LAPORAN MINGGUAN
PRAKTIKUM MINEROLOGI PETROLOGI
ACARA 1
“PENGENALAN MINERAL PADA BATUAN”
NAMA : OSKAR S.MELIALA
NIM : 2409056036
KELOMPOK : 6 (ENAM)
ASISTEN : AFDAL JAMIL TANJUNG
NIM : 2209056033
LABORATORIUM GEOLOGI DAN SURVEI FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MULAWARMAN SAMARINDA
2025
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mineralogi merupakan salah satu cabang ilmu geologi yang mempelajari mineral, baik dalam bentuk individu maupun dalam bentuk kesatuan, dalam ilmu geologi, minerologi mempelajari tentang sifat-sifat fisik, sifat-sifat kimia, cara terdapatnya, cara terjadinya dan kegunaan dari suatu mineral. Mineral ialah suatu benda padat homogen yang terdapat di alam, yang terbentuk secara anorganik, dengan komposisi kimia pada batas-batas tertentu dan mempunyai atom yang tersusun secara teratur. Sedangkan kata petrologi berasal dari bahasa Yunani, petra yang berarti (batu), dan kata logos yang berarti ilmu, jadi kata Petrologi dapat didefinisikan sebagai ilmu yang berfokus dan mempelajari studi mengenai batuan dan kondisi pembentuk batuan tersebut.
Mineral merupakan bahan anorganik yang terbentuk secara alamiah, seragam dengan komposisi kimia yang tetap pada batas volumenya, dan mempunyai struktur kristal karakterisk yang tercermin dalam bentuk dan sifat fisiknya. Saat ini telah dikenal lebih dari 2000 mineral. Sebagian merupakan mineral-mineral utama yang dikelompokkan sebagai Mineral Pembentuk Batuan. Mineral- mineral tersebut terutama mengandung unsur-unsur yang menempa bagian terbesar di bumi, seperti unsur Oksigen, Silikon, Aluminium, Besi, Kalsium, Sodium, Potasium dan Magnesium. Mineral dapat dikenal dengan menguji sifat fisik umum yang dimilikinya. Sifat fisik mineral terdiri dari bentuk kristal (crystal form), warna (colour), Cerat (streak), kilap (luster), belahan (cleavage), pecahan (fracture), kekerasan (Hardness), keliatan (Tenacity), Berat jenis (Specifik Gravity), Transparansi (Transparency), dan sifat kemagnetan (magnetisme).
Oleh karena itu, dilakukannya praktikum ini untuk membantu dan melatih mahasiswa teknik pertambangan dalam mengenali dan mengidentifikasi mineral terutama dari sifat-sifat fisik mineral seperti bentuk kristal, kekerasan, belahan, warna, cerat, pecahan, transparansi, sifat kemagnetan, kilap, berat jenis, dan sifat fisik lainnya. Sehingga diharapkan mahasiswa dapat memahami, mengenali dan mengidentifikasi mineral-mineral melalui sifat-sifat fisiknya.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:
a. Untuk mengetahui sifat fisik yaitu transparansi mineral Galena b.Untuk mengetahui sifat fisik yaitu pecahan dari mineral pyrith
c. Untuk mengetahui cara pengujian kekerasan mineral berdasarkan skala Mohs.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Mineral
Mineralogi merupakan cabang ilmu geologi yang berfokus pada kajian mineral, baik secara individu maupun dalam suatu kesatuan. Ilmu ini mencakup studi mengenai sifat fisik dan kimia mineral, keberadaannya di alam, proses pembentukannya, serta manfaatnya. Istilah mineralogi berasal dari kata mineral dan logos. Dalam pemahaman umum, makna mineral sering disalahartikan atau disamakan dengan bahan anorganik (Zikri, 2018).
Mineral adalah zat padat yang terdiri dari unsur atau senyawa kimia yang terbentuk secara alami dan dari material anorganik. Mineral memiliki sifat kimia dan fisika tertentu serta struktur kristal yang teratur, yang berarti atom-atomnya tersusun dengan cara yang teratur.
Definisi mineral dapat bervariasi tergantung pada perspektifnya; dalam konteks farmasi, pengertian mineral berbeda dibandingkan dengan dalam geologi. Dalam geologi, mineral adalah substansi yang terbentuk oleh proses alami, umumnya berupa zat padat dengan komposisi kimia spesifik dan sifat fisik tertentu. Mineral terdiri dari atom-atom dan molekul- molekul dari berbagai unsur kimia, yang tersusun dalam pola teratur. Keteraturan susunan atom tersebut menghasilkan sifat-sifat mineral yang khas. Sebagian besar mineral merupakan zat anorganik. Untuk membedakan berbagai jenis mineral, identifikasi dilakukan dengan memanfaatkan sifat fisik mereka yang khas, yang memungkinkan kita mengenali tiap jenis mineral secara lebih spesifik (Balfas, 2015).
Mineral merupakan zat padat anorganik yang terbentuk secara alami dan terdiri dari unsur-unsur kimia dengan perbandingan tertentu, di mana atom-atomnya tersusun dalam pola yang sistematis. Mineral dapat ditemukan di berbagai tempat dalam bentuk batuan, tanah, atau pasir yang mengendap di dasar sungai. Beberapa jenis mineral memiliki nilai ekonomi karena keberadaannya dalam jumlah besar sehingga dapat ditambang. Mineral memiliki karakteristik dan bentuk khas dalam keadaan padat sebagai hasil dari susunan internal yang
teratur. Jika terbentuk dalam kondisi yang tepat, mineral akan memiliki bidang-bidang rata yang membentuk struktur teratur yang disebut "kristal." Secara umum, kristal dapat diartikan sebagai bahan padat homogen dengan susunan internal tiga dimensi yang teratur (Winarno, 2020).
Mineral merupakan zat padat yang bersifat anorganik dan terbentuk secara alami dengan kandungan unsur-unsur kimia dalam perbandingan tertentu. Susunan atom dalam mineral memiliki pola yang teratur. Keberadaan mineral dapat ditemukan di berbagai tempat di sekitar kita, baik dalam bentuk batuan, tanah, maupun pasir yang mengendap di dasar sungai (Noor, 2012).
Mineral secara umum dapat diartikan sebagai zat padat anorganik yang terbentuk secara alami di alam. Mineral memiliki sifat kristalin, yaitu bersifat kimiawi homogen dengan bentuk geometris tetap, yang mencerminkan susunan atom yang teratur. Struktur ini dibatasi oleh bidang-bidang banyak (polyhedron), dengan jumlah dan posisi bidang kristalnya yang teratur serta spesifik. Berdasarkan definisi tersebut, mineral memiliki sifat alami, yang berarti bahwa setiap benda yang terbentuk secara alami, baik di bumi maupun di planet lain atau di kedalaman bumi, dapat dikategorikan sebagai mineral. Sebaliknya, benda yang tersusun dari senyawa sintetis yang tidak ditemukan secara alami di alam tidak dapat digolongkan sebagai mineral (Mulyaningsih, 2018).
Untuk mengenali suatu mineral ada dua cara yang umum, yang pertama adalah dengan mengenal sifat fisiknya. Yang termasuk dalam sifat fisik mineral adalah, bentuk kristalnya, berat jenis, bidang belah, warna, kekerasan, goresan, dan kilap. Sedangkan cara yang kedua yakni melalui analisa kimiawi atau analisa difraksi sinar X, cara ini pada umumnya sangat mahal dan memakan waktu yang lama. Berikut ini adalah sifat-sifat fisik mineral yang dapat dipakai untuk mengenal mineral secara cepat dan ekonomis, yaitu;
1. Bentuk kristal, terbentuk berdasarkan susunan atom-atom penyusunnya. Jika suatu mineral memiliki ruang bebas untuk berkembang tanpa hambatan, maka bentuk kristalnya akan terbentuk sempurna sesuai strukturnya. Namun, jika terdapat gangguan selama proses pertumbuhan, bentuk kristal tersebut akan mengalami perubahan atau penyimpangan. Contohnya, dalam cairan panas yang mengandung
unsur Natrium dan Klorida, ion-ion di dalamnya bergerak bebas pada suhu tinggi.
Ketika suhu mulai menurun, ion-ion tersebut kehilangan kebebasannya dan saling berikatan membentuk senyawa Natrium Klorida.
Gambar 2.1 Bentuk-bentuk kristal isometrik
Gambar 2.2 Bentuk-bentuk kristal Non-isometrik
2. Berat jenis (specific gravity), setiap mineral memiliki berat jenis tertentu, besarnya ditentukan oleh unsur-unsur pembentuknya serta kepadatan dari ikatan unsur-unsur tersebut dalam susunan kristalnya. Umumnya “mineral-mineral pembentuk batuan”, mempunyai berat jenis sekitar 2.7, meskipun berat jenis rata-rata unsur metal didalamnya berkisar antara 5. Emas murni umpamanya, mempunyai berat jenis 19.3 3. Bidang belah (fracture), Mineral mempunyai kecenderungan untuk pecah melalui suatu bidang yang mempunyai arah tertentu (bidang lemahnya). Arah tersebut ditentukan oleh susunan dalam dari atom-atomnya. Dapat dikatakan bahwa bidang tersebut merupakan bidang “lemah” yang dimiliki oleh suatu mineral.
4. Warna (color), Warna mineral memang bukan merupakan penciri utama untuk dapat membedakan antara mineral yang satu dengan lainnya. Namun paling tidak ada warnawarna yang khas yang dapat digunakan untuk mengenali adanya unsur tertentu didalamnya. Sebagai contoh warna gelap dipunyai mineral, mengindikasikan terdapatnya unsur besi. Disisi lain mineral dengan warna terang, diindikasikan banyak mengandung aluminium.
5. Kekerasan (hardnes), Kekerasan adalah sifat resistensi dari suatu mineral terhadap kemudahan mengalami abrasi (abrasive) atau mudah tergores (scratching).
Kekerasan suatu mineral bersifat relatif, artinya apabila dua mineral saling digoreskan satu dengan lainnya, maka mineral yang tergores adalah mineral yang relatif lebih lunak dibandingkan dengan mineral lawannya. Skala kekerasan mineral mulai dari yang terlunak (skala 1) hingga yang terkeras (skala 10) diajukan oleh Mohs dan dikenal sebagai Skala Kekerasan Mohs.
Tabel 2.1 Skala Kekerasan Relatif Mineral (Mohs) Kekerasan
(Hardness)
Mineral Rumus Kimia
1 Talc Mg3Si4O10(OH)2
2 Gypsum CaSO4·2H2O
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatit Ca5(PO4)3(OH,Cl,F)
6 Orthoclase KAlSi3O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO4(OH,F)2
9 Corondum Al2O2
10 Diamond C
6. Goresan pada bidang (streak): Beberapa jenis mineral mempunyai goresan pada bidangnya, seperti pada mineral kuarsa dan pyrit, yang sangat jelas dan khas.
7. Kilap (luster): Kilap adalah kenampakan atau kualitas pantulan cahaya dari permukaan suatu mineral. Kilap pada mineral ada 2 (dua) jenis, yaitu Kilap Logam dan Kilap NonLogam. Kilap Non-logam antara lain, yaitu: kilap mutiara, kilap gelas, kilap sutera, kelap resin, dan kilap tanah
(Noor, 2012).
Pecahan ialah kecenderungan mineral untuk terpisah dalam arah yang tidak teratur karena kontrol struktur atom yang lemah (pecah), jika suatu mineral mendapatkan tekanan yang melampaui batas elastis dan plastisnya. Contoh pecahan paling ideal adalah pada kuarsa, yang mana hampir tidak pernah menunjukkan permukaan datar pada saat pecah. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya bidang lemah pada struktur kristal. Berdasarkan bentuknya, pecahan dapat dibagi menjadi;
1. Conchoidal, pecahan yang memperlihatkan gelombang yang melengkung tidak teratur di permukaannya, seperti kenampakan pada botol pecah. Contoh: kuarsa.
2. Hackly, pecahan yang permukaannya tidak teratur dengan ujung-ujung yang runcing.
Contoh: Native Metals (Cu, Ag)
3. Even, pecahan mineral dengan permukaan bidang pecah kecil-kecil dengan ujung pecahan masih mendekati bidang datar. Contoh: limonit, muskovit, talk, biotit, mineral lempung.
4. Uneven, pecahan yang kasar dengan permukaan yang tidak teratur dengan ujung- ujung yang kasar. Contoh: garnet, hematite, kalkopirit, magnetit.
5. Splintery, pecahan mineral yang hancur menjadi kecil-kecil dan tajam menyerupai benang atau berserabut. Contoh: krisotil, augit, hipersten, anhydrite, serpentine.
6. Earthy, pecahan mineral yang hancur seperti tanah. Contoh: kaolinit, lempung.
Transparansi mineral bergantung pada kemampuannya dalam meneruskan cahaya. Tingkat ketembusan cahaya pada mineral bervariasi, seperti kuarsa yang dapat bersifat transparan hingga Opaque. Sifat ini biasanya tampak jelas pada sayatan tipis mineral atau saat cahaya yang cukup kuat mengenai mineral, sehingga bagian tepinya tampak tembus cahaya
meskipun bagian lainnya tidak. Sifat transparansi ini dikenal juga sebagai diaphaneity.
Berdasarkan ketembusan cahayanya, mineral dibagi menjadi tiga, yaitu:
1. Transparent (tembus cahaya): Meneruskan cahaya secara penuh tanpa gangguan.
2. Translucent (agak tembus cahaya): Meneruskan sebagian cahaya dengan efek distorsi.
3. Opaque (tidak tembus cahaya): Tidak meneruskan cahaya sama sekali, terutama pada mineral dengan kilap logam.
(Winarno, 2020).
Sifat dalam atau tenacity merupakan kemampuan suatu mineral dalam menahan tekanan, gaya, atau pecah saat diberikan perlakuan fisik seperti dipotong, ditempa, atau dibengkokkan. Sifat ini menunjukkan bagaimana mineral bereaksi terhadap gaya luar yang diberikan. Berdasarkan reaksinya, sifat dalam mineral dibagi menjadi beberapa jenis, yaitu:
1. Brittle (Rapuh): Mineral dengan sifat ini akan mudah pecah atau hancur menjadi pecahan kecil yang tajam dan runcing saat ditekan atau dipukul. Mineral rapuh cenderung keras tetapi tidak elastis. Contoh mineral yang bersifat Brittle adalah kuarsa dan kalsit.
2. Malleable (Dapat ditempa): Mineral ini bisa ditempa atau dipukul menjadi lembaran tipis tanpa mengalami keretakan atau pecah. Sifat ini biasanya dimiliki oleh mineral logam. Contohnya adalah emas, tembaga murni, dan perak.
3. Sectile (Dapat disayat): Mineral yang memiliki sifat ini dapat dipotong dengan pisau menjadi lapisan tipis atau serpihan kecil tanpa hancur. Contoh mineral dengan sifat ini adalah gipsum dan grafit.
4. Flexible (Fleksibel): Mineral ini bisa dibengkokkan atau dibentuk, tetapi tidak akan kembali ke bentuk semula jika gaya yang diberikan dihilangkan. Contoh mineral yang bersifat fleksibel adalah talc dan selenit.
5. Elastic (Elastis): Mineral ini dapat dibengkokkan atau dibentuk, dan akan kembali ke bentuk semula setelah gaya yang diberikan dihilangkan. Contohnya adalah muskovit dan biotit.
Kemagnetan adalah sifat mineral dalam merespons medan magnet, baik dengan tertarik kuat, lemah, atau tidak sama sekali. Sifat ini dipengaruhi oleh kandungan unsur besi (Fe), nikel (Ni), dan kobalt (Co) dalam mineral. Kemagnetan mineral dibagi menjadi:
1. Mineral magnetik kuat: Mineral ini sangat mudah tertarik magnet, bahkan dalam
bentuk masif tanpa dihancurkan. Contoh mineral dengan sifat ini adalah magnetit dan pirohotit.
2. Mineral magnetik lemah: Mineral ini hanya tertarik magnet dalam bentuk serbuk halus atau bubuk. Contohnya adalah magnetit dalam bentuk serbuk, pirohotit, dan beberapa jenis ferroplantin.
3. Mineral non-magnetik: Mineral ini sama sekali tidak tertarik magnet, seperti kuarsa, kalsit, dan gipsum
(Zikri, 2018).
Galena merupakan mineral timbal sulfida dengan rumus kimia PbS, yang menjadi bijih utama dalam produksi timbal (timah hitam). Mineral ini banyak ditemukan pada batuan beku, metamorf, dan sedimen. Dalam batuan sedimen, Galena terbentuk sebagai urat, butiran terisolasi, semen breksi, atau mineral pengganti pada batu kapur dan dolostone.
Galena mudah dikenali karena memiliki belahan sempurna pada tiga arah tegak lurus, warna perak, kilap logam, serta berat jenis tinggi (7,4–7,6). Kekerasannya sekitar 2,5 pada skala Mohs, dengan cerat abu-abu hingga hitam. Bentuk kristalnya biasanya kubus atau oktahedron. Mineral ini terdiri dari 86,6% timbal dan 13,4% sulfur, namun terkadang mengandung perak dalam jumlah kecil, yang dikenal sebagai argentiferous Galena. Selain perak, Galena juga dapat mengandung antimon, arsenik, tembaga, seng, dan bismuth.
Galena mudah mengalami pelapukan, berubah warna menjadi abu-abu kusam, dan menghasilkan mineral sekunder seperti anglesite, cerusite, dan pyromorphite, yang menjadi penanda adanya Galena di bawah permukaan tanah (Sukandarrumidi, 2007).
Pirit adalah mineral berwarna kuning keemasan dengan kilap logam yang terang. Mineral ini memiliki rumus kimia FeS₂ (disulfida besi) dan termasuk jenis mineral sulfida yang paling sering ditemukan. Pirit dapat terbentuk pada suhu tinggi maupun rendah dan biasanya ditemukan dalam jumlah kecil pada batuan beku, metamorf, serta sedimen. Istilah "pirit"
berasal dari bahasa Yunani pyr, yang berarti "api." Nama ini diberikan karena pirit mampu menghasilkan percikan api saat dipukul dengan logam atau benda keras lainnya. Kilap logam dan berat jenis yang tinggi pada pirit sering membuat orang salah mengira bahwa pirit adalah emas. Kedua mineral ini sering ditemukan dalam satu deposit (Sukandarrumidi, 2015).
Proses pembentukan mineral terjadi melalui tahapan geologi yang kompleks dan
dipengaruhi oleh suhu, tekanan, serta aktivitas magma. Proses ini diawali dengan proses magmatis, yaitu kristalisasi magma di dapur magma primer yang menghasilkan mineral bersifat ultrabasa seperti bijih logam dan silikat. Proses ini terbagi menjadi dua, yaitu early magmatis yang membentuk endapan langsung dari kristalisasi magma hingga 90%, dan late magmatis yang berasal dari sisa magma dengan mobilitas tinggi, menghasilkan endapan melalui proses differensiasi seperti residual liquid injection dan immiscible liquid segregation. Sisa magma tersebut kemudian membentuk batuan granit pada suhu 450–600°C melalui proses pegmatisme. Pada suhu yang lebih rendah (450–550°C), terjadi proses pneumatolisis yang melibatkan akumulasi gas dan menghasilkan mineral pneumatolitis.
Proses selanjutnya adalah proses hidrotermal, di mana larutan magma panas pada tekanan rendah mengisi rongga batuan melalui mekanisme cavity filling. Pembentukan mineral juga bisa terjadi melalui proses replacement (metasomatic replacement), yaitu penggantian mineral lama dengan mineral baru yang didominasi unsur sulfida. Mineral juga terbentuk melalui proses sedimenter, yaitu pengendapan mineral dari hasil pelapukan batuan, dan proses evaporasi di daerah panas yang menyebabkan penguapan air, meninggalkan endapan mineral. Konsentrasi residu mekanik terjadi ketika mineral hasil pelapukan tetap berada di tempat tanpa perpindahan, sedangkan proses oksidasi dan supergen enrichment menghasilkan mineral sekunder seperti limonit akibat pelapukan di zona oksidasi. Tahap terakhir adalah proses metamorfisme, di mana mineral pada batuan beku, sedimen, atau metamorf mengalami perubahan struktur dan sifat akibat tekanan dan suhu tinggi. Proses ini bisa mengubah mineral lama menjadi mineral baru seperti homblende menjadi serpentine, atau mempertahankan mineral yang sama dengan sifat berbeda seperti calcite. Keseluruhan proses ini menunjukkan bagaimana aktivitas geologi menghasilkan berbagai jenis mineral yang penting secara ekonomi dan ilmiah (Prinz, 1988).
Proses terbentuknya endapan mineral dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu proses internal (endogen) dan proses eksternal (eksogen). Endapan mineral yang berasal dari aktivitas magma atau dipengaruhi oleh faktor internal disebut endapan mineral primer.
Sementara itu, endapan mineral sekunder terbentuk akibat pengaruh faktor eksternal, seperti pelapukan (weathering), sedimentasi anorganik (inorganic sedimentation), dan sedimentasi organik (organic sedimentation). Endapan sekunder ini membentuk berbagai jenis endapan seperti plaser, residual, supergene enrichment, evaporasi/presipitasi, serta mineral energi seperti minyak, gas bumi, batubara, dan gambut.
1. Proses Internal (Endogen)
Proses internal dalam pembentukan endapan mineral meliputi:
a. Kristalisasi dan segregasi magma: Proses utama dalam pembentukan batuan beku
vulkanik dan plutonik melalui pendinginan magma.
b. Hidrotermal: Larutan hidrotermal dipercaya sebagai fluida utama pembawa bijih yang terendapkan dalam berbagai fase dan tipe endapan.
c. Sekresi lateral: Pembentukan lensa-lensa mineral dan urat kuarsa pada batuan metamorf.
d. Proses metamorfik: Terjadi akibat metamorfisme kontak dan regional yang
membentuk endapan mineral baru.
e. Ekshalasi vulkanik: Larutan hidrotermal yang terlepas pada permukaan bawah laut, menghasilkan endapan mineral berbentuk stratiform.
2. Proses Eksternal (Eksogen)
Proses eksternal dalam pembentukan endapan mineral meliputi:
a. Akumulasi mekanik: Konsentrasi mineral berat yang lepas membentuk endapan plaser.
b. Presipitasi sedimen: Pengendapan unsur-unsur tertentu di lingkungan tertentu, baik dengan bantuan organisme atau tanpa organisme.
c. Proses residual: Pelindian unsur-unsur tertentu dari batuan, meninggalkan elemen
yang tidak mudah bergerak pada material sisa.
d. Peningkatan sekunder (supergene enrichment): Pelindian unsur dari bagian atas endapan mineral yang kemudian diendapkan kembali pada kedalaman tertentu, membentuk endapan berkadar tinggi.
(Zikri, 2018).
Seri Reaksi Bowen adalah konsep yang menjelaskan urutan kristalisasi mineral dari magma selama proses pendinginan. Pada tahapanya mineral silikat terbentuk secara berurutan pada suhu yang berbeda, sehingga menentukan komposisi batuan beku. Seri reaksi ini terbagi menjadi dua jalur utama, yakni deret diskontinu dan deret kontinu. Deret diskontinu menunjukkan perubahan mineral ferromagnesian yang terbentuk secara berurutan, dimulai dari olivin pada suhu tinggi, kemudian berubah menjadi piroksen, amfibol, dan berakhir dengan biotit saat suhu semakin menurun. Proses ini menunjukkan bahwa mineral yang terbentuk lebih awal akan bereaksi dengan magma sisa untuk membentuk mineral baru.
Deret kontinu menunjukkan perubahan plagioklas feldspar dari kaya kalsium (anortit) pada suhu tinggi menjadi kaya natrium (albit) pada suhu rendah. Setelah kedua deret selesai, mineral seperti ortoklas, muskovit, dan kuarsa mengkristal (Tilley, 1957).
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Alat dan Bahan 3.1.1 Alat
Adapun alat yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
a. Alat tulis b. Amplas
c. Magnet (Kunci motor) d. Senter handphone e. Kamera handphone f. Koin logam
g. Kaca h. Paku
3.1.2 Bahan
Adapun bahan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
a. Form deskripsi mineral b. Sampel mineral
3.2 Prosedur Percobaan
Adapun prosedur percobaan yang digunakan pada praktikum kali ini adalah:
a. Diambil sampel mineral yang akan didekskripsikan.
b. Diamati dan dicatat warna pada mineral.
c. Diamati dan dicatat kilap pada mineral menggunakan senter handphone.
d. Diamati dan dicatat kekerasan pada mineral menggunakan paku, koin logam, dan goresan kuku.
e. Diamati dan dicatat belahan pada mineral.
f. Diamati dan dicatat pecahan pada mineral.
g. Diamati dan dicatat tenacity pada mineral.
h. Diamati dan dicatat sifat kemagnetan pada mineral.
i. Diamati dan dicatat Transparansi pada mineral.
j. Dituliskan nama mineral yang dideskripsi.
k. Difoto sampel mineral tersebut.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Tabel Hasil Pengamatan
Table 4.1 Tabel hasil pengamatan
No Sampel Foto Deskripsi
1
Warna : Kuning Kilap : Tanah Kekerasan : 3,5-4,5
Cerat : Kuning kecoklatan Belahan : Tidak Jelas Pecahan : Uneven Tenacity : Brittel Kemagnetan : Diamagnetis Transparansi : Opaque
Nama Mineral : Limonite (Fe₂O₃·nH₂O)
2
Warna : Kekuningan Kilap : Logam Kekerasan : > 5,5
Cerat : Hitam Kehijauan Belahan : Jelas
Pecahan : Uneven Tenacity : Ductile Kemagnetan : Paramagnetis Transparansi : Opaque Nama Mineral : Pyrite (FeS2)
3
Warna : Abu-abu Keunguan Kilap : Logam
Kekerasan : 3,5-4,5 Cerat : Abu-abu
Belahan : Sempurna (Perfect) Pecahan : Even
Tenacity : Brittle Kemagnetan : Paramagnetis Transparansi : Opaque Nama Mineral : Galena (PbS)
4.2 Pembahasan Mineral 4.2.1 Mineral Limonite
Gambar 4.1 Mineral Limonite
Mineral Limonite (Fe₂O₃·nH₂O) adalah mineral yang terdiri dari campuran oksida besi hidrat. Mineral ini memiliki warna kuning, dengan kilap tanah, memiliki kekerasan antara 3,5 sampai 4,5 skala mohs, ceratnya yang berwarna kuning kecoklatan, serta belahannya tidak jelas, atau tak tampak bidang belahan, pecahannya yang Uneven atau pecahannya tidak jelas dan kasar, dengan Tenacity atau kenampakanya ialah Brittel atau mudah hancur, sifat kemagnetanya adalah Diamagnetis atau memiliki gaya tolak terhadap magnet, serta transparansinya ialah Opaque atau tidak tembus sinar.
Mineral Limonite (Fe₂O₃·nH₂O) terbentuk melalui proses pelapukan dan oksidasi mineral besi seperti hematit (Fe₂O₃), magnetit (Fe₃O₄), dan pirit (FeS₂) di lingkungan yang kaya oksigen dan air. Proses ini terjadi di daerah dengan iklim tropis hingga subtropis yang memiliki kelembaban tinggi. Air yang mengandung oksigen melarutkan ion besi dari
mineral induk, kemudian bereaksi dengan oksigen membentuk Limonite sebagai endapan sekunder. Limonite ditemukan pada tanah laterit dan endapan residu. Pembentukan Limonite menjadi indikator adanya pelapukan intensif pada batuan yang kaya besi dan sering ditemukan bersama mineral lempung serta bahan organik.
Mineral Limonite (Fe₂O₃·nH₂O) memiliki berbagai fungsi, dalam bidang industri, Limonite digunakan sebagai bijih besi berkadar rendah, Limonite juga dimanfaatkan sebagai pigmen alami berwarna kuning dan coklat pada cat, keramik, serta bahan pewarna tekstil. Limonite j uga digunakan sebagai indikator geologi untuk menunjukkan adanya proses pelapukan mineral besi di lingkungan tropis dan subtropis.
4.2.2 Mineral Pyrite
Gambar 4.2 Mineral Pyrite
Mineral pyrite adalah mineral besi sulfida (FeS₂) yang dikenal sebagai emas palsu karena warna kuning keemasan dan kilap metaliknya, mineral ini memiliki sifat fisik yang unik, dimana warna dari mineral ini adalah kekuningan, dengan kilap logam, kekerasan atau hardness >5,5 skala mohs, ceratnya yang Hitam Kehijauan, lalu belahannya yang jelas yang berarti bahwa belahanya terlihat jelas namun masih mudah terpecah tidak melalui belahanya, pecahannya adalah Uneven atau pecahan yang tajam dan tak beraturan, lalu tenacity atau kenampakannya ialah Ductile atau dapat ditempa, Sifat kemagnetanya ialah Paramagnetis at au memiliki gaya tarik terhadap magnet, transparansinya ialah Opaque yang berarti tidak transparan atau tidak dapat ditembus sinar.
Mineral pyrite melalui proses geologi di berbagai lingkungan pada proses pembentukannya.
Pada lingkungan hidrotermal, pyrite terbentuk dari larutan panas yang mengandung besi dan
belerang di sekitar retakan batuan. Di lingkungan sedimen, pyrite terbentuk secara anaerob melalui reaksi ion besi dengan hidrogen sulfida yang dihasilkan oleh bakteri pereduksi sulfat.
Pada proses metamorfik, pyrite terjadi akibat tekanan dan suhu tinggi pada batuan kaya belerang. Selain itu, pyrite juga dapat terbentuk sebagai mineral aksesori pada kristalisasi magma di lingkungan magmatik.
Mineral ini memiliki banyak kegunaan dalam kehidupan manusia, pada industri kimia pyrite digunakan sebagai bahan baku utama dalam pembuatan asam sulfat, lalu pada industri logam dimanfaatkan sebagai sumber besi dan belerang dalam pembuatan logam dan baja, juga digunakan dalam penelitian baterai litium-ion sebagai bahan semi-konduktor
4.2.3 Mineral Galena
Gambar 4.3 Mineral Galena
Mineral Galena adalah mineral sulfida timbal (PbS) yang merupakan sumber utama logam timbal di dunia, mineral ini memiliki warna Abu-abu keunguan, Kilap logam, kekerasannya berada diantara 3,5 hingg 4,5 skala mohs, ceratnya berwarna abu-abu, lalu Belahannya yang sempurna, berarti belahan yang jelas dan halus, berkilau dan susah dibelah jika tidak melalui bidang belahnya, Pecahannya ialah Even atau pecahanya rata, halus, dan teratur, Tenacity atau kenampakannya ialah Brittle atau mudah hancur, sifat kemagnetannya yang Paramagnetis atau memiliki gaya tarik terhadap magnet, serta transparansinya ialah Opaque atau tidak tembus sinar.
Mineral Galena (PbS) terbentuk melalui proses hidrotermal pada suhu rendah hingga sedang, sekitar 50-300°C. Galena terbentuk dari larutan hidrotermal yang kaya akan timbal (Pb² ) dan belerang (S² ) yang mengendap di celah-celah batuan. Proses ini terjadi di⁺ ⁻ lingkungan urat bijih logam, batuan sedimen, atau batuan metamorf. Selain itu, Galena juga dapat terbentuk melalui proses presipitasi di lingkungan sedimen pada dasar laut atau danau
yang kaya akan sulfat dan bahan organik. Galena sering ditemukan bersama mineral lain seperti pirit, sphalerit, dan kuarsa. Keberadaan Galena menjadi indikator adanya endapan logam lain seperti perak (Ag), karena Galena sering mengandung unsur perak dalam jumlah kecil.
Mineral Galena memiliki banyak kegunaan bagi manusia, terutama dalam industri. Galena digunakan sebagai bahan utama untuk memproduksi logam timbal (Pb) yang dimanfaatkan dalam pembuatan baterai aki, peluru, solder, dan pelapis kabel listrik, serta pembuatan cat anti karat dan pipa tahan korosi. Selain itu, Galena juga berfungsi sebagai indikator adanya logam perak (Ag) karena sering mengandung perak sebagai unsur pengotor.
4.3 Pembahasan Mineral Secara Umum 4.3.1 Proses Terbentuknya Mineral
Proses pembentukan mineral terjadi melalui beberapa tahap geologi yang dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan zat kimia tertentu. Tahap pertama adalah proses magmatis, yaitu proses pembentukan mineral dari magma di dalam perut bumi. Proses ini terbagi menjadi dua, yaitu early magmatis dan late magmatis. Early magmatis terjadi saat magma mendingin dan mulai membentuk kristal mineral, seperti mineral bijih yang sering ditemukan pada batuan beku ultrabasa dan basa. Sedangkan late magmatis terjadi setelah magma hampir membeku seluruhnya, menghasilkan sisa cairan magma yang membentuk mineral dengan banyak variasi. Proses ini sering menghasilkan jebakan ore melalui reaksi kimia antara magma dengan batuan di sekitarnya. Setelah itu, larutan sisa magma akan membentuk batuan granit melalui proses pegmatisme, dengan suhu sekitar 450–600°C. Pada tahap selanjutnya, proses pneumatolisis terjadi saat gas yang terkandung dalam magma menyusup ke celah batuan dan membentuk mineral pneumatolitis pada suhu 450–550°C.
Proses pembentukan mineral juga dapat terjadi akibat pengaruh suhu rendah dan tekanan rendah melalui proses hidrotermal, di mana larutan panas mengisi rongga-rongga dalam batuan dan membentuk endapan mineral. Proses ini menghasilkan endapan mineral sulfida yang sering ditemukan pada endapan epitermal. Proses lainnya adalah proses sedimenter, yaitu pembentukan endapan mineral dari hasil pelapukan batuan yang terbawa oleh air atau angin dan mengendap di tempat tertentu. Sementara itu, di daerah panas dan kering, terbentuk mineral melalui proses evaporasi, di mana air yang mengandung mineral menguap dan meninggalkan endapan mineral di permukaan.
Juga ada konsentrasi residu mekanik, yakni endapan mineral yang terbentuk dari proses pelapukan tanpa perpindahan, sehingga mineral tetap berada di lokasi aslinya. Proses lain yang terjadi di permukaan bumi adalah proses oksidasi dan supergen enrichment, di mana mineral bijih mengalami pelapukan akibat udara dan air, membentuk mineral sekunder seperti limonit. Terakhir, proses metamorfisme, yang terjadi ketika batuan mengalami tekanan dan suhu tinggi, sehingga mineral yang ada berubah menjadi mineral baru atau tetap sama tetapi dengan sifat berbeda. Hal ini dapat kita pahami bahwa mineral terbentuk secara alami atau secara alami dan terbentuk dari material anorganik dan melalui mekanisme geologi yang beragam dan kompleks.
4.3.2 Sifat Fisik Mineral
Mineral secara umum merupakan padatan homogen yang terbentuk secara alami dan dari unsur anorganik. Mineral memiliki sifat kimia dan fisika tertentu serta struktur kristal yang teratur, yang berarti atom-atomnya tersusun dengan cara yang teratur. Mineral terdiri dari atom-atom dan molekul-molekul dari berbagai unsur kimia, yang tersusun dalam pola teratur. Keteraturan susunan atom tersebut menghasilkan sifat-sifat mineral yang khas.
Sebagian besar mineral merupakan zat anorganik. Untuk membedakan berbagai jenis mineral, identifikasi dilakukan dengan memanfaatkan sifat fisik mereka yang khas, yang memungkinkan kita mengenali tiap jenis mineral secara lebih spesifik. Sifat fisik ini antara lain, bentuk kristal, warna, cerat, belahan dan pecahan, kilap, kekerasan, transparansi, keliatan, sifat kemagnetan, dan massa jenis.
Bentuk kristal pada mineral adalah wujud fisik luar dari suatu mineral yang terbentuk berdasarkan susunan atom-atom penyusunnya secara teratur. Kristal terbentuk ketika mineral mengalami proses kristalisasi, yaitu perubahan dari fase cair, gas, atau larutan menjadi padatan. Proses ini terjadi karena adanya perubahan suhu, tekanan, atau tingkat kejenuhan larutan yang membuat atom-atom atau ion-ion penyusun mineral saling berikatan dan membentuk struktur geometris yang khas. Bentuk kristal yang dihasilkan sangat bergantung pada pola susunan atom di dalam mineral serta kondisi lingkungan selama proses pembentukannya.
Jika suatu mineral memiliki ruang bebas yang cukup tanpa hambatan saat tumbuh, maka bentuk kristalnya akan berkembang dengan sempurna sesuai dengan sistem kristalnya,
seperti kubus, prisma, atau heksagonal. Namun, jika mineral tumbuh di lingkungan yang terbatas atau terdapat gangguan eksternal seperti tekanan, suhu, atau keberadaan mineral lain, bentuk kristal yang terbentuk akan mengalami perubahan atau penyimpangan.
Penyimpangan ini menyebabkan bentuk kristal menjadi tidak sempurna atau bahkan membentuk massa padat tanpa pola yang jelas.
Bentuk kristal pada mineral memiliki peran penting dalam identifikasi dan klasifikasi mineral karena setiap mineral memiliki sistem kristal tertentu, seperti kubus, heksagonal, tetragonal, ortorombik, dan monoklinik. Dengan memahami bentuk kristal, para ahli geologi dapat membedakan jenis mineral dan mengetahui proses pembentukannya di alam.
Warna adalah sifat fisik mineral yang paling mudah diamati dan menjadi ciri awal dalam identifikasi mineral. Warna mineral terbentuk dari interaksi cahaya dengan unsur-unsur kimia penyusunnya. Namun, warna mineral sering kali tidak menjadi ciri utama karena banyak mineral memiliki warna yang bervariasi akibat adanya pengotor atau campuran unsur lain dalam strukturnya. Contohnya, mineral kuarsa bisa berwarna bening, ungu (ametis), atau kuning (citrine) tergantung pada unsur pengotornya. Meskipun begitu, ada mineral yang memiliki warna khas, seperti malasit yang selalu berwarna hijau dan hematit yang berwarna merah kecoklatan.
Cerat adalah warna bubuk halus mineral yang diperoleh dengan menggoreskan mineral pada papan porselen tanpa glasir. Sifat ini lebih akurat untuk identifikasi karena warna cerat lebih stabil dibandingkan warna mineral yang terlihat. Misalnya, hematit bisa memiliki warna abu- abu metalik, tetapi ceratnya selalu merah kecoklatan. Mineral dengan warna cerat yang sama kemungkinan berasal dari kelompok mineral yang sama meskipun warna luarnya berbeda.
Belahan adalah kecenderungan mineral pecah pada bidang lemahnya jika mendapatkan tekanan yang melebihi batas elastis dan plastisisnya. Mineral yang memiliki belahan baik akan terbelah dengan mudah pada bidang tersebut dan menghasilkan permukaan yang rata dan berkilap, belahan terbagi menjadi empat berdasarkan kualitas belahannya yaitu belahan sempurna, baik, jelas dan tidak jelas.
Pecahan adalah kecenderungan mineral retak atau pecah tanpa mengikuti bidang tertentu.
Pecahan terjadi pada mineral yang tidak memiliki bidang belahan. Bentuk pecahan bisa
bermacam-macam, seperti:
1. Conchoidal (melengkung seperti kaca pecah) pada mineral kuarsa 2. Hackly (pecahanya kasar, tajam dan tidak jelas)
3. Even (Pecahanya halus dan teratur)
4. Uneven (permukaan kasar dan tidak rata) pada limonit 5. Fibrous (berserat) pada mineral asbes
Pecahan membantu dalam identifikasi mineral yang tidak memiliki belahan yang jelas.
Kekerasan adalah tingkat ketahanan mineral terhadap goresan dan diukur menggunakan Skala Mohs dari 1 hingga 10. Mineral dengan kekerasan rendah lebih mudah tergores, sedangkan mineral dengan kekerasan tinggi lebih sulit tergores. Skala Mohs disusun sebagai berikut:
Tabel 4.2 Skala Kekerasan Relatif Mineral (Mohs) Kekerasan
(Hardness)
Mineral Rumus Kimia
1 Talc Mg3Si4O10(OH)2
2 Gypsum CaSO4·2H2O
3 Calcite CaCO3
4 Fluorite CaF2
5 Apatit Ca5(PO4)3(OH,Cl,F)
6 Orthoclase KAlSi3O8
7 Quartz SiO2
8 Topaz Al2SiO4(OH,F)2
9 Corondum Al2O2
10 Diamond C
Kilap adalah pantulan cahaya yang terjadi pada permukaan mineral, yang bergantung pada kualitas fisik permukaan dan jumlah cahaya yang dipantulkan. Kilap tidak selalu dipengaruhi oleh warna mineral, tetapi lebih ditentukan oleh tekstur permukaan dan indeks bias mineral.
1. Kilap Logam (Metallic Luster), Kilap logam muncul pada mineral yang memiliki kemampuan kuat dalam menyerap cahaya, sehingga mineral tampak berkilau seperti logam. Mineral dengan kilap logam bersifat Opaque (tidak tembus cahaya) atau hampir O paque meskipun dalam bentuk yang tipis. Mineral ini umumnya memiliki indeks bias lebih dari 3 dan sering ditemukan pada logam mulia seperti emas dan perak, serta pada
sulfida logam seperti Galena dan pirit.
2. Kilap Non-Logam (Non-Metallic Luster)
Kilap non-logam terdapat pada mineral yang mampu meluluskan cahaya saat dalam bentuk tipis. Kilap ini biasanya ditemukan pada mineral yang memiliki warna terang atau muda. Kilap non-logam dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:
a. Kilap Intan (Adamantine): Kilap yang sangat cemerlang menyerupai intan, seperti pada Diamond dan Vanadinite.
b. Kilap Kaca (Vitreous): Kilap yang menyerupai pecahan kaca, seperti pada Kuarsa, B eryl, dan Tourmaline.
c. Kilap Damar (Resinous): Kilap yang tampak seperti permukaan damar, contohnya Sphalerite.
d. Kilap Lemak (Greasy): Kilap seperti permukaan yang berminyak, seperti pada Nefelin dan Chrysolite.
e. Kilap Mutiara (Pearly): Kilap menyerupai mutiara yang sering terlihat pada bidang belahan mineral, contohnya Muscovite.
f. Kilap Sutera (Silky): Kilap yang menyerupai serat sutera, biasanya terdapat pada mineral berserat seperti Serpentin, Asbes, dan Aurichalcite.
g. Kilap Tanah (Earthy): Kilap yang tampak kusam tanpa pantulan cahaya, seperti pada Kaolinite, Lazurite, dan Glauconite.
Berat jenis adalah perbandingan berat mineral terhadap berat air dengan volume yang sama.
Mineral logam seperti Galena memiliki berat jenis tinggi, sedangkan mineral non-logam seperti kuarsa memiliki berat jenis rendah. Berat jenis membantu dalam menentukan kandungan logam dalam mineral.
Transparansi menunjukkan seberapa banyak cahaya yang bisa melewati mineral. Mineral bisa bersifat:
1. Transparan (bening) seperti kuarsa
2. Transculen (tembus cahaya sebagian) seperti kalsit 3. Opaque (tidak tembus cahaya) seperti magnetit
Tenacity adalah ketahanan mineral terhadap patah, bengkok, atau hancur. Mineral dapat bersifat; Rapuh (Brittle) seperti kuarsa, dapat ditempa (Ductile) seperti emas, fleksibel,
Elatis, Sectile (dapat di iris).
Sifat kemagnetan menunjukkan kemampuan mineral bereaksi terhadap magnet. Mineral seperti magnetit memiliki sifat ferromagnetik yang kuat, sedangkan mineral lainnya bersifat diamagnetik (memiliki gayatolak terhadap magnet) atau paramagnetik (memiliki gaya tarik terhada magnet).
4.3.3 Seri reaksi bowen
Seri Reaksi Bowen ialah konsep yang dikembangkan oleh Norman Levi Bowen untuk menjelaskan proses kristalisasi mineral dari magma selama proses pendinginan. Teori ini sangat penting dalam memahami urutan pembentukan mineral pada batuan beku. Bowen membagi proses kristalisasi ini menjadi dua jalur utama, yaitu deret diskontinu (discontinuous series) dan deret kontinu (continuous series). Kedua jalur ini menunjukkan bagaimana mineral terbentuk pada suhu tertentu dan berubah seiring menurunnya suhu magma.
Deret diskontinu menggambarkan proses kristalisasi mineral ferromagnesian yang mengalami perubahan jenis mineral saat suhu menurun. Kristalisasi dimulai dari olivin pada suhu tinggi, kemudian berubah menjadi piroksen, selanjutnya amfibol, dan terakhir biotit.
Perubahan ini menunjukkan bahwa mineral yang terbentuk lebih awal akan bereaksi dengan magma sisa untuk membentuk mineral baru yang stabil pada suhu yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa urutan kristalisasi sangat bergantung pada suhu dan komposisi magma.
Sedangkan deret kontinu menggambarkan perubahan komposisi mineral plagioklas feldspar secara bertahap. Plagioklas feldspar yang kaya akan kalsium (anortit) akan terbentuk pada suhu tinggi, kemudian secara perlahan berubah menjadi plagioklas kaya natrium (albit) pada suhu yang lebih rendah. Proses ini menunjukkan perubahan komposisi kimia tanpa perubahan jenis mineral yang signifikan, sehingga terjadi secara bertahap tanpa diskontinuitas.
Setelah kedua jalur ini selesai, mineral yang mengkristal pada suhu lebih rendah seperti ortoklas, muskovit, dan kuarsa akan terbentuk. Mineral ini dikenal sebagai mineral sisa yang terbentuk dari magma yang sudah mengalami proses kristalisasi sebelumnya. Konsep Seri Reaksi Bowen memberikan pemahaman tentang hubungan antara suhu, komposisi magma, dan urutan pembentukan mineral dalam batuan beku. Pemahaman ini sangat penting dalam bidang geologi, khususnya dalam identifikasi batuan dan proses pembentukannya. Dengan memahami Seri Reaksi Bowen, praktikan dapat mengetahui bagaimana proses kristalisasi mineral terjadi dan bagaimana komposisi mineral dalam batuan beku dapat digunakan untuk menentukan kondisi pembentukannya. Konsep ini juga membantu dalam mengidentifikasi urutan kristalisasi mineral dan proses pembentukan batuan secara lebih sistematis dan akurat.
BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Setelah melakuan praktikum dapat disimpulkan bahwa ;
a. Sifat transparansi pada mineral Galena termasuk Opaque karena tidak tembus cahaya dan memiliki kilap logam.
b. Mineral pyrite memiliki sifat pecahan conchoidal yang menunjukkan bahwa mineral ini bersifat Brittle (rapuh).
c. Pengujian kekerasan mineral menggunakan skala Mohs dilakukan dengan cara menggores menggunakan beberapa benda seperti kuku manusia (<2,5), Koin logam (2,5-3,5), Paku (3,5-4,5), Kaca (4,5-5,5).
5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya praktikan dapat diberikan sesi pembahasan materi yang lebih mendalam dan interaktif. Seperti cara pendeskripsian mineral yang dipraktikkan secara langsung dalam mengenali ciri-ciri fisik mineral seperti warna, kilap, kekerasan, bentuk pecahan, dan sifat lainnya. Agar praktikan dapat lebih mudah dan mampu memahami dan mendeskripsikan mineral secara mandiri dan akurat, sehingga para praktikan bisa mendapatlkan data yang lebih akurat dan jelas serta para praktikan lebih pahan dengan konsep dan teori dari minerologi dan sifat fisik dari mineral.
DAFTAR PUSTAKA
Balfas, D. 2015. Geologi Untuk Pertambangan Umum. Yogyakarta:
Graha Ilmu
Mulyaningsih, Sri. 2018. Kristalografi & Mineral Edisi Satu. Yogyakarta: Akprind Press
Noor, D. 2012. Pengantar Geologi Edisi Kedua. Bogor: Universitas Pakuan Press
Prinz, M.,Harlow, G., Peters, J.1988. Rocks and Minerals. New York:
Simon & Schuster Inc.
Suhandono, Agus Dkk. (2021). Sumberdaya, Cadangan, Produksi Mineral, Dan Batuan. Provinsi Jawa Timur: Jurnal Universitas Islam Blitar
Sukandarrumidi. (2007). Geologi Mineral Logam. Yogyakarta: UGM Press.
Sukandarrumidi, dkk. (2015). Mengenal Mineral Secara Megaskopis:
Petunjuk Praktis untuk Geolog Pemula dan Ilmuwan Ilmu Kebumian. Yogyakarta: UGM Press.
Tilley, C. E. (1957). Norman Levi Bowen. London: The Royal Society.
Winarno, Tri, dkk. 2020. Buku Ajar Mineralogi. Semarang: Universitas Diponegoro.
Zikri Khairul. 2018. Geologi Umum. Padang Indonesia: Universitas Negeri Padang air Tawar.
Asisten,
Afdal Jamil Tanjung NIM. 2209056033
Samarinda, 2 Maret 2025 Praktikan,
Oskar S.Meliala NIM. 2409056036 LAMPIRAN