LAPORAN HASIL PELAKSANAAN BUSINESS PLAN
“GO-COKOT”
Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kreativitas, Inovasi, dan Kewirausahaan
Dosen Pengampu:
Dr. Ary Kristiyani, S.Pd., M.Hum
Disusun oleh:
Aulia Ahmad Farhani (23020130067)
M. Trengginas Insan Wicaksono (23020130075)
ROMBEL B
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA FAKULTAS BAHASA, SENI, DAN BUDAYA
UNIVERSITAS NEGERI YOGYAKARTA TAHUN 2025
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas limpahan rahmat-Nya penyusun dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu tanpa ada halangan yang berarti dan sesuai dengan harapan.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada Ibu Dr. Ary Kristiyani, S.Pd., M.Hum. sebagai dosen pengampu mata kuliah Kreativitas, Inovasi, dan Kewirausahaan yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan karena keterbatasan kami. Maka dari itu, penyusun sangat mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan laporan ini.
Yogyakarta, 30 Mei 2025
Kelompok 15
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...ii
DAFTAR ISI...iii
BAB I PENDAHULUAN... 1
BAB II PEMBAHASAN... 2
A. Gambaran Usaha... 2
B. Kekuatan Usaha... 3
C. Metode Pemasaran...5
D. Keuangan... 6
E. Hasil Usaha...8
F. Hambatan...10
G. Tindak Lanjut...12
BAB III PENUTUP...15
DAFTAR PUSTAKA... 16
BAB I PENDAHULUAN
Perkembangan gaya hidup masyarakat urban yang semakin dinamis menuntut inovasi makanan yang tidak hanya cepat dan praktis, tetapi juga lezat dan terjangkau. Yogyakarta sebagai kota pelajar dan destinasi wisata mengalami peningkatan kebutuhan konsumsi harian, terutama dari kalangan pelajar, mahasiswa, pekerja, dan wisatawan yang menginginkan makanan yang mudah dibawa dan dikonsumsi dalam waktu singkat. Menjawab kebutuhan ini, usaha kuliner Go-Cokot hadir sebagai inovasi makanan siap saji berbasis nasi yang memadukan unsur tradisional dan modern. Produk ini berupa nasi berbentuk segitiga dengan isian abon atau ayam bakar suwir pedas yang dibalut dengan nori dan dikemas dalam plastik bermotif lucu.
Keunikan Go-Cokot terletak pada inspirasinya dari bentuk onigiri Jepang, namun dengan isian bercita rasa lokal yang lebih sesuai dengan preferensi lidah masyarakat Indonesia. Menurut Wahyuni (2012), inovasi dalam produk makanan lokal dapat meningkatkan daya saing usaha kecil di tengah gempuran kuliner global. Dengan harga Rp4.000,00 per porsi, produk ini diposisikan untuk menjangkau semua kalangan, baik dari segi usia maupun ekonomi.
Dari perspektif sosiokultural, Go-Cokot juga merupakan wujud adaptasi budaya kuliner lokal terhadap modernitas. Seperti dijelaskan oleh Santosa (2017), adaptasi budaya dalam bidang kuliner adalah salah satu cara mempertahankan identitas lokal sekaligus menjawab kebutuhan konsumen masa kini. Kolaborasi antara bentuk visual yang menarik dan rasa tradisional menjadikan Go-Cokot sebagai produk unik dan sarat akan nilai budaya.
Selain aspek produk, Go-Cokot juga berpotensi memberikan dampak ekonomi melalui pemberdayaan pelaku usaha mikro. Menurut Gunawan (2015), sektor makanan siap saji skala kecil memiliki kontribusi signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja informal dan peningkatan pendapatan rumah tangga.
Dengan model usaha langsung dan skema produksi rumahan yang efisien, Go- Cokot diharapkan menjadi salah satu pionir produk makanan siap saji lokal yang mampu bersaing secara sehat di pasar kuliner Yogyakarta.
BAB II PEMBAHASAN A. Gambaran Usaha
Gambar 1. Dokumentasi Produk Go-Cokot
Go-Cokot adalah produk makanan siap saji berbasis nasi yang menawarkan konsep inovatif, praktis, dan bercita rasa lokal. Nama ‘Go-Cokot’
berasal dari kata ‘Sego’ (bahasa Jawa untuk nasi) dan ‘Cokot’ (bahasa Jawa untuk gigit), yang secara harfiah berarti “nasi gigit.” Nama ini tidak hanya sebatas merepresentasikan bentuk dan cara konsumsi produk, tetapi juga memunculkan kesan lokal, sederhana, dan mudah diingat oleh konsumen.
Produk ini berupa nasi berbentuk segitiga yang diisi dengan lauk seperti abon sapi dan ayam bakar suwir pedas, dibalut dengan lembaran nori, lalu dikemas dalam plastik bermotif lucu yang menarik.
Dengan bentuk yang menyerupai kudapan onigiri khas Jepang yang dipadukan dengan isian bercita rasa Indonesia, Go-Cokot menyajikan perpaduan yang unik antara visual modern dan rasa tradisional. Nasi yang digunakan adalah nasi perayang padat namun lembut, cocok untuk dikonsumsi dalam satu hingga dua gigitan. Kandungan isian dipilih dari bahan yang familiar dan disukai
banyak orang, serta memiliki rasa gurih dan pedas yang cocok dengan selera masyarakat lokal.
Produk ini dirancang untuk menjawab kebutuhan masyarakat urban yang menginginkan makanan praktis, murah, dan mengenyangkan. Dengan harga jual hanya Rp4.000,00 per porsi, Go-Cokot dapat dijangkau oleh semua kalangan, baik pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran, maupun wisatawan. Penjualan dilakukan secara langsung di titik-titik ramai di Yogyakarta seperti area Kampus Universitas Negeri Yogyakarta, Malioboro, dan lokasi strategis lainnya. Model penjualan langsung dipilih untuk menjangkau konsumen secara efektif sekaligus membangun relasi personal dengan pelanggan.
Dari segi kemasan, Go-Cokot menggunakan plastik transparan bermotif lucu untuk memperkuat identitas visual produk, menambah nilai estetika, dan menjangkau konsumen muda. Dalam satu porsi, nasi dan isian ditakar secara presisi agar mengenyangkan namun tetap ringan. Seluruh proses produksi dilakukan dengan standar higienitas dan menggunakan bahan-bahan segar.
Dengan mengusung konsep “gaya global rasa lokal”, Go-Cokot diharapkan menjadi salah satu alternatif makanan siap saji yang sehat, ekonomis, dan digemari lintas generasi. Sebagai upaya keberlanjutan, usaha ini akan mengembangkan varian isian baru seperti tuna balado dan ayam suwir kemangi serta menjalin kerja sama dengan mitra lokal, serta merambah platform digital dan layanan pesan antar. Go-Cokot bukan sekadar makanan, tapi bentuk adaptasi budaya yang menciptakan pengalaman makan yang cepat, praktis, dan tetap akrab di lidah orang Indonesia.
B. Metode Pelaksanaan 1. Proses Produksi
Bahan yang digunakan:
1. Beras 2. Nori
3. Isian ayam bakar suwir pedas 4. Isian abon ayam pedas 5. Plastik
6. Selotip
Alat yang dimanfaatkan:
1. Ricecooker 2. Cetakan nasi 3. Centong nasi 4. Gunting
Proses pembuatan:
1. Masak nasi menggunakan rice cooker.
2. Siapkan isian abon ayam pedas & ayam suwir pedas.
3. Siapkan nori, potong 1 lembar menjadi 6 bagian memanjang 4. Saat nasi sudah matang, masukkan setengah centong (25-30
gram)nasi ke cetakan.
5. Masukkan 1sdm isian ke cetakan kemudian ratakan.
6. Isi kembali cetakan dengan nasi hingga penuh kemudian padatkan.
7. Keluarkan dari cetakan kemudian tempel nori yang melingkari nasi yang sudah dicetak.
8. Terakhir, kemas Go-cokot dengan plastik menarik yang sudah disiapkan.
2. Metode Pemasaran
Pemasaran produk Go-Cokot dilakukan secara langsung tanpa sistem pre-order. Produk dijajakan oleh dua orang tim penjual dengan cara mendatangi lokasi-lokasi strategis yang ramai, seperti kawasan Malioboro dan lingkungan kampus Universias Negeri Yogyakarta. Penjualan dilakukan dari pagi hingga siang hari, menyasar konsumen dari berbagai kalangan, terutama mereka yang memiliki mobilitas tinggi seperti mahasiswa, pekerja, dan wisatawan.
Promosi dilakukan secara verbal, tanpa menggunakan media sosial, pamflet, atau anggaran promosi lainnya. Setiap anggota tim berperan aktif dalam mengenalkan produk kepada masyarakat dengan cara menyapa dan menjelaskan keunikan produk kepada calon pembeli. Pendekatan ini dianggap efektif karena menciptakan komunikasi dua arah yang lebih personal dan mendorong keputusan pembelian secara spontan.
Produk Go-Cokot dikenalkan sebagai makanan ringan praktis berbentuk segitiga, berisi ayam suwir pedas atau abon, dibungkus nori, dan
dijual dengan harga terjangkau. Penjual menyampaikan cerita singkat mengenai asal-usul nama produk, yaitu gabungan dari kata ‘sego’ (nasi) dan
‘cokot’ (makan/menggigit), untuk memperkuat daya ingat konsumen terhadap merek. Strategi storytelling ini digunakan untuk membangun identitas dan kedekatan emosional dengan pelanggan.
Selain itu, pelanggan juga diajak untuk membantu promosi secara tidak langsung dengan menyebarkan informasi dari mulut ke mulut atau mengunggah pengalaman mereka di media sosial pribadi, jika bersedia.
Upaya ini diharapkan dapat memperluas jangkauan pemasaran tanpa menambah biaya. Meskipun sederhana, metode ini cukup efektif dalam membangun kesadaran merek dan meningkatkan angka penjualan harian.
C. Kekuatan Usaha
Dalam membangun dan mengembangkan suatu usaha, identifikasi terhadap keunggulan produk menjadi elemen penting yang dapat menentukan posisi bisnis di tengah persaingan pasar. Go-Cokot sebagai produk kuliner berbasis nasi hadir dengan berbagai kekuatan yang membuatnya menonjol di antara makanan siap saji lainnya. Keunikan produk ini tidak hanya terletak pada bentuk dan penyajiannya, tetapi juga pada bagaimana ia menggabungkan kearifan lokal dengan tren modern. Berikut adalah uraian kekuatan yang dimiliki oleh usaha Go-Cokot:
1. Inovasi Produk Berbasis Budaya Lokal
Go-Cokot menghadirkan inovasi kuliner dengan konsep unik, yaitu dengan menggabungkan bentuk onigiri khas Jepang dengan isi dan cita rasa khas Indonesia. Dengan tetap mempertahankan bahan dasar nasi dan menggunakan isian seperti abon sapi dan ayam bakar suwir pedas, Go-Cokot menjadi simbol adaptasi budaya yang unik. Konsep ini menjadikan produk tidak hanya menarik dari segi bentuk tetapi juga menghadirkan pengalaman rasa yang baru tanpa kehilangan nuansa lokal. Inovasi seperti ini penting dalam menarik minat konsumen yang bosan dengan pilihan makanan siap saji yang monoton.
2. Harga Ekonomis, Ramah untuk Semua Kalangan
Dengan harga hanya Rp4.000,00 per porsi, Go-Cokot menargetkan konsumen dari berbagai kalangan ekonomi, mulai dari pelajar, mahasiswa, hingga pekerja lapangan. Harga ini jauh lebih terjangkau dibandingkan makanan cepat saji sejenis, tanpa mengorbankan kualitas bahan dan rasa.
Strategi penetapan harga rendah ini sangat relevan dengan kondisi sosial ekonomi sebagian besar masyarakat urban dan semi-urban, khususnya di Yogyakarta.
3. Praktis, Portabel, dan Siap Konsumsi
Produk Go-Cokot dirancang agar bisa dikonsumsi kapan saja dan di mana saja tanpa perlu alat makan tambahan. Nasi dibentuk dalam ukuran yang pas digenggam dan dibungkus dengan nori sehingga bisa langsung dimakan. Kemasan plastik bermotif lucu tidak hanya mempercantik tampilan tetapi juga menjamin kebersihan makanan. Kepraktisan ini menjadikan Go-Cokot sangat cocok untuk gaya hidup masyarakat modern yang sering berpindah tempat dan memiliki waktu terbatas untuk makan.
4. Cita Rasa Lokal yang Familiar dan Disukai
Keunggulan rasa menjadi salah satu daya tarik utama dari Go-Cokot.
Isian abon dan ayam bakar suwir pedas diproses dengan bumbu khas nusantara yang sudah akrab di lidah masyarakat. Tidak hanya itu, rasa gurih dan pedas memberikan sensasi nikmat dalam setiap gigitan. Berbeda dari makanan cepat saji kebanyakan yang terlalu netral atau mengikuti selera global, Go-Cokot justru mengangkat kekuatan rasa lokal yang membuat konsumen mudah beradaptasi dan kemungkinan besar melakukan pembelian berulang.
5. Strategi Penjualan Langsung di Lokasi Ramai
Go-Cokot menggunakan strategi pemasaran langsung (direct selling ) di titik-titik ramai seperti sekitar kampus Universitas Negeri Yogyakarta, Malioboro, dan pusat aktivitas masyarakat. Dengan model ini, produk memiliki keunggulan dari sisi visibilitas dan kedekatan dengan konsumen.
Penjualan langsung juga memungkinkan untuk membangun relasi personal
dan mendapatkan umpan balik secara cepat untuk perbaikan produk dan pelayanan.
D. Keuangan 1. Biaya Tetap
No .
Nama Barang Jumlah Harga Total
1. Cetakan 1 buah Rp7.000,00 Rp7.000,00
TOTAL Rp7.000,00 2. Biaya Variabel
No .
Nama Barang Jumlah Harga Total
1. Beras 500 gram Rp7.000,00 Rp7.000,00
2. Isian Abon Ayam 150 gram Rp20.000,00 Rp20.000,00 3. Isian Ayam Bakar
Pedas
200 gram Rp10.000,00 Rp10.000,00
4. Nori 3 Lembar Rp1.500,00 Rp4.500,00
5. Selotip 1 buah Rp2.000,00 Rp2.000,00
TOTAL Rp43.500,00 3. Perhitungan
a) Biaya Variabel Per Porsi
Diketahui Total biaya variabel : Rp43.500,00
Jumlah produksi : 18 porsi Rumus
Biaya variabel per porsi = Total Biaya variabel Jumlah Produksi Subtitusi
Biaya variabel per porsi = 43.500
18 ¿Rp2.416,67
b) Harga Pokok Produksi (HPP) Per Porsi
Diketahui Biaya Tetap : Rp7.000,00
Jumlah produksi : 18 porsi
Total biaya variabel per porsi
: Rp2.416,67
Rumus HPP per porsi =
biaya tetap+(biaya variabel per porsi × jumlah porsi) jumlah porsi
Subtitusi
HPP per porsi = 7.000+(2.416,67×18)
18 = Rp2.805,56
c) Analisis Keuntungan
Diketahui HPP per porsi : Rp2.805,56
Keuntungan yang diinginkan per porsi
: 40%
Jumlah porsi : 18 porsi
Rumus 1) Harga jual per porsi
Harga jual per porsi = HPP + (40% + HPP) 2) Total harga jual keseluruhan
Total harga jual = Harga jual per porsi × jumlah porsi 3) Total HPP keseluruhan
Total HPP = HPP per porsi × jumlah porsi 4) Keuntungan
Total harga jual keseluruhan – Total HPP keseluruhan Subtitusi 1) Harga jual per porsi
Harga jual per porsi = 2.805,56 + (40% + 2.805,56)
= Rp3.927,78
(dibulatkan menjadi Rp4.000,00)
2) Total harga jual keseluruhan
Total harga jual = 4.000 × 18
= Rp72.000,00
3) Total HPP keseluruhan
Total HPP = 2.805,56 × 18
= Rp50.500,08
4) Keuntungan
Keuntungan = 72.000,00 – 50.500,08
= 21.499,92
d) Analisis Break Even Point (BEP)
Diketahui Biaya Tetap : Rp7.000,00
Total biaya variabel per porsi
: Rp2.416,67
Harga jual per porsi : Rp4.000,00 Rumus BEP (porsi) =
biaya tetap
harga jual per porsi−biaya variabel per porsi Subtitusi
BEP (porsi) = 7.000
4.000−2.416,67 ≈ 4,42
(dibulatkan ke atas menjadi 5 porsi)
E. Hasil Usaha
Pada periode 25 hingga 28 Mei 2025, Go-Cokot berhasil mencatat total penjualan sebanyak 18 porsi dengan dua kali penjualan secara langsung di titik- titik strategis. Penjualan pertama dilakukan pada tanggal 25 Mei 2025 dengan varian abon ayam pedas yang dijual di kawasan Malioboro. Pada kesempatan ini, produk berhasil terjual sebanyak 10, sehingga menghasilkan total pendapatan sebesar Rp40.000,00. Penjualan kedua dilakukan pada tanggal 28 Mei 2025, bertempat di sekitar kampus Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), dengan varian ayam bakar suwir pedas. Penjualan ini menghasilkan 8 porsi terjual, sehingga memperoleh pendapatan sebesar Rp32.000. Berdasarkan akumulasi penjualan, total pendapatan kotor selama periode ini mencapai Rp72.000,00, sementara setelah dikurangi biaya produksi, operasional, dan pemasaran, laba bersih yang diperoleh sebesar Rp21.499,92.
Gambar 2. Dokumentasi Konsumen
Dari segi tanggapan konsumen, produk Go-Cokot mendapatkan sambutan yang cukup positif namun juga disertai dengan masukan membangun.
Berdasarkan ulasan dari konsumen bernama Damar dan Nita, aspek tampilan produk dinilai cukup baik, dengan kemasan yang rapi dan nasi yang terlihat oke, meskipun ukuran nori disarankan untuk diperbesar agar lebih proporsional. Saat dikonsumsi, mereka menyarankan agar tekstur nasi dibuat lebih padat dan pera, serta isiannya lebih lembut, sementara tekstur nori dinilai sudah cukup baik namun tetap dapat ditingkatkan. Secara keseluruhan, rasa produk dinilai enak dan memiliki peluang pasar, terutama jika dipasarkan di area yang jauh dari convenience store yang menjual onigiri bermerk. Dengan catatan harga jual kompetitif dan perbaikan pada tekstur, produk dinilai berpotensi laku keras.
Selain itu, testimoni lain dari seorang konsumen menyebutkan bahwa
“onigirinya enak, ayamnya mantep,” menunjukkan bahwa rasa isi ayam sudah cukup memuaskan bagi sebagian konsumen. Ulasan-ulasan ini menjadi bahan evaluasi penting bagi pengembangan kualitas produk di tahap selanjutnya.
Gambar 3. Dokumentasi ulasan
Secara teknis, usaha ini dilaksanakan oleh tim kecil beranggotakan 2 orang, dengan pembagian tugas mulai dari produksi, pengemasan, hingga distribusi dan promosi. Seluruh bahan baku diperoleh dari penyedia lokal, dan proses produksi dilakukan 1 jam sebelum penjualan dimulai, sehingga produk yang dijual masih dalam keadaan segar. Untuk promosi, Go-Cokot saat ini masih mengandalkan promosi secara lisan. Strategi utama yang digunakan adalah memperkenalkan produk secara langsung kepada calon konsumen di lokasi penjualan, seperti memberikan penjelasan singkat mengenai isi, rasa, dan keunikan produk. Selain itu, pemilik dan tim juga aktif merekomendasikan produk kepada teman, kerabat, dan komunitas sekitar, terutama di lingkungan
kampus. Meskipun belum menggunakan media sosial secara intensif, strategi promosi ini terbukti cukup efektif dalam menarik pembeli awal dan mendapatkan testimoni langsung dari konsumen.
F. Hambatan
Dalam pelaksanaan usaha ini, terdapat beberapa hambatan yang muncul, baik dari aspek inovasi, produksi, maupun pemasaran.
1. Inovasi
Salah satu hambatan utama dalam proses inovasi produk Go-Cokot adalah keterbatasan pengalaman dan pengetahuan anggota tim di bidang kuliner. Tidak ada anggota yang memiliki latar belakang pendidikan atau keahlian khusus di bidang tata boga, teknologi pangan, atau manajemen makanan dan minuman (F&B). Hal ini menyebabkan pengembangan produk seperti penyempurnaan rasa isian, tekstur nasi, dan kemasan dilakukan secara terbatas dan banyak melalui metode coba-coba tanpa panduan profesional.
Akibatnya, inovasi produk berjalan lambat dan terkadang hasilnya kurang konsisten.
Keterbatasan pengetahuan ini juga menghambat kemampuan tim untuk mengikuti tren kuliner terbaru atau menerapkan teknik baru yang dapat meningkatkan kualitas dan daya saing produk. Tanpa dukungan pelatihan atau kolaborasi dengan ahli, inovasi yang ada cenderung sederhana dan belum mampu memberikan nilai tambah yang signifikan. Hambatan ini menjadi tantangan penting yang perlu diatasi agar Go-Cokot dapat terus berkembang dan memenuhi harapan konsumen secara optimal.
2. Produksi
Hambatan utama dalam proses produksi terletak pada kualitas hasil produk yang belum konsisten serta keterbatasan tenaga kerja. Dari segi kualitas, produk Go-Cokot masih menghadapi beberapa permasalahan, antara lain tampilan produk dan kemasan yang belum seragam dan rapi, takaran antar bahan (nasi, isian, dan nori) yang belum presisi, serta rasa isian yang masih perlu ditingkatkan agar lebih kuat dan khas. Selain itu, tekstur nasi
yang digunakan terkadang kurang pera, sehingga memengaruhi kepuasan konsumen dan kesan pertama terhadap produk.
Kondisi ini diperparah dengan terbatasnya jumlah tenaga kerja. Saat ini, tim produksi hanya terdiri dari dua orang aktif yang harus menangani seluruh proses, mulai dari persiapan bahan, pengolahan, pengemasan, hingga distribusi. Awalnya, tim beranggotakan tiga orang, namun satu anggota tidak lagi aktif tanpa alasan yang jelas dan sulit diajak koordinasi, sehingga praktis hanya dua orang yang menjalankan seluruh operasional. Akibatnya, beban kerja menjadi sangat tinggi dan menguras energi, karena masing-masing anggota harus merangkap beberapa peran sekaligus. Keterbatasan ini berdampak langsung pada kecepatan produksi, efektivitas kerja, serta kurang optimalnya proses pengecekan mutu produk sebelum dipasarkan.
3. Pemasaran
Salah satu hambatan yang turut memengaruhi proses produksi adalah keterbatasan media promosi yang digunakan dalam pemasaran produk. Saat ini, metode penjualan yang diterapkan masih bersifat konvensional, yaitu penjualan langsung tanpa sistem pre-order maupun dukungan media digital.
Proses promosi dan penawaran dilakukan secara lisan dari orang ke orang, yang mengharuskan tim berjalan kaki untuk memperkenalkan produk secara langsung kepada calon pembeli di lokasi-lokasi ramai.
Metode ini sangat menguras tenaga karena seluruh kegiatan dilakukan secara manual tanpa bantuan alat promosi visual seperti spanduk, banner, atau atribut pengenal lainnya. Akibatnya, calon konsumen tidak dapat langsung mengenali produk dari kejauhan, dan komunikasi hanya mengandalkan penjelasan verbal yang terbatas jangkauannya. Minimnya media promosi ini juga berdampak pada rendahnya visibilitas merek Go-Cokot di tengah persaingan pasar makanan siap saji. Tanpa sistem pre-order, tim harus memproduksi terlebih dahulu tanpa kepastian jumlah pembeli, yang berisiko menyebabkan kelebihan atau kekurangan stok, sehingga menyulitkan perencanaan produksi dan menimbulkan potensi kerugian serta pemborosan bahan baku.
G. Tindak Lanjut
Berdasarkan hambatan aspek inovasi, produksi, dan pemasaran dalam pelaksanaan usaha ini, terdapat beberapa upaya tindak lanjut untuk meningktkan nilai inovasi, kualitas produk, dan efektivitas pemasaran.
1. Tindak Lanjut Nilai Inovasi
Untuk mengatasi hambatan inovasi pada produk Go-Cokot, tim dapat mulai dengan mengikuti pelatihan singkat seputar dasar pengolahan makanan, rasa, dan pengemasan yang bisa diakses secara daring atau melalui lembaga pelatihan lokal. Selain itu, kerja sama dengan orang berpengalaman di bidang kuliner, seperti pelaku usaha makanan atau koki rumahan, dapat membantu memberikan masukan yang berguna. Tim juga bisa mencari inspirasi dari produk sejenis yang telah sukses untuk mengembangkan ide dan teknik yang relevan.
Agar proses inovasi lebih terarah, setiap percobaan produk sebaiknya dicatat untuk memudahkan evaluasi. Tim juga dapat berfokus pada pengembangan produk dan melakukan uji rasa secara rutin untuk mendapatkan masukan dari konsumen. Dengan langkah-langkah ini, Go- Cokot tetap bisa berinovasi meskipun tanpa latar belakang profesional, asalkan ada kemauan untuk belajar dan terus memperbaiki diri.
2. Kualitas Produk
Untuk mengatasi hambatan dalam proses produksi, langkah pertama yang bisa dilakukan adalah memperbaiki standar kerja agar kualitas produk lebih konsisten. Tim dapat membuat panduan sederhana mengenai takaran bahan, langkah pengolahan, dan cara pengemasan agar hasil akhir seragam.
Selain itu, uji coba berulang terhadap resep isian perlu dilakukan untuk mendapatkan rasa yang lebih kuat dan khas. Masukan dari konsumen bisa dijadikan acuan dalam penyempurnaan rasa dan tekstur nasi, termasuk memilih jenis beras yang lebih pulen dan sesuai dengan konsep produk.
Untuk mengatasi keterbatasan tenaga kerja, solusi jangka pendek yang bisa diterapkan adalah mencari bantuan sementara, seperti melibatkan keluarga atau teman dekat pada saat produksi ramai. Dalam jangka panjang,
perlu dipertimbangkan merekrut anggota baru yang dapat dipercaya dan bersedia terlibat penuh. Selain itu, pembagian tugas yang lebih jelas juga bisa membantu meringankan beban kerja. Dengan manajemen waktu dan peran yang lebih baik, proses produksi akan lebih lancar dan mutu produk dapat diawasi dengan lebih optimal sebelum sampai ke tangan konsumen.
3. Efektivitas Pemasaran
Untuk mengatasi hambatan dalam promosi dan pemasaran, langkah awal yang bisa dilakukan adalah mulai memanfaatkan media visual sederhana seperti spanduk kecil, stiker, atau papan nama yang mudah dibawa saat menjajakan produk. Atribut ini akan membantu menarik perhatian dan memudahkan konsumen mengenali produk dari kejauhan. Selain itu, tim dapat membuat brosur singkat berisi informasi produk, harga, dan kontak pemesanan untuk dibagikan kepada calon pembeli.
Penggunaan media digital juga perlu dipertimbangkan. Akun media sosial seperti Instagram atau WhatsApp Business bisa digunakan untuk memperkenalkan produk, menampilkan foto menarik, dan membuka sistem p re-order. Dengan sistem ini, tim dapat memperkirakan jumlah produksi berdasarkan pesanan yang masuk, sehingga lebih efisien dan mengurangi risiko kelebihan atau kekurangan stok. Meskipun dimulai secara sederhana, langkah-langkah ini dapat meningkatkan jangkauan promosi, memperkuat identitas merek Go-Cokot, dan membantu pemasaran berjalan lebih efektif tanpa harus selalu mengandalkan promosi langsung dari orang ke orang.
BAB III PENUTUP
Pelaksanaan usaha Go-Cokot berjalan dengan cukup baik dan mencapai hasil yang memuaskan. Penjualan dilakukan dua kali secara langsung di lokasi strategis seperti kawasan Malioboro dan sekitar kampus Universitas Negeri Yogyakarta. Dalam dua kali penjualan tersebut, tim berhasil menjual 18 porsi produk dengan total pendapatan sebesar Rp72.000,00 dan memperoleh laba bersih sebesar Rp21.499,92. Hasil ini menunjukkan bahwa produk Go-Cokot mampu menarik minat pasar dengan pendekatan sederhana namun efektif.
Strategi pemasaran yang dilakukan tanpa sistem pre-order dan tanpa anggaran promosi, yakni melalui interaksi verbal langsung kepada konsumen, terbukti cukup berhasil dalam menciptakan ketertarikan dan pembelian spontan.
Konsumen memberikan tanggapan positif terhadap rasa, harga, dan kemasan produk, meskipun masih terdapat beberapa masukan seperti tekstur nasi yang perlu diperbaiki dan ukuran nori yang bisa ditingkatkan agar lebih proporsional. Hal ini menjadi bahan evaluasi untuk pengembangan produk ke depannya.
Dengan capaian tersebut, usaha Go-Cokot memiliki potensi untuk terus dikembangkan, baik dari segi variasi produk, peningkatan kualitas, maupun efektivitas promosi. Penerapan strategi yang lebih beragam, termasuk penggunaan media sosial dan sistem pemesanan daring, dapat menjadi langkah lanjutan untuk memperluas jangkauan pasar. Pengalaman ini menjadi pijakan penting bagi tim dalam merancang usaha yang lebih berkelanjutan dan kompetitif.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan, I. (2015). Usaha Mikro Kecil Menengah: Teori dan Implikasi Kebijakan . Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Santosa, P. (2017). Kuliner dan Identitas Budaya: Perspektif Sosiologi Konsumsi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Wahyuni, S. (2012). “Strategi Inovasi Produk dalam Meningkatkan Daya Saing UMKM Kuliner.” Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 17(2), 89–98.