada penelitian ini masih dalam kategori memenuhi syarat yaitu di bawah 14%. Nilai kadar air tersebut masih tergolong bahan kering dan aman untuk disimpan karena mikroba masih dapat tumbuh pada kondisi kadar air tepung atau pati lebih dari 14% (Santoso et al., 2015). Penelitian lain melaporkan varietas ganyong dan kadar awal awal umbi segar menetukan kadar air akhir tepung. Tepung ganyong merah mengandung kadar air 10,79%, sedangkan tepung ganyong putih mengandung kadar air 10,09%. Penurunan kadar air biasanya dilakukan melalui proses pengeringan (Purwaningsih et al., 2013).

Kadar Abu

Kadar abu dalam tepung dan pati dipengaruhi oleh adanya kandungan mineral dalam umbi-umbian. Pada penelitian ini kadar abu masih melebihi ambang batas maksimum yang disyaratkan dalam SNI (maksimum 0,5%). Nilai kadar abu dapat diturunkan melalui proses pencucian secara berulang dengan air sehingga mineral yang terkandung dalam umbi- umbian terlarut dalam air sehingga mineral hilang bersama ampas (Polnaya et al., 2015).

Lemak dan Protein

Pada umumnya kandungan lemak dan protein tepung lebih tinggi dibandingkan pati karena proses ekstraksi dan pencucian akan menghilangkan kadar protein dan lemak (Richana dan Sunarti, 2004). Dalam studi yang dilakukan oleh Purwaningsih et al. (2013), tepung ganyong putih mengandung lemak sebesar 0.43%, sedangkan ganyong merah 0,67%. Sementara kandungan protein pada tepung ganyong putih sebesar 2,34% dan tepung ganyong merah 3,48%. Kadar protein pada tepung justru diharapkan tinggi. Hal ini berkaitan dengan penggunaan tepung, apabila tepung berkadar protein tinggi maka dalam aplikasinya tidak memerlukan bahan substitusi lagi. Namun, kandungan protein yang dihasilkan pada pembuatan tepung dan pati dari umbi ganyong dan garut pada penelitian

(6)

ini masih lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein dalam tepung terigu, yaitu 8- 12%. Protein dalam tepung terigu berbentuk gluten yang berperan dalam menghasilkan roti dengan tekstur yang kenyal (Arif et al., 2018).

Kadar lemak pada tepung dan pati ganyong (0,93% dan 0,89%) lebih tinggi dibandingkan kadar lemak pada tepung dan pati umbi garut (0,59% dan 0,39%). Bahkan kadar lemak tepung dan pati umbi ganyong yang dihasilkan pada penelitian ini setara dengan kadar lemak tepung terigu yaitu 0,9%. Kandungan lemak dapat menghambat keluarnya amilosa dalam granula pati sehingga dapat mengganggu gelatinisasi. Lemak juga dapat mengurai ikatan air oleh granula pati sehingga menyebabkan berkurangnya kekentalan pati (Lintang et al., 2016).

Derajat Putih

Derajat putih pati rendah diduga karena proses pencucian pati kurang maksimal, sedangkan untuk tepung diduga karena proses oven drying saat pengeringan sehingga warna menjadi sedikit cokelat. Derajat putih tepung dan pati umbi ganyong lebih rendah dibandingkan umbi garut. Artinya tepung dan pati yang dibuat dari umbi ganyong berwarna lebih gelap. Hal ini karena terbentuknya warna coklat pada saat pembuatan pati, terutama pemarutan umbi akibat oksidasi senyawa polifenol oleh enzim polifenolase yang secara alami terdapat pada umbi ganyong. (Widowati 1997 dalam Ginting et al., 2005).

Polifenol dalam umbi akan bereaksi dengan oksigen di lingkungan sehingga terjadi pencoklatan secara enzimatis. Enzim polifenolase keluar apabila terjadi perlukaan pada umbi, seperti ketika umbi dipotong menjadi chip pada saat pembuatan tepung (Puwaningsih et al., 2013).

Reaksi browning atau pencoklatan dapat dicegah dengan menerapkan perlakuan pendahuluan terhadap umbi, salah satunya yaitu perendaman menggunakan natrium bisulfit. Natrium bisulfit dapat mencegah aktivitas fenolase sehingga menghambat pencoklatan dan meningkatkan derajat putih pada tepung dan pati yang dihasilkan. Sejalan dengan hasil penelitian terdahulu bahwa dengan menambahkan natrium bisulfit 500 ppm dan suhu pengeringan 60°C menghasilkan pati dengan derajat putih mencapai 81,34%

(Choirunisa et al., 2014).

Pati ganyong memiliki perbandingan amilosa dan amilopektin yang seimbang yaitu 24% dan 76% (Santoso et al., 2015), sejalan dengan Muchsiri et al. (2021) yang melaporkan bahwa kandungan amilosa pati ganyong berkisar 25-30%, sedangkan kadar amilopektinnya sebesar 70-75%. Aneka umbi sebagai komoditas sumber energi, kandungan gizi utamanya adalah karbohidrat. Kadar air umbi segar cukup tinggi, yaitu 60~70% dan kandungan lemak, protein, abu dan karbohidrat berturut-turut sebesar 0.5- 0.7%; 1.0-1.8%; 0.5-0.7% dan 28-30%. Tepung aneka umbi yang diproses melalui cara penyawutan mempunyai kadar air 10-12%, kisaran kadar lemak, abu, protein dan karbohidrat berturut-turut adalah 0.8-1.0%; 0.6-0.8%, 1.2-1.8% dan 85-88%. Kadar amilosa tepung aneka umbi sebesar 20-31 %. Kadar amilosa berpengaruh terhadap tekstur tepung bila diolah. Keunggulan tepung aneka umbi adalah kandungan serat pangan yang tinggi, yaitu 13-15% terdiri atas serat pangan larut (4.5-5.5%) dan serat pangan tidak larut (8.5-10.0%), dengan daya cerna pati in vitro rendah yaitu 50-65%. Pada umumnya tepung aneka umbi memiliki indeks glikemik rendah dan pati resisten tinggi dan kaya oligosakarida, sehingga dapat membantu dalam pencegahan primer timbulnya penyakit degeneratif (Widowati, 2009).

(7)

KESIMPULAN

Kadar lemak dan kadar protein tepung umbi ganyong dan garut sedikit lebih tinggi daripada kadar lemak pada pati umbi ganyong dan garut. Rendemen dan derajat putih tepung dan pati umbi ganyong dan garut yang dihasilkan pada kajian ini termasuk rendah.

Kadar air tepung dan pati ganyong dang garut memenuhi batas persyaratan SNI, sedangkan batas maksimum untuk kadar abu, serat kasar dan derajat putih belum memenuhi syarat mutu SNI 3451:2011.

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan terimakasih kepada Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian yang telah mendanai kegiatan kajian ini melalui DIPA BPTP Lampung TA 2021.

DAFTAR PUSTAKA

Aprianita A, Vasiljevic T, Bannikova A, Kasapis S. 2013. Physicochemical properties of flours and starches derived from traditional Indonesian tubers and roots. Journal of Food Science and Technology.

Arief RW, Novitasari E, Asnawi R. 2018. Food diversification of cassava as non-rice based functional food in Lampung. Planta Tropika: Jurnal Agrosains. 6 (2): 62-69.

Arif DZ, Cahyadi W, Firdhausa AS. 2018. Kajian perbandingan tepung terigu (Triticum aestivum) dengan tepung jewawut (Setaria italica) terhadap karakteristik roti manis.

Pasundan Food Technology Journal. 5 (3): 180-189.

Badan Standardisasi Nasional. 2011. Standar Nasional Indonesia: Tapioka (SNI 3451:2011). Jakarta.

Choirunisa RF, Susilo B, Nugroho WA. 2014. Pengaruh perendaman natrium bisulfit (NaHSO3) dan suhu pengeringan terhadap kualitas pati umbi ganyong (Canna edulis Kerr). Jurnal Bioproses Komoditas Tropis. 2 (2): 116-122.

Damat, Kurniawati Y. 2016. Karakteristik fisiko-kimia pati garut (Marantha arundinaceae) termodifikasi secara fisik melalui proses gelatinisasi-retrogradasi berulang. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang.

Elizabeth R. 2011. Strategi pencapaian diversifikasi dan kemandirian pangan: antara harapan dan kenyataan. Iptek Tanaman Pangan. 6 (2): 230-242.

Faridah DN, Fardiaz D, Andarwulan N, Sunarti TC. 2014. Karakteristik sifat fisikokimia pati garut (Maranta arundinaceae). Agritech. 34 (1): 14-21.

Ginting E, Widodo Y, Rahayuningsih S A, Yusuf M. 2005. Karakteristik pati beberapa varietas ubi jalar. Jurnal Penelitian Tanaman Pangan. 24 (1): 8−16.

Hardono GS. 2014. Strategi pengembangan diversifikasi pangan lokal. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian. 12 (1): 1-17.

Heryanto R. 2021. Potensi tanaman ganyong sebagai bahan pangan alternatif.

http://sulbar.litbang.pertanian.go.id/. [Diakses 12 November 2021].

Irhami, Anwar C, Kemalawaty M. 2019. Karakteristik sifat fisikokimia pati ubi jalar dengan mengkaji jenis varietas dan suhu pengeringan. Jurnal Teknologi Pertanian. 20 (1): 33-44.

Kasno A, Saleh N, Ginting E. 2006. Pengembangan pangan berbasis kacang-kacangan dan umbi-umbian guna pemantapan ketahanan pangan nasional. Buletin Palawija. 12: 43- 51.

(8)

Latifah E, Prahardini PER. 2020. Identifikasi dan deskripsi tanaman umbi-umbian pengganti karbohidrat di Kabupaten Trenggalek. Agrosains: Jurnal Penelitian Agronomi. 22 (2): 94-104.

Lintang M, Layuk P, Joseph GH. 2016. Karakteristik tepung umbi daluga (Cyrtosperma merkusii), wongkai (Dioscorea sp), kolerea (Colocasia sp), dan longki (Xanthosoma sp) asal Sulawesi Utara, subtitusi terigu untuk pangan pokok. Jurnal Penelitian Pascapanen Pertanian. 13 (2): 84-91.

Maulani RR, Budiasih R, Imanningsih N. 2012. Karakterisasi fisik dan kimia rimpang dan pati garut (Maranta arundinacea L.) pada berbagai umur panen. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Kedaulatan Pangan dan Energi 2012; Madura 27 Juni 2012. Madura:

Universitas Trunojoyo.

Muchsiri M, Sylviana, Martensyah R. 2021. Pemanfaatan pati ganyong sebagai subtitusi tepung tapioka pada pembuatan pempek ikan gabus (Channa striata). Edible: Jurnal Penelitian Ilmu-ilmu Pangan. 10 (1): 17-26.

Muzaifa M, Sulaiman MI, Liyuza. 2014. Evaluasi sifat fisik pati ganyong (Canna edulis Kerr.) sebagai bahan baku pembuatan kwetiaw pada tingkat subtitusi berbeda. Sagu:

Agricultural Science and Technology Journal. 13 (2): 35-40.

Permata DS, Kumar R, Yadi R, Monandes V, Rahman E. 2019. Analisis pembuatan tepung dari umbi keladi (Colocasia esculenta L.). Di dalam Prosiding Seminar Nasional II Hasil Litbangyasa Industri; Palembang 26 Agustus 2019. Palembang: Kementerian Perindustrian.

Polnaya FJ, Breemer R, Augustyn GH, Tuhumury HCD. 2015. Karakteristik sifat-sifat fisikokimia pati ubi jalar, ubi kayu, keladi, dan sagu. Agrinimal. 5 (1): 37-42.

Purwaningsih H, Irawati, dan Riefna. 2013. Karakteristik fisiko kimia tepung ganyong sebagai pangan alternatif pengganti beras. Di dalam Prosiding Seminar Hasil Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi; Malang. 22 Mei 2013. Malang: Balai Penelitian Kacang-kacangan dan Umbi-umbian.

Richana N, Sunarti T C. 2004. Karakterisasi sifat fisikokimia tepung umbi dan pati umbi dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa dan gembili. Jurnal Pascapanen. 1 (1): 29-37.

Santoso B, Pratama F, Hamzah B, Pambayun R. 2015. Agritech. 35 (3): 273-279.

Sugiarti T dan David J. 2016. Percepatan diversifikasi pangan berbasis umbi-umbian di Kalimantan Barat. Di dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian;

Banjar Baru, 20 Juli 2016. Banjar Baru. p1607-1615.

Utomo JS, Antarlina SS. 1997. Kajian sifat fisiko-kimia pati umbi-umbian selain ubikayu.

Hlm. 241−248. Di dalam: S. Budijanto, F. Zakaria, R. Dewanti-Hariyadi, dan B.

Satiawiharja (Eds), Prosiding Seminar Nasional Teknologi Pangan; Denpasar 16−17 Juli 1997. Denpasar: PATPI.

Wang H, Yang Q, Gao L, Gong X, Qu Y, Feng B. 2020. Functional and physicochemical properties of flours and starches from different tuber crops. International Journal of Biological Macromolecules. 148: 324-332.

Widowati S. 2009. Tepung aneka umbi sebuah solusi ketahanan pangan. Tabloid Sinar Tani 6 Mei 2009. Jakarta. http://new.litbang.pertanian.go.id/artikel/240/pdf. [Diakses tanggal 15 Desember 2020].

Referensi

Dokumen terkait

Perpaduan antara umbi-umbian yang mengandung karbohidrat seperti umbi garut dan kacang-kacangan yang merupakan sumber protein seperti kacang merah serta penambahan tiwul

Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui karakteristik kimia tepung umbi-umbian lokal bahan baku, mengetahui karakteristik fisik dan kimia tepung bumbu

Tabel 4.3 Kadar Serat Kasar, Pati dan Amilosa Tepung Bumbu Komposit Berbasis Tepung Tapioka, Tepung Beras dan Tepung Garut

Hasil utama tanaman garut berupa umbi garut yang memiliki banyak kegunaan antara lain mengandung pati yang sangat halus dan mudah dicerna sehingga pati garut

Dari ketiga jenis umbi yang dipelajari, umbi garut memiliki rendemen pati yang paling tinggi (13.72%) dan daya cerna RS tipe IV yang lebih rendah (19.57%) dibandingkan gadung

Rasio tepung terigu dengan tepung sorgum pregelatinisasi tidak berpengaruh nyata terhadap kadar pati resisten mi kering yang dihasilkan.. Kadar pati resisten yang

Pada Tabel 3.1 kadar air pati dari umbi talas nilainya lebih besar dibandingkan dengan kadar air pati dari tepung talas maupun pati modifikasi, hal ini disebabkan

Telah dilakukan sintesis dan karakterisasi plastik biodegradable yang terbuat dari salah satu bahan umbi-umbian yaitu pati umbi ganyong, gliserol dan asam asetat dengan penambahan