LAPORAN PPT
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Kecamatan Rungkut merupakan wilayah yang tergolong ramai dan terletak di Kota Surabaya.
Kecamatan ini merupakan kawasan industri terbesar yang ada di Jawa Timur. Kecamatan Rungkut ini memiliki tingkat dinamika dan aktivitas kota yang sangat tinggi sehingga memicu tingginya aktivitas lalu lintas serta pertumbuhan penduduk. Berdasarkan BPS Kota Surabaya, angka kepadatan penduduk Kecamatan Rungkut pada tahun 2021 sebesar 5.453 jiwa/km2.
Sebagai kawasan industri yang padat dengan pabrik dan perkantoran membuat bangkitan dan tarikan di Kecamatan Rungkut terbilang tinggi, terutama pada peak hour. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu sistem transportasi yang mampu menunjang kebutuhan perjalanan untuk menjangkau lokasi industri dan perkantoran yang tersebar di Kecamatan Rungkut. Disisi lain, adanya tingkat bangkitan perjalanan yang semakin tinggi untuk menjangkau fasilitas industri dan perkantoran dapat menambah beban lalu lintas pada jaringan jalan yang ada sehingga nantinya dapat mempengaruhi derajat pelayanan jalan. Oleh karena itu, diperlukan pula suatu perencanaan transportasi untuk melihat berapa banyak pergerakan yang terjadi serta apakah kapasitas dan jaringan jalan masih mencukupi atau tidak. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk memperkirakan kebutuhan (demand) tersebut adalah dengan menggunakan metode empat tahap (four step modeling).
Pada dasarnya transportasi sangat mempengaruhi kehidupan manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup yang beragam. Salah satu kebutuhan tersebut yaitu berkaitan dengan produksi barang dan jasa. Oleh karena itu, perlu untuk mengetahui apa itu sistem transportasi. Sistem transportasi sendiri terdiri dari sistem kegiatan, sistem jaringan, dan sistem pergerakan. Ketiga bagian tersebut haruslah saling terintegrasi satu sama lain dan juga tidak dapat dipisahkan dalam merencanakan suatu sistem transportasi di suatu wilayah. Dalam perencanaan transportasi akan saling memperhatikan bagaimana mengelola suatu kegiatan agar saling terkoneksi dengan sarana
dan prasarana transportasi yang ada. Apabila kedua sistem tersebut telah terintegrasi, maka sistem pergerakan pada suatu wilayah dapat berjalan dan dikelola dengan baik.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penelitian adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana karakteristik kondisi eksisting serta potensi dan permasalahan transportasi di Kecamatan Rungkut?
2. Bagaimana kebutuhan perencanaan transportasi di Kecamatan Rungkut?
3. Bagaimana rencana arahan pengembangan transportasi di Kecamatan Rungkut?
1.3 Tujuan dan Sasaran
Dengan memoertimbangkan berbagai kebijakan dan kondisi eksisiting yang ada di lokasi perencanaan, maka tujuan dari penyusunan laporan pendahuluan ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik dan kondisi eksisting transportasi di Kecamatan Rungkut.
2. Untuk mengidentifikasi kebutuhan perencanaan transportasi di Kecamatan Rungkut.
3. Untuk arahan pengembangan transportasi di Kecamatan Rungkut.
Adapun sasaran untuk mendapatkan tujuan tersebut adalah sebagai berikut.
1. Mengidentifikasi karakteristik terkait aspek transportasi di Kecamatan Rungkut.
2. Mengidentifikasi potensi dan masalah terkait aspek transportasi di Kecamatan Rungkut.
3. Menganalisis kondisi eksisting terkait aspek transportasi di Kecamatan Rungkut.
4. Memproyeksikan kebutuhan terkait aspek transportasi di Kecamatan Rungkut.
5. Merencanakan arahan dan pengembangan terkait aspek transportasi di Kecamatan Rungkut.
1.4 Ruang Lingkup
Berikut merupakan ruang lingkup perencanaan yang akan dilakukan oleh peneliti dalam proses perencanaan transportasi di Kecamatan Rungkut.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang lingkup wilayah studi dalam perencanaan transportasi yang dilakukan merupakan salah satu kecamatan yang berada di Kota Surabaya, yaitu Kecamatan Rungkut. Kecamatan Rungkut memiliki luas wilayah seluas 21,02 Km2. Berikut merupakan tabel luas kelurahan yang berada di Kecamatan Rungkut.
No Kelurahan Luas Wilayah (Km2)
1. Rungkut Kidul 1,37
2. Medokan Ayu 7,23
3. Wonorejo 6,48
4. Penjaringan Sari 1,81
5 Kedung Baruk 1,55
6. Kali Rungkut 2,58
Total 21,02
PETA WILAYAH ADMINISTRASI KEC.RUNGKUT
Berdasarkan peta di atas dapat diketahui bahwa Kecamatan Rungkut memiliki enam kelurahan, diantaranya adalah sebagai berikut Kelurahan Rungkut Kidul, Kelurahan Medokan Ayu, Kelurahan Wonorejo, Kelurahan Penjaringan Sari, Kelurahan Kedung Bank, Kelurahan Kali Rungkut. Batasan wilayah Kecamatan Rungkut adalah sebagai berikut.
Batas Utara : Kecamatan Sukolilo Batas Selatan : Kecamatan Gunung Anyar Batas Timur : Selat Madura
Batas Barat : Kecamatan Tenggilis Mejoyo
Berdasarkan RDTRK (RDTRK UP I Rungkut) Kecamatan Rungkut memiliki penggunaan lahan yang bervariasi. Berikut ini merupakan pola penggunaan lahan atau tutupan lahan di Kecamatan Rungkut.
PETA TUTUPAN LAHAN KECAMATAN RUNGKUT
TABEL ZONA DAN PERKANTORAN Menyusul
Zona Nama Perkantoran
PETA PERSEBARAN PERKANTORAN
1.4.2 Ruang Lingkup Pembahasan
Ruang lingkup pembahasan yang dilakukan pada pelaksanaan rencana pengembangan transportasi di Kecamatan Rungkut yaitu sebagai berikut:
● Level of Services (LoS)
Level of Service (LoS) merupakan perbandingan antara volume dan kapasitas yang menunjukkan kepadatan lalu lintas dan kebebasan bergerak bagi suatu kendaraan. Nilai LoS menyatakan kualitas arus lalu lintas yang terjadi di suatu penampang jalan.
● Traffic Analysis Zone (TAZ)
TAZ adalah representasi zona yang digunakan untuk pemodelan travel-demand transportasi. Dalam perencanaan ini, pembagian TAZ dilakukan sesuai dengan tema yang diangkat yaitu perjalanan ke kantor di Kecamatan Rungkut. Dasar penentuan TAZ yang digunakan adalah RDTR UP I Rungkut.
● Four Step Model
Four Step Model adalah suatu konsep perencanaan transportasi yang telah berkembag hingga saat ini dan yang paling populer untuk menentukan perkiraan permintaan perjalanan yang menghubungkan penggunaan lahan dan perilaku perjalanan. Berikut merupakan tahapan dalamFour Step Model.
1. Trip Generation
Trip Generation adalah jumlah trips yang ditimbulkan oleh suatu zona atau daerah.
2. Trip Distribution
Trip Distribution adalah penyebaran dari trips yang ditimbulkan suatu zona ke zona lainnya.
3. Moda Split
Moda Split adalah proporsi yang akan menggunakan setiap jenis angkutan.
4. Traffic Assignment
Traffic Assignment adalah penempatan lalu lintas yang timbul karena trips generation dan trips distribution ke dalam jaringan jalan yang ada atau direncanakan.
1.5 Potensi dan Masalah 1.5.1 Potensi
Potensi yang terdapat di wilayah perencanaan Kecamatan Rungkut adalah sebagai berikut.
No Potensi Kondisi
1. Perlengkapan jalan pada wilayah perencanaan cukup lengkap
● Adanya fasilitas pendukung seperti halte
(Halte) 2. Fasilitas pendidikan
beragam (TK, SD, SMP, SMA, Perguruan Tinggi)
(TK Little Stars School)
(SDN KaliRungkut II)
(SMPN 35 Surabaya)
(SMAN 17 Surabaya)
(Universitas Surabaya)
1.5.2 Masalah
Masalah yang terdapat di wilayah perencanaan Kecamatan Rungkut adalah sebagai berikut.
No Masalah Kondisi
1. Banyak kondisi
pedestrian kurang tidak terawat dan digunakan untuk keperluan lain
(Pedestrian kurang terawat)
(Pedestrian digunakan untuk kegiatan perdagangan)
1.6 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian terkait transportasi ini adalah sebagai berikut.
● Manfaat Teoritis
Pada penelitian ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan terkait perencanaan transportasi menggunakan perhitungan Level of Service (LoS), penerapan Four Step Model, dan penyusunan skenario transportasi dalam aktivitas perjalanan ke kantor di Kecamatan Rungkut.
● Manfaat Praktis
Pada penelitian ini bermanfaat untuk memberikan rencana kebutuhan transportasi pada kawasan studi Kecamatan Rungkut, dan membantu pihak lain dalam mengatasi permasalahan yang ada dengan memberi masukan berupa hasil usulan arahan pengembangan yang telah disusun serta telah disesuaikan dengan karakteristik maupun kebutuhan transportasi yang ada di Kecamatan Rungkut.
1.7 Sistematika Penulisan
Berikut merupakan sistematika penulisan…
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Transportasi
Konsep dari adanya model distribusi perjalanan dirancang untuk menghasilkan prakiraan terbaik dari pilihan tujuan berdasarkan bangkitan lalu lintas dan informasi atraksi untuk setiap area perjalanan dan biaya perjalanan antara setiap pasangan zona (Naser, I.H. dkk, 2021).
Pemodelan transportasi konvensional sangat tergantung pada data input yang digunakan dalam langkah pemodelan yang berbeda. Distribusi perjalanan adalah tahap penting kedua dalam peramalan permintaan perjalanan 4 langkah. Tujuan dari peramalan distribusi perjalanan adalah untuk memperkirakan keterkaitan perjalanan atau interaksi antar zona lalu lintas bagi para pembuat perjalanan (Rasouli, M. dan Nikraz, H., 2013). Tahap distribusi atau sebaran perjalanan menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan transportasi, dan arus lalu lintas. Pola spasial arus lalu lintas adalah fungsi dari tata guna lahan dan sistem jaringan transportasi yang biasanya dicerminkan dalam garis keinginan (desired line). Ketebalan garis menunjukkan jumlah arus kendaraan dan panjang garis menunjukkan jarak antar zona yang dihubungkan.
SteenBrink (1974) telah mengatakan bahwa transportasi adalah perpindahan orang atau barang dengan menggunakan alat atau kendaraan dari dan ke tempat-tempat yang terpisah secara geografis. Sedangkan menurut Bowersox (1981), transportasi adalah perpindahan barang atau penumpang dari suatu tempat ke tempat lain, dimana produk dipindahkan ke tempat tujuan dibutuhkan. Berdasarkan pengertian dari para ahli tersebut, dapat disimpulkan bahwa transportasi didefinisikan sebagai perpindahan penumpang atau barang dari suatu tempat ke tempat lainnya dengan menggunakan alat pengangkut, dimana secara konsep didasarkan pada adanya suatu perjalanan (trip) antara daerah asal (origin) dan daerah tujuannya (destination).
2.1.1.1 Sistem Transportasi
Pengertian sistem itu sendiri menurut Widjajanto (2008 : 2) adalah “sesuatu yang memiliki bagian-bagian yang saling berinteraksi untuk mencapai tujuan tertentu melalui tiga tahapan yaitu input, proses dan output”. Sedangkan transportasi adalah suatu kegiatan memindahkan sesuatu (barang dan/ atau barang) dari suatu tempat ke tempat lain, baik dengan atau tanpa sarana. Jadi, apabila digabungkan maka definisi dari sistem transportasi adalah suatu bagian atau komponen yang ada dalam suatu usaha untuk memindahkan, menggerakkan, maupun mengangkut suatu objek dari suatu tempat ke tempat lainnya dimana dalam hal ini disebut juga dengan asal dan tujuan. Sistem Transportasi makro terbagi menjadi beberapa sistem mikro (Kusbiantoro, 2007), yaitu: Sistem Kegiatan, Sistem Jaringan, dan Sistem Pergerakan.
1. Sistem Kegiatan, mempunyai tipe kegiatan tertentu yang akan ‘membangkitkan’
pergerakan (generation) dan akan ‘menarik’ pergerakan (attraction). Sistem tersebut merupakan sistem pola kegiatan tata guna tanah berupa kegiatan sosial, ekonomi, kebudayaan, dan lain-lain. Kegiatan yang timbul dalam sistem ini membutuhkan adanya suatu pergerakan sebagai alat pemenuhan kebutuhan yang perlu dilakukan setiap harinya.
Besarnya pergerakan yang ditimbulkan tersebut sangat berkaitan erat dengan jenis/tipe dan intensitas kegiatan yang dilakukan.
2. Sistem Jaringan, merupakan prasarana sarana, fasilitas dan layanan untuk mendukung pergerakan sistem kegiatan. Fasilitas dan layanan tersebut dapat berupa jaringan maupun simpul-simpul. Jaringan yang dimaksud adalah fasilitas dan layanan, misalnya jalan raya, moda transportasi, angkutan. Simpul-simpul seperti terminal bus, pelabuhan laut.
3. Sistem Pergerakan, merupakan arus pergerakan orang dan/atau barang, dapat dianalogikan seperti besaran (volume), maksud perjalanan, asal tujuan perjalanan, waktu perjalanan, pemilihan moda.
2.1.1.2 Konsep Perencanaan Transportasi A. Aksesibilitas
Aksesibilitas adalah sebuah konsep yang menggabungkan sistem pengaturan tata guna lahan suatu wilayah secara geografis dengan sistem jaringan transportasi yang menghubungkannya (Black 1981). sehingga , aksesibilitas dapat diartikan sebagai suatu
ukuran yang menyatakan kenyamanan atau kemudahan mengenai cara lokasi berinteraksi satu sama lain dan “mudah” atau “susah”-nya lokasi tersebut dicapai melalui sistem jaringan transportasi. Penentuan “mudah” atau “susah” dalam pernyataan tersebut memiliki sifat yang sangat subjektif, karena setiap orang tentu memiliki persepsi atau sudut pandang yang berbeda-beda mengenai mudah atau susahnya terhadap aksesibilitas yang mereka rasakan. Suatu tempat dikatakan ”aksesibel” jika sangat dekat dengan tempat lainnya, dan ”tidak aksesibel” jika berjauhan. Konsep ini sangat sederhana di mana hubungan transportasi dinyatakan dalam jarak (Km), Saat ini jarak merupakan suatu variabel yang tidak begitu cocok, karena orang lebih cenderung menggunakan variabel waktu tempuh sebagai ukuran aksesibilitas.
Penekanan dari definisi aksesibilitas adalah berbicara tentang kemudahan dan kenyamanan dalam melakukan suatu pergerakan. Ukuran kemudahan tersebut dapat melibatkan beberapa aspek seperti waktu, biaya, kenyamanan moda transportasi, dan beberapa aspek lainnya yang tentu setiap orang memiliki sudut pandang yang berbeda-beda.
B. Mobilitas
Mobilitas adalah suatu ukuran kemampuan seseorang untuk bergerak yang biasanya dinyatakan dari kemampuannya membayar biaya transportasi (Tamin, 2000). Apabila tata guna lahan saling berdekatan dan hubungan transportasi antar tata guna lahan tersebut mempunyai kondisi baik, maka aksesibilitas tinggi. Sebaliknya, jika aktivitas tersebut saling terpisah jauh dan hubungan transportasinya jelek maka mobilitas rendah.
Mobilitas Dapat juga diartikan sebagai tingkat kelancaran perjalanan, dan dapat diukur melalui banyaknya perjalanan bangkitan dan tarikan dari suatu lokasi ke lokasi lain sebagai akibat tingginya tingkat akses antara lokasi-lokasi tersebut. Itu berarti, antara aksesibilitas dan mobilitas terdapat hubungan searah, yaitu semakin tinggi akses, akan semakin tinggi pula tingkat mobilitas orang, kendaraan ataupun barang yang bergerak dari suatu lokasi ke lokasi lain.
C. Sebaran Pergerakan
Sebaran pergerakan yaitu tentang darimana mana menuju kemana serta besar dan kapan terjadinya suatu pergerakan tersebut. Hal ini digunakan untuk mengatasi suatu permasalahan mengenai kemacetan yang disebabkan oleh pergerakan orang pada tujuan yang sama dengan waktu yang bersamaan. Dalam artian bahwa lokasi dan intensitas tata guna lahan yang menghasilkan arus lalu lintas, pemisahan ruang, dan terjadinya interaksi antara dua buah tata guna lahan yang akan menghasilkan pergerakan manusia dan atau barang.
Gambar 2.1. Sebaran Pergerakan Sumber : Tamin,2000
D. Pemilihan Moda
Pemilihan moda adalah suatu bentuk pemilihan moda angkutan yang bertugas dalam menentukan pembebanan perjalanan atau mengetahui jumlah orang dan barang yang akan Menggunakan atau memilih berbagai moda transportasi yang tersedia untuk melayani suatu titik asal-tujuan dan beberapa maksud dari perjalanan tertentu ( Gita, 2015).
Pemilihan moda yang nantinya akan digunakan juga tidak luput dari berbagai faktor atau variabel pendukung yang membuat terpilihnya suatu moda transportasi. Menurut Tamim (2000) faktor yang dapat mempengaruhi pemilihan moda dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu:
1. Ciri pergerakan, yang meliputi tujuan pergerakan,waktu terjadinya pergerakan, dan jarak perjalanan yang ditempuh.
2. Ciri fasilitas moda transportasi, yang terbagi menjadi faktor kuantitatif ( waktu, biaya dan ketersediaan ruang dan tarif parkir) dan faktor kualitatif ( kenyamanan, keamanan, keandalan dan keteraturan, serta ciri kota atau zona).
E. Pemilihan Rute
Pemilihan rute cukup sulit untuk dilakukan suatu pemodelan, sehingga diambil 3 faktor utama yaitu biaya, waktu, dan jarak sebagai aspek yang dijadikan acuan. Dalam pemilihan rute ini perlu diperhatikan jumlah pelaku perjalanan di setiap rute, kebutuhan pergerakan sangat dipengaruhi oleh jaringan, pilihan transport dan biaya (Sulistyorini & Tamin, 2016).
Seperti pemilihan moda, pemilihan rute juga tergantung pada alternatif terpendek, tercepat, termurah, dan diasumsikan bahwa pemakai jalan mempunyai informasi yang cukup (misalnya tentang kemacetan jalan) sehingga mereka dapat menentukan rute terbaik. (Wells, 1975), (Tamin, 2000).
2.1.1.3 Tarikan dan Bangkitan A. Tarikan
Tarikan pergerakan adalah jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona tarikan pergerakan (Tamin, Perencanaan dan Pemodelan Transportasi, 2000).
Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan arus lalu lintas.
Hasil dari perhitungan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan, orang atau angkutan barang per satuan waktu.
Menurut Tamin (2000), faktor-faktor yang mempengaruhi tarikan pergerakan adalah luas lantai untuk kegiatan industri, komersial, perkantoran, pelayanan lainnya, lapangan kerja, dan aksesibilitas. Sedangkan Hutchinson (1974) menyatakan bahwa tarikan perjalanan kendaraan untuk daerah pengembangan industri akan mempengaruhi perkembangan tata guna lahan daerah sekitar
B. Bangkitan
Bangkitan perjalanan (trip production) adalah suatu perjalanan yang mempunyai tempat asal dari kawasan perumahan yang ada di tata guna tanah tertentu. Sedangkan bangkitan pergerakan (Trip Generation) adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan atau jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona (Tamin, 1997). Bangkitan pergerakan (Trip Generation) adalah jumlah perjalanan yang terjadi dalam satuan waktu pada zona tata guna lahan (Hobbs, 1995).
Bangkitan pergerakan adalah suatu proses analisis yang menetapkan atau menghasilkan hubungan antara aktivitas kota dengan pergerakan (Tamin,1997) perjalanan dibagi menjadi 2 yaitu :
a) Home base trip, pergerakan yang berbasis rumah.
Artinya perjalanan yang dilakukan berasal dari rumah dan kembali ke rumah.
b) Non home base trip, pergerakan berbasis bukan rumah.
Artinya perjalanan yang asal dan tujuannya bukan rumah.
2.1.1.4 Lalu lintas
Menurut Undang Undang No. 22 Tahun 2009, lalu lintas diartikan sebagai gerak kendaraan dan orang di ruang lalu lintas jalan. Ruang lalu lintas itu sendiri adalah prasarana yang berupa jalan dan fasilitas pendukung dan diperuntukkan bagi gerak pindah suatu kendaraan, orang dan atau barang. Di dalam lalu lintas, memiliki tiga sistem komponen yang antara lain adalah manusia, kendaraan dan jalan yang saling berinteraksi dalam pergerakan kendaraan.
A. Volume lalu lintas
Volume lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melewati suatu titik atau garis tertentu pada suatu penampang melintang jalan.Data pencacahan volume lalu lintas adalah informasi yang diperlukan untuk fase perencanaan, desain, manajemen sampai pengoperasian jalan (Sukirman 1994). Menurut Sukirman (1994), volume lalu lintas menunjukan jumlah kendaraan yang melintasi satu titik pengamatan dalam satu satuan waktu (hari, jam, menit).
Sehubungan dengan penentuan jumlah dan lebar jalur, satuan volume lalu lintas yang umum dipergunakan adalah lalu lintas harian rata-rata, volume jam perencanaan dan kapasitas.
Volume Lalu Lintas Harian Rata-Rata (LHR) adalah volume total yang melintasi suatu titik atau ruas pada fasilitas jalan untuk kedua jurusan, selama satu tahun dibagi oleh jumlah hari dalam satu tahun dan Volume Lalu Lintas Harian Rencana (VLHR) adalah taksiran atau perkiraan volume lalu lintas harian untuk masa yang akan datang pada bagian jalan tertentu.
(Kementerian Pekerjaan Umum 1997) B. Tingkat pertumbuhan lalu lintas
Kebijakan dalam penentuan faktor pertumbuhan lalu lintas harus didasarkan pada data-data pertumbuhan historis atau formulasi korelasi dengan faktor pertumbuhan lain yang valid.
Bila data histori pertumbuhan lalu lintas tidak lengkap atau tidak tersedia Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyediakan tabel tingkat pertumbuhan lalu lintas mínimum sebagai berikut.
Kelas Jalan TINGKAT PERTUMBUHAN LALU LINTAS (%)
2011-2020 >2021-2030
Arteri perkotaan 5 4
Kolektor rural 3,5 2,5
Jalan desa 1 1
Sumber : Manual Desai perkerasan, 2012
Untuk menghitung pertumbuhan lalu lintas selama umur rencana, Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M.BM/2013 menyajikan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
R = Faktor Pengali Pertumbuhan Lalu lintas i = Tingkat pertumbuhan lalu lintas tahunan UR = Umur Rencana (tahun)
C. Arus lalu lintas
Arus lalu lintas dapat didefinisikan sebagai jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada jalan per satuan waktu, dan dapat dinyatakan dalam kendaraan/jam (Qkend), smp/jam (Qsmp) atau LHRT ( Lalu lintas Harian Rata rata Tahunan) ( MKJI, 1997).
Perhitungan arus lalu lintas ini dilakukan per satuan jam untuk satu atau lebih periode, misalnya didasarkan pada kondisi arus lalu lintas rencana jam puncak pagi, siang, atau bahkan sore hari.
Arus lalu lintas terbentuk dari pergerakan individu pengendara dan kendaraan yang melakukan interaksi satu sama lain dalam suatu ruas jalan. Lebih lanjut, arus lalu lintas pada suatu ruas jalan karakteristiknya akan bervariasi berdasar lokasi dan waktunya, serta perilaku pengemudi yang berbeda dikarenakan karakteristik lokal dan kebiasaan pengemudi. Jenis kendaraan yang terdapat pada arus lalu lintas jalan perkotaan menurut MKJI, 1997 dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
1. Kendaraan Ringan (LV) : Mobil penumpang, minibus, pick up, jeep 2. Kendaraan Berat (MHV) : Truk dan bus
3. Bus Besar (LB)
4. Truk Besar (LT) : Truk 3 gandar dan truk gandeng 5. Sepeda Motor (MC) : Roda dua maupun roda tiga
Arus lalu lintas (Q) dinyatakan dengan persamaan:
𝑄 = (𝑀𝐶 × 𝑒𝑚𝑝 𝑀𝐶) + (𝐿𝑉 × 𝑒𝑚𝑝 𝐿𝑉) + (𝐻𝑉 × 𝑒𝑚𝑝 𝐻𝑉) Keterangan:
Q = Arus dan komposisi lalu lintas (Smp/jam)
MC = Jumlah kendaraan sepeda motor pada waktu tertentu emp MC = Ekivalensi mobil penumpang sepeda motor
LV = Jumlah kendaraan ringan pada waktu tertentu emp LV = Ekivalensi mobil penumpang kendaraan ringan HV = Jumlah kendaraan berat pada waktu tertentu emp HV = Ekivalensi mobil penumpang kendaraan berat D. Kapasitas jalan
Pada Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia (PKJI) 2014, kapasitas jalan didefinisikan sebagai arus maksimum yang dapat dipertahankan persatuan jam yang melewati suatu segmen jalan dalam kondisi yang ada yaitu melingkupi geometrik, lingkungan, dan lalu lintas. Untuk jalan dua lajur dua arah, kapasitas ditentukan untuk arus dua arah (kombinasi dua arah), tetapi untuk jalan dengan banyak jalur, arus dipisah per arah dan kapasitas ditentukan per lajur.
Kapasitas (C) yaitu arus lalu lintas maksimum dalam satuan ekr/jam yang dipertahankan sepanjang segmen jalan tertentu dalam kondisi tertentu, yang melingkupi geometrik, lingkungan, dan lalu lintas. Kapasitas dasar (C0) yaitu kemampuan suatu segmen jalan menyalurkan kendaraan yang dinyatakan dalam satuan skr/jam untuk kondisi jalan tertentu mencakup geometrik, pola arus lalu lintas, dan faktor lingkungan.
Penetapan Kapasitas (C), untuk tipe jalan 2/2TT, C ditentukan untuk total arus dua arah.
Untuk jalan dengan tipe 4/2T, 6/2T, 8/2T, arus ditentukan secara terpisah per arah dan kapasitas ditentukan per lajur. Kapasitas segmen dapat dihitung menggunakan persamaan berikut,
C = C0 X FCLJX FCPA X FCHSX FCUK Keterangan:
C = kapasitas, skr/jam C0 = kapasitas dasar, skr/jam
FCLJ = Faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas]
FCPA = faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak berbagi
FCHS = Faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu atau berkereb FCUK = Faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
Dalam menyatakan kualitas arus lalu lintas, maka diperlukan pengukuran tingkat pelayanan jalan atau Level of Service (LOS). Tingkat pelayanan dinilai oleh pengemudi atau penumpang berdasarkan tingkat kemudahan, kebebasan memilih kecepatan, dan kenyamanan pengemudi. Ukuran efektivitas Level of Service (LOS) untuk berbagai tingkat pelayanan dibedakan menjadi enam kelas, sebagaimana dijelaskan pada tabel berikut.
Tingkat Pelayanan Nilai V/C Karakteristik Lalu Lintas
kecepatan/Laju Kendaraan
A 0,0-0,19 Kondisi arus bebas >95 km/jam
dengan kecepatan tinggi, volume lalu lintas rendah, pengemudi, bebas memilih kecepatan yang diinginkan tanpa hambatan.
B 0,2-0,44 Arus stabil dan
pengemudi memiliki kebebasan untuk beralih jalur
80-95 km/jam
C 0,45-0,69 Arus stabil dan
pengemudi dibatasi dalam pemilihan kecepatan.
60-80 km/jam
D 0,7-0,84 Arus tidak stabil,
hampir semua
pengemudi dibatasi kecepatannya.
Volume lalu lintas mendekati kapasitas jalan yang masih dapat diterima.
40-60 km/jam
E 0,85-1 Arus tidak stabil,
sering berhenti, volume lalu lintas mendekati atau berada pada kapasitas
30-40 km/jam
jalan
F >1 Arus lalu lintas macet
atau kecepatan sangat rendah dan antrian kendaraan panjang.
<30 km/jam
Sumber: MKJI,1999
2.1.1.5 Manajemen lalu lintas
Manajemen lalu lintas merupakan suatu proses pengaturan sistem jaringan jalan yang sudah ada untuk mengetahui kebutuhan transportasi, baik saat ini maupun dimasa yang akan mendatang, tanpa pembangunan fasilitas transportasi yang baru namun masih dapat melakukan perubahan yang tidak signifikan pada fasilitas transportasi yang pernah ada (Victor,2007).
Menurut Hobbs, F., D. (1995), tujuan pokok dari manajemen lalu lintas ini adalh untuk memaksimumkan pemakaian sistem jalan yang ada dengan meningkatkan keamanan jalan, tanpa merusak kualitas lingkungan. Manajemen lalu lintas dapat menangani perubahan perubahan pada tata letak geometri, pembuatan petunjuk-petunjuk tambahan dan alat alat pengaturan seperti rambu-rambu, tanda-tanda jalan untuk pejalan kaki, penyeberangan dan lampu untuk penerangan jalan. Karena sifatnya yang mengoptimalkan jaringan fasilitas transportasi yang ada, maka tujuan manajemen transportasi dapat dibagi ke dalam 5 golongan, yakni:
a. Mempertahankan atau mempertinggi kualitas jasa pelayanan transportasi yang ada b. Mempertinggi efisiensi sistem transportasi yang ada
c. Menekan biaya dari usaha memperbaiki kualitas dan efisiensi sistem transportasi yang ada
d. Meminimalkan dampak lingkungan dari adanya jasa dan fasilitas transportasi yang ada e. Mempromosikan dampak sosial dan ekonomi yang positif dan mengurangi dampak yang
negatif dari sistem dan fasilitas yang ada.
2.1.1.1.6 Alternatif pemecahan masalah
Menurut Sukarto (2006) penyelesaian masalah transportasi di perkotaan merupakan interaksi antara transpor, tata guna lahan (land use), populasi penduduk dan kegiatan ekonomi di suatu
wilayah perkotaan. Sehingga transportasi sangat berhubungan dengan adanya pembangkitan ekonomi di suatu daerah perkotaan guna memacu perekonomian setempat, penciptaan lapangan kerja, dan untuk menggerakan kembali suatu daerah. Di dalam mengatasi permasalahan transportasi, Sukarto (2006) mengungkapkan bahwa untuk pemilihan moda transportasi pada dasarnya ditentukan dengan mempertimbangkan salah satu persyaratan pokok, yaitu pemindahan barang dan manusia dilakukan dalam jumlah terbesar dan jarak yang terkecil. Dalam hal ini transportasi massal merupakan pilihan yang lebih baik dibandingkan transportasi individual.
Dalam rangka meningkatkan ketersediaan prasarana transportasi, menurut Tamin (2000) banyak terdapat kajian transportasi dan implementasi lain yang materinya mengarah pada usaha untuk melakukan perbaikan, yaitu:
1. Meredam atau memperkecil tingkat pertumbuhan kebutuhan akan transportasi
2. Meningkatkan pertumbuhan prasarana transportasi itu sendiri, terutama penanganan masalh fasilitas prasarana yang tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
3. Memperlancar sistem pergerakan melalui kebijakan rekayasa dan manajemen lalu lintas yang baik.
Pemecahan masalah transportasi tidaklah serumit kompleksitas, hal ini seperti yang disampaikan oleh Wells (1975), karena menurutnya di dalam pemecahan transportasi dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Membangun prasarana transportasi dengan dimensi yang lebih besar sehingga kapasitasnya sesuai dengan atau melebihi kebutuhan.
2. Mengurangi tuntutan akan pergerakan dengan mengurangi jumlah armada yang menggunakan jalur transportasi.
3. Menggabungkan poin pertama dan kedua di atas, yaitu menggunakan prasarana transportasi yang ada secara optimum, membangun prasarana transportasi tambahan, dan sekaligus melakukan pengawasan dan pengendalian sejauh mungkin atas meningkatnya kebutuhan akan pergerakan.
Alternatif lain dalam pemecahan masalah adalah melalui manajemen lalu lintas yang bertujuan memaksimalkan pemakaian sistem jalan yang ada dan meningkatkan keamanan jalan tanpa merusak kualitas lingkungan (Tamin, 2000). Upaya yang berkaitan dengan manajemen lalu lintas yaitu bentuk pengelolaan lalu lintas. Rangkaian tindakan yang umumnya dilakukan dalam
manajemen lalu lintas (pengelolaan lalu lintas) dapat dikelompokkan pada usaha-usaha sebagai berikut (LPP-ITB, 1987: 154 dalam Malvina, 2005:27):
1. Tindakan untuk meningkatkan daya guna ruang jalan (road space), meliputi : a. Pengaturan sistem lalu lintas satu arah.
b. Pemasangan lampu lalu lintas (traffic light).
c. Kanalisasi lalu lintas (pulau lalu lintas, rambu lalu lintas).
d. Pemisahan jalur lambat dengan jalur cepat;
e. Penyediaan fasilitas untuk pejalan kaki (sidewalk, footpath) dan pedagang kaki lima;
f. Pengaturan lalu lintas menerus, regional dengan lalu lintas lokal;
g. Penataan tempat bongkar muat barang;
h. Penataan lokasi pedagang kaki lima; dan
i. Pengecualian berlakunya tanda-tanda lalu lintas tertentu bagi kendaraan umum dan penataan tempat pemberhentian angkutan umum dan pangkalan.
2. Tindakan mengurangi arus lalu lintas pada jam-jam puncak, meliputi:
a. Penataan jadwal waktu kerja atau sekolah.
b. Kebijaksanaan pengenaan biaya parkir yang lebih tinggi pada jam-jam puncak.
c. Pembatasan parkir dan bongkar muat pada jam-jam puncak.
3. Pengelolaan sistem parkir yang meliputi peraturan perparkiran ( tempat parkir khusus, taman parkir, dan sebagainya).
4. Peningkatan pelayanan umum, yang meliputi:
a. Penataan lokasi perhentian (shelter).
b. Penataan terminal.
c. Peningkatan keamanan.
d. Pengaturan route ( lintasan).
e. Integrasi antar pelayanan berbagai angkutan umum.
f. Kebijakan tarif angkutan umum.
2.1.2 Teori Perjalanan Perkantoran
Perjalanan terbentuk karena suatu aktivitas yang dilakukan bukan di tempat tinggalnya. Artinya, keterkaitan antara wilayah ruang satu dengan lainnya sangatlah berperan dalam menciptakan
suatu perjalanan dan pola sebaran tata guna lahan akan sangat mempengaruhi pola perjalanan seseorang (Tamin, 1997). Pada umumnya pergerakan diartikan sebagai pergerakan pulang pergi untuk tujuan tertentu, istilah bekerja umumnya mengandung arti yang sangat luas. Pergerakan bekerja adalah suatu pergerakan pulang pergi yang dilakukan dari zona asal (rumah) menuju suatu guna lahan tertentu (zona tujuan) dengan maksud untuk bekerja. Bekerja yang dimaksud adalah memperoleh imbalan yang dinilai dengan mata uang (mendapatkan upah). Pergerakan bekerja merupakan jenis pekerjaan yang timbul karena adanya aktivitas bekerja di lingkungan masyarakat. Adanya perbedaan lokasi antara tempat tinggal dengan tempat tujuan bekerja menimbulkan pola dan jumlah pergerakan yang berbeda-beda untuk setiap zonanya tergantung pada karakteristik wilayah tersebut. Jumlah pergerakan bekerja di masyarakat sangat besar, setidaknya setiap keluarga akan mencari nafkah untuk keluarganya termasuk usaha untuk mencari nafkah dan hal tersebut membuat seseorang memiliki aktivitas kerja. Keadaan tersebut membuat pergerakan untuk tujuan bekerja menjadi lebih komplek karena dengan aktivitas tersebut setiap orang sangat bervariatif dalam mempengaruhi lalu lintas jalan raya. Apabila diasumsikan bahwa setiap kepala keluarga bekerja maka besarnya bangkitan pergerakan bekerja mendekati jumlah keluarga dalam satu kota secara keseluruhan (Sopandi,2009). Dalam hal ini berarti perjalanan ke kantor bisa menimbulkan suatu bangkitan yang tinggi, mengingat bahwa pergerakan masyarakat untuk menuju atau meninggalkan kantor bergerak pada waktu yang bersamaan atau sering disebut dengan peak hour.
Aktivitas Klasifikasi Perjalanan Keterangan 1. Ekonomi
A. Mencari nafkah
B. Mendapatkan barang dan pelayanan
1. Ke dan dari tempat kerja
2. Yang berkaitan dengan bekerja
3. Ke dan dari keluar untuk keperluan pribadi
4. Yang berkaitan dengan belanja atau
Jumlah orang yang bekerja tidak tinggi, sekitar 40-50%
penduduk. Perjalanan yang berkaitan dengan bekerja termasuk:
a. Pulang kerumah b. Mengangkat barang c. Ke dan dari rapat Perjalanan hiburan dan
bisnis rekreasi diklasifikasikan secara terpisah, tetapi pelayanan medis, hukum dan kesejahteraan termasuk disini.
Sumber : LPM-ITB (1996, 1997ac)
2.1.2.1 Karakteristik perjalanan ke kantor
Karakteristik perjalanan ke kantor merupakan kelompok faktor yang berhubungan dengan perilaku pengguna dalam menggunakan moda. Besarnya pergerakan bekerja yang di tarik ataupun dibangkitkan oleh suatu zona sangat terkait dengan kondisi wilayah atau karakteristik wilayah tersebut. Hal ini sesuai dengan penjelasan Djafar (2007) bahwa karakteristik wilayah serta sistem kegiatan yang terdiri dari manusia dan kegiatannya dengan berbagai jenis dan distribusi dalam ruang akan membangkitkan permintaan perjalanan. Karakteristik wilayah serta sistem kegiatan yang berlangsung di suatu zona tentunya akan berbeda dengan zona lainnya sehingga pergerakan yang di bangkitkan atau ditarikpun akan berbeda-beda sesuai dengan intensitas kegiatan yang berlangsung di zona tersebut.
Adapun jenis pergerakan bekerja menurut Asmar (2008) dapat dibedakan menjadi 2 jenis yaitu : pergerakan bekerja tujuan tunggal dan tujuan ganda
A. Pergerakan bekerja dengan tujuan tunggal (Single purpose trips ) Pada jenis pergerakan ini, pelaku hanya berhenti langsung ke satu lokasi bekerja dan dalam satu kali perjalanan yang dimulai dan berakhir pada lokasi yang sama, biasanya dirumah. Jenis pergerakan ini adalah paling sering dilakukan oleh pelaku yang bekerja dan biasanya bertujuan untuk mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
B. Pergerakan bekerja dengan tujuan ganda (multi-purpose trips) Pada jenis pergerakan ini pelaku pergerakan bekerja akan mengunjungi beberapa tempat lokasi yang lain, kebutuhan ini bersifat semu sehingga kebutuhan ini akan dilakukan pada saat perjalanan sebelum dan sesudah aktivitas bekerja
Menurut Tamin (2000), terdapat beberapa faktor perjalanan yang mempengaruhi dalam pemilihan suatu moda transportasi. Faktor tersebut terdiri dari sebagai berikut:
1. Tujuan pergerakan, yang dimaksud adalah pergerakan menuju tempat kerja yang memerlukan ketepatan waktu dan tingkat pelayanan yang baik serta ongkos yang lebih murah.
2. Waktu terjadinya pergerakan, perjalanan pada waktu lewat dari jam operasi lebih sulit diakomodasi dengan angkutan umum.
3. Jarak perjalanan, semakin jauh perjalanan maka orang akan cenderung memilih angkutan umum dibandingkan angkutan pribadi.
2.1.2.2 Traffic Analysis Zone (TAZ)
Komposisi suatu wilayah adalah kompleks (meliputi unsur ekonomi, sosial dan preferensi transportasi), maka TAZ diperlukan untuk mempermudah pengamatan dan pemodelan. Zona mewakili asal dan tujuan dari kegiatan perjalanan di dalam wilayah tersebut. Setiap permukiman, fasilitas umum, perdagangan & jasa, dan aktivitas lainnya digabungkan ke dalam sebuah zona dan kemudian disederhanakan menjadi satu simpul tunggal yang disebut centroid. Traffic Analysis Zone menjadi unit analisis utama dalam model perkiraan permintaan perjalanan. Traffic Analysis Zone dapat diperbaiki untuk meningkatkan keakuratan suatu model, seperti untuk mencerminkan pengembangan dampak regional yang baru atau yang direvisi, melakukan analisis sub-area, mencerminkan jalan baru atau batas-batas politik, untuk tujuan memvalidasi model, dan/atau untuk membantu dalam menggambarkan data sosial ekonomi berdasarkan batas sensus dan geografi lainnya. Dalam menentukan TAZ, memerlukan adanya pertimbangan terkait jaringan jalan raya dan geografi fisik. Namun, terdapat pertimbangan lain yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan akurasi dalam penentuan TAZ. Beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan TAZ antara lain:
a. Kesesuaian Jaringan jalan raya
- Fasilitas transportasi yang telah ada dan yang direncanakan ada.
- Pembebanan penghubung antar centroid.
b. Kesesuaian batas - Geografi fisik - Geografi sensus - Geografi politik
- Perencanaan batas wilayah atau sektor
- Geografi zona tidak teratur
c. Data sosio-ekonomi ( sekarang dan masa yang akan datang) - Penggunaan lahan homogen (jika memungkinkan) - Penggerak khusus (spesial generator)
- Pergerakan tiap zona
- Perkembangan dampak regional d. akses
- Akses transit
- Kargo atau fasilitas antar moda
e. Pertimbangan lain dimana salah satu pertimbangan lain yaitu MAT (Matriks Asal Tujuan). MAT sendiri merupakan cara pemetaan untuk menentukan matriks untuk mengetahui asal dan tujuan dalam sebuah perjalanan.
Dalam menentukan TAZ di dalam wilayah studi penelitian, didasarkan pada pola penggunaan lahan dan batas yang dapat ditentukan. Batas-batas zona dapat menggunakan batas administratif, batas alam. Batas jaringan atau batas jenis tata guna lahan. Selain itu, untuk memudahkan dalam hal deliniasi zona, juga mempertimbangkan homogenitas penggunaan lahan diharapkan di setiap zona mempunyai bangkitan dan tarikan sehingga pergerakan dalam suatu zona tidak bernilai nol. Selain itu, sebagai peneliti jug dapat mempertimbangkan TAZ yang hampir sama, dan rasio jenis penggunaan lahan, serta jumlah penduduk.
2.2 Teori Four Step Model
Perencanaan transportasi adalah suatu perencanaan kebutuhan prasarana transportasi seperti jalan, terminal, pelabuhan, serta sarana untuk mendukung sistem transportasi yang aman dan efisien serta berwawasan lingkungan. Ada suatu konsep perencanaan transportasi yang telah berkembag hingga saat ini dan yang paling populer yaitu Four Step Model yang diantaranya adalah Tarikan Pergerakan (Trip Generation), Sebaran Pergerakan (Trip Distribution), Pemilihan Moda (Moda Split), dan Pemilihan Rute (Trip Assignment).
2.2.1 Tarikan Pergerakan (Trip Generation)
Bangkitan pergerakan adalah tahapan pemodelan yang memperkirakan jumlah pergerakan yang berasal dari suatu zona atau tata guna lahan dan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu tata guna lahan atau zona. Pergerakan lalu lintas merupakan fungsi tata guna lahan yang menghasilkan pergerakan lalu lintas (Tamin, 2000).
Pada pemodelan bangkitan dan tarikan pergerakan akan ada wilayah yang dibagi menjadi beberapa zona, yaitu zona internal dan zona eksternal. Zona internal adalah zona yang berpengaruh besar pada pergerakan arus lalu lintas di dalam wilayah penelitian, sedangkan zona eksternal adalah zona di luar wilayah penelitian yang tidak terlalu besar pengaruhnya terhadap pergerakan lalu lintas di dalam wilayah penelitian tersebut. Hasil keluaran dari perhitungan bangkitan dan tarikan lalu lintas berupa jumlah kendaraan, orang, atau angkutan, barang per satuan waktu, misalnya kendaraan/jam (Tamin, 2000).
Berdasarkan gambar di atas, terdapat dua pembangkit pergerakan, yaitu trip production dan trip attraction. Trip production yaitu jumlah perjalanan yang dihasilkan oleh suatu zona, trip production digunakan untuk menyatakan suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai asal dan/atau tujuan adalah rumah atau pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan berbasis bukan rumah. Sedangkan trip attraction yaitu jumlah perjalanan yang ditrik oleh suatu zona, trip attraction digunakan untuk menyatakan suatu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal dan/atau tujuan bukan rumah atau pergerakan yang tertarik oleh pergerakan berbasis bukan rumah.
Dalam analisis tahap ini akan digunakan analisis regresi linier berganda. Metode analisis linear berganda yang paling sering digunakan baik dengan zona (agregat) dan data individu (disagregat). Analisis ini menyatakan hubungan antara satu variabel dengan lebih dari satu variabel bebas. Pada analisis regresi linear berganda diasumsikan perjalanan merupakan fungsi dari kependudukan dan karakter sosial ekonomi setiap zona. Model ini dapat menjelaskan variasi pelaku pergerakan antar zona. Terdapat beberapa asumsi statistik yang harus dipertimbangkan dalam menggunakan metode analisis regresi linear berganda sebagai berikut.
1. Variabel terikat (Y) merupakan fungsi linear dari variabel bebas (X).
2. Variabel, terutama variabel bebas adalah tetap atau telah diukur tanpa alat.
3. Tidak ada korelasi antara variabel bebas.
4. Variansi dari variabel terikat terhadap garis regresi adalah sama untuk nilai semua variabel terikat.
5. Nilai variabel terikat harus tersebar atau minimal mendekati normal.
Bentuk umum dari persamaan ini adalah sebagai berikut.
Y = a + b1X1 + b2X2 + … + bnXn Dimana:
Y = Variabel terikat (jumlah produksi perjalanan) a = Konstanta (angka yang akan dicari)
b = Koefisien regresi (angka yang akan dicari) X = Variabel bebas (faktor-faktor berpengaruh)
Variabel yang memberikan pengaruh terhadap fungsi bangkitan (trip production) adalah sebagai berikut:
● Jumlah perjalanan dari rumah ke kantor
● Jarak ke kantor
● Jumlah anggota keluarga yang sedang bekerja
● Usia anggota keluarga yang sedang bekerja
● Pendapatan rumah tangga per-bulan
● Ukuran keluarga
Variabel yang memberikan pengaruh terhadap fungsi tarikan (trip attraction) adalah sebagai berikut:
● Jumlah karyawan masuk bekerja
● Luas kantor
● Jumlah karyawan
2.2.2 Sebaran Pergerakan (Trip Distribution)
Sebaran pergerakan adalah bagian dari proses perencanaan transportasi yang berhubungan dengan pergerakan antar zona dan menghubungkan interaksi antara tata guna lahan, jaringan transportasi, dan arus lalu lintas (Tamin, 2000). Pada tahap ini menghasilkan jumlah arus lalu lintas yang bergerak dari suatu zona ke zona lainnya.
Faktor yang menentukan Trip Distribution adalah jumlah perjalanan itu sendiri yang berupa orang, kendaraan, maupun barang yang terjadi di antar zona. Pada tahap pemodelan distribusi perjalanan ini, tujuan utamanya adalah membentuk Matriks Asal Tujuan untuk nilai bangkitan/tarikan yang telah diperoleh dari Trip Generation. Terdapat dua teknik analisis dalam menghitung Trip Distribution yaitu, Metode Konvensional dan Metode Non Konvensional seperti gambar berikut.
Hasil dari tahap ini adalah Matriks Asal Tujuan (MAT). Matriks Asal Tujuan adalah matriks bermata dua yang berisi informasi mengenai besarnya pergerakan antar lokasi (zona) di dalam daerah tertentu. Baris menyatakan zona asal dan kolom menyatakan zona tujuan, sehingga sel matriksnya menyatakan besarnya arus dari zona asal ke zona tujuan. Jumlah zona dan nilai setiap sel matriks adalah dua unsur penting dalam MAT karena jumlah zona menunjukkan banyaknya sel MAT yang harus didapatkan dari berisi informasi yang sangat dibutuhkan untuk perencanaan transportasi. Setiap sel membutuhkan informasi jarak, waktu, biaya, atau kombinasi ketiga informasi tersebut yang digunakan sebagai ukuran aksesibilitas (kemudahan). Berikut merupakan bentuk umum dari Matriks Asal Tujuan (MAT).
Zona 1 2 3 N Oi
1 T11 T12 T13 T1N O1
2 T21 T22 T23 T2N O2
3 T31 T32 T33 T2N O3
- - - -
- - - -
N TN1 TN2 TN3 TNN ON
Dd D1 D2 D3 DN T
Dimana:
Tid = Pergerakan dari zona asal i ke zona tujuan d Oi = Jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i Dd = Jumlah pergerakan yang menuju ke zona tujuan d Tid atau T = Total matriks
Variabel yang diperlukan dalam trip distribution adalah jumlah perjalanan antar zona serta meliputi variabel yang ada di moda split dan trip assignment. Jumlah perjalanan antar zona tidak memperhatikan intern zona, sehingga nilai dari intern zona dianggap nol.
2.2.3 Pemilihan Moda (Moda Split)
Pemilihan moda merupakan peranan penting dalam perencanaan transportasi. Jika interaksi terjadi antara dua tata guna lahan di suatu kota, seseorang akan memutuskan bagaimana interaksi tersebut harus dilakukan, salah satunya dengan pemilihan moda menggunakan kendaraan ataupun jalan kaki. Jika menggunakan kendaraan, pilihannya adalah kendaraan pribadi (sepeda, sepeda motor, mobil) atau angkutan umum (bus, becak, angkutan kota, bajaj, taksi) (Tamin, 2000).
Manfaat dari adanya moda split adalah dasar penentuan kebijakan pengembangan dan improvisasi dari transportasi umum. Selain itu analisis moda split juga menjadi dasar untuk mengetahui seberapa besar dampak dari dimunculkannya kebijakan atas penggunaan moda, dampak penetapan biaya atas jalan-jalan utama di pusat kota, dan dampak penetapan biaya parkir. Pada dasarnya moda perjalanan terbagi menjadi beberapa hal, yaitu moda perjalanan dan
moda publik (transit) serta moda motorized dan non-motorized. Contoh dari moda perjalanan dan moda publik (transit) adalah sepeda motor, mobil, angkutan kota, atau kombinasi keduanya.
Contoh dari moda motorized dan non-motorized adalah kendaraan bermotor, jalan kaki, bersepeda, atau kombinasi keduanya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda adalah sebagai berikut:
1. Ciri pengguna jalan
- Ketersediaan atau kepemilikan kendaraan pribadi - Kepemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM) - Struktur rumah tangga
- Tinggi rendahnya pendapatan - Faktor lainnya
2. Ciri pergerakan - Tujuan pergerakan
- Waktu terjadinya pergerakan - Jarak perjalanan
3. Ciri fasilitas moda transportasi (performansi moda) - Waktu perjalanan
- Biaya transportasi
- Ketersediaan ruang dan tarif parkir - Kenyamanan dan keamanan - Keandalan
4. Ciri kota atau zona
- Jarak dari pusat kota atau pusat fasilitas yang akan dituju - Urban form (bentuk.struktur kota)
- Ciri penggunaan lahan - Urban/site design
Variabel yang digunakan pada moda split adalah level agregat rumah tangga dan biaya perjalanan jenis kendaraan/hari.
2.2.4 Pemilihan Rute (Trip Assignment)
Pemilihan rute merupakan perilaku pelaku pergerakan dalam memilih rute yang menurut pelaku merupakan rute terbaik. Pemilihan rute bertujuan untuk dapat mengidentifikasi rute-rute yang dipilih oleh pengendara dalam suatu jaringan jalan. Pemilihan rute dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa faktor pertimbangan yang didasarkan atas pengamatan bahwa tidak semua pengendara dari suatu lokasi menuju lokas lainnya akan memilih suatu rute yang persis sama (Tamin, 1994). Adapun beberapa dasar dalam pemilihan rute terbaik, yaitu:
● Meminimumkan perjalanan (rute tercepat jika mementingkan waktu, jarak dan biaya)
● Persepsi pribadi tentang rute terbaik atau juga disebabkan oleh keinginan menghindari kemacetan
Dalam trip assignment melibatkan kalkulasi jarak terdekat antara masing-masing lokasi ke semua tujuan, termasuk pertimbangan minimum waktu dan jarak yang digunakan. Perjalanan untuk setiap pasang lokasi asal-tujuan menghubungkan jaringan jalan (links) dan dikomparasi terkait kepadatan pada jaringan jalan (links) dan dikomparasi terkait kepadatan pada jaringan jalan tersebut. Dalam pemilihan rute terdapat parameter yaitu biaya perjalanan, jarak, waktu tempuh, kecepatan, dan kapasitas jalan (seseorang akan memilih rute terbaik dengan kondisi jalan yang tidak macet).
Pada Kecamatan Rungkut keadaan relatif lancar, namun pada jam atau waktu tertentu biasanya terjadi kemacetan yang ditimbulkan akibat adanya penambahan volume kendaraan yang terjadi di jalan-jalan, meskipun demikian kemacetan yang ditimbulkan tidak terlalu signifikan. Sehingga metode yang digunakan adalah All or Nothing. All or Nothing merupakan metode yang paling sederhana dengan mengasumsikan bahwa proporsi pelaku perjalanan dalam memilih rute yang diinginkan tergantung pada asumsi pribadi, fisik rute jalan yang dilalui, serta tidak tergantung dengan tingkat kemacetan. Pada metode ini menganggap bahwa semua perjalanan dari zona asal ke zona tujuan akan menggunakan rute yang tercepat.
Variabel yang digunakan dalam trip assignment adalah sebagai berikut:
● Rute yang diambil
● Waktu tempuh
● Jarak tempuh
2.3 ASUMSI PEMODELAN 2.3.1 Level of Service (LoS)
Dalam analisis LoS ini akan diketahui tingkat pelayanan suatu jalan. Asumsi dalam perhitungan LoS yang digunakan dalam penelitian adalah bahwa data diambil pada saat Peak Hour, yaitu waktu berangkat dan pulang bekerja.
2.3.1.1 Volume Lalu Lintas
Volume lalu lintas merupakan jumlah kendaraan bermotor yang melewati suatu titik pada ruas jalan per satuan waktu. Volume yang digunakan adalah arus yang mencapai volume pada jam puncak, yaitu ketika waktu jumlah kendaraan melewati titik pada ruas jalan selama satu jam saat arus lalu lintas mengalami penjumlahan kendaraan bermotor dalam satu hari. Dalam analisis perhitungan arus lalu lintas dengan mengacu pada Pedoman Kapasitas Jalan Indonesia 2014 menggunakan ekr atau ekuivalensi kendaraan ringan seperti pada Tabel berikut ini.
Sumber : PKJI, 2014
Dalam analisis arus lalu lintas, tipe kendaraan yang diamati di lapangan adalah sebagai berikut.
1. Kendaraan Ringan (KR) seperti mobil penumpang, kendaraan pribadi, dan kendaraan bermotor ber as 2 dengan jarak antar as 2-3 meter.
2. Kendaraan Berat (KB) seperti bus, truk 2 as, truk 3 as, dan kendaraan bermotor lebih dari 4 roda.
3. Sepeda Motor (SM) seperti kendaraan bermotor dengan 2 roda.
Analisis volume lalu lintas dilakukan dalam satuan skr/jam (Qskr) dengan melakukan konversi volume lalu lintas hasil survei lapangan dalam satuan kend/jam (Qkend) menggunakan faktor ekr tiap jenis kendaraan bermotor seperti persamaan 3.1 sebagai berikut.
Q = [(ekrKR × KR) + (ekrKB × KB) + (ekr𝑆𝑀 × SM)]
Keterangan:
● Q = Jumlah arus atau volume kendaraan (skr/jam)
● ekr = Ekuivalensi kendaraan ringan
● KR = Kendaraan ringan
● KB = Kendaraan berat
● SM = Sepeda Motor
2.3.1.2 Kapasitas Jalan
Analisis kapasitas jalan ini akan digunakan sebagai untuk mengetahui analisis volume jalan eksisting dibandingkan dengan kapasitas jalan idealnya. Sehingga hal tersebut akan diketahui apakah jalan yang dilalui tersebut layak atau tidak untuk digunakan oleh pengendara. Rumus perhitungan untuk mengetahui kapasitas jalan yaitu:
C = Co x FClj x FCpa x FCsf x FCcs Keterangan:
● C adalah kapasitas atau arus lalu lintas maksimum (skr/jam)
● Co adalah kapasitas dasar (skr/jam)
● FCw adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait lebar lajur atau jalur lalu lintas
● FCsp adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah, hanya pada jalan tak terbagi
● FCsf adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait KHS pada jalan berbahu atau berkereb
● FCcs adalah faktor penyesuaian kapasitas terkait ukuran kota
Kapasitas dasar (Co) ditentukan berdasarkan tipe jalan sesuai dengan nilai yang tertera pada tabel berikut ini.
Tabel …. Kapasitas Dasar (Co)
Sumber: PKJI, 2014
Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah lalu lintas (FCpa) ini dapat dilihat pada tabel diatas Penentuan faktor koreksi untuk pembagian arah didasarkan pada kondisi arus lalulintas dari kedua arah atau untuk jalan tanpa pembatas median. Untuk jalan satu arah dan/atau jalan dengan pembatas median, faktor koreksi kapasitas akibat pembagian arah adalah 1,0.
Tabel … Faktor penyesuaian kapasitas terkait pemisahan arah lalu lintas (FCpa)
Sumber: PKJI, 2014
Faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas (FClj) ditentukan berdasarkan lebar jalan efektif yang dapat dilihat pada tabel Faktor koreksi kapasitas untuk jalan yang mempunyai lebih dari 4 lajur dapat diperkirakan dengan menggunakan faktor koreksi kapasitas untuk kelompok jalan 4 lajur.
Tabel … Faktor penyesuaian kapasitas akibat perbedaan lebar lajur atau jalur lalu lintas (FClj)
Sumber: PKJI, 2014
Faktor kriteria kelas hambatan samping (FCSF) Faktor koreksi untuk ruas jalan yang mempunyai bahu jalan didasarkan pada lebar bahu jalan efektif (WS) dan tingkat gangguan samping yang penentuan klasifikasinya dapat dilihat pada tabel diatas Faktor koreksi kapasitas akibat gangguan samping (FCSF) untuk jalan yang mempunyai bahu jalan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel … Kriteria kelas hambatan samping
Sumber: PKJI, 2014
Tabel … Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS untuk jalan berbahu (FChs)
Sumber: PKJI, 2014
Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada ruas jalan yang mempunyai kereb dengan jarak dari kereb ke hambatan samping terdekat sejauh Lkp Fchs dapat dilihat pada tabel diatas yang didasarkan pada jarak antara kereb dan gangguan pada sisi jalan dan tingkat gangguan samping.
Tabel … Faktor penyesuaian kapasitas akibat KHS pada jalan berkereb dengan jarak dari kereb ke hambatan samping terdekat sejauh Lkp Fchs
Sumber: PKJI, 2014
Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCuk) Faktor koreksi FCuk dapat dilihat pada tabel diatas dan faktor koreksi tersebut merupakan fungsi dari jumlah penduduk kota.
Tabel … Faktor koreksi kapasitas akibat ukuran kota (FCuk)
Sumber: PKJI, 2014
2.3.1.3 Kecepatan Lalu Lintas
Dalam menentukan kecepatan arus lalu lintas yang harus dilakukan adalah menentukan kecepatan yang paling mewakili dari keseluruhan. Dalam PKJI menggunakan kecepatan tempuh sebagai ukuran utama kinerja lalu lintas, karena hal tersebut yang memudahkan dalam pengukuran dan merupakan masukan yang penting bagi pemakai jalan dalam analisa ekonomi.
Rumus perhitungan yang digunakan untuk menghitung kecepatan arus lalu lintas adalah : V = L/TT
Keterangan :
V = Kecepatan tempuh rata/rata (km/jam) L = Panjang segmen/jalan (km)
TT = Waktu tempuh rata-rata kendaraan sepanjang segmen/jalan (jam) 2.3.1.4 Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan adalah perbandingan dari nilai volume lalu lintas dengan kapasitasnya. Hal ini merupakan gambaran dari apakah ruas jalan mempunyai masalah atau tidak, berdasarkan asumsi jika ruas jalan semakin dekat dengan kapasitasnya maka kemudahan bergerak akan semakin terbatas. Berdasarkan definisi derajat kejenuhan, DJ dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut.
DJ = Q / C Keterangan:
DJ = Derajat Kejenuhan
Q = Arus dan komposisi lalu lintas (smp/jam) C = kapasitas (smp/jam)
2.3.1.5 Tingkat Pelayanan Jalan
Tingkat pelayanan merupakan suatu ukuran yang digunakan untuk mengetahui kualitas suatu ruas jalan tertentu dalam melayani arus lalu lintas yang melewatinya. Hubungan antara kecepatan dan volume jalan perlu diketahui karena kecepatan dan volume merupakan aspek penting dalam menentukan tingkat pelayanan jalan. Tingkat pelayanan jalan ditentukan dalam suatu skala interval yang terdiri dari 6 tingkat. Tingkat pelayanan jalan ini disebut A, B, C, D, E, dan F, dimana A merupakan tingkat pelayanan tertinggi dan F merupakan tingkat pelayanan terendah. Apabila volume meningkat maka tingkat pelayanan menurun, suatu akibat dari arus lalu lintas yang lebih buruk dalam kaitannya dengan karakteristik pelayanan. Berikut adalah tabel tingkat pelayanan jalan yang disajikan dalam bentuk tabel.
Tabel … Tingkat Pelayanan Jalan Tingkat
Pelayanan Karakteristik Nilai DJ
A Kondisi pelayanan sangat baik 0,00-0,20
B Kondisi pelayanan baik 0,21-0,44
C Kondisi pelayanan cukup baik 0,45-0,74 D Kondisi pelayanan kurang baik 0,75-0,84
E Kondisi pelayanan buruk 0,85-1,00
F Kondisi pelayanan sangat buruk ≥1,00 Sumber: PKJI, 2014
2.3.2 Tarikan Pergerakan(Trip Generation)
Trip Generation ini diperlukan untuk mengetahui tingkat penghasil perjalanan dan zona yang dituju pada suatu guna lahan, hal tersebut berguna untuk mengetahui kepadatan lalu lintas didalam guna lahan dan pada rute yang dilalui. Pada terdapat 2 jenis trip generation, yaitu Trip Production dan Trip Attraction.
Pada penelitian ini menggunakan analisis regresi linier berganda berbasis zona dan data rumah tangga, yaitu dengan melihat faktor apa saja yang mempengaruhi perjalanan bekerja yang data tersebut didapatkan pada home based interview dengan variabel-variabel yang telah ditentukan.
Metode analisis regresi linier berganda digunakan untuk menghasilkan hubungan dalam bentuk numerik dan untuk melihat bagaimana variabel-variabel tersebut saling terkait.
Analisis regresi linier berganda adalah cara yang dimungkinkan untuk melakukan beberapa proses iterasi dengan langkah-langkah sebagai berikut:
● Pada langkah awal adalah memilih variabel bebas yang mempunyai korelasi yang besar dengan variabel terikatnya.
● Pada langkah berikutnya menyeleksi variabel bebas yang saling berkorelasi, jika ada antara variabel bebas memiliki korelasi besar maka untuk ini dipilih salah satu, dengan kata lain korelasi harus kecil antara sesama variabel bebas
● Pada tahap akhir memasukkan variabel bebas dan variabel terikat ke dalam persamaan model regresi linear berganda:
Y = a + b1 X1 + b2 X2 ... + bn Xn Keterangan:
Y = variabel terikat (jumlah produksi perjalanan)
a = konstanta (angka yang akan dicari)
b1, b2 = koefisien regresi (angka yang akan dicari) X1, X2 = variabel bebas (faktor yang mempengaruhi) Berikut adalah pemodelan dari Trip Generation yang dilakukan.
Gambar … Asumsi Pemodelan Trip Generation
2.3.3 Sebaran Pergerakan(Trip Distribution)
Trip Distribution Model adalah suatu tahapan pemodelan yang memperkirakan distribusi jumlah pergerakan yang dari beberapa zona menuju ke suatu zona tujuan. Pola distribusi ini hasilnya adalah dalam bentuk matriks pergerakan atau yang bisa disebut dengan Matriks Origin Destination (MAT). Terdapat faktor yang mempengaruhi trip distribution ini yaitu jumlah perjalanan itu sendiri berupa orang, kendaraan, maupun barang yang terjadi pada antar zona tersebut. Tujuan utama pada tahap pemodelan distribusi perjalanan ini adalah membentuk Matriks Asal Tujuan untuk Nilai Bangkitan/Tarikan yang diperoleh dariTrip Generation.
Pada Penelitian ini menggunakan metode konvensional tidak langsung yaitu metode sintesis model gravity. Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan perjalanan berkaitan dengan beberapa parameter zonal asal. Metode ini berasumsi bahwa ciri bangkitan dan tarikan pergerakan berkaitan dengan beberapa parameter zona asal, misalnya populasi dan nilai sel MAT yang berkaitan dengan aksesibilitas sebagai fungsi jarak, waktu, ataupun biaya. Berikut adalah rumus perhitungan jumlah gerakan pada metode ini.
Tid = Oi .Dd .Ai .Bd .f(Cid) Keterangan:
Tid : Jumlah pergerakan dari zona asal i menuju zona tujuan d Oi : Jumlah pergerakan yang berasal dari zona asal i
Dd : Jumlah pergerakan menuju zona tujuan d Ai : Faktor penyeimbang
Bd : Faktor penyeimbang F(Cid) : Fungsi hambatan
Berikut adalah pemodelan dari Trip Generation yang dilakukan.
Gambar … Pemodelan Trip Distribution
2.3.3 Pemilihan Moda(Mode Split)
Proses mode split ini dilakukan dengan maksud untuk mengkalibrasi model pemilihan moda dengan mengetahui peubah bebas yang mempengaruhi pemilihan moda tersebut. Sehingga hal tersebut dapat meramalkan pemilihan moda dengan menggunakan nilai peubah bebas untuk masa yang akan datang
Pada penelitian ini menggunakan metode Disaggregate Model dengan konsep utilitas sebagai dasar pemilihan moda. Model ini lebih muda untuk mendapatkan pilihan moda pergerakan melalui wawancara rumah tangga ataupun individu. Pada model ini konsep utilitas menjadi dasar pemilihan moda yang digunakan. Dalam utilitas terdapat biaya, jarak, dan performansi dari moda yang dibandingkan. Konsep tersebut merepresentasikan tingkat ketertarikan setiap individu tentang semua alternatif moda yang tersedia. Dengan asumsi setiap individu akan memilih utilitas maksimum, maka fungsi utilitas moda dapat ditentukan. Melalui fungsi utilitas ini diperoleh peluang pemilihan moda tertentu.
Pendekatan disagregat yang mendasarkan pada perilaku, memiliki beberapa kelebihan dibandingkan dengan pendekatan agregat, yaitu:
● Mampu mengungkapkan bentuk perajanan moda angkutan yang diinginkan oleh setiap individu pelaku perjalanan,
● Tanggap terhadap perubahan permintaan yang terjadi, sehingga lebih sensitif terhadap kebijakan dan perubahan permintaan, kemajuan teknologi, dan nilai-nilai.
Analisis pada metode ini adalah menggunakan regresi linier berganda pada SPSS dengan variabel yang digunakan adalah variabel X (waktu tempuh perjalananan) dan variabel Y (jenis moda).
2.3.4 Pemilihan Rute(Trip Assignment)
Pemilihan rute atau Trip Assignment adalah pemilihan rute terbaik berdasarkan asumsi para pengguna jalan. Dalam proses pemilihan rute antara dua zona yang telah didapatkan pada tahap sebaran pergerakan untuk moda tertentu dibebankan ke rute tertentu yang terdiri dari ruas jaringan jalan tertentu. Kesimpulannya adalah pemodelan pemilihan rute ini dapat diidentifikasi rute yang akan digunakan para pengguna jalan sehingga didapatkan jumlah pergerakan pada setiap ruas jalan.
Untuk pemilihan rute ini dapat dianalisis menggunakan metodeall-or-nothing.Pada pembebanan all-or-nothing, diasumsikan pengguna jalan secara rasional memilih rute terpendek yang meminimalkan hambatan transportasi. Semua lalu lintas antara zona asal dan zona tujuan
menggunakan rute yang sama dengan asumsi pengguna jalan mengetahui rute tercepat. Dengan kata lain, pengguna jalan mengetahui jalur terpendek, mengurangi waktu tempuh dan semua melalui jalan ini, tidak ada pengguna jalan yang menggunakan rute lain.
2.4 KEBIJAKAN TATA RUANG TRANSPORTASI
Kebijakan merupakan aspek terpenting dalam aspek transportasi. Arti kata kebijakan merupakan kepandaian, tata ruang merupakan pengatur ruang dan transportasi merupakan kendaraan, maka mengartikan kepandaian dalam pengaturan ruang terhadap sistem transportasi. Kebijakan dalam transportasi menurut hukum transportasi menjadi sistem pengaturan terkait dengan bagaimana suatu sistem transportasi mampu berfungsi dengan dinamis, tertib, nyaman, aman, tarif yang terjangkau, terjaminnya keselamatan, tepat waktu dan berkeadilan. Dikutip dari UU no 22 Tahun 2009 (1) Negara bertanggung jawab atas Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dan pembinaannya dilaksanakan oleh Pemerintah. (2) Pembinaan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: perencanaan, pengaturan, pengendalian dan Pengawasan.
2.4.1 Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Surabaya Tahun 2014-2034
1. Mengembangkan jaringan jalan secara berhirarki dengan mengutamakan peningkatan akses yang setara pada tiap koridor.
2. Meningkatkan pelayanan angkutan umum penumpang dan barang dalam dan antar kota dengan mengutamakan angkutan umum massal.
3. Mengembangkan angkutan massal perkotaan berbasis jalan yang terintegrasi dengan moda transportasi lainnya.
4. Meningkatkan pelayanan prasarana pejalan kaki yang ramah bagi orang berkebutuhan khusus dan sejalan dengan pengembangan jaringan jalan dan kawasan fungsional kota.
5. Meningkatkan kualitas dan kuantitas terminal angkutan umum dan antarmoda secara berhirarki.
6. Mengembangkan dan meningkatkan prasarana dan sarana transportasi kendaraan tidak bermotor.
7. Mengembangkan transportasi sungai sebagai pendukung transportasi darat dan sarana wisata.
8. Mendukung peningkatan jalur penyeberangan Ujung-Kamal sebagai penghubung antara Surabaya-Madura.
Pada Wilayah Kecamatan Rungkut mayoritas transportasi meliputi kendaraan pribadi dan kendaraan pengangkut barang dan bus, aktivitas transportasi ini juga ramai dan sering terjadinya macet dikarenakan sebagai salah satu arus pergi dan balik untuk orang-orang bekerja yang berasal dari Sidoarjo menuju kota Surabaya.
2.4.2 RDTR Kota Surabaya Tahun 2018-2038
Berdasarkan dari RDTR kota Surabaya Tahun 2018-2038 terdapat kebijakan aspek transportasi dan strategi prasarana pada ayat (1) huruf b meliputi pengembangan jaringan untuk meningkatkan pelayanan dan aksesibilitas dengan strategi:
1. mengembangkan Jalan Lingkar Luar Timur (JLLT) guna mendukung perkembangan antar wilayah dan antar kegiatan di Kota Surabaya Sisi Timur Utara.
2. mengembangkan sistem jaringan jalan lokal dan lingkungan yang terhubung dengan sistem jaringan jalan kota.
3. mengembangkan persimpangan (interchange) yang menghubungkan bagian Kota Surabaya.
4. mengembangkan sistem manajemen transportasi yang mengakomodasi dinamika perkembangan kota.
5. memantapkan fungsi dan status jalan.
6. meningkatkan kapasitas jalan.
7. meningkatkan kualitas perkerasan jalan.
8. mengembangkan jaringan jalan pendukung AMC.
9. mengembangkan dan meningkatkan pelayanan angkutan umum yang terintegrasi dengan AMC.
10. mengembangkan prasarana pejalan kaki bagi seluruh pengguna jalan.
11. mendorong penyediaan parkir di dalam persil terutama pada kawasan-kawasan perdagangan dan jasa.
12. mengembangkan lampu penerangan jalan yang cukup terutama di kawasan perdagangan dan jasa.
2.4.3 RPJMD Kebijakan pertahunan Tahun 2021-2026
1. 2022 - Pemulihan ekonomi dan sosial melalui penguatan sektor strategis dan dukungan terhadap usaha mikro dan sektor informal
2. 2023 - Penguatan daya saing Sumber Daya Manusia (SDM) dan pemenuhan kebutuhan sosial dasar berkelanjutan
3. 2024 - Peningkatan kualitas tata kota dan sistem transportasi terpadu pendukung sektor utama yang sinergi dengan kebijakan nasional dan daerah sekitar
4. 2025 - Penguatan bargaining position Kota Surabaya melalui intensitas kerjasama dengan pihak strategis yang mendukung arah pembangunan
5. 2026 - Mewujudkan visi Kota Surabaya yang mengembangkan sikap Gotong Royong Menuju Surabaya Kota Dunia yang Maju, Humanis dan Berkelanjutan
2.4.4 Angkutan Umum
Dikarenakan Kota Surabaya merupakan salah satu kota terbesar maka memerlukan yang namanya transportasi umum, walaupun peminatnya tidak banyak tapi bisa menghemat biaya untuk para penggunanya dan sedikit membantu mengurangi pencemaran udara karena mengurangi penggunaan kendaraan pribadi. Sebuah layanan dari upaya Pemkot untuk mensinergikan pemenuhan kebutuhan transportasi umum dengan program lingkungan hidup.
Pada Kecamatan Rungkut terdapat beberapa spot halte-halte bus terdiri dari Halte 1, Halte 1 Ubaya, Halte 2 Ubaya dan Halte Rungkut Industri Kidul yang terjangkau untuk pekerja kantoran, kendaraan umum Surabaya disebut GoBis.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN 3.1 TAZ Rungkut
Lokasi asal dan tujuan pergerakan adalah lokasi berbasis zona yang dikenal dengan istilah Traffic Analysis Zone (TAZ). Penentuan pembagian Traffic Analysis Zone dalam penelitian ini didasarkan pada beberapa aspek. Terdiri dari Homogenitas penggunaan lahan, geografi fisik (luas wilayah) dan jaringan jalan utama (jalan kolektor, dan lokal). Pertimbangan tersebut didasarkan agar terciptanya keseimbangan bangkitan dan tarikan di masing-masing zona dan agar tidak terjadi zerotrip (perjalanan bernilai nol) akibat tidak adanya bangkitan dan tarikan di zona tersebut. Proses penentuan Traffic Analysis Zone (TAZ) yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.1.1 Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam analisis peta TAZ yang dilakukan adalah - Peta Batas administrasi Kecamatan Rungkut
- Peta jaringan jalan sebagai dasar penentuan batas zona
- Peta penggunaan lahan dengan asumsi satu zona diharapkan sehomogen mungkin dimana dijadikan dasar penentuan zona
3.1.2 Penentuan Centroid, Link, Nodes, dan Konektor
● Penentuan centroid menggunakan tools dalam ArcGis dimana pada setiap pusat kegiatan zona.
● Menentukan link dari zona yang terbentuk menggunakan jaringan jalan utama yaitu jalan arteri dan jalan kolektor.
● Membuat nodes berupa persimpangan jalan yang memungkinkan terjadinya transit.
3.1.3 Output
Hasil dari pembagian Traffic Analysis zone didapat 19 zona. Hasil ini mengikuti kaidah pembagian zona yang melihat dari batas wilayah administrasi, jaringan jalan, homogen penutupan lahan, dan kondisi pemisah fisik yang ada.
3.2 Metode pengumpulan data
Metode pengumpulan data yang umumnya digunakan dalam perencanaan transportasi adalah pengumpulan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer merupakan pengumpulan data yang dilakukan secara langsung, seperti pengamatan, wawancara, maupun datang langsung menuju lokasi wilayah studi. Sedangkan untuk pengumpulan data sekunder yaitu pengumpulan data yang dilakukan secara tidak langsung. Umumnya, bentuk dari data sekunder ini dapat dilakukan dengan cara mencari beberapa data melalui sumber bacaan seperti jurnal, dokumen instansi pemerintah, dan portal media online lainnya. Pada metode pengumpulan data ini akan dijelaskan secara rinci mengenai data transportasi yang dibutuhkan.
Menurut (Sugiyono, 2018), pengumpulan data dapat dilakukan dalam berbagai setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Bila dilihat dari settingnya, data dapat dikumpulkan pada setting alamiah, pada laboratorium dengan metode eksperimen, di rumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan lain-lain. Bila dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan data dapat menggunakan sumber primer dan sekunder. Selanjutnya bila dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan data, maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan observasi (pengamatan), interview (wawancara), kuisioner (angket), dokumentasi dan gabungan keempatnya.
3.2.1 Survei Primer
Survei primer yaitu sebuah metode pencarian data dan informasi yang dilakukan secara langsung melalui responden di lapangan. Beberapa jenis data diambil dengan menggunakan teknik pengumpulan data primer, antara lain data volume pergerakan manusia dan barang, atau kendaraan, data kapasitas jalan, data asal tujuan perjalanan (distribusi perjalanan), data pembebanan jalan (pilihan rute), data penggunaan moda, data travel time (waktu perjalanan) dan data kecepatan. Data primer adalah data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari narasumber atau dari lokasi (kondisi) Eksisting. Dilakukan beberapa jenis kegiatan untuk memperoleh